Arifuddin Uksan - Fix
Arifuddin Uksan - Fix
TANTANGAN GLOBALISASI
(Studi Kasus Pusat Pembinaan Mental TNI)
DISERTASI
Arifuddin Uksan
NIM 31141200100003
Promotor:
Prof. Dr. Abuddin Nata, M.A.
Prof. Dr. Bambang Pranowo, M.A.
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017
ABSTRAK
iii
yakni memberikan makna di balik data-data, fakta-fakta, fenomena secara
komprehensif dengan pendekatan historis, sosiologi, dan pendidikan Islam.
Pendekatan historis digunakan untuk mengungkap latar belakang munculnya
pendidikan karakter TNI. Pendekatan sosiologis digunakan untuk melihat
hubungan dan keterkaitan pendidikan karakter TNI dengan fenomena dan faktor-
faktor yang berpengaruh. Pendekatan pendidikan Islam digunakan untuk melihat
nilai-nilai Islami yang ditransformasikan dalam pendidikan karakter TNI.
Adapun sumber data utama (primer) dalam penelitian ini adalah data-data yang
diperoleh dari penelitian lapangan (field research) melalui wawancara, observasi
dan dokumentasi. Sumber data sekunder adalah buku-buku yang berkaitan
dengan pembahasan, artikel-artikel otoritatif yang ditulis oleh ahlinya.
Kata Kunci: Modernisasi, Globalisasi, Pendidikan karakter, Mental, TNI.
iv
Disertasi ini menyimpulkan bahwa konsep pendidikan karakter TNI belum
sepenuhnya siap menghadapi tantangan globalisasi. Kesimpulan ini didasarkan
pada kondisi mental TNI saat ini masih rendah yang dibuktikan oleh tingginya
pelanggaran prajurit. Selain itu, ditemukan pula adanya kelemahan dalam
pendidikan karakter TNI, yaitu pada aspek organisasi, sumber daya manusia,
kurikulum, metode, dan sarana-prasarananya. Kelemahan pendidikan karakter
pada beberapa aspek tersebut perlu dimodernisasikan, karena pendidikan karakter
TNI berpengaruh signifikan terhadap pembentukan pola pikir, sikap dan perilaku
prajurit, sehingga dengan pendidikan karakter prajurit yang mantap akan
menghasilkan sikap dan prilaku prajurit yang baik. Edit
وتخلص هذه الدراسة إلى أن مفهوم المستثمر الوطني تعليم الحرف غير مستعدة تماما لمواجهة تحديات
ويستند هذا االستنتاج على الجيش الحالة النفسية اليوم منخفضة كما يتضح من الجنود انتهاك.العولمة بعد
، وهي الجوانب التنظيمية، كما وجدت نقاط الضعف في التعليم الطابع العسكري، وباإلضافة إلى ذلك.عالية
ضعف التعليم الحرف في بعض هذه. ووسائل البنية التحتية، وأساليب، والمناهج الدراسية،والموارد البشرية
ألن التعليم الطابع تأثير كبير القوات المسلحة على تشكيل عقلية والمواقف،الجوانب يحتاج إلى التحديث
وبالتالي فإن الجنود التعليم طابع ثابت سوف تنتج موقف وسلوك جنديا جيدا،والسلوك من الجنود.
v
ABSTRACT
وتخلص هذه الدراسة إلى أن مفهوم المستثمر الوطني تعليم الحرف غير
مستعدة تماما لمواجهة تحديات العولمة بعد .ويستند هذا االستنتاج على
الجيش الحالة النفسية اليوم منخفضة كما يتضح من الجنود انتهاك عالية.
وباإلضافة إلى ذلك ،كما وجدت نقاط الضعف في التعليم الطابع العسكري،
وهي الجوانب التنظيمية ،والموارد البشرية ،والمناهج الدراسية ،وأساليب،
ووسائل البنية التحتية .ضعف التعليم الحرف في بعض هذه الجوانب يحتاج
إلى التحديث ،ألن التعليم الطابع تأثير كبير القوات المسلحة على تشكيل
عقلية والمواقف والسلوك من الجنود ،وبالتالي فإن الجنود التعليم طابع ثابت
سوف تنتج موقف وسلوك جنديا جيدا.
هذه الدراسة تثبت ضعف الفكر توماس لى كونا الذين يعتقدون أن ما بين
ينبغي فصل التعليم الطابع والتعليم الديني وعدم الخلط .ووفقا له ،الدين ليس
شؤون المدارس العامة (المدارس الحكومية) ،والتعليم شخصية لها عالقة
مع عبادة والصالة ،الصالة التي يتم إجراؤها في البيئة المدرسية شيء.
وعالوة على ذلك ،قال لى كونا القول ان الحياة الدينية للشخص هي مسألة
بين الفرد وربه (العمودي) والتعليم الطابع والعالقة بين األفراد في المجتمع
(األفقي) والتي سوف تخلق نمطا من العالقات بين الظاهر الخا ،،ألن
الناس تحترم التي لم تشتمل على معتقداته الدينية ،يثبت هذه الدراسة أيضا
ضعف أيضا يعتقد مارفن جورج بيركوفيتش وميليندا جيم بيير الذي دافع
عن الرأي القائل بأن المدارس يجب أن تركز على التحصيل الدراسي
(التحصيل الدراسي) وليس للتعليم الحرف.
