Anda di halaman 1dari 32

1

BAB II

ETIKA PEMASARAN, ETIKA BISNIS ISLAM, DAN

DISTRIBUTOR OUTLET

A. Pemasaran
1. Pengertian Pemasaran
Pemasaran merupakan kegiatan pokok yang dilakukan oleh
perusahaan untuk tetap bertahan hidup, berkembang dan mendapatkan
profit yang tidak bertentangan dengan nilai yang diyakini. Pemasaran
tidak dibenarkan jika hanya dikonotasikan dengan penjualan (selling),
perdagangan, dan pendistribusian.1 Suatu perusahaan yang sedang
mengalami persaingan tidak lagi merancang suatu strategi yang
berorientasi pada pembuatan produk saja tetapi juga berorientasi pada
pemasaran dalam rangka menghadapi situasi yang berbeda. Untuk
mengetahui sejauh mana pentingnya pemasaran, terlebih dahulu kita
harus mengetahui apa arti pemasaran itu sendiri. Pemasaran adalah
suatu yang meliputi keseluruhan sistem yang berhubungan dengan
kegiatan usaha, yang bertujuan merencanakan, menetapkan harga
hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa yang
akan memuaskan kebutuhan pembeli baik yang aktual maupun yang
potensial.2
Pendapat lain mengenai definisi dari pemasaran dapat dilihat
dari dua sudut pandang yang berbeda, yakni dari sudut pandang

1
Nur Asnawi, Ajaran Etika Islam Dalam Pemasaran Produk Murabahah (Studi Pada
Bank Muamalat Indonesia Cabang Malang), (Malang: Skripsi UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang)
2
Husein Umar, Metodologi Penelitian dalam Pemasaran, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1997), 208
2

pemasaran secara sosial dan sudut pandang pemasaran secara


manajerial.3 Pengertian pemasaran secara sosial menunjukan peran
yang dimainkan oleh pemasar dimasyarakat sedangkan secara
manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai “seni menjual
produk”.4
Menurut para ahli pemasaran diuraikan sebagai berikut:
a. Thamrin Abdullah dan Francis Tantri mendefinisikan manajemen
pemasaran sebagai proses yang mencangkup analisis,
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan juga mencangkup
barang, jasa serta gagasan, berdasarkan pertukaran dan tujuannya
adalah memberikan kepuasan bagi pihak yang terlibat.5
b. Basu Swasta dan Irawan mengemukakan pemasaran adalah suatu
sistem kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan
mendistribusikan barang dan jasa kepada pembeli.6
c. American Marketing Assosiation mendefinisikan Pemasaran
sebagaimana yang dikutip oleh Buchari Alma, yaitu “marketing is
the proses of planning and executing the conception, pricing,
promotion and distribution of ideas, goods, services to create
exchanges that satisfy individual and organizational goals”
(pemasaran adalah proses merencanakan konsepsi, harga, promosi
dan distribusi ide, barang atau jasa, menciptakan peluang yang
memuaskan individu sesuai dengan tujuan Organisasi.)7
d. Menurut Jusmailani dalam Bukunya yang berjudul Bisnis Berbasis
Syariah bahwa Pemasaran adalah suatu proses sosial dan
3
H.Bukhori alma dan D. Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta,
2009), 257
4
M.Syakir Sila, Asuransi Syariah (life and general) (Jakarta, Gema Insani Pers, 2014),
419
5
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: Rajawali Pers,
2012), 22
6
Basu Swasta dan Irawan, Manajemen Pemasaran Modern, (Yogyakarta: Liberty, 1990),
5
7
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, (Bandung: Alfabeta,
2011), 5
3

manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan apa yang


mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan
dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.8
Sejalan dengan perkembangan zaman dan keanekaragaman
mengenai pengertian dari pemasaran terjadi proses redefinisi mengenai
pemasaran, dalam mendefinisikan pengertian terbaru saat ini
pemasaran harus mempertimbangkan tiga pemikiran, pertama
persaingan dinamis dalam pemberian value (nilai); kedua disiplin
bisnis strategis dan; ketiga adalah cakupan yang diperluas.
Berdasarkan pemikiran tersebut definisi pemasaran yang mencangkup
seluruh dunia adalah “sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarah
pada proses penciptaan, penawaran dan perubahan value dari satu
investor kepada stakeholder.9 Karena pada dasarnya pemasaran suatu
barang hasil industry dapat dilakukan dengan berbagai cara salah
satunya yang sedang popular pada saat ini adalah pemasaran melalui
internet atau online shop. Kelebihan pemasaran melalui internet atau
online shop adalah tidak terbatas atau tidak dibatasi oleh ruang dan
jarak. Siapapun dapat mengakses dimanapun dan kapanpun. Selain itu
pemasaran dengan cara ini juga dapat dianggap efektif dan
memberikan kemudahan. Dibutuhkan nilai kepercayaan dalam
pemasaran dengan cara ini.10
2. Pemasaran Menurut Islam
Secara umum pemasaran islami adalah strategi bisnis, yang
harus memayungi seluruh aktivitas dalam sebuah perusahaan, meliputi
seluruh proses, menciptakan, menawarkan, pertukaran nilai, dari
seorang produsen, atau satu perusahaan, atau perorangan, yang sesuai
dengan ajaran Islam. Pentingnya pasar dalam Islam tidak terlepas dari

8
Jusmaliani, Bisnis Berbasis Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008). 28
9
Khusni Tamrin, Pengaruh Strategi Pemasaran Terhadap Peningkatan Jumlah Peserta
Asurans, (Cirebon: Skripsi IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2011)
10
Nishfi Awaliyah, Strategi Pemasaran Home Industry Syariah Makanan Khas Gunung
Jati Terhadap Minat Beli Pada Peziarah (Studi Kasus Home Industry M. Iqbal kompleks Sunan
Gunung Jati Cirebon), (Cirebon: Skripsi IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2015)
4

11
fungsi pasar sebagai wadah bagi berlangsungnya kegiatan jual beli.
Keberadaan pasar yang terbuka memberikan kesempatan bagi
masyarakat untuk ambil bagian dalam menentukan harga, sehingga
harga ditentukan oleh kemampuan riil masyarakat dalam
mengoptimalisasikan faktor produksi yang ada di dalamnya.12 Konsep
Islam memahami bahwa pasar dapat berperan efektif dalam kehidupan
ekonomi bila prinsip persaingan bebas dapat berlaku secara efektif.13
Menurut Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula
pemasaran perspektif ekonomi Islam adalah keseluruhan proses
pemasaran yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
mengandung nilai ibadah. Prinsip yang dimaksud tersebut adalah
keadilan, kejujuran, transparasi, etika, dan moralitas. Mannan, Siddiqi
dan ahli ekonomi Islam lainnya menekankan pentingnya motif
altruisme, dan penekanan akan maslahah dalam kegiatan produksi.
Perusahaan tidak hanya mementingkan keuntungan pribadi namun
juga memberikan kemaslahatan bagi masyarakat dengan tidak
mengabaikan lingkungan sosialnya.14
Pasar syari‟ah adalah pasar yang emosional (emotional market)
dimana orang tertarik karena alasan keagamaan bukan karena
keuntungan financial semata, tidak ada yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip muamalah ia mengandung nilai-nilai ibadah,
sebagaimana firman Allah dalam surat Al-An‟am ayat 162

َ ًِ َ‫ ِ َّّلِلِ َسةِّ ْان َعبن‬ِٙ‫ب٘ َٔ َي ًَبر‬


ٍٛ َ ٌَّ ِ‫قُمْ إ‬
َ َٛ ْ‫ َٔ َيح‬ٙ‫ ََُٔ ُس ِك‬ِٙ‫ص ََلر‬

11
Sukarno Wibowo dan Dedi Supriadi, Ekonomi Mikro Islam, (Bandung: Pustaka Setia,
2013), 201.
12
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, (Yogyakarta: UII, 2008),
229
13
Mustafa Edwin Nasution, et. al., Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, (Jakarta:
Prenada Media
Group, 2014), 160.
14
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, (Bandung: Alfabeta, 2013), 142-143
5

“Katakanlah Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku


dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”

