Anda di halaman 1dari 27

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

BEDAH
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TUBAN
RUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH
TUBAN
APENDISITIS AKUT

Pengertian ( Definisi) Proses peradangan akut pada ususbuntu


1. Adanya kotoran (tinja-fekolit), biji-bijian lain yang
terperangkap dalam lumen dan kemudian
Patofisiologi menimbulkan peradangan (obstruksiapendikuler).
2. Hematogen dari proses infeksi di luar usus buntu
(tampak serosa lebih merah dari pada mukosa).
1. Sering dimulai dengan nyeri di daerah epigastrium.
Setelah beberapa jam, nyeri berpindah dan menetap
di fosa iliakakanan.
Anamnesis dan 2. Gejala ini disusul dengan anoreksia, mual dan muntah
pemeriksaan fisik –muntah.
3. Suhu badan sub febril 37.5 – 38.5 0C, sampai terjadi
penyulit dimana suhu badan sakan meningkat
sampai400C.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan klinis, rasa tidak
nyaman seluruh perut terutama di epigastrum yang
Kriteria Diagnosis
kemudian menjadi nyeri menetap di titik Mc Burney,
panas badan meningkat kadang disertai muntah(+).

Diagnosis Apendisitis akut ICD-10: K35.

1. Apendisitisakut
Indikasi Operasi 2. Periapendikulerinfiltrat
3. Apendisitisperforata
Diagnosis Banding 1. Batu ureterkanan
2. Kelainanginekologik.
3. Tumorsekum.
4. Crohn’sdisease.
5. Kehamilan ektopikterganggu.
6. Kolitis
Pemeriksaan Laboratorium rutin dan urin lengkap (untuk wanita
Penunjang ditambahkan PPT) USG abdomen (tidakrutin)
Terapi Teknik Operasi
1. Penderita dalam posisi terlentang, ahli bedah dalam
general anestesi. Dilakukan tindakan aseptik dan
antiseptik pada seluruh abdomen dan dada bagian
bawah, kemudian lapangan operasi dipersempit dengan
doeksteril.
2. Dilakukan insisi dengan arah oblik melalui titik
Mc.Burney tegak lurus antara SIAS dan umbilikus (irisan
Gridiron), irisan lain yang dapat dilakukan adalah insisi
traversal dan paramedian.
3. Irisan diperdalam dengan memotong lemak mencapai
aponeurosis muskulus oblikus abdominis
Eksternus(MOE)
4. MOE dibuka sedikit dengan skalpel searah dengan
seratnya, kemudian diperlebar ke lateral dan ke medial
dengan pertolongan pinset anatomi. Pengait luka tumpul
dipasang di bawah MOE, tampak di bawah MOE
muskulus Oblikus Internus(MOI)
5. MOI, kemudian dibuka secara tumpul dengan gunting
atau klem arteri searah dengan seratnya sampai tampak
lemak peritoneum, dengan haak LangenBack otot
dipisahkan. Pengait dipasang di bawah muskulus
tranversusabdominis.
6. Peritoneum yang berwarna putih dipegang dengan
menggunakan 2 pinset bedah dan dibuka dengan
gunting, perhatikan apa yang keluar pus, udara atau
cairan lain (darah, feses dll) periksa kultur dan tes
kepekaan kuman dari cairan yang keluar tersebut.
Kemudian pengait luka diletakkan di bawah peritonium.
7. Kemudian sekum (yang berwarna putih, memilikitanca
koli dan haustra) dicari dan diluksir. Apendiks yang
basisnya terletak pada pertemuan tiga taenia
mempunyai bermacam–macam posisi antara lain
antesekal, retrosekal, anteileal danpelvinal.
8. Setelah ditemukan sekum dipegang dengan darm pinset
dan ditarik keluar, dengan kassa basah sekum
dikeluarkan kearah mediokaudal, sekum yang telah
keluar dipegang oleh asisten dengan ibu jari berada
diatas.
9. Mesenterium dengan ujung apendiks di pegang dengan
klem Kocher kemudian mesoapendiks di klem potong
dan diligasi berturut–turut sampai pada basis apendiks
dengan menggunakan benang sutera3/0.
10. Pangkal apendiks di crush dengan apendiks klem
kocher dan pada bekas crush tersebut diikat dengan
sutera No. 00 – 2 ikatan
11.Dibagian distal dari ikatan diklem dengan kocherdan
diantara klem kocher dan ikatan tersebut apendiks
dipotong dengan pisau yang telah diolesi betadine,
ujung sisa apendiks digosokbetadine.
12. Sekum dimasukkan ke dalam ronggaperut.
13. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis. Pada
kasus perforasi dapat dipasang drain sub fasial.

