Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI

SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya reformasi birokrasi dimulai dari era reformasi pada tahun 1997-
1998. Pada era reformasi tersebut segenap lapisan masyarakat menuntut pemerintah
untuk segera melakukan reformasi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara sehingga bisa mewujudkan pemerintahan demokratis dan mempercepat
terwujudnya kesejahteraan rakyat yang didasarkan pada nili-nilai dasar sebagaimana
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Pada reformasi tersebut terjadinya perubahan
penting di bidang politik, hukum, ekonomi, dan birokrasi. Dalam perjalanan dan
perkembangannya, bidang birokrasi mengalami ketertinggalan dari bidang yang
lainnya. Akibatnya pada tahun 2004 pemerintah menegaskan kembali akan pentingnya
penerapan prinsip-prinsip clean government dan good government yang secara
universal diyakini menjadi prinsip yang diperlukan untuk memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat. Mulai tahun 2004 ide dan gagasan refromasi birokrasi terus
mengalami inovasi dan diterapkan di seluruh kementrian dan lembaga (K/L) serta
pemerintah daerah (Pemda) khususnya Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR
RI. Oleh karena itu, Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI harus memiliki
komitmen untuk melaksanakan proses reformasi birokrasi tersebut.
Salah satu tonggak penting dalam pelaksanaan reformasi birokrasi bagi
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI adalah ditetapkannya budaya unggul
Religius, Akuntabel, Profesional dan Integritas (RAPI) sebagaimana yang diatur
dalam Peraturan Sekjen DPR I Nomor 03/PER-SEKJEN/2012 tentang Kode Etik
Pegawai Negeri Sipil Sekretariat Jenderal DPR RI.
Rumusan budaya unggul ini diperoleh melalui komitmen para pimpinan untuk
membangun budaya unggul sebagai langkah penting dalam pelaksanaan reformasi
birokrasi. Untuk menjamin pelaksanaan RAPI di Sekretariat Jenderal dan Badan
Keahlian DPR RI ditetapkan pula contoh teladan (role model) dan agen perubahan
(agent of change). Seluruh pejabat eselon I dan eselon II dan Tim RBI dijadikan
contoh teladan dalam pelaksanaan RAPI kepada seluruh pegawai. Sementara itu dari

1
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

setiap unit kerja ditetapkan pejabat eselon III untuk menjadi agen perubahan yang
diharapkan akan mendorong proses percepatan perubahan di masing-masing unit
kerjanya. Selanjutnya RAPI menjadi nilai dasar bagi seluruh jajaran di Sekretariat
Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI dalam melaksanakan tugas dan perannya.
Sesuai dengan Rencana Aksi Program Manajemen Perubahan Tahun 2016
khususnya perubahan pola pikir dan budaya kinerja (mental aparatur) adalah
melaksanakan survei internal RAPI. Untuk itu kegiatan survei harus segera
dilaksanakan.

1.2 Tujuan dan Kegunaan Survei


Survei dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui Pengetahuan,
Pemahaman, dan Pelaksanaan/penerapan Budaya Organisasi (Religius, Akuntabilitas,
Profesional dan Integritas) dalam keseharian di lingkungan Sekretariat Jenderal Dan
Badan Keahlian DPR RI.
Kemudian kegunaan survei ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Bagi Organisasi Sekretariat Jenderal Dan Badan Keahlian DPR RI
Organisasi dalam hal ini para pimpinan dapat meningkatkan dan melakukan
inovasi untuk bisa menerapakan budaya organisasi RAPI.
b. Bagi Pegawai Sekretariat Jenderal Dan Badan Keahlian DPR RI
Pengetahuan pegawai terkait budaya organisasi RAPI bisa lebih digali lagi dan
bagi pegawai yang belum tahu bisa menjadi tahu.