Dalam Syari‟ah marketing, bisnis yang disertai keikhlasan


semata-mata hanya untuk mencari ridha Allah, maka bentuk
transaksinya insyaAllah menjadi nilai ibadah dihadapan Allah SWT.15
Ada 4 (empat) karakteristik pemasaran syariah yang dapat menjadi
panduan bagi para pemasar yakni sebagai berikut :
a. Teistis (Rabbaniyyah)
Salah satu ciri khas pemasaran syariah adalah sifatnya yang religius,
yang berangkat dari kesadaran akan nilai-nilai religius, yang
dipandang penting dan mewarnai aktifitas pemasaran agar tidak
merugikan orang lain, mulai dari dalam menentukan strategi
pemasaran, memilah-milah pasar (segmentasi), memfokuskan pasar
(targetting), hingga menetapkan identitas perusahaan (positioning).
b. Etis (Ahlaqiyyah)
Keistimewaan yang lain dan pemasaran syariah adalah juga karena
sangat mengedepankan nilai moral dan etika dalam seluruh aspek
kegiatannya tidak peduli apapun agamanya, karena nilai moral dan
etika adalah nilai yang bersifat universal, yang diajarkan oleh semua
agama.
c. Realistis (al Waqi'iyyah)
Pemasaran syariah bukanlah konsep yang eksklusif, fanatis, anti
modernitas dan kaku. Pemasaran syariah adalah konsep pemasaran
yang bersifat fleksibel, sebagaimana keleluasaan dan keluwesan
syariah Islam yang melandasinya.
d. Humanistis (al Insaniyyah)
Pemasaran syariah juga bersifat humanistis universal. Pengertian
universal adalah bahwa syariah Islam diciptakan untuk manusia agar

15
Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir, Syari’ah Marketing, (Bandung: PT
Mizan
Pustaka,2006), xxviii
6

terangkat derajatnya dan terjaga serta terpelihara sifat-sifat


kemanusiaanya, terkontrol dan seimbang tanpa menghiraukan ras,
warna kulit, kebangsaan dan status. Oleh karena itu pemasaran syariah
jauh dari aktifitas persaingan yang tidak sehat dan menghalalkan
segala cara untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya bagi
perusahaan.16
M. Syakir Sula mendefinisikan pemasaran syari‟ah sebagai
sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan,
penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator kepada
stakeholders-nya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan
akad dan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam.17 Dalam dunia
pemasaran selalu terkait dengan yang dinamakan marketing mix
(bauran pemasaran). Bauran pemasaran dalam perspektif syariah
adalah:
a. Produk (product)
Al-Qur‟an menggunakan konsep produksi barang dalam arti
yang sangat luas. Tekanan Al-Qur‟an diarahkan pada manfaat dari
barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai
hubungan dengan kebutuhan hidup manusia. Di samping itu, Islam
mengajarkan untuk memperhatikan kualitas dan keberadaan produk
tersebut. Islam melarang jual beli suatu produk yang belum jelas
(gharar) bagi pembeli. Islam juga memerintahkan untuk
memperhatikan kualitas produk. Barang yang dijual harus terang dan
jelas kualitasnya, sehingga pembeli dapat dengan mudah memberi
penilaian. Tidak boleh menipu kualitas dengan jalan memperlihatkan
yang baik bagian luarnya, dan menyembunyikan yang jelek pada
bagian dalam.

16
Zunaedah dan A Nazaruddin, Analisis Strategi Pemasaran Tabungan Share-e Pada PT
Bank Muamalat Indonesia Tbk Kantor Cabang Palembang, (Palembang: Jurnal Ilmiah
Manajemen Bisnis, 2007), 60-61
17
Muhammad Aziz Hakim (ed), Dasar & Strategi Pemasaran Syariah, (Jakarta:
Renaisan, 2005), 15
7

b. Harga (price)
Penentuan harga ditentukan oleh mekanisme pasar, yakni
bergantung pada kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran.
Dalam praktis fiqih muamalah, pricing mengambil posisi tengah, tidak
berlebih-lebihan, tidak pula merendah-rendahkan. Ini berarti dalam
praktik muamalah, pricing mestinya harus proporsional.
c. Distribusi (place)
Distribusi merupakan semua kegiatan yang dilakukan
perusahaan dengan tujuan membuat produk yang dibutuhkan dan
dinginkan oleh konsumen dapat dengan mudah diperoleh pada waktu
dan tempat yang tepat. Nabi dengan tegas melarang pemotongan jalur
distribusi dengan maksud untuk menaikkan harga. Ini bisa dimaknai
bahwa jangan pernah membeli dari penjual yang belum mengetahui
harga pasar. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi penjual dari
penipuan mengenai barang yang sebenarnya.
d. Promosi (promotion)
Pada prinsipnya, dalam Islam mempromosikan suatu barang
diperbolehkan. Hanya saja dalam berpromosi tersebut mengedepankan
faktor kejujuran dan menjauhi penipuan. Di samping itu, metode yang
dipakai dalam promosi tidak bertentangan dengan syariah Islam.
Keempat unsur bauran pemasaran suatu produk adalah produk
itu sendiri ditambah atribut yang melekat dalam hubungannya dalam
pemuasan kebutuhan konsumen, harga yang merupakan kesepakatan
penjual dan pembeli agar terjadi pertukaran, sistem pendistribusian,
dan promosi untuk menyediakan informasi bagi konsumen. Jadi
marketing mix (Bauran Pemasaran) adalah controlable variable yang
saling berkaitan satu sama lain, yang disusun dan digunakan oleh
perusahaan untuk mencapai pasar sasarannya.18

