Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut undang-undang RI nomor 1 tahun 1974 pengertian dan tujuan
perkawinan terdapat dalam satu pasal, yaitu bab 1 pasal 1 menetapkan bahwa
perkawinan adalahi katan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga, keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa dan dengan demikian
jelas bahwa diantara tujuan pernikahan adalah membentuk sebuah rumah tangga
yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
Alqur’an membangunkan sebuah keluarga yang sakinah dan kuat untuk
membentuk suatu tatanan masyarakat yang memelihara aturan-aturan Allah
dalam kehidupan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka dapat diambil
sebuah rumasan masalah:
1. Apa definisi ibadah, muamalah, akhlak dan keluarga sakinah ?
2. Bagaimana peran ibadah, muamalah dan akhlak dalam membentuk keluarga
yang sakinah ?

C. Tujuan Penyusunan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan pembuatan makalah
sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan definisi ibadah, muamalah, akhlak dan keluarga sakinah.
2. Mendeskripsikan peran ibadah, muamalah dan akhlak dalam membentuk
keluarga yang sakinah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ibadah, Muamalah, Akhlak dan Keluarga Sakinah


1. Ibadah
Secara etimologis, kata ibadah merupakan bentuk mashdar dari kata kata abada
yang tersusun dari huruf ‘ain, ba, dan dal. Arti dari kata tersebut mempunyai
dua makna pokok yang kelihatan bertentangan atau bertolak belakang. Pertama,
mengandung pengertian lin wa zull yakni ; kelemahan dan kerendahan. Kedua,
mengandung pengertian syiddat wa qilazh yakni; kekerasan dan kekasaran.
H. Abd. Muin Salim menjelaskan bahwa, dari makna pertama diperoleh kata
‘abd yang bermakna mamluk (yang dimiliki) dan mempunyai bentuk jamak
‘abid dan ‘ibad. Bentuk pertama menunjukkan makna budak-budak dan yang
kedua untuk makna “hamba-hamba Tuhan”. Dari makna terakhir inilah
bersumber kata abada, ya’budu,’ibadatan yang secara leksikal bermakna
“tunduk merendahkan, dan menghinakan diri kepada dan di hadapan Allah.
Dalam bukunya Jalan Lurus Menuju Hati Sejahtera dijelaskan, bahwa kata
ibadah mengandung ke-mujmal-an dan kemudahan. Ayat-ayat al-Quran yang
menggunakan kata ‘abd (‫ )عبد‬dan yang serupa dan dekat maknanya adalah
seperti khada’ (tunduk merendahkan diri); khasya’a (khusyuk); atha’a
(mentaati), dan zal (menghinakan diri).
Pengertian ibadah dalam ungkapan yang berbeda-beda sebagaimana yang telah
dikutip, pada dasarnya memiliki kesamaan esensial, yakni masing-masing
bermuara pada pengabdian seorang hamba kepada Allah swt, dengan cara
mengagungkan-Nya, taat kepada-Nya, tunduk kepada-Nya, dan cinta yang
sempurna Allah.
2. Muamalah
Muamalah berasal dari bahasa Arab Muamalatan yang kata kerjanya adalah
amilu ya’malu, yang berarti bergaul, berbisnis, berhubungan dengan oranglain
atau berurusan dengan orang lain. Muamalah menurut A Dictionary of Modern
Written Arabic (Arabic English) adalah hubungan manusia dengan sesama
manusia atau tingkah laku manusia sesama manusia.

2
Muamalah dapat diartikan sebagai hukum atau aturan-aturan agama Islam yang
mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dan manusia (baik yang
seagama maupun berbeda agama), hubungan antara manusia dan kehidupannya,
dan hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya.

