Anda di halaman 1dari 22

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

BEDAH
RUMKITAL DR. AZHAR ZAHIR
2017-2018
RUMKITAL
DR. AZHAR ZAHIR

APENDISITIS AKUT

Pengertian ( Definisi) Proses peradangan akut pada usus buntu

1. Adanya kotoran (tinja-fekolit), biji-bijian lain yang


terperangkap dalam lumen dan kemudian
Patofisiologi menimbulkan peradangan (obstruksi apendikuler).
2. Hematogen dari proses infeksi di luar usus buntu
(tampak serosa lebih merah dari pada mukosa).
1. Sering dimulai dengan nyeri di daerah epigastrium.
Setelah beberapa jam, nyeri berpindah dan menetap
di fosa iliaka kanan.
Anamnesis dan 2. Gejala ini disusul dengan anoreksia, mual dan muntah
pemeriksaan fisik – muntah.
3. Suhu badan sub febril 37.5 – 38.50C, sampai terjadi
penyulit dimana suhu badan sakan meningkat sampai
400C.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan klinis, rasa tidak
nyaman seluruh perut terutama di epigastrum yang
Kriteria Diagnosis
kemudian menjadi nyeri menetap di titik Mc Burney,
panas badan meningkat kadang disertai muntah (+).

Diagnosis Apendisitis akut ICD-10: K35.

1. Apendisitis akut
Indikasi Operasi 2. Periapendikuler infiltrat
3. Apendisitis perforata
1. Batu ureter kanan
2. Kelainan ginekologik.
3. Tumor sekum.
Diagnosis Banding
4. Crohn’s disease.
5. Kehamilan ektopik terganggu.
6. Kolitis

1
Pemeriksaan Laboratorium rutin dan urin lengkap (untuk wanita
Penunjang ditambahkan PPT) USG abdomen (tidak rutin)
Teknik Operasi
1. Penderita dalam posisi terlentang, ahli bedah dalam
general anestesi. Dilakukan tindakan aseptik dan
antiseptik pada seluruh abdomen dan dada bagian
bawah, kemudian lapangan operasi dipersempit dengan
doek steril.
2. Dilakukan insisi dengan arah oblik melalui titik
Mc.Burney tegak lurus antara SIAS dan umbilikus
(irisan Gridiron), irisan lain yang dapat dilakukan adalah
insisi traversal dan paramedian.
3. Irisan diperdalam dengan memotong lemak mencapai
aponeurosis muskulus oblikus abdominis Eksternus
(MOE)
4. MOE dibuka sedikit dengan skalpel searah dengan
seratnya, kemudian diperlebar ke lateral dan ke medial
dengan pertolongan pinset anatomi. Pengait luka
tumpul dipasang di bawah MOE, tampak di bawah MOE
muskulus Oblikus Internus (MOI)
5. MOI, kemudian dibuka secara tumpul dengan gunting
atau klem arteri searah dengan seratnya sampai
Terapi
tampak lemak peritoneum, dengan haak LangenBack
otot dipisahkan. Pengait dipasang di bawah muskulus
tranversus abdominis.
6. Peritoneum yang berwarna putih dipegang dengan
menggunakan 2 pinset bedah dan dibuka dengan
gunting, perhatikan apa yang keluar pus, udara atau
cairan lain (darah, feses dll) periksa kultur dan tes
kepekaan kuman dari cairan yang keluar tersebut.
Kemudian pengait luka diletakkan di bawah peritonium.
7. Kemudian sekum (yang berwarna putih, memiliki tanca
koli dan haustra) dicari dan diluksir. Apendiks yang
basisnya terletak pada pertemuan tiga taenia
mempunyai bermacam–macam posisi antara lain
antesekal, retrosekal, anteileal dan pelvinal.
8. Setelah ditemukan sekum dipegang dengan darm
pinset dan ditarik keluar, dengan kassa basah sekum
dikeluarkan kearah mediokaudal, sekum yang telah
keluar dipegang oleh asisten dengan ibu jari berada di
atas.
9. Mesenterium dengan ujung apendiks di pegang dengan

2
klem Kocher kemudian mesoapendiks di klem potong
dan diligasi berturut–turut sampai pada basis apendiks
dengan menggunakan benang sutera 3/0.
10.Pangkal apendiks di crush dengan apendiks klem
kocher dan pada bekas crush tersebut diikat dengan
sutera No. 00 – 2 ikatan
11.Dibagian distal dari ikatan diklem dengan kocher dan
diantara klem kocher dan ikatan tersebut apendiks
dipotong dengan pisau yang telah diolesi betadine,
ujung sisa apendiks digosok betadine.
12.Sekum dimasukkan ke dalam rongga perut.
13.Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis. Pada kasus
perforasi dapat dipasang drain sub fasial.

Komplikasi Operasi
Durante operasi: perdarahan intra peritoneal, dinding
perut, robekan sekum atau usus lain. Pasca bedah dini:
perdarahan, infeksi, hematom, paralitik ileus, peritonitis,
fistel usus, abses intraperitoneal.
Pasca bedah lanjut: obstruksi usus jeratan, hernia
sikatrikalis.

