Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Teori

a. Kontrasepsi Suntik 3 Bulan (DMPA)

1) Pengertian

Kontrasepsi suntik 3 bulan (DMPA) merupakan KB suntik 3

bulan yang mengandung 150 mg Depo Medroksiprogesteron Asetat

(DMPA), yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik

intramuskular di daerah bokong (Sarwono, 2012).

Terdapat 2 jenis suntikan progestin yaitu injeksiDepo

MedroksiprogesteronAsetat (DMPA) yang diberikan dalam suntikan

tunggal 150 mg secara intramuskular setiap 12 minggu sekali dan

Noristeratatau Noretindron Asetat(NET EN) yang diberikan dalam

suntikan tunggal 200 mg secara intramuscular setiap 8 minggu sekali

(Hartanto, 2015).

2) Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja suntik DMPA digolongkan menjadi 2, secara

primer dan sekunder sebagai berikut:

a) Primer

Mencegah ovulasi kadar Folikel Stimulating Hormone (FSH) dan

Luitenizing Hormone (LH) menurun serta tidak terjadi lonjakan

9
10

LH. Pada pemakaian DMPA, endometrium menjadi dangkal dan

atrofis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Dengan

pemakaian jangka lama endometrium bisa menjadi sedikit sehingga

hampir tidak didapatkan jaringan bila dilakukan biopsi, tetapi

perubahan tersebut akan kembali normal dalam waktu 90 hari

setelah suntikan DMPA berakhir.

b) Sekunder

(1) Lendir serviks menjadi kental dan sedikit, sehingga merupakan

barier terhadap spermatozoa.

(2) Membuat endometrium menjadi kurang baik/layak untuk

implantasi dari ovum yang telah dibuahi.

(3) Mungkin mempengaruhi kecepatan transpor ovum di dalam

tuba fallopii (Hartanto, 2015).

3) Efektifitas

Kontrasepsi suntik DMPA menurut Sarwono (2012) memiliki

efektivitas tinggi yaitu 0,3 kehamilan per 100 perempuan per tahun,

asal penyuntikannya dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah

ditentukan. Kontrasepsi suntik DMPA memiliki efektifitas antara 99%

dan 100% dalam mencegah kehamilan. Sehingga kontrasepsi suntik

DMPA adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif karena angka

kegagalan penggunaannya lebih kecil (Everett, 2008).

4) Indikasi

Menurut Affandi (2012), indikasi pemakaian KB suntik DMPA yaitu:


11

a) Usia reproduksi.

b) Nulipara dan yang telah memiliki anak.

c) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki

efektivitas tinggi.

d) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.

e) Setelah melahirkan dan tidak menyusui.

f) Setelah abortus atau keguguran.

g) Telah banyak ana, tetapi belum menghendaki tubektomi.

h) Perokok.

i) Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah gangguan

pembekuan darah atau anemia bulan sabit.

j) Menggunakan obat untuk epilepsi (fenitoin dan barbiturat) atau

obat tuberkulosis (rifampisin).

k) Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen.

l) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi.

m)Anemia defisiensi besi.

n) Mendekati usia menopouse yang tidak mau atau tidak boleh

menggunakan pil kontrasepsi kombinasi.

5) Kontraindikasi

Menurut Saifuddin (2010), kontraindikasi pada akseptor KB

DMPA yaitu:

a) Hamil atau dicurigai hamil (risiko cacat pada janin 7 per 100.000

kelahiran).
12

b) Perdarahan pervaginam yang tidak terdiagnosis.

c) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama

amenorhea.

d) Kanker bergantug steroid seks, misalnya kanker payudara atau

riwayat kanker payudara.

e) Diabetes mellitus disertai komplikasi.

6) Keuntungan

Keuntungan KB suntik DMPA menurut Saifuddin (2010), yaitu:

a) Sangat efektif dapat digunakan sebagai pencegahan kehamilan

jangka panjang.

b) Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri.

c) Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius

terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah.

d) Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI.

e) Efek sampingnya sedikit.

f) Tidak perlu menyimpan obat suntik.

g) Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai

perimenopouse

h) Dapat membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan

ektopik.

i) Menurunkan angka kejadian penyakit jinak payudara.

j) Sebagai pencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul.

k) Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell).


13

7) Kerugian

Pemakaian KB suntik DMPA memiliki kerugian setelah

pemakaian menurut Saifuddin (2010), yaitu:

a) Sering ditemukan gangguan haid seperti:

(1) Siklus haid yang memendek atau memanjang,

(2) Perdarahan banyak atau sedikit,

(3) Perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting),

(4) Tidak haid sama sekali.

b) Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan

(harus kembali untuk suntikan).

c) Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan

berikutnya.

d) Menimbulkan efek samping masalah berat badan.

e) Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular

seksual, hepatitis B virus, atau infeksi virus HIV.

f) Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian.

g) Terlambatnyakembali kesuburan bukan karena terjadinya

kerusakan pada organ genitalia, melainkan karena belum habisnya

pelepasan obat suntikan dari deponya (tempat suntikan).

h) Terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka

panjang.

i) Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan

kepadatan tulang.
14

j) Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan

pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi (jarang), sakit

kepala, nervositas, jerawat.