18
Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset,
2010). 91.
8

3. Prinsip dan Etika Pemasaran Menurut Islam


Tanpa memperhatikan intensitas persaingan, perusahaan harus
bersaing secara etis. Etika pemasaran merujuk pada prinsip atau nilai-
nilai moral secara umum yang mengatur perilaku seseorang atau
sekelompok. Standar-standar hukum mungkin tidak selalu etis atau
sebaliknya, standar-standar etika belum tentu sesuai dengan standar
hukum, karena hukum merupakan nilai-nilai dan standar-standar yang
dapat dilaksanakan oleh pengadilan. Etika terdiri dari nilai-nilai dan
prinsip-prinsip moral seseorang bukan perintah-perintah sosial.19
Dalam kegiatan etika Islami, perlunya landasan moral dalam
kegiatan produksi dengan alasan kegiatan produksi tidak hanya
bergerak pada ranah ekonomi an sich tapi juga sosial. Selain itu,
kegiatan produksi merupakan tanggung jawab sosial untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat serta manifestasi keterhubungan manusia
dengan Tuhan. Prinsip-prinsip etika produksi melainkan hanya
menginjeksi aksioma-aksioma moral dalam Al-Quran sebagai landasan
etika kegiatan produksi. 20
Prinsip-prinsip pemasaran Islami menurut Abdullah Gymnastiar
dan Hermawan Kertajaya adalah :
a. Berlaku adil
Pada dasarnya kompetitor akan memperbesar pasar, sebab tanpa
kompetitor industri tidak dapat berkembang dan kompetitor ini perlu
diikuti mana yang bagus dan mana yang jelek, dimana kompetitor
yang bagus perlu ditiru.
b. Tanggap terhadap perubahan
Selalu ada perubahan dalam kegiatan perindustrian, sehingga
langkah bisnis akan terus berubah untuk menyesuaikan dengan pasar.
Kompetisi yang semakin sengit tidak dapat dihindari, arus globalisasi

19
Abdullah Gymnasiar dan Hermawan Kertajaya, Berbisnis Dengan Hati, (Jakarta: Mark
Plus &
CO, 2004), 46
20
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, (Bandung: Alfabeta, 2013), 148
9

dan teknologi akan membuat pelanggan semakin pintar dan selektif


sehingga jika kita tidak sensitif terhadap perubahan maka kita akan
kehilangan pelanggan.
c. Berbuat yang terbaik dari sisi produk dan harga
Dalam konsep pemasaran islami, tidak diperbolehkan menjual
barang jelek dengan harga yang tinggi, hal ini dikarenakan pemasaran
islami adalah pemasaran yang fair dimana harga sesuai dengan
barang/produk.
d. Rela sama rela dan adanya hak khiyar pada pembeli (hak
pembatalan terhadap transaksi)
Pada prinsip ini, marketer yang mendapatkan pelanggan haruslah
memelihara hubungan yang baik dengan mereka. Dan dipastikan
pelanggan puas terhadap pelayanan yang diberikan, sehingga
pelanggan menjadi lebih royal. Dengan arti lain keep the costumer,
namun keep the costumer saja tidaklah cukup, perlu pula grow the
costumer, yaitu value yang diberikan kepada pelanggan perlu
ditingkatkan sehingga dengan bertambahnya pelayanan, pelanggan
juga akan mengikuti pertambahan tersebut.
e. Tidak curang
Dalam pemasaran islami tadlis sangatlah dilarang, seperti penipuan
menyangkut kuantitas, kualitas, dan waktu penyerahan barang dan
harga.
f. Berorientasi pada kualitas
Tugas seorang marketer adalah selalu meningkatkan QCD agar
tidak kehilangan pelanggan. QCD yang dimaksud adalah quality, cost,
dan delivery.21

