Anda di halaman 1dari 23

ABSES KULIT

A. Pengertian
Pengumpulan pus yang terlokalisasi, yang berkembang sebagai respon terhadap infeksi
atau benda asing di bawah kulit. Dapat timbul di seluruh bagian tubuh, mengenai semua
orang segala usia.

B. Anamnesis
1. Demam pada beberapa kasus
2. Pembengkakan lokal di sekitar area infeksi

C. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : indurasi jaringan seperti nodul kubah, lesi pada kulit dapat terbuka atau
tertutup, kemerahan.
2. Palpasi : nyeri tekan, hangat

D. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik

E. Diagnosis : Abses Kulit

F. Diagnosa banding
1. Tumor kulit
2. Kista atheroma

G. Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap

H. Terapi
1. Abses dengan indurasi yang sudah terasa lunak dan berfluktuasi baru dapat dilakukan
incisi dan drainase.
2. Sekitar area abses diberikan larutan antiseptik terlebih dahulu kemudian ditutup
dengan duk steril.
3. Dibius dengan lokal anastesi.
a. Apabila area abses terlalu luas diberikan sedative
b. IVFD RL/NaCL 0,9%
4. Kemudian abses diincisi dengan pisau bedah dan dilakukan drainase pus dan debris
5. Kantong abses ditampon untuk meminimalisir perdarahan dan dibiarkan terbuka
dalam 1 atau 2 hari sehingga pus yang tertinggal dapat dialirkan, kemudian tutup luka
dengan perban.
6. Dapat diberikan antibiotik dan analgetik

1
I. Edukasi
1. Diet biasa
2. Mobilisasi bebas

J. Prognosis
1. Advitam : bonam
2. Adsanationam : bonam
3. Adfungsionam : bonam

K. Penelaah Kritis : SMF Bedah

L. Indikator Medis :
1. Klinis
2. Laboratorium

M. Kepustakaan
1. Kevin Berman, MD. 2012. Skin Abscess. Available :
http://www.nml.nih.gov/medlineplus/ency/article/00863.htm. Diakses tanggal 7 Maret
2014
2. Oswari, E. 2005. Bedah dan Perawatannya. FKUI, Jakarta
3. Sjamsuhidajat, R., Wim De Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC, Jakarta
4. Steven Doerr. Skin Abscess. 2014. Available from:
http://www.emedicinehealth.com/abscess/page11_em.htm. Diakses tanggal 7 Maret
2014.
5. Wind, Gary G. 1993. Prinsip – prinsip Teknik Bedah, Hipokrates,Jakarta.

2
APPENDICITIS ACUTA

A. Pengertian
Infeksi akut yang terjadi pada daerah umbai cacing.

B. Anamnesis
1. Nyeri di ulu hati sekitar pusat dan dalam beberapa jam nyeri akan beralih kekanan
bawah
2. Nyeri pada saat berjalan
3. Demam
4. Mual muntah
5. Nafsu makan menurun
6. Diare
7. Konstipasi
8. Kadang – kadang frekuensi kencing meningkat

C. Pemeriksaan Fisik
1. Suhu tubuh meningkat
2. Inspeksi :
a. Kembung
b. Penonjolan perut kanan bawah pada massa atau abses periapendikuler.
3. Palpasi :
a. Tanda rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney
1) Nyeri tekan
2) Nyeri lepas
3) Defans muskuler
4. Tanda rangsangan peritoneum tidak langsung :
a. Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
b. Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
c. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti nafas dalam, berjalan, batuk,
mengedan.
d. Nyeri kanan bawah bila testis kanan ditarik (Tenhorn)
e. Nyeri kanan bawah bila tungkai kanan diagkat ektensi (Psoas).
f. Nyeri kanan bawah bila dilakukan fleksidanen dorotasi sendi panggul kanan
(Obturator )
5. Auskultasi : peristalisis usus sering normal tetapi juga dapat menghilang akibat
adanya ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis
perforate.
6. Rectal toucher nyeri pada arah jam 10 – 11.

D. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik

3
3. Pemeriksaan penunjang
E. Diagnosis : Appendicitis Acuta

F. Diagnosis Banding
1. Kehamilan di luar kandungan (KET)
2. Infeksi panggul ( Pelvic Inflammatory Disease )
3. Endometriosis eksterna
4. Kista ovarium terpuntir
5. Urolitiasispielum/ureter kanan
6. Gatroenteritis
7. Penyakit saluran cerna lainnya

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap : Leukositosis
2. Urin lengkap : untuk menyingkirkan kelainan ureter
3. Foto polos abdomen menunjukan adanya udara di daerah sekum dan ileum distal
(tidak mutlak dibuat kecuali untuk menyingkirkan kelainan ureter, misalnya batu
ureter).
4. USG abdomen (bila diperlukan)

Alvarado Score dapat digunakan untuk alat bantu stratifikasi pasien dengan gejala suspek
appendicitis.
Alvarado Score
Kriteria Skor
Nyeri alih 1
Anoreksia 1
Nausea 1
Nyeri tekan kuadran kanan bawah 1
Nyeri lepas 2
Peningkatan suhu 1
Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit bergeser kekiri 1
Total 10

a. Skor 1 – 4 : pasien dapat dipulangkan


b. Skor 5 – 6 : pasien diobservasi
c. Skor 7 – 10 : pembedahan

H. Terapi
1. Persiapan pre – operasi
2. IVFD RL atau NaCL 0,9 %
4
3. Antibiotik Inj
4. Analgetik Inj
5. Open Appendictomy
I. Edukasi
1. Istirahat
2. Makan cair dapat dimulai bila flatus sudah terjadi dan perut tidak kembung
3. Mobilisasi bertahap

J. Prognosis :
1. Advitam : bonam
2. Adsanationam : bonam
3. Adfungsionam : bonam

K. Penelaah Kritis : SMF Bedah

L. Indikator Medis
1. Klinis
2. Laboratorium

M. Kepustakaan
1. Ohle, R., Fran O’Reilly, Kirsty K. O’Brien, et al. 2011. The Alvarado score for
predicting acute appendicitis : a systematic review. BMC Medicine. 9 ( 139 ) : 1 -13.
2. Sjukur, A., Harun Al Rasjid, Soedjatmiko, dkk. 1994. Pedoman Diagnosis danTerapi
Lab/UPF IlmuBedah. RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
3. Sjamsuhidajat, R., Wim De Jong. 2005. Buku Ajar IlmuBedahEdisi 2. EGC, Jakarta.
4. Toorenvliet, B.R., FraukjeWiersma, Rutger F. R. Bakker, et al. 2010. Routine
Ultrasound and Limited Computed Tomography for The Diagnosis of Acute
Appendicitis. World Journal of Surgery. 34 : 2278 – 85.

5
FRAKTUR

A. Pengertian
Suatu gangguan kontinuitas atau kesinambungan tulang.

B. Anamnesis
1. Riwayat cedera
2. Tidak mampu menggerakkan extremitas
3. Nyeri
4. Bengkak
5. Deformitas extremitas
6. Kadang terjadi hematoma

C. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : memar dan pembengkakan, deformitas, kulit dapat tertutup atau robek
2. Palpasi : nyeri tekan setempat, krepitasi, nyeri sumbu
3. Ketidakmampuan gerak
4. Penting untuk meraba denyut arteri distal daerah fraktur

D. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Sinar – X : dua sudut pandang (AP dan Lateral), dua sendi
Terdapat 2 jenis fraktur ;
1. Fraktur tertutup (sederhana) : kalau kulit atau jaringan lunak, tanpa penghancuran dan
fraktur tidak kominutif.
2. Fraktur terbuka (compound) : kalau kulit atau salah satu rongga tubuh tertembus.
Derajat fraktur terbuka :
a. Derajat I : luka kecil, bersih, sedikit kerusakan jaringan lunak, tanpa penghancuran
dan fraktur tidak kominusi.
b. Derajat II : luka > 1 cm, tidak ada penutup kulit, kerusakan jaringan lunak tidak
banyak, kehancuran dan kominusi fraktur tingkat sedang.
c. Derajat III : kerusakan yang luas pada kulit, jaringan lunak dan struktur
neurovascular, disertai banyak kontaminasi luka.
III A : tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat ditutupi secara memadai
oleh jaringan lunak.
III B : tidak dapat ditutupi secara memadai oleh jaringan lunak, terdapat
pelepasan periosteum selain fraktur kominutif yang berat.
III C : kalau terdapat cedera arteri yang perlu diperbaiki, tak peduli berapa
banyak kerusakan jaringan lunak yang lain.
Cedera kecepatan tinggi digolongkan sebagai tipe III B atau C, meskipun luka itu
kecil, kerusakan internal hebat.