8) Waktu mulai menggunakan

a) Setiap saat selama siklus haid , asal ibu tersebut tidak sedang

hamil.

b) Mulai hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid.

c) Pada ibu yang tidak haid injeksi pertama diberikan setiap saat,

asalkan saja ibu tersebut sedang tidak hamil. Selama 7 hari setelah

suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual.

d) Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin

mengganti dengan kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah

menggunakan kontrasepsi hormonal sebelumnya secara benar, dan

ibu tersebut tidak hamil, suntikan pertama dapat segera diberikan.

Tidak perlu menunggu sampai haid berikutnya datang.

e) Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi jenis lain dan ingin

menggunakan dengan jenis kontrasepsi suntikan yang lain lagi,

kontrasepsi suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadwal

kontrasepsi suntikan yang sebelumnya.

f) Ibu yang menggunakan kontrasepsi non hormonal dan ingin

menggantinya dengan kontrasepsi hormonal, suntikan pertama

kontrasepsi hormonal yang akan diberikan dapat segera diberikan,

asal saja ibu tersebut tidak hamil, dan pemberiannya tidak perlu
15

menunggu haid berikutnya datang. Bila ibu suntik setelah hari ke 7

haid, ibu tersebut selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh

melakukan hubungan seksual.

g) Ibu ingin menggantikan AKDR dengan kontrasepsi hormonal.

Suntikan pertama dapat diberikan pada hari pertama sampai hari ke

7 siklus haid, atau dapat diberikan setiap saat setelah hari ke 7

siklus haid, asal saja yakin ibu tersebut tidak hamil.

h) Ibu tidak haid atau ibu dengan perdarahan tidak teratur, suntikan

pertama diberikan setiap saat, asal saja ibu tersebut tidak hamil, dan

selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan

seksual.

(Saifuddin, 2010).

9) Efek samping

a) Adanya gangguan haid berupa: siklus haid memanjang atau

memendek, perdarahan banyak atau sedikit, perdarahan tidak

teratur ataupun perdarahan bercak, bahkan tidak haid sama sekali.

b) Pada penggunaan jangka panjang akan terjadi defisiensi estrogen

sehingga dapat menyebabkan kekeringan vagina, menurunkan

libido, gangguan emosi, sakit kepala, jerawat dan meningkatnya

resiko osteoporosis (Meilani, 2010).

c) Amenorhea (tidak terjadi perdarahan), perdarahan atau perdarahan

bercak (spotting) (Saifuddin, 2010).


16

10) Lama Penggunaan KB suntik 3 bulan (DMPA)

Semakin lama penggunaan DMPA maka kejadian lama

menstruasi akseptor DMPA semakin memendek bahkan sampai

menjadi tidak menstruasi. Perubahan lama menstruasi tersebut

disebabkan komponen gestagen yang terkandung di dalam DMPA.

Perubahan ini sejalan dengan berkurangnya darah menstruasi pada

akseptor DMPA. Wanita yang menerima kontrasepsi suntik sebagai

metode kontrasepsi yang sangat memuaskan. Guna untuk mencapai

tujuan pelayanan ditempuh kebijakan mengkategorikan 3 fase untuk

mencapai sasaran yaitu fase menunda, menjarangkan,

menghentikan/mengakhiri kehamilan (Manuaba, 2008).

Penggunaan kontrasepsi yang rasional untuk tujuan

menjarangkan kehamilan kontrasepsi suntik dapat dipakai 2-4 tahun

atau sesuai dengan jarak kehamilan yang direncanakan dan digunakan

untuk usia 25-35 tahun/lebih, walaupun dapat dipakai dalam jangka

waktu lama, untuk menjaga keseimbangan hormonal ibu akseptor KB

suntik disarankan untuk tidak terus menerus karena dapat menekan

kelenjar endokrin (kelenjar penghasil hormon). Setelah satu atau dua

tahun penyuntikan akan terjadi amenorea yang disebabkan karena

hormon progesterone yang terkandung dalam DMPA akan

menghambat pengeluaran RH (Releasing Hormon) yang

mempertahankan endometrium dalam fase sekresi sehingga

menyebabkan endometrium semakin lama menjadi atropi dan siklus


17

haid tidak akan terjadi. Amenore terjadi setelah satu atau dua tahun

penyuntikan (Baziad, 2008). Pada kontrasepsi suntik yang berisi

progestin, mempunyai efek samping yaitu pola perdarahan yang tidak

teratur, siklus perdarahan yang panjang, adanya bercak-bercak, dan

amenorea, dengan lama penggunaan 12 bulan atau lebih (Kusmiran,

2011).