3. Akhlak
Menurut bahasa, kata Akhlak berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk
jama’ dari Khuluq atau khulq yang berarti (a) tabiat atau budi pekerti, (b)
kebiasaana tau adat, (c) keperwiraan, kesatriaan, kejantanan, dan (d) agama.
Senada dengan hal tersebut, al-Qur’an menyebutkan bahwa agama itu adalah
adat kebiasaan dan budi pekerti yang luhur, sebagaimana terkandung dalam Qs.
Al-Syu’ara: 137dan Al-Qalam: 4.Dua ayat tersebut (Qs. Al-Syu’ara: 137 dan
Al-Qalam: 4) berbicara mengenai dua hal. Pertama,bahwa Al- Qur’an menyebut
akhlak dalam bentuk tunggal, yaitu: khuluk , bukan akhlaq. Kedua, yang
terpenting dari ajaran Islam adalah mengamalkan ajarannya, sehingga menjadi
kebiasaan sehari-hari.
Tentu sebuah kebiasaan tidaklah cukup apabila dilakukan satu atau dua kali saja
namun perlu dilakukan berkali-kali sehingga dalam diri yang
bersangkutan terpola dengan kebiasaan itu. Menurut pengertian secara istilah
akhlak (khuluk) didefinisikan sebagai sifat yang tertanamdalam jiwa manusia,
sehingga sifat itu akan muncul secara respon bilamana diperlukan, respon itu
tanpa memerlukan pemikiaran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak pula
memerlukan dorongan dari luar.
a. Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah sifat yang tertananm dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan.
b. Ibrahim Anis
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah
macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran
atau pertimbangan.
c. Abdul Karim Zaidan

3
Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya
baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukannya atau
meninggalkannya.

4. Keluarga Sakinah
Kata sakinah berasal dari bahasa Arab. Dalam bahasa Arab, kata sakinah
mengandung makna tenang, tentram, damai, terhormat, aman, nyaman, merasa
dilindungi, penuh kasih sayang, dan memperoleh pembelaan. Dengan demikian
keluarga sakinah berartikeluarga yang semua anggotanya keluarga yang semua
anggotanya merasakan ketenangan, kedamain, keamanan, ketentraman,
perlindungan, kebahagiaan, keberkahan, dan penghargaan.
Kata sakinah juga sudah diserap menjadi bahasa indonesia. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia, kata sakinah bermakna kedamaian: ketentraman: ketenangan:
kebahagiaan. Keluarga sakinah juga sering disebut sebagai keluarga yang
bahagia. Menurut pandangan Barat, keluarga bahagia atau keluarga sejahtera
ialah keluarga yang memiliki dan menikmati segala kemewahan material.
Anggota-anggota keluarga tersebut memiliki kesehatan yang baik yang
memungkinkan mereka menikmati limpahan kekayaan material. Bagi mencapai
tujuan ini, seluruh perhatian, tenaga dan waktu ditumpukan kepada usaha
merealisasikan kecapaian kemewahan kebendaan yang dianggap sebagai perkara
pokok dan prasyarat kepada kesejahteraan (Dr. Hasan Hj. Mohd Ali, 1993:15).
Pandangan yang dinyatakan oleh Barat jauh berbeda dengan konsep keluarga
bahagia atau keluarga sakinah yang diterapkan oleh Islam. Menurut Dr. Hasan
Hj. Mohd Ali, 1993:18 – 19 asas kepada kesejahteraan dan kebahagiaan
keluarga di dalam Islam terletak kepada ketaqwaan kepada Allah SWT keluarga
bahagia adalah keluarga yang mendapat keredhaan Allah SWT. Allah SWT
redha kepada mereka dan mereka redha kepada Allah SWT Firman Allah “Allah
redha kepada mereka dan mereka redhakepada- Nya, yang demikian itu, bagi
orang yang takut kepada-Nya”. ( Surah Al-Bayinnah :8)
Menurut Paizah Ismail (2003 : 147), keluarga bahagia ialah suatu kelompok
sosia lyang terdiri dari suami istri, ibu bapak, anak pinak, cucu cicit, sanak

4
saudara yang sama-sama dapat merasa senang terhadap satu sama lain dan
terhadap hidup sendiri dengan gembira, mempunyai objektif, hidup baik secara
individu atau secara bersama, optimistik dan mempunyai keyakinan terhadap
sesama sendiri.