Mortalitas
Kematian tersering karena sepsis, emboli paru atau
aspirasi.

Perawatan Pasca Bedah


Pada hari operasi penderita diberi infus menurut
kebutuhan sehari kurang lebih 2 sampai 3 liter cairan
Ringer laktat dan dekstrosa.
Pada apendisitis tanpa perforasi: Antibiotika diberikan
hanya 1x24 jam.
Pada apendisitis dengan perforasi: Antibiotika diberikan
hingga jika gejala klinis infeksi reda dan laboratorium
normal (sesuai kultur kuman). Mobilisasi secepatnya
setelah penderita sadar dengan menggerakkan kaki,
miring ke kiri dan kanan bergantian dan duduk. Penderita
boleh jalan pada hari pertama pasca bedah. Pemberian
makanan peroral dimulai dengan memberi minum sedikit-
sedikit (50cc) tiap jam apabila sudah ada aktivitas usus
yaitu adanya flatus dan bising usus. Bilamana dengan
pemberian minum bebas penderita tidak kembung maka

3
pemberian makanan peroral dimulai. Jahitan diangkat
pada hari kelima sampai hari ketujuh pasca bedah.
Follow Up
Kondisi luka, kondisi abdomen, serta kondisi klinis
penderita secara keseluruhan
1. Penjelasan diagnosis, diagnosis banding dan
pemeriksaan penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, risiko
Edukasi
tindakan dan komplikasi
3. Penjelasan alternative tindakan
4. Penjelasan lama perawatan
ad vitam : dubia adbonam
Prognosis ad sanationam : dubia adbonam
ad fungsionam : dubia adbonam
1. Persatuan dokter spesialis bedah umum Indonesia.
Pedoman pelayanan medik edisi kedua, 2006: 60-61
2. Browse NL, et all. The symptoms and sign of surgical
disease. Fourth edition. Taylor&francis group, 2005.
Kepustakaan
3. R, De Jong Wim. Buku ajar ilmu bedah. Edisi kedua.
Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC 2004. 4.
4. Grace, Borley, At GlanceIlmu bedah. Edisi ketiga.
Jakarta: penerbit Erlangga, 2006.

4
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
BEDAH
RUMKITAL DR. AZHAR ZAHIR
RUMKITAL 2017-2018
DR. AZHAR ZAHIR
HERNIA INGUINALIS
Pengertian (Definisi) Protrusi dari viskus melewati pembukaan dari dinding
abdomen
Anamnesis 1. Lokasi benjolan
2. Waktu kemunculan
3. Pekerjaan dan aktifitas yang sering dilakukan oleh
pasien
4. Riwayat penyakit sebelumnya
5. Keluhan penyerta
Pemeriksaan Fisik 1. Besar benjolan
2. Regio
3. Finger Test
4. Thumb test
5. Ziemann test
Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis : Riwayat benjolan, lokasi, hilang timbul
2. Pemeriksaan fisik : lokasi benjolan, finger test, thumb
test, ziemann test
3. Pemeriksaan penunjang : Laboratorium
Diagnosis Hernia Inguinalis ICD 10: K40
Diagnosis Banding 1. Hernia femoralis
2. Epididimitis
3. Torsio testis
4. Lipoma
5. Adenopati inguinal
6. Abses inguinal
7. Dilatas vena saphena
8. Hidrocele
9. Varicocele
10. UDT
Pemeriksaan Laboratorium: DL, Faal hemostasis, Serum elektrolit, UL
Penunjang
Terapi 1. Konservatif
2. Herniotomy
3. Hernioraphy
Edukasi 1. Bisa terjadi kekambuhan

5
2. Menghindari pekerjaan berat
3. Mengobati penyakit predisposisi
4. Mengobati penyakit penyulit
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Kepustakaan 1. Townsend: Sabiston Textbook of Surgery, 18th Edition.
(Vancouver) New York, McGrawHills
2. Debas, Haile T.Ebook Gastrointestinal
Surgery:Patophysiology and Management. Springer
3. Zinner, Stanley. Ebook. Maingot’s Abdominal Operation
11th Edition

6
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
BEDAH
RUMKITAL DR. AZHAR ZAHIR
RUMKITAL 2017-2018
DR. AZHAR ZAHIR
TUMOR JINAK PAYUDARA
Tumor jinak ialah lesi jinak yang berasal dari parenkim,
stroma, areola dan papilla mammae. Termasuk: Tumor
jinak jaringan lunak mammae, lipoma, hemangioma
Pengertian ( Definisi)
mammae. Untuk Mudahnya disini dimasukkan pula
displasia mammae.
Tidak termasuk: Tumor jinak kulit mammae
Tumor jinak mammae maupun tumor non neoplasma
bemanifestasi sebagi:
Manifestasi Klinis 1. Tumor pada mammae
2. Jaringan mammae yang padat dan noduler
3. Nyeri pada mammae.
FIBROADENOMA MAMMAE
Tumor pada mammae yang
1. Timbul pada wanita muda, 15-30 tahun
2. Membesar sangat pelan, dalam tahunan
3. Bentuk bulat dan oral
4. Batas tegas
5. Tidak besar, 2-5 cm
6. Permukaan rata
7. Konsistensi padat kenyal
8. Sangat mobil dalam korpus mammae
9. Tidak ada tanda invasi atau metastase
Gambaran Klinis 10. Dapat single atau multiple
11. Lebih dari 4 cm diperlukan FNA untuk menyingkirkan
kemungkinan tumor filodes