Dalam penggunaan jangka panjang kontrasepsi suntik

(sekurang-kurangnya 2 tahun) perlu dipertimbangkan untuk

mengganti cara metode kontrasepsi yang lain, kemudian bila berhenti

menggunakan kontrasepsi suntik dan ingin berganti cara lain misal pil

kombinasi atau IUD dapat diberikan segera tanpa perlu menunggu

haid dengan tujuan kontrasepsi tersebut adalah menjarangkan

kelahiran dan menjadikan haid normal (Saifuddin, 2006).

Penggunaan Depo Progestin dianjurkan dibatasi hanya 2 tahun

saja (Reifsnider et.,al 2013). Pemberian jeda perlu dilakukan karena

terdapat beberapa efek jika Depo Progestin digunakan secara terus

menerus dalam jangka panjang. Selama menggunakan Depo

Progestin, wanita harus dalam pengawasan tenaga medis untuk

memantau perkembangan status kesehatannya. Konseling yang

memadai mengenai gaya hidup sehat, serta diit yang tepat untuk

mengantisipasi efek yang tidak diinginkan (Bakry and Abdullah,

2009, Bakry and Abu-Shaeir, 2010). Efek samping Depo Progestin

adalah gangguan menstruasi (93,60%), peningkatan berat badan


18

(48%), nyeri sendi (24%), dan sebesar (10,4%) vagina kering (Veisi

and Zangeneh, 2013). Berdasarkan Mutia (2012) ibu yang

menggunakan KB suntik 3 bulan lebih dari 2 tahun mempunyai

peluang 0,149 kali terhadap gangguan siklus menstruasi dibandingkan

ibu yang menggunakan KB suntik 3 bulan kurang dari 2 tahun.

b. Siklus Menstruasi

1) Pengertian

Siklus menstruasi merupakan waktu sejak hari pertama

menstruasi sampai datangnya menstruasi periode berikutnya.

Sedangkan panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal

mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya.

Siklus menstruasi normal pada wanita berkisar antara 21-35 hari dan

hanya 10-15% yang memiliki siklus menstruasi ini dipengaruhi oleh

usia, berat badan, aktifitas fisik, tingkat stress, genetik dan gizi

(Wiknjosastro, 2008).

Menstruasi atau haid adalah perdarahan secara periodik dan

siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium.

Proses terjadinya haid berlangsung dengan empat tahapan yaitu masa

proliferasi, masa ovulasi, masa sekresi dan masa haid. Dalam proses

ovulasi, yang memegang peranan penting adalah hubungan

hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (hypothalamic-pictuitary-ovarium

axis) (Proverawati, 2009).


19

Lama keluarnya darah menstruasi juga bervariasi, pada

umumnya lamanya 4 sampai 6 hari, tetapi antara 2 sampai 8 hari

masih dianggap normal. Pengeluaran darah menstruasi terdiri dari

fragmen-fragmen kelupasan endometrium yang bercampur dengan

darah yang banyaknya tidak tentu.biasanya darahnya cair, tetapi

apabila kecepatan aliran darahnya terlalu besar, bekuan dengan

berbagai ukuran sangat mungkin ditemukan. Ketidak bekuan darah

menstruasi yang biasa ini disebabkan oleh suatu sistem fibrinolitik

lokal yang aktif di dalam endometrium. Rata-rata banyaknya darah

yang hilang pada wanita normal selama satu periode menstruasi telah

ditentukan oleh beberapa kelompok peneliti, yaitu 25-60 ml (Heffner,

2008).

2) Sistem hormonal yang mempengaruhi siklus menstruasi

Siklus menstruasi dipengaruhi oleh serangkaian hormon yang

diproduksi oleh tubuh yaitu Lutenizing Hormon, Follicle Stimulating

Hormone, dan estrogen. Selain itu siklus juga dipengaruhi oleh

kondisi psikis sehingga bisa maju dan mundur (Heffner, 2008).

3) Hormon yang mengontrol Siklus Haid

Pematangan folikel dan ovulasi dikontrol oleh hypothalamus-

pituatary-ovarium axis. Hipotalamus mengontrol siklus, tetapi ia

sendiri dapat dipengaruhi oleh senter yang lebih tinggi di otak,

misalnya kecemasan dan stress dapat mempengaruhi siklus.

Hipotalamus memacu kelenjar hipofisis dengan menyekresi


20

gonadotropin-releasing hormone (GnRH) suatu deka-peptide yang

disekresi secara pulsatil oleh hipotalamus. Pulsasi sekitar setiap 90

menit, menyekresi GnRH melalui pembuluh darah kecil di sistem

portal kelenjar hipofisis ke hipofisis anterior, gonadotropin hipofisis

memacu sintesis dan pelepasan follicle-stimulating hormone (FSH)

dan Luteinizing-hormone (LH). Meskipun ada dua gonadotropin, ada

satu releasing hormone untuk keduanya (Sarwono, 2010).