2
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reformasi
Permulaan Reformasi di Indonesia terjadi pada saat krisis ekonomi pada tahun
1997 dan pada tahun 1998 berkembang menjadi krisis multidimensi. Kondisi tersebut
mengakibatkan adanya tuntutan kuat dari segenap lapisan masyarakat terhadap
pemerintah untuk segera diadakan reformasi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Reformasi ini mengharapkan agar pemerintah bisa lebih baik lagi dari
pemerintahan sebelumnya. Seperti halnya Sedarmayanti (2009:67), yang mengatakan
bahwa reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu, konferensif, ditujukan
untuk merealisasikan tata pemerintahan yang baik (Good Governance). Oleh karena
itu, basis utama reformasi ditujukan kepada pemerintah. Berbicara pemerintahan yang
lebih baik, berarti tidak lepas dari sistem birokrasi. Dengan demekian supaya harapan
reformasi bisa terwujud, maka harus dilakukannya refromasi birokrasi.

2.2 Birokrasi
Menurut Hegel dalam Sulistio & Budi (2009: 07), mengungkapkan bahwa
birokrasi adalah institusi yang menduduki posisi organik yang netral dalam struktur
sosial dan berfungsi sebagai penghubung antara negara yang memanifestasikan
kepentingan umum dan masyarakat sipil yang mewakili kepentingan khusus dalam
masyarakat. Blau dalam Pasolong (2008:7), 12 mengatakan bahwa birokrasi
merupakan organisasi yang dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas administratif
dengan cara mengkoordinasi pekerjaan banyak orang secara sistematis.

Senada dengan pendapat diatas menurut Muhaimin dalam Sulistio & Budi
(2009: 08), mengatakan bahwa birokrasi adalah keseluruhan aparat pemerintah, baik
sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah ( untuk memberikan
pelayanan publik) dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu. Sementara
itu Blau dan Page dalam Santosa (2008:2), mengatakan bahwa birokrasi sebagai

3
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

sebuah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas
administratif yang besar dengan cara mengkoordinasikan secara sistematik dari
pekerjaan banyak orang.1 Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis
menyimpulkan bahwa birokrasi merupakan suatu sistem dalam menjalankan
organisasi pemerintahan.

2.3 Reformasi Birokrasi


Refromasi birokrasi merupakan ide dan gagasan pemerintah untuk bisa
mewujudkan clean government dan good government. Menurut Menpan2, Reformasi
birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan
perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama
menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business
prosess) dan sumber daya manusia aparatur. Menurut Perpres Nomor 81 Tahun 2010
Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi, reformasi birokrasi merupakan harapan
dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik dengan birokrasi pemerintah yang
professional, berintegritas tinggi, dan menjadi pelayan masyarakat dan abdi negara,
maka diperlukan perubahan-perubahan yaitu sebagai berikut :
a. Organisasi Pemerintahan yang belum tepat fungsi dan tepat ukuran.
b. Peraturan Perundang-undangan yang masih terdapat tumpang tindih,
inkonsistensi, tidak jelas, dan multitafsir.
c. Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur yang masih tidak seimbangnya alokasi
dalam hal kuantitas, kualitas, dan distribusi PNS, serta produktivitas PNS masih
rendah.
d. Kewenangan, masih adanya praktek penyimpangan dan penyalahgunaan
wewenang dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan belum mantapnya
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
e. Pelayanan Publik yang belum dapat mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan
masyarakat dan belum memenuhi hak-hak dasar warga negara/penduduk.

1
Unila, sumber diakses kembali dari digilib.unila.ac.id/10253/13/BAB%20II.pdf. 3 Maret 2017

2
www.menpan.go.id, diakses 3 Maret 2017

4
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

f. Pola Pikir (Mind-set) dan budaya kerja (Culture-Set), Pola pikir (mind-set) dan
budaya kerja (culture-set) birokrat belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang
efisien, efektif dan produktif, dan profesional. Selain itu, birokrat belum benar-
benar memiliki pola piker yang melayani masyarakat, belum mencapai kinerja
yang lebih baik (better performance), dan belum berorientasi pada hasil
(outcomes).

