Anda di halaman 1dari 3

BENTANGLAHAN STRUKTURAL

Bentanglahan struktural merupakan fitur geomorfik yang dikendalikan oleh struktur geologi
yang mendasarinya serta sebaran batuan dengan ketahanan yang berbeda terhadap erosi
(Gutiérrez, 2016). Bentanglahan struktural dapat terbentuk karena adanya proses
endogen/diatropisme.Tenaga endogen tersebut menekan kulit bumi sehingga menyebabkan
perubahan bentuk relief. Tenaga endogen menghasilkan jenis tekanan yang berbeda, yaitu
tekanan normal (saling mendekat), thrust (saling menjauh), dan strike-slip (bergesekan)
(Anderson & Burbank, 2008). Bentuklahan umumnya diklasifikasikan berdasarkan asal
prosesnya. Klasifikasi tersebut terbagi menjadi bentuklahan asal proses struktural, bentuklahan
asal proses vulkanik, bentuklahan asal proses denudasional, bentuklahan asal proses solusional,
bentuklahan asal proses fluvial, bentuklahan asal proses marin, bentuklahan asal proses eolian,
bentuklahan asal proses glasial, bentuklahan asal proses organic, dan bentuklahan asal proses
antropogenik. Bentuklahan dapat diidentifikasi pada sebuah data spasial baik peta maupun citra
pengindraan jauh. Geomorfologi dengan penginderaan jauh saling berkaitan. Geomorfologi
berfokus pada klasifikasi bentuklahan serta hubungan bentangalam dengan proses
pembentuknya, sedangkan penginderaan jauh memberikan informasi mengenai distribusi
spasial suatu bentangalam (Smith dan Pain, 2009). Hubungan geomorfologi dan teknik
penginderaan jauh dalam konteks lingkungan dan perkembangan bentuklahan dapat menjadi
perhatian yang perlu dikaji (Verstappen, 2014). Bentanglahan struktural memiliki banyak
bentuklahan asal proses struktural yang berasal dari lipatan dan patahan. Lipatan memuat
bagian utama sinklin dan antiklin yang kemudian membentuk berbagai bentuklahan. Sinklin
adalah bagian yang terlipat dan mengarah ke bawah (downward), membentuk cekungan atau
lembah, sedangkan antiiklin adalah bagian yang terlipat dan mengarah naik ke atas membentuk
bukit. Unsur bentuklahan yang terbentuk antara lain adalah lembah antiklinal, lembah sinklinal,
lembah homoklin, bukit antiklinal, bukit sinklinal, bukit homoklin. Patahan juga memuat
beberapa bentuklahan, seperti punggungan blok sesar, lembah graben, perbukitan, dan lainnya.
Beberapa bentuklahan lainnya juga dapat terbentuk dengan proses lanjutan pengaruh tenaga
eksogen seperti erosi dan juga pengendapan material. Contohnya adalah lembah antiklinal yang
merupakan hasil dari erosi bukit antklinal dan bukit sinklinal yang terbentuk dari endapan
material pada lembah sinklinal. Selain itu, beberapa contoh bentuklahan asal proses struktural
lain yaitu sesar, cuesta, hogback, butte, mesa, dan horst.
Sinklin dan antiklin adalah dua bentuklahan yang saling berkaitan. Jika sinklin adalah lembah
lipatan, maka antiklin adalah punggung lipatan (Hugget, 2007). Sesar dapat diartikan sebagai
suatu bidang rekahan yang mengalami pergeseran relatif terhadap blok batuan lainnya.
Berdasarkan pergerakan kulit bumi, sesar dapat dibedakan menjadi tiga macam sesar
(Mulfinger & Snyder, 1979), yaitu dip slip fault (sesar vertikal), strike slip fault (sesar
mendatar), dan oblique slip fault (sesar miring). Bentuklahan selanjutnya adalah cuesta dan
hogback. Menurut Tjia (1987), cuesta adalah bentuklahan struktural dengan kemiringan lereng
yang tidak simetri serta sudut lereng searah perlapisan batuan memiliki kemiringan kurang dari
30 derajat. Sedangkan hogback merupakan kawasan perbukitan dengan morfografi yang
memanjang searah perlapisan batuan, serta morfometri kemiringan perlapisan batuan
sebesar >40° (Bierman dan Montgomery, 2013). Karakteristik hogback adalah terbentuk dari
sayap antiklin yang tererosi sehingga membentuk perbukitan yang panjang dengan arah
kemiringan struktur yang sama (Dhamayanti et al, 2016). Asal proses struktural dari cuesta dan
hogback adalah sama-sama perkembangan dari perlapisan struktur miring. Cuesta dan hogback
berasal dari proses lipatan yang sama-sama terbentuk dari batuan sedimen. Butte dan mesa
adalah bentuklahan asal proses struktural yang memiliki karakter sama karena
pembentukannya juga sama. Butte adalah suatu bukit terisolasi yang curam, memiliki sisi
vertikal, serta memiliki permukaan atas yang datar. Sedangkan menurut Hasmunir (2017),
mesa adalah bukit terisolasi yang memiliki puncak datar dengan struktur horizontal akibat erosi.
Perbedaan mendasar dari butte dan mesa antara lain: butte lebih tinggi daripada mesa, dataran
puncak mesa lebih lebar daipada butte, serta butte memiliki bentuk yang lebih ramping daipada
mesa. Mesa dan butte memiliki relief berbentuk bukit mendatar serta tersusun dari batuan
sedimen. Mesa dan butte merupakan perkembangan dari lapisan struktur mendatar dan berasal
dari proses erosi. Butte juga dapat terbentuk dari proses pelapukan. Sementara itu, horst
merupakan bagian dari patahan yang didefiniskan sebagai lapisan tanah yang tinggi dan
mengalami pengangkatan. Horst sendiri tebentuk dari struktur batuan metamorf. Karakteristik
butte adalah daratan tinggi sempit yang lebar diameter bagian yang terangkatnya lebih kecil
daripada tinggi bukit di sekitarnya (Thornbury, 1969). Shutter ridge merupakan perbukitan
yang terpotong akibat proses morfostruktur aktif yaitu strike-slip faults yang menyebabkan
pungungan di satu sisi patahan bergerak berlawanan arah dengan sisi lainnya. Shutter ridge
dapat terbentuk apabila salah satu permukaan bidang sesar lebih tinggi daripada sisi satunya.
Sesar lateral menggerakkan punggungan di depan sungai dan membelokkan jalurnya (Bierman
dan Montgomery, 2013) akibatnya bentuklahan ini dapat menutup aliran sungai (Hugget, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, R. S., Burbank, D. W., (2008). Tectonic Geomorphology. Singapore: Blackwell Publishing.