نتائج هذه الدراسة تدعم وجهة النظر دوني كوسوما ،سوما ها ميا ،كي
حجار ديوانتارا ،سوديرمان ،وتمشيا مع تفكير ابن مسكويه ،اإلمام غزالي
وفضل الرحمن ،مشيرا إلى أن القيم الروحية والدينية القيم ال يمكن فصلها
عن التعليم الطابع .القيم األخالقية والروحية أمر أساسي لبناء االزدهار في
أي التنظيم االجتماعي .بدونها ،العنصر الحيوي الذي يربط حياة الناس
يمكن التأكد المختفي .يمكن للمجتمعات الدينية أن تشكل أساسا متينا لتنفيذ
التعليم الطابع والقيم األخالقية عندما يعتقد أن القيم األخالقية تأتي من أمر
الرب .والحياة الروحية ناضجة جعل متزايد إنسان البشرية وجعلها طبيعة
تكميلية على نحو متزايد مع الرجال ،الرجل الذي يعيش دائما جنبا إلى جنب
مع أشخا ،آخرين .احترام الفرد هو في الواقع أيضا رغبة والكرم احترام
المعتقدات والتعاليم المعتقدات إيمان الفرد .وعالوة على ذلك ،فإنه من
المفهوم أن المدرسة تم وضع وسيلة من التنشئة االجتماعية الثانية بعد
األسرة ،والذي يلعب دورا كبيرا في التعريف وغرس القيم والمعايير
االجتماعية في تشكيل شخصية المتعلم.
تبحث هذه الدراسة في تحديث التعليم طابع عسكري في مواجهة تحديات
العولمة عن طريق استخدام البحث النوعي الذي يعطي معنى وراء البيانات
والوقائع ،وهذه الظاهرة في اتباع نهج شامل لتعليم التاريخي واالجتماعي،
واإلسالمي .يتم استخدام المنهج التاريخي للكشف عن الخلفية التعليم طابع
عسكري .يتم استخدام التوجه االجتماعي لعرض العالقات والروابط مع
ظاهرة التعليم طابع عسكري ،والعوامل التي تؤثر .تحولت نهج التربية
اإلسالمية وتستخدم لرؤية القيم اإلسالمية في المستثمر الوطني تعليم
الحرف .المصدر الرئيسي للبيانات (االبتدائي) في هذه الدراسة هي البيانات
التي تم الحصول عليها من األبحاث الميدانية (بحث ميداني) من خالل
المقابالت والمالحظة والتوثيق .مصادر البيانات الثانوية هي الكتب المتعلقة
المناقشة ،مقاالت عن حجية مكتوبة من قبل الخبراء.
كلمات البحث :التحديث والعولمة ،وشخصيات التعليم ،العقلية ،المستثمر
الوطني.
1
DAFTAR SINGKATAN
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
Cz. Harun, ”Manajemen Pendidikan Karakter”, dalam Jurnal Pendidikan
Karakter, 2015-journal.uny.ac.id, (diakses 5 April 2015).
2
Suyatno, Pendidikan Karakter Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Mendikdasmen, 2010),
Seri Pendidikan Karakter, 34.
2
suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini. 3
Hatta Rajasa mengemukakan betapa pentingnya pendidikan karakter, sehingga
kita tentu sadar bahwa pendidikan merupakan mekanisme institusional yang
akan mengakselerasi pembinaan karakter bangsa dan juga berfungsi sebagai
arena dalam mencapai tiga hal prinsip dalam pembinaan karakter bangsa.4
Garin Nugroho dalam orasinya mengatakan bahwa sampai saat ini
kondisi pendidikan di Indonesia belum mendorong pembangunan karakter
bangsa. Hal ini disebabkan oleh ukuran-ukuran dalam pendidikan tidak
dikembalikan pada karakter peserta didik tetapi dikembalikan kepada pasar.
Pendidikan nasional belum mampu mencerahkan bangsa, karena pendidikan kita
kehilangan nilai-nilai luhur kemanusiaan, padahal pendidikan seharusnya
memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional kini telah
kehilangan rohnya lantaran tunduk terhadap pasar bukan pencerahan terhadap
peserta didik. Pasar tanpa karakter akan hancur dan akan menghilangkan aspek-
aspek manusia dan kemanusiaan karena kehilangan karakter itu sendiri.
Penguatan pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan
untuk mengatasi krisis moral yang sedang terjadi di negara kita. Diakui atau
tidak diakui, saat ini terjadi krisis yang nyata dan mengkhawatirkan dalam
masyarakat dengan melibatkan milik kita yang paling berharga yaitu anak-anak.