TUMOR FILODES
Tumor pada mammae yang
1. Bentuk bulat atau oval
2. Batas tegas
3. Besar > 5cm
4. Permukaan dapat berbenjol-benjol
5. Tidak melekat dengan kulit atau m. pektoral sangat
mobil dalam korpus mammae

7
6. Tidak ada tanda invasi atau metastase
7. Vena subkutan melebar

DISPLASIA MAMMAE
1. Tanpa tumor yang jelas
a. Keluhan nyeri pada mammae yang siklus sesuai
dengan siklus menstruasi nyeri pada mammae pra
menstruasi dan menghilang setelah menstruasi.
b. Jaringan mammae padat, menyeluruh atau
segmental, uni atau bilateral, noduler
2. Berbentuk tumor
a. Kista : dapat uni atau bilateral
Tumor padat ini sering sukar dibedakan dengan
kanker mammae
b. Tumor padat
• Bentuk tidak teratur
• Bentuk tidak tegas
• Sering multiple dan bilateral
c. Tumor padat noduler disertai tumor baik yang kistik
maupun yang padat
• Bentuk campuran padat
• Mammae padat noduler disertai tumor baik
yang kistik maupun yang padat.
HIPERTROFI MAMMAE
1. Mammae membesar jauh melebihi ukuran normal untuk
orang lain.
2. Kelainan dapat uni atau bilateral
3. Dapat ditemukan pada:
a. Bayi: disebut Hipertrofi mammae neonatorium
b. Anak-anak: disebut Hipertrofi mammae pre-pubertal
c. Laki-laki: disebut Ginekomasti

CAIRAN PUTTING SUSU (NIPPLE DISCHARGE)


Cairan yang keluar spontan dari puting susu diluar laktasi
dapat disebabkan oleh:
1. Intraduktal papilloma
2. Displasia mammae
3. Mastitis
4. Kanker mammae
5. Galaktore
6. Trauma
Indikasi Operasi Lesi jinak yang memberikan keluhan atau tidak berhasil

8
dengan terapi konservasi
Diagnosis Benign neoplasma of breast ICD 10: D24
1. Karsinoma payudara
Diagnosis Banding 2. Displasis mammae
3. Hipertrofi mammae
Bila pemeriksaan klinis jelas suatu tumor jinak,
pemeriksaan penunjang klinis (triple diagnostic)
dikerjakan bila diperlukan, tergantung kepada ada atau
tidaknya faktor resiko pada penderita (usia, riwayat
Pemeriksaan keluarga, tumor payudara multipel atau residif)
Penunjang 1. Imaging : USG mammae, mammografi kadang-
kadang MRI payudara
2. Sitologi atau histopatologi:FNA, imprint sitologi
dari cairan putting susu, core biopsy atau open
biopsy
Tehnik Operasi
1. Dengan pembiusan general, punggung penderita
diganjal bantal tipis, sendi bahu diabduksikan ke arah
kranial.
2. Lokasi tumor ditandai dengan spidol/tinta.
3. Desinfeksi lapangan operasi (dibawah klavikula),
midsternal, linea aksilaris posterior, sela iga ke 8,
dengan larutan desinfektan povidone iodine 10%.
4. Lapangan operasi dipersempit dengan duk steril. Bila
memungkinkan insisi dikerjakan sirkumareolar, tetapi
bila lokasi tumor cukup jauh dari areola (>4cm), maka
insisi dikerjakan diatas tumor sesuai dengan garis
Terapi Langer atau diletakkan pada daerah-daerah yang
tersembunyi.
5. Untuk insisi sirkumareolar maka puting susu dipegang
dengan jari telunjuk dan ibu jari, dilakukan marker
insisi. Dengan pisau dilakukan insisi periareolar
sampai fasia superfisialis subkutan.
6. Flap kulit diangkat keatas dengan bantuan hak tajam,
dengan gunting dilakukan undermining sepanjang
fasia superfisial kearah lokasi tumor.
7. Rawat perdarahan, lalu indentifikasi tumor
8. Jepit jaringan sekitar tumor pada 3 tempat dengn
kocher, lalu dilakukan eksisi tumor sesuai tuntunan
kocher
9. Rawat perdarahan lagi, orientasi seluruh bed tumor
lalu dipasang drain dengan lubang di kuadran lateral

9
bawah (bila menggunakan penrose drain, drain
dikeluarkan di garis insisi).
10. Jahit subkutan dengan plain cat gut 3.0
11. Jahit luka dengan prolene 4.0
12. Luka operasi ditutup dengan kasa betadine
13. Dilakukan dressing luka operasi dengan teknik
suspensi payudara (BH buatan) tanpa mengganggu
gerakan sendi bahu.

