REVISI : 0
TANGGAL 04 JANUARI 2021
DIBERLAKUKAN
Pelaksana PJ UKM
Mengetahui,
Kepala UPTD Puskesmas Kebumen III
I. Latar Belakang
Meskipun kusta tidak secara langsung termasuk ke dalam pencapaian Millenium Development
Goals (MDGs), namun terkait erat dengan lingkungan yaitu sanitasi. Penggunaan air bersih dan
sanitasi akan sangat membantu penurunan angka kejadian penyakit NTD. Beban akibat penyakit
kusta bukan hanya karena masih tingginya jumlah kasus yang ditemukan tetapi juga kecacatan yang
diakibatkannya, Indonesia sudah mencapai eliminasi di tingkat nasional. Namun saat ini, masih ada
14 propinsi yang mempunyai beban tinggi yaitu Banten, Sulteng, Aceh, Sultra, Jatim, Sulsel, Sulbar,
Sulut, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat dan Kalimantan Utara.
Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini sedemikiari besarnya, sehingga menimbulkan
keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita sendiri, tetapi pada keluarganya,
masyarakat dan negara. Hal ini yang mendasari konsep perilaku penerimaan periderita terhadap
penyakitnya, dimana untuk kondisi ini penderita masih banyak menganggap bahwa penyakit kusta
merupakan penyakit menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan
menyebabkan kecacatan. Akibat anggapan yang salah ini penderita kusta merasa putus asa sehingga
tidak tekun untuk berobat. Hal ini dapat dibuktikan dengan kenyataan bahwa penyakit mempunyai
kedudukan yang khusus diantara penyakit-penyakit lain. Hal ini disebabkan oleh karena adanya
leprophobia (rasa takut yang berlebihan terhadap kusta). Leprophobia ini timbul karena pengertian
penyebab penyakit kusta yang salah dan cacat yang ditimbulkan sangat menakutkan. Dari sudut
pengalaman nilai budaya sehubungan dengan upaya pengendalian leprophobia yang bermanifestasi
sebagai rasa jijik dan takut pada penderita kusta tanpa alasan yang rasional. Terdapat kecenderungan
bahwa masalah kusta telah beralih dari masalah kesehatan ke masalah sosial.
Leprophobia masih tetap berurat akar dalam seleruh lapisan masalah masyarakat karena
dipengaruhi oleh segi agama, sosial, budaya dan dihantui dengan kepercayaan takhyul. Fhobia kusta
tidak hanya ada di kalangan masyarakat jelata, tetapi tidak sedikit dokter-dokter yang belum
mempunyai pendidikan objektif terhadap penyakit kusta dan masih takut terhadap penyakit kusta.
Selama masyarakat kita, terlebih lagi para dokter masih terlalu takut dan menjauhkan penderita
kusta, sudah tentu hal ini akan merupakan hambatan terhadap usaha penanggulangan penyakit
kusta. Akibat adanya phobia ini, maka tidak mengherankan apabila penderita diperlakukan secara
tidak manusiawi di kalangan masyarakat.
II. Tujuan
A. Tujuan Umum
Meningkatkan cakupan pengobatan penderita kusta
B. Tujuan Khusus
1. Mengobati dan memutus rantai penularan dengan pengobatan sampai dengan RFT
2. Mencegah dan menemukan kecacatan kusta secara dini
III. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
V. Sasaran
1. Pasien terdiagnosa kusta
2. Keluarga pasien
3. Kader promotor kesehatan dan toma
VI.
VII. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
2021
No Kegiatan Sasaran Tempat Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1 Pengobatan pasien 100 % dari pasien Puskesmas
Kusta yang terdiagnosa √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
kusta
2 Pemberian KIE kepada pasien 100 % dari pasien Puskesmas
dan atau keluarganya serta yang terdiagnosa √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
toma kusta
RENCANA WAKTU
NO KEGIATAN TARGET CAPAIAN TINDAK LANJUT PJ
TINDAK LANJUT
RENCANA
NO KEGIATAN TARGET CAPAIAN TINDAK LANJUT WAKTU PJ
TINDAK LANJUT
1 Pengobatan Pasien Kusta