Sedangkan menurut Sedarmayanti (2009:72), mengatakan bahwa reformasi


birokrasi merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kinerja melalui berbagai
cara dengan tujuan efektifitas, efisien, dan akuntabilitas. Dimana reformasi biokrasi
itu mencakup beberapa perubahan yaitu :
a. Perubahan cara berfikir (pola pikir, pola sikap, dan pola tindak), perubahan yang
dimaksud yaitu birokrasi harus merubah pola berfikir yang terdahulu (buruk),
birokrasi harus memliki pola pikir yang sadar bahwa mereka sebagai pelayan
masyarakat, mereka harus memiliki sikap dan pola tindak yang baik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dalam artian tidak menyimpang dari peraturan yang
teah ditetapkan.
b. Perubahan penguasa menjadi pelayan, perubahan yang dimaksud yaitu birokrasi
harus merubah sikap mereka, karena dapat kita ketahui bahwa selama ini birokrasi
selalu menganggap bahwa mereka adalah penguasa karena memiliki jabatan yang
tinggi dibanding masyarakat sehingga mereka membuat mereka beranggapan
bahwa mereka adalah penguasa yang harus selalu dihormati. Oleh karenanya hal
seperti itu harus dihilangkan dari birokrasi.
c. Mendahulukan peranan dari wewenang, perubahan yang dimaksud yaitu birokrasi
harus selalu mendahulukan perananannya yaitu sebagai pelayan masyarakat harus
dapat melayani masyarakat dengan baik, dengan cara menyampingkan wewenang
mereka sebagai pejabat atau pegawai pemerintah.
d. Tidak berfikir hasil produksi tapi hasil akhir, perubahan yang dimaksud yaitu
birokrasi harus selalu mengutamakan hasil akhir dari pelayanan yang mereka
berikan kepada masyarakat seperti menciptakan kepuasan pada masyarakat.

5
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

e. Perubahan manajemen kinerja, perubahan yang dimaksud yaitu merubah


manajemen kinerja birokrasi agar dapat menjadi lebih efektif dibandingkan
sebelumnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa reformasi


birokrasi merupakan upaya pemerintah untuk menjadi pemerintah yang bersih, bebas
KKN. Selain itu, reformasi birokrasi diharapkn bisa meningkatkan kualitas pelayanan
publik kepada masyarakat dan kapsitas serta akuntabilitas kinerja birokrasi.

6
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, karena ingin
mengukur pengetahuan, pemahaman, dan pelaksanaan budaya organisasi (Religius,
Akuntabilitas, Profesional, dan integritas yang kemudian disingkat menjadi RAPI).

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling.


Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita
(Walpole, 1993 :7). Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pegawai negeri sipil
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI. Sampel adalah suatu himpunan
bagian dari populasi. (Walpole, 1993 :7). Sampel dalam penelitian ini yaitu 91 orang
pegawai yang diambil secara proporsional dan mewakili setiap unit Eselon II di
lingkungan Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Data yang ingin digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, sehingga
pengumpulan data dilakukan langsung terhadap objek yang diteliti dengan
mengadakan wawancara. Wawancara ini dilakukan dengan responden menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Selain itu, responden diminta pendapat, ide,
dan sarannnya yang bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka
dan mendalam.

3.4 Instrumen Penelitian


Prinsipnya penelitian adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur
yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrument penelitian. Jadi
instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam
maupun sosial yang diamati. Instrumen-instrumen penelitian dalam bidang sosial yang
sudah baku sulit ditemukan. Oleh karena itu, peneliti harus mampu membuat
instrument yang akan digunakan untuk penelitian (Sugiyono, 2014). Instrumen

7
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

penelitian ini dibagi dalam dua bagian pertanyaan yang memuat budaya organisasi
(RAPI) yaitu bagaian pertama merupakan pertanyaan berupa essay yang diajukan
kepada responden dan bagian kedua berupa pertanyaan dengan 4(empat) pilihan
jawaban pertanyan dimulai dari jawaban Tidak Pernah yang diberikan bobot 1(satu),
Kadang-kadang yang diberikan bobot 2(dua), Sering yang diberikan bobot 3(tiga), dan
Sangat Sering yang diberikan bobot 4(empat). Selain itu responden dimintasaran dari
ide dan pendpatnya untuk perbaikan organisasi ke depan.