Komplikasi Operasi
1. Perdarahan: hemostasis yang kurang baik akan
menyebabkan perdarahan dan terjadi hematom.
2. Infeksi

Perawatan Pasca Operasi


1. Drain handschoen/penrose di angkat hari kedua, drain
continous dilepas bila produksi <10 cc/24 jam
2. Jahitan diangkat pada hari ke 7-10 dilakukan aspirasi
3. Bila masih ada seroma dapat dilakukan aspirasi

Follow-up
Pemeriksaan klinis 3-6 bulan pasca bedah, imaging
kadang-kadang dilakukan terutama bila ada tumor yang
residif
1. Penjelasan diagnosis, diagnosis banding dan
pemeriksaan penunjang
2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, risiko
Edukasi
tindakan dan komplikasi
3. Penjelasan alternative tindakan
4. Penjelasan lama perawatan
ad vitam : dubia adbonam
Prognosis ad sanationam : dubia adbonam
ad fungsionam : dubia adbonam
1. R, De Jong Wim. Buku ajar ilmu bedah. Edisi kedua.
Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC 2004.
2. Grace, Borley, At GlanceIlmu bedah. Edisi ketiga.
Jakarta: penerbit Erlangga, 2006.
Kepustakaan
3. Persatuan dokter spesialis bedah umum Indonesia.
Pedoman pelayanan medik edisi kedua, 2006
4. Browse NL, et all. The symptoms and sign of surgical
disease. Fourth edition. Taylor&francis group, 2005

10
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
BEDAH
RUMKITAL DR. AZHAR ZAHIR
RUMKITAL 2017-2018
DR. AZHAR ZAHIR
TUMOR GANAS PAYUDARA
Payudara adalah masa stroma dan perenkim payudara
yang terletak di dinding torak anterior antara ICS II dan VI
dan paresternal sampai dengan garis axilaris medius.
KGB regional pada payudara adalah KGB aksila, supra
dan infraklavikula serta mammaria interna KGB aksila
dibagi atas 3 zona yaitu Level I, II dan III. Level I adalah
KGB yang terletak lateral dari muskulus pektoralis minor,
Level II adalah KGB yang terletak dibelakang m. pektoralis
minor dan Level III adalah KGB yang terletak medial dari
m. pektoralis minor.
Ruang Lingkup
Disamping itu juga ada KGB interpektoral atau disebut
Rotter.
Tumor pada payudara dibagi atas :
1. Tumor jinak: fibroadenoma, kista
2. Tumor ganas: invasif duktal, invasif lobular dan varian
lainnya (mukoid, papiler, meduler, kribriform dll)
3. Keganasan insitu: insitu lobular, insitu duktal dan
mikroinvasif
Sampai saat ini penyebab pasti kanker payudara, belum
diketahui karena bersifat multifaktoral
1. Usia > 35 tahun
2. Menarche < 12 tahun menapouse > 55 tahun
Faktor Resiko 3. Nullipara
4. Riwayat keluarga (orang tua, saudara kandung) dengan
kanker payudara
1. Diagnosa konfirmasi keganasan: pemeriksaan klinis,
FNA & pencitraan (mamografi dan/atau USG payudara.
(triple diagnostic)
2. Pada keadaan dimana salah satu komponen dari triple
Diagnosis diagnostic mengalami ketidaksesuaian interpretasi
maka dikerjakan biopsi dengan pemeriksan potong
beku (bila ada fasilitas) atau biopsi saja dulu untuk
mengatasi jenis histopatologinya. Terapi berikutnya
tergantung dari hasil histopatologinya