21
Abdullah Amrin, Asuransi Syari’ah, (Jakarta: Media Komputindo, 2006), 200
10

Kemudian menurut Abdullah Amrin, prinsip-prinsip pemasaran


islami adalah sebagai berikut :
1) Ikhtiar
Salah satu bentuk usaha untuk mengadakan perubahan yang
dilakukan oleh seseorang secara maksimal dengan segenap
kemampuan yang dimiliki dengan harapan menghasilkan ridha Allah
SWT.
2) Manfaat
Berguna bagi pemakai barang/jasa dan memiliki nilai guna.
3) Amanah/tanggung jawab
Bertanggung jawab terhadap apa yang dipromosikan dan menepati
janji yang diberikan pada saat promosi, sehingga dilarang
mengiklankan barang secara berlebihan.
4) Nasihat
Produk/jasa yang dikeluarkan harus mengandung unsur peringatan
berupa nasihat, sehingga hati setiap konsumen yang memanfaatkan
tersentuh terhadap tujuan kemanfaatan produk/jasa yang digunakan.
5) Keadilan
Berbisnis secara adil adalah wajib hukumnya dalam seluruh aspek
ekonomi.
1) Transparan/keterbukaan
Dalam setiap usaha, keterbukaan dan transparasi merupakan suatu
hal yang penting. Karena prinsip usaha syari‟ah adalah keadilan dan
kejujuran.
2) Kejujuran
Dalam promosi, informasi mengenai produk/jasa harus sesuai
dengan spesifikasi produk/jasa itu sendiri tidak boleh menyeleweng
dengan kenyataan tentang produk/jasa tersebut.
3) Ikhlas/tulus
Ikhlas/tulus merupakan salah satu nilai islami yang terdapat dalam
kegiatan promosi. Artinya dalam melaksanakan kegiatan promosi
11

harus memiliki niat yang baik, ikhlas/tulus dan tidak ada itikad yang
buruk.22
4. Konsep Produk Menurut Etika Pemasaran Islami
Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar
untuk mendapat perhatian, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi, yang
meliputi barang secara fisik, jasa, kepribadian, tempat, organisasi, dan
gagasan atau buah pikiran. Faktor-faktor yang terkandung dalam suatu
produk adalah mutu, kualitas, penampilan (features), pilihan yang ada
(options), gaya (style), merek (brand names), pengemasan
(packaging), ukuran (sizes), jenis (product lines), macam (produk
item), jaminan (warranties), dan pelayanan (service).23
Cara mempromosikan produk yang dilakukan oleh pemasar,
salah satunya melalui media periklanan, iklan adalah segala bentuk
presentasi non pribadi dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh
sponsor tertentu yang harus di bayar, Kotler (2005). Pengembangan
iklan dipengaruhi oleh lima pengambilan keputusan utama yang terkait
dengan Mission (Misi), Money (uang), Media (Media), Message
(Pesan), Measurement (ukuran).24
Konsep produk pada pemasaran Islami yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW selalu menjelaskan dengan baik kepada
pembeli akan kelebihan dan kekurangan produk yang dijualnya.25
Kejujuran adalah kunci utama dalam perniagaan Nabi Muhammad,
Kejujuran adalah cara yang termurah walaupun sulit dan langka
ditemukan sekarang. Jika kita menjual produk dengan segala kelebihan
dan kekuranganya kita ungkapkan secara jelas, maka yakin produk itu

22
Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah: Menanamkan Nilai
dan
Praktis Syariah dalam Bisnis Kontemporer, (Bandung: Alfabeta), 350
23
Sofjan Assauri, Manajemen Pemasaran – Dasar, Konsep dan Strategi, cet.VII,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 200
24
Fify Setyawati dan Fikhy Endriaz, Kode Etik Pemasaran ditijau dalam Perspektif
Marketing Syariah, (Bogor : Program Kreativitas Mahasiswa ITB Bogor, 2009)
25
Thorik Gunara dan Utus hardiono, Marketing Muhammad, (Bandung: Madania Prima,
2007), 58
12