3.4. Teknik Analisis Data


Jika data sudah terkumpul maka dilakukan analisis data sebagai upaya
menelaah data yang didapat karena data yang diperoleh merupakan data kuantitatif
yang diperoleh dari hasil proses wawancara. Teknik analisis data menggunakan
metode statistik yang relevan terhadap tujuan suvei budaya organisasi Sekretariat
Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI.

8
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam pembahasan pada bab ini akan dibagi menjadi tiga bagian sesuai
dengan survei yang telah dilakukan yaitu pertama karakteristik responden, kedua
pengetahuan terhadap budaya organisasi, dan ketiga pelaksanaan budaya organisasi.
4.1 Karakteristik Responden
Survei budaya organisasi (RAPI) sesuai mandat dari reformasi birokrasi, maka
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI membentuk Tim survei yang
ditugaskan untuk melakukan kegiatan tersebut. Survei ini diharapkan bisa mengetahui
pengetahuan dan pemahaman pegawai Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR
RI terhadap budaya organisasi (RAPI). Obyek survei terdiri dari pejabat Eselon II
sampai dengan Eselon IV, Pejabat fungsional, dan staff pada unit organisasi.
Karakteristik responden memuat jabatan, pangkat/golongan, masa kerja, jenis
kelamian, dan pendidikan terakhir. Karakteristik ini diharapkan bisa sebagai
representatif dari seluruh pegawai Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI.
Responden berdasarkan karakteristik jabatan yang sedang diemban dalam grafik
berikut :
Grafik 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan (Persen)

Sumber : Data diolah, 2017

9
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Responden berdasarkan karakteristik jabatan yang sedang diemban, maka responden


didominasi oleh jabatan sebagai staf sebesar 53 persen atau 48 orang, fungsional
berada pada urutan ke dua sebesar 26 persen atau 24 orang, Eselon IV berada pada
urutan ke tiga sebesar 12 persen atau 11 orang, Eselon III dan II beada pada urutan
yang sama yaitu masing-masing sebesar 3 persen atau 3 orang, dan tidak menjawab
pertanyaan terkait jabatan sebesar 2 persen atau 2 orang.

Karakteristik responden tidak hanya dilihat dari jabatan saja, tapi responden juga
dilihat berdasarkan pangkat/golongan sebagai berikut :
Grafik 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pangkat/Golongan (Persen)

Sumber : Data diolah, 2017


Responden berdasarkan karakteristik pangkat/golongan, maka responden didominasi
oleh pangkat/golongan IIId sebesar 24 persen atau 22 orang, pangkat/golongan IIIc
berada pada urutan ke dua sebesar 21 persen atau 19 orang, pangkat/golongan IIIa dan
III b berada pada urutan ke tiga yaitu masing-masing sebesar 20 persen atau 18 orang,
pangkat/golongan IVb sebesar 4 persen atau 4 orang, pangkat/golongan IVa sebesar 3
persen atau 3 orang, pangkat/golongan IVc, IVd, dan IIc masing-masing sebesar 2
persen atau 4 orang, pangkat/golongan IId sebesar 1 persen atau 1 orang.

10
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Kemudian karakteristik responden dilihat berdasarkan masa kerja sebagi berikut :


Grafik 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja dalam Tahun (Orang)

Sumber : Data diolah, 2017


Dari grafik diatas jelas terlihat bahwa responden didominasi oleh pegawai negeri sipil
yang memiliki masa kerja 18-22 tahun sebanyak 25 orang, pegawai negeri sipil yang
memiliki masa kerja 23-27 tahun berada pada urutan ke dua sebanyak 20 orang,
pegawai negeri sipil yang memiliki masa kerja 13-17 tahun berada pada urutan ke tiga
sebanyak 14 orang, pegawai negeri sipil yang memiliki masa kerja 8-12 tahun berada
pada urutan ke empat sebanyak 11 orang, pegawai negeri sipil yang memiliki masa
kerja 28-32 tahun berada pada urutan ke limasebanyak 10 orang, pegawai negeri sipil
yang memiliki masa kerja 33-37 tahun berada pada urutan ke tujuh sebanyak 2 orang,
dan pegawai negeri sipil yang tidak menjawab sebanyak 5 orang. Kemudian
karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin diperoleh :
Grafik 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin (Persen)