11
Diagnosa stadium kanker payudara: pemeriksaan klinis-
laboratorium dan pencitraan (foto toraks/paru - USG
liver/abdomen – k/p bone scanning)
1. Kanker payudara stadium dini (I,II)
2. Kanker payudara stadium lanjut lokal dengan
Indikasi Operasi
persyaratan tertentu
3. Keganasan jaringan lunak pada payudara
1. Tumor melekat dinding dada
Kontra Indikasi 2. Edema tangan
Operasi 3. Nodul satelit yang luas
4. Mastitis inflamatoar
1. Keganasan lainnya dari payudara (sarkoma-limfoma)
Diagnosa Banding 2. Tumor phylodes (ganas dan jinak)
3. Mastitis yang luas (terutama mastitis tuberkolusa)
1. Mandatory.
a. Mamografi dan/atau USG payudara
b. Foto toraks
c. FNAB tumor payudara
d. USG liver/abdomen
e. Pemeriksaan kimia darah lengkap untuk persiapan
Pemeriksaan
operasi
penunjang
2. Opsional.
a. Bone scanning
b. Pemeriksaan kimia darah/tumor marker: CEA, Ca
15-3, CA 125
Secara singkat tehnik operasi dari mastektomi radikal
modifikasi dapat dijelaskan sebagi berikut :
1. Penderita dalam general anesthesia, lengan ipsilateral
dengan yang dioperasi diposisikan abduksi 900, pundak
ipsilateran dengan yang dioperasi diganjal bantal tipis.
2. Desinfeksi lapangan operasi, bagian atas sampai dengan
pertengahan leher, bagian bawah sampai dengan
umbilikus, bagian medial sampai pertengahan mammae
Tehnik Operasi kontralateral, bagian lateral sampai dengan tepi lateral
skapula. Lengan atas didesinfeksi melingkar sampai
dengan siku kemudian dibungkus dengan doek steril
dilanjutkan dengan mempersempit lapangan operasi
dengan doek steril.
3. Bila didapatkan ulkus pada tumor payudara berjarak 2
cm dari, maka ulkus harus ditutup dengan kasa steril
tebal (buic gaas) dan dijahit melingkar.
4. Dilakukan insisi (macam – macam insisi adalah stewart,

12
rr, Willy Meyer, Halsted, insisi S) dimana garis insisi
paling tidak bejarak 2 cm dari tepi tumor, kemudian
dibuat flap
5. Flap atas sampai di bawah klavikula, flap medial samai
parasternal ipsilateral, flap bawah sampai inframammary
fold, flap lateral sampai tepi anterior m. Latissimus dorsi
dan mengidentifikasi vasa dan N. Thoracalis dorsalis.
6. Mastektomi dimulai dari bagian medial menuju lateral
sambil merawat perdarahan, terutama cabang pembuluh
darah interkostal di daerah parasternal. Pada saat
sampai pada tepi lateral m.pektoralis mayor dengan
bantuan haak jaringan mammae dilepaskan dari
m.Pektoralis minor dan seratus anterior (mastektomi
simple). Pada mastektomi radikal otot pektoralis sudah
mulai.
7. Diseksi aksila dimulai dengan mencari adanya
pembesaran KGB aksila level I (lateral m.pektoralis
minor), level II (dibelakang m.Pektoralis minor) dan level
III (medial m.pektoralis minor). Diseksi jangan lebih tinggi
pada daerah vasa aksilaris, karena dapat mengakibatkan
edema lengan vena – vena yang menuju ke jaringan
mammae diligasi. Selanjutnya mengidentifikasi vasa dan
n.Torakalis longus dan torakalis dorsalis,
interkostobrachialis. KGB internerural selanjutnya
didiseksi dan akhirnya jaringan mammae dan KGB aksila
terlepas sebagai satu kesatuan (en bloc)
8. Lapangan operasi dicuci dengan larutan sublimat dan
Nacl 0.9%
9. Semua alat alat yang dipakai saat operasi diganti set
baru, begitu juga dengan handscoen operator, asisten
dan instrumen serta doek sterilnya.
10. Evaluasi ulang sumber perdarahan
11. Dipasang 2 buah drain, drain yang besar (redon no. 14)
diletakkan dibawah vasa aksilaris, sedang drain yang
lebih kecil (no.12) diarahkan ke medial.
12. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
1. Perdarahan Lesi n. Torakalis
2. longus dan wing scapula
3. Lesi n.Torakalis dorsalis
Komplikasi Operasi
4. Infeksi nekrosis flap wound deiscene Seroma Edema
lengan Kekakuan sendi bahu sehingga menimbulkan
kontraktur

13
Pasca bedah penderita dirawat di ruangan dengan
mengobservasi produksi drain, memeriksa Hb pasca bedah.
Rehabilitasi dilakukan sesegera mungkin dengan melatih
Perawatan Pasca
pergerakan sendi bahu. Drain dilepas bila produksi masing –
Bedah
masing drain < 20 cc / 24 jam. Umumnya drain sebelah
medial dilepas lebih awal, karena produksinya lebih sedikit.
Jahitan dilepas umumnya hari ke 10 s/d 14
Tahun 1 dan 2: kontrol tiap 2 bulan kontrol tiap 6 bulan
Pemeriksaan fisik: tiap 6 bulan
Torak foto: tiap 6 bulan
Edukasi Lab marker: tiap 2 – 3 bulan
Mammografi kontralateral: tiap tahun atau ada indikasi
USG abdomen: tiap 6 bulan atau ada indikasi
Bone scanning: tiap 2 tahun atau ada indikasi
ad vitam : dubia adbonam
Prognosis ad sanationam : dubia adbonam
ad fungsionam : dubia adbonam
1. PABI. Standar Pelayanan Profesi Dokter Spesialis
Bedah Umum Indonesia. Revisi tahun 2003
Kepustakaan
2. R, De Jong Wim. Buku ajar ilmu bedah. Edisi kedua.
Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC 2004.