akan terjual dan juga akan dipercayai oleh konsumen kita. Dan mereka
tidak akan meninggalkan kita karena merasa tidak dibohongi dengan
ucapan kita. Berarti menawarkan produk yang terjamin kualitasnya.
Produk yang dijual harus sesuai dengan selera serta memenuhi
kebutuhan dan keinginan pelanggan. Muhammad dalam praktik
elemen produk selalu menjelaskan kualitas barang yang dijualnya.
Kualitas produk yang dipesan oleh pelanggan selalu sesuai dengan
barang yang diserahkan. Seandainya terjadi ketidakcocokan, beliau
mengajarkan, bahwa pada pelanggan ada hak khiyar, dengan cara
membatalkan jual beli, seandainya terdapat segala sesuatu yang tidak
cocok.
Kertajaya yang dikutip oleh Bukhari Alma dan Donni Juni
Priansa menyatakan bahwa karakteristik pemasaran islami terdiri dari
beberapa unsur yaitu ketuhanan, etis, realistis, dan humanistis.28
Muhammad dalam bukunya “Etika Bisnis Islami” bahwa Etika
pemasaran dalam konteks produk meliputi :
a. Produk yang halal dan thoyyib
b. Produk yang berguna dan dibutuhkan
c. Produk yang berpotensi ekonomi atau benefit
d. Produk yang bernilai tambah
e. Dalam jumlah yang berskala ekonomi dan sosial
f. Produk yang dapat memuaskan masyarakat26

26
Suindrawati,Strategi pemasaran Islami dalam meningkatkan penjualan (studi kasus
ditoko jesy busana muslim bapangan mendenrejo blora), (Semarang : Skripsi UIN Walisongo,
tahun 2015). 33-35
13

B. Etika Bisnis Islam


1. Pengertian Etika Bisnis
Secara etimology kata etika dan moral memiliki arti yang sama,
etika berasal dari bahasa Yunani yakni ethos dalam bentuk jamaknya
ta etha dengan pemahaman sebagai adat kebiasaan. Sedangkan moral
berasal dari bahasa latin mos yang berarti kebiasaan, sehingga nilai
dalam etika juga sama dengan nilai moral.27 Etika merupakan salah
satu prosedur dalam pembelajaran dalam menjalin hubungan antar
sesama manusia. Dalam ensiklopedia Indonesia, etika diartikan
sebagai ilmu yang membahas tentang kesusilaan yang menentukan
bagaimana manusia hidup bermasyarakat.28
Menurut Simorangkir menilai etika adalah hasil usaha yang
sistematik yang menggunakan rasio untuk menafsirkan pengalaman
moral individu dan sosial untuk menetapkan aturan dalam
mengendalikan perilaku manusia serta nilai-nilai yang berbobot untuk
bisa dijadikan sebagai pedoman hidup.
Sedangkan Satyanugraha mendefinisikan etika sebagai nilai-nilai
dan norma moral dalam suatu masyarakat. Sebagai ilmu, etika juga
bisa diartikan pemikiran moral yang mepelajari tentang apa yang
harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan.29
Dalam Perspektif barat, etika mempersoalkan baik dan buruk
dengan memperhatikan amal dan perbuatan manusia sejauh yang
dapat diketahui oleh akal pikiran, apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral sedangkan etika islam mengatur
dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan
meluruskan perbuatan manusia dibawah pancaran sinar petunjuk
Allah SWT menuju keridhoanNya.30 Konsep etika juga tertuang

27
K Bertens, Etika, (Jakarta; Gramedia, 1993), 139
28
H. Imam Suraji, Etika Dalam Perspektif Al quran dan Hadits (Jakarta; Pustaka al
Husna Baru, 2006), 9
29
Sofyan S.Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jakarta; Salemba Empat,
2011), 15-16
30
Hamzah Ya‟qub, Etika Islam, (Bandung; CV Diponegoro, 1983), 13-14
14

dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)