Sumber : Data diolah, 2017

11
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Berdasarkan grafik 4. Terlihat bahwa responden didominasi oleh pegawai negeri sipil
yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 58 persen atau sebanyak 53 orang, pegawai
negeri sipil yang berjenis kelamin perempuan sebesar 38 persen atau sebanyak 35
orang, dan responden yang tidak menjawab sebesar 3 persen atau sebanyak 3 orang.
Selain karakteristik yang telah diuraikan di atas, penelitian juga memuat karakteristik
pendidikan terakhir pegawai negari sipi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR
RI sebagai berikut :
Grafik 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir (Persen)

Sumber : Data diolah, 2017


Berdasarkan data di atas jelas bahwa responden didominasi oleh pegawai negeri sipil
yang memiliki pendidikan terakhir D-4/S-1sebesar 52 persen atau sebanyak 47 orang,
pegawai negeri sipil yang memiliki pendidikan terakhir S-2/S-3sebesar 24 persen atau
sebanyak 22 orang, pegawai negeri sipil yang memiliki pendidikan terakhir
SMA/sederajat sebesar 18 persen atau sebanyak 16 orang, pegawai negeri sipil yang
memiliki pendidikan terakhir D-1/D-3 sebesar 4 persen atau sebanyak 4 orang,
pegawai negeri sipil yang tidak menjawab sebesar 2 persen atau sebanyak 2 orang.
Jadi pegawai negeri sipil yang memiliki jenjang pendidikan S-1 ke atas sebesar 76
persen, dengan kata lain pendidikan pegawai negari sipil Sekretariat Jenderal dan
Badan Keahlian DPR RI sudah baik.

12
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

4.2 Pengetahuan dan Pemahaman Terhadap RAPI Sebagai Budaya Organisasi


Budaya kerja (Culture-Set) merupakan salah satu dari area perubahan dalam
reformasi birokrasi. Budaya kerja merupakan roh dari kehidupan suatu organisasi, jika
budaya kerja bagus maka organisasinya juga akan bagus, tapi berlaku sebaliknya.
Budaya kerja yang diharapkan dalam reformasi birokrasi adalah menjadi birokrasi
yang efesien, efektif, produktif, dan profesional. Budaya kerja ini juga diharapkan bisa
merubah pola pikir yang belum baik menjadi lebih baik lagi. Untuk mewujudkan
budaya kerja yang diharapakan dalam reformasi birokrasi tersebut, Sekretariat
Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI telah menetapkan nilai-nilai dasar bagi pegawai
negeri sipil sebagai budaya organisasi yang legalitasnya termuat di dalam Peraturan
Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor : 03/PER-SEKJEN/2012 Tentang Kode Etik
Pegawai Negeri Sipil Sekretariat Jenderal DPR RI. Nilai-nilai dasar terbsebut adalah
Relegius, Akuntabilitas, Profesional, dan Integritas yang disingkat menjadi RAPI.
RAPI tersebut sangat diharapkan bisa dilaksanakan dalam menjalankan tugas dan
fungsi sebagai pegawai negeri sipil. Persentase pengetahuan dan pemahaman pegawai
terhadap RAPI dijelaskan dalam grafik berikut :
Grafik 6. Pengetahuan dan Pemahaman RAPI Sebagai Budaya Oraganisasi (Persen)

Sumber : Data diolah, 2017


Berdasarkan grafik diatas, pegawai negeri sipil Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR
RI mayoritas sudah mengetahui dan memahami terhadap nilai-nilai dasar PNS sebagai budaya
organisasi. Angka 76 persen tersebut merupakan langkah yang baik bagi organisasi Sekretariat
Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI untuk bisa mewujudkan reformasi birokasi secara
menyeluruh.