Komplikasi Operasi
Durante operasi: perdarahan intra peritoneal, dinding
perut, robekan sekum atau usus lain. Pasca bedah dini:
perdarahan, infeksi, hematom, paralitik ileus, peritonitis,
fistel usus, abses intraperitoneal.
Pasca bedah lanjut: obstruksi usus jeratan,
herniasikatrikalis.

Mortalitas
Kematian tersering karena sepsis, emboli paru
atauaspirasi.

Perawatan Pasca Bedah


Pada hari operasi penderita diberi infus menurut
kebutuhan sehari kurang lebih 2 sampai 3 liter cairan
Ringer laktat dandekstrosa.
Pada apendisitis tanpa perforasi: Antibiotika diberikan
hanya 1x24jam.
Pada apendisitis dengan perforasi: Antibiotika diberikan i
hingga jika gejala klinis infeksi reda dan laboratorium
normal (sesuai kultur kuman). Mobilisasi secepatnya
setelah penderita sadar dengan menggerakkan kaki,
miring ke kiri dan kanan bergantian dan duduk. Penderita
boleh jalan pada hari pertama pasca bedah. Pemberian
makanan peroral dimulai dengan memberi minum sedikit-
sedikit (50cc) tiap jam apabila sudah ada aktivitas usus
yaitu adanya flatus dan bising usus. Bilamana dengan
pemberian minum bebas penderita tidak kembung maka
pemberian makanan peroral dimulai. Jahitan diangkat
pada hari kelima sampai hari ketujuh pascabedah.
Follow Up
Kondisi luka, kondisi abdomen, serta kondisi klinis
penderita secarakeseluruhan
1. Penjelasan diagnosis, diagnosis banding dan
pemeriksaan penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, risiko
Edukasi
tindakan dan komplikasi
3. Penjelasan alternative tindakan
4. Penjelasan lama perawatan
ad vitam : dubia adbonam
Prognosis ad sanationam : dubia adbonam
ad fungsionam : dubia adbonam
1. Persatuan dokter spesialis bedah umum Indonesia.
Pedoman  pelayanan medik edisi kedua, 2006: 60-61
2. Browse NL, et all. The symptoms and sign of surgical
disease. Fourth edition. Taylor&francis group, 2005.
Kepustakaan
3. R, De Jong Wim. Buku ajar ilmu bedah. Edisi kedua.
Jakarta:  penerbit buku kedokteran EGC 2004. 4.
4. Grace, Borley, At GlanceIlmu bedah. Edisi ketiga.
Jakarta:  penerbit Erlangga, 2006.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
BEDAH
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TUBAN
RUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH
TUBAN
HERNIA INGUINALIS
Pengertian (Definisi) Protrusi dari viskus melewati pembukaan dari dinding
abdomen
Anamnesis 1. Lokasi benjolan
2. Waktu kemunculan
3. Pekerjaan dan aktifitas yang sering dilakukan oleh
pasien
4. Riwayat penyakit sebelumnya
5. Keluhan penyerta
Pemeriksaan Fisik 1. Besar benjolan
2. Regio
3. Finger Test
4. Thumb test
5. Ziemann test
Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis : Riwayat benjolan, lokasi, hilang timbul
2. Pemeriksaan fisik : lokasi benjolan, finger test, thumb
test, ziemann test
3. Pemeriksaan penunjang : Laboratorium
Diagnosis Hernia Inguinalis ICD 10: K40
Diagnosis Banding 1. Hernia femoralis
2. Epididimitis
3. Torsio testis
4. Lipoma
5. Adenopati inguinal
6. Abses inguinal
7. Dilatas vena saphena
8. Hidrocele
9. Varicocele
10. UDT
Pemeriksaan Laboratorium: DL, Faal hemostasis, Serum elektrolit, UL
Penunjang
Terapi 1. Konservatif
2. Herniotomy
3. Hernioraphy
Edukasi 1. Bisa terjadi kekambuhan
2. Menghindari pekerjaan berat
3. Mengobati penyakit predisposisi
4. Mengobati penyakit penyulit
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Kepustakaan 1. Townsend: Sabiston Textbook of Surgery, 18 th Edition.
(Vancouver) New York, McGrawHills
2. Debas, Haile T.Ebook Gastrointestinal
Surgery:Patophysiology and Management. Springer
3. Zinner, Stanley. Ebook. Maingot’s Abdominal Operation
11th Edition
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
BEDAH
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TUBAN
RUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH
TUBAN
TUMOR JINAK PAYUDARA (FAM)
Tumor jinak ialah lesi jinak yang berasal dari parenkim,
stroma, areola dan papilla mammae. Termasuk: Tumor
jinak jaringan lunak mammae, lipoma, hemangioma
Pengertian ( Definisi)
mammae. Untuk Mudahnya disini dimasukkan pula
displasiamammae.
Tidak termasuk: Tumor jinak kulit mammae
Tumor jinak mammae maupun tumor non neoplasma
bemanifestasi sebagi:
Manifestasi Klinis 1. Tumor pada mammae
2. Jaringanmammae yang padat dannoduler
3. Nyeri padamammae.
Gambaran Klinis FIBROADENOMA MAMMAE
Tumor pada mammaeyang
1. Timbul pada wanita muda, 15-30 tahun
2. Membesar sangat pelan, dalam tahunan
3. Bentuk bulat danoral
4. Batas tegas
5. Tidak besar, 2-5 cm
6. Permukaanrata
7. Konsistensi padatkenyal
8. Sangat mobil dalam korpus mammae
9. Tidak ada tanda invasi atau metastase
10. Dapat single atau multiple
11. Lebih dari 4 cm diperlukan FNA untuk menyingkirkan
kemungkinan tumorfilodes