No.VI/MPR/2001 yang berbunyi, rumusan yang bersumber dari ajaran
agama, khususnya yang bersifat universal dan nilai-nilai luhur budaya
bangsa yang tercermin dalam pancasila sebagai acuan dasar dalam
berpikir dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.31
Kata etika dan etis tidak selalu dipakai dalam arti yang sama dan
karena itu pula etika bisnis bisa berbeda artinya. Cara yang bisa dipilih
untuk menganalisis arti-arti etika adalah membedakan antara etika
sebagai praksis dan etika sebagai refleksi. Etika sebagai praksis
berarti nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan. Atau
dapat juga dikatakan sebagai apa yang dilakukan sejauh sesuai atau
tidak sesuai dengan nilai dan norma moral. Etika sebagai praksis
sama artinya dengan moral atau moralitas. Apa yang harus dilakukan,
tidak boleh dilakukan, pantas dilakukan dan sebagainya. Etika sebagai
refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita
berfikit tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi
berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis
sebagai objeknya. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik
buruknya perilaku orang. Etika adalah cabang filsafat yang
mempelajari baik buruknya perilaku manusia. Karena itu, etika dalam
arti ini sering disebut juga filsafat praktis.
Seperti etika terapan pada umumnya, etika bisnis pun dapat
dijalankan pada tiga taraf, tiga taraf ini berkaitan dengan tiga
kemungkinan yang berbeda untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan
bisnis.32 Tiga taraf tersebut adalah:
a. Taraf Makro
Pada Taraf Makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari
sistem ekonomi sebagai keseluruhan. Jadi, masalah-masalah etika

31
Indonesia, Tap MPR RI Nomor VI/MPR/2001
32
Daryanto, Pendidikan Kewirausahaan, (Yogyakarta: Gava Media, 2012), 22
15

disini disoroti pada skala besar. Misalnya masalah keadilan,


bagaimana sebaiknya kekayaan di bumi ini dibagi dengan adil.
b. Taraf Meso (madya atau menengah), etika bisnis menyelediki
masalah-masalah etis dibidang organisasi. Organisasi disini
bterutama berarti perusahaan, tapi bisa juga serikat buruh, lembaga
konsumen, perhimpunan profesi dan lain-lain.
c. Taraf Mikro, yang difokuskan adalah individu dalam hubungan
dengan ekonomi atau bisnis. Disini dipelajari tanggungjawab etis
dari karyawan dan majikan, bawahan dan manajer, produsen dan
konsumen, pemasok dan investor.33
Beberapa tokoh mendefinisikan etika bisnis dalam terminologi
yang berbeda-beda, misalnya :
a. Menurut Vincent Barry dalam Bukunya (Moral Issue in Business)
sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Azis, menyatakan bahwa
Business ethics is the study of what constitutes good and bad
human conduct, including related action and value, in a business
context. Etika bisnis adalah ilmu tentang baik buruknya terhadap
sesuatu manusia, termasuk tindakan-tindakan relasi dan nilai-nilai
dalam kontak bisnis.
b. Menurut Simorangkir sebagaimana yang dikutip oleh Sofyan S.
Harapan, Etika bisnis memberikan pedoman bagaimana cara
seseorang seharusnya bertindak dalam struktur bisnis, serta
bagaimana bisnis itu memajukan moralitas dan menghindari
tindakan amoral.34
2. Etika Bisnis Islam
Islam juga mengenal etika bisnis, yaitu biasa disebut dengan
etika bisnis syariah. Dalam islam, etika dapat didefinisikan sebagai
seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dan yang

33
R. Lukman Fauroni, Etika Bisnis dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2006), 55
34
Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat,
2011), 38
16

buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normative karena ia


berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan oleh seorang individu.35 Etika bisnis Islami merupakan
suatu proses dan upaya untuk mengetahui hal-hal yang benar dan yang
salah yang selanjutnya tentu melakukan hal yang benar berkenaan
dengan produk, pelayanan perusahaan dengan pihak yang
berkepentingan dengan tuntutan perusahaan. Mempelajari kualitas
moral kebijaksanaan organisasi, konsep umum dan standar untuk
perilaku moral dalam bisnis, berperilaku penuh tanggung jawab dan
bermoral. Artinya, etika bisnis Islami merupakan suatu kebiasaan atau
budaya moral yang berkaitan dengan kegiatan bisnis suatu
perusahaan.36
Etika bisnis Islam merupakan tuntutan terhadap aktivitas bisnis
yang didasarkan atas nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur‟an.
Dengan demikian, jika dilihat dari sudut pandang ini, etika bisnis tidak
hanya terkait dengan aspek etika secara parsial dan terpisah. Ini berarti
bahwa tujuan bisnis tidak semata-mata bersifat materiil-kuantitatif,
tetapi sekaligus immateriil-kualitatif. Al-Qur‟an tidak memisahkan
tujuan materil yang bersifat kuantitatif dari tujuan kualitatif yang
bersifat immateriil. Sebaliknya, ia menyatukan tujuan keduanya dalam
bingkai etika bisnis, yakni bisnis yang dilandasi oleh kesadaran
menjauhkandiri dari praktik-praktik mal-bisnis yang bersifat
destruktif, baik bagi pelaku bisnis itu sendiri maupun bagi masyarakat
luas.
Etika bisnis Al-Qur‟an dengan demikian, memosisikan
pengertian bisnis sebagai usaha manusia untuk mencari ridho Illahi.
Bisnis tidak hanya bertujuan jangka pendek, individual, dan semata-
mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematis, tetapi juga
bertujuan jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial

35
Rafik Issa Beekun, Etika Bisnis Islami..............3
36
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, (Bandung: Alfabeta, 2013), 35-36
17

dihadapan masyarakat, negara, dan Allah. Dengan realitas seperti itu,


maka menjadi semakin jelas bahwa di dalam Islam tidak ada
pemisahan antara etika pada satu sisi dan bisnis pada sisi yang lain.
Bisnis berada dalam satu kesatuan bangunan dengan etika.37
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengertian etika bisnis
Islami tersebut selanjutnya dijadikan sebagai kerangka praktis yang
secara fungsional akan membentuk suatu kesadaran beragama dalam
melakukan setiap kegiatan ekonomi (religiousness economy practical
guidance).38
3. Dasar Hukum Etika Bisnis Islam
a. Secara umum
Surah Al-Baqarah ayat 16

ْ ‫ٍ ا ْشزَ َش ُٔا انض َََّلنَخَ ثِ ْبنُٓ َذ َٰٖ فَ ًَب َسثِ َح‬ٚ


‫ذ‬ َ ‫أُٔ َٰنَئِ َك انَّ ِز‬
َ ‫بسرُُٓ ْى َٔ َيب َكبَُٕا ُي ْٓزَ ِذ‬
ٍٚ َ ‫رِ َج‬
“Mereka Itulah orang yang membeli kesesatan dengan
petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan
tidaklah mereka mendapat petunjuk.”.

Menurut Hamka sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir Al-Azhar


Artinya, bahwa Nabi SAW telah datang membawakan hudan,
petunjuk. Hati kecil mereka sebagai insan yang berakal mengakui
bahwa petunjuk Tuhan yang dibawa Nabi itu adalah benar, tidak dapat
dibantah. Tapi, karena rayuan hawa nafsu dan perdayaan syaitan-
syaitan halus dan syaitan kasar, terjadilah perjuangan batin. Akan
ikutlah kepada petunjuk itu atau akan tetap dalam kesesatan? Rupanya
menanglah hawa nafsu dan syaitan, kalahlah jiwa murni karena
kelemahan diri.

37
R. Lukman Fauroni, Etika Bisnis dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2006), xiv
38
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, (Bandung: Alfabeta, 2013), 36
18

Lalu diadakanlah pertukaran (berter) badan, petunjuk,


diserahkannya kepada orang lain dan dhalalah, kesesatan, diambilnya
buat dirinya. Sebab itu tidaklah berlaba perniagaan mereka39
Surah At-Taubah ayat 24

‫بٌ آثَب ُؤ ُك ْى َٔأَ ْثَُب ُؤ ُك ْى َٔإِ ْخ َٕاَُ ُك ْى َٔأَ ْص َٔا ُج ُك ْى‬


َ ‫قُمْ إِ ٌْ َك‬
‫بسحٌ رَ ْخ َش ْٕ ٌَ َك َسب َدَْب‬ َ ‫شرُ ُك ْى َٔأَ ْي َٕا ٌل ا ْقزَ َش ْفزُ ًَُْٕب َٔرِ َج‬َٛ ‫َٔ َع ِش‬
‫َّللاِ َٔ َسسُٕنِ ِّ َٔ ِجَٓب ٍد‬ َّ ٍَ ‫ ُك ْى ِي‬ْٛ َ‫ض َََْٕٓب أَ َحتَّ إِن‬ َ ْ‫َٔ َي َسب ِك ٍُ رَش‬
٘‫َ ْٓ ِذ‬ٚ ‫َّللاُ ََل‬ َّ َٙ ِ‫َأْر‬ٚ َٰٗ َّ‫هِ ِّ فَزَ َشثَّصُٕا َحز‬ِٛ‫ َسج‬ِٙ‫ف‬
َّ َٔ ۗ ِِ ‫َّللاُ ثِأَ ْي ِش‬
ٍٛ ِ َ‫ْانقