Anda di halaman 1dari 41

PENDIDIKAN KARAKTER TNI DALAM MENGHADAPI

TANTANGAN GLOBALISASI
(Studi Kasus Pusat Pembinaan Mental TNI)

DISERTASI

Arifuddin Uksan
NIM 31141200100003

Promotor:
Prof. Dr. Abuddin Nata, M.A.
Prof. Dr. Bambang Pranowo, M.A.

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017
ABSTRAK

Disertasi ini menyimpulkan bahwa konsep pendidikan karakter TNI


belum sepenuhnya siap menghadapi tantangan globalisasi. Kesimpulan ini
didasarkan pada kondisi mental TNI saat ini masih rendah yang dibuktikan oleh
tingginya pelanggaran prajurit. Selain itu, ditemukan pula adanya kelemahan
dalam pendidikan karakter TNI, yaitu pada aspek organisasi, sumber daya
manusia, kurikulum, metode, dan sarana-prasarananya. Kelemahan pendidikan
karakter pada beberapa aspek tersebut perlu dimodernisasikan, karena
pendidikan karakter TNI berpengaruh signifikan terhadap pembentukan pola
pikir, sikap dan perilaku prajurit, sehingga dengan pendidikan karakter prajurit
yang mantap akan menghasilkan sikap dan prilaku prajurit yang baik.
Penelitian ini membuktikan kelemahan pemikiran Thomas Lickona yang
memandang bahwa antara pendidikan karakter dan pendidikan agama
semestinya dipisahkan dan tidak dicampuradukkan. Menurutnya, agama
bukanlah urusan sekolah negeri (public school), dan pendidikan karakter tidak
ada urusan dengan ibadah dan do’a-do’a yang dilakukan di dalam lingkungan
sekolah. Selanjutnya Lickona mengatakan bahwa kehidupan religius seseorang
merupakan urusan antara individu dengan tuhannya (vertikal) dan pendidikan
karakter merupakan relasi antar individu di dalam masyarakat (horizontal) yang
akan menciptakan corak relasi antar pribadi yang semu, sebab individu yang
dihormati itu ternyata tidak termasuk keyakinan agamanya. Penelitian ini pula
sekaligus membuktikan kelemahan pemikiran Marvin W. Berkowitz dan
Melinda C. Bier yang mengemukakan pandangan bahwa sekolah seharusnya
fokus pada prestasi akademik (academic achievement) bukan untuk pendidikan
karakter.
Temuan penelitian ini mendukung pandangan Doni Koesoema,
Sumahamijaya, Kihadjar Dewantara, Soedirman, serta sejalan dengan pemikiran
Ibnu Miskawaih, Imam Al-Ghozali dan Fazlur Rahman, yang menyatakan
bahwa spiritualitas dan nilai-nilai agama tidak bisa dipisahkan dari pendidikan
karakter. Moral dan nilai-nilai spiritual sangat fundamental dalam membangun
kesejahteraan organisasi sosial manapun. Tanpa keduanya maka elemen vital
yang mengikat kehidupan masyarakat dapat dipastikan lenyap. Keberagamaan
masyarakat dapat menjadi pondasi yang kokoh bagi pelaksanaan pendidikan
karakter dan nilai-nilai moral, ketika nilai-nilai moral tersebut diyakini
bersumber dari perintah Tuhan. Kehidupan rohani yang matang akan semakin
membuat manusia menjadi manusiawi dan membuatnya semakin melengkapi
fitrahnya sebagai manusia, yaitu manusia yang senantiasa hidup bersama dengan
orang lain. Menghormati individu sesungguhnya juga merupakan kesediaan dan
keterbukaan hati untuk menghormati keyakinan iman dan ajaran kepercayaan
dari individu tersebut. Selanjutnya dapat dipahami bahwa sekolah diposisikan
sebagai media sosialisasi kedua setelah keluarga, yang berperan besar dalam
mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai dan norma-norma sosial dalam
pembentukan kepribadian peserta didik.
Penelitian ini mengkaji tentang pendidikan karakter TNI dalam
menghadapi tantangan globalisasi dengan menggunakan penelitian kualitatif,

iii
yakni memberikan makna di balik data-data, fakta-fakta, fenomena secara
komprehensif dengan pendekatan historis, sosiologi, dan pendidikan Islam.
Pendekatan historis digunakan untuk mengungkap latar belakang munculnya
pendidikan karakter TNI. Pendekatan sosiologis digunakan untuk melihat
hubungan dan keterkaitan pendidikan karakter TNI dengan fenomena dan faktor-
faktor yang berpengaruh. Pendekatan pendidikan Islam digunakan untuk melihat
nilai-nilai Islami yang ditransformasikan dalam pendidikan karakter TNI.
Adapun sumber data utama (primer) dalam penelitian ini adalah data-data yang
diperoleh dari penelitian lapangan (field research) melalui wawancara, observasi
dan dokumentasi. Sumber data sekunder adalah buku-buku yang berkaitan
dengan pembahasan, artikel-artikel otoritatif yang ditulis oleh ahlinya.
Kata Kunci: Modernisasi, Globalisasi, Pendidikan karakter, Mental, TNI.

iv
Disertasi ini menyimpulkan bahwa konsep pendidikan karakter TNI belum
sepenuhnya siap menghadapi tantangan globalisasi. Kesimpulan ini didasarkan
pada kondisi mental TNI saat ini masih rendah yang dibuktikan oleh tingginya
pelanggaran prajurit. Selain itu, ditemukan pula adanya kelemahan dalam
pendidikan karakter TNI, yaitu pada aspek organisasi, sumber daya manusia,
kurikulum, metode, dan sarana-prasarananya. Kelemahan pendidikan karakter
pada beberapa aspek tersebut perlu dimodernisasikan, karena pendidikan karakter
TNI berpengaruh signifikan terhadap pembentukan pola pikir, sikap dan perilaku
prajurit, sehingga dengan pendidikan karakter prajurit yang mantap akan
menghasilkan sikap dan prilaku prajurit yang baik. Edit

‫وتخلص هذه الدراسة إلى أن مفهوم المستثمر الوطني تعليم الحرف غير مستعدة تماما لمواجهة تحديات‬
‫ ويستند هذا االستنتاج على الجيش الحالة النفسية اليوم منخفضة كما يتضح من الجنود انتهاك‬.‫العولمة بعد‬
،‫ وهي الجوانب التنظيمية‬،‫ كما وجدت نقاط الضعف في التعليم الطابع العسكري‬،‫ وباإلضافة إلى ذلك‬.‫عالية‬
‫ ضعف التعليم الحرف في بعض هذه‬.‫ ووسائل البنية التحتية‬،‫ وأساليب‬،‫ والمناهج الدراسية‬،‫والموارد البشرية‬
‫ ألن التعليم الطابع تأثير كبير القوات المسلحة على تشكيل عقلية والمواقف‬،‫الجوانب يحتاج إلى التحديث‬
‫ وبالتالي فإن الجنود التعليم طابع ثابت سوف تنتج موقف وسلوك جنديا جيدا‬،‫والسلوك من الجنود‬.

watukhallis hadhih alddirasat 'iilaa 'ann mafhum almustathmir alwatani taelim


alhirf ghyr mustaeiddat tamamaan limuajahat tahaddiat aleawlamat baed.
wayastanid hdha alaistintaj ealaa aljaysh alhalat alnnafsiat alyawm munkhafidatan
kama yattadih min aljunud aintihak ealiatin. wabial'iidafat 'iilaa dhalik, kama
wajadat niqat aldduef fi alttaelim altabe aleaskarii, wahi aljawanib alttanzimiatu,
walmawarid albashariatu, walmanahij alddirasiat, wa'asalib, wawasayil albinyat
alttahtiati. daef alttaelim alharf fi bed hadhih aljawanib yahtaj 'iilaa althdyth, li'ann
alttaelim altabe tathir kabir alquwwat almusallahat ealaa tashkil eaqliat
walmawaqif walssuluk min aljnwd, wabialttali fa'inn aljunud alttaelim tabie thabt
sawf tuntij mawqif wasuluk jundiaan jida.

v
ABSTRACT

This dissertation concludes that the concept of character education TNI is


not yet fully prepared to face the challenges of globalization. This conclusion is
based on mental state military today is low as evidenced by the high violation
soldiers. In addition, also found weaknesses in the military character education,
namely the organizational aspects, human resources, curriculum, methods, and
means-infrastructure. Weakness of character education at some of these aspects
need to be modernized, because character education TNI significant influence on
the formation of mindset, attitudes and behavior of soldiers, so the soldiers steady
character education will produce the attitude and behavior of a good soldier.
This study proves the weakness of thought which holds that Thomas
Lickona between character education and religious education should be separated
and not mixed up. According to him, religion is not the affairs of public schools
(public school), and character education have nothing to do with worship and
prayer-prayer that is made in the school environment. Furthermore Lickona said
that the religious life of a person is a matter between the individual and his god
(vertical) and character education is the relation between individuals in society
(horizontal) which will create a pattern of relationships between private apparent,
because people respected that did not include his religious beliefs. This study also
proves the weakness also thought Marvin W. Berkowitz and Melinda C. Bier which
advocated the view that schools should focus on academic achievement (academic
achievement) not for character education.
The findings of this study support the view Doni Koesoema,
Sumahamijaya, Kihadjar Dewantara, Sudirman, and in line with the thinking of Ibn
Miskawayh, Imam Al-Ghozali and Fazlur Rahman, stating that spirituality and
religious values can not be separated from character education. Moral and spiritual
values is fundamental to building prosperity in any social organization. Without
them, the vital element that binds people's lives can be ascertained disappeared.
Religious communities can be a solid foundation for the implementation of
character education and moral values when moral values are believed to come from
the Lord's command. Mature spiritual life will increasingly make the human being
human and making it increasingly complementary nature as men, the man who
always live together with other people. Respect for the individual actually is also
the willingness and generosity to respect the beliefs and teachings of faith beliefs of
the individual. Furthermore, it is understood that the school is positioned as a
medium of socialization second after the family, which plays a major role in
introducing and instilling values and social norms in shaping the personality of the
learner.
This study examines the modernization of the military character education
in facing the challenges of globalization by using qualitative research that gives
meaning behind the data, facts, the phenomenon in a comprehensive approach to
historical, sociological, and Islamic education. The historical approach is used to
reveal the background of military character education. The sociological approach is
used to view the relationships and linkages with the phenomenon of military
character education and the factors that influence. Islamic education approach used
to see Islamic values were transformed in character education TNI. The primary
source of data (primary) in this study are the data obtained from field research (field
research) through interviews, observation and documentation. Secondary data
sources are books related to the discussion, authoritative articles written by experts.
Keywords: Modernization, Globalization, character education, Mental, TNI.
‫الملخص‬