FSH adalah hormon glikoprotein yang memacu pematangan

folikel selama fase folikuler dari siklus. FSH juga membantu LH

memacu sekresi hormon steroid, terutama estrogen oleh sel granulosa

dari folikel matang. Produksi progesteron oleh korpus luteum juga

dipengaruhi oleh LH. FSH dan LH, dan dua hormon glikoprotein

lainnya yaitu thyroid-stimulating hormone (TSH) dan human

chorionic gonadotropin (hCG), dibetuk oleh dua subunit protein,

rantai alfa dan beta. Aktifitas siklik dalam ovarium atau siklus

ovarium dipertahankan oleh mekanisme umpan balik yang bekerja

antara ovarium, hipotalamus dan hipofisis (Sarwono, 2010).

4) Fase siklus menstruasi

Setiap satu siklus menstruasi terdapat 4 fase perubahan yang

terjadi dalam uterus. Menurut Wiknjosastro (2008), fase-fase ini

merupakan hasil kerjasama yang sangat terkoordinasi antara hipofisis

anterior, ovarium, dan uterus, fase-fase tersebut adalah:


21

a) Fase menstruasi

Fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai

pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya startum basale.

Fase ini berlangsung selama 3-4 hari.

b) Fase pasca menstruasi atau fase regenerasi

Fase ini, terjadi penyembuhan luka akibat lepasnya endometrium.

Kondisi ini mulai sejak fase menstruasi terjadi dan berlangsung

selama ± 4 hari.

c) Fase intermenstum atau fase proliferasi

Setelah luka sembuh, akan terjadi penebalan pada endometrium ±

3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari

siklus menstruasi. Fase proliferasi dibagi menjadi 3 tahap yaitu :

fase proliferasi dini, terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase

ini dapat dikenali dari epitel permukaan yang tipis dan adanya

regenerasi epitel.

Fase proliferasi madya, terjadi pada hari ke-8 sampai hari ke-

10. Fase ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenali dari

epitel permukaan yang tinggi. Fase proliferasi akhir, berlangsung

antara hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenali dari

permukaan yang tidak rata dan dijumpai banyaknya mitosis.

d) Fase pramenstruasi atau fase sekresi

Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28. Fase ini

endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar


22

berubah menjadi panjang berkelok-kelok dan mengeluarkan getah

yang makin lama makin nyata. Bagian dalam sel endometrium

terdapat glikogen dan kapur yang diperlukan sebagai bahan

makanan untuk telur yang dibuahi. Fase sekresi dibagi dalam 2

tahap, yaitu: fase sekresi dini, pada fase ini endometrium lebih tipis

dari fase sebelumnya karena kehilangan cairan. Fase sekresei

lanjut, pada fase ini kelenjar dalam endometrium berkembang dan

menjadi lebih berkelok-kelok dan sekresi mulai mengeluarkan

getah yang mengandung glikogen dan lemak. Akhir masa ini,

stroma endometrium berubah kearah sel-sel desidua, terutama yang

ada di seputar pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan ini

memudahkan terjadinya nidasi.

5) Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan siklus menstruasi

Menurut penelitian Anggraeni (2009) faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap perubahan siklus menstruasi pada akseptor KB

suntik adalah :

a) Umur

Menurut Hartanto (2015) untuk kategori umur dibagi menjadi

3 fase yaitu fase menunda suatu perkawinan atau kesuburan, fase

menjarangkan kehamilan dan fase menghentikan kehamilan atau

kesuburan. Fase menunda kesuburan yaitu bagi PUS dengan usia

istri kurang dari 20 tahun. Kontrasepsi yang dianjurkan untuk fase


23

ini adalah kontrasepsi dengan reversibilitas dan efektivitas tinggi,

misalnya kontrasepsi hormonal seperti pil dan suntik.

Fase menjarangkan kehamilan yaitu bagi PUS dengan usia

istri 20-35 tahun yang merupakan periode paling baik untuk

melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak kelahiran 2-4

tahun. Kontrasepsi yang dianjurkan untuk fase ini adalah

kontrasepsi dengan efektifitas tinggi dan reversibilitas tinggi

karena peserta masih mengharapkan kelahiran anak lagi.

Fase menghentikan kehamilan yaitu bagi PUS dengan usia

istri lebih dari 35 tahun. Kontrasepsi yang dianjurkan untuk fase ini

adalah kontrasepsi dengan efektifitas tinggi dan juga bersifat

jangka panjang, kontrasepsi mantap sangat dianjurkan. Penggunaan

kontrasepsi hormonal tidak dianjurkan karena dengan usia akseptor

yang relatif tua dapat menimbulkan efek samping dan komplikasi

kesehatan pada akseptor. Untuk mempengaruhi menstruasi

terutama antara umur menarche yaitu < 20 tahun dan masa

menopause yaitu sekitar 45 tahun ke atas (Wiknjosastro, 2008).

b) Kondisi psikologi

Keadaan psikologi ada hubungannya dengan suatu system

metabolisme tubuh. Masing-masing wanita dapat mengalami reaksi

berbeda-beda. Ada yang jumlah darah menstruasinya banyak saat

mengalami stress, tetapi adapula yang sebaliknya bahkan sampai

mengalami amenorea (Jones & Llewwlyn, 2009).