Anggraeni, D. (2019). Geologi Daerah Kalitengah Dan Sekitarnya Kecamatan Purwonegoro,


Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Teknik Geologi, 1(1).

Bierman, P.R., Montgomery, D.R. (2014). Key Concepts in Geomorphology. New York: W.H Freeman
and Company Publisher.

Dhamayanti, E., Raharjanti, N.M.A. and Hartati, I.M., (2016). August. Dinamika Sedimentasi
Singkapan Formasi Ngrayong Dengan Analogi Lingkungan Pengendapan Modern, Studi Kasus
Singkapan Polaman Dan Braholo Dengan Analogi Pesisir Pantai Utara Jawa. In proceeding, seminar
nasional kebumian ke-9 peran penelitian ilmu kebumian dalam pemberdayaan masyarakat 6-7 oktober
2016; grha sabha pr amana. Departemen teknik geologi ft ugm.

Firdaus, S. dan Septianto, A. (2018). Interpretasi Struktur Geologi Berdasarkan Citra Landsat 8, Srtm
dan Anomali Medan Gravitasi Satelit di Cekungan Jawa Timur Utara. Prosiding Seminar Nasional
Geotik 2018. ISSN: 2580-8796

Gutiérrez, F., & Gutiérrez, M. (2016). Structural Landforms. In Landforms of the Earth (pp. 3 - 19).
Springer, Cham.

Hasmunir. (2017). Materi Pembelajaran Geomorfologi untuk Progran Pendidikan Geografi. Jurnal
Pendidikan Geosfer. Vol. 2, No. 2, Hal. 3-12.

Hugget, R. J., (2007). Fundamentals of Geomorphology Second Edition. New York: Routledge.

Hugget, R.J. (2011). Fundamentals of Geomorphology Third Edition. New York:

Routledge Taylor & Francis Group Husein, S., A.D. Titisari, Y.R. Freski, dan P.P. Utama (2016). Buku
Panduan Ekskursi Geologi Regional 2016, Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada, 63 hal.

Kurnianto, F.A., (2019). Proses-Proses Geomorfologi pada Bentuk Lahan Lipatan. MAJALAH
PEMBELAJARAN GEOGRAFI, 2(2), pp.194-196.

Mulfinger, George. Jr. M.S., & Donald E Snyder, M.Ed., (1979). Earth Science, Greenvile, South
Carolina: Bob Jones University Press, Inc. Textbook Division.

Pannekoek, A.J. (1949). Outline of the Geomorphology of Java. Reprint from Tijdschriftvan Het
Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap, vol. LXVI part 3, E.J. Brill, Leiden, pp. 270-
325.

Anda mungkin juga menyukai