Anda di halaman 1dari 33

Analisis Rekam Medis

                Pengisiaan/pencatatan rekam medis ada kemungkinan besar terjadi tidak lengkap atau
tidak sesuai dengan ketentuan, hal tersebut disebabkan :
1. Pelaksanaan pendokumentasian dilakukan oleh banyak pemberi pelayanan kesehatan
2. Rekam Medis diciptakan sebagai aktifitas sekunder mengiringi jalannya pelayanan
pasien, maka pendokumentasiannya bisa saja tidak seakurat dan selengkap yang
ditetapkan /diinginkan
3. Kesibukan seorang dokter, sehingga menulis catatan bisa pada form yang salah serta
terburu-buru sehingga tidak terbaca
4. Seorang perawat yang sibuk melayani panggilan pasien menjadi lupa mencatat hal-hal
yang berkaitan dengan pengobatan pasien yang telah diberikan
Agar rekam medis tersebut tidak terjadi seperti di atas maka harus dilakukan kegiatan
analisis/pengkajian dari isi rekam medis /pendokumentasian sehingga rekam medis dapat
digunakan atau mempunyai nilai guna seperti ; Administration, Legal aspect, Financial, Reseach,
Education, Documentation, Public health, planing dan Marketing.  
                Analisis dari pendokumentasian rekam medis yang telah digunakan (setelah pasien
pulang) baik untuk rawat jalan /UGD maupun rawat inap terdapat tiga jenis analisis, yaitu :
1. Analisis Kuantitatif
2. Analisis Kualitatif
3. Analisis Statistik
Untuk melakukan analisis tersebut, perekam medis dipercaya untuk melakukan analisa baik
kuantitatif, kualitatif maupun statistik serta memberitahu kepada petugas yang mengisi rekam
medis apabila ada kekurangan atau inkosistensi yang mengakibatkan rekam menjadi tidak
lengkap atau tidak akurat, kemudian membuat laporan ketidak lengkapan sehingga dapat
ditindak lanjuti untuk diatasi agar rekam medis menjadi lengkap.
                Peraturan dan Kebijakan yang dibutuhkan untuk melakukan analisis tersebut adalah :
1. Permenkes No.749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis
2. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rekam Medis di Rumah Sakit dari Dirjen Yanmed Tahun
1997
3. SE. No. HK. 00.06.1.5.01160 Tahun 1995 tentang petunjuk teknis pelaksanaan
pengadaan formulir Rekam Medis Dasar dan Pemusnahan Arsip Rekam Medis di RS
4. Peraturan RS tentang analisis Rekam Medis, Form. Rekam Medis dan susunan berkas
Rekam Medis, Prosedur Kerja /Protap

Waktu untuk melakukan analisis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Retrospective Analysis
Yaitu analisis yang dilakukan setelah pasien pulang, Hal ini yang sering dilakukan karena dapat
menganalisis rekam medis secara keseluruhan walaupun hal ini dapat memperlambat proses
melengkapi yang kurang.
1. Concurrent Analysis
Yaitu analisis yang dilakukan pada saat pasien masih dirawat atau selama perawatan berlangsung
analisa juga dilakukan.   Analisis dilakukan diruang perawatan untuk mengidentifikasi
kekurangan/ketidaksesuaian, salah interprestasi secara cepat sebelum digabungkan

 
1. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif adalah telaah/review bagian tertentu dari isi rekam medis dengan maksud
menemukan kekurangan khusus yang berkaitan dengan pencatatan rekam medis
                Jadi analisis kuantitatif menurut penulis dapat disebut juga sebagai analisis
ketidaklengkapan baik dari segi formulir yang harus ada maupiun dari segi kelengkapan
pengisian semua item pertanyaan yang ada pada formulir sesuai dengan pelayanan yang
diberikan pada pasien.
Tenaga rekam medis yang melakukan analisis kuantitatif harus ‘’tahu’’ (dapat mengidentifikasi,
mengenal, menemukan bagian yang tidak lengkap ataupun belum tepat pengisiannya) tentang :
1. Jenis formulir yang digunakan
2. Jenis formulir yang harus ada
3. Orang yang berhak mengisi rekam medis
4. Orang yang harus melegalisasi penulisan
 
Tujuan Analisis Kuantatif :
1. Menentukan sekiranya ada kekurangan agar dapat dikoreksi dengan segera pada saat
pasien masih dirawat, dan item kekurangan belum terlupakan, untuk menjamin efektifitas
kegunaan isi rekam medis di kemudian hari. Yang dimaksud dengan koreksi ialah
perbaikan sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi.
2. Untuk mengidentifikasi bagian yang tidak lengkap yang dengan mudah dapat dikoreksi
dengan adanya suatu prosedur sehingga rekam medis menjadi lebih lengkap dan dapat
dipakai untuk pelayanan pada pasien, melindungi dai kasus hukum, memenuhi peraturan
dan untuk analisa statistik yang akurat.
3. Kelengkapan Rekam medis sesuai dengan peraturan yang ditetapkan jangka waktunya,
perizinan, akreditasi, keperluan sertifikat lainnya
4. Mengetahui hal-hal yang berpotensi untuk membayar ganti rugi
 
Komponen Analisis Kuantatif :
1. Memeriksa identifikasi pasien pd setiap lebar RM
ü  Setiap lembar RM harus ada identitas pasien (No. RM, Nama ), bila ada lembaran rekam
medis yang tanpa identitas harus di review untuk menentukan milik siapa lembaran tersebut.
ü  Dalam hal ini dengan Concurrent Analysis akan lebih mudah untuk dilengkapi dilakukan
daripada Restrospective analysis
 
2. Adanya semua laporan yang penting
ü  Pada komponen ini akan memeriksa laporan-laporan dari kegiatan pelayanan yang diberikan
ada atau tidak ada.
ü  Laporan yang ada di rekam medis :
Laporan umum seperti ; lembar riwayat pasien, pemeriksaan fisik, catatan perkembangan,
observasi klinik, ringkasan penyakit
Laporan khusus, seperti laporan operasi, anasthesi dan hasil-hasil pemeriksaan lab.
ü  Dalam laporan tersebut pencatatan tanggal dan jam pencatatan menjadi penting karena ada
kaitannya dengan peraturan seperti lembar riwayat pasien dan pemeriksaan fisik harus diisi < 24
jam sesudah pasien masuk rawat inap, maka agar lengkap harus dilakukan analisis ketidak
lengkapan dengan cara Concurrent, karena kalau dengan retrsopective pemeriksaan yang tidak
lengkap diketahui setelah pasien pulang sedangkan aturannya pemeriksaan fisik harus diisi < 24
jam, sehingga rekam medis tersebut tidak dapat dilengkapi lagi atau disebut dengan
‘’Deficiency’’.
 
3. Review Autentifikasi
ü  Pada komponen ini analisis kuantitatif memeriksa autentifikasi dari pencatatan berupa tanda
tangan, nama jelas termasuk cap/stempel atau kode seseorang untuk kompeterisasi, dalam
penulisan nama jelas harus ada titel/gelar profesional (Dokter, perawat)
ü  Dalam autentifikasi tidak boleh tanda tangani oleh orang lain selain dari penulisnya, kecuali
bila ditulis oleh dokter jaga atau mahasiswa maka ada tanda tangan sipenulis di tambah
countersign oleh supervisor dan ditulis telah direview dan dilaksanakan atas intruksi dari … atau
telah diperiksa oleh…atau diketahui oleh … 
 
4. Review Pencatatan
 
Pada komponen ini akan dilakukan :
ü  Pemeriksaan pada pencatatan yang tidak lengkap dan tidak dapat dibaca, sehingga dapat
dilengkapi dan diperjelas.
ü  Memeriksa baris perbaris dan bila ada barisan yang kosong digaris agar tidak diisi belakangan
ü  Bila ada yang salah pencatatan, maka bagian yg salah digaris dan dicatatan tersebut masih
terbaca, kemudian diberi keterangan disampingnya bahwa catatan tersebut salah  
 
2. Analisis Kualitatif
Adalah suatu review pengisian rekam medis yang berkaitan tentang kekonsistenan dan isinya
merupakan bukti rekam medis tersebut akurat dan lengkap
 
Tujuan Analisis Kualitatif :
1. Mendukung kualitas Informasi
2. Merupakan aktifitas dari Risk management
3. Membantu dalam memberikan kode penyakit dan tindakan yang lebih spesifik yang
sangat penting untuk penelitian medis, studi administrasi dan untuk penagihan
4. Meningkatkan kualitas pencatatan, khusunya yang dapat mengakibatkan ganti rugi pada
masa yang akan datang
5. Kelengkapan Informed consent sesuai dengan peraturan
6. Identifkasi catatan yang tidak konsisten
7. Mengingatkan kembali tentang pencattan yang baik dan memperlihatkan pencatatan yang
kurang.
 