TUMOR FILODES
Tumor pada mammaeyang
1. Bentuk bulat atauoval
2. Batastegas
3. Besar >5cm
4. Permukaan dapat berbenjol-benjol
5. Tidak melekat dengan kulitatau m.pektoral sangat
mobil dalam korpusmammae
6. Tidak ada tanda invasi ataumetastase
7. Vena subkutanmelebar

DISPLASIA MAMMAE
1. Tanpa tumor yangjelas
a. Keluhan nyeri pada mammae yang siklus sesuai
dengan siklus menstruasi nyeri pada mammae pra
menstruasi dan menghilang setelahmenstruasi.
b. Jaringan mammae padat, menyeluruh atau
segmental, uni atau bilateral, noduler
2. Berbentuktumor
a. Kista : dapat uni ataubilateral
Tumor padat ini sering sukar dibedakan dengan
kankermammae
b. Tumor padat
• Bentuk tidak teratur
• Bentuk tidak tegas
• Sering multiple dan bilateral
c. Tumor padat noduler disertai tumor baik yang kistik
maupun yang padat
• Bentuk campuranpadat
• Mammae padat noduler disertai tumor baik
yang kistik maupun yangpadat.
HIPERTROFI MAMMAE
1. Mammae membesar jauh melebihi ukuran normal untuk
orang lain.
2. Kelainan dapat uni ataubilateral
3. Dapat ditemukan pada:
a. Bayi: disebut Hipertrofi mammae neonatorium
b. Anak-anak: disebut Hipertrofi mammaepre-pubertal
c. Laki-laki: disebut Ginekomasti

CAIRAN PUTTING SUSU (NIPPLE DISCHARGE)