‫وتخلص هذه الدراسة إلى أن مفهوم المستثمر الوطني تعليم الحرف غير‬
‫مستعدة تماما لمواجهة تحديات العولمة بعد‪ .‬ويستند هذا االستنتاج على‬
‫الجيش الحالة النفسية اليوم منخفضة كما يتضح من الجنود انتهاك عالية‪.‬‬
‫وباإلضافة إلى ذلك‪ ،‬كما وجدت نقاط الضعف في التعليم الطابع العسكري‪،‬‬
‫وهي الجوانب التنظيمية‪ ،‬والموارد البشرية‪ ،‬والمناهج الدراسية‪ ،‬وأساليب‪،‬‬
‫ووسائل البنية التحتية‪ .‬ضعف التعليم الحرف في بعض هذه الجوانب يحتاج‬
‫إلى التحديث‪ ،‬ألن التعليم الطابع تأثير كبير القوات المسلحة على تشكيل‬
‫عقلية والمواقف والسلوك من الجنود‪ ،‬وبالتالي فإن الجنود التعليم طابع ثابت‬
‫سوف تنتج موقف وسلوك جنديا جيدا‪.‬‬
‫هذه الدراسة تثبت ضعف الفكر توماس لى كونا الذين يعتقدون أن ما بين‬
‫ينبغي فصل التعليم الطابع والتعليم الديني وعدم الخلط‪ .‬ووفقا له‪ ،‬الدين ليس‬
‫شؤون المدارس العامة (المدارس الحكومية)‪ ،‬والتعليم شخصية لها عالقة‬
‫مع عبادة والصالة‪ ،‬الصالة التي يتم إجراؤها في البيئة المدرسية شيء‪.‬‬
‫وعالوة على ذلك‪ ،‬قال لى كونا القول ان الحياة الدينية للشخص هي مسألة‬
‫بين الفرد وربه (العمودي) والتعليم الطابع والعالقة بين األفراد في المجتمع‬
‫(األفقي) والتي سوف تخلق نمطا من العالقات بين الظاهر الخا‪ ،،‬ألن‬
‫الناس تحترم التي لم تشتمل على معتقداته الدينية ‪ ،‬يثبت هذه الدراسة أيضا‬
‫ضعف أيضا يعتقد مارفن جورج بيركوفيتش وميليندا جيم بيير الذي دافع‬
‫عن الرأي القائل بأن المدارس يجب أن تركز على التحصيل الدراسي‬
‫(التحصيل الدراسي) وليس للتعليم الحرف‪.‬‬
‫نتائج هذه الدراسة تدعم وجهة النظر دوني كوسوما‪ ،‬سوما ها ميا‪ ،‬كي‬
‫حجار ديوانتارا‪ ،‬سوديرمان‪ ،‬وتمشيا مع تفكير ابن مسكويه‪ ،‬اإلمام غزالي‬
‫وفضل الرحمن‪ ،‬مشيرا إلى أن القيم الروحية والدينية القيم ال يمكن فصلها‬
‫عن التعليم الطابع‪ .‬القيم األخالقية والروحية أمر أساسي لبناء االزدهار في‬
‫أي التنظيم االجتماعي‪ .‬بدونها‪ ،‬العنصر الحيوي الذي يربط حياة الناس‬
‫يمكن التأكد المختفي‪ .‬يمكن للمجتمعات الدينية أن تشكل أساسا متينا لتنفيذ‬
‫التعليم الطابع والقيم األخالقية عندما يعتقد أن القيم األخالقية تأتي من أمر‬
‫الرب‪ .‬والحياة الروحية ناضجة جعل متزايد إنسان البشرية وجعلها طبيعة‬
‫تكميلية على نحو متزايد مع الرجال‪ ،‬الرجل الذي يعيش دائما جنبا إلى جنب‬
‫مع أشخا‪ ،‬آخرين‪ .‬احترام الفرد هو في الواقع أيضا رغبة والكرم احترام‬
‫المعتقدات والتعاليم المعتقدات إيمان الفرد‪ .‬وعالوة على ذلك‪ ،‬فإنه من‬
‫المفهوم أن المدرسة تم وضع وسيلة من التنشئة االجتماعية الثانية بعد‬
‫األسرة‪ ،‬والذي يلعب دورا كبيرا في التعريف وغرس القيم والمعايير‬
‫االجتماعية في تشكيل شخصية المتعلم‪.‬‬
‫تبحث هذه الدراسة في تحديث التعليم طابع عسكري في مواجهة تحديات‬
‫العولمة عن طريق استخدام البحث النوعي الذي يعطي معنى وراء البيانات‬
‫والوقائع‪ ،‬وهذه الظاهرة في اتباع نهج شامل لتعليم التاريخي واالجتماعي‪،‬‬
‫واإلسالمي‪ .‬يتم استخدام المنهج التاريخي للكشف عن الخلفية التعليم طابع‬
‫عسكري‪ .‬يتم استخدام التوجه االجتماعي لعرض العالقات والروابط مع‬
‫ظاهرة التعليم طابع عسكري‪ ،‬والعوامل التي تؤثر‪ .‬تحولت نهج التربية‬
‫اإلسالمية وتستخدم لرؤية القيم اإلسالمية في المستثمر الوطني تعليم‬
‫الحرف‪ .‬المصدر الرئيسي للبيانات (االبتدائي) في هذه الدراسة هي البيانات‬
‫التي تم الحصول عليها من األبحاث الميدانية (بحث ميداني) من خالل‬
‫المقابالت والمالحظة والتوثيق‪ .‬مصادر البيانات الثانوية هي الكتب المتعلقة‬
‫المناقشة‪ ،‬مقاالت عن حجية مكتوبة من قبل الخبراء‪.‬‬
‫كلمات البحث‪ :‬التحديث والعولمة‪ ،‬وشخصيات التعليم‪ ،‬العقلية‪ ،‬المستثمر‬
‫الوطني‪.‬‬
1

DAFTAR SINGKATAN

AAL : Akademi Angkatan Laut


AAU : Akademi Angkatan Udara
AD : Angkatan Darat
AKMIL : Akademi Militer
AL : Angkatan Laut
ALKI : Alur Laut Kepulauan Indonesia
ALUTSISTA : Alat Utama Sistem Persenjataan
AU : Angkatan Udara
BABINKUM : Badan Pembinaan Hukum
BALAKPUS : Badan Pelaksana Pusat
BALITBANG : Badan Penelitian dan Pengembangan
BB : Bukit Barisan
BINTAL : Pembinaan Mental
BINTALID : Pembinaan Mental Ideologi
BINTALPSI : Pembinaan Mental Psikologi
BINTALROH : Pembinaan Mental Rohani
BINTALTRAJUANG : Pembinaan Mental Tradisi Kejuangan
BKR : Badan Keamanan Rakyat
BRGJEN : Brigadir Jenderal
BRIGIF : Brigade Infanteri
BRW : Brawijaya
BTK : Bantuan Tembakan Kapal
BTP : Batalyon Tim Pertempuran
BUJUKBIN : Buku Petunjuk Pembinaan
BUJUKDAS : Buku Petunjuk Dasar
BUJUKIN : Buku Petunjuk Induk
BUJUKLAK : Buku Petunjuk Pelaksanaan
BUJUKLAP : Buku Petunjuk Lapangan
BUJUKMIN : Buku Petunjuk Administrasi
BUJUKNIS : Buku Petunjuk Teknis
BUJUKOPS : Buku Petunjuk Operasi
BUJUKPUR : Buku Petunjuk Tempur
BUJUKTIS : Buku Petunjuk Taktis
CBM : Confidence Building Measures
CEN : Cederawasi
CUK : Pucuk
DAN : Komandan
DENGULTOR : Detasemen Penanggulangan Teror
DENJAKA : Detasemen Jalamangkarya
DENMA : Detasemen Markas
DENNIK : Detasemen Teknik
DEPHAN : Departemen Pertahanan
DIP : Dipinegoro
2

DIVIF : Divisi Infanteri


DP : Daerah Persiapan
DZ : Dropping Zone
GPL : Garis Perhubungan Laut
IHO : International Hydrographic Organization
IM : Iskandar Muda
IMO : International Maritime Organization
KAL : Kapal Angkatan Laut
KASAD : Kepala Staf Angkatan Darat
KASAL : Kepala Staf Angkatan Laut
KASAU : Kepala Staf Angkatan Udara
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
KEMHAN : Kementerian Pertahanan
MAKO : Markas Komando
KODAM : Komando Daerah Militer
KODIM : Komando Distrik Militer
KOOPS : Komando Operasi
KOPASKA : Komando Pasukan Katak
KOPASSUS : Komando Pasukan Khusus
KORAMIL : Komando Rayon Militer
KOREM : Komando Resor Militer
KOSTRAD : Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat
KOTAMA : Komando Utama
KOTIS : Komando Taktis
KOWILHAN : Komando Kewilayahan Pertahanan
KRI : Kapal Republik Indonesia
LANAL : Pangkalan Angkatan Laut
LANTAMAL : Pangkalan Utama Angkatan Laut
LANUD : Pangkalan Udara
LATGAB : Latihan Gabungan
LATPOSKO : Latihan Pos Komando
LETJEN : Letenan Jenderal
LIMED : Lintas Medan
LINUD : Lintas Udara
LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LPNK : Luar Pormasi Non Kementerian
LST : Landing Ship Tank
MABES : Markas Besar
MAGRUP : Markas Grup
MAKO : Markas Komando
MAYJEN : Mayor Jenderal
MEF : Minimum Essential Force
MLM : Mulawarman
MOOTW : Military Operations Other Then War
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
3

OMP : Operasi Militer untuk Perang


OMSP : Operasi Militer Selain Perang
OPSGAB : Operasi Gabungan
OPSMIL : Operasi Militer
PAMA : Perwira Pertama
PAMEN : Perwira Menengah
PANG : Panglima
PARAKO : Para Komando
PATI : Perwira Tinggi
PHH : Pasukan Anti Huru Hara
POKKO : Kelompok Komando
POSKO : Pos Komando
PPRC : Pasukan Pemukul Reaksi Cepat
PRIN OPS : Perintah Operasi
PROTAP : Prosedur Tetap
PSOs : Peace Support Operations
PTM : Patimura
PU : Publikasi Umum
PUSBINTAL : Pusat Pembinaan Mental
PUSDIK : Pusat Pendidikan
PUSKES : Pusat Kesehatan
PUSPOM : Pusat Polisi Militer
RAHLAN : Daerah Pembekalan
RAHOPS : Daerah Operasi
RAKOR : Rapat Koordinasi
RAKORNIS : Rapat Koordinasi Teknis
RANDIS : Kendaraan Dinas
RANTIS : Kendaraan Taktis
RAPIM : Rapat Pimpinan
RAY : Baterai
RDTL : Republik Demokratis Timor Leste
RENOPS : Rencana Operasi
RENSTRA : Rencana Strategi
RENSTRA : Rencana Strategi
RMP : Recognized Maritime Picture
RoE : Rule of Engagemen
RPJMN : Rencana Program Jangka Menengah Nasional
SAR : Search And Rescue
SAS : Sasaran
SATBANMIN : Satuan Bantuan Administrasi
SATBANPUT : Satuan Bantuan Tempur
SATGAS : Satuan Tugas
SATKER : Satuan Kerja
SATPUR : Satuan Tempur
SECAPA : Sekolah Calon Perwira
4

SERPAS : Pergeseran Pasukan


SESKOAD : Sekolah Staf dan Komando
SINTEL : Staf Intelijen
SLOC : Sea Lane Of Communication
SLOC : Sea Lane OF Oil Trade
SLOG : Staf Logistik
SMB : Senjata Mesin Berat
SMR : Senjata Mesin Ringan
SMS : Senjata Mesin Sedang
SOPS : Staf Operasi
SPERS : Staf Personel
SREN : Staf Perencanaan
SSAT : Sistem Senjata Armada Terpadu
STER : Staf Teritorial
SUAD : Staf Umum Angkatan Darat
SWJ : Sriwijaya
TKR : Tentara Keamanan Rakyat
TNI : Tentara Nasional Indonesia
TPR : Tanjung Pura
TRI : Tentara Republik Indonesi
UDY : Udayana
UNCLOS : United Nation Convention on the Law Of Sea
UO : Unit Organisasi
VVIP : Very Very Importen Person
WRB : Wirabuana
YONARHANUDRI : Batalyon Arteleri Pertahanan Udara Ringan
YONARMED : Batalyon Artelry Medan
YONBEKANG : Batalyon Pembekalan dan Angkutan
YONIF : Batalyon Infanteri
YONKES : Batalyon Kesehatan
YONZIPUR : Batalyon Zeni Tempur
ZEE : Zona Ekonomi Ekslusif
DAFTAR TABEL/GAMBAR

Tabel 1. Pelanggaran Prajurit TNI ............................................................. 9


Tabel 2. Konflik Antara TNI dengan POLRI ............................................ 10
Tabel 3. Dampak Positif Modernisasi ....................................................... 80
Tabel 4. Dampak Negatif Modernisasi ...................................................... 81
Tabel 5. Tugas Penyelesaian Masalah Berhubungan dengan Nilai........... 105
Tabel 6. Proses Pendekatan Klarifikasi Nilai ............................................107
Tabel 7. Data Pangkat Kepala Pembinaan Mental TNI Tahun 2016 ..... 212
Tabel 8. Matriks Kepangkatan dan Jabatan Pembinaan Mental TNI ..... 219
Tabel 9. Tabel Strata Organisasi Pendidikan Karakter ......................... . 202
Tabel 10. Data Kepala Pembinaan Mental TNI Tahun 2016 ................... . 205
Tabel 11. Matriks Kurikulum Kursus Tenaga Inti Bintal TNI .................. 222
Tabel 12. Pendidikan Karakter TNI yang Ideal ........................................ 252
Gambar 1. Tipologi Pendekatan Pendidikan Karakter ................................ 103
Gambar 2. Strategi Pembinaan Mental TNI ................................................ 169
Gambar 3. Kegiatan Peningkatan SDM Penataran BFK ............................ 203
Gambar 4. Kegiatan Penataran Bintal PAMA TNI .................................... 214
Gambar 5. Kegiatan Rapat Koordinasi Teknis Bintal TNI ........................ 218
Ambar 6. Kantor Pusbintal TNI G-3 Lt. 8 Mabes TNI ........................... 243

xv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.


