Anda di halaman 1dari 5

Contoh percakapan dalam coaching 1

Berikut ini contoh percakapannya, tema : “Malas mengerjakan tugas kuliah”

Coach     : “Seberapa pentingnya mengerjakan tugas kuliah menurut kamu ?”

Coachee : “Sebenarnya sih, mengamankan nilai, tugas itu memacu kita untuk
belajar, dan tugas itu melatih etos kerja kita yang nantinya dalam dunia kerja”.

Coach     : “Apa sih pentingnya kamu mengerjakan tugas dengan baik ?”.

Coachee : “Hidup saya akan tenang dan saya bisa mengerjakan hal-hal lainnya”.

Coach     : “Apa sih pentingnya ketenangan dalam hidup kamu ketika


mengerjakan tugas dengan baik ?”.

Coachee : ”Saya bisa mengerjakan hal-hal yang lainnya, dalam otak saya ada
space buat istirahat”.

Coach     : “Hal terkecil apa yang bisa kamu lakukan untuk mengerjakan tugas
dengan baik ?”.

Coachee : “Saya akan langsung liat berkas, kemudian tidak menunda-nunda ,


langsung saya kerjakan”.

Diatas merupakan percakapan coaching yang didemontrasikan oleh tim kami,


seorang Profesional Coach, dihadapan peserta yang hadir dalam pelatihan
coaching for teacher.
Contoh Percakapan dalam Coaching 2

Tepat jam 8 pagi Usrok (nama samaran) datang kepada seorang coach. Dalam
ruangan yang sudah dipersiapkan, terjadilah sebuah percakapan yang
memberdayakan. Itulah percakapan coaching. Coba simak contoh percakapan
antara Usrok (U) dan coach (C).

C: Selamat pagi Pak Usrok, senang sekali bisa bertemu dengan Usrok. Bagaimana
perjalanan menuju ke tempat ini?

U: (Sambil tersenyum) Ya biasalah Pak, agak macet sedikit di daerah Dawung.


Banyak orang mau berangkat kerja kan. Maklum lah.

C: Iya, iya, betul sekali. Banyak orang mau kerja sehingga terjadi kemacetan di
jalan-jalan tertentu ya. (Klien tampak agak rileks). Baik Pak Usrok, topik apa nih
yang ingin kita diskusikan pagi ini?

U: Begini Pak, saya itu . . . entah mengapa kok merasa ingin lebih hebat dalam
bersosialisasi. Atasan saya seringkali menegur bahwa saya kurang berani
bersosialisasi.

C: Oh jadi Pak Usrok punya keinginan untuk bisa lebih hebat dalam bersosialisasi
ya. Bisa bantu saya untuk lebih memahami, seperti apa yang Bapak maksud hebat
dalam bersosialisasi nih?

U: Hmm . . . seperti apa ya? Ya saya ingin lebih berani menyapa orang baru yang
datang ke toko. Selama ini saya, entahlah, kok punya rasa gimana gitu kalau ada
orang baru. Saya jadi agak menjaga jarak dengan orang yang baru pertama kali
saya kenal.

C: I see. Rupanya arti lebih bersosialisasi bagi Pak Usrok adalah berani menyapa
orang baru yang datang ke toko ya.

U: Betul Pak. Mungkin karena saya kurang berani menyapa itulah yang membuat
atasan kerap menegur saya. Bahkan dia pernah berkata pedas, “Wah kalau punya
pegawai kayak loe, toko bisa bangkrut nih!” Ya saya juga tidak ingin kan
membuat toko bangkrut gara-gara saya (sambil tertawa, yang kemudian juga
disambut dengan tawa kecil dari coach untuk mengalir bersama dengan Usrok).

C: Pak Usrok, boleh saya diberitahu, upaya-upaya apa saja nih yang Bapak pernah
lakukan untuk membuat Anda lebih berani menyapa orang baru yang datang ke
toko?
U: (Menarik napas panjang sambil berusaha mengingat) Ya . . . paling-paling saya
nekat-nekatin aja kalau sudah kepepet sih.

C: Kepepet seperti apa maksudnya Pak?

U: He . . he . . ya kalau si bos pas ada di ruangan, ya saya maksain diri untuk


menyapa orang barunya (tersipu malu)

C: O gitu ya Pak (memberikan senyum kecil). Bapak maksain diri untuk menyapa
orang baru sewaktu bos di ruangan ya. Saya interested loh untuk mengetahui apa
yang Bapak katakan atau mungkin lakukan sewaktu memaksakan diri?

U: Hya . . . cuman say “Selamat pagi Pak/Bu.” Lalu lempar senyuman ke orang
barunya. Terus saya kemudian berkata, “Apa ada yang bisa saya bantu?”

C: Oh menarik ya. Bapak sebetulnya sudah berupaya sejauh itu. Saya cermati
bahwa Bapak sudah cukup berani untuk say kata-kata “Selamat pagi, apa ada yang
bisa dibantu” dan bahkan Bapak masih cukup berani untuk lempar senyuman ke
orang baru (mengatakan dengan wajah kagum).

U: Ha . . ha . . iya segitu aja sih Pak.

C: Lantas apa tuh reaksi orang-orang baru yang kepadanya Bapak lakukan hal-hal
tertentu tadi?

U: Apa ya . . . ya mereka senyum balik juga sih.

C: Terus respons apa lagi yang Bapak amati dari orang-orang ini?

U: (berpikir keras) Rata-rata mereka jadi lebih mau nanya-nanya barangnya. . . ya


rasanya mereka jadi sedikit lebih betah di toko.