Komponen Analisis Kualitatif :
1. Review Kelengkapan dan kekonsistenan diagnosa
2. Review kekonsistenan pencatatan diagnosa
3. Review pencatatan hal-hal yg dilakukan saat perawatan dan pengobatan
4. Review adanya informed consent yg seharusnya ada
5. Review cara/praktek pencatatan
6. Review hal-hal yang berpotensi menyebabkan tuntutan ganti rugi

 
1. Review Kelengkapan dan kekonsistenan diagnosa
Pada review ini akan memeriksa kekonsistenisan Diagnosa diantaranya :
1)     Diagnosa saat masuk / alasan saat masuk rawat
2)     Diagnosa tambahan
3)     Preoperative diagnosis
4)     Postoperative diagnosis
5)     Phatological diagnosis
6)     Clinical diagnosis
7)     Diagnosis akhir/utama
8)     Diagnosa kedua
 
b. Review kekonsistenan pencatatan diagnosa
Konsistensi merupakan suatu penyesuaian/kecocokan antara 1 bagian dengan bagian lain dan
dengan seluruh bagian, dimana diagnosa dari awal sampai akhir harus konsisten, 3 hal yang
harus konsisten yaitu catatan perkembangan, intruksi dokter, dan catatan obat.
 
 
Contoh Review kekonsistenan pencatatan diagnosa;
–          Pada pelayanan rawat inap hasil operasi, hail pemeriksaan PA, hasil pemeriksaan
diagnostik, dan surat pernyataan tindakan harus konsisten , apabila berbeda menunjukan rekam
medis yang buruk
–          Catatan perkembangan menulis pasien menderita demam, sedangkan dokter menulis
pasien tidak demam. Perbedaan tersebut mendatangkan pertanyaan dalam evaluasi dokter dan
diputuskan untuk tidak dilakukan tindakan
    
c. Review pencatatan hal-hal yg dilakukan saat perawatan dan pengobatan
                Rekam medis harus menjelaskan keadaan pasien selama dirawat, dan harus
menyimpan seluruh hasil pemeriksaan dan mencatat tindakan yang telah dilakukan pada pasien
Contoh :
Hasil test normal, pasien dalam keadaan baik, pasien telah diberi penjelasan dan petunjuk.
Semua hal diatas harus ada catatan yang melihatkan kondisi tersebut dalam rekam medis.
 
 
d. Review adanya informed consent yg seharusnya ada
Pada komponen ini menganalisa surat persetujuan dari pasien apakah sudah diisi dengan benar
dan lengkap sesuai dengan prosedur dan peraturan yang dibuat secara konsisten
Lihat prosedur dan ketentuan informed consent di PSRM II
1. Review cara/praktek pencatatan
Pada komponen ini akan dilakukan review cara pencatatan, seperti :
1)     Waktu pencatatan harus ada, tidak ada waktu kosong antara 2 penulisan, khususnya pada
saar emergency. Tidak ada pencatatan pada suatu periode tidak hanya catatannya saja yang tidak
ada tetapi juga meningkatkan resiko kegagalan dalam pengobatan, dan malpraktek penelitian
dilakukan dengan hati-hati dan lengkap
2)     Mudah Dibaca, tulisan harus bagus, tinta yang digunakan harus tahan lama, penulisan
dilakukan dengan hati-hati dan lengkap
3)     Menggunakan singkatan yang umum, perlu dibuatkan pedoman untuk singkatansingkatan
yang digunakan sehingga semua tahu tentang arti singkatan tersebut
4)     Tidak menulis komentar/hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan pengobatan pasien
/kritikan/hinaan
5)     Bila ada kesalahan lebih baik dibiarkan dan kemudian dikoreksi, jangan di tipp ex
1. Review hal-hal yang berpotensi menyebabkan tuntutan ganti rugi
Rekam medis harus mempunyai semua catatan mengenai kejadian yang dapat
menyebabkan/berpotensi tuntutan kepada institusi pelaayanan kesehatan baik oleh pasien
maupun oleh pihak ketiga.
 
PENGONTROLAN REKAM MEDIS YANG TIDAK LENGKAP
 
Hasil dari analisa kuantitatif dan kualitatif secara garis besar adalah :
1,   Identifikasi kekurangan yg spesifik
2. Pola /gambaran dari pencatatan yg jelek
3. Kejadian yg dapat mengakibatkan ganti rugi
 
Pengontrolan Rekam Medis yg tidak lengkap dapat dengan cara :
 
1. Statistik Ketidak lengkapan
2. Pencatatan kekurangan dari Rekam Medis
3. Penyimpanan Rekam Medis yg tidak lengkap
4. Final Chart Check
 
1. Statistik Ketidak lengkapan
Pengontrolan rekam medis dengan statistik ketidaklengkapan yaitu dengan mengolah data rekam
medis yang tidak lengkap dan menyajikan angka ketidaklengkapan, sehingga dapat dijadikan
peringatan untuk memperbaiki pencatatan rekam medis yang lengkap. Statistik ketidak
lengkapan dapat dihitung dengan cara Incompete dan delinguent Medical record.  
 
1. Incomplete MR
Adalah Rekam medis dgn kekurangan yg spesifik yg masih dapat dilengkapi oleh pemberi
pelayanan kesehatan, dapat dicari dengan cara :
                                       Inc.MR                                                                     
Inc.MR Rate =                                                                          X 100 %                     Jmh
Pas Pulang selama periode melengkapi RM tsb.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
1. Delinguent MR
Adalah Rekam Medis yg masih tidak lengkap sesudah melewati batas waktu tersebut, dapat
dicari dengan cara : 
Sedangkan menurut Depkes dapat dihitung dengan cara :
Angka KetidakLengkapan Pengisian Catatan Medis (KLPCM )
                Merupakan salah satu indikator Mutu Kualitas pelayanan suatu RS, dapat dicari
dengan cara :
Total RM yang belum lengkap & benar dlm 14 hari /bulan
                                                                                                X 100%
            Total Pasien Yang termasuk pada bulan tersebut
 
 
2. Pencatatan kekurangan dari Rekam Medis
Rumah sakit harus tahu bahwa ada rekam medis yang perku dilengkapi dan apa saja
kekurangannya. Identifikasi ketidaklengkapan dari rekam medis dapat dilakukan dengan cara :
1. Membuat catatan kecil dan diletakan langsung dalam rekam medis atau Memberi tanda
dengan selotip/stempel di map rekam medis
2. Dokter/perawat secara rutin datang ke unit rekam medis
3. Rekam Medis yang tidak lengkap dikirim ke tempat yang telah ditetapkan atau diletakan
di ruang perawat atau dikirim ke ruangan masing-masing petugas yang akan mengisi
ketidaklengkapan (tergantung pada kesepakatan akan dilengkapi dimana), yang pasti
rekam medis tidak boleh dibawa ke luar RS, karena sewaktu-waktu pasien bisa datang
untuk berobat terutama dalam keadaan emergency atau untuk keperluan lain serta untuk
mencegah hilangnya rekam medis dan menjamin kerahasiaan rekam medis.
 
3. Penyimpanan Rekam Medis yang tidak lengkap
Untuk rekam medis yang belum lengkap atau akan dilengkapi untuk memudahkan mencari maka
penyimpanannya dapat dilakukan dengan beberapa alternatif :
1. Peyimpanan disatukan dalam file RM permanen
2. Dipisah, dan diberi nama ruangan/nama petugas yg tidak melengkapi
3. Dipisah, dan diberi No. RM
 
Keuntungan & Kerugiannya
 
1. Penyimpanan dlm RM permanen meyulitkan untuk mendapatkannya/mencari kembali.
2. Pemisahan dengangn memberi nama ruangan/petugas memudahkan untuk mendapatkan
kembali, tetapi sulit bila satu berkas harus dilengkapi oleh banyak petugas yang harus
melengkapi
3. Pemisahan dengan memberi No. RM merupakan gabungan antara a dan b
 
 Proses penyimpanan dan pencarian RM yg tidak lengkap dapat pula dilakukan dengan
komputer dengan cara :
1. Membuat daftar RM yg tidak lengkap per nama ruangan/petugas yg harus melengkapi
2. Membuat daftar lembaran yg tidak lengkap pada setiap RM yg tidak lengkap
3. Membuat statistik Inc.MR dan D.MR per dokter atau per tipe kekurangan atau
berdasarkan lamanya D.MR
4. Membantu mengetahui lokasi yg tidak lengkap
 
4. Final Chart Check
Sebagai laporan akhir dari ketidaklengkapan atau hasil dari analisi kuantitatif dan kualitatif,
Berguna untuk merecheck berkas RM yg telah dilengkapi.
RM perlu lengkap tepat waktu karena Inc.MR menurunkan kualitas pelayanan kesehatan yang
mempengaruhi akreditasi dan kualitas RS
Bila Petugas yg harus melengkapi sudah pindah atau meninggal maka RM tersebut dikategorikan
sbg Inc RM dan biasanya komite RM mereview dan memberi catatan.      
 

Penanganan Pencatatan Yang Tak Dapat Dilengkapi


 
               Untuk penanganan rekam medis yang tidak dapat dilengkapi agar tidak terulang lagi
atau mendorong para petugas yang mengisi rekam medis dapat mengisi dengan lengkap dan
benar, maka dapat dilakukan beberapa upaya, dimana upaya tersebut tergantung pada situasi,
karena setiap situasi mempunyai solusi yang berbeda, diantaranya yaitu :
1. Jika pada An Kualitatif dan kuantitatif ternyata ada pendokumentasian yang tak dapat
dilengkapi atau dikoreksi sesuai yg dilaksanakan, petuga RM harus menyampaikan ke
bag hukum staf medis/Komite Medis/Manajer administrasi RS, dan kode etik Profesi RM
2. Mengulang desain formulir. Contoh ; Jika pada Analisis Kualitatif dinyatakan bahwa
form pemeriksaan bayi baru lahir ada yang tidak diisi, mungkin lebih tepat disarankan
pada komite rekam medis untuk mengevaluasi form tersebut, apakah item pertanyaan
tersebut tidak diperlukan atau memang tidak lengkap, apabila tidak perlu maka form
tersebut dapat direvisi
3. Petugas kesehatan dapat dihubungi langsung mengenai pencatatannya yang jelek,
contoh :
Pada analisis kualitatif didapat seorang dokter menulis menggunakan pulpen tinta cair yang
mengotori kertas dan tembus ke bagian belakang, sehingga tidak dapat digunakan sisi
belakangnya maka dengan melihat catatan tersebut dokter tersebut dapat diingatkan untuk tidak
menggunakan pulpen tersebut.
1. Informasi secara umum mengenai pencatatan yg jelek dapat diberitakan di majalah RS .
Mading atau pada rapat intern
2. Kliping mengenai kasus malpraktek akibat pencatatan yang jelek dimasukan dalam
bulletin
3. Harus ada dicatat/ diberi peringatan jika ada hal kajadian yg berpotensi RS membayar
ganti rugi
4. Identifikasi awal dan analisis secara cepat dan usaha keras akan mengurangi seminimal
mungkin kejadian yg berpotensi RS membayar ganti rugi
5. Memberikan pelatihan/sosialisasi kemabali tentang rekam medis, formulir yang
digunakan dan cara pengisiannya
6. Memberi sanksi bagi petugas yang mengisi rekam medis dengan tidak lengkap dan tidak
benar, seperti ;

–                Teguran
–                Surat peringatan
–                Menunda pemberian honor/insentif
 
Teknik Melakukan analisis kuantitatif
1. Tentukan dulu formulir atau komponen apa saja yang diperioritaskan untuk dianalisa atau
kalau memungkinkan waktu dan tenaga dapat dilakukan pada semua formulir di rekam
medis baik rawat jalan maupun rawat inap (yang menentukan sebaiknya komite rekam
medis)
2. Tentukan frekwensi waktu pemeriksaan rekam medis, apakah setiap hari atau setiap
rekam medis yang telah dipakai, atau tiga bulan sekali. Apabila dilakukan tiga bulan
sekali maka pemeriksaan rekam medis dilakukan dengan cara sampel, maka apabila
dengan sampel kita harus menentukan jumlah sampel rekam medis yang akan diperiksa,
agar sampelnya representatif dengan populasi maka ada beberapa metode diantaranya
yaitu, pendapat Arikunto (1998 : 120), bahwa “Apabila subjeknya kurang dari 100,
maka lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian
populasi, selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15 % atau
20-35 atau lebih”
 
 
Keterangan :
n = Ukuran Sampel
N = Ukuran Populasi
e = Nilai Kritis (Batas kesalahan)
 
                N
n=
       1 + N.e
 
Sedangkan menggunakan rumus ‘Slovin‘ dari Seville (1993:161), yaitu sebagai berikut
Melihat rumus diatas maka sebelumnya perlu dicari dulu nilai kritis atau batas kesalahan (e)
dimana menurut Gay (Sevile, 1993:163) adalah 10 %.
                Pk x n
nk
=                                
             P
 
Keterangan :
Pk = Jumlah anggota yang terdapat pada unsur k
P   = Jumlah populasi
nk = Banyak anggota yang dimasukan menjadi sampel
n   = Jumlah sampel seluruhnya
 
Sedangkan untuk mendapatkan proporsi sampel dari tiap unit populasi, penulis menggunakan
rumus dari Singarimbun, et.all., (1987:25) yaitu sebagai berikut :
 
Contoh ; Penentuan Ukuran Populasi dan Sampel (Akasah, 2007)
Untuk setiap penelitian tentu ada yang dijadikan objek untuk diteliti, dimana objek itu dapat
diambil dari suatu populasi. Populasi itu sendiri menurut Sugiyono (2006:90) adalah “wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek /subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan ”.
 
Dalam penelitian ini populasi yang dipilih penulis adalah dokumen rekam medis rawat inap pada
satu tahun terakhir. Rekam medis yang dipilih populasi rawat inap dikarenakan sifat pada
pelayanan rawat inap yang memerlukan observasi dan pelayanan yang intensif baik dari perawat
maupun dokter, sehingga informasi yang dibutuhkan cukup banyak dan harus lengkap, serta pada
fenomenanya menunjukan bahwa rekam medis rawat inap cenderung lebih banyak yang tidak
lengkapnya dibandingkan pada rekam medis rawat jalan maupun UGD. Dipilih dalam periode
satu tahun terakhir dari waktu penelitian, agar data yang diperoleh lebih up to date dan bisa
menggambarkan kondisi terakhir dari kualitas kelengkapan rekam medis.
Ukuran populasi rekam medis rawat inap di RS Jiwa Bandung pada satu tahun terakhir (Maret
2006 – April 2007) yaitu :
 Daftar Populasi Penelitian
 
Ukuran
No. Unit Populasi
Populasi
1 Ruang Intensif 963
2 Ruang Intermediate 100
3 Ruang Tenang 804
  Jumlah 1867
                        Sumber : Instalasi   Rekam Medis RS Jiwa Bandung
 
3.3.2.2.Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan untuk menentukan sampel yang akan diambil adalah dilakukan
secara Proporsional Stratified Random Sampling. Dalam teknik ini digunakan bila populasi
mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional ( Sugiyono,
2006 ).
 
Pengambilan sampel dalam penelitian ini melalui dua tahap. Tahap pertama adalah mencari
jumlah sampel (n), dan tahap kedua mencari sampel stratum (ni). Tahap pertama untuk jumlah
sampel menggunakan rumus yang digunakan Rumus perhitungan ukuran sampel dari Slovin
yang dikemukakan Umar, (2005:78) yaitu :
 
Keterangan :
             n   = Jumlah Sampel
             N = Jumlah Populasi
             e = Tingkat/ukuran kritis (batas ketelitian yang diinginkan atau persen   kelonggaran
ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sample).
Jadi dengan memakai rumus tadi maka dapat diketahui sampel yang akan diambil dari jumlah
populasi 968 yang ada di Rumah Sakit Jiwa Bandung, yaitu sebagai berikut :
            N
n=
       1 + N.e
 
Berdasarkan perhitungan di atas yang dijadikan sampel untuk dijadikan responden adalah
sebanyak 95rekam medis rawat inap 2006 – 2007
Sedangkan untuk mendapatkan proporsi sampel dari tiap unit populasi, penulis menggunakan
rumus dari Singarimbun, et.all., (1987:25) yaitu sebagai berikut
    Keterangan :
Pk = Jumlah anggota yang terdapat pada
unsur k
P   = Jumlah populasi
  nk = Banyak anggota yang dimasukan
menjadi sampel
n       = Jumlah sampel seluruhnya
 

Dari rumus diatas maka tiap unit dapat dicari besar sampelnya yaitu sebagai berikut :
1. Rekam Medis Rawat Inap Ruang Intensif
     
1. Rekam Medis Rawat Ruang Intermediate
            804 x 95
nk =                                
             18672
     = 40,91
     = 41
 
Rekam Medis Rawat Inap Ruang Tenang

Dari perhitungan di atas maka ukuran sampel dari tiap unit populasi dapat di lihat pada tabel
berikut :
TABEL 3.4
UKURAN SAMPEL TIAP POPULASI STRATUM
Ukuran Ukuran
No. Unit Populasi
Populasi Sampel
1 Rekam Medis Ruang Intensif 963 50
2 Rekam Medis Ruang Intermediate 100 6
3 Rekam Medis Ruang Tenang 804 41
  Jumlah 1867 97
Sumber : Instalasi Rekam Medis RS Jiwa Bandung
 
3. Setelah ditentukan form atau komponen yang akan diperiksa maka selanjutnya membuat
formulir/instrumen pemeriksaan, misalkan menurut Huffman komponen analisi
kuantitatif yaitu :
1. Identifikasi
2. Laporan yang penting
3. Autentifikasi
4. Pendokumentasian yang benar
           
            Dari setiap komponen tersebut harus diperinci lagi sehingga semakin jelas mana yang
lengkap dan tidak lengkapnya, contohnya dapat dilihat pada instrumen berikut ini :
 
Formulir Cheaklist Analisa Kuantitatif
No. RM : No. RM : dst Rekapitulasi Jmh RM %
  Komponen Analisa Ada Tidak Ada Tidak   Ada Tidak Yang Ada Tidak
L TL ada L TL ada   L TL ada diperiksa L TL ada
A. Identifikasi                            
1 Nomor Rekam Medis                            
2 Nama                            
3 Jenis kelamin                            
4 Tanggal Lahir                            
5 Umur                            
6 Alamat                            
7 Pendidikan                            
8 Agama                            
                               
B Laporan Yang Penting                            
1 Diagnosa sementara                            
2 Diagnosa Utama                            
3 Keadaan keluar                            
4 Tanggal Masuk                            
5 Tanggal Keluar                            
6 Jenis Operasi                            
7 Laporan Operasi                            
8 Laporan Anatesi                            
9 Informed Consent                            
                               
C Autentifikasi                            
Ringkasan Masuk dan
1                            
Keluar
2 Resume                            
3 Perintah Dokter                            
Asuhan catatan
4                            
keperawatan
5 Laporan Operasi                            
6 Laporan Anatesi                            
7 Informed Consent                            
                               
Pendokumentasian yang
D                            
benar
    Ada Tidak Ada Tidak ada   Ada Tidak Ada Tidak
    B TB ada B TB   B TB ada B TB ada
1 Identifikasi                            
2 Diagnosis                            
3 Pembetulan Kesalahan                            
  Jumlah                            
                                
 
4. Setelah itu lakukan rekapitulasi, sehingga dapat diketahui item/komponen mana yang
paling banyak tidak lengkap
5. Penyajian data dapat di tampilkan dengan grafik atau tebel
 

Kehamilan ektopik adalah hamil di luar kandungan atau rahim. Kondisi ini menyebabkan
perdarahan dari vagina dan nyeri hebat di panggul atau perut bawah. Kehamilan ektopik
harus segera ditangani karena dapat berbahaya, dan janin juga tidak akan berkembang
dengan normal.