Cairan yang keluar spontan dari puting susu diluar laktasi
dapat disebabkan oleh:
1. Intraduktalpapilloma
2. Displasiamammae
3. Mastitis
4. Kankermammae
5. Galaktore
6. Trauma
Lesi jinak yang memberikan keluhan atau tidak berhasil
Indikasi Operasi
dengan terapikonservasi
Diagnosis Benign neoplasma of breast ICD 10: D24
1. Karsinomapayudara
Diagnosis Banding 2. Displasismammae
3. Hipertrofimammae
Bila pemeriksaan klinis jelas suatu tumor jinak,
pemeriksaan penunjang klinis (triple diagnostic)
dikerjakan bila diperlukan, tergantung kepada ada atau
tidaknya faktor resiko pada penderita (usia, riwayat
Pemeriksaan keluarga, tumor payudara multipel atauresidif)
Penunjang 1. Imaging : USG mammae, mammografi kadang-
kadang MRI payudara
2. Sitologi atau histopatologi:FNA, imprint sitologi
dari cairan putting susu, corebiopsyatau
openbiopsy
Terapi Tehnik Operasi
1. Dengan pembiusan general, punggung penderita
diganjal bantal tipis, sendi bahu diabduksikan ke
arahkranial.
2. Lokasi tumor ditandai denganspidol/tinta.
3. Desinfeksi lapangan operasi (dibawah klavikula),
midsternal, linea aksilaris posterior, sela iga ke 8,
dengan larutan desinfektan povidone iodine10%.
4. Lapangan operasi dipersempit dengan duk steril. Bila
memungkinkan insisi dikerjakan sirkumareolar, tetapi
bila lokasi tumor cukup jauh dari areola(>4cm), maka
insisi dikerjakan diatas tumor sesuai dengan garis
Langer atau diletakkan pada daerah-daerah
yangtersembunyi.
5. Untuk insisi sirkumareolar maka puting susu dipegang
dengan jari telunjuk dan ibu jari, dilakukan marker
insisi. Dengan pisau dilakukan insisi periareolar
sampai fasia superfisialissubkutan.
6. Flap kulit diangkat keatas dengan bantuan hak tajam,
dengan gunting dilakukan undermining sepanjang
fasia superfisial kearah lokasitumor.
7. Rawat perdarahan, lalu indentifikasitumor
8. Jepit jaringan sekitar tumor pada 3 tempat dengn
kocher, lalu dilakukan eksisi tumor sesuai
tuntunankocher
9. Rawat perdarahan lagi, orientasi seluruh bed tumor
lalu dipasang drain dengan lubang di kuadran lateral
bawah (bila menggunakan penrose drain, drain
dikeluarkan di garisinsisi).
10. Jahit subkutan dengan plain cat gut3.0
11.Jahit luka dengan prolene4.0
12. Luka operasi ditutup dengan kasabetadine
13. Dilakukan dressing luka operasi dengan teknik
suspensi payudara (BH buatan) tanpa mengganggu
gerakan sendibahu.

Komplikasi Operasi
1. Perdarahan: hemostasis yang kurang baik akan
menyebabkan perdarahan dan terjadi hematom.
2. Infeksi

Perawatan Pasca Operasi


1. Drain handschoen/penrose di angkat hari kedua, drain
continous dilepas bila produksi <10 cc/24jam
2. Jahitan diangkat pada hari ke 7-10 dilakukan aspirasi
3. Bila masih ada seroma dapat dilakukan aspirasi