C: Hmm . . . sewaktu Bapak mengamati bahwa rata-rata respons mereka adalah


menjadi sedikit lebih betah di toko, maka bagaimana menurut Bapak tentang
respons seperti demikian?

U: (Diam sejenak dan berusaha merenung) Sebetulnya ya senang juga sih Pak.
Ternyata not bad juga ya saya ini, itu perasaan saya.

C: Wow . . . perasaan yang menarik dong ya. Baik, saya sudah mendengar upaya
Bapak untuk lebih berani menyapa orang baru adalah dengan katakan selamat
pagi, ingin dibantu apa, dan melempar senyuman ya.

U: Ha . . ha . . iya Pak, tapi itu kalau udah pakai jurus terpaksa lho . . . alias kalau
ada bos di dekat saya.
C: Iya, iya Pak. Tapi at least Bapak sudah mencoba kan.

U: Betul Pak.

C: Kira-kira upaya apa lagi yang Bapak sudah upayakan?

U: Sudah Pak, itu saja yang saya tahu pasti.

C: Tadi sewaktu bos menegur Bapak supaya Bapak lebih aktif lagi dalam
bersosialisasi, kira-kira nasihat seperti apa yang bos katakan kepada Pak Usro?

U: Wah nggak ada Pak. Orangnya cuman marah-marah begitu, mrintah-mrintah,


gak ada solusi.

C: Jadi dari bos belum ada solusi yang berarti buat Bapak. Bagaimana dengan
orang-orang dekat di lingkaran dekat Anda? Seberapa jauh orang-orang dekat
Bapak bisa bantu Bapak untuk lebih berani menyapa orang baru?

U: (Mencoba mengingat-ingat dengan serius) Hmm paling ada satu teman


seruangan yang kasi nasihat ke saya. Dia bilang agar saya menarik napas panjang
setiap kali ada orang baru yang datang.

C: Hmm . . . menarik napas panjang? Supaya apa katanya?

U: Katanya sih supaya saya bisa lebih tenang, tidak merasa grogi ketika bertemu
orang baru.

C: O jadi itu tujuannya ya. Bagaimana tanggapan Pak Usro sendiri tentang nasihat
tersebut?

U: Patut dicobalah Pak. Teorinya sih saya tahu bahwa kalau mengatur pernapasan
seperti yang teman saya maksud, maka kita bisa lebih tenang pembawaannya.
Jantung yang berdebar jadi lebih tenang. Jadi nasihatnya bagus juga sih.

C: Oh iya iya, jadi tampaknya Bapak juga setuju dengan nasihat temannya tentang
pengaturan napas ya (klien menganggukkan kepala).

C: (Hening sejenak) Ok Pak, saya sekarang ingin tahu, kira-kira apa yang Bapak
temukan tentang apa yang sudah kita bicarakan sejauh ini?

U: (Menghela napas panjang) Well, saya menemukan bahwa ternyata saya bisa
juga ya.

C: Bisa apa nih Pak maksudnya?


U: Saya bisa berani menyapa orang baru, meski mungkin tidak seahli bos atau
orang-orang lain.

C: Good. Lantas apa lagi yang Bapak temukan?

U: Saya sekarang juga menyadari bahwa kata-kata saya yang cuman selamat pagi
atau apa ada yang bisa saya bantu atau juga memberi senyuman ternyatan
membawa manfaat bagi pengunjung nih. Wah saya sekarang jadi lebih semangat
untuk lebih mencoba lagi.

C: Mencoba apa ya maksudnya?

U: Saya pikir saya akan mencoba untuk tidak hanya berkata selamat pagi. Tapi
bisa lebih dari itu. Misalnya, seperti yang tadi Bapak juga katakan kepada saya
sewaktu awal pertemuan pagi ini: Bagaimana perjalanan Anda menuju ke sini.
Saya pikir itu adalah kalimat basa-basi yang menghangatkan suasana. At least, itu
sih yang saya rasakan ketika Bapak lakukan itu kepada saya.

C: Wow, good, Bapak temukan suatu hal yang baik dong ya. Bapak menemukan
kalimat basa-basi yang baru dipelajari hari ini, selain kata-kata selamat pagi, atau
apa yang bisa saya bantu, dan juga melempar senyuman.

U: Iya pak, juga mengatur napas.

C: Aha, good juga tuh ya. Ok, sekarang setelah Bapak menemukan beberapa hal
berharga tadi, maka apa yang akan Bapak lakukan dengan hal itu semua?

U: Ya saya harus segera lakukan dong Pak.

C: O ok. Bagus bagus. Mulai kapan Pak?

U: Well, setelah pulang dari sesi coaching ini saya sudah tidak sabar untuk
melakukannya. Saya yakin saya bisa melakukannya. I feel that I’m not bad sih
ternyata.

C: That’s great kalau Bapak mau lakukan hal-hal berharga tadi secepat mungkin,
bahkan setelah pulang dari sesi ini ya. Baik, kalau begitu, bolehkah kita bertemu
lagi untuk mendiskusikan perkembangan Bapak dalam mencapai target yang tadi
diinginkan?

U: Oh tentu boleh Pak. Mau kapan Pak?

C: Bagaimana kalau dua minggu lagi kita bertemu di tempat ini?

U: Dengan senang hati Pak (Coach lalu berjabat tangan, berdiri dan menghantar
Usro keluar dari ruangan. Wajah Usro tampak lebih bersemangat lagi).

Anda mungkin juga menyukai