6
E. Diagnosis : Fraktur

F. Diagnosis Banding : Dislokasi Sendi

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Lengkap
2. Sinar X

H. Terapi
Prinsip penanganan fraktur yaitu mengembalikan posisi patahan tulang keposisi semula
(reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan :
1. Fraktur tertutup :
a. Reduksi tertutup : gips (Plaster of Paris), traksi kulit atau tulang
b. Reduksi terbuka : fiksasi internal. Diindikasikan bila redukasi tertutup gagal,
fragmen articular besar yang perlu ditempatkan secara tepat, terdapat fraktur traksi
yang fragmennya terpisah.
 IVFD RL/NaCL 0,9 %
 Injeksi Antibiotik
 Injeksi Analgetik
2. Fraktur terbuka
Untuk fraktur terbuka secara umum lebih baik dilakukan fiksasi eksterna dibanding
fiksasi interna.
a. IVD RL/NaCL 0,9%
b. Injeksi Antibiotik
c. Injeksi Analgetik
d. Profilaksis tetanus
e. Debridemen di kamar operasi
f. Penutupan luka : Luka tipe I kecil dan tidak terkontaminasi dibalut dalam beberapa
jam setelah cedera, setelah debridement dapat dijahit (asalkan ini dapat dilakukan
tanpa tegangan) atau dilakukan pencangkokan kulit. Luka yang lain harus
dibiarkan terbuka hingga bahaya tegangan dan infeksi telah terlewati. Luka itu
dibalut sekedarnya dengan kasa steril dan diperiksa setelah 5 hari. Kalau bersih
luka dijahit atau dilakukan pencangkokan kulit (penutupan primer tertunda).
g. Stabilisasi fraktur :
1) Luka tipe I atau II yang kecil dengan fraktur yang stabil, boleh menggunakan
gips yang dibelah secara luas atau, untuk femur digunakan traksi pada bebat.
2) Metode yang paling aman adalah fiksasi eksterna.
Perawatan sesudahnya : tungkai ditinggikan di tempat tidur, sirkulasi diperhatikan.
Kalau luka dibiarkan terbuka, periksa setelah 5-7 hari. Kalau toksemia atau
septicemia terus terjadi meskipun telah diberi terapi, luka itu didrainase (terapi
aman satu – satunya kalau fraktur yang terinfeksi tidak ditangani dalam 24 jam
setelah cedera).
7
I. Edukasi
1. Istirahat
2. Makan lunak
3. Mobilisasi latihan yang terdiri dari : mempertahankan ruang gerak sendi, latihan otot,
latihan berjalan.

J. Prognosis
1. Advitam : dubia ad bonam
2. Adsanationam : dubia ad bonam
3. Adfungsionam : dubia ad bonam

K. Penelaah Kritis : SMF Bedah

L. Indikator Medis
1. Klinis
2. Laboratorium

M. Kepustakaan
1. Abdurrahman, achmad Sjarwani, Bambang Prijambodo, et al. 1994. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Bedah. RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
2. Apley, A.G. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley Edisi 7. Widya
Medika, Jakarta.
3. Olmstead, P.M., William P. Graham. 2012. Bedah Sabiston Bagian II. EGC, Jakarta.
4. Sjamsuhidajat, R., Wim De Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC,
Jakarta.

8
HEMORRHOID

A. Pengertian
Hemorrhoid adalah jaringan normal pembuluh darah balik dari pleksus arterivena yang
berada di sekitar linea dentate bersama sfingter anus, mencegah inkontinensia flatus dan
cairan. Apabila hemorrhoid ini menyebabkan keluhan atau penyulit, baru dilakukan
tindakan.
a. Hemorrhoid interna adalah vena yang berdilatasi pada pleksus rektalis superior dan
media yang timbul di atas linea dentate dan mukosa yang mendasarinya.
b. Hemorrhoid eksterna merupakan vena rektalis inferior yang terletak di bawah linea
dentate dan ditutupi oleh epitel gepeng.
B. Anamnesis
1. Penonjolan di anus
2. Pruritus
3. Perdarahan menetes per anum yang terjadi setelah defekasi, dapat bercampur dengan
feses, ataupun hanya berupa garis pada feses atau kertas.
4. Nyeri bervariasi dan nyeri hebat bila mengalami hambatan.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : benjolan di anus yang dapat disertai ulserasi luar.
2. Colok dubur : hemorrhoid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya
tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk
menyingkirkan karsinoma rectum.
3. Anus copy

D. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik

Derajat hemorrhoid
A. Derajat I : berdarah, tidak menonjol keluar anus
B. Derajat II : berdarah, menonjol keluar anus, reposisi spontan
C. Derajat III : berdarah, menonjol keluar anus, reposisi manual
D. Derajat IV : berdarah, menonjol keluar anus, tidak dapat direposisi lagi

E. Diagnosis : Hemorroid

F. Diagnosis Banding
1. Karsinoma kolorektum
2. Penyakit divertikel
3. Polip
4. Kolitisulserosa / Proctitis
5. Prolaps rectum
6. Fisura anus

9
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap
2. Feses

H. Terapi
1. Derajat I dan II : Supositoria dan salep anus yang mengandung kortikosteroid dan
bahan anesthesia, nasehat makanan berserat tinggi.
2. Derajat III dan IV
a. Hemorroidectomi
b. Persiapan pre-operasi
c. IVFD RL/NaCL 0,9%
d. Antibiotik injeksi
e. Analgetika injeksi

I. Edukasi
1. Istirahat
2. Makan – makanan berserat
3. Mobilisasi

J. Prognosis
1. Advitam : bonam
2. Adsanationam : bonam
3. Adfungsionam : bonam

K. Penelaah Kritis : SMF Bedah

L. Indikator Medis
1. Klinis
2. Laboratorium

M. Kepustakaan
1. Cook, John. 1995. PenatalaksaanBedahUmum di RumahSakit.EGC,Jakarta.
2. Olmstead, P.M., William P. Graham. 2012. BedahSabistonBagianII.EGC,Jakarta.
3. Sjamsuhidajat,R., Wim De Jong.2005. Buku Ajar IlmuBedahEdisi 2.EGC,Jakarta
4. Sjukur, A., Harun Al Rasjid, Soedjatmiko, dkk. 1994. Pedoman Diagnosis danTerapi
Lab/UPF IlmuBedah. RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

10
HERNIA INGUINALIS

A. Pengertian
Masuknya organ intra abdominal (sebagian atau seluruhnya) melalui annulus
internus menuju kekanalis inguinalis-anulus eksternus dan masuk kedalam
kantong zakar pada hernia inguinalis lateralis (indirek) atau melalui segitiga
Hasselbach, menuju annulus eksternus pada hernia inguinalis medialis (direk)

B. Anamnesis
1. Sebagian besar asimptomatik
2. Benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau
mengedan dan menghilang setelah berbaring.
3. Nyeri jarang dijumpai
4. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkar serasi
karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangrene.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : saat mengedan terlihat penonjolan di regio inguinal
2. Palpasi : mungkin teraba usus, omentum atau ovarium, dapat / tidak dapat
direduksi kembali. Tanda sarung tangan sutera pada kantong hernia yang
kosong.

D. Kriteria Diagnosis
Diagnosis ditegakan atas dasar benjolan yang dapat direposisi atau jika tidak dapat
direposisi, atas dasar tidak adanya batas yang jelas di sebelah cranial dan adanya
hubungan ke kranial melalui annulus eksternus.

E. Diagnosis : Hernia Inguinalis

F. Diagnosis Banding
1. Hernia femoralis
2. Hidrokel
3. Varikokel
4. Elefantiasiss krotum
5. Limfadenopati inguinal
6. Soft tissue tumor
7. Abses
8. Ectopic testis

G. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap

11
H. Terapi
1. Herniotomi atau Herniorafi, dengan teknik pemasangan mesin (Level 1A,
Recommendation Grade A)
2. Persiapan pre-operasi
3. IVFD RL/NaCL 0,9%
Pada hernia inkarserata/strangulate dilakukan pembedahan darurat. Bila
terdapat nekrosis usus perlu dilakukan reseksi dan reanastomosis. Pada hernia
inkarserata dengan dehidrasi, prabedah perlu rehidrasi dengan pemberian RL ±
2000 cc dalam 2 – 4 jam.
4. Antibiotik injeksi
5. Analgetika injeksi

I. Edukasi
1. Istirahat
2. Makan Lunak
3. Mobilisasi

J. Prognosis
1. Advitam : bonam
2. AdSanationam : bonam
3. Adfungsionam : bonam

K. Tingkat Evidens : I/II/III/IV

L. Tingkat Rekomendasi : A/B/C/D

M. Penelaah Kritis : SMF Bedah

N. Indikator medis
1. Klinis
2. Laboratorium

O. Kepustakaan
1. Olmstead, P.M., William P. Graham. 2012. BedahSabistonBagian II.EGC,
Jakarta
2. Simons, M.P., T. Aufenacker, M. Bay-Nielsen, et al. 2009. European Hernia
Society guideline on the treatment of inguinal hernia in adult patients.
Springer. 13: 343-403.