B. Peran Ibadah, Muamalah dan Akhlak Dalam Membentuk Keluarga Yang


Sakinah
1. Peran Ibadah
Menjadi Ladang Ibadah dan Beramal Shalih
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS : At Tahrim: 6)
Allah memerintahkan kepada manusia untuk menjaga diri dan keluarga dari api
neraka. Artinya, untuk menjauhi api neraka manusia diper intahkan untuk
memperbanyak ibadah dan amalan yang shaleh. Hal ini belum tentu mudah jika
dijalankan sendirian. Untuk itu, adanya keluarga yang baik dan sesuai harapan
Allah tentunya keluarga pun bisa menjadi ladang ibadah dan amal shalih karena
banyak yang bisa dilakukan dalam sebuah keluarga.
Seorang ayah yang bekerja mencari nafkah halal demi menghidupi keluarga dan
anak anaknya tentu menjadi pahala dan amal ibadah sendiri dalam keluarga.
Begitupun seorang ibu yang mengurus rumah tangga atau membantu suami
untuk menghidupi keluarga adalah ladang ibadah dan amal shalih
tersendiri. Kewajiban istri terhadap suami dalam islam bisa menjadi ladang
ibadah tersendiri. Begitupun Kewajiban suami terhadap istri adalah pahala
tersendiri bagi suami dalam keluarga. Mendidik anak dalam islam juga
merupakan bagian dari
Ladang ibadah dan amal shalih hanya akan bisa dilakukan secara kondusif oleh
keluarga yang terjaga rasa cinta, sayang, dan penuh dengan ketulusan dalam
menjalankannya. Untuk itu diperlukan keluarga dalam sakinah, mawaddah, wa
rahmah yang bisa menjalankan ibadah dan amal shalih dengan semaksimalnya.
Setiap perkawinan yang dibangun oleh sepasang suami istri pasti dikehendaki
untuk langgeng tanpa ada perceraian yang menimpa. Setiap keluarga yang dibina

5
pasti diinginkan untuk tetap terus kokoh sampai kapan pun di mana terjalin
ikatan lahir batin yang baik antar semua anggotanya.
Sebuah contoh kecil, seorang yang baik biasanya akan teringat orang tua, suami,
istri dan anak-anaknya saat ia makan enak sendirian di sebuah restoran. Seenak
apa pun makanan yang disajikan untuknya dirasa tak istimewa tanpa kehadiran
anggota keluarga tercinta. Namun sebaliknya, sesederhana apa pun makanan
yang disantap akan terasa nikmat bila dinikmati bersama seluruh anggota
keluarga.
Dalam Surat An-Nisa ayat 11 Allah berfirman:

ً ‫آباُؤ ُك ْم َوَأبْناُؤ ُك ْم ال تَ ْدرُونَ َأيُّهُ ْم َأ ْق َربُ لَ ُك ْم نَ ْفعا‬


“Orang-otang tua dan anak-anak kalian, kalian tidak tahu manakah di antara
mereka yang lebih dekat kemanfaatannya bagi kalian.”
Mengenai ayat tersebut sahabat Abdullah bin Abas mengatakan sebagimana
dikutip oleh Syekh Nawawi Banten dalam kitab tafsirnya Al-Munir, bahwa
kelak Allah akan memberi syafaat kepada orang-orang mukmin, di mana
sebagian mereka akan memberi syafaat kepada sebagian yang lain. Siapa yang
lebih taat kepada Allah maka dialah yang lebih tinggi derajatnya di surga. Maka
bila ada orang tua yang lebih tinggi derajatnya di surga daripada anaknya, maka
atas permintaan sang orang tua Allah akan menaikkan derajat anaknya sehingga
orang tuanya akan merasa bahagia bisa kembali berkumpul dengan anaknya. Pun
sebaliknya, bila sang anak lebih tinggi derajatnya di surga dibanding orang
tuanya, maka Allah akan menaikkan derajat orang tuanya sehingga sang anak
merasa senang dapat berkumpul kembali dengan orang tuanya.
Bahwa ikatan perkawinan bukan saja dirajut untuk membangun keluarga yang
kokoh di dunia tapi juga diharapkan akan mampu mengumpulkan kembali setiap
anggota keluarga di akhirat kelak di tempat penuh kenikmatan. Dan untuk
mencapai itu mesti ada usaha dari setiap anggota keluarga untuk menjadi orang
yang terbaik di hadapan Allah agar kelak ia bisa mengangkat derajat anggota
keluarga yang lain. 
Lebih khusus lagi bagi orang tua semestinya berusaha lebih kuat untuk bisa
menciptakan generasi yang taat beragama. Pendidikan agama mesti lebih