13
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

4.3 Penerapan Nilai-nilai Dasar PNS Sebagai Budaya Organisasi


Nilai-nilai budaya organisasi bukan hanya untuk dibuat dan menjadi slogan
dalam organisasi, tapi nilai tersebut harus diterapankan dalam menjalankan kehidupan
organisasi. Komitmen seluruh pegawai khususnya para pimpinan sebagai pemangku
kebijakan sangat diperlukan untuk bisa menerapkan budaya tersebut. Dalam hal ini
Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI telah membentuk Majelis Kode Etik dan
membuat Sanksi Pelanggaran Kode Etik sebagai upaya mewujudkan komitmen yang tinggi
untuk menerapkan RAPI sebagai budaya organisasi. Penerapan budaya tersebut perlu selalu di
evaluasi setiap tahunnya. Evaluasi tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pegawai
bisa menerapkannya. Oleh karena itu, Tim survei membuat kriteria alat ukur penerapan
budaya organisasi sebagai berikut :
Tabel.1 Kriteria Pengukuran

Nilai Kriteria
3.50-4.00 Sangat Baik
3.00-3.50 Baik
2.50-3.00 Cukup Baik
0.00-2.50 Buruk
Sedangkan hasil penelitian terhadap penerapan budaya organisasi disajikan dalam
grafik berikut :
Grafik 7. Nilai Penerapan Budaya Organisasi

Sumber : Data diolah, 2017


Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa penerapan budaya organisasi di bidang religius,
akuntabilitas, dan integritas sudah mencapai kriteria baik, sedangkan nilai profesionalisme
hanya mencapai kriteria cukup baik. Jika nilai dilihat dari rata-rata keseluruhan penerapan
budaya organisasi mendapat nilai sebesar 3,23, maka penerapan budaya organisasi sudah baik.

14
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Reformasi birokrasi merupakan upaya pemerintah untuk bisa mewujudkan
clean government dan good government. Prinsip-prinsip tersebut dimuat dalam
delapan area perubahan yang salah satunya adalah perubahan budaya kerja (Culture-
Set). Perubahan tersebut diharapkan bisa sepenuhnya mendukung birokrasi yang
efisien, efektif , produktif, dan profesional. Oleh karena itu, Sekretariat Jenderal dan
DPR RI membuat nilai-nilai dasar bagi PNS sebagai budaya kerja yaitu religius,
akuntabilitas, professional, dan integritas yang disingkat menjadi RAPI. Hasil
penelitian terkait RAPI sebagai budaya kerja diperoleh hasil sebagai berikut :
a. Pegawai negeri sipil Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI mayoritas
sudah mengetahui dan memahami terhadap nilai-nilai dasar PNS sebagai budaya
organisasi. Persentase pegawai yang telah mengetahui RAPI sebagai budaya
organisasi sebesar 76 persen. Dari pegawai yang mengetahui dipecah menjadi
pegawai yang memahami dan tidak memahami. Hasil perhitungan statisti
menunjukkan bahwa pegawai yang memahami sebesar 47 persen dan tidak
memahami sebesar 29 persen.
b. Penerapan budaya organisasi di bidang religius, akuntabilitas, dan integritas
memperoleh nilai lebih dari 3,00, maka ketiga bidang tersebut sudah masuk
dalam kriteria baik. Sedangkan nilai profesionalisme memperoleh nilai 2,97 yang
berarti hanya mencapai kriteria cukup baik. Namun, Jika nilai dilihat dari rata-rata
keseluruhan penerapan budaya organisasi memperoleh nilai sebesar 3,23, maka
penerapan budaya organisasi secara keseluruhan mencapai criteria baik.

5.2 Saran
Dari hasil survei yang telah dilakukan diperoleh masukan bagi pemangku kebijakan
agar sosialisasi RAPI sebagai budaya kerja organisasi lebih ditingkatkan lagi. Selain
ada sanksi bagi yang melanggar kode Etik, pegawai mengharapkan ada penghargaan
bagi pegawai yang telah menerapkan budaya organisasi dengan tentunya alat ukur
yang jelas.

15
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Daftar Pustaka

Kemenpan dan RB. 2010. Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Jakarta :
Kemenpan dan RB.
Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: CV
Mandar Maju.
Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito
Sugiyono. 2008. Motode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung
:Alfabeta
Walpole, Ronald E. 1988.Pengantar Statistika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

16
17

Anda mungkin juga menyukai