Kehamilan berawal dari sel telur yang telah dibuahi oleh sel sperma. Pada proses kehamilan
normal, sel telur yang telah dibuahi akan menetap di tuba falopi (saluran sel telur) selama kurang
lebih tiga hari, sebelum dilepaskan ke rahim. Di dalam rahim, sel telur yang telah dibuahi akan
terus berkembang hingga masa persalinan tiba

Pada kehamilan ektopik, sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada rahim, melainkan
pada organ lain. Tuba falopi adalah organ yang paling sering ditempeli sel telur pada kehamilan
ektopik. Selain tuba falopi, kehamilan ektopik juga bisa terjadi di indung telur, leher rahim
(serviks) atau di rongga perut.
Penyebab Kehamilan Ektopik

Meskipun belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan kehamilan ektopik, namun
kondisi ini sering kali dikaitkan dengan kerusakan pada tuba falopi, yaitu saluran yang
menghubungkan indung telur dan rahim.

Kerusakan tuba falopi dapat disebabkan oleh:

 Faktor genetik.
 Bawaan lahir.
 Ketidakseimbangan hormon.
 Peradangan akibat infeksi atau prosedur medis.
 Perkembangan organ reproduksi yang tidak normal.

Faktor Risiko Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik dapat dialami oleh setiap wanita yang telah aktif berhubungan intim. Ada
beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik, yaitu:

 Berusia 35 tahun atau lebih saat hamil.


 Memiliki riwayat radang panggul dan endometriosis.
 Menderita penyakit menular seksual, seperti gonore dan chlamydia.
 Mengalami kehamilan ektopik pada kehamilan sebelumnya.
 Mengalami keguguran berulang
 Pernah menjalani operasi pada area perut dan panggul.
 Pernah menjalani pengobatan terkait masalah kesuburan.
 Menggunakan alat kontrasepsi jenis spiral.
 Memiliki kebiasaan merokok.

Gejala Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik cenderung tidak menunjukkan gejala pada tahap awal. Tanda awal kehamilan
ektopik mirip dengan kehamilan biasa, seperti mual, payudara mengeras, dan menstruasi
terhenti.

Sedangkan pada tahap lanjut, ada beberapa gejala yang sering dirasakan penderita kehamilan
ektopik, yaitu nyeri perut dan perdarahan dari vagina. Gejala-gejala tersebut akan terasa semakin
parah seiring waktu.

Kapan Harus ke Dokter

Segeralah periksakan diri ke dokter bila muncul sejumlah gejala berikut saat sedang hamil:

 Sakit seperti tertusuk di perut, panggul, bahu, dan leher.


 Nyeri pada salah satu sisi di bagian bawah perut, yang memburuk seiring waktu.
 Nyeri di dubur saat buang air besar.
 Perdarahan ringan hingga berat dari vagina, dengan warna darah yang lebih gelap dari
darah menstruasi.
 Pusing atau lemas.
 Diare.

Gejala-gejala tersebut harus segera diperiksakan ke dokter karena bisa menandakan pecahnya
tuba falopi akibat kehamilan ektopik.

Diagnosis Kehamilan Ektopik

Dokter akan melakukan pemeriksaan dengan USG transvaginal untuk memastikan terjadinya
kehamilan ektopik. Selain membantu dokter kandungan melihat kondisi organ reproduksi pasien,
prosedur ini dapat memastikan lokasi kehamilan secara akurat.

Tes lain yang dapat dilakukan adalah tes darah, guna mengukur kadar hormon hCG dan
progesteron. Pada kehamilan ektopik, kadar kedua hormon tersebut cenderung lebih rendah
dibandingkan kehamilan normal.

Pengobatan Kehamilan Ektopik

Sel telur yang telah dibuahi tidak akan bisa tumbuh normal jika berada di luar rahim. Oleh
karena itu, jaringan ektopik harus segera diangkat, agar pasien terhindar dari komplikasi serius.
Ada beberapa pilihan pengobatan yang dapat dilakukan untuk menangani kehamilan ektopik,
antara lain:

Suntik methotrexate

Kehamilan ektopik tahap awal dapat diatasi dengan suntik methotrexate. Obat ini akan
menghentikan pertumbuhan sel ektopik, sekaligus menghancurkan sel yang sudah terbentuk.
Setelah pemberian suntikan, dokter akan memantau kadar hormon hCG dalam darah tiap 2-3
hari, sampai kadarnya menurun. Menurunnya kadar hCG menandakan kehamilan sudah tidak
lagi berkembang.

Operasi laparoskopi

Pilihan lain untuk mengatasi kehamilan ektopik adalah dengan operasi lubang kunci atau
laparoskopi. Melalui prosedur ini, dokter kandungan akan mengangkat jaringan ektopik dan
bagian tuba falopi tempat jaringan ektopik menempel. Namun bila memungkinkan, bagian tuba
falopi tersebut cukup diperbaiki tanpa harus diangkat.

Operasi laparotomi

Untuk menangani pasien yang mengalami perdarahan berat akibat kehamilan ektopik, dokter
kandungan akan melakukan tindakan darurat berupa laparotomi. Dalam laparotomi, dokter akan
membuat sayatan besar di perut sebagai jalan untuk mengangkat jaringan ektopik dan tuba falopi
yang pecah.

Pencegahan Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik tidak bisa dicegah, tetapi risiko untuk mengalami kondisi ini dapat
diturunkan. Ada sejumlah cara yang bisa dilakukan, di antaranya:

 Hindari perilaku seks yang berisiko, misalnya bergonta-ganti pasangan seks dengan tidak
menggunakan kondom.
 Hindari merokok, sejak sebelum hamil.

Ibu hamil juga dianjurkan untuk melakukan tes darah dan USG rutin. Selain untuk memantau
perkembangan kehamilan, pemeriksaan rutin dapat mendeteksi kehamilan ektopik lebih awal,
sehingga bisa segera ditangani.

Abortus imminens adalah ancaman keguguran dimana kondisi janin masih sehat namun berisiko
mengalami abortus yang sesungguhnya jika tidak ditangani dengan baik. Abortus itu sendiri
adalah pengeluaran hasil konsepsi (keguguran) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.
Sebagai batasannya adalah usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500 gram.

Pada abortus imminens hanya terjadi perdarahan dari vagina dan biasanya bisa mereda dengan
istirahat total (bed rest). Meskipun belum tentu berlanjut menjadi keguguran yang sesungguhnya,
namun pendarahan dapat mengancam kehidupan janin di dalam kandungan. Oleh sebab itu
jangan dianggap remeh kondisi ini.

Perdarahan dari vagina yang terjadi selama trimester pertama kehamilan (usia kehamilan kurang
dari 12 minggu) sebenarnya suatu hal yang normal. Akan tetapi dapat juga menjadi suatu
pertanda bahwa adanya gangguan serius dalam kehamilan.
Oleh karena itu setiap wanita hamil yang mengalami perdarahan sebaiknya dibawa ke dokter untuk
dilakukan pemeriksaan.

Apa Ciri-ciri dan Gejala Abortus Imminens?

'Pendarahan' itulah gejala utama abortus imminens. Pendarahan terjadi di usia kehamilan kurang
dari 20 minggu, dan umumnya tidak disertai dengan keluhan lain misalnya rasa kram pada perut
kanan bawah.

Jika pendarahan disertai dengan rasa kram karena kontraksi rahim, maka waspadalah
kemungkinan sudah berkembang Abortus Insipiens.

Sampai di sini, yang keluar hanya darah tidak disertai dengan jaringan ataupun bagian lain dari
hasil konsepsi.

Apa Penyebab Abortus Imminens?

Penyebab terjadinya abortus imminens sangat bervariasi, pada umumnya berkaitan lebih dari
satu penyebab. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus imminens antara
lain :

Faktor genetik

Hampir sebagian besar kasus abortus yang terjadi pada trimester pertama dipengaruhi oleh faktor
genetik. Pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun disarankan untuk melakukan
pemeriksaan genetik amniosentesis, dimana cairan amnion diambil sedikit dengan menggunakan
jarum untuk diketahui ada tidaknya kelainan genetikk pada janin.

Kelainan kongenital

Wanita hamil yang memiliki kelainan bawaan seperti kelainan posisi atau bentuk uterus beresiko
untuk terjadi abortus lebih besar.

Gangguan autoimun

Pada pasien autoimun memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih rendah dibandingkan orang
normal. Pasien autoimun yang sedang hamil akan beresiko lebih tinggi untuk terjadi abortus.
Sebagai contoh pasien SLE yang sedang hamil memiliki resiko 10% lebih besar untuk
mengalami abortus.