6
diperhatikan untuk diberikan kepada anak-anak agar tercipta generasi yang saleh
lahir dan batin. Karena ia tidak tahu apakah dirinya atau anak-anaknya yang
kelak lebih memberi manfaat meninggikan derajat yang lainnya di surga.

2. Peran Muamalah
a) Hukum Islam yang mengatur hubungan keluarga dengan sesamanya
meliputi aturan tentang hak asasi manusia, relasi gender, pernikahan,
perkawinan, pemilikan, warisan, hibah, wasiat, perdagangan, perkongsian,
sewa-menyewa, simpan-pinjam, utang-piutang, hubungan antar bangsa,
hubungan antara sesama umat, hubungan antar golongan, hubungan antara
umat berbeda agama dan sebagainya.
b) Hukum Islam yang mengatur hubungan keluarga dalam kehidupan meliputi
aturan tentang makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal,
matapencaharian dan rezeki.
c) Hukum Islam yang mengatur hubungan keluarga dengan keluarga laiannya
dan alam sekitarnya atau alam semesta, meliputi aturan mengenai suruhan
untuk meliputi keadaan alam, memeliharanya, memanfaatkannya, kekayaan
alam dan larangan berlaku boros atau mubazir serta larangan
mengeksploitasi dan merusak alam.

3. Peran Akhlak
Berikut ini merupakan akhlak terhadap keluarga sakinah :
a) Berbuat baik kepada kedua orang tua dan kerabat dekat
Kedua orang tua adalah orang yang paling baik dan paling banyak
memberikan kebaikan terhadap anak-anaknya. Ibu misalnya, ia telah
mengandung sembilan bulan, kemudian melahirkan dengan susah payah,
kemudian menyusui, mengasuh dan mendidik. Bapak sebagai kepala
keluarga, yang mengasuh dan mencari nafkah untuk pemenuhan kebutuhan
keluarga. Saudara dekat juga banyak memberi kebaikan meskipun ia tidak
sebanyak kedua orang tua kita. Oleh sebab itulah anak wajib bebuat baik
kepada orang tuanya. Bahkan tingkatan berbuat baik terhadap orang tua
langsung dibawah perintah kepada Allah. Sedangkan durhaka kepada orang