12
HIPERPLASIA PROSTAT JINAK
(Benign Prostatic Hyperplasia)

A. Pengertian
Pembesaran kelenjar prostat yang dapat menyumbat uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin dari buli – buli.

B. Anamnesis
1. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing (urgensi)
2. Mengejan dalam memulai kencing (hesitansi)
3. Pancaran urin lemah
4. Rasa tidak enak saat kencing (dysuria)
5. Berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi yang dilakukan berkali –
kali (intermitensi)
6. Merasakan masih terdapat sisa urin sehabis kencing
7. Menetes setelah miksi (terminal dribbling)
8. Semua kencing (frekuensi lebih pendek)
9. Berapa kali terbangun dari tidur malam untuk kencing (nokturia)
10. Kadang terdapat demam, nyeri pinggang, hemorrhoid dan hernia inguinalis.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Buli – buliterisi penuh
2. Terdapat massa kistus suprasimfisis akibat retensi urin.
3. Urin yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien
4. Colok dubur menunjukan prostat besar

D. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Pemeriksaan Penunjang :Radiodiagnosa, BNO – Cystogram

E. Diagnosis : Hiperplasia Prostat Jinak (BPH)

F. Diagnosis Banding
1. ISK
2. Urolithiasis
3. Karcinoma prostat
4. Striktur uretra
5. Prostatitis

13
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap
2. Urin lengkap
3. USG trans rectal
4. Cystografi

H. Terapi
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah (Lower
Urinary Tract Symptomp/LUTS) WHO menganjurkan system skoring IPSS
(International Prostatic Symptom Score).
IPSS
Untuk pertanyaan 1-6, jawaban diberi skor :
0 = tidak pernah 3 = ± separuh dari kejadian
1 = < 1 dari 5 kali kejadian 4 = >separuh kejadian
2 = <separuh kejadian 5 = hamper selalu
Dalam 1 bulan terakhir ini, berapa seringkah pada :
1. Merasa masih ada sisa urin sehabis kencing?
2. Harus kencing lagi padahal belum ada ½ jam yang lalu anda kencing?
3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal ini dilakukan
berkali – kali?
4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing?
5. Merasakan pancaran urin yang lemah?
6. Harus mengejan dalam memulai kencing?

Untuk pertanyaan no 7, jawablah dengan skor seperti dibawah ini :


0 = tidak pernah 3 = 3 kali
1 = 1 kali 4 = 4 kali
2 = 2 kali 5 = 5 kali
7. Dalam 1 bulan terakhir ini, berapa kali anda terbangun dari tidur malam untuk
kencing?
TOTAL SKOR (S) = …….
Pertanyaan no. 8 adalah mengenai kualitas hidup sehubungan dengan gejala di atas :
jawablah dengan :
1 = sangat senang 5 = sanga ttidak puas
2 = senang 6 = tidak bahagia
3 = puas 7 = buruk sekali
4= campuran antara puas dan tidak
puas