Infeksi
Beberapa mikroba yang berperan menyebabkan terjadinya infeksi selama kehamilan adalah
bakteri, virus, dan parasit.

Lingkungan

Sekitar 1 – 10 % gangguan terhadap janin disebabkan oleh paparan obat, bahan kimia atau
radiasi, da mengakibatkan terjadinya abortus. Sebagai contoh paparan terhadap asap rokok dan
gas karbonmonoksida dapat menghambat sirkulasi darah melalui plasenta sehingga pasokan
oksigen ke janin berkurang dan dapat mengakibatkan terjadinya abortus.

Trauma

Adanya benturan atau aktivitas fisik yang terlalu berat dapat beresiko terjadinya abortus.

Penegakan diagnosis

Wanita hamil yang mengalami perdarahan sebaiknya diperiksa oleh dokter. Dokter akan
menstabilkan kondisi pasien sambil melakukan anamnesa mengenai riwayat kehamilan dan
riwayat perdarahan yang terjadi.

Pada pemeriksaan fisik terhadap wanita hamil yang mengalami abortus iminens akan ditemukan
beberapa hal sebagai berikut :

1. Adanya perdarahan dari vagina


2. Mulut rahim (ostim uteri) masih tertutup rapat
3. Janin masih berada di dalam kandungan

Pemeriksaan penunjang seperti USG perlu dilakukan untuk memeriksa kondisi janin. Dari
pemeriksaan ini dapat diketahui pertumbuhan janin yang ada, kondisi plasenta apakah masih
intak atau terlepas, denyut jantung janin dan pergerakan janin, serta ukuran uterus sesuai usia
kehamilan atau tidak.

Pengobatan Abortus Imminens

Pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi abortus imminens pada wanita hamil tergantung
dari penyebabnya masing-masing. Akan tetapi secara umum, beberapa langkah yang dapat
dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi adalah:

1. Wanita hamil yang mengalami abortus imminens harus bedrest total sampai perdarahannya
benar-benar berhenti. Pergerakan atau aktivitas fisik dapat merangsang terjadinya kontraksi
otot-otot rahim. Setelah perdarahan berhenti, pasien dapat mencoba aktivitas fisik bertahap
dari yang ringan seperti belajar duduk, berdiri kemudian berjalan perlahan-lahan sampai benar-
benar tidak ada perdarahan selama 24 jam ke depan.
2. Penghentian perdarahan dapat juga dibantu dengan pemberian obat-obatan. Obat yang
diberikan dapat berupa golongan spasmolitik agar rahim tidak terus menerus berkontraksi.
Obat-obatan tersebut walaupun secara statistik kegunaannya tidak terlalu bermakna, tetapi efek
psikologis kepada pasien sangat bermanfaat.
3. Pemberian hormon progesteron untuk mencegah terjadinya abortus. Hormon progesteron tidak
boleh sembarangan diberikan, dokter harus terlebih dahulu yakin jika memang kadar hormon
progesteron kurang dari normal.
4. Terapi suportif pada wanita hamil yang mengalami perdarahan juga perlu dilakukan oleh suami
dan seluruh anggota keluarga. Hal ini bertujuan untuk mengurangi faktor stress pada ibu.

Pasien yang mengalami abortus imminens sebaiknya dirawat di rumah sakit selama 2 – 3 hari,
setelah itu boleh pulang apabila perdarahan benar-benar berhenti. Pasien tidak boleh
berhubungan seksual dahulu selama kurang lebih 2 minggu.

Prognosis

Ketika terjadi abortus imminens, kondisi janin di dalam kandungan masih dalam keadaan baik
sehingga kehamilan masih dapat terus dipertahankan. Apabila kondisi janin dalam keadaan
berbahaya, maka perlu diambil tindakan yang tepat untuk menyelamatkan janin atau terpaksa
dilakukan penghentian kehamilan.

Perdarahan pada abortus iminens yang terus dibiarkan tanpa penanganan tepat, dapat memicu
terjadinya kelahiran bayi prematur ataupun abortus yang sesungguhnya, dimana janin dapat
meninggal.

Cara Mencegah Abortus

Pasien-pasien yang memiliki riwayat abortus imminens atau beresiko tinggi untuk terjadi abortus
iminens sebaiknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

 Memeriksakan kehamilan secara teratur ke dokter


 Menjaga jarak kehamilan yang satu dengan kehamilan berikutnya
 Tidak mengkonsumsi obat secara sembarangan
 Istirahat cukup dan batasi aktivitas fisik berlebihan
 Hindari stress

Plasenta previa adalah kondisi ketika ari-ari atau plasenta berada di bagian bawah rahim,
sehingga menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Selain menutupi jalan lahir, plasenta
previa dapat menyebabkan perdarahan hebat, baik sebelum maupun saat persalinan.

Plasenta adalah organ yang terbentuk di rahim pada masa kehamilan. Organ ini berfungsi
menyalurkan oksigen dan nutrisi dari ibu kepada janin, serta membuang limbah dari janin.

Normalnya, plasenta memang berada di bagian bawah rahim pada awal masa kehamilan, namun
seiring pertambahan usia kehamilan dan perkembangan rahim, plasenta akan bergerak ke atas.
Pada kasus plasenta previa, posisi plasenta tidak bergerak dari bawah rahim hingga mendekati
waktu persalinan.
Gejala Plasenta Previa

Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan dari vagina yang terjadi pada akhir trimester
kedua atau di awal trimester ketiga kehamilan. Perdarahan bisa banyak atau sedikit, dan akan
berulang dalam beberapa hari. Perdarahan tersebut juga dapat muncul setelah berhubungan intim
dan disertai dengan kontraksi atau kram perut.

Kapan Harus ke Dokter

Segera periksakan diri ke dokter kandungan bila timbul flek atau perdarahan saat kehamilan.

Penyebab dan Faktor Risiko Plasenta Previa

Penyebab plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang diduga
dapat membuat ibu hamil lebih berisiko menderita kondisi ini, yaitu:

 Berusia 35 tahun atau lebih.


 Merokok saat hamil atau menyalahgunakan kokain.
 Memiliki bentuk rahim yang tidak normal.
 Bukan kehamilan pertama.
 Kehamilan sebelumnya juga mengalami plasenta previa.
 Posisi janin tidak normal, misalnya sungsang atau lintang.
 Hamil bayi kembar.
 Pernah keguguran.
 Pernah menjalani operasi pada rahim, seperti kuret, pengangkatan miom, atau operasi
caesar.

Diagnosis Plasenta Previa

Dokter dapat menduga ibu hamil mengalami plasenta previa jika terjadi perdarahan di trimester
kedua atau ketiga kehamilan. Namun untuk memastikannya, dokter akan melakukan sejumlah
pemeriksaan berikut:

 USG transvaginal
Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan alat khusus ke dalam vagina untuk melihat
kondisi vagina dan rahim. Pemeriksaan ini adalah metode paling akurat untuk
menentukan letak plasenta.
 USG panggul
Prosedur ini sama dengan USG transvaginal, tetapi alat hanya ditempelkan pada dinding
perut, guna melihat kondisi di dalam rahim.
 MRI (magnetic resonance imaging)
Prosedur ini digunakan untuk membantu dokter melihat dengan jelas posisi plasenta.

Jika ibu hamil mengalami plasenta previa, dokter kandungan akan terus memantau posisi
plasenta atau ari-ari dengan USG secara berkala, sampai tiba hari persalinan.
Pengobatan Plasenta Previa

Pengobatan plasenta previa bertujuan untuk mencegah perdarahan. Penanganan yang akan
diberikan oleh dokter tergantung kepada kondisi kesehatan ibu dan janin, usia kandungan, posisi
ari-ari, dan tingkat keparahan perdarahan.

Pada ibu hamil yang tidak mengalami perdarahan atau hanya mengalami perdarahan ringan,
biasanya dokter akan memperbolehkan ibu hamil melakukan perawatan secara mandiri di rumah,
yang berupa:

 Banyak berbaring
 Menghindari olahraga
 Menghindari hubungan intim

Meskipun tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, pasien tetap harus waspada dan segera
mencari pertolongan medis apabila perdarahan memburuk atau tidak berhenti.

Bila ibu hamil mengalami perdarahan hebat apalagi berulang, dokter kandungan akan
menyarankan agar bayi dilahirkan secepatnya melalui operasi caesar. Namun jika usia
kandungannya kurang dari 36 minggu, ibu hamil akan diberikan suntikan obat kortikosteroid
terlebih dahulu untuk mempercepat pematangan paru-paru janin. Bila perlu, ibu hamil juga akan
diberikan transfusi darah untuk mengganti darah yang hilang.

Ibu hamil yang mengalami plasenta previa sebenarnya masih dapat melahirkan normal, asalkan
letak plasenta tidak menutupi jalan lahir atau hanya menutupi sebagian. Tetapi jika plasenta
menutupi seluruh jalan lahir, dokter akan menyarankan operasi caesar.