7
tua adalah dosa besar. (an-Nisa: 36). Dalam ayat lain disebutkan bahwa kita
harus berbuat baik kepada kedua orang tua, diantaranya dengan mendoakan
mereka (Al-Isra’: 23-24).
b) Menghormati hak hidup anak
Anak adalah amanah dari Allah. Kalau orang yang mendapat amanah dapat
melaksanakan dengan baik maka ia akan mendapat kebaikan dan
kebahagiaan di dunia dan di akherat. Oleh karena itu, orang tua wajib
mengupayakan agar anak-anak hidup sehat jasmani dan mencerdaskan
pikirannya serta mengasah spiritualnya.
c) Membiasakan hidup bermusyawarah.
Musyawarah adalah sarana yang sangat efektif untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapai oleh keluarga.
Dalam setiap keluarga pasti akan muncul masalah yang bisa mengganggu
keharmonisan keluarga. Musyawarah juga sangat baik untuk menentukan
pilihan salah satu anggota keluarga yang bimbang dalam menentukan
pilihan.
Misalnya, ada salah seorang anaknya yang akan pergi jauh karena mendapat
tugas dari kantor. (QS. Al-Thaalaq: 6)
d) Bergaul dengan baik
Islam sangat memberikan perhatian pada silaturahmi antar anggota
keluarga. Antara anak, orang tua,kerabat dekat, paman, kakek, nenek harus
saling dekat satu sama lain sehingga terjadi pergaulan yang akrab. Apabila
salah satu anggota keluarga sedang memerlukan bantuan untuk keperluan
ternentu,mana anggota keluarga lain pertama-tama harus membantu.
Keakraban anggota keluarga ini adalahkunci kebahagiaan rumah tangga.
e) Menyantuni anggota keluarga yang kurang mampu
Kemampuan dan kekayaan dalam keluarga tidak sama. Ada sebagian yang
mendapatkan rezeki lebih, ada sebagian yang lain cukup dan ada juga yang
kurang. Maka islam sangat menekankan agar anggota keluarga yang mampu
menyantuni keluarga yang kurang mampu. Allah berfirman dalam surat Al-
Isra’: 26.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hal-hal yang perlu di capai dalam membentuk keluarga sakinah adalah dengan
membangun komunikasi yang baik dengan seluruh anggota keluarga seperti
kepala keluarga bertanggung jawab untuk memenuhi semua kebutuhan istri dan
anak-anak. Sedangkan istri bertugas untuk menjaga semua kebutuhan yang ada
di dalam rumah, anak bertugas untuk menuntut ilmu dan membantu pekerjaan
rumah apabila diperlukan. Memberikan dukungan dan motivasi kepada seluruh
anggota keluarga agar tercapainya keluarga yang samara. Memberikan anak
kasih sayang serta membimbingnya menuju kebaikan dunia akhirat. Saling
menyayangi antar sesama anggota keluarga. Saling terbuka antara suami dan
istri, saling tolong menolong dalam kebaikan dan selalu berprasangka baik
terhadap anggota keluarga apabila terjadi permasalahan dapat segera
diselesaikan dengan baik tanpa harus menunggu masalah menjadi tambah rumit.
Menerapkan kebijaksanaan di dalam kehidupan sehari-hari agar anak dapat
mencontohinya, menjaga ketenteram dalam keluarga, mengajak anak-anak dan
istri untuk shalat berjamaah walaupun tidak setiap waktu, saling memberi maaf
dan tidak segan untuk meminta maaf ketika melakukan kesalahan, serta
mempererat hubungan kekeluargaan antara kedua belah pihak keluarga.

B. Saran
Kami harap bagi pembaca bila menemukan kekeliruan atau kata yang
mempunyai makna menyinggung ataupun salah dalam penerapan dalam
kehidupan pembaca/ bertentangan maka kami mohon maaf, karena kami
pembuat makalah ini hanya ciptaan yang mungkin masih memiliki kekurangan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abu al-Ghifari, Wanita, Bandung Ideal Dambaan Pria Sejati: Mujahid, 2003, hlm.
49-54

Syaikh Nawawi Al-Bantani Hasyiyah As-Showy, Tafsir Maroh Labid/Al-Munir,


Imam Ahmad As-Showy

Hafidz. Dasuki. 199. Ensiklopedi Islam. jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve. Hal l02.

Yanuar Ilyas. 2000. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI-UMY. Hal 2

Amarin dan Rizki Abdurahman. Akhlak baik dan Akhlak Buruk. Artikel Ilmiah.

Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic (Arabic-English), Wiesbeden

Otto Harrasso Witz, 1979, hlm. 175.

Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic (Arabic-English), Wiesbeden

Otto Harrasso Witz, 1979, hlm. 176.

Azhar Basyir dan Ahmad, Asas-


asas Hukum Muamalat (Hukum PerdataIslam), Yogyakarta: UII Press, 2000. Hlm.
11

10

Anda mungkin juga menyukai