Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan mengetahui bahwa tidak ada
yang sesembahan -yang benar- selain Allah, niscaya masuk surga.” (HR. Muslim, lihat Syarh
Muslim [2/64])
1. Ilmu -mengetahui maksudnya- merupakan salah satu syarat la ilaha illallah (lihat at-Tanbihat al-
Mukhtasharah, hal. 43). Maknanya, jika seseorang mengucapkan la ilaha illallah tanpa mengerti
maknanya maka syahadatnya belum bisa diterima.
2. Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu yang melahirkan amalan. Dia mengetahui bahwa
sesembahan yang benar hanya Allah dan dia pun menyembah-Nya serta tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam hadits yang lain, “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan tidak
mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka dia akan masuk surga. Dan barangsiapa
yang meninggal dalam keadaan mempersektukan Allah dengan sesuatu apapun maka dia akan
masuk neraka.” (HR. Muslim dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anuma, lihat Syarh Muslim
[2/164-165])
3. Hadits ini menunjukkan betapa tinggi keutamaan ilmu tauhid. Karena ilmu tentang tauhid inilah
yang akan mengantarkan seorang hamba menuju surga-Nya. Dengan syarat orang tersebut
harus mengamalkannya dan tidak melakukan pembatalnya. Orang yang tidak melakukan
kesyirikan -dan dosa lain yang serupa- pasti masuk surga (lihat Syarh Muslim [2/168])
4. Hadits ini menunjukkan bahwa orang musyrik di akherat kelak kekal di dalam neraka. Sama saja
apakah dia itu berasal dari kalangan Ahli Kitab; Yahudi dan Nasrani, pemuja berhala ataupun
segenap golongan orang kafir yang lainnya. Bahkan hukum ini -kekal di neraka- juga berlaku
umum bagi mereka yang memeluk agama selain Islam ataupun mengaku Islam padahal telah
dihukumi kekafiran akibat tindakan kemurtadan yang dilakukannya kemudian mati di atas
keyakinannya tersebut (lihat Syarh Muslim [2/168])
5. Hadits ini menunjukkan bahwa pahala bagi amalan manusia di akherat nanti ditentukan di saat
akhir kehidupannya. Innamal a’malu bil khawatim.
6. Hadits ini menunjukkan tidak mungkin bersatu antara Islam dan kekafiran. Maka bagaimanakah
lagi orang yang mengatakan bahwa mereka menganut ajaran Islam Liberal?!
7. Hadits ini menunjukkan betapa besar kebutuhan umat manusia kepada ilmu tauhid, sebab
apabila mereka tidak memahaminya akan sangat besar kemungkinannya mereka melanggarnya
-berbuat syirik- dalam keadaan tidak sadar kemudian meninggal di atasnya, wal ‘iyadzu billah!
8. Wajib mengimani adanya surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya
9. Surga hanya dimasuki oleh orang-orang yang bertauhid. Maka hadits ini menjadi bantahan yang
sangat telak bagi kaum Liberal dan Pluralis yang menggembar-gemborkan paham Islam Liberal.
Di antara contoh keyakinan mereka yang sangat menjijikkan adalah ucapan salah seorang tokoh
mereka, “Kalau surga itu hanya dihuni oleh orang Islam saja, maka tentunya mereka akan
kesepian.” Maha Suci Allah dari apa yang mereka ucapkan. Ada seorang teman yang
menceritakan kepada kami sebuah kisah yang didengarnya dari salah seorang ustadz. Suatu
ketika seseorang berkata kepada temannya sesama tukang becak, “Surga itu seperti alun-alun
Kraton Yogyakarta. Dari mana saja orang datang dan melewati jalan manapun, tidak masalah.
Yang penting akhirnya mereka juga sampai ke sana.” Maka temannya menjawab dengan lugas,
“Itu ‘kan surganya Mbah -Moyang- mu!”
10. Hadits ini mengandung dorongan untuk memahami dan mengamalkan tauhid dengan sebenar-
benarnya serta dorongan untuk menjauhi segala macam bentuk kesyirikan