Komplikasi Plasenta Previa

Plasenta previa bisa berbahaya, baik bagi ibu maupun janin. Pada ibu, plasenta previa dapat
menyebabkan komplikasi berupa:

 Syok
Syok terjadi akibat perdarahan berat ketika proses persalinan.
 Penggumpalan darah
Komplikasi ini terjadi akibat perawatan di rumah sakit yang membuat ibu terlalu lama
berbaring, sehingga darah lebih mudah

Sedangkan pada janin, komplikasi yang dapat terjadi akibat plasenta previa adalah:
 Kelahiran prematur
Bila perdarahan terus berlangsung, bayi harus segera dilahirkan dengan operasi caesar,
meskipun belum cukup bulan.
 Asfiksia janin
Kondisi ini terjadi ketika janin tidak mendapat cukup oksigen saat di dalam kandungan.

Pada kondisi yang jarang terjadi, plasenta previa dapat menyebabkan jaringan plasenta tumbuh
terlalu dalam, sehingga sulit untuk dikeluarkan (retensi plasenta). Kondisi ini akan memperburuk
perdarahan.

REKAM MEDIS ELEKTRONIK

Penyelenggaraan Rekam Medis di Rumah Sakit Indonesia dimulai Tahun 1989 sejalan dengan
adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.749a/Menkes/PER/XII/1989
tentang Rekam Medis, yang mana pengaturannya masih mencakup rekam medis berbasis kertas
(konvensional). Rekam medis konvensional dianggap tidak tepat lagi untuk digunakan di abad
21 yang menggunakan informasi secara intensif dan lingkungan yang berorientasi pada
otomatisasi pelayanan kesehatan dan bukan terpusat pada unit kerja semata. Seiring dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang melanda dunia telah berpengaruh
besar bagi perubahan pada semua bidang, termasuk bidang kesehatan.
Hal ini sesuai dengan program yang direncanakan oleh pemerintah seperti tertuang dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2004 – 2009 yang menjelaskan bahwa
“Arah kebijakan Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi difokuskan pada
enam bidang prioritas, antara lain pengembangan teknologi dan informasi dan pengembangan
teknologi kesehatan dan obat-obatan. Salah satu penggunaan teknologi informasi (TI) di bidang
kesehatan yang menjadi tren dalam pelayanan kesehatan secara global adalah rekam medis
elektronik.

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah berkembang begitu pesat di berbagai sektor,
termasuk di sektor kesehatan. Salah satu pengaplikasiannya adalah rekam medis
terkomputerisasi atau rekam medis elektronik. Kegiatannya mencakup komputerisasi isi rekam
kesehatan dan proses yang berhubungan dengannya.

Penggunaan rekam medis elektronik sangat efisien dibandingkan dengan penggunaan rekam
medis kertas atau rekam medis manual. Perubahan dari rekam medis kertas ke rekam medis
elektronik karena fungsi utama dari rekam medis adalah untuk menyimpan data dan informasi
pelayanan pasien. Sayangnya, fungsi ini terbatas bagi rekam kesehatan format kertas yang
memiliki banyak kelemahan. Masalah mutu, standarisasi, batas waktu perolehan ataupun
kecepatan penyelesaian pekerjaan. Sebagai bandingan, Selain itu rekam kesehatan kertas juga
rawan sobek, rentan air, minyak dan mudah terbakar serta mudah lusuh akibat seringnya
penggunaan di pelayanan kesehatan maupun sering salah meletakkan atau hilang. Selain itu tidak
dibenarkan dan bahkan menjadi sangat mahal bila setiap rekaman dengan format kertas
dibuatkan copy sebagai cadangan.Berbagai kelemahan – kelemahan rekam kesehatan kertas
tersebut yang membuat pihak rumah sakit mulai beralih menggunakan rekam kesehatan
elektronik yang lebih menguntungkan. Hal ini juga didukung oleh kemajuan teknologi.

Rekam kesehatan elektronik adalah kegiatan komputerisasi isi rekam kesehatan dan proses
elektronisasi yang berhubungan dengannya. Elektronisasi ini menghasilkan sistem yang secara
khusus dirancang untuk mendukung pengguna dengan berbagai kemudahan fasilitas bagi
kelengkapan dan keakuratan data, memberi tanda waspada, sebagai peringatan, tanda sistem
pendukung keputusan klinik dan menghubungkan data dengan pengetahuan medis serta alat
bantu lainnya. Dasar hukum yang mengatur rekam medis elektronik tercantum dalam Permenkes
nomor 269/MENKES/PER/III/2008 pada pasal 2 yang berisi “(1) Rekam medis harus dibuat
secara tertulis, lengkap, dan jelas atau secara elektronik (2) Penyelenggaraan rekam medis
menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan sendiri.

Rekam medis elektronik merupakan catatan  rekam medis pasien   seumur  hidup  pasien  dalam 
format  elektronik    tentang  informasi  kesehatan seseorang yang  dituliskan    oleh  satu  atau 
lebih  petugas  kesehatan secara terpadu dalam tiap kali pertemuan antara petugas kesehatan
dengan klien. Rekam medis elektronik  bisa  diakses  dengan  komputer  dari  suatu  jaringan 
dengan  tujuan  utama menyediakan  atau  meningkatkan  perawatan  serta  pelayanan  kesehatan 
yang efesien  dan  terpadu  (Potter  & Perry,  2009).

Rekam Medis Elektronik bukanlah sistem informasi yang dapat dibeli dan di-install seperti paket
word – processing atau sistem informasi pembayaran dan laboratorium yang secara langsung
dapat dihubungkan dengan sistem informasi lain dan alat yang sesuai dalam lingkungan tertentu.
Rekam Medis Elektronik merupakan sistem informasi yang memiliki framework lebih luas dan
memenuhi satu set fungsi, menurut Amatayakul Magret K dalam bukunya Electronic Health
Records: A Practical, Guide for Professionals and Organizations harus memenuhi kriteria
sebagai berikut :

1. Mengintegrasikan data dari berbagai sumber (Integrated data from multiple source).
2. Mengumpulkan data pada titik pelayanan (Capture data at the point of care).
3. Mendukung pemberi pelayanan dalam pengambilan keputusan (Support caregiver
decision making).

Sedangkan, Gemala Hatta menjelaskan bahwa Rekam Medis Elektronik terdapat dalam sistem
yang secara khusus dirancang untuk mendukung pengguna dengan berbagai kemudahan fasilitas
untuk kelengkapan dan keakuratan data, memberi tanda waspada, peringatan, memiliki sistem
untuk mendukung keputusan klinik dan menghubungkan data dengan pengetahuan medis serta
alat bantu lainnya.

Hal- hal Yang Dapat Disimpan Dalam Rekam Medik Elektronik:

1. Teks (kode, narasi, report)


2. Gambar (komputer grafik, gambar yang di-scan, hasil foto rontgen digital)
3. Suara (suara jantung, suara paru)
4. Video (proses operasi)

Manfaat Rekam Medis Elektronik (EMR) memudahkan pekerjaan dokter dan kebutuhan pasien
dalam mendapatkan layanan medis. Hal ini meliputi kemudahan yang ditawarkan dalam sistem
sejarah rekam medis pasien, identifikasi dan penanggulangan penyakit, manajemen jadwal
kunjungan pasien, serta observasi indikator kesehatan pasien.

Selain itu rekam medis elektronik juga memiliki berbagai karakteristik yang dapat memberikan
manfaat, karakteristik tersebut antara lain:

1. Akses dapat di lihat dari berbagai tempat


2. Tampilan data dapat dilihat dari berbagai pendekatan
3. Data entry lebih terstruktur
4. Dilengkapi dengan sistem pendukung keputusan
5. Mempermudah dalam analisis data
6. Mendukung pertukaran data secara elektronik dan pemanfaatan data secara bersama –
sama ( data sharing )
7. Dapat bersifat multimedia

Dari karakteristik diatas tersebut dapat memberikan tambahan manfaat laiinya yang
menguntungkan bahkan memudahkan petugas dalam memberikan pelayanan rekam medis.
Adapun Manfaat dari pelaksanaan rekam medis elektronik yang lainnya adalah:

1. Penelusuran dan pengiriman informasi mudah


2. Bisa dikaitkan dengan informasi diluar rumah sakit
3. Penyimpanan lebih ringkas, data dapat ditampilkan dengan epat sesuai kebutuhan
4. Pelaporan lebih mudah dan secara otomatis
5. Kualitas data dan standar dapat dikendalikan
6. Dapat diintegrasikan dengan perangkat lunak pendukung keputusan.
7. Lebih cepat dan efisien dalam memberikan pelayanan kepada pasien
8. Keamanan data pasien yang berada di rumah sakit terjamin
9. Tidak membutuhkan kertas , sehingga dapat menghemat penggunaan kertas
10. Dapat melakukan copy cadangan informasi yang dapat diambil apabila terjadi kehilangan
data yang asli.
11. Dapat memproses data yang banyak dalam waktu yang singkat.
12. Dapat mengurangi medical error.

Sistem Data Klinis Rekam Medis Elektronik

1. Rekam medis masing – masing pasien

Isi rekam medik individual hendaknya mencerminkan sejarah perjalanan kondisi kesehatan
pasien mulai dari lahir sampai berlangsungnya interaksi mutakhir antara pasien dengan rumah
sakit. Pada umumnya struktur rekam medik individual ini terdiri dari daftar masalah sekarang
dan masa lalu serta catatan-catatan SOAP (Subjective, Objective, Assessment, dan Plan) untuk
masalah-masalah yang masih aktif.