Kondisi krisis moral ini menandakan bahwa pengetahuan agama dan moral yang
didapatkannya di bangku sekolah ternyata tidak selalu berdampak pada
perubahan prilaku manusia Indonesia. Persoalan karakter atau moral memang
tidak sepenuhnya terabaikan oleh lembaga pendidikan. Akan tetapi dengan
fakta-fakta seputar kemerosotan karakter di sekitar kita menunjukkan bahwa
ada kegagalan pada institusi kita dalam hal menumbuhkan manusia Indonesia
3
Zubaedi, “Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan”, (Jakarta: Kencana, 2011), 2. Dalam hal ini, diungkapkan bahwa
beragam tindakan kriminal banyak terjadi di belahan nusantara, mulai dari kasus prilaku seks
bebas, pemerkosaan, tawuran pelajar dan mahasiswa, pembunuhan biadab (mutilasi), kasus
bunuh diri, penyalahgunaan narkoba, korupsi berjamaah di beberapa lembaga negara baik di
lembaga eksekutif, legislatif maupun lembaga yudikatif, hingga maraknya kasus
perampokan bersenjata.
4
Hatta Rajasa, “Prinsip dalam Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa”, 2007, jurnal Sekretaris Negara, dalam http://www.google.co.id/ upi.edu/4/s-pkn-
0901131chapter 1/pdf. (diakses pada tanggal 6April 2015), Disebutkan bahwa: 1)
Pendidikan merupakan arena reaktivasi karakter luhur bangsa. Secara historis bangsa
Indonesia adalah bangsa yang memiliki karakter kepahlawanan, nasionalisme, sifat heroik,
semangat kerja keras serta berani menghadapi tantangan. Kerajaan-kerajaan nusantara di
masa lampau adalah bukti keberhasilan pembangunan karakter yang mencetak tatanan
masyarakat maju, berbudaya dan berpengaruh; 2) Pendidikan sebagai sarana untuk
membangkitkan suatu karakter bangsa yang dapat mengakselerasi pembangunan sekaligus
memobilisasi potensi domestik untuk meningkatkan daya saing; 3) Pendidikan sebagai
sarana untuk menginternalisasi kedua aspek di atas yakni reaktivasi sukses budaya masa
lampau dan karakter inovatif serta kompetitif ke dalam segenap sendi-sendi kehidupan
bangsa dan program pemerintah. Internalisasi ini harus berupa suatu concerted efforts dari
seluruh masyarakat dan pemerintah.
3
5
Zubaedi, “Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan”, (Jakarta, Kencana, 2011), 5.
6
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan Nasional, “Pendidikan Karakter teori dan aplikasi”, (2010), 36. Dijelaskan
bahwa secara filosofis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah kebutuhan asasi
dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat
yang akan eksis. Secara ideologis, pembangunan karakter merupakan upaya
mengejawantahkan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara
normatif, pembangunan karakter bangsa merupakan wujud nyata langka mencapai tujuan
negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Secara historis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah dinamika inti proses
kebangsaan yang terjadi tanpa henti dalam kurun sejarah, baik pada zaman penjajahan
maupun pada zaman kemerdekaan. Secara sosio kultural, pembangunan karakter bangsa
merupakan suatu keharusan dari suatu bangsa yang multikultural.
7
H.E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2012), Ed.1.Cet.2, 9. Langkah pertama yang harus diperhatikan dalam menyukseskan
pendidikan karakter di lembaga pendidikan adalah memahami hakikat pendidikan karakter
dengan baik. Hal ini penting karena pendidikan karakter bergerak dari kesadaran
(awareness), pemahaman (understending), kepedulian (concern), dan komitmen
(commitment), menuju tindakan (doing atau acting).
4
8
Mabes TNI, “TNI Abad XXI, Redefenisi, Reposisi, dan Reaktualisasi Peran TNI
Dalam Kehidupan Bangsa”,( Jakarta; CV. Jasa Buma, 1999), 15.
9
Modern dalam diskursus ini adalah upaya untuk mentransformasikan sesuatu yang
status quo menuju fase yang lebih dinamis dan elastis sesuai dengan gerak zaman, Harun
Nasution dalam Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, (Bandung:Mizan,1996),181.
menyebutkan bahwa modernisasi berarti pikiran, aliran gerakan dan usaha-usaha untuk
mengubah paham-paham, adat-istiadat agar sesuai dengan pendapat-pendapat dan keadaan
baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
5
menjaga dan mengawal karakter positif bangsa ini, perlu adanya desain
pendidikan karakter yang sistematis dan terarah. 10
Dalam gagasan pembangunan bangsa yang berkarakter 11 , pendidikan
memiliki fungsi sebagai pemersatu bangsa, penyamaan kesempatan dan
pengembangan potensi diri. Pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan
bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memberi
kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam
pembangunan dan memungkinkan setiap warga negara untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki secara optimal. 12 Pemerintah berkewajiban untuk
menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan”13
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 pada pasal 29 tentang Pendidikan Kedinasan, bahwa pendidikan TNI
sebagai pendidikan kedinasan yang diselenggarakan oleh Mabes TNI,
merupakan pendidikan profesi guna mendukung tugas kedinasan, sehingga
pendidikan TNI selalu terkait dengan penugasan atau proyeksi penugasan
10
Oos M. Anwas, “Televisi Mendidik Karakter Bangsa: Harapan dan Tantangan”,
dalam jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Kemendiknas, Vol.16, Edisi
Khusus III, Oktober 2010), 258.