24

c) Penyakit penyerta

Wanita yang memiliki penyakit penyerta misalnya memiliki

riwayat diabetes mellitus (DM) biasanya dihubungkan dengan

siklus menstruasi dengan siklus yang panjang dan tidak teratur

(Rowland, 2002).

d) Aktivitas fisik

Aktifitas fisik yang berlebihan dapat menyebabkan siklus

menstruasi terganggu. Karena kelelahan fisik juga dapat menjadi

salah satu faktor penyebab hormon gagal mematangkan sel telur

(Cuningham, 2006).

Selain itu menurut Susilowati (2012), faktor-faktor yang

berhubungan dengan gangguan siklus menstruasi adalah jenis

kontrasepsi suntik, kepatuhan dalam suntikan ulang, lama penggunaan

kontrasepsi, dan penyakit penyerta.

6) Dampak

a) Positif

Dampak positif mengenai perubahan siklus menstruasi yang dapat

diterima oleh akseptor KB, seperti: apabila terjadi amenorea,

berkurangnya darah haid sebenarnya memberikan efek yang

menguntungkan yakni berkurangnya insidens anemia.

b) Negatif

Dampak negatif yang semula siklus haid yang normal dapat terjadi

perubahan siklus menstruasi seperti:


25

(1) Terjadi perdarahan bercak (spotting).

(2) Perdarahan irreguler.

(3) Amenorea.

(4) Perubahan dalam frekuensi, lama dan jumlah darah yang hilang.

(5) Tidak mengalami haid (Hartanto, 2015).

7) Ganguan pola menstruasi

Gangguan menstruasi yaitu bisa dialami wanita tentang seputar

haid diantaranya yaitu seperti haid terasa sakit, haid tidak teratur atau

terlambat datang haid, darah haid terlalu banyak dan waktu haid

terlalu lama (Wijayakusuma, 2007).Penggunaan kontrasepsi suntik 3

bulan yang hanya mengandung progesteron juga dapat menimbulkan

terjadinya perubahan pola menstruasi yang dapat berupa polimenorea,

oligomenorea, hipomenorea, atau bahkan tidak mengalami menstruasi

(amenorea) setelah satu tahun penggunaan kontrasepsi (Kemenkes,

2013).

Apabila menstruasi tidak terjadi pada saat yang seharusnya, hal

ini menunjukan tanda kehamilan. Akan tetapi masa menstruasi yang

tidak teratur atau tidak mendapat menstruasi sering merupakan

keadaan yang wajar bagi banyak remaja yang baru saja mendapatkan

menstruasi dan bagi perempuan yang berusia diatas 40 tahun.

Kecemasan dan gangguan emosional dapat menyebabkan seorang

wanita tidak mendapatkan menstruasi.


26

Gangguan pola menstruasi yang berhubungan dengan siklus

menstruasi digolongkan menjadi 3 macam yaitu:

a) Polimenorea

Pada polimenorea siklus menstruasi lebih pendek dari biasa

(kurang daari 21 hari). Polimenorea dapat disebabkan oleh

gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi, atau

menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain adalah kongesti

ovarium karena peradangan, endometriosis, dan sebagainya.

b) Oligomenorea

Siklus menstruasi lebih panjang, lebih dari 35 hari. Perdarahan

pada oligomenorea biasanya berkurang. Pada kebanyakan kasus

oligomenorea kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas

yang cukup baik. Siklus menstruasi biasanya sebagai ovulator

dengan masa proliferasi lebih panjang dari biasa.

c) Amenorea

Amenorea adalah keadaan tidak adanya menstruasi sedikitnya tiga

bulan berturut-turut. Amenorea primer apabila seorang wanita

berumur 18 tahun keatas tidak pernah mendapat menstruasi,

sedangkan pada amenorea sekunder penderita pernah mendapat

menstruasi tetapi kemudian tidak dapat lagi. Amenorea primer

umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih

sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan kongenital dan

kelainan-kelainan genetik. Adanya amenorea sekunder lebih


27

menunjukankepala sebab-sebab yang timbul kemudian dalam

kehidupan wanita, seperti penggunaan kontrasepsi hormonal,

gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor, penyakit infeksi,

dan lain-lain (Wiknjosastro, 2008).

Gangguan pola menstruasi berdasarkan perdarahan diluar siklus

haid, yaitu metrorarghia. Metorargia yaitu apabila menstruasi terjadi

dengan interval tidak teratur atau jika terdapat insiden bercak darah

atau perdarahan diantara menstruasi, istilah metrorarghia digunakan

untuk menggambarkan keadaan tersebut. Perdarahan bercak (spotting)

adalah bercak-bercak perdarahan di luar haid yang terjadi selama

akseptor mengikuti KB suntik (Varney, 2007).