Globalisasi sebagai proses penyebaran unsur-unsur baru baik berupa
informasi, pemikiran, gaya hidup maupun teknologi secara mendunia,
membawa dampak bagi kehidupan semua orang, baik positif maupun negatif
terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 1 Dampak negatif yang
ditimbulkan dari globalisasi antara lain adalah menjadikan masyarakat
Indonesia melupakan karakter bangsanya. Dunia pendidikan telah memberikan
porsi yang sangat besar untuk pengetahuan kepada anak bangsa, tetapi
melupakan tujuan utama pendidikan yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan secara seimbang dan simultan.
Selama ini pendidikan dihadapkan dengan sejumlah problem yang
bersifat makro dan mikro. Pada tataran makro, setidaknya ada dua permasalahan
mendasar, yaitu orientasi filosofis dan arah kebijakan. Secara tersurat, tujuan
pendidikan nasional sebenarnya sangat ideal karena menjangkau semua dimensi
kemanusiaan (religiusitas, etis, fisik, keilmuan dan life skill). Kenyataan di
lapangan tidak sesuai dengan harapan, terjadi gap antara cita-cita dengan upaya
dan instrumen untuk mencapai cita-cita tersebut. Implementasi pendidikan kita
sering lebih menciptakan manusia yang bertipe mekanistik dari pada humanistik.
Berbagai kebijakan juga sering mengebiri dan sengaja mengerdilkan
pendidikan, sebagai contoh; perhatian pengambil kebijakan dalam mengatasi
lemahnya pendidikan karakter di Indonesia sangat minim, sehingga belum
mampu memberikan pengaruh signifikan dalam membentuk mentalitas anak
didik. Dampak yang ditimbulkan adalah masih banyak ditemukan peserta didik
dan alumni dari suatu lembaga pendidikan yang kurang memiliki karakter luhur
bangsa; munculnya generasi yang tidak memiliki harga diri (kasus narkoba, seks
bebas, tawuran, pembunuhan, dan lain-lain), adanya generasi yang haus
kekuasaan dan jabatan sehingga tidak merasa malu melakukan korupsi,
munculnya generasi yang menonjolkan egosentrisme dan emosi yang meledak-
ledak hingga terjebak dalam tindakan kekerasan yang merugikan bangsa dan
negara. Demikian pula pada tataran mikro, kita dihadapkan pada kesenjangan
kualitas yang sangat jauh antar lembaga pendidikan dalam hal input siswa,
ketersediaan sarana, sumber daya manusia, lingkungan dan lain-lain.2
Terpuruknya bangsa Indonesia di mata dunia, tidak hanya disebabkan
oleh krisis ekonomi melainkan juga oleh krisis akhlak yang berakar dari
kurangnya penanaman pendidikan karakter, padahal pendidikan karakter adalah

1
Cz. Harun, ”Manajemen Pendidikan Karakter”, dalam Jurnal Pendidikan
Karakter, 2015-journal.uny.ac.id, (diakses 5 April 2015).
2
Suyatno, Pendidikan Karakter Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Mendikdasmen, 2010),
Seri Pendidikan Karakter, 34.
2

suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini. 3
Hatta Rajasa mengemukakan betapa pentingnya pendidikan karakter, sehingga
kita tentu sadar bahwa pendidikan merupakan mekanisme institusional yang
akan mengakselerasi pembinaan karakter bangsa dan juga berfungsi sebagai
arena dalam mencapai tiga hal prinsip dalam pembinaan karakter bangsa.4
Garin Nugroho dalam orasinya mengatakan bahwa sampai saat ini
kondisi pendidikan di Indonesia belum mendorong pembangunan karakter
bangsa. Hal ini disebabkan oleh ukuran-ukuran dalam pendidikan tidak
dikembalikan pada karakter peserta didik tetapi dikembalikan kepada pasar.
Pendidikan nasional belum mampu mencerahkan bangsa, karena pendidikan kita
kehilangan nilai-nilai luhur kemanusiaan, padahal pendidikan seharusnya
memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional kini telah
kehilangan rohnya lantaran tunduk terhadap pasar bukan pencerahan terhadap
peserta didik. Pasar tanpa karakter akan hancur dan akan menghilangkan aspek-
aspek manusia dan kemanusiaan karena kehilangan karakter itu sendiri.
Penguatan pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan
untuk mengatasi krisis moral yang sedang terjadi di negara kita. Diakui atau
tidak diakui, saat ini terjadi krisis yang nyata dan mengkhawatirkan dalam
masyarakat dengan melibatkan milik kita yang paling berharga yaitu anak-anak.
Kondisi krisis moral ini menandakan bahwa pengetahuan agama dan moral yang
didapatkannya di bangku sekolah ternyata tidak selalu berdampak pada
perubahan prilaku manusia Indonesia. Persoalan karakter atau moral memang
tidak sepenuhnya terabaikan oleh lembaga pendidikan. Akan tetapi dengan
fakta-fakta seputar kemerosotan karakter di sekitar kita menunjukkan bahwa
ada kegagalan pada institusi kita dalam hal menumbuhkan manusia Indonesia

3
Zubaedi, “Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan”, (Jakarta: Kencana, 2011), 2. Dalam hal ini, diungkapkan bahwa
beragam tindakan kriminal banyak terjadi di belahan nusantara, mulai dari kasus prilaku seks
bebas, pemerkosaan, tawuran pelajar dan mahasiswa, pembunuhan biadab (mutilasi), kasus
bunuh diri, penyalahgunaan narkoba, korupsi berjamaah di beberapa lembaga negara baik di
lembaga eksekutif, legislatif maupun lembaga yudikatif, hingga maraknya kasus
perampokan bersenjata.
4
Hatta Rajasa, “Prinsip dalam Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa”, 2007, jurnal Sekretaris Negara, dalam http://www.google.co.id/ upi.edu/4/s-pkn-
0901131chapter 1/pdf. (diakses pada tanggal 6April 2015), Disebutkan bahwa: 1)
Pendidikan merupakan arena reaktivasi karakter luhur bangsa. Secara historis bangsa
Indonesia adalah bangsa yang memiliki karakter kepahlawanan, nasionalisme, sifat heroik,
semangat kerja keras serta berani menghadapi tantangan. Kerajaan-kerajaan nusantara di
masa lampau adalah bukti keberhasilan pembangunan karakter yang mencetak tatanan
masyarakat maju, berbudaya dan berpengaruh; 2) Pendidikan sebagai sarana untuk
membangkitkan suatu karakter bangsa yang dapat mengakselerasi pembangunan sekaligus
memobilisasi potensi domestik untuk meningkatkan daya saing; 3) Pendidikan sebagai
sarana untuk menginternalisasi kedua aspek di atas yakni reaktivasi sukses budaya masa
lampau dan karakter inovatif serta kompetitif ke dalam segenap sendi-sendi kehidupan
bangsa dan program pemerintah. Internalisasi ini harus berupa suatu concerted efforts dari
seluruh masyarakat dan pemerintah.
3

yang berkarakter atau beraklak mulia. 5 Urgensi pendidikan karakter


dikembangkan karena salah satu bidang pembangunan nasional yang sangat
penting dan menjadi pondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara adalah pembangunan karakter bangsa. Ada beberapa alasan mendasar
yang melatari pentingnya pembangunan karakter bangsa, baik secara filosofis,
ideologis, normatif, historis maupun sosiokultural.6
Berbagai pandangan dari para pakar dan ahli tentang pendidikan
menyatakan bahwa konsep pendidikan di Indonesia masih jauh dari penanaman
karakter peserta didiknya, karena masih banyak ditemukan peserta didik dan
alumni-alumni dari suatu lembaga pendidikan yang kurang memiliki karakter
luhur bangsa. H.E.Mulyasa mengatakan bahwa keberhasilan program
pendidikan karakter dapat diketahui dari perwujudan indikator Standar
Kompetensi Kelulusan (SKL) dalam pribadi peserta didik secara utuh, karena
hasil pendidikan sebagai output dari hasil pendidikan dari setiap satuan
pendidikan belum menunjukkan keutuhan tersebut, bahkan dapat dikatakan
bahwa lulusan-lulusan dari setiap satuan pendidikan tersebut baru menunjukkan
standar kompetensi lulusan pada permukaannya saja, atau hanya kulitnya saja.
Kondisi ini juga boleh jadi disebabkan karena alat ukur atau penilaian
keberhasilan peserta didik dari setiap satuan pendidikan hanya menilai
permukaannya saja, sehingga hasil penilaian tersebut belum menggambarkan
kondisi yang sebenarnya.7
Lunturnya pendidikan karakter akan berdampak terhadap bobroknya
mental bangsa di berbagai lapisan masyarakat, instansi pemerintah dan swasta
termasuk di dalamnya Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang dapat berakibat
pada kehancuran bangsa kita yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia

5
Zubaedi, “Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan”, (Jakarta, Kencana, 2011), 5.
6
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan Nasional, “Pendidikan Karakter teori dan aplikasi”, (2010), 36. Dijelaskan
bahwa secara filosofis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah kebutuhan asasi
dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat
yang akan eksis. Secara ideologis, pembangunan karakter merupakan upaya
mengejawantahkan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara
normatif, pembangunan karakter bangsa merupakan wujud nyata langka mencapai tujuan
negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Secara historis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah dinamika inti proses
kebangsaan yang terjadi tanpa henti dalam kurun sejarah, baik pada zaman penjajahan
maupun pada zaman kemerdekaan. Secara sosio kultural, pembangunan karakter bangsa
merupakan suatu keharusan dari suatu bangsa yang multikultural.
7
H.E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2012), Ed.1.Cet.2, 9. Langkah pertama yang harus diperhatikan dalam menyukseskan
pendidikan karakter di lembaga pendidikan adalah memahami hakikat pendidikan karakter
dengan baik. Hal ini penting karena pendidikan karakter bergerak dari kesadaran
(awareness), pemahaman (understending), kepedulian (concern), dan komitmen
(commitment), menuju tindakan (doing atau acting).
4

(NKRI). Sejak bergulirnya reformasi, karakter prajurit TNI sebagai Tentara


Rakyat, Tentara Pejuang dan Tentara Nasional seakan tereliminasi, atau
dihapus. Prajurit TNI seakan hanya dituntut karakter profesionalitasnya semata.8
Akibatnya, prajurit TNI seakan hanyut pada pemahaman untuk meningkatkan
profesionalitasnya semata. Karakter kejuangan dan memelihara persatuan dan
kesatuan bangsanya seakan terlupakan dan dibuang. Akibatnya, tumbuh subur
etno nasionalisme atau nasionalisme sempit berdasar kesukuan, agama, ras dan
golongan atau nasionalisme berdasarkan SARA di berbagai komponen bangsa.
Prajurit TNI yang sejatinya memiliki karakter pejuang, nasionalistis dan militan
dengan kepeloporan yang pernah dijalankan, seakan hanya menjadi penonton di
tengah hiruk pikuk kebisingan demokrasi yang diwarnai dengan berbagai
konflik sosial. Kondisi seperti ini perlu disikapi dengan konsep kewaspadaan
nasional yang memadai agar disintegrasi sosial tidak berlanjut menjadi
disintegrasi nasional yang saat ini mewarnai kehidupan nasional di berbagai
negara di Tanduk Afrika dan Timur Tengah.
Dalam menghadapi perkembangan situasi yang bergerak sangat dinamis
seperti yang terjadi pada era globalisasi ini, menuntut setiap prajurit TNI untuk
selalu memahami dan menyadari akan nilai, karakter dan jati dirinya, sebagai
Tentara Rakyat, Tentara Pejuang, Tentara Nasional dan Tentara Profesional
yang menjunjung tinggi Saptamarga, Sumpah Prajurit dan Delapan Wajib TNI.
Jati diri TNI merupakan cerminan sifat dan karakter TNI yang merupakan
sumber kekuatan moral dan pengabdian TNI kapada bangsa dan negara.
Pendidikan karakter TNI saat ini memang perlu dimodernisasikan, 9 sejalan
dengan konsep reformasi TNI yang sudah bergulir sejak tahun 1998 yang
mengubah pola, profesionalitas dan refungsionalisasi militer dalam masyarakat.
Menghadapi tuntutan perkembangan Zaman, TNI mengambil sikap aspiratif dan
akomodatif dengan merumuskan paradigma baru perannya dan menata diri
dengan melaksanakan perubahan-perubahan internal antara lain dalam bidang
pendidikan yaitu modernisasi pendidikan karakter TNI, terutama dalam
menghadapi tantangan globalisasi.
Melihat kenyataan seperti itu, bagaimana eksistensi pendidikan di
Negara kita ke depan? Tentu masih ada sisi-sisi positif pendidikan yang
diharapkan. Sejumlah lembaga pendidikan alternatif semakin bermunculan,
siswa-siswa kita juga banyak berlaga di ajang internasional, banyak guru kita
juga yang merupakan manusia-manusia kreatif. Namun demikian, agar
pendidikan kita mampu berperan lebih besar dalam menggali, mengembangkan,

8
Mabes TNI, “TNI Abad XXI, Redefenisi, Reposisi, dan Reaktualisasi Peran TNI
Dalam Kehidupan Bangsa”,( Jakarta; CV. Jasa Buma, 1999), 15.
9
Modern dalam diskursus ini adalah upaya untuk mentransformasikan sesuatu yang
status quo menuju fase yang lebih dinamis dan elastis sesuai dengan gerak zaman, Harun
Nasution dalam Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, (Bandung:Mizan,1996),181.
menyebutkan bahwa modernisasi berarti pikiran, aliran gerakan dan usaha-usaha untuk
mengubah paham-paham, adat-istiadat agar sesuai dengan pendapat-pendapat dan keadaan
baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
5

menjaga dan mengawal karakter positif bangsa ini, perlu adanya desain
pendidikan karakter yang sistematis dan terarah. 10
Dalam gagasan pembangunan bangsa yang berkarakter 11 , pendidikan
memiliki fungsi sebagai pemersatu bangsa, penyamaan kesempatan dan
pengembangan potensi diri. Pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan
bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memberi
kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam
pembangunan dan memungkinkan setiap warga negara untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki secara optimal. 12 Pemerintah berkewajiban untuk
menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan”13
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 pada pasal 29 tentang Pendidikan Kedinasan, bahwa pendidikan TNI
sebagai pendidikan kedinasan yang diselenggarakan oleh Mabes TNI,
merupakan pendidikan profesi guna mendukung tugas kedinasan, sehingga
pendidikan TNI selalu terkait dengan penugasan atau proyeksi penugasan