11
Kemendiknas. Nilai - Nilai dalam Pendidikan karakter Bangsa,
https//sites.google,com/site/pendidikan-karakter-bangsa, (diakses pada tanggal 5 April 2015),
ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter. Nilai-nilai tersebut adalah : Nilai religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai,
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.
12
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
13
Terkait dengan amanat Undang-Undang Dasar tersebut maka disusun Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan dasar
hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional sehingga, setiap warga
negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang terkait dengan pendidikan, sebagaimana
yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 5. Adapun isi pasal tersebut, adalah: ayat (1) Setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu; (2)Warga
negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,intelektual, dan/atau social berhak
memperoleh pendidikan khusus; (3) Warga Negara di dareah terpencil atau terbelakang serta
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus; (4) Warga
negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus; (5) Setiap warga Negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan
pendidikan sepanjang hayat.
6
14
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 29 ayat (1) Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi
yang dilaksanakan oleh departemen atau lembaga pemerintahan nondepartemen; (2)
Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam
pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau
lembaga pemerintahan nondepartemen; (3) Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui
jalur pendidikan formal dan nonformal.
15
Kemendikbud dan TNI mempekuat kerja sama dalam memberikan layanan
pendidikan dengan melakukan sinergitas sumber daya antara TNI dengan Kemendikbud
mulai dari PAUD, pendidikan dasar, pendidikan menegah sampai perguruan tinggi.
Hubungan dan kerjasama di bidang pendidikan antara Mabes TNI dengan Depdikbud
dijelaskan dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep/108/V/1992 dan keputusan
Panglima TNI Nomor Kep/41/11/1992 tentang kerjasama pendidikan, penelitian, dan
pengembangan serta jasa-jasa lain di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
16
Direktorat jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan Nasional, “Pendidikan Karakter teori dan aplikasi”, (Jakarta, 2010),37,
dijelaskan bahwa pembangunan pendidikan nasional didasarkan pada paradigma
membangun manusia seutuhnya, yang berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas
untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi
kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar, yaitu: 1) afektif yang tercermin pada
kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian
unggul dan kompetensi estetis; 2) Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya
intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai pengetahuan dan
teknologi; dan 3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan
keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi kinestetis.
17
Soekarno, “Amanat Pemimpin Besar Revolusi”, 1) Dalam amanat saja, Lahirnja
Pantjasila, saja telah mengemukakan fikiran-fikiran jang mendasari proses “Nation
Building”, jaitu adanya keinginan bersama untuk membangun djiwa Bangsa jang bersatu,
persatuan karakter karena persamaan nasib dan patriotisme; 2) Proses “Nation Building” itu
terus-menerus memerlukan aktivitas jang dinamis, pemupukan mental dan djiwa jang ingin
bersatu, persamaan watak atas dasar persamaan nasib, patriotisme, rasa setia-kawan dan rasa
loyal terhadap Tanah Air Indonesia. Siapa jang tidak berdiri diatas landasan “Nation
Building” tadi, sesungguhnja dihinggapi oleh penjakit “retak dalam djiwa”, karena mungkin
djiwanya dikuasai oleh loyalitas-kembar atau loyalitas-ganda; 3) Saja membenarkan usaha-
usaha djiwa muda dalam pembinaan kesatuan Bangsa ini, dengan menghilangkan sikap-
7
empiris yang membuktikan bahwa karakter bangsa yang kuat berperan besar
dalam mencapai tingkat kemajuan dan keberhasilan suatu bangsa.
Tokoh pendidikan Barat seperti Klipatrick, Lickona, Brooks dan Goble
masih menganggap bahwa pemikiran Sokrates berkaitan dengan pendidikan
masih belum ada perubahan yakni membangun moral, akhlak atau karakter.
Begitu juga Marthin Luther menyetujui pemikiran tersebut dengan
mengatakan,”Intelligence plus character, that is the true aim of education”.18
Thomas Lickona memberikan penjelasan tentang Pendidikan karakter
adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat
memahami, memperhatikan dan melakukan nilai-nilai etika yang inti. Karakter
berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling),
dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat
dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang
kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan perbuatan kebaikan.19
Menurut Wynne (1991), karakter berasal dari Bahasa Yunani yang
berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh
sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan
sebagai orang yang berkarakter jelek atau sebaliknya. Jadi istilah karakter erat
kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang, dimana seseorang bisa
disebut orang yang berkarakter (a person of character) jika tingkahlakunya
sesuai dengan kaidah moral.20
Ron Kurtus mengartikan karakter sebagai agregat penampilan dan
perilaku yang membentuk jiwa seseorang. Karakter berkaitan dengan nilai-nilai
moral atau etika. Karakter adalah tata nilai yang terbentuk dalam sistem daya
dorong (driving system) yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku
seseorang. Karakter pada hakikatnya adalah pribadi manusia yang menyadari
dan berpegang teguh pada nilai-nilai etika, moral dan kebajikan dalam
menyelami kehidupan. Karakter menyangkut nilai-nilai yang diyakini serta
melandasi berbagai sikap dan perilaku seseorang. Karakter seseorang dibentuk
dengan cara pandang dan visinya. Karakter relatif menetap, tetapi bisa berubah
karena adanya tekanan situasi yang relatif intens menggoyahkan dirinya.21
22
M. Hasan, Tuntunan Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang ,1982), 10.
23
Abdullah Salim, Akhlak Islam Membina Rumah Tangga dan Masyarakat,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1985), 11. Untuk pembahasan lebih jauh mengenai pengertian
akhlak, lihat Abuddin Nata, “Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia,” (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2015), 1-3.