8. Dengan bagaimana anda menikmati hidup ini ?


Kesimpulan : S…., L….., Q….., R….., V…..
S : skor IPSS, L : kualitas hidup, Q : pancaran urin dalam m;/dt, R : sisa urin, V : volume
prostat
14
Dari skor IPSS gejala LUTS dapat dikelompokan dalam 3 derajat, yaitu :
1. Ringan = skor 0 – 7, watchfull waiting:
a. Batasi cairan terutama waktu tidur
b. Jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam
c. Kurangi makanan atau minuman yang mengiritasi buli – buli (kopi atau coklat)
d. Batasi penggunaan obat – obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin
e. Kurangi makanan pedas dan asin
f. Jangan menahan kencing terlalu lama
2. Sedang = skor 8 – 18, medikamentosa :
a. Alpha-blocker (Level 1 Evidence, Grade A Recommendation) :alfuzosin, doxazosin,
tamsulosindan terazosin.
b. 5 alpha – reductase inhibitors (Level 1 Evidence, Grade A Recommendation)
:dutasteried dan finasteride.
c. Terapi kombinasi : alpha – blocker dan 5 alpha – reductase inhibitors (Level 1
Evidence, Grade A Recommendation)
3. Berat = skor 19 – 35, pembedahan
a. Penyelesaian masalah pasien hyperplasia prostat jangka panjang yang paling baik
saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat – obatan atau terapinon invasi
velainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi.
b. Pembedahan direkomendasikan pada pasien – pasien BPH yang :
 Tidak menunjukan perbaikan setelah terapi medikamentosa
 Mengalami retensi urin
 ISK berulang
 Hematuria
 Gagal ginjal
 Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih
bagian bawah.
c. TURP (Transurethral resection of the prostate)
 Monopolar TURP (Level 2 Evidence Grade B Recommendation)
 Bipolar TURP (Level 2 Evidence Grade B Recommendation)
d. Open Prostatectomy Tindakan yang masih banyak dikerjakan saat ini, paling
invasive dan paling efisien sebagai terapi BPH.
 Kateterisasi saluran kemih bila mengalami retensi urin
 Persiapan pre – operasi
 IUFD RL/NaCL 0,9 %
 Antibiotik Inj
 Analgetik Inj

I. Edukasi
1. Istirahat
2. Makan lunak
3. Mobilisasi

15
J. Prognosis
1. Advitam : bonam
2. Adsanationam : bonam
3. Adfungsionam : bonam

K. Tingkat Evidens : I/II/III/IV

L. Tingkat Rekomendasi : A/B/C

M. Penelaah Kritis : SMF Bedah

N. Indikator medis
1. Klinis
2. Laboratorium

O. Kepustakaan
1. Nickel, J.C., Carlos E. Mendez – Probst, Thomas F. Whelan, et al. 2010. 2010
Update: Guideline for the management of benign prostatic hyperplasia. Canadian
Urological Association Journal. 4(5) : 310 – 16.
2. Oh, Cheol Y., Seung Hwan Lee, Se JeongYoo, et al. 2010. Korean Urologist’s View
of Practice Patterns in Diagnosis and Management of Benign Prostatic Hypeplasia: A
Nationwide Survey. Yonsei Med J. 51(2) : 248 – 52.
3. Purnomo, B. 2010. Dasar – dasarurologiEdisi 3 sagungseto, Jakarta.
4. Santosa, A., Doddy M. Soebadi, SoenarjoHardjowijoto, et al. 1994. Pedoman
Diagnosis danTerapi Lab/UPF IlmuBedah. RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

16
LIPOMA

A. Pengertian
Tumor jinak yang terbentuk dari jaringan lemak
B. Anamnesis
1. Umumnya asimptomatis
2. Pasien biasanya mengeluh benjolan di kuli ttidak nyeri
C. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : benjolan
2. Palpasi :konsistensi lunak, mobile, tidak nyeri, biasanya tunggal, jarang majemuk
D. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
E. Diagnosis : Lipoma

F. Diagnosis Banding
1. Kista dermoid
2. Fibroma
3. Atheroma

G. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap

H. Terapi
Exterpasi

I. Edukasi
1. Diet biasa
2. Mobilisasi bebas

J. Prognosis
1. Advitam : bonam
2. Adsanationam : bonam
3. Adfungsionam : bonam

K. Penelaah Kritis : SMF Bedah

L. Indikator medis : Klinis

17
M. Kepustakaan
1. American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS). 2012. Lipoma. Avaiblefrom
:http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=AO0631. Diakses tanggal 28 Maret 2014
2. Nickloes, T.A. Lipomas. Availble from :
http://emedicine.medscape.com/article/191233-overview.Diakses tanggal 28 Maret
2014
3. Olmstead, P.M., William P. Graham. 2012. BedahSabistonBagianII.EGC,Jakarta
4. Sukardja,I.D.G 1994.Pedoman Diagnosis danTerapi Lab/UPF IlmuBedah. RSUD Dr
Soetomo, Surabaya.