Faktor penyebab gangguan menstruasi secara fisiologis adalah

berkaitan dengan umur yaitu terjadi sebelum pubertas atau dalam

masa menopouse, dalam kehamilan, dalam masa laktasi maupun

gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium, kelainan

kongenital, gangguan sistem hormonal, pemyakit-penyakit lain,

ketidak stabilan emosi dan kurang zat makanan serta mempunyai nilai

gizi lebih yang berkaitan dengan status sosial ekonomi dan pekerjaan

(Rabe, 2002).

Adapula faktor penyebab yang memicu terjadinya gangguan

pola menstruasi, antara lain:


28

a) Status gizi

Wanita yang mengalami gangguan gizi, terutama

mengalami gangguan makan bisa menyebabkan kegagalan

hipofisis dalam melepaskan gonadotropinreleasing hormone

dalam jumlah yang memadai untuk merangsang pelepasan

gonadotropin oleh kelenjar hipofisis sehingga mengakhibatkan

jumlah estrogen yang disekresi ovarium sedikit. Bila wanita

mengalami gizi baik, maka sebaliknya bisa mempengaruhi

menstruasi datang lebih awal (Henderson, 2005).

b) Hormon

Kondisi hormon pada tubuh remaja belum stabil sehingga

menyebabkan menstruasi kadang datang kadang tidak. Pada

kelainan hormonal terjadi gangguan proses hipotalamus-hipofisis,

ovarium dan rangsangan estrogen-progesteron yang

memungkinkan terjadinya gangguan pola menstruasi. Faktor

hormon juga dikarenakan adanya penambahan zat seperti

dilakukan penyuntikan cyclofem (suntik 1 bulan) maupun DMPA

(suntik 3 bulan) (Manuaba, 2009).

c) Penyakit ginekologi

Penyakit ginekologi juga sangat mempengaruhi pola

menstruasi misalnya endometriosis dan mioma (Wiknjosastro,

2008).

d) Kelainan organ reproduksi


29

Dalam pembentukan alat-alat kelamin dapat mengalami

beberapa gangguan organ reproduksi. Kegagalan dalam

pertumbuhan dan perkembangan organ genitalia dapat

menimbulkan berbagai kelainan kongenital diantaranya tidak

terbentuknya bibir kemaluan (labia mayora dan labia minora

menyatu), hymen imperforate (selaput dara tidak berlubang),

tidak terbentuk vagina, septum vagina dan kelainan lainnya.

Sehingga seorang gadis terdiagnosa amenorea primer

(Wiknjosastro, 2008).

c. Lama Penggunaan KB Suntik 3 Bulan (DMPA) dengan Siklus

Menstruasi

Kontrasepsi suntik depo provera mengandung Depo

Medroxyprogestin Acetate (DMPA) 150 mg yang hanya berisi hormon

progesteron dan tidak mengandung estrogen. Hormon merupakan

pembawa pesan kimiawi antarsel atau antar kelompok sel. Hormon

adalah zat kimia yang diproduksi oleh kelenjar endokrin yangmempunyai

efek tertentu pada aktifitas organ-organ lain dalam tubuh.Karena

sekresinya yang akan masuk aliran darah dan mengikuti peredaran darah

ke seluruh tubuh maka apabila hormon telah sampai pada suatu organ

target, maka hormon akan merangsang terjadinya perubahan. Menurut

Lowdermilk (2013), wanita sering mengalami perubahan dalam jumlah,

durasi, interval, atau keteraturan siklus perdarahan menstruasi.


30

Umumnya, wanita merasa khawatir terhadap menstruasi yang jarang atau

sedikit, yang berlebihan, atau yang terjadi diantara periode.

Farmakokinetik medroxyprogesterone acetate (MPA) yang

diberikan melalui injeksi IM dapat diabsorbsi secara baik, yang

mengalami puncak konsentrasi pada 2-4 jam setelah pemberian MPA.

Waktu paruh MPA adalah 50 hari untuk pemberian MPA melalui IM.

MPA berikatan dengan albumin di dalam darah dan dimetabolisasi

terutama melalui hati melalui reaksi hidrolisasi dan konjugasi. MPA

intramuskular dilepaskan dengan lambat dosis; 150 mg MPA pertama

kali terdeteksi dalam darah dalam waktu 30 menit setelah injeksi,

mencapai kadar statis pada konsentrasi 1 ng/mL selama 3 bulan, diikuti

dengan penurunan konsentrasi secara bertahap yang berlangsung sampai

9 bulan pada beberapa perempuan. Kadar MPA yang tinggi dalam darah

diketahui menghambat hormon LH dan proses ovulasi selama beberapa

bulan. MPA juga diketahui dapat menghambat sekresi gonadotropin dari

hipofisis yang dapat mencegah maturasi folikel ovarium, ovulasi dan

juga penipisan endometrium. Pada siklus menstruasi memerlukan

kesetimbangan antara hormon progesteron, estrogen, FSH, LH, dan

GnRH. Kekurangan atau kelebihan salah satu dari hormon tersebut dapat

mengganggu homeostatis sistem reproduksi sehingga mengakhibatkan

gangguan siklus menstruasi. Siklus menstruasi yang tidak teratur

biasanya dikarenakan adanya anovulasi, yaitu folikel ovarium matang

tidak melepaskan sel telur ke dalam rongga uterus (Astarto, et.all. 2011).
31

Menurut penelitian Anggraeni (2009) faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap perubahan siklus menstruasi pada akseptor KB