24
Lihat Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2015), Edisi Revisi, 81.
25
Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/760/XI/2012 tanggal 1 November 2012
tentang Buku Petunjuk Induk Pembinaan Mental TNI “Pinaka Baladika”, sub Lampiran A,
Jakarta: Mabes TNI, 2012.
9
Penipuan 67 62 79 Naik
26
Samuel P. Huntington, The Soldier and the State: The Theory and Politics Civil-
military Relations, (Cambridge: Harvard University Press , 1957).
27
Aspers Panglima TNI, Disampaikan pada Rakornis Bintal TNI, pada tanggal 20
Februari 2016, Cilangkap Mabes TNI.
10
Kasus lain yang juga menonjol akhir-akhir ini yang berulang kali terjadi
adalah bentrokan bersenjata antara TNI versus POLRI yang pada masa sebelum
reformasi tidak pernah kita temukan.
Dalam delapan tahun terakhir, konflik TNI vs POLRI makin sering
terjadi, bahkan sudah amat meresahkan masyarakat. Menurut Haris Azhar,
koordinator badan pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (Kontras), sepanjang tahun 2005 – 2012, telah terjadi 26 kali bentrok
antara pasukan TNI dengan anggota POLRI, yang menewaskan 11 orang dan 47
luka-luka. 28 Pada tahun berikutnya tahun 2014, menunjukkan insiden yang
semakin meningkat yakni mencapai Tujuh kali peristiwa, yang mengakibatkan 3
orang tewas dan 9 luka-luka. 29 Korban materil juga tidak sedikit, banyak
amunisi tajam yang terbang percuma, senjata hilang, motor dan mobil rusak
hingga pos-pos dan markas terbakar. Pimpinan TNI-POLRI pun telah
meresponnya dengan tindakan tegas berupa pencopotan para pejabat yang
memang seharusnya bertanggungjawab, penghukuman dan pemecatan anggota
yang terlibat, dan terakhir ada wacana untuk menyatukan kembali pendidikan
basis selama 3-4 bulan seperti masa lalu.
Data di bawah ini adalah kasus perkelahian/konflik antara anggota TNI
versus POLRI yang sangat menonjol dalam kurun waktu satu tahun yakni pada
tahun 2014 (pada tahun sebelumnya konflik ini juga sering terjadi, namun yang
dapat diungkapkan adalah kejadian yang masih hangat), sebagai berikut: 30
SATUAN TEMPAT
NO WAKTU KETERANGAN
TERLIBAT INSIDEN
2 TNI luka
Yon Armed Cipanas,
1. 7-8-2014 tembak,1 Brimob
Vs Brimob Cianjur
luka tembak.
4 TNI luka tembak
2. 21-9-2014 Agt TNI Vs POLRI Batam
3. 29-9-2014 Agt TNI Vs POLRI Ambon 1 POLRI tewas
Yonif 756/Wamena Lanny Jaya, 1 TNI luka tembak
4. Okt 2014
Vs Brimob Papua
Agt TNI Vs 1 POLRI luka-
5. Nov 2014 Yogyakarta
Brimob luka
19-11-2014 Yonif 134 Sakti Vs Kepri,
6. 1 TNI tewas
Brimob Batam.
20-11-2014 Agt TNI Vs Polda Sumut
7. 1 Brimob tewas
Brimob
28
Harian Rakyat Merdeka, selasa, 12 Maret 2013.
29
Tribun Nasional, Ind Police Watch (IPW), Minggu, 14 Desember 2014.
30
Liputan6.com, Jakarta, Senin, 15 Desember 2014.
11
31
Diantaranya yang sangat penting adalah: pertama, faktor psikologis-kultural. Pada
umumnya anggota TNI (Khususnya TNI-AD) belum terlepas dari perasaan superioritas masa
lalu sebagai saudara tua ketika POLRI masih tergabung dalam ABRI. Sebaliknya, di
kalangan POLRI tumbuh sikap operacting, eufhoria kewenangan, arogansi, sebagai akses
pemisahan dari ABRI serta diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian yang memberikan kewenangan amat luas dalam fungsi keamanan dalam negeri.
Selain itu adanya sikap kebanggaan korps yang berlebihan sehingga satu sama lain merasa
lebih hebat, masalah kecemburuan akibat jomplangnya kesejahteraan karena kalangan
POLRI memiliki kesempatan lebih luas mencari penghasilan tambahan seiring dimilikinya
kewenangan yang amat luas demikian pula disiplin, penegakan hukum, disiplin serta
keteladanan pimpinan pada kedua institusi amat lemah.