18
TUMOR JINAK MAMMAE

A. Pengertian
1. Neoplasma jinak yang berasal dari parenkim, stroma, areola dan papilla mamma.
2. Termasuk : Tumor jinak jaringan lunak mamma, lipoma, hemangioma mamma.
3. Tidak termasuk : Tumor jinak kulit mamma (ICD. 215)
4. Klasifikasi:
Tumor Jinak Tumor Non Neoplasma
Fibro adenoma mamma Displasia mamma
Kisto sarcoma filloides Kista mamma soliter
Papilloma intraduktal Kista mamma multiple
Lipoma mamma Fibroadenosis
Adenoma mamma Fibroadenosis
Fibroma mamma Duktalektasia
Tumor jinak mamma lain Mastitis non puerperalis
Hipertrofi / Ginekomasti
Nekrose lemak
Galaktokel non puerperalis
Galaktokel puerperalis
B. Anamnesis
Tumor jinak mamma maupun tumor non neoplasma bermanifestasi sebagai :
1. Tumor pada mamma
2. Nyeri dan terasa penuh pada satu atau kedua mamma
3. Jaringan mamma yang padat dan noduler

C. Pemeriksaan Fisik
Gambaran Klinis Khas
1. Fibroadenoma mamma ( ICD.217 )
a. Wanita muda 15 – 30 tahun
b. Membesar sangat pelan, dalam tahunan
c. Tidak nyeri, tetapi kadang dirasakan nyeri bila ditekan
d. Bentuk bulat atau oval
e. Batas tegas
f. Tidak besar, 2 – 5 cm
g. Permukaan rata
h. Konsistensi padat kenyal
i. Sangat mobil dalam korpus mamma
j. Tidak ada tanda invasi atau metastase
2. Tumor filloides ( ICD. 217 )
a. Terdapat pada semua usia, tetapi kebanyakan pada usia sekitar 45 tahun.
b. Bentuk bulat atau oval
c. Batas tegas
19
d. Besar, diameter 5 cm
e. Permukaan dapat berbenjol – benjol
f. Tidak melekat dengan kulit atau m. pectoral
g. Sangat mobil dalam korpus mamma
h. Tidak ada tanda invasi atau metastase
i. Vena subkutan melebar.
3. Displasia mamma ( ICD. 610 ) ada 3 varian :
a. Tanpa tumor yang jelas
1) Keluhan nyeri pada mamma yang siklis sesuai dengan siklus menstruasi. Nyeri
pada mamma pramenstruasi dan menghilang setelah menstruasi.
2) Jaringan mamma padat, menyeluruh atau segmental, uni atau bilateral
a) Noduler (Fibrosklerosis, ICD. 610.2)
b) Mengeras (Fibrosklerosis, ICD.610.3)
b. Berbentuk tumor
1) Kista
Kista berisi cairan serous, jernih atau keruh
a) Singel (Kista mamma single, ICD. 610.0)
b) Multiple (Kista mamma multiple, ICD.610.1)
Kista mamma multiple dapatuni atau bilateral
2) Tumor padat
a) Bentuk tidak teratur
b) Batas tidak tegas
c) Sering multiple dan bilateral
Tumor pada ini sering sukar dibedakan dengan kanker mamma.
c. Bentuk campuran
Mamma padat noduler disertai tumor baik yang kistus maupun yang padat.
4. Hipertrofi mamma ( ICD 611.1 )
a. Mamma membesar jauh melebihi ukuran normal untuk orang itu.
b. Kelainan dapat uni atau bilateral
c. Dapat ditemukan pada :
1) Pada bayi : disebut hipertrofi mamma neonatorum
2) Pada Anak – anak :disebut hipertrofi mamma prepubertal.
d. Laki – laki : disebut ginekomasti
1) Secara klasik timbul antara usia 13 – 17 tahun, berupa cakram yang nyeri sebesar
2 – 3 cm biasanya bilateral. Dalam waktu 1 tahun kelainan ini akan surut dan
menjadi normal kembali.
2) Hipertrofi penuaan suatu kejadian menopause pria yang biasanya melibatkan
kedua payudara tetapi pada waktu berbeda. Jaringan payudara khas membesar,
kenyal dan nyeri tekan, terjadi antara usia 50 – 70 tahun serta beregresi spontan
dalam 6 sampai 12 bulan. Penyakit hati seperti kanker atau sirosis hati, karsinoma
testis, tumor anak ginjal, hipertiroidisme, hipogonadisme, mungkin disertai
ginekomasti.