Follow-up
Pemeriksaan klinis 3-6 bulan pasca bedah, imaging
kadang-kadang dilakukan terutama bila ada tumor yang
residif
1. Penjelasan diagnosis, diagnosis banding dan
pemeriksaan penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, risiko
Edukasi
tindakan dan komplikasi
3. Penjelasan alternative tindakan
4. Penjelasan lama perawatan
ad vitam : dubia adbonam
Prognosis ad sanationam : dubia adbonam
ad fungsionam : dubia adbonam
1. R, De Jong Wim. Buku ajar ilmu bedah. Edisi kedua.
Jakarta:  penerbit buku kedokteran EGC 2004.
2. Grace, Borley, At GlanceIlmu bedah. Edisi ketiga.
Jakarta:  penerbit Erlangga, 2006.
Kepustakaan
3. Persatuan dokter spesialis bedah umum Indonesia.
Pedoman  pelayanan medik edisi kedua, 2006
4. Browse NL, et all. The symptoms and sign of surgical
disease. Fourth edition. Taylor&francis group, 2005
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
MATA
RUMAH SAKIT RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TUBAN
MUHAMMADIYA
H TUBAN
Phacoimulsifikasi
Pengertian Operasi katarak dengan menggunakan mesin Phaco dengan prinsip getaran
(Definisi) ultrasound dilakukan dengan insisi yang kecil(<3mm) pada clear kornea
Anamnesis 1. Penglihatan kabur berlahan – lahan
2. Tidak nyeri , tidak merah
3. Sering ditemui pada pasien diatas umur 50 th walaupun ada pada semua
umur (tergantung jenis katarak)
4. Tidak membaik diberi kacamata dan obat-obatan.
Pemeriksaan Fisik 1. Visus menurun berlahan lahan
2. Lensa terdapat kekeruhan
3. Tidak nyeri
Diagnosa Banding 1. Retinal detacment
2. Retinoblastoma
3. Leukoma kornea
Pemeriksaan 1. Gula acak
Penunjang 2. Tensi darah
3. Biometri Lensa Tanam
4. Keratometri (ARK)
Terapi 1. Tetesan astesitopikan pantokain 2% pada mata
2. Disinfeksi sekitar mata dengan profidon iodin 2% eye drip disposible
steril serta sprider lalu disinfeksi permukaan mata dengan profidon
iodin + aquades
3. Anastesi subtenon dengan lidokain 2% sebanyak 2 cc dengan jarum
bengkok tumpul
4. Menembus BMD dengan keratom pada arah jam 11 clear kornea, lalu
di injeksikan tripan blue untuk mewarnai capsul anterior
5. Dilakukan capsulotomi CCC dengan diameter 6 mm menggunakan
jarum / utrata
6. Dilakukan hidrodiseksi dan hidrodielinasi kemudian memutar nukleus
memastikan sudah lepas dari capsul
7. Menembus clear kornea arah jam 2 dengan slit knife 15 derajat untuk
memasukan 2nd instrument
8. Di berikan viscoelastis dispersif + kohesif untuk melindungi endotel
kornea
9. Di lakukan sculping pada permukaan nukleus dengan Phacotip untuk
membersihkan epinukleus
10.Di lakukan groeffing pada nukleus sedalam inti lalu dilakukan
cracking pada nukleu menjadi 4 segmen
11.Masing-masing segmen di Phaco sampai menyisakan epinukleus
12.Mengganti phaco tipe dengan IA untuk membersihkan epinukleus dan
sisa cortek
13.Memasukan lens fodable dari insisi arah jam 10 dengan injektor lensa
pada posisi lensa in the bag
14.Sisa visco dibersihkan dengan IA luka pada arah jam 10 di tutup
dengan rehidrasi kornea
15.Di berikan salep mata mata di bebat
16.Operasi selesai
Faktor Penyulit Komplikasi
Durante operasi:
1. Ruptur capsul posterior
2. Ablasio iris
3. Drop Nukleus
4. Drop IOL
5. Choroidal Hemorage (perdarahan choroid)
Early Postoperasi (hari pertama pasca operasi)
1. Prolap iris
2. Kebocoran luka operasi (BMD dangkal)
3. Iritis (ringan sampai berat)
4. Dislokasi IOL
5. Destmate kornea
6. TASS
7. Endoftalmitis
8. Sub conjuntivital bleeding
Midle Post operasi (1-4 minggu pertama pasca operasi)
Iritis Dislokasiiol
1. Kebocoran luka operasi (BMD dangkal)
2. Endoftalmitis
Late Postoperasi (lebihdari 1 bulan)
1. Endoftalmitis
Keberhasilan 1. Penglihatan membaik pasca operasi dengan atau tanpa kacamata
perawatan 2. Tidak di dapatkan komplikasi sampai dengan 8 minggu paska
operasi
Lama Perawatan Rawat jalan kecuali dengan penyulit Diabetes mellitus, Hipertensi,
Glaucoma, komplikasi duranteoperasi (di jelaskan dibawah)
Prognosis Katarak tanpa penyulit : dubiat an bonam
Pneukatarak dengan penyulit: dubiaad
Edukasi 1. Larangan angkat berat menunduk dan sujud 2 minggu pasca operasi
2. Larangan terkena air 3 minggu paska operasi
3. Cek kacamata dilakukan setelah 4 minggu atau 1 bulan paska operasi
Kepustakaan 1. AAO, 2015
2. Buku ajar Ilmupenyakitmata 2017 Unair
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
ILMU KESEHATAN MATA
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TUBAN
RUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH
TUBAN
PTERYGIUM
Pengertian
PPenebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip daging
(Definisi) yang menjalar ke kornea

Anamnesis Keluhan penderita mata merah dan timbulnya bentukan seperti


daging yang menjalar ke kornea
Pemeriksaan Fisik 1. Visus danrefraksi
2. Tonometri
3. Slitlampbiomikroskopi
Kriteria Diagnosis
Gambaran klinis :
Pterigium ada 2 macam, yaitu yang tebal dan mengandung
banyak pembuluh darah, atau yang tipis dan tidak mengandung
pembuluh darah. Pterigium yang mengalami iritasi dapat
menjadi merah dan menebal yang kadang-kadang dikeluhkan
kemeng olehpenderita.