Kedua, masalah Regulasi. TAP MPR No VI dan VII tahun 2000 yang lahir di
tengah euphoria reformasi telah memisahkan secara “Mutlak-diametral” fungsi pertahanan-
keamanan (hankam) mengakibatkan tidak terpadunya penanganan masalah itu. Fungsi
keamanan mutlak diemban POLRI, fungsi pertahanan jadi ranah TNI dengan penekanan
hanya untuk menghadapi ancaman militer dari luar.Padahal, kenyataannya kedua fungsi
bersifat overlapping, masalah keamanan dapat berkembang eskalatif, terkadang tak bisa
diprediksi, sehingga secara cepat memasuki ranah pertahanan karena telah mengancam
kedaulatan, keselamatan bangsa dan keamanan Negara.
Ketiga, Faktor sosial. Institusi TNI-POLRI tidak hidup di ruang hampa, tetapi
sangat dipengaruhi perkembangan masyarakat, seperti meningkatnya konsumtivisme,
transaksionisme, anarkisme, serta tawuran yang sering terjadi di kalangan pelajar,
mahasiswa dan kelompok masyarakat.
Keempat, Faktor teknis, terutama menyangkut kepemimpinan.Tuntutan
kepemimpinan di tubuh TNI-POLRI harus mampu berperan sebagai komandan sekaligus
guru/pelatih, bapak/orang tua dan rekan sejawat. Efektifitas kepemimpinannya sangat
dipengaruhi kemampuan memainkan peran-peran tersebut, untuk itu diperlukan
kebersamaan, komunikasi, kepedulian dan kepekaan tinggi terhadap kondisi bawahan serta
keluarganya.
32
Bernstein, Pengertian, Teori, Faktor dan Akibat Konflik (1965)
jeckprodeswijaya.bolgspot.com 2013/11 Nov 12 (diakses 15 Mei 2015).
12
tujuan dari mereka yang berkonflik tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi
juga untuk menundukkan saingannya.33
TNI sebagai komponen utama pertahanan negara, sejak awal
kelahirannya telah memiliki sifat-sifat khas yang menjadi watak dan
karakternya. Perjuangan yang dilandasi semangat rela berkorban, tidak
mengenal menyerah dan tahan menderita serta keperwiraan telah membentuk
karakter prajurit yang memiliki jati diri sebagai Tentara Rakyat, Tentara
Pejuang, Tentara Nasional dan Tentara Profesional.34
Salah satu pendidikan karakter yang memiliki nilai-nilai kejuangan
yang patut diteladani dan diaktualisasikan oleh setiap prajurit TNI dalam
melaksanakan pengabdian kepada bangsa dan negara adalah nilai-nilai
kejuangan Panglima Besar Soedirman.35 Pada diri Panglima Besar Soedirman,
terpatri jiwa kejuangan dan nasionalisme yang tinggi. Ia telah menunjukkan
bukti keberanian, keteguhan dan kepercayaan yang tidak tergoyahkan kepada
tentara ( TNI), rakyat, bangsa dan negara. Ia adalah sosok prajurit yang taat dan
takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, jujur dalam pikiran dan perbuatan,
mencintai dan dicintai oleh anak buah, patuh dan taat kepada sumpah dan
janjinya kepada APRI, tanah air, bangsa dan negara Republik Indonesia yang
diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sebagai seorang Panglima Besar APRI, Panglima Besar Soedirman
telah memberikan contoh dan ketauladanan dalam sikap dan prilaku yang
senantiasa ingin dekat dengan anak buah. Dalam keadaan sakit parah, Pangsar
Soedirman tetap memimpin pertempuran, berada di tengah-tengah prajurit
dengan selalu mengobarkan semangat juang pantang menyerah. Pangsar
Soedirman berkata: “tempat saya yang terbaik adalah berada di tengah-tengah
anak buah. Saya akan meneruskan perjuangan met of zonder pemerintah TNI,
tentara akan berjuang terus, yang sakit adalah “Soedirman pribadi tetapi
Panglima Besar tidak pernah sakit”.36
Kutipan pesan tersebut menyiratkan bahwa tantangan yang dihadapi
TNI di masa akan datang lebih berat dan kompleks seiring dengan tuntutan
perkembangan zaman. TNI sebagai komponen utama pertahanan negara,37 tidak
terlepas dari dinamika situasi dan kondisi yang berkembang dewasa ini, baik
33
Robert M.Z. Lawang, Pengertian dan Teori Konflik Sosial,
bayuzamora.blokspot.com/2013/pengertian-konflik-dan-teori-sosial.html/ (diakses 15 Mei
2015).
34
Undang-Undang RI nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,
bab II, Jati Diri TNI, pasal 2.
35
Dinas Sejarah Angkatan Darat, “PETA dan Perannya sebagai Salah Satu Cikal
Bakal TNI”, (Bandung: Disjarahad, 2009), 190.