2. Rangkuman data klinis untuk konsumsi manajer rumah sakit, pihak asuransi (data claim),
kepala unit klinis, dan institusi terkailt sebagai pelaporan. Suatu rangkuman data klinis
yang penting misalnya mengandung jumlah pasien rawat inap menurut cirri-ciri
demografis, cara membayar, diagnosis dan prosedur operatif.
3. Registrasi penyakit

Misalnya kanker, merupakan sistem informasi yang berbasis pada suatu komunitas atau wilayah
administratif, mencakup semua kejadian penyakit tertentu (misalnya segala jenis kanker) di
antara penduduk yang hidup d wilayah yang bersangkutan.

4. Data Unit Spesifik

Suatu sistem informasi mungkin diperlukan untuk mengelola unit tertentu di rumah sakit.
Sebagai contoh, unit – unit farmasi, laboratorium, radiology dan perawatan memerlukan data
inventory bahan-bahan habis pakai dan utilisasi jenis-jenis pelayanan untuk merencanakan dan
mengefisienkan penggunaan sumber daya.

5. Sistem kepustakaan medik dan pendukung pengambilan keputusan klinis


Untuk menunjang keberhasilan pelayanan klinis kepada pasien diperlukan sistem untuk
mengarahkan klinisi pada masalah spesifik, merekomendasikan keputusan klinis berbasis pada
probabilitas kejadian tertentu.

6. Paspor kesehatan (patient-carried records)

Rangkuman medik yang dibawa pasien memungkinkan pelayanan kesehatan darurat di tempat-
tempat yang jauh dari rumahnya. Rekam medik ini mungkin dalam bentuk kertas, microfiche
atau smartcard format. (Sabarguna, 2005)

KOMPONEN REKAM MEDIK ELEKTRONIK

Menurut Johan Harlan, komponen fungsional RME, meliputi:

1. Data pasien terintegrasi


2. Dukungan keputusan klinik
3. Pemasukan perintah klinikus
4. Akses terhadap sumber pengetahuan
5. Dukungan komunikasi terpadu

Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menunjang infrastruktur yang berkaitan dengan Rekam
Medis Elektronik meliputi:

1. Sistem administrasi
2. Finansial/keuangan
3. Data klinis dari unit-unit
1. Pengintegrasian data
2. Repository (gudang data) yang memusatkan data dari berbagai komponen lain
atau cara lain untuk mengintegrasikan data.
3. Rules Engine, yang menyediakan program logis yang dapat dipakai untuk
menunjang keputusan seperti; kewaspadaan dan pernyataan, daftar permintaan
(order set) dan protokol klinis.

Pengambilan keputusan untuk menunjang pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara apapun termasuk memasukkan dan mengeluarkan data melalui: terminal komputer,
komputer pribadi, PC, Notebook, PDA, sistem pengenalan suara, tanda tangan, dll.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN REKAM MEDIK ELEKTRONIK

1. Kelebihan
1. Kepemilikan RME tetap menjadi milik dokter atau sarana pelayanan kesehatan
seperti yang tertulis dalam pasal 47 (1) UU RI Nomor 29 Tahun 2004 bahwa
dokumen rekam medik adalah milik dokter atau sarana pelayanan kesehatan,
sama seperti rekam medik konvensional.
2. Isi rekam medik sesuai pasal 47 (1) UU RI Nomor 29 Tahun 2004 yang
merupakan milik pasien dapat diberikan salinannya dalam bentuk elektronik atau
dicetak untuk diberikan pada pasien.
3. Tingkat kerahasiaan dan keamanan dokumen elektronik semakin tinggi dan aman.
Salah satu bentuk pengamanan yang umum adalah Rekam Medis Elektronik dapat
dilindungi dengan sandi sehingga hanya orang tertentu yang dapat membuka
berkas asli atau salinannya yang diberikan pada pasien, ini membuat
keamanannya lebih terjamin dibandingkan dengan rekam medis konvensional.
4. Penyalinan atau pencetakan RME juga dapat dibatasi, seperti yang telah
dilakukan pada berkas multimedia (lagu atau video) yang dilindungi hak cipta,
sehingga hanya orang tertentu yang telah ditentukan yang dapat menyalin atau
mencetaknya.
5. Rekam Medis Elektronik memiliki tingkat keamanan lebih tinggi dalam
mencegah kehilangan atau kerusakan dokumen elektronik, karena dokumen
elektronik jauh lebih mudah dilakukan ‘back-up’ dibandingkan dokumen
konvensional.
6. Rekam Medis Elektronik memiliki kemampuan lebih tinggi dari hal-hal yang
telah ditentukan oleh Permenkes Nomor 269 Tahun 2008, misalnya penyimpanan
rekam medis sekurangnya 5 tahun dari tanggal pasien berobat (pasal 7), rekam
medis elektronik dapat disimpan selama puluhan tahun dalam bentuk media
penyimpanan cakram padat (CD/DVD) dengan tempat penyimpanan yang lebih
ringkas dari rekam medik konvensional yang membutuhkan banyak tempat &
perawatan khusus.
7. Kebutuhan penggunaan rekam medis untuk penelitian, pendidikan, penghitungan
statistik, dan pembayaran biaya pelayanan kesehatan lebih mudah dilakukan
dengan Rekam Medis Elektronik karena isi Rekam Medis Elektronik dapat
dengan mudah diintegrasikan dengan program atau software sistem informasi
rumah sakit atau klinik atau praktik tanpa mengabaikan aspek kerahasiaan. Hal ini
tidak mudah dilakukan dengan rekam medis konvensional.
8. Rekam Medis Elektronik memudahkan penelusuran dan pengiriman informasi
dan membuat penyimpanan lebih ringkas. Dengan demikian, data dapat
ditampilkan dengan cepat sesuai kebutuhan.
9. Rekam Medis Elektronik dapat menyimpan data dengan kapasitas yang besar,
sehingga dokter dan staf medik mengetahui rekam jejak dari kondisi pasien
berupa riwayat kesehatan sebelumnya, tekanan darah, obat yang telah diminum
dan tindakan sebelumnya sehingga tindakan lanjutan dapat dilakukan dengan
tepat dan berpotensi menghindari medical error.
10. UU ITE juga telah mengatur bahwa dokumen elektronik (termasuk Rekam Medis
Elektronik) sah untuk digunakan sebagai bahan pembuktian dalam perkara
hukum.
2. Kekurangan
3. Membutuhkan investasi awal yang lebih besar daripada rekam medik kertas, untuk
perangkat keras, perangkat lunak dan biaya penunjang (seperti listrik).
4. Waktu yang diperlukan oleh key person dan dokter untuk mempelajari sistem dan
merancang ulang alur kerja.
5. Konversi rekam medik kertas ke rekam medik elektronik membutuhkan waktu, sumber
daya, tekad dan kepemimpinan.
6. Risiko kegagalan sistem komputer.
7. Masalah keterbatasan kemampuan penggunaan komputer dari penggunanya.
8. Belum adanya standar ketetapan Rekam Medis Elektronik dari pemerintah

ASPEK HUKUM REKAM MEDIK ELEKTRONIK

Rekam medis merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penyelenggaraaan pelayanan


kesehatan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum
pelaksanaan kegiatan rekam medik. Dasar hukum pelaksanaan rekam medis elektronik
disamping peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai rekam medik, lebih khusus
lagi diatur dalam Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis pasal 2 :

 Rekam Medik harus dibuat secara tertulis lengkap, dan jelas atau secara elektronik,
 Penyelenggaraan rekam medik dengan menggunakan teknologi informasi elektronik
diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.

Selama ini rekam medik mengacu pada Pasal 46 dan Pasal 47 UU RI Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran dan Permenkes Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam
Medis, sebagai pengganti dari Permenkes Nomor 749a/Menkes/PER/XII/1989. Undang Undang
RI Nomor 29 Tahun 2004 sebenarnya telah diundangkan saat Rekam Medis Elektronik sudah
banyak digunakan di luar negeri, namun belum mengatur mengenai Rekam Medis Elektronik.
Begitu pula Permenkes Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis belum
sepenuhnya mengatur mengenai Rekam Medis Elektronik. Hanya pada Bab II pasal 2 ayat 1
dijelaskan bahwa “Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara
elektronik”. Secara tersirat pada ayat tersebut memberikan ijin kepada sarana pelayanan
kesehatan membuat rekam medis secara elektronik (RME). Sehingga sesuai dengan dasar-dasar
di atas maka membuat catatan rekam medis pasien adalah kewajiban setiap dokter dan dokter
gigi yang melakukan pemeriksaan kepada pasien baik dicatat secara manual maupun secara
elektronik.

Belum ada satu perundangan menyebutkan secara spesifik istilah rekam medis elektronik atau
rekam kesehatan elektronik. Ada berbagai perundangan yang sebenarnya berkaitan dengan
keberadaan Rekam Medis Elektronik tersebut. Beberapa perundangan tersebut adalah :

1. UU RI Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran


2. UU RI Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
3. UU RI Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
4. UU RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
5. UU RI Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
6. UU RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
7. UU RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah sakit
8. Permenkes Nomor 511 Tahun 2002 Tentang Strategi pengembangan SIKNAS dan
SIKDA
9. Kepmenkes Nomor 844 Tahun 2006 Tentang Kodefikasi Data
10. Kepmenkes Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medik

Adanya Undang Undang baru tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada tahun 2008
ternyata juga membantu untuk perkembangan RME di Indonesia sendiri, selain Undang –
Undang ITE itu sendiri, berbagai peraturan dan Undang Undang yang sudah dibuat sangat
membantu dalam pengelolaan Rekam Medis Elektronik itu sendiri, seperti dalam pasal 13 ayat
(1) huruf b Permenkes Nomor 269 tahun 2008 tentang pemanfaatan rekam medik “sebagai alat
bukti hukum dalam proses penegakkan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan
penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi”. Karena rekam medik merupakan
dokumen hukum, maka keaman berkas sangatlah penting untuk menjaga keotentikan data baik
Rekam Kesehatan Konvensional maupun Rekam Medik Elektronik (RME). Sejak
dikeluarkannya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun
2008 telah memberikan jawaban atas keraguan yang ada. UU ITE telah memberikan peluang
untuk implementasi Rekam Medis Elektronik.