suntik adalah umur, kondisi psikologis, penyakit penyerta dan aktivitas

fisik. Gangguan menstruasi diantaranya haid terasa sakit, haid tidak

teratur atau terlambat datang haid, darah haid terlalu banyak dan waktu

haid terlalu lama (Wijayakusuma, 2007).Selain itu menurut Susilowati

(2012), faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan siklus

menstruasi adalah jenis kontrasepsi suntik, kepatuhan dalam suntikan

ulang, lama penggunaan kontrasepsi, dan penyakit penyerta.

Gangguan pada pola haid tergantung pada lama pemakaian.

Gangguan pola haid yang sering terjadi pada akseptor seperti terjadi

amenorhea, perdarahan irreguler, perdarahan bercak (spotting) dan

perubahan dalam frekuensi, lama dan jumlah darah yang hilang

(Hartanto, 2015). Gangguan menstruasi paling sering terjadi pada bulan

pertama penyuntikan adalah spoting. Setelah satu atau dua tahun

penyuntikan akan terjadi amenorea pada kebanyakan wanita (Baziad,

2008).Menurut Anggraeni (2009), patofisiologi terjadinya gangguan haid

pada pemakaian kontrasepsi steroid yang hanya berisi preparat

progesteron belum jelas, namum berbagai penelitian menunjukan bahwa

perubahan tersebut disebabkan oleh karena terjadinya lonjakan-lonjakan

estrogen secara sporadik dan turunnya atau rendahnya kadar estrogen

secara persisten. Secara farmakologi medroxyprogesterone

acetate(MPA) akan langsung diikat oleh reseptor progesteron di


32

endometrium dan akan menghalangi pengaruh estrogen pada

endometrium, sehingga di tingkat perifer keseimbangan pengaruh

estrogen-progesteron akan terganggu.

Pada akseptorKB suntik dengan perubahan menstruasi berupa

amenorea disebabkan oleh progesteron dalam komponen KB suntik

menekan Luteinizing Hormone(LH). Meningkatnya DMPA dalam darah

akan menghambat LH, perkembangan folikel dan ovulasi selama

beberapa bulan. Selain itu, DMPA juga mempengaruhi penurunan

Gonadotropin Releasing Hormone(GnRH) dari hipotalamus

yangmenyebabkan pelepasanFollicle Stimulating Hormone(FSH)

danLuteinizing Hormone(LH) dari hipofisis anterior berkurang.

Penurunan FSH akan menghambatperkembangan folikel sehingga tidak

terjadinya ovulasi atau pembuahan. Pada pemakaian DMPA

menyebabkan endometrium menjadi lebih dangkal dan atropis dengan

kelenjar-kelenjar yang tidak aktif sehingga membuat endometrium

menjadi kurang baik atau kurang layak untuk implantasi dari ovum yang

telah dibuahi (Hartanto, 2015).

Sekitar sepertiga wanita yang menggunakan kontrasepsi suntik

tidak mengalami menstruasi selama 3 bulan setelah injeksi pertama.

Sedangkan sepertiga lainnya mengalami perdarahan tidak teratur dan

bercak selama lebih dari 11 hari setiap bulannya. Setelah kontrasepsi ini

digunakan selama beberapa waktu, perdarahan yang tidak teratur

semakin jarang terjadi. Setelah 2 tahun, sebanyak 70% wanita tidak akan
33

mengalami perdarahan sama sekali. Ketika injeksi dihentikan, menstruasi

kembali teratur dalam waktu 6 bulan pada separuh wanita dan dalam

waktu 1 tahun bagi tiga perempat wanita lainnya (Susilowati, 2012).

Efek samping dan resiko komplikasi penggunaan kontrasepsi

hormonal memiliki banyak sekali efek samping misalnya gangguan

menstruasi, efek samping dimulai sejak dimulainya dosis yang lebih

rendah. Para ahli telah mengelompokkan efek samping (dengan

berasumsi pada penyebab non medis) berdasarkan etiologi hormonal.

Bahwa setiap wanita memiliki mekanisme pembentukan dan

keseimbangan hormonalnya masing-masing. Bahwasanya hormonal yang

dimiliki oleh wanita satu dengan wanita yang lainnya berbeda-beda. Pada

wanita satu dengan yang lain kandungan hormonal dalam tubuhnya

berbeda, ada yang mempunyai kadar hormon tinggi dan mempunyai

kadar hormon rendah. Oleh karena itu, kontrasepsi hormonal khususnya

kontrasepsi suntik dengan merek yang sama, dapat menyebabkan

kelebihan hormonal pada suatu wanita dan dapat pula menyebabkan

kekurangan hormonal pada wanita lain. Kedua kelompok wanita tersebut

akan sama-sama mengalami efek samping, tetapi efek samping yang

dialami berbeda karena pola hormonal yang mendasari juga berbeda

(varney, 2007).