36
Mabes TNI, Kata-kata Mutiara Panglima Besar Jenderal Soedirman, (Jakarta:
Pusbintal ABRI, 1990), 254. Panglima Besar Soedirman dalam amanatnya (Yogyakarta, 1
Mei 1949), mengatakan: “Satu-satunya hak milik nasional Republik Indonesia yang masih
tetap utuh dan tidak berubah-ubah, meskipun harus menghadapi segala macam soal dan
perubahan adalah hanya APRI/TNI”.
37
Undang-Undang RI nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Bab I,
Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 5.
13
38
Mabes TNI, Implementasi Paradigma Baru TNI dalam Berbagai Keadaan
Mutakhir , (Jakarta: Puspen TNI, 2001), 5.
39
Dinas Sejarah Angkatan Darat, “PETA dan Perannya sebagai Salah Satu Cikal
Bakal TNI”, (Bandung: Disjarahad, 2009), 192.
40
Undang-Undang RI nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia, bab IV, Peran, Fungsi dan Tugas TNI, pasal 5,6 dan 7
41
Gordon W. Allport menggambarkan karakter sebagai personality evaluated atau
kepribadian yang dinilai baik buruknya. Dengan kata lain, “prilaku seseorang menunjukkan
karakternya”.
42
Tentara Nasional Indonesia, Sapta Marga, www.tni.mil.id/pages-5-
saptamarga.html. Insan prajurit Saptamarga yaitu Prajurit yang senantiasa melaksanakan
pedoman hidup keprajuritan (Sebagai pembela ideologi negara, sebagai patriot,
Ksatria,berdisiplin, Bhayangkari negara dan menjunjung tinggi sendi-sendi kehormatan
prajurit.
43
Doel Hamid, Jurnal Pendidikan Vokasi,Vol 3, Nomor 2, Juni 2013 (diakses
tanggal 6 April 2015).
14
jati diri, meliputi; jiwa, identitas, ciri-ciri, keadaan khusus seseorang, jiwa,
semangat dan spiritualitas. Sejatinya, karakter prajurit TNI adalah jati diri
prajurit itu sendiri, sebagaimana jati diri prajurit TNI yang dijelaskan di dalam
Pasal 2 UU RI No 34 Tahun 2004.44
Dengan jati dirinya yang demikian, karakter prajurit TNI diharapkan
akan menjadi prajurit Saptamarga seperti yang dituangkan dalam ketujuh
marganya. Bila dicermati lebih mendalam, marga pertama sampai dengan marga
ketiga dalam Saptamarga, secara tegas menuntun prajurit TNI untuk menjadi
Tentara Rakyat, Tentara Pejuang dan Tentara Nasional. Marga ke empat sampai
ketujuh menuntun prajurit untuk menjadi Tentara Profesional.
Agar lebih jelas dalam pembahasan berikutnya, berkaitan dengan upaya
memantapkan karakter prajurit Saptamarga, sesuai dengan ancaman potensial
maupun manivest yang dihadapi, memahami kondisi karakter prajurit TNI saat
ini lebih difokuskan pada karakter Tentara Rakyat, Tentara Pejuang dan Tentara
Nasional. Walaupun juga diakui bahwa karakter prajurit Saptamarga saat ini
masih menyimpan berbagai kelemahan dan kekurangan pada karakter
profesionalitasnya, namun kelemahan dan kekurangannya pada karakter Tentara
Rakyat, Tentara Pejuang dan Tentara Nasional perlu mendapat sorotan yang
lebih tajam sehubungan dengan ancaman disintegrasi bangsa yang potensial
dihadapi bangsa Indonesia.
Panglima TNI dalam Rapat Pimpinan TNI tahun 2016 di Markas Besar
TNI Cilangkap, Jakarta, dengan tema “Meningkatkan Loyalitas, Moralitas dan
Integritas sebagai Landasan Mewujudkan TNI yang Kuat, Hebat, Profesional
dan Dicintai Rakyat”, menyampaikan arah kebijakannya yakni pada bidang
personel yang berkaitan dengan pendidikan karakter dilakukan dengan
“meningkatkan perawatan personel melalui pembinaan mental, pemenuhan hak-
hak prajurit sesuai strata kepangkatan, kesehatan, perumahan dan pendidikan”.45
Berdasarkan Kebijakan Panglima TNI di atas, maka pendidikan karakter
TNI perlu diadakan modernisasi, dengan demikian penulis merasa penting untuk
melakukan penelitian dan kajian lebih mendalam terhadap pendidikan karakter
TNI yang selama ini dilakukan, baik dari segi konsep maupun dari aspek
implementasinya di lapangan agar kondisi karakter Prajurit TNI tetap terpelihara
(tangguh), dengan demikian akan mengurangi pelanggaran prajurit TNI bahkan
44
Markas Besar TNI, “Himpunan Peraturan Perundang - Undangan bagi Prajurit
TNI”, (Jakarta: Babinkum TNI, jilid IV, 2005), 441. Disebutkan tentang jati diri Prajurit
adalah: 1) Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara
Indonesia; 2) Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan
tugasnya; 3) Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi
kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama; 4) Tentara
Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik
praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik
negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan
hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
45
Disampaikan Panglima TNI pada Rapat Pimpinan TNI pada tanggal 16
Desember 2015, di Gedung Gatot Soebroto Denma Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur.