Rekam Medis Elektronik juga merupakan alat bukti hukum yang sah. Hal tersebut juga ditunjang
dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

10 dalam pasal 5 dan 6 yaitu:

Pasal 5 :

1. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan


alat bukti hukum yang sah.
2. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan
Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
3. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan
sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalan Undang-Undang ini

Pasal 6 :

Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan
bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik dianggab sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses,
ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan
suatu keadaan

FORM REKAM MEDIS ELEKTRONIK

Formulir adalah secarik kertas yang memiliki ruang untuk di isi dan merupakan dokumen yang
digunakan untuk merekam terjadinya transaksi pelayanan. Formulir merupakan media untuk
mencatat peristiwa yang terjadi dalam organisasi pelayanan kesehatan dalam bentuk catatan.
Dalam arti sempit, formulir dapat diarti kan sebagai bukti transaksi atau sering juga sisebut
dokumen. Formulir adalah lembaran atau surat yang harus diisi. Jenis formulir bermacam-
macam, diantaranya formulir pendaftaran, kartu keluarga, wesel pos, kartu pos, daftar riwayat
hidup, selip tabungan dll.

Jadi desain formulir itu adalah proses produksi kreatifitas seseorang pada formulir berupa kertas
atau formulir elektronik dalam bentuk komunikasi visual yang mempunyai fungsi dan nilai
estetika untuk menyampaikan informasi atau pesan kepada setiap orang yang telah diatur
formatnya sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan tertentu. Desain formulir adalah kegiatan
merancang farmulir berdasarkan kebutuhan pencatatan transaksi pelayanan atau pembuatan
pelayanan atau pembuatan laporan organisasi (Wahono,2010).

Berikut ini contoh Form Rekam Medis Elektronik dalam bentuk Visual Basic 6.0

Tampilan data Pendaftaran Pasien

Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah


virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut
COVID-19. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan,
pneumonia akut, sampai kematian.
Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih dikenal dengan
nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menular ke manusia. Virus ini bisa
menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil, maupun ibu
menyusui.

Infeksi virus ini disebut COVID-19 dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir
Desember 2019. Virus ini menular dengan cepat dan telah menyebar ke wilayah lain di Cina dan
ke beberapa negara, termasuk Indonesia.

Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak
kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga
bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia), Middle-East
Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Gejala Virus Corona

Infeksi virus Corona atau COVID-19 bisa menyebabkan penderitanya mengalami gejala flu,
seperti demam, pilek, batuk, sakit tenggorokan, dan sakit kepala; atau gejala penyakit infeksi
pernapasan berat, seperti demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas, dan nyeri
dada.

Namun, secara umum ada 3 gejala umum yang bisa menandakan seseorang terinfeksi virus
Corona, yaitu:

 Demam (suhu tubuh di atas 38 derajat Celcius)


 Batuk
 Sesak napas

Menurut penelitian, gejala COVID-19 muncul dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah
terpapar virus Corona.

Kapan harus ke dokter

Segera ke dokter bila Anda mengalami gejala infeksi virus Corona (COVID-19) seperti yang
disebutkan di atas, terutama jika gejala muncul 2 minggu setelah kembali dari daerah yang
memiliki kasus COVID-19 atau berinteraksi dengan penderita infeksi virus Corona.

Bila Anda mungkin terpapar virus Corona namun tidak mengalami gejala apa pun, Anda tidak
perlu pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan diri, cukup tinggal di rumah selama 14 hari dan
membatasi kontak dengan orang lain.

Alodokter juga memiliki fitur untuk membantu Anda memeriksa risiko tertular virus Corona
dengan lebih mudah. Untuk menggunakan fitur tersebut, silakan klik gambar di bawah ini.

Penyebab Virus Corona


Infeksi virus Corona atau COVID-19 disebabkan oleh coronavirus, yaitu kelompok virus yang
menginfeksi sistem pernapasan. Pada sebagian besar kasus, coronavirus hanya menyebabkan
infeksi pernapasan ringan sampai sedang, seperti flu. Akan tetapi, virus ini juga bisa
menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti pneumonia, Middle-East Respiratory
Syndrome (MERS), dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Ada dugaan bahwa virus Corona awalnya ditularkan dari hewan ke manusia. Namun, kemudian
diketahui bahwa virus Corona juga menular dari manusia ke manusia.

Seseorang dapat tertular COVID-19 melalui berbagai cara, yaitu:

 Tidak sengaja menghirup percikan ludah dari bersin atau batuk penderita COVID-19
 Memegang mulut atau hidung tanpa mencuci tangan terlebih dulu setelah menyentuh
benda yang terkena cipratan air liur penderita COVID-19
 Kontak jarak dekat dengan penderita COVID-19, misalnya bersentuhan atau berjabat
tangan

Virus Corona dapat menginfeksi siapa saja, tetapi efeknya akan lebih berbahaya atau bahkan
fatal bila terjadi pada orang lanjut usia, ibu hamil, orang yang sedang sakit, atau orang yang daya
tahan tubuhnya lemah.

Diagnosis Virus Corona

Untuk menentukan apakah pasien terinfeksi virus Corona, dokter akan menanyakan gejala yang
dialami pasien. Dokter juga akan bertanya apakah pasien bepergian ke daerah yang memiliki
kasus infeksi virus Corona sebelum gejala muncul.

Guna memastikan diagnosis COVID-19, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan berikut:

 Uji sampel darah


 Tes usap tenggorokan untuk meneliti sampel dahak
 Rontgen dada untuk mendeteksi infiltrat atau cairan di paru-paru

Pengobatan Virus Corona

Infeksi virus Corona atau COVID-19 belum bisa diobati, tetapi ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan dokter untuk meredakan gejalanya dan mencegah penyebaran virus, yaitu:

 Merujuk penderita COVID-19 untuk menjalani perawatan dan karatina di rumah sakit


yang ditunjuk
 Memberikan obat pereda demam dan nyeri yang aman dan sesuai kondisi penderita
 Menganjurkan penderita COVID-19 untuk istirahat yang cukup
 Menganjurkan penderita COVID-19 untuk banyak minum air putih untuk menjaga kadar
cairan tubuh

Komplikasi Virus Corona


Pada kasus yang parah, infeksi virus Corona bisa menyebabkan beberapa komplikasi serius
berikut ini:

 Pneumonia
 Infeksi sekunder pada organ lain
 Gagal ginjal
 Acute cardiac injury
 Acute respiratory distress syndrome
 Kematian

Pencegahan Virus Corona

Sampai saat ini, belum ada vaksin untuk mencegah infeksi virus Corona atau COVID-19. Oleh
sebab itu, cara pencegahan yang terbaik adalah dengan menghindari faktor-faktor yang bisa
menyebabkan Anda terinfeksi virus ini, yaitu:

 Hindari bepergian ke tempat-tempat umum yang ramai pengunjung.


 Gunakan masker saat beraktivitas di tempat umum atau keramaian.
 Rutin mencuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer yang mengandung
alkohol minimal 60% setelah beraktivitas di luar rumah atau di tempat umum.
 Jangan menyentuh mata, mulut, dan hidung sebelum mencuci tangan.
 Hindari kontak dengan hewan, terutama hewan liar. Bila terjadi kontak dengan hewan,
cuci tangan setelahnya.
 Masak daging sampai benar-benar matang sebelum dikonsumsi.
 Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin, kemudian buang tisu ke
tempat sampah.
 Hindari berdekatan dengan orang yang sedang sakit demam, batuk, atau pilek.
 Jaga kebersihan benda yang sering disentuh dan kebersihan lingkungan.

Untuk orang yang diduga terkena COVID-19, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan agar
virus Corona tidak menular ke orang lain, yaitu:

 Jangan keluar rumah, kecuali untuk mendapatkan pengobatan.


 Periksakan diri ke dokter hanya bila Anda mengalami gejala atau keluhan.
 Usahakan untuk tinggal terpisah dari orang lain untuk sementara waktu. Bila tidak
memungkinkan, gunakan kamar tidur dan kamar mandi yang berbeda dengan yang
digunakan orang lain.
 Larang dan cegah orang lain untuk mengunjungi atau menjenguk Anda sampai Anda
benar-benar sembuh.
 Sebisa mungkin jangan melakukan pertemuan dengan orang yang sedang sedang sakit.
 Hindari berbagi penggunaan alat makan dan minum, alat mandi, serta perlengkapan tidur
dengan orang lain.
 Pakai masker dan sarung tangan bila sedang berada di tempat umum atau sedang bersama
orang lain.
 Gunakan tisu untuk menutup mulut dan hidung bila batuk atau bersin, lalu segera buang
tisu ke tempat sampah.

Anda mungkin juga menyukai