10
Oos M. Anwas, “Televisi Mendidik Karakter Bangsa: Harapan dan Tantangan”,
dalam jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Kemendiknas, Vol.16, Edisi
Khusus III, Oktober 2010), 258.
11
Kemendiknas. Nilai - Nilai dalam Pendidikan karakter Bangsa,
https//sites.google,com/site/pendidikan-karakter-bangsa, (diakses pada tanggal 5 April 2015),
ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter. Nilai-nilai tersebut adalah : Nilai religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai,
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.
12
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
13
Terkait dengan amanat Undang-Undang Dasar tersebut maka disusun Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan dasar
hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional sehingga, setiap warga
negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang terkait dengan pendidikan, sebagaimana
yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 5. Adapun isi pasal tersebut, adalah: ayat (1) Setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu; (2)Warga
negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,intelektual, dan/atau social berhak
memperoleh pendidikan khusus; (3) Warga Negara di dareah terpencil atau terbelakang serta
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus; (4) Warga
negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus; (5) Setiap warga Negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan
pendidikan sepanjang hayat.
6

selanjutnya14 . Dengan demikian, pendidikan harus dilaksanakan secara tepat


bagi mereka yang membutuhkan layanan pendidikan kedinasan, sehingga
mereka dapat memperoleh pendidikan secara baik, agar dapat hidup
bermasyarakat dan mengembangkan potensi diri secara optimal. 15 Dalam
kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan yang berkarakter bagi warga
negara yang membutuhkan layanan pendidikan kedinasan maka diperlukan
konsep pendidikan yang menekankan pembangunan manusia seutuhnya dan
memadukan keseimbangan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.16
Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno, telah menyatakan
perlunya Nation and Character building sebagai bagian integral dari
pembangunan bangsa. Beliau menyadari bahwa karakter suatu bangsa berperan
besar dalam mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia, sebagaimana amanat
yang disampaikan di Bogor pada tanggal 15 Juli 1963.17 Cukup banyak contoh

14
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 29 ayat (1) Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi
yang dilaksanakan oleh departemen atau lembaga pemerintahan nondepartemen; (2)
Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam
pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau
lembaga pemerintahan nondepartemen; (3) Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui
jalur pendidikan formal dan nonformal.
15
Kemendikbud dan TNI mempekuat kerja sama dalam memberikan layanan
pendidikan dengan melakukan sinergitas sumber daya antara TNI dengan Kemendikbud
mulai dari PAUD, pendidikan dasar, pendidikan menegah sampai perguruan tinggi.
Hubungan dan kerjasama di bidang pendidikan antara Mabes TNI dengan Depdikbud
dijelaskan dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep/108/V/1992 dan keputusan
Panglima TNI Nomor Kep/41/11/1992 tentang kerjasama pendidikan, penelitian, dan
pengembangan serta jasa-jasa lain di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
16
Direktorat jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan Nasional, “Pendidikan Karakter teori dan aplikasi”, (Jakarta, 2010),37,
dijelaskan bahwa pembangunan pendidikan nasional didasarkan pada paradigma
membangun manusia seutuhnya, yang berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas
untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi
kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar, yaitu: 1) afektif yang tercermin pada
kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian
unggul dan kompetensi estetis; 2) Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya
intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai pengetahuan dan
teknologi; dan 3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan
keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi kinestetis.
17
Soekarno, “Amanat Pemimpin Besar Revolusi”, 1) Dalam amanat saja, Lahirnja
Pantjasila, saja telah mengemukakan fikiran-fikiran jang mendasari proses “Nation
Building”, jaitu adanya keinginan bersama untuk membangun djiwa Bangsa jang bersatu,
persatuan karakter karena persamaan nasib dan patriotisme; 2) Proses “Nation Building” itu
terus-menerus memerlukan aktivitas jang dinamis, pemupukan mental dan djiwa jang ingin
bersatu, persamaan watak atas dasar persamaan nasib, patriotisme, rasa setia-kawan dan rasa
loyal terhadap Tanah Air Indonesia. Siapa jang tidak berdiri diatas landasan “Nation
Building” tadi, sesungguhnja dihinggapi oleh penjakit “retak dalam djiwa”, karena mungkin
djiwanya dikuasai oleh loyalitas-kembar atau loyalitas-ganda; 3) Saja membenarkan usaha-
usaha djiwa muda dalam pembinaan kesatuan Bangsa ini, dengan menghilangkan sikap-
7

empiris yang membuktikan bahwa karakter bangsa yang kuat berperan besar
dalam mencapai tingkat kemajuan dan keberhasilan suatu bangsa.
Tokoh pendidikan Barat seperti Klipatrick, Lickona, Brooks dan Goble
masih menganggap bahwa pemikiran Sokrates berkaitan dengan pendidikan
masih belum ada perubahan yakni membangun moral, akhlak atau karakter.
Begitu juga Marthin Luther menyetujui pemikiran tersebut dengan
mengatakan,”Intelligence plus character, that is the true aim of education”.18
Thomas Lickona memberikan penjelasan tentang Pendidikan karakter
adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat
memahami, memperhatikan dan melakukan nilai-nilai etika yang inti. Karakter
berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling),
dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat
dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang
kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan perbuatan kebaikan.19
Menurut Wynne (1991), karakter berasal dari Bahasa Yunani yang
berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh
sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan
sebagai orang yang berkarakter jelek atau sebaliknya. Jadi istilah karakter erat
kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang, dimana seseorang bisa
disebut orang yang berkarakter (a person of character) jika tingkahlakunya
sesuai dengan kaidah moral.20
Ron Kurtus mengartikan karakter sebagai agregat penampilan dan
perilaku yang membentuk jiwa seseorang. Karakter berkaitan dengan nilai-nilai
moral atau etika. Karakter adalah tata nilai yang terbentuk dalam sistem daya
dorong (driving system) yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku
seseorang. Karakter pada hakikatnya adalah pribadi manusia yang menyadari
dan berpegang teguh pada nilai-nilai etika, moral dan kebajikan dalam
menyelami kehidupan. Karakter menyangkut nilai-nilai yang diyakini serta
melandasi berbagai sikap dan perilaku seseorang. Karakter seseorang dibentuk
dengan cara pandang dan visinya. Karakter relatif menetap, tetapi bisa berubah
karena adanya tekanan situasi yang relatif intens menggoyahkan dirinya.21

sikap dan sifat-sifat menjendiri (ekslusivisme), dengan djalan penjatuan, pembauran


(asimilasi) dalam tubuh Bangsa Indonesia; 4) Saja gandrung akan kesatuan dan persatuan
Bangsa Indonesia, saja tidak mau mengenal pembatasan “aseli” dan “tidak aseli”, persukuan,
serta pementjilan-pementjilan jang berupa apapun dalam kesatuan tubuh Bangsa Indonesia.
(Pusat Sejarah ABRI, Badan-Badan Perjuangan, Jakarta, 1983).
18
Direktorat jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan Nasional, “Model Pembinaan Pendidikan Karakter di Lingkungan Sekolah”
(Jakarta, 2010), 9.
19
Thomas Lickona, Educating For Character, New York:Bantam Books,(1991) 51.
20
Wienne ,E.A. Character and Academics in the elementary School, In JS.
Beningna (ed).Moral Character; and Civic Education in the Elementary School. Teacher
College Press, New York, ( 1991),119.
21
Ron Kurtus,Undertstanding Character ,www.school-for-champion.com (diakses 5
Juni 2015).
8

Di dalam Islam, karakter dikenal dengan sebutan “akhlak”, perkataan


akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu jamak dari “khuluqun” yang berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku (tabiat) dan adat kebiasaan.22Akhlak merupakan
sifat yang tumbuh dan menyatu di dalam diri seseorang, sehingga dari sifat
itulah terpancar sikap tingkah laku perbuatan seseorang.
Abdullah Salim menyebutkan bahwa akhlak Islami adalah perangkat tata
nilai bersifat samawi dan azali, yang mewarnai cara berfikir, bersikap dan
bertindak seseorang Muslim terhadap dirinya, terhadap Allah dan Rasul-Nya,
serta terhadap alam lingkungannya. Samawi berarti akhlak ini seluruhnya
bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits, sedangkan Azali berarti bahwa akhlak
Islam tersebut bersifat tetap, tidak berubah walaupun tata nilai atau norma-
norma dalam kehidupan masyarakat berubah sesuai dengan perubahan masa dan
keadaan23.
Dalam kehidupan masyarakat tempat kita berinteraksi, sering kita
menemukan istilah-istilah yang berkaitan dengan perilaku manusia yaitu;
Akhlak, moral, karakter, budi pekerti, adab, etik, mental. Dilihat dari fungsi dan
perannya, hubungan dari beberapa istilah ini adalah sama, yaitu menentukan
hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan
baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya
keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tenteram sehingga
sejahtera bathiniah dan lahiriah. Adapun perbedaannya, adalah terletak pada
sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk serta terlihat
pula pada sifat dan kawasan pembahasannya.24
Di dalam TNI, karakter identik dengan “mental.” Mental adalah kondisi
jiwa yang terpantul dalam sikap dan prilaku seseorang terhadap berbagai situasi
yang dihadapi. Dengan demikian pembinaan mental TNI adalah segala usaha,
tindakan dan kegiatan untuk membentuk, memelihara serta meningkatkan dan
memantapkan kondisi jiwa anggota TNI berdasarkan Pancasila, Saptamarga,
Sumpah Prajurit, Delapan Wajib TNI, melalui pembinaan mental rohani,
pembinaan mental ideologi, pembinaan mental tradisi kejuangan dan Pembinaan
mental psikologi.25 Pembinaan mental ini diarahkan untuk menjadikan prajurit
sebagai insan hamba Tuhan yang bertakwa, sebagai warga Negara yang
nasionalis, sebagai prajurit Saptamargais yang militan dan sehat psikis.
Militer adalah angkatan bersenjata dari suatu negara dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan angkatan bersenjata yang terdiri atas prajurit atau
serdadu yang memiliki karakter. Militer juga sebuah organisasi yang diberi

22
M. Hasan, Tuntunan Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang ,1982), 10.
23
Abdullah Salim, Akhlak Islam Membina Rumah Tangga dan Masyarakat,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1985), 11. Untuk pembahasan lebih jauh mengenai pengertian
akhlak, lihat Abuddin Nata, “Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia,” (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2015), 1-3.
24
Lihat Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2015), Edisi Revisi, 81.
25
Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/760/XI/2012 tanggal 1 November 2012
tentang Buku Petunjuk Induk Pembinaan Mental TNI “Pinaka Baladika”, sub Lampiran A,
Jakarta: Mabes TNI, 2012.
9

otoritas oleh organisasi di atasnya (negara) untuk menggunakan kekuatan yang


mematikan untuk membela/mempertahankan negaranya dari ancaman aktual
ataupun hal-hal yang dianggap ancaman. Samuel P. Huntington menyebut
militer profesional, adalah gambaran militer yang memiliki spesifikasi keahlian
di bidang pertahanan, memiliki tanggung jawab sosial yaitu mengabdi kepada
negara atau dengan kata lain memperhatikan kepentingan nasional, dan
memiliki karakter korporasi sehingga melahirkan esprit de corps yang kuat.26
Menyoroti karakter TNI dikaitkan dengan pembinaan mental
(pembinaan karakter) yang selama ini dilakukan dalam setiap jenjang
pendidikan baik kepada Perwira, Bintara maupun Tamtama, sepertinya ada
sesuatu (karakter) yang hilang, berubah atau kurang proporsional dalam
penerapan pembinaan karakter pada institusi TNI terutama dalam menghadapi
perkembangan dan kemajuan zaman yang serba modern serta pengaruh
globalisasi dalam kehidupan setiap prajurit yang berdampak terhadap
munculnya berbagai kasus yang dilakukan oleh prajurit TNI pada setiap level
kepangkatan. Adapun pelanggaran “disiplin murni” maupun pelanggaran
“disiplin tidak murni” yang menonjol dilakukan prajurit TNI, sebagaimana hasil
evaluasi dari penegakkan hukum dan tata tertib terhadap personel TNI yang
dilakukan oleh Pusat Polisi Militer TNI (Puspom TNI) tahun 2014 - 2016,
adalah sebagai berikut: 27