15
modernisasi Harun Nasution dan globalisasi ditinjau dari aspek moral dan
budaya, dengan demikian dapat ditemukan akar permasalahannya
selanjutnya diselesaikan secara efektif dan obyektif.
C. Tujuan Penelitian.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam
tentang program pendidikan karakter TNI, dengan tujuan penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Menganalisis program pendidikan karakter pada Pusat Pembinaan Mental
TNI.
2. Menganalisis implementasi pendidikan karakter TNI.
3. Menganalisis problematika pendidikan karakter TNI dalam Menghadapi
Tantangan Globalisasi.
D. Signifikansi Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan semakin memperkuat argumentasi
tentang urgensi pendidikan karakter bagi prajurit TNI baik dalam
pelaksanaan tugas maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, yang dilakukan secara integratif pada pengelolah pendidikan
karakter TNI. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan teoritik
dalam mengembangkan pendidikan integratif pada pendidikan dan bidang-
bidang studi yang lain.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat memberikan pedoman yang rinci kepada
pengajar/pendidik dalam menyusun dan melaksanakan program
pendidikan/pembelajaran karakter pada lembaga pendidikan. Selain itu,
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan program
pendidikan karakter dan kebijakan bagi pengambil keputusan.
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan.
Kajian tentang pendidikan karakter telah banyak dilakukan oleh pakar
pendidikan. Dapat dikatakan bahwa mayoritas pembahasan tentang ilmu
pendidikan di dalamnya mencakup pembahasan tentang pendidikan karakter.
Hanya saja pembahasan yang dilakukan oleh para pakar pendidikan tersebut
masih bersifat umum, dan pembahasannya pun merupakan sub bab dalam
pembahasan ilmu pendidikan. Kajian yang komprehensif tentang pendidikan
karakter, khususnya pendidikan karakter bagi Prajurit TNI sangat minim
dilakukan oleh pakar pendidikan.
Beberapa penelitian atau kajian yang terdahulu yang masih relevan dan
dapat mendukung tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Mohamad Kemalsyah yang berjudul “Sikap Keberagamaan
Prajurit: Studi terhadap Prajurit Muslim TNI AU dalam Melaksanakan
17
46
Muhamad Kemalsyah, Sikap Keberagamaan Prajurit TNI : Studi terhadap Prajurit
Muslim TNI AU dalam Melaksanakan Sistem di Mabes TNI AU. Disertasi pada UIN
Jakarta, 2008.
47
Ma’sum Amin, Evaluasi Program Pendidikan Integratif Taruna Akademi TNI di
Magelang. Disertasi pada UNJ Jakarta, 2015.
48
Daniel L. Stufflebeam, Systematic Evaluation a Self Instructional guide to Theory
and Practice Illuwer, (USA: Highoff Publising, 1980),156.
18
49
Daniel L. Stufflebeam,Systematic Evaluation a Self Instructional guide to Theory
and Practice Illuwer, (USA: Highoff Publising, 1980),156.
50
Ahmad Yani Basuki, Reformasi TNI : Pola, Profesionalitas dan
Refungsionalisasi Militer dalam Masyarakat (Jakarta:PPSN, 2013),8.
51
Jurnal.upi.edu. S SEJ-0800959-ch…(diakses pada tanggal 5 Juli 2015)
52
http://jurnal.unair.ac.id, (diakses pada tanggal 9 Juli 2015)
19
53
http://jurnal udayana mengabdi vol 9. No. 2 id.portal garuda.org (diakses pada
tanggal 9 Juli 2015.
54
Suara-islam.com>mobile>detail>… (diakses pada tanggal 10 juli 2015)
55
Jurnal.upi.edu.vol 13 no. 2 (diakses pada tanggal 10 Juli 2015).
20
56
www.academia.edu/4173>-analisis-modemobile-friendly...(diakses pada tanggal
10 Juli 2015).
57
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung:
Alfabeta, 2011), cetakan 13, 205.
21
58
Undang-Undang RI nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,
bab VII, pasal 50, 23.
59
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2011), cet. 13, 215-216.
22
60
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2009), 142.
61
Tohirin, Metode Pendidikan Kualitatif dalam pendekatan dan Bimbingan
Konseling, (Jakarta: RajaGrapindo, 2012), 19.
62
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode penelitian Pendidikan, (Bandung: Rosda
Karya, 2011), cet ketujuh, 99. Lihat pula Durri Andriani,dkk, Metode Penelitian, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2011), cet Kedua, 621.
23
63
Mabes TNI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan bagi Prajurit TNI,
(Jakarta: Sekretariat Umum, 2000),75.
64
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: RajaGrafindo, 2014, 47.
24
65
Kasus pelanggaran prajurit TNI yang menonjol, oleh Pusat Polisi Militer TNI,
disampaikan pada Rakornis Bintal TNI, pada tanggal 20 Maret 2016, Cilangkap Mabes TNI.
66
Terjadinya kasus perkelahian TNI Vs POLRI yang marak terjadi hingga
meresahkan masyarakat. Lihat Harian Rakyat Merdeka, selasa, 12 Maret 2013.
25