20
Banyak obat dapat menyebabkan ginekomasti, seperti hormone (estrogen,
androgen), antihipertensi, digitalis, simetidin,diazepam, amfetamin, dan
kemoterapeutik kanker.
3) Ginekomasti unilateral mungkin merupakan karsinoma mamma.
5. Cairan puting susu ( Nipple Discharge )
Cairan yang keluar dari putting susu diluar laktasi dapat disebabkan oleh :
a. Intraduktal papilloma : secret berdarah atau serosa berupa secret yang encer tembus
pandang dan berwarna jerami.
b. Displasia mamma
c. Mastitis
d. Galaktore
e. Kanker mamma : secret berdarah
f. Trauma, dll

D. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang :
a. X- foto thorax
b. USG mamma atau mammografi
c. Sitologi pada cairan puting susu
d. Darah, urin, SGOT, SGPT
4. Pemeriksaan sitologis/patologis :
a. FNA
b. Biopsi VC/PC atau dari specimen operasi
Diagnosis klinis tumor jinak mamma ( ICD. 217) didasarkan atas terdapat tumor pada
mamma tanpa ada tanda invasi atau metastase serta gambaran klinik yang khas. Bila
pada pemeriksaan patologi dari specimen operasiter dapat tanda keganasan, maka
diagnosis berubah menjadi tumor ganas mamma (ICD. 174 )

E. Diagnosis : Tumor Jinak Mammae


F. Diagnosis Banding
1. Tumor ganas payudara
2. Mastitis
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan penunjang
a. X- foto thorax
b. USG mamma atau mammografi
c. Sitologi pada cairan puting susu
d. Darah, urin, SGOT, SGPT
2. Pemeriksaan sitologis/patologis :
a. FNA
b. Biopsi VC/PC atau dari specimen operasi.

21
H. Terapi
1. Tumor jinak mamma
a. Ekstirpasi/Eksisi tumor, dengan anestesi local atau umum. Spesimen operasi
diperiksa patologis.
b. Insisi pembukaan dianjurkan melalui garis sirkumareoler
2. Displasia mamma
a. Vitamin B, C dan E
b. Danazol (Danocrine): 2-3 dd. 1-2 tabl. @100 mg.po
c. Kalau nyeri : dapat diberi analgetika
d. Mengurangi makan/minuman yang mengandung santan
e. Ada tumor :
1) Kista mamma : aspirasi isikista dan cairan diperiksa sitologis
2) Tumor padat :bila tidak menghilang dengan terapi non operatif, setelah 3 bulan,
eksisi tumor itu seperti neoplasma jinak.
3. Hipertrofi mamma
a. Hipertrofi neonatal : tidak perlu terapi
b. Hipertrofi pre – pubertal : vitamin B,C dan E
Galaktore : Bromokriptin ( Parlodel ) : 1 – 3 dd. 1 tabl. @ 2 mg.

I. Edukasi
1. Diet biasa
2. Mobilisasi bebas

J. Prognosis
1. Advitamin : bonam
2. Adsanationam : bonam
3. Adfungsionam : bonam

K. Penelaah Kritis : SMF Bedah


L. Indikator Medis
1. Klinis
2. Laboratorium

M. Kepustakaan
1. Fadjari, H. 2012. Pendekatan Diagnosis Benjolan di Payudara.
CerminDuniaKedokteran. 39 (4) : 308-10
2. Sabiston, D.C.2012. Buku Ajar BedahSabistonBagian I. EGC, Jakarta.
3. Sjamsuhidajat, R., Wim De Jong. 2005. Buku Ajar IlmuBedahEdisi 2. EGC, Jakarta.
4. Sukardja, I.D.G. 1994. Pedoman Diagnosis danTerapi Lab/UPFIlmuBedah. RSUD
Dr. Soetomo, Surabaya.

22
PENUTUP

Panduan Praktik Klinis Bedah Rumah Sakit Islam Banjarnegara ini mempunyai
peranan yang penting sebagai pedoman bagi pemberi jasa pelayanan keperawatan yang
bertugas di Unit Kamar Operasi, sehingga mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien
dapat terus ditingkatkan.
Penyusunan Panduan Praktik Klinis Bedah ini adalah suatu langkah awal ke suatu
proses yang panjang, sehingga memerlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak
dalam penerapannya untuk mencapai tujuan.

Ditetapkan di : Banjarnegara
Pada tanggal : Februari 2015
Direktur

Dr. H. Setyoko M

23

Anda mungkin juga menyukai