Penyebab spotting menurut Kurniawati (2013), dimulai dari

disuntikkannya depo-provera secara intramuscular di daerah bokong.

Kemudian terjadi ketidakseimbangan hormon-hormon di dalam tubuh


34

yaitu hormon estrogen dan progesteron. Hal tersebut juga dapat terjadi

karena, pemakaian awal KB suntik 3 bulanan dan stress. Akibat dari

ketidakseimbangan hormon-hormon di dalam tubuh terjadilah pelebaran

pembuluh vena kecil di endometrium. Pelebaran pembuluh vena kecil di

endometrium menyebabkan pembuluh vena menjadi rapuh, sehingga

terjadi perdarahan lokal. Perdarahan lokal yang terjadi di endometrium

menyebabkan keluarnya bercak-bercak darah. Apabila efek gestagen

kurang, stabilitas stroma berkurang, yang pada akhirnya terjadi

perdarahan (Baziad,2008). Secara farmakologi medroxyprogesteron

acetat (MPA) akan langsung diikat oleh reseptor progesteron di

endometrium dan akan menghalangi pengaruh estrogen dan progesteron

akan terganggu. Mekanisme yang pasti terjadinya gangguan pola

menstruasi pada pemakaian kontrasepsi hormonal belum jelas

(Anggraeni, 2009).

Dari hasil penelitian Munayarokh (2014), didapatkan hasil adanya

hubungan antara lama pemakaian kontrasepsi suntik DMPA dengan

gangguan menstruasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada lama

pemakaian kontrasepsi suntik DMPA ≤ 1 tahun proporsi responden yang

mengalami gangguan menstruasi spotting lebih besar (50%) daripada

gangguan menstruasi yang lainnya dan pada lama pemakaian kontrasepsi

suntik DMPA > 1 tahun responden yang mengalami gangguan

menstruasi amenorea lebih besar (92,9%) daripada gangguan menstruasi

yang lainnya. Dari hasil penelitian Widyawati (2016), didapatkan hasil


35

bahwa diketahui ada hubungan yang signifikan antara jenis kontrasepsi

suntik dengan perubahan siklus menstruasi pada akseptor KB suntik di

Desa Urutsewu Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Berdasarkan hasil

penelitian, diketahui sebagian besar responden menggunakan KB suntik

3 bulan yaitu sebanyak 57,7 % dan sebagian besar responden mengalami

perubahan menstruasi yaitu sebanyak 76,9 %.

Penggunaan suntikan 3 bulan mengakibatkan berkurangnya

perdarahan dalam setiap siklus haid. Jika suntikan 3 bulan diteruskan

dalam jangka panjang lebih dari dua tahun maka menstruasi akan

berhenti (Billings, 2007). Semakin lama penggunaan DMPA maka

kejadian lama menstruasi akseptor DMPA semakin memendek bahkan

sampai menjadi tidak menstruasi. Perubahan lama menstruasi tersebut

disebabkan komponen gestagen yang terkandung di dalam DMPA.

Perubahan ini sejalan dengan berkurangnya darah menstruasi pada

akseptor DMPA (Manuaba, 2008).


36

2. Kerangka Teori
Macam-macam
Kontrasepsi perubahan gangguan
Gangguan pola menstruasi yang
Menstruasi berhubungan dengan
siklus menstruasi:

Berat badan 1. Polimenorea


2. Oligomenorea
3. Amenorea
Suntik 3 bulan Sakit Kepala
(DMPA)
Kekeringan pada
vagina

Penurunan libido

Faktor yang mempengaruhi


perubahan siklus menstruasi:

1. Jenis kontrasepsi suntik


2. Kepatuhan dalam suntikan
ulang
3. Lama penggunaan
kontrasepsi
4. Umur
5. Gangguan hormonal
6. Kondisi psikologis
7. Penyakit penyerta
8. Aktivitas fisik

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Modifikasi dari Saifuddin (2010), Susilowati (2012), Hartanto (2015), Manuaba (2009),

Wiknjosastro (2008), Winarto (2011), Cuningham (2006).


37

B. Kerangka Konsep

Variabel bebas (Independen) Variabel terikat (Dependen)

Lama Penggunaan KB Gangguan Siklus


suntik 3 bulan (DMPA) menstruasi

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

C. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian

(Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini Hipotesis yang muncul adalah “Tidak

ada perbedaan antara lama penggunaan KB suntik 3 bulan (DMPA) terhadap

gangguan siklus menstruasi di BPM Idha Suparwati Trucuk Klaten”.

Anda mungkin juga menyukai