Tabel 1. Pelanggaran Prajurit TNI

PERKARA TA 2014 TA 2015 TA 2016 KETERANGAN

Desersi 1.246 1.452 1.002 Turun

Asusila 159 234 259 Naik

Narkoba 179 350 366 Naik

Penganiayaan 149 171 101 Turun

Penipuan 67 62 79 Naik

Jumlah 1.800 2.269 1.807 Pelanggran Tinggi

26
Samuel P. Huntington, The Soldier and the State: The Theory and Politics Civil-
military Relations, (Cambridge: Harvard University Press , 1957).
27
Aspers Panglima TNI, Disampaikan pada Rakornis Bintal TNI, pada tanggal 20
Februari 2016, Cilangkap Mabes TNI.
10

Kasus lain yang juga menonjol akhir-akhir ini yang berulang kali terjadi
adalah bentrokan bersenjata antara TNI versus POLRI yang pada masa sebelum
reformasi tidak pernah kita temukan.
Dalam delapan tahun terakhir, konflik TNI vs POLRI makin sering
terjadi, bahkan sudah amat meresahkan masyarakat. Menurut Haris Azhar,
koordinator badan pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (Kontras), sepanjang tahun 2005 – 2012, telah terjadi 26 kali bentrok
antara pasukan TNI dengan anggota POLRI, yang menewaskan 11 orang dan 47
luka-luka. 28 Pada tahun berikutnya tahun 2014, menunjukkan insiden yang
semakin meningkat yakni mencapai Tujuh kali peristiwa, yang mengakibatkan 3
orang tewas dan 9 luka-luka. 29 Korban materil juga tidak sedikit, banyak
amunisi tajam yang terbang percuma, senjata hilang, motor dan mobil rusak
hingga pos-pos dan markas terbakar. Pimpinan TNI-POLRI pun telah
meresponnya dengan tindakan tegas berupa pencopotan para pejabat yang
memang seharusnya bertanggungjawab, penghukuman dan pemecatan anggota
yang terlibat, dan terakhir ada wacana untuk menyatukan kembali pendidikan
basis selama 3-4 bulan seperti masa lalu.
Data di bawah ini adalah kasus perkelahian/konflik antara anggota TNI
versus POLRI yang sangat menonjol dalam kurun waktu satu tahun yakni pada
tahun 2014 (pada tahun sebelumnya konflik ini juga sering terjadi, namun yang
dapat diungkapkan adalah kejadian yang masih hangat), sebagai berikut: 30

Tabel 2. Konflik antara TNI dengan POLRI

SATUAN TEMPAT
NO WAKTU KETERANGAN
TERLIBAT INSIDEN
2 TNI luka
Yon Armed Cipanas,
1. 7-8-2014 tembak,1 Brimob
Vs Brimob Cianjur
luka tembak.
4 TNI luka tembak
2. 21-9-2014 Agt TNI Vs POLRI Batam
3. 29-9-2014 Agt TNI Vs POLRI Ambon 1 POLRI tewas
Yonif 756/Wamena Lanny Jaya, 1 TNI luka tembak
4. Okt 2014
Vs Brimob Papua
Agt TNI Vs 1 POLRI luka-
5. Nov 2014 Yogyakarta
Brimob luka
19-11-2014 Yonif 134 Sakti Vs Kepri,
6. 1 TNI tewas
Brimob Batam.
20-11-2014 Agt TNI Vs Polda Sumut
7. 1 Brimob tewas
Brimob

28
Harian Rakyat Merdeka, selasa, 12 Maret 2013.
29
Tribun Nasional, Ind Police Watch (IPW), Minggu, 14 Desember 2014.
30
Liputan6.com, Jakarta, Senin, 15 Desember 2014.
11

Jumlah 3 Tewas, 9 luka.

Berbagai kalangan telah memberikan pandangan tentang faktor-faktor


penyebab terjadinya bentrokan di lapangan diantaranya; aktivitas LSM,
cenderung menunjuk bahwa faktor ekonomi yang menjadi pemicu bentrokan,
dalam hal ini konflik internal kedua kelompok itu lebih dimotivasi oleh rebutan
lahan bisnis illegal seperti judi, prostitusi dan penebangan kayu.Menurut Kiki
Syahnakri, terjadinya bentrokan karena dipengaruhi oleh banyak hal yang akar
masalahnya sangat rumit karena menyentuh masalah psikologis-kultural,
masalah regulasi, faktor sosial-kemasyarakatan dan faktor teknis terutama
menyangkut kepemimpinan.31
Menurut Sanford C.Bernstein, konflik merupakan suatu pertentangan,
perbedaan yang tidak dapat dicegah yang mempunyai potensi yang memberi
pengaruh positif dan negatif. 32 Robert M.Z. Lawang, menyebutkan bahwa
konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status, kekuasaan, dimana

31
Diantaranya yang sangat penting adalah: pertama, faktor psikologis-kultural. Pada
umumnya anggota TNI (Khususnya TNI-AD) belum terlepas dari perasaan superioritas masa
lalu sebagai saudara tua ketika POLRI masih tergabung dalam ABRI. Sebaliknya, di
kalangan POLRI tumbuh sikap operacting, eufhoria kewenangan, arogansi, sebagai akses
pemisahan dari ABRI serta diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian yang memberikan kewenangan amat luas dalam fungsi keamanan dalam negeri.
Selain itu adanya sikap kebanggaan korps yang berlebihan sehingga satu sama lain merasa
lebih hebat, masalah kecemburuan akibat jomplangnya kesejahteraan karena kalangan
POLRI memiliki kesempatan lebih luas mencari penghasilan tambahan seiring dimilikinya
kewenangan yang amat luas demikian pula disiplin, penegakan hukum, disiplin serta
keteladanan pimpinan pada kedua institusi amat lemah.
Kedua, masalah Regulasi. TAP MPR No VI dan VII tahun 2000 yang lahir di
tengah euphoria reformasi telah memisahkan secara “Mutlak-diametral” fungsi pertahanan-
keamanan (hankam) mengakibatkan tidak terpadunya penanganan masalah itu. Fungsi
keamanan mutlak diemban POLRI, fungsi pertahanan jadi ranah TNI dengan penekanan
hanya untuk menghadapi ancaman militer dari luar.Padahal, kenyataannya kedua fungsi
bersifat overlapping, masalah keamanan dapat berkembang eskalatif, terkadang tak bisa
diprediksi, sehingga secara cepat memasuki ranah pertahanan karena telah mengancam
kedaulatan, keselamatan bangsa dan keamanan Negara.
Ketiga, Faktor sosial. Institusi TNI-POLRI tidak hidup di ruang hampa, tetapi
sangat dipengaruhi perkembangan masyarakat, seperti meningkatnya konsumtivisme,
transaksionisme, anarkisme, serta tawuran yang sering terjadi di kalangan pelajar,
mahasiswa dan kelompok masyarakat.
Keempat, Faktor teknis, terutama menyangkut kepemimpinan.Tuntutan
kepemimpinan di tubuh TNI-POLRI harus mampu berperan sebagai komandan sekaligus
guru/pelatih, bapak/orang tua dan rekan sejawat. Efektifitas kepemimpinannya sangat
dipengaruhi kemampuan memainkan peran-peran tersebut, untuk itu diperlukan
kebersamaan, komunikasi, kepedulian dan kepekaan tinggi terhadap kondisi bawahan serta
keluarganya.
32
Bernstein, Pengertian, Teori, Faktor dan Akibat Konflik (1965)
jeckprodeswijaya.bolgspot.com 2013/11 Nov 12 (diakses 15 Mei 2015).
12

tujuan dari mereka yang berkonflik tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi
juga untuk menundukkan saingannya.33
TNI sebagai komponen utama pertahanan negara, sejak awal
kelahirannya telah memiliki sifat-sifat khas yang menjadi watak dan
karakternya. Perjuangan yang dilandasi semangat rela berkorban, tidak
mengenal menyerah dan tahan menderita serta keperwiraan telah membentuk
karakter prajurit yang memiliki jati diri sebagai Tentara Rakyat, Tentara
Pejuang, Tentara Nasional dan Tentara Profesional.34
Salah satu pendidikan karakter yang memiliki nilai-nilai kejuangan
yang patut diteladani dan diaktualisasikan oleh setiap prajurit TNI dalam
melaksanakan pengabdian kepada bangsa dan negara adalah nilai-nilai
kejuangan Panglima Besar Soedirman.35 Pada diri Panglima Besar Soedirman,
terpatri jiwa kejuangan dan nasionalisme yang tinggi. Ia telah menunjukkan
bukti keberanian, keteguhan dan kepercayaan yang tidak tergoyahkan kepada
tentara ( TNI), rakyat, bangsa dan negara. Ia adalah sosok prajurit yang taat dan
takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, jujur dalam pikiran dan perbuatan,
mencintai dan dicintai oleh anak buah, patuh dan taat kepada sumpah dan
janjinya kepada APRI, tanah air, bangsa dan negara Republik Indonesia yang
diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sebagai seorang Panglima Besar APRI, Panglima Besar Soedirman
telah memberikan contoh dan ketauladanan dalam sikap dan prilaku yang
senantiasa ingin dekat dengan anak buah. Dalam keadaan sakit parah, Pangsar
Soedirman tetap memimpin pertempuran, berada di tengah-tengah prajurit
dengan selalu mengobarkan semangat juang pantang menyerah. Pangsar
Soedirman berkata: “tempat saya yang terbaik adalah berada di tengah-tengah
anak buah. Saya akan meneruskan perjuangan met of zonder pemerintah TNI,
tentara akan berjuang terus, yang sakit adalah “Soedirman pribadi tetapi
Panglima Besar tidak pernah sakit”.36
Kutipan pesan tersebut menyiratkan bahwa tantangan yang dihadapi
TNI di masa akan datang lebih berat dan kompleks seiring dengan tuntutan
perkembangan zaman. TNI sebagai komponen utama pertahanan negara,37 tidak
terlepas dari dinamika situasi dan kondisi yang berkembang dewasa ini, baik

33
Robert M.Z. Lawang, Pengertian dan Teori Konflik Sosial,
bayuzamora.blokspot.com/2013/pengertian-konflik-dan-teori-sosial.html/ (diakses 15 Mei
2015).
34
Undang-Undang RI nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,
bab II, Jati Diri TNI, pasal 2.
35
Dinas Sejarah Angkatan Darat, “PETA dan Perannya sebagai Salah Satu Cikal
Bakal TNI”, (Bandung: Disjarahad, 2009), 190.
36
Mabes TNI, Kata-kata Mutiara Panglima Besar Jenderal Soedirman, (Jakarta:
Pusbintal ABRI, 1990), 254. Panglima Besar Soedirman dalam amanatnya (Yogyakarta, 1
Mei 1949), mengatakan: “Satu-satunya hak milik nasional Republik Indonesia yang masih
tetap utuh dan tidak berubah-ubah, meskipun harus menghadapi segala macam soal dan
perubahan adalah hanya APRI/TNI”.
37
Undang-Undang RI nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Bab I,
Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 5.
13

dalam kapasitasnya sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan


satuan.
Hakikat TNI adalah himpunan prajurit pejuang yang diperlengkapi
dengan alat persenjataan dan disiapkan untuk mengawaki alat utama sistem
persenjataan tersebut. Sistem persenjataan yang modern dan canggih memang
penting dan dibutuhkan untuk mengimbangi negara-negara adikuasa, tetapi
semua itu harus diimbangi dengan semakin mantapnya karakter prajurit TNI
yang memiliki jiwa (budi pekerti yang luhur), disiplin, dedikasi, loyalitas serta
semangat kejuangan (militansi) yang tinggi.38
Dalam situasi dan kondisi apapun militansi prajurit harus tetap lekat
terpatri dalam diri prajurit TNI, karena dengan militansi itulah maka tugas
seberat apapun akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Bagi Prajurit TNI
tugas adalah suatu kehormatan sehingga setiap prajurit dalam melaksanakan
tugas berjuang secara total, tidak kenal menyerah, relah berkorban, tahan
menderita serta berpegang teguh pada Saptamarga, Sumpah Prajurit dan
Delapan Wajib TNI.39
Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2004 telah
mengamanatkan pada pasal-pasalnya tentang peran, fungsi dan tugas pokok
TNI, pada intinya; TNI sebagai komponen utama pertahanan negara,
mempunyai tugas pokok melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia dari segala bentuk ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa
dan negara.40 Untuk itu setiap prajurit TNI dituntut untuk memiliki karakter
yang kuat, terukur dan mampu menjungjung tinggi “Saptamarga”, memegang
teguh “Sumpah Prajurit” dan mengamalkan “Delapan Wajib TNI” dimanapun
berada dan bertugas.
Peningkatan peran, dalam pelaksanaan fungsi dan tugas pokok TNI
akan dapat dilakukan dengan baik apabila didukung dengan kemantapan
karakter41 setiap prajurit TNI sebagai insan Prajurit Saptamarga.42 Karakter
adalah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari orang lain.43 Hal yang serupa dengan itu adalah