Patologi :

Pada pemeriksaan hispatologi didapatkan konjungtiva


mengalami degenerasi hyaline dan elastis, sedangkan di
kornea terjadi degenerasi hyaline dan elastis pada membrane
Bowman
Diagnosis PTERYGIUM ICD 10 :
Diagnosis Banding 1. Pingeukulum : penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi,
berbentuk nodul yang berwarna kekuningan
2. Pseudopterigium : suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena
ulkus kornea. Pada pengecekan dengan sonde, sonde dapat
masuk di antara konjungtiva dankornea
Pemeriksaan Patologi anatomi
Penunjang
Terapi Pterigium ringan tidak perlu diobati. Pterigium yang mengalami
iritasi, dapat diberikan anti inflamasi tetes mata golongan
steroid, non steroid dan vasokonstriktor tetes mata.

Pterygium yang dilakukan operasi


1. Pterygium yang menjalar lebih dari lebih 3 mm darilimbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus
dan tepipupil
3. Pterigium yang sering memberi keluhan mata merah, berair
dan silau karena astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita
Edukasi Bila tidak menimbulkan keluhan atau gangguan penglihatan tidak
harus dilakukan operasi, karena bersifat rekuren.
Prognosis Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya
prognosis baik. Kekambuhan dapat dicegah dengan modifikasi
teknik operasi dan kombinasi operasi dengan sitostatik tetes
mata.
Kepustakaan 1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical
Science Course. Section 8. California: American
Academy of Ophthalmology,2011.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu
Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya,2006
3. Bankes JLK : Clinical Ophthalmology a Text Colour and
Atlas ELBS / Churchill Livingstone Reprint ed. 1986,
pp.42-43
th
4. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18 ed,
Churchill Livingstone, 1990, pp.142 Vaughan D,
th
Asbury T : General Ophthalmology, 12 ed, Lange
Medical Publication, 1989, pp. 98
5. British Journal of Ophthalmology : Mahar P.S.;
Nwokora G.E. : Role of Mitomycin C in Pterygium
surgery, 77 : 433-435,1993
6. British Journal of Ophthalmology : Rachmiel R.; Leiba
H; Levartovsky S : Results of treatment with topical
Mitomycin C 0,02% following excision of primary
pterygium; 79 : 233-236,1995
7. Suryo SS; Akbar P.A : Pengobatan pterygium dengan
tetes mata Thiotepa pasca bedah dalam usaha
mengurangi tubuh ulang : Kumpulan makalah
KONAS Perdami VI Semarang 4-6 Juli1988

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

ORTHOPEDI

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TUBAN


RUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH
TUBAN

FRAKTUR HUMERUS 1/3 TENGAH (S 42.3)


Pengertian
Patah tulang tertutup pada bagian diafisis dari humerus
(Definisi)

Anamnesis
1. Nyeri pada bagian tengah dari lenganatas
2. Riwayat trauma (jatuh saat bermain dengan lengan posisi
ekstensi), menahan benturan denganmenangkis
3. Bengkak dan kaku saat menggerakkan lengan atas,siku
4. Keluhan kesemutan dan kelemahan pada jari – jari tangan
ataupun pergelangan tangan
5. Riwayat childabuse
Pemeriksaan fisik
1. Pembengkakan,hematom
2. Ada tidaknya riwayat trauma di tempat lain (childabuse)
3. Deformitasangulasi
4. Nyeri pada lenganatas
5. Gangguan pada ruang lingkupsendi
6. Pemeriksaan motoris, sensoris dan keterlibatan pembuuh darah
ataupun nervus pada daerah sekitarfraktur
kriteria diagnosis
1. Riwayat trauma (jatuh dengan siku posisiekstensi)
2. Tampak deformitas, hematom, pembengkakan pada lenganatas
3. Terdapat gambaran fraktur pada pemeriksaanradiologi
ICD
Diagnosis FRAKTUR HUMERUS 1/3 TENGAH
10:S42.3