14
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
BEDAH
RUMKITAL DR. AZHAR ZAHIR
RUMKITAL 2017-2018
DR. AZHAR ZAHIR
LUKA BAKAR
Dalam dan Luas Luka Bakar: Luka bakar dapat disebabkan oleh
panas, arus listrik atau bahan kimia yang mengenai kulit, mukosa
dan jaringan-jaringan yang lebih dalam. Dalam pengelolaan luka
bakar perlu diketahui baik luas maupun dalamnya luka bakar
1. Dalam luka bakar
1. Tingkat I
Hanya mengenai epidermis
2. Tingkat II dibagi menjadi:
 Superfisial, mengenai epidermis dan lapisan atas dari
corium. Elemen – elemen epiteliat yaitu dinding dari
kelenjar keringat, lemak dan folikel rambut masih
Pengertian banyak. Karenanya penyembuhan/epitelialisasi akan
mudah dalam 1 – 2 minggu tanpa terbentuk cicatrix.
 Dalam, sisa – sisa jaringan epitelial tinggal sedikit,
penyembuhan lebih lama 3 – 4 minggu dan disertai
pembentukan parut hipertropi.
3. Tingkat III
Mengenai seluruh tebal kulit, tidak ada lagi sisa elemen
epitelia. Luka bakar yang lebih dalam dari kulit seperti sub
kutan dan tulang dikelompokkan juga pada tingkat III.
2. Luas luka bakar
Walce membagi tubuh atas bagian – bagian 9% atau
kelipatan 9 yang terkenal dengan nama Rule of Nine
Prioritas pengelolaan penderita luka secara umum perlu
diperhatikan seperti pengelolaan penderita trauma pada
umumnya yaitu: Airway, Breathing, dan Circulation.
1. Terapi cairan
Orang dewasa dengan luka bakar tingkat II – III 20% atau
Pengelolaan Luka
lebih sudah ada indikasi untuk pemberian infus karena
Bakar
kemungkinan timbulnya syok. Sedangkan pada orang tua dan
anak – anak batasnya 15%
Formula yang dipakai untuk pemberian cairan adalah formula
menurut Bexter. Formula Baxter terhitung dari saat kejadian
maka (orang dewasa) :

15
a. 8 jam pertama ½ (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer
Lactat
b. 16 jam perikutnya ½ (4cc x Kg x % luas luka bakar) Ringer
Lactat ditambah 500 – 1000 cc koloid
Modifikasi Formula Bexter untuk anak – anak adalah :
c. Replacement: 2 cc/KgBB/% luas luka bakar
3. Kebutuhan faali:
umur sampai 1 tahun 100cc/KgBB
Umur 1 – 5 tahun 75cc/KgBB :
Umur 5 – 15 tahun 50cc/KgBB :
Sesuai dengan anjuran Moncrief maka 17/20 bagian total
cairan diberikan dalam bentuk larutan Ringer Lactat dan 3/20
bagian diberikan dalam bentuk koloid. Ringer lactat dan
koloid dibeikan bersama dalam botol yang sama. Dalam 8
jam pertama diberikan ½ jumlah total cairan dan dalam 16
jam berikutnya diberikan ½ jumlah total cairan.
Formula tersebut hanyalah suatu pedoman, suatu estimasi
yang kasar. Jangan sekali – kali fanatik terhadap formula
tersebut melainkan selalu dikoreksi melalui tanda – tanda
klinis penderita dan laboratorium apakah cairan yang
diberikan sudah memadai.
2. Pengelolaan nyeri
Nyeri yang hebat dapat menyebabkan neurogenik syok yang
terjadi pada jam – jam pertama setelah trauma. Morfin
diberikan dalam dosis 0.05 mg/Kg (iv)
3. Perawatan Luka
o Perawatan pertama
- Segera setelah terbakar, dinginkan luka dengan air
dingin, yang terbaik dengan suhu 200C selama 15
menit.
- Luka bakar tingkat II dan III, penderita dibersihkan
seluruh tubuhnya, rambutnya dikeramas, kuku – kuku
dipotong, lalu lukanya dibilas dengan cairan yang
mengandung desinfektan seperti sabun cetrimid 0.5%
(savlon) atau kalium permanganat. Kulit – kulit yang
mati dibuang, bullae dibuka karena kebanyakan cairan
di dalamnya akan terinfeksi.
o Perawatan definitif
- Perawatan tertutup
Setelah luka bersih, ditutup dengan selapis kain steril
berlubang – lubang (tulle) yang mengandung vaselin
dengan atau tanpa antibiotika lalu dibebat tebal untuk