38
Mabes TNI, Implementasi Paradigma Baru TNI dalam Berbagai Keadaan
Mutakhir , (Jakarta: Puspen TNI, 2001), 5.
39
Dinas Sejarah Angkatan Darat, “PETA dan Perannya sebagai Salah Satu Cikal
Bakal TNI”, (Bandung: Disjarahad, 2009), 192.
40
Undang-Undang RI nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia, bab IV, Peran, Fungsi dan Tugas TNI, pasal 5,6 dan 7
41
Gordon W. Allport menggambarkan karakter sebagai personality evaluated atau
kepribadian yang dinilai baik buruknya. Dengan kata lain, “prilaku seseorang menunjukkan
karakternya”.
42
Tentara Nasional Indonesia, Sapta Marga, www.tni.mil.id/pages-5-
saptamarga.html. Insan prajurit Saptamarga yaitu Prajurit yang senantiasa melaksanakan
pedoman hidup keprajuritan (Sebagai pembela ideologi negara, sebagai patriot,
Ksatria,berdisiplin, Bhayangkari negara dan menjunjung tinggi sendi-sendi kehormatan
prajurit.
43
Doel Hamid, Jurnal Pendidikan Vokasi,Vol 3, Nomor 2, Juni 2013 (diakses
tanggal 6 April 2015).
14

jati diri, meliputi; jiwa, identitas, ciri-ciri, keadaan khusus seseorang, jiwa,
semangat dan spiritualitas. Sejatinya, karakter prajurit TNI adalah jati diri
prajurit itu sendiri, sebagaimana jati diri prajurit TNI yang dijelaskan di dalam
Pasal 2 UU RI No 34 Tahun 2004.44
Dengan jati dirinya yang demikian, karakter prajurit TNI diharapkan
akan menjadi prajurit Saptamarga seperti yang dituangkan dalam ketujuh
marganya. Bila dicermati lebih mendalam, marga pertama sampai dengan marga
ketiga dalam Saptamarga, secara tegas menuntun prajurit TNI untuk menjadi
Tentara Rakyat, Tentara Pejuang dan Tentara Nasional. Marga ke empat sampai
ketujuh menuntun prajurit untuk menjadi Tentara Profesional.
Agar lebih jelas dalam pembahasan berikutnya, berkaitan dengan upaya
memantapkan karakter prajurit Saptamarga, sesuai dengan ancaman potensial
maupun manivest yang dihadapi, memahami kondisi karakter prajurit TNI saat
ini lebih difokuskan pada karakter Tentara Rakyat, Tentara Pejuang dan Tentara
Nasional. Walaupun juga diakui bahwa karakter prajurit Saptamarga saat ini
masih menyimpan berbagai kelemahan dan kekurangan pada karakter
profesionalitasnya, namun kelemahan dan kekurangannya pada karakter Tentara
Rakyat, Tentara Pejuang dan Tentara Nasional perlu mendapat sorotan yang
lebih tajam sehubungan dengan ancaman disintegrasi bangsa yang potensial
dihadapi bangsa Indonesia.
Panglima TNI dalam Rapat Pimpinan TNI tahun 2016 di Markas Besar
TNI Cilangkap, Jakarta, dengan tema “Meningkatkan Loyalitas, Moralitas dan
Integritas sebagai Landasan Mewujudkan TNI yang Kuat, Hebat, Profesional
dan Dicintai Rakyat”, menyampaikan arah kebijakannya yakni pada bidang
personel yang berkaitan dengan pendidikan karakter dilakukan dengan
“meningkatkan perawatan personel melalui pembinaan mental, pemenuhan hak-
hak prajurit sesuai strata kepangkatan, kesehatan, perumahan dan pendidikan”.45
Berdasarkan Kebijakan Panglima TNI di atas, maka pendidikan karakter
TNI perlu diadakan modernisasi, dengan demikian penulis merasa penting untuk
melakukan penelitian dan kajian lebih mendalam terhadap pendidikan karakter
TNI yang selama ini dilakukan, baik dari segi konsep maupun dari aspek
implementasinya di lapangan agar kondisi karakter Prajurit TNI tetap terpelihara
(tangguh), dengan demikian akan mengurangi pelanggaran prajurit TNI bahkan

44
Markas Besar TNI, “Himpunan Peraturan Perundang - Undangan bagi Prajurit
TNI”, (Jakarta: Babinkum TNI, jilid IV, 2005), 441. Disebutkan tentang jati diri Prajurit
adalah: 1) Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara
Indonesia; 2) Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan
tugasnya; 3) Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi
kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama; 4) Tentara
Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik
praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik
negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan
hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
45
Disampaikan Panglima TNI pada Rapat Pimpinan TNI pada tanggal 16
Desember 2015, di Gedung Gatot Soebroto Denma Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur.
15

diharapkan tidak terjadi pelanggaran prajurit TNI, baik sebagai individu


(prajurit secara perorangan) maupun dalam bentuk kelompok (prajurit dalam
satuan).
B. Permasalahan.
1. Identifikasi Masalah.
Kajian yang berjudul “Pendidikan Karakter TNI dalam Menghadapi
Tantangan Globalisasi” (Studi Kasus Pusat Pembinaan Mental TNI),
memunculkan berbagai kemungkinan perbedaan dalam mengidentifikasi
masalah disebabkan karena cara meninjaunya bervariatif. Dari perspektif
TNI misalnya bagaimana TNI memahami karakter dan bagaimana teori dan
teknik yang digunakan TNI dalam pendidikan karakter bagi Prajurit di
satuan-satuan tugasnya. Dengan demikian akan diketahui ciri khas
pendidikan karakter di dalam TNI dibandingkan dengan pendidikan karakter
pada umumnya. Dalam penulisan ini identifikasi masalah lebih cenderung
pada:
a. Karakter prajurit TNI saat ini mengalami penurunan, ditandai dengan
maraknya pelanggaran prajurit baik pelanggaran disiplin murni maupun
disiplin tidak murni.
b. Program pendidikan karakter prajurit TNI mengalami kesulitan
menghadapi perubahan zaman yang semakin cepat.
c. Implementasi Pendidikan karakter TNI belum terlaksana secara
Integratif dan komprehensif.
d. Menemukan akar masalah terjadinya pelanggaran prajurit di satuan
untuk penyelesaian secara obyektif.
2. Perumusan Masalah.
Berdasarkan pada identifikasi masalah di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana konsep pendidikan karakter TNI dalam menghadapi
tantangan globalisasi? Merujuk pada rumusan masalah ini, maka dapat
dibuat beberapa pertanyaan untuk menggali permasalahan di atas, sebagai
berikut:
a. Bagaimana program dan implementasi pendidikan karakter TNI ?
b. Bagaimana pengaruh pendidikan karakter TNI terhadap perilaku
prajurit di satuan TNI.
c. Bagaimana problematika pendidikan karakter pada Pusat Pembinaan
Mental TNI?
3. Pembatasan Masalah.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka penulis


membatasi masalah agar tidak terlalu luas dan menyimpang dalam
pembahasannya. Yang menjadi batasan masalah penelitian ini adalah kajian
Pendidikan karakter pada Pusat Pembinaan Mental TNI, baik dari konsep
pendidikan karakternya maupun implementasi karakter prajurit di satuan
tugas setelah reformasi. Dalam diskursus ini, menggunakan teori
16

modernisasi Harun Nasution dan globalisasi ditinjau dari aspek moral dan
budaya, dengan demikian dapat ditemukan akar permasalahannya
selanjutnya diselesaikan secara efektif dan obyektif.
C. Tujuan Penelitian.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam
tentang program pendidikan karakter TNI, dengan tujuan penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Menganalisis program pendidikan karakter pada Pusat Pembinaan Mental
TNI.
2. Menganalisis implementasi pendidikan karakter TNI.
3. Menganalisis problematika pendidikan karakter TNI dalam Menghadapi
Tantangan Globalisasi.
D. Signifikansi Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan semakin memperkuat argumentasi
tentang urgensi pendidikan karakter bagi prajurit TNI baik dalam
pelaksanaan tugas maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, yang dilakukan secara integratif pada pengelolah pendidikan
karakter TNI. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan teoritik
dalam mengembangkan pendidikan integratif pada pendidikan dan bidang-
bidang studi yang lain.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat memberikan pedoman yang rinci kepada
pengajar/pendidik dalam menyusun dan melaksanakan program
pendidikan/pembelajaran karakter pada lembaga pendidikan. Selain itu,
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan program
pendidikan karakter dan kebijakan bagi pengambil keputusan.
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan.
Kajian tentang pendidikan karakter telah banyak dilakukan oleh pakar
pendidikan. Dapat dikatakan bahwa mayoritas pembahasan tentang ilmu
pendidikan di dalamnya mencakup pembahasan tentang pendidikan karakter.
Hanya saja pembahasan yang dilakukan oleh para pakar pendidikan tersebut
masih bersifat umum, dan pembahasannya pun merupakan sub bab dalam
pembahasan ilmu pendidikan. Kajian yang komprehensif tentang pendidikan
karakter, khususnya pendidikan karakter bagi Prajurit TNI sangat minim
dilakukan oleh pakar pendidikan.
Beberapa penelitian atau kajian yang terdahulu yang masih relevan dan
dapat mendukung tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Mohamad Kemalsyah yang berjudul “Sikap Keberagamaan
Prajurit: Studi terhadap Prajurit Muslim TNI AU dalam Melaksanakan
17

Sistem di Mabes TNI AU. 46 Penelitian ini mencoba mengungkapkan


pengamalan ajaran Islam dalam institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI),
khususnya TNI-AU dan mengetahui pola keberagamaan Prajurit Muslim
TNI-AU secara lebih dekat. Penelitian ini tidak mengkaji karakter prajurit
secara umum dan masalah-masalah yang terjadi di satuan. Kemalsyah
menggunakan jenis penelitian kualitatif untuk menjelaskan sikap
keberagamaan Prajurit. Jenis penelitian yang digunakan, menurut penulis
sudah tepat, akan tetapi kelemahannya adalah pada pendekatan yang
digunakan. Peneliti tidak menyebutkan pendekatan apa yang digunakan.
Oleh karena itu, semestinya cukup banyak pendekatan yang bisa digunakan
oleh peneliti yang berkaitan dengan judul penelitian ini, misalnya :
Pendekatan sosiologi, historis, dan lain-lain. Pendekatan sosiologis dapat
digunakan oleh peneliti dalam menjelaskan fakta yang sesungguhnya terjadi
di lapangan mengenai sikap keberagamaan Prajurit TNI AU di hadapkan
dengan Sistem yang berlaku di Mabes TNI AU. Pendekatan Historis juga
bisa digunakan untuk mengkaji sejarah perkembangan satuan dan dinamika
perilaku (sikap) keberagamaan Prajurit TNI dihadapkan dengan
perkembangan sistem yang berlaku di Mabes TNI-AU.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ma’sum Amin dalam disertasinya berjudul
“Evaluasi Program Pendidikan Integratif Taruna Akademi TNI di
Magelang. 47 Dalam penelitiannya, Ma’sum Amin ingin mengetahui
seberapa jauh keefektifan pelaksanaan program dan hasil yang dicapai pada
pendidikan integratif Taruna Akademi TNI di Magelang. Dalam
penelitiannya diperoleh hasil bahwa pendidikan integrative manfaatnya
sangat besar untuk menjaga soliditas jangka panjang. Integrasi soliditas dan
kesatuan komando bagi TNI sangat vital dalam pelaksanaan tugas.
Pendidikan integrative merupakan pendidikan peralihan kultur kehidupan
karena para calon prajurit Taruna diarahkan untuk memasuki kultur
kehidupan baru yang berbeda dengan kehidupan yang dialami sebelumnya
yaitu dari kultur kehidupan sipil dan selanjutnya dibentuk dan diarahkan
pada karakter kehidupan militer. Dalam penelitiannya tidak mengkaji
tentang karakter militer namun hanya membahas tentang kurikulum
pendidikan bagi Taruna TNI. Jenis penelitian yang digunakan Ma’sum
Amin adalah penelitian evaluasi kualitatif,dengan metode CIPP(Contect,
Input, Process dan Product). 48 Pendekatan dan metode yang digunakan
dalam penelitian ini tidak tepat, karena menggunakan pendekatan “deskriftif
kualitatif” padahal pendekatan deskriptif kualitatif bukan suatu pendekatan
penelitian akan tetapi merupakan suatu metode dalam penelitian.