Diagnosis banding
1. Fraktur proksimalhumerus
2. Fraktur humerussegmental
Pemeriksaan
Foto polos X-ray humerus AP/lateral/oblique tampak garis fraktur bisa
penunjang
dalam berbagai macam varian (inkomplit, komplit, kominutif, transverse,
oblik). Orthogonal view untuk melihat keterlibatan dari bahu dan siku
Terapi
1. Imobilisasi dan dilakukan sling dan swathe atau collar &cuff
2. Reposisi terbuka bila didapatkan keterlibatan neurvaskular post
reduksi tertututp, disertai floating elbow, pasien dengan multiple
trauma, cedera bahu.
3. Pemberian anti nyeri per oral dengan paracetamol 10 mg/kgbb/hari
atau dengan ibuprofen 5mg/kgbb/hari
Edukasi
1. Prosedur tindakan dan perawatan gips tergantung
2. Komplikasi compartementsyndrom
3. Penyulit pada saat pemasangangips
4. Evakuasi dr keterlibatanneurovaskuler
Kepustakaan 1. Marissy, Raymond T: Weinstein, Shart L, Lovell & Winter’s
th
pediatrics orthopaedis 6 edition2006
2. Canale Terry S, Beaty, James H, Compbell’s Operative
th
Orthopaedics 11 edition 2008
th
3. Miller, Mark D. Review of orthopaedics 5 edition2008
4. Salomon, Luis; warwick, David Nayagam, Selvadurai, Appley’s
th
system of Orthopaedics and Fractures 9 edition
PANDUAN PRAKTEK KLINIS

ORTHOPEDI

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TUBAN


RUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH
TUBAN

DEBRIDEMENT (86.22)

Pengertian
Suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengevaluasi dan
(Definisi)
mengeliminasi abses pada sendi mencegah kerusakan sendi
Indikasi
1. Septicarthritis
2. Coxitis
kontraindikasi -

Persiapan
Bila hasil aspirasi cairan sendi tidak terbukti purulent dan tidak
ditemukanadanya pertumbuhan kuman
Prosedur tindakan
1. Signin
2. Pasien terlentang di mejaoperasi
3. Time –out
4. Dilakukan pembiusan(GA)
5. Dilakukan pengambilan sample kultir pus dan sensitivity
test
6. Dilakukan evakuasi cairan sendi dan jaringan nekrotik
serta pencucian berulang – ulang dengan cairanisotonik
7. Dilakukan pengambilan jaringa synovial sendi dan evaluasi
permukaan sendi
8. Dilakukan pemasangan selang drain untuk evakuasi dan
irigasi sendi
9. Dilakukan penjahitan luka operasi
10. Operasi selesai

DEBRIDEME ICD 9 :
Tindakan
86.22
N

Pasca prosedur - Sign out


tindakan - Observasi pasca pembiusan
- Perawatan selama minimal 2-3 minggu serta pemberian AB
- Observasi ateri dan nervus distal, serta tanda – tanda septicemia
Edukasi - Edukasi komplikasi dan perawatan selama di ruangan
Kepustakaan
Vernan T Toto, Master tehnique in orthopaedic surgery pediatric,
Lippincott Willian& wilkins
PANDUAN PRAKTEK KLINIS

UROLOGI

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TUBAN


RUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH
TUBAN

TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE (TURP)

Pengertian
TURP adalahsuatu tindakan pengambilan (pembuangan) jaringan
(Definisi)
prostat secara endoskopi dengan menggunakan alat pemotong
(cutting loop) elektrik.
Indikasi
1. Skor IPPS >8
2. Retensi urin berulang
3. Infeksi saluran kemih brulang
4. Gangguan fungsi ginjal
kontraindikasi
1. Gangguan pembekuan darah