16
mencegah evaporasi dan melindungi kulit dari trauma
dan bakteri. Sendi – sendi ditempatkan pada posisi full
extension.
- Perawatan terbuka
Eksudat yang keluar dari luka beserta debris akan
mengering akan menjadi lapisan eschar.
Penyembuhan akan berlangsung dibawah eschar.
Penderita dirawat di dalam ruangan isolasi. Setiap
eschar yang pecah harus diberikan obat – obatan
lokal dan dikontrol bila ada penumpukan pus dibawah
eschar maka harus dilakukan pemupukan eschar
(escharotomi).
- Perawatan semi terbuka
Sama seperti perawatan terbuka tetapi diberikan juga
obat – obatan lokal. Obat lokal berbentuk krim yang
akan melunakkan eschar dan memudahkan
perawatan untuk dibersihkan.
a. Obat – obatan lokal
Silver sulfadiazin krim 1% diberikan sehari – hari sekali.
Silver sulfadiazin bekerja sebagai bakterisida yang efektif
terhadap kuman gram positif.
b. Mandi
Badan penderita setiap 1-2 hari setelah resusitasi selesai
harus dibersihkan dari kototran yang melekat dengan
memandikannya. Luka dibilas dengan cairan yang
mengandung desinfektan (savlon 1:30 atau kalium
permanganat 1:10.000). Escharotomi pada perawatan
terbuka umumnya dikerjakan pada minggu kedua dengan
cara eksisi memakai pisau, dermatom, elektro eksisi atau
enzimatik (kolagenase).
c. Skin Grafting
Skin grafting sangat penting untuk penderita untuk
mempercepat penyembuhan, mengurangi kehilangan
cairan.
d. Antibiotika Sistemik
Bakteri yang berada pada luka umumnya gram positif
dan hanya berkembang setempat, tetapi bakteri gram
negatif seperti pseudomonas sangat invasif dan banyak
menimbulkan sepsis. Karena banyaknya jaringan nekrotik
pada luka bakar maka penetrasi antibiotika sistemik ke
luka tidaklah meyakinkan. Oleh karena itu antibiotika
sistemik digunakan bila timbul gejala sepsis. Macam

17
antibiotika ditentukan dari kultur dari bagian yang
terinfeksi, baik luka, darah maupun urine.
e. Nutrisi
Dukungan nutrisi yang baik sangat membantu
penyembuhan luka bakar
1. Fase akut : syok, gangguan keseimbangan cairan dan
Komplikasi Luka elektrolit
Bakar 2. Fase subakut : infeksi dan sepsis
3. Fase Lanjut : parut hipertropik
Mortalitas pada luka bakar disebabkan oleh :
1. Syok karena kehilangan cairan
2. Gagal jantung karena Myocardial Depressing Factor
Mortalitas
3. Sepsis
4. Gagal ginjal akut
5. Komplikasi lain seperti pnemonia
1. Peletakan sendi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
Edukasi tidak menimbulkan kontraktur
2. Fisioterapi sangat diperlukan untuk mencegah kekakuan.
ad vitam : dubia adbonam
Prognosis ad sanationam : dubia adbonam
ad fungsionam : dubia adbonam
1. PABI. Standar Pelayanan Profesi Dokter Spesialis Bedah
Umum Indonesia. Revisi tahun 2003
Kepustakaan
2. R, De Jong Wim. Buku ajar ilmu bedah. Edisi kedua.
Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC 2004.

18
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
BEDAH
RUMKITAL DR. AZHAR ZAHIR
RUMKITAL 2017-2018
DR. AZHAR ZAHIR
TRAUMA THORAKS (PNEMOTHORAKS & HEMOTHORAKS)
Semua keadaan rudapaksa pada thoraks dan dinding
thoraks, baik trauma/rudapaksa tajam maupun tumpul
Patofisiologi
1. Perdarahan jaringan interstitium, perdarahan intra
Pengertian alveolar, diikuti kolaps kapiler –kapiler kecil dan
atelektasis, hingga tahanan perifer pembuluh paru naik,
aliran darah turun sehingga pertukaran gas berkurang
2. Sekret terkumpul karena batuk kurang. Terjadi kompresi
dan dekompresi karena “coup en contre coup”
Anamnesis Gejala 1. Sesak nafas, pernafasan asimetri
Klinis 2. Nyeri, nafas berkurang, ekskursi turun
3. Ada jejas atau trauma (luka)
4. Emfisema kutis
Diagnosis Injuries to the thorax ICD 10: S20-S29
Diagnosis Banding Sesak non trauma – asma
Pemeriksaan 1. Foto X ray thoraks 2 arah (PA/AP & Lat)
penunjang 2. Diagnosis fisik paru
Pemasangan WSD
1. Pasien dalam keadaan posisi ½ duduk (±450).
2. Dilakukan desinfeksi dan penutuban lapangan operasi
dengan doek steril.
3. Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara
infiltrasi pada daerah kulit sampai pleura
4. Tempat yang akan dipasang drain adalah:
5. Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (Buelau)
Terapi a. Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada anak
– anak karena letak diafragma tinggi
b. Linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III
(Monaldi)
6. Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan
bawah kulit
7. Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring
dengan side 0.1
8. Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul

19
lengkung, jaringan bawah kulit dibebaskan sampai
pleura dengan secara pelan pleura ditembus hingga
terdengar suara hisapan, berarti pleura parietalis sudah
terbuka.
Catatan: pada hematothoraks akan segera menyemprot
darah keluar, pada pnemothoraks, udara yang keluar.
9. Drain dengan trocarnya dimasukkan melalui lobang kulit
tersebut kearah cranial lateral. Bila memakai drain tanpa
trocar, maka ujung drain dijepit dengan klaim tumpul,
untuk memudahkan mengarahkan drain.
10. Harus diperiksa terlebih dahulu, apakah pada drain
sudah cukup dibuat atau terdapat lobang – lobang
samping yang panjangnya kira – kira dari jarak apex
sampai lobang kulit dua pertiganya.
11. Drain kemudian didorong masuk sambil diputar sedikit
kearah lateral sampai ujungnya kira – kira ada di bawah
apex paru (Bulleau)
12. Setelah drain pada posisi, maka diikat dengan benang
pengikat berputar ganda, diakhiri dengan simpul hidup.
13. Bila dipakai drainage menurut Monaldi, maka drain
didorong ke bawah dan lateral sampai ujungnya kira –
kira dipertengahan rongga toraks.
14. Sebelum pipa drainage dihubungkan dengan sistem
botol penampung, maka harus diklem dahulu. Pipa
drainage ini kemudian dihubungkan dengan sistem botol
penampung, yang akan menjamin terjadinya kembali
tekanan negatif pada rongga intrapleural, disamping juga
akan menampung sekrit yang keluar dari rongga toraks

Perawatan Pasca Pemasangan SWD


1. Penderita diletakkan pada posisi setengah duduk (±300)
2. Seluruh sistem drainage: pipa – pipa, botol, harus
dalam keadaan rapi, tidak terdapat kericuhan susunan
dan dapat segera dilihat.
3. Pipa yang keluar dari rongga thoraks harus difiksasi ke
tubuh dengan plester lebar, sehingga mencegah
goyangan.
4. Dengan memakai pipa transparan, maka dapat dilihat
keluarnya sekret. Harus dijaga bahwa sekret keluar
lancar. Bila terlihat gumpalan darah atau lainnya, harus
segera diperah hingga lancar kembali.
5. Setiap hari harus dilakukan kontrol foto thoraks AP

20
melihat:
 Keadaan paru
 Posisi drain
 Lain kelainan (emphyema, bayangan mediastinum)
6. Jumlah sekret pada botol penampungan harus
dihitung :
 Banyaknya sekret yang keluar (tiap jam – tiap hari)
 Macamnya sekret yang keluar (pus, darah, dan
sebagainya)
7. Pada penderita selalu dilakukan fisioterapi napas
8. Setiap kelainan pada drain harus segera dikreksi

Pedoman Pencabutan
1. Kriteria pencabutan
 Sekrit serous, tidak hemorage
Dewasa: jumlah kurang dari 100cc/24 jam
Anak – anak: jumlah kurang dari 25 – 50 cc/24 jam
 Paru mengembang
Klinis: suara paru mengembang kanan = kiri
Evaluasi foto toraks
2. Kondisi
 Pada trauma
Hemato/pneumothorak yang sudah memenuhi
kedua kriteria, langsung dicabut dengan cara air-
tight (kedap udara)
 Pada thorakotomi
a. Infeksi: klem dahulu 24 jam untuk mencegah
resufflasi, bila baik cabut
b. Post operatif: bila memenuhi kedua kriteria,
langsung dicabut (air-tight)
c. Post pneumonektomi : hari ke – 3 bila
mediastinum stabil (tak perlu air-tight)
3. Alternatif
a. Paru tetap kolaps, hisap sampai 25cmH20 :
- Bila kedua kriteria dipenuhi, klem dahulu 24
jam, tetap baik  cabut
- Bila tidak berhasil, tunggu sampai 2 minggu 
dekortikasi
b. Sekret lebih dari 200cc/24 jam : curiga adanya
Chylo thoraks (pastikan dengan pemeriksaan
laboratorium), pertahankan sampai dengan 4

21
minggu.
- Bila tidak berhasilTorakotomi
Bila sekret kurang 100 cc/24 jam, klem kemudian dicabut
1. Penjelasan diagnosis, diagnosis banding dan
pemeriksaan penunjang
Edukasi 2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, risiko
tindakan dan komplikasi
3. Penjelasan lama perawatan
ad vitam : dubia adbonam
Prognosis ad sanationam : dubia adbonam
ad fungsionam : dubia adbonam
1. R, De Jong Wim. Buku ajar ilmu bedah. Edisi kedua.
Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC 2004.
2. Grace, Borley, At Glance Ilmu bedah. Edisi ketiga.
Jakarta: penerbit Erlangga, 2006.
Kepustakaan
3. Persatuan dokter spesialis bedah umum Indonesia.
Pedoman pelayanan medik edisi kedua, 2006
4. Browse NL, et all. The symptoms and sign of surgical
disease. Fourth edition. Taylor&francis group, 2005

22

Anda mungkin juga menyukai