46
Muhamad Kemalsyah, Sikap Keberagamaan Prajurit TNI : Studi terhadap Prajurit
Muslim TNI AU dalam Melaksanakan Sistem di Mabes TNI AU. Disertasi pada UIN
Jakarta, 2008.
47
Ma’sum Amin, Evaluasi Program Pendidikan Integratif Taruna Akademi TNI di
Magelang. Disertasi pada UNJ Jakarta, 2015.
48
Daniel L. Stufflebeam, Systematic Evaluation a Self Instructional guide to Theory
and Practice Illuwer, (USA: Highoff Publising, 1980),156.
18

Sebaliknya, metode yang digunakan adalah metode CIPP, ini bukan


metode melainkan suatu evaluasi model.49
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Yani Basuki dalam disertasinya
(sudah dibukukan) berjudul “Reformasi TNI : Pola, Profesionalitas dan
Refungsionalisasi Militer dalam Masyarakat”. 50 Dalam penelitiannya,
Ahmad Yani ingin mengetahui bagaimana pandangan internal dan eksternal
TNI tentang paradigma baru dan implementasi reformasi internal TNI yang
telah berlangsung sejak tahun 1998 s/d 2007 serta bagaimana pola dan
profesionalitas reformasi TNI sebagai sebuah kasus mundurnya militer dari
politik .Ahmad Yani Basuki berpendapat bahwa reformasi TNI sebagai
sebuah proses mundurnya militer dari politik yang berlangsung di tengah
perubahan konfigurasi masyarakat global maupun nasional. Reformasi TNI
tidak berlangsung di ruang hampa (invacuum social system), tetapi
reformasi TNI bahkan berlangsung di tengah masyarakat yang sedang
dalam euporia reformasi. Peneliti tidak membahas tentang karakter TNI dan
tidak menyebutkan pendekatan apa yang digunakan, padahal beberapa
pemikiran filosofis disebutkan seperti Kant dan Weber.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Utami Iskanti (2013), dengan judul “Pengaruh
Karakter Kemiliteran Jepang terhadap Giyugun di Sumatra Tahun 1942-
1945 dan dampaknya terhadap Pembentukan BKR/TKR”, 51 dalam
penelitiannya Utami tidak menjelaskan tentang bagaimana pendidikan
karakter dibentuk oleh Tentara Jepang kepada TKR/BKR namun hanya
mengungkapkan bahwa selama ini banyak orang beranggapan bahwa ketika
masa penjajahan Jepang, Indonesia hanya mengalami kesengsaraan sebagai
Negara yang dijajah, padahal Jepang telah memberikan warisan karakter
kemiliteran yang dapat dimanfaatkan oleh militer Indonesia dan lahirnya
tentara kebangsaan yang kokoh pada masa kemerdekaan Indonesia.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Fajar Adi Nugroho tentang “Gambaran
Kekuatan Karakter pada Kadet Akademi Angkatan Laut”, 52 dalam
penelitiannya, Fajar mengemukakan bahwa doktrin militer sangat kental
dengan penumbuhan nilai-nilai, karakteristik dan kebajikan bagi
personelnya. Kekuatan karakter mempunyai sifat-sifat positif pada individu
yang direfleksikan dalam fikiran, perasaan dan prilaku yang dapat diarahkan
untu mencapai kesejahteraan pribadi dan berkontribusi terhadap tempat
kerja dan lingkungan sekitarnya. Penelitian ini belum mengungkapkan
bagaimana pola pendidikan karakter yang dilakukan di Akademi TNI
Angkatan Laut.

49
Daniel L. Stufflebeam,Systematic Evaluation a Self Instructional guide to Theory
and Practice Illuwer, (USA: Highoff Publising, 1980),156.
50
Ahmad Yani Basuki, Reformasi TNI : Pola, Profesionalitas dan
Refungsionalisasi Militer dalam Masyarakat (Jakarta:PPSN, 2013),8.
51
Jurnal.upi.edu. S SEJ-0800959-ch…(diakses pada tanggal 5 Juli 2015)
52
http://jurnal.unair.ac.id, (diakses pada tanggal 9 Juli 2015)
19

6. E. Dewi Yuliana dalam penelitiannya (2010), berjudul “Pentingnya


Pendidikan Karakter Bangsa guna Merevitalisasi Ketahanan Bangsa”, 53
Dewi berpendapat bahwa penataan kembali pendidikan karakter bangsa
diperlukan tidak hanya karena infrastruktur kebangsaan, kenegaraan, dan
kemasyarakatan yang rawan krisis, melainkan juga karena dinamika
perubahan tatanan dunia dengan semakin menguatnya arus globalisasi (arus
orang, modal, barang, jasa, informasi, gaya hidup, nilai-nilai, budaya, lintas
batas negara). Globalisasi, otonomi daerah, ketersediaan sumberdaya alam
secara terbatas, degradasi lingkungan, degradasi moral dan intelektual serta
potensi konflik antar kelompok (ras, suku, agama) telah menciptakan
berbagai krisis multi dimensi dalam konteks yang kompleks.Berbagai krisis
multi dimensi yang dihadapi bangsa Indonesia perlu dipandang sebagai
tantangan untuk melakukan tatanan kembali terhadap pendidikan karakter
bangsa menuju ke arah yang lebih baik, yaitu peradaban yang mampu
membawa kehidupan bangsa kearah yang semakin berkualitas dan
bermakna. Penelitian ini tidak mengupas secara mendalam tentang karakter
bagaimana pendidikan karakter karakter itu dilakukan.
7. Erma Pawitasari, dalam penelitiannya yang berjudul “Pendidikan Karakter
Bangsa dalam Perspektif Islam”: Studi Kritis terhadap Konsep Pendidikan
Karakter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 54 Penelitian ini
menyampaikan sejumlah kejanggalan terhadap konsep pendidikan karakter.
Pendidikan di Indonesia, menurutnya tidak konsisten sejak dalam tataran
konsep. Sebagai contoh, penggunaan istilah “akhlak mulia” sebagai sebuah
konsep digunakan pada UUD 1945 dan UU Sisdiknas, akan tetapi dalam
tataran operasional tiba-tiba diganti menjadi istilah “karakter” yang tidak
jelas. Kebijakan pendidikan di Indonesia tidak jelas, padahal UUD sudah
menyebutkan konsep “akhlak mulia”. Seharusnya sejak dulu bangsa
Indonesia sudah mempunya rumusan baku tentang akhlak mulia dan
seharusnya pula bangsa ini sudah memiliki karakter “akhlak mulia”.
8. Jalaludin (2013), dalam penelitiannya berjudul “Membangun SDM Bangsa
Melalui Pendidikan Karakter” 55 mengatakan bahwa, Bangsa Indonesia
dewasa ini tengah mengalami semacam split personality, sejumlah pristiwa
yang mengarah pada dekadensi moral menunjukkan bahwa bangsa ini telah
hampir kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang dikenal beradab dan
bermartabat. Sementara tradisi pendidikan tampak belum matang untuk
memilih pendidikan karakter sebagai kinerja budaya dan religius dalam
kehidupan masyarakat. Di tengah kondisi tersebut, pendidikan holistik
berbasis karakter yang menekankan pada dimensi etis-religius menjadi
relevan diterapkan. Pendidikan holistik merupakan filosofi pendidikan yang
berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya pendidikan individu dapat

53
http://jurnal udayana mengabdi vol 9. No. 2 id.portal garuda.org (diakses pada
tanggal 9 Juli 2015.
54
Suara-islam.com>mobile>detail>… (diakses pada tanggal 10 juli 2015)
55
Jurnal.upi.edu.vol 13 no. 2 (diakses pada tanggal 10 Juli 2015).
20

menemukan identitas, makna, dan nilai-nilai spiritual. Pendidikan moral ini


dapat membentuk generasi bangsa yang memiliki karakter yang mengakar
pada budaya dan nilai-nilai religius bangsa, sebagaimana negeri Cina yang
mampu melahirkan generasi handal justru dengan mengedepankan karakter
dan tradisi bangsanya. Jalaludin menyoroti potret pendidikan saat ini yang
dianggap belum matang dengan menawarkan solusi alternative yaitu suatu
model pendidikan yang disebutnya pendidikan holistik berbasis karakter.
9. Endang Mulyatiningsih dalam penelitiannya berjudul “Analisis Model-
Model Pendidikan Karakter untuk Pembentukan Karakter pada usia anak-
anak, Usia Remaja dan Usia Dewasa”,56 dalam penelitian ini diungkapkan
bahwa model pendidikan kerakter antara anak-anak, remaja dan orang
dewasa berbeda penerapannya. Pada usia anak-anak, model yang dilakukan
antara lain melalui kegiatan bercerita, bermain peran dan kantin kejujuran.
Untuk pembentukan karakter pada usia remaja model pembentukan karakter
dengan mengintegrasikan dalam peraturan sekolah, pembelajaran dan
kegiatan ekstrakurikuler, sedangkan untuk pemantapan karakter pada usia
dewasa dilakukan dengan strategi penyadaran dan evaluasi diri melalui
forum seminar, menulis karya ilmiah dan diskusi. Disimpulkan bahwa
model pendidikan karakter yang efektif dibangun dari iklim sekolah yang
kondusif untuk berkembangnya karakter positif.
F. Metodologi Penelitian.
Konsentrasi penelitian ini adalah bidang pendidikan karakter yang
menggunakan metode kualitatif 57 dengan studi kepustakaan (library research)
dan studi lapangan. Metode kualitatif digunakan untuk memperoleh pemahaman
mendalam tentang indikator dari beberapa jawaban, khususnya yang berkaitan
dengan pendidikan karakter TNI, yang digali dari kasus-kasus induktif,
fokusnya adalah situasi atau personel tertentu, dan penekanannya pada makna
yang ditafsirkan berdasarkan ungkapan-ungkapan dari pemberi informasi. Studi
kepustakaan dilakukan dengan cara mengoleksi dan menganalisa data dari
sumber-sumber data primer dan sekunder.
1. Obyek Penelitian.
Yang menjadi obyek penelitian ini adalah Pusat Pembinaan Mental
Tentara Nasional Indonesia (Pusbintal TNI) sebagai salah satu unit
organisasi dari Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) yang
beralamat di Kelurahan Cilangkap Kecamatan Cipayung kota Jakarta
Timur.
Pusbintal TNI adalah suatu lembaga TNI yang bertugas membina
karakter (mental) prajurit TNI mencakup; TNI AD, TNI AL dan TNI AU
beserta keluarga besar TNI (KBT) dengan memberikan pelayanan berupa

56
www.academia.edu/4173>-analisis-modemobile-friendly...(diakses pada tanggal
10 Juli 2015).
57
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung:
Alfabeta, 2011), cetakan 13, 205.
21

pembinaan mental dan pelayanan keagamaan. 58 Dengan demikian sasaran


penelitian ini (obyek) adalah pelaksanaan pembinaan karakter (mental) pada
Pusbintal TNI terhadap prajurit di satuan-satuan TNI, baik prajurit yang
berada di wilayah/daerah basis (daerah aman), daerah rawan kerusuhan
maupun prajurit yang berada di wilayah perbatasan secara integratif yaitu:
perwakilan TNI Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) maupun
Angkatan Udara (AU).
2. Sumber Data.
Adapun sumber data utama (primer) dalam penelitian ini adalah
data-data yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) melalui
wawancara kepada para Perwira Menengah Pusbintal TNI, observasi prilaku
prajurit di satuan TNI, dokumen-dokumen penting (Saptamarga, Sumpah
Prajurit, Delapan Wajib TNI), nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa dan
nilai-nilai perjuangan TNI. Sedangkan data sekunder diperoleh dari bahan-
bahan pustaka yang relevan dengan pendidikan karakter yang tersebar di
banyak literatur, buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan, artikel-
artikel autoritatif yang ditulis oleh ahlinya, untuk memperkuat analisis
empiris dalam menjawab permasalahan penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data.
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam
terhadap situasi yang diteliti, maka teknik pengumpulan data yang
digunakan selain bersifat triangulasi, yaitu mengunakan berbagai teknik
pengumpulan data secara gabungan/simultan, juga data dikumpulkan
dengan melakukan penelusuran kepustakaan, dokumentasi, participant
observation, dan melakukan in depth interview atau wawancara mendalam.
Peneliti akan membuat pertanyaan-pertanyaan dan wawancara untuk
menggali data dan memperoleh informasi secara mendalam pada suatu
“social situation” yaitu situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu;
tempat (place), actors (pelaku) dan activity (aktivitas) yang berlaku secara
sinergis pada objek yang diteliti, dengan demikian istilah populasi dalam
penelitian ini disebut “situasi sosial”, dan sampel dalam penelitian ini
disebut sebagai “informan, partisipan”.59
Dalam penelitian ini, sebagai informan (sumber data) adalah para
Perwira Pembina Mental yang berpangkat Pamen (Perwira Menengah) yang
berada di Pusat Pembinaan Mental TNI (Pusbintal TNI) dan partisipan
adalah prajurit-prajurit yang berada di satuan TNI yang diharapkan mampu
memberikan informasi, keterangan-keterangan secara luas tentang data-data
mengenai program, pelaksanaan, dan hasil capaian dari pendidikan karakter
dalam TNI saat ini. Penentuan sumber data (informan) dilakukan mulai
memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung dengan cara peneliti

58
Undang-Undang RI nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,
bab VII, pasal 50, 23.
59
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2011), cet. 13, 215-216.
22

memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data atau


informasi yang diperlukan (purposive), selanjutnya berdasarkan data atau
informasi yang diperoleh dari sumber data sebelumnya, peneliti dapat
menetapkan sumber data yang lain yang dipertimbangkan akan memberikan
data yang lebih lengkap sampai tidak ada lagi tambahan informasi/data yang
baru.
Dengan teknik ini, setiap keping informasi akan diperlakukan dan
dinilai sama untuk kemudian diklarifikasi, diuji dan diperbandingkan satu
sama lain. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada
natural setting (kondisi yang alamiah), data yang diperoleh lebih banyak
berupa deskriptif kualitatif, catatan-catatan lapangan, ucapan dan tindakan
informan, serta dokumen pribadi dengan menggunakan teknik pengumpulan
data yaitu; triangulasi, observasi berperan serta (participant observation),
wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi. 60 Adapun
teknik dan prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: Langkah pertama adalah melakukan pengumpulan data yang dilakukan
dengan teknik wawancara, pengamatan atau observasi, pengumpulan
dokumentasi, pengumpulan data sekunder, dan penelitian kepustakaan.
Langkah kedua, yaitu kategorisasi atau pengelompokan data yang dilakukan
bersamaan dengan reduksi data. Langkah ketiga, adalah melakukan analisis
data. Dalam penelitian kualitatif ada beberapa teknik yang dapat dirujuk,
beberapa alternatif teknik pengumpulan data penelitian kualitatif yang dipilih
disesuaikan dengan masalah yang akan diteliti.61
4. Teknik Analisa Data.
Teknik analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan
fakta-fakta yang ditemukan di lapangan yang kemudian dikonstruksikan
mejadi hipetesis atau teori. Reduksi data dilakukan dengan cara seleksi data,
meringkas data dan menggolangkannya dalam pola yang lebih luas.
Kegiatan analisis data dilakukan secara simultan sepanjang periode
penelitian. Langkah-langkah analisis yang dilakukan dalam upaya untuk
memahami dan menginterpretasikan data yang diperoleh yang mencakup
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:62
a. Analisis temuan secara terus menerus di lapangan, khususnya dalam
masalah yang diteliti dan juga dalam keseluruhan fenomena yang
berkaitan dengan pertanyaan penelitian, dengan tujuan untuk
mendapatkan tema-tema besar dan untuk mengembangkan konsep-
konsep.

60
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2009), 142.
61
Tohirin, Metode Pendidikan Kualitatif dalam pendekatan dan Bimbingan
Konseling, (Jakarta: RajaGrapindo, 2012), 19.
62
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode penelitian Pendidikan, (Bandung: Rosda
Karya, 2011), cet ketujuh, 99. Lihat pula Durri Andriani,dkk, Metode Penelitian, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2011), cet Kedua, 621.
23

b. Pengelompokkan dan pengorganisasian data, sesegera mungkin setelah


data diperoleh sehingga dapat membantu peneliti dalam memahami pola
permasalahan dan tema fenomena yang diteliti.
c. Membuat catatan yang sistematis dan membaca literatur mengenai
penelitian-penelitian lain tentang masalah yang relevan untuk
memperoleh kerangka pemikiran yang sesuai dengan temuan-temuan di
lapangan.
d. Mengevaluasi setiap langkah-langkah yang dilakukan untuk
menghindari kesalahan atau menajamkan fokus penelitian yang sedang
dilakukan secara terus-menerus.
e. menganalisis data dengan menggunakan triangulasi data dari hasil
wawancara, angket dan observasi serta studi pustaka selanjutnya
dipertemukan, dihadap-hadapkan sehingga diperoleh informasi yang
lengkap, utuh dan valid.
5. Pendekatan.
Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan, yakni pendekatan
pendidikan Islam, historis, dan sosiologis.
Pendekatan pendidikan Islam dipilih, karena salah satu cara untuk
menerapkan karakter mulia kepada manusia (termasuk prajurit TNI) adalah
sangat berkaitan erat dengan pendidikan. Pendidikan sebagai suatu sistem
adalah karya manusia yang terdiri dari komponen-komponen yang
mmpunyai hubungan fungsional dalam rangka membantu terjadinya proses
transformasi atau perubahan tingkah laku manusia. Oleh karena itu,
melalui pendekatan kependidikan Islam misalnya, dapat digunakan untuk
melihat nilai-nilai Islami yang ditransformasikan ke dalam pendidikan
karakter TNI, ataupun dalam menerapkan Peraturan Disiplin yang berlaku
di lingkungan Militer.63
Pendekatan sosiologis dapat digunakan oleh penulis dalam
menjelaskan fakta yang sesungguhnya terjadi di lapangan mengenai
karakter TNI, ketika berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan
sekitarnya, untuk mengetahui apakah karakter TNI sangat mudah
dipengaruhi oleh masyarakat atau sebaliknya.
Pendekatan Historis digunakan karena melalui pendekatan ini
seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris
dan mendunia.64 Pendekatan historis ini amat dibutuhkan dalam memahami
karakter TNI untuk mengkaji sejarah perkembangan suatu institusi,
perkembangan satuan dan dinamika karakter TNI dari masa ke masa, sikap
dan perilaku Prajurit TNI dihadapkan dengan perkembangan zaman sesuai
sosio-kultural masyarakat Indonesia, dengan demikian akan menimbulkan
pemahaman yang lebih komprehensif mengenai persoalan yang diteliti.
6. Alur Pikir.

63
Mabes TNI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan bagi Prajurit TNI,
(Jakarta: Sekretariat Umum, 2000),75.
64
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: RajaGrafindo, 2014, 47.
24

Dalam penulisan disertasi ini, untuk memudahkan memahami


isinya, maka akan dituangkan langkah-langkah pembahasan secara
sistematis melalui kerangka berpikir sebagai berikut:
a. Globalisasi dan problematikanya.
Mengawali penulisan disertasi ini adalah dipandang penting
untuk mengungkapkan tentang globalisasi, karena di dalam hubungan
kehidupan manusia yakni antar manusia yang satu dengan lainnya
sebagai makhluk sosial, tidak terlepas dari adanya saling
ketergantungan. Seiring dengan perkembangan manusia baik sebagai
pribadi maupun sebagai makhluk sosial selalu mengarah kepada
pencapaian keinginan atau meraih cita-cita yang setiap saat mengalami
perubahan-perubahan sejalan dengan perkembangan zaman. Kondisi
inilah yang menyebabkan manusia pada umumnya dan TNI khususnya
tidak terlepas dari pengaruh globalisasi baik secara langsung maupun
tidak langsung.
b. Pengaruh globalisasi terhadap karakter TNI.
Setelah mengungkapkan tentang globalisasi dan
problematikanya, selanjutnya membahas tentang pengaruh globalisasi
terhadap karakter prajurit TNI. Pengaruh globalisasi terhadap karakter
TNI tentunya tidak semuanya membawa dampak negatif tetapi banyak
pula dampak positif yang ditimbulkan. Dengan demikian, dampak
positif hendaknya dijadikan peluang untuk dimanfaatkan dalam meraih
kemajuan yang gemilang sementara dampak negatif diminimalisir agar
tidak menjadi kendala dalam kemajuan peradaban manusia termasuk
pendidikan karakter TNI.
c. Pendidikan karakter di lingkungan TNI.
Pendidikan karakter di lingkungan TNI perlu dikemukakan
karena di dalam pendidikan karakter TNI yang selama ini dilakukan,
tentunya memiliki keistimewaan-keistimewaan yang menjadikan TNI
dikenal sebagai salah satu lembaga yang memiliki karakter disiplin
tinggi, loyalitas yang kuat serta semangat juang yang pantang
menyerah. Namun pada sisi lain, pendidikan karakter TNI juga
memiliki kelemahan-kelemahan yang berdampak pada rendahnya
karakter prajurit TNI saat ini.
d. Perlunya modernisasi pendidikan karakter TNI.
Hal-hal yang meyebabkan perlunya modernisasi pendidikan
karakter TNI adalah dengan adanya pelanggaran-pelanggaran prajurit
yang muncul di permukaan seperti terjadinya kasus perkelahian TNI vs
POLRI65 dan kasus lainnya66 sebagaimana telah diungkapkan pada awal
tulisan ini. Kejadian yang menonjol dan meresahkan masyarakat
tersebut disebabkan oleh pengaruh perkembangan zaman yang begitu

65
Kasus pelanggaran prajurit TNI yang menonjol, oleh Pusat Polisi Militer TNI,
disampaikan pada Rakornis Bintal TNI, pada tanggal 20 Maret 2016, Cilangkap Mabes TNI.
66
Terjadinya kasus perkelahian TNI Vs POLRI yang marak terjadi hingga
meresahkan masyarakat. Lihat Harian Rakyat Merdeka, selasa, 12 Maret 2013.
25

cepat dan kompleks (globalisasi), sementara system pendidikan karakter


TNI boleh jadi sudah ketinggalan zaman dan tidak mampu
mengantisipasi perkembangan peradaban manusia, sehingga pendidikan
karakter TNI perlu diadakan modernisasi.
e. Upaya-upaya yang dilakukan.
Upaya-upaya yang dilakukan terhadap pendidikan karakter TNI
adalah dengan memanfaatkan dampak positif dari globalisasi (peluang)
dan mengatasi tantangan globalisasi (negatif), selanjutnya melakukan
perubahan-perubahan (paradigma baru) pendidikan karakter TNI,
mencakup; konsep pendidikannya, kurikulumnya, SDMnya, system dan
metodenya, perangkat pendidikannya, serta sarana-prasarananya dan
lain-lain.
G. Sistematika Penulisan.
Disertasi ini disajikan dalam lima bab yang disusun secara sistematis
dan saling terkait. Bab pertama merupakan bagian pendahuluan yang berisi
tentang latar belakang masalah. Bagian ini menjelaskan bahwa globalisasi
sangat mempengaruhi pendidikan karakter bagi suatu bangsa baik dampak
positif maupun negatif. Pendidikan karakter sangat mutlak diperlukan dalam
membentuk peradaban bangsa yang bermartabat dan berperan besar dalam
mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia. Pendidikan nasional kita belum
mampu mencerahkan bangsa karena pendidikan kita kehilangan nilai-nilai luhur
kemanusiaan lantaran tunduk kepada pasar bukan pencerahan kepada peserta
didiknya, padahal pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai
luhur. Oleh karena itu urgensi pendidikan karakter dikembangkan karena salah
satu bidang pembangunan nasional yang menjadi pondasi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu, bab ini juga menjelaskan
tujuan dan manfaat penelitian yang menjadi langkah awal sebelum melakukan
analisa lebih jauh terhadap permasalahan yang akan diteliti. Sedangkan
penelitian terdahulu yang relevan berguna untuk mengetahui apakah penelitian
ini sudah pernah dilakukan atau belum, disamping itu berguna untuk
membedakan antara peneliti saat ini dengan peneliti sebelumnya serta untuk
menghindari plagiasi. Adapun metode penelitian berguna untuk mengarahkan
sebuah penelitian agar lebih fokus, yaitu dengan menggunakan beberapa sumber
data, obyek penelitian, pendekatan yang dipilih dalam penelitian, teknik
pengumpulan data, sampai pada analisis data serta alur/kerangka berpikir untuk
memahami isi dari penelitian ini. Pada bagian akhir bab ini dibuat sistematika
penulisan untuk memberikan gambaran secara umum hubungan antara satu bab
dengan bab yang lain.
Pada bab dua penulis memaparkan kajian tentang globalisasi dan
modernisasi pendidikan karakter TNI, yang didalamnya membahas tentang
pengertian-pengertian mencakup pengertian modernisasi, globalisasi,
pendidikan, karakter, dan TNI. Selanjutnya membahas tantangan dan peluang
globalisasi dan modernisasi. Pada sub bab berikutnya membahas tentang
pendidikan karakter dalam pandangan Islam, kemudian modernisasi pendidikan
26

karakter, meliputi jenis-jenis karakter, identifikasi nilai pembentuk karakter,


strategi pendidikan karakter, serta pendekatan pendidikan karakter.
Pada bab tiga, penulis akan memaparkan tentang Pendidikan karakter di
lingkungan TNI yang diawali dengan pengertian pendidikan karakter TNI, latar
belakang pendidikan karakter TNI, profil pendidikan karakter TNI, pokok-
pokok pembinaan mental TNI meliputi; tujuan pendidikan karakter, metode,
teknik pendidikan karakter TNI, komponen pendidikan karakter, pendekatan
yang dilakukan dalam pembinaan karakter. Pada sub bab berikutnya adalah
penyelenggaraan pembinaan mental TNI dan diakhiri problematika pendidikan
karakter TNI.
Bab Empat adalah modernisasi pendidikan karakter TNI, dalam bab ini
diawali dengan pentingnya pendidikan karakter TNI, analisis pendidikan
karakter TNI, perlunya modernisasi/peningkatan pendidikan karakter TNI yang
mencakup; modernisasi/peningkatan sumber daya manusia para pembina
karakter TNI (SDM Pabintal TNI), modernisasi organisasi Pusbintal TNI,
modernisasi kurikulum pendidikan karakter (bintal TNI), modernisasi metode
dan teknik pendidikan karakter serta sarana dan prasarana yang diperlukan
dalam rangka mendukung tercapainya hasil yang maksimal dari program
pendidikan karakter (pembinaan mental TNI).
Bab Lima adalah bagian akhir dari penelitian ini yaitu penutup yang
berisikan kesimpulan dan saran sebagai masukan dan rekomendasi yang
diharapakan mampu memberikan kontribusi kepada pihak yang membutuhkan.
27

Anda mungkin juga menyukai