2. Infeksi saluran kemih


Persiapan
1. Persiapan pasien

2. Persiapan alat dan bahan


Pemeriksaan
DL, UL, GDA, HbsAg, Anti HIV, PTT dan APTT, BUN Kretinin serum,
penunjang
USG prostat, Elektrolit Serum pre dan post operasi BOF (sesuai
indikasi), PSA(sesuai indikasi), EKG, Rontgen torax.
Prosedur tindakan
1. Persiapan pasien: Pasang infus
2. Setelah dilakukan anastesi regional pasien diletakkan ke
posisi litotomi
3. Apabila diperlukan sapat dilakukan vasektomi tanpa pisau
(VTP) sesaat sebelum operasi TURP untuk mencegah
orkitis
4. Dilakukan desinfeksi dengan providon iodine didaerah
penis, scrotum dan sebagian dari kedua paha dan perut
sebatas umbilical
5. Persempit lapangan operasi dengan memasang sarung kaki
dan doek panjang
6. Dilatasi uretra dengan bougie roser 25F sampai 29 F
7. Sheat 24F/27F dengan obturator dimasukkan lewat uregra
sampai masuk bulli-bulli
8. Obturator dilepas,diganti optic 30°dan cutting loop sesuai
dengan ukuran sheatnya
9. Evaluasi buli-buli apakah ada tumor, batu, trabekulasi dan
divertikel buli.
10. Working elemen ditarik keluar untukmengevaluasi prostat
(panjangnya prostat yang menutup uretra, leher buli, dab
vorumontanum)
11. Selanjutnya dilakukan reseksi prostat sambil merawat
perdarahan
12. Sebaiknya adenoma prostat dapat direseksi semuanya,
waktu reseksi paling lama 60 menit (bila menggunakan
irigan aquades) dan waktu bisa lebih lama bilamenggunakan
irigan glisin. Hal ini digunakan untuk menghindari
terjadinya sindroma TUR.
13. Bila terjadi pembukaan sinus, operasi dihentikan,untuk
menghindari sindroma TUR.
14. Chips prostat dikeluarkan dengan menggunakan ellik
evakuator sampai bersih, selanjutnya dilakukan perawatan
perdarahan.
15. Setelah selesai, dipasang three way kateter 22F-24 F dengan
balon 30-40 cc, dipasang spoel PZ/aquades, dan boleh
dilakukan traksi < 24 jam.
Pasca prosedur Evaluasi kualitas dan kuantitas produksi urin.
tindakan Mobilisasi kanan kiri, duduk, jalan
Nutrisi; diit TKTP
Edukasi Penjelasan tentang penyakit
Penjelasan tentang terapi dan tindakan lanjutan
Cara pemberian obat minum dirumah
Jadwal kontrol di poli urologi
Kepustakaan
1. Blandy J: operative urology, Blackwell scientific

Publication : Oxford-London-Edinburg-melbourn, 1978, p


202-223

2. Devine CJ, Jordan. GH, Schlossberg SM,; surgery of


theoenis and urethra, Cambell”Urology, 6 th WB Saunders
co, Philadelpia-London-toronto-Montreal-Sydney-Tokyo,
1992, p. 2982-3032
PANDUAN PRAKTEK KLINIS

ORTHOPEDI

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TUBAN


RUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH
TUBAN

Pengertian
(Definisi)

Indikasi

kontraindikasi -

Persiapan

Prosedur tindakan

Tindakan

Pasca prosedur
tindakan

Edukasi
Kepustakaan
PANDUAN PRAKTEK KLINIS

ORTHOPEDI

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TUBAN


RUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH
TUBAN

Pengertian
(Definisi)

Indikasi

kontraindikasi -

Persiapan

Prosedur tindakan

Tindakan

Pasca prosedur
tindakan

Edukasi
Kepustakaan
PANDUAN PRAKTEK KLINIS

ORTHOPEDI

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TUBAN


RUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH
TUBAN

Pengertian
(Definisi)

Indikasi

kontraindikasi -

Persiapan

Prosedur tindakan

Tindakan

Pasca prosedur
tindakan

Edukasi
Kepustakaan
PANDUAN PRAKTEK KLINIS

ORTHOPEDI

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TUBAN


RUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH
TUBAN

Pengertian
(Definisi)

Indikasi

kontraindikasi -

Persiapan

Prosedur tindakan

Tindakan

Pasca prosedur
tindakan

Edukasi
Kepustakaan

Anda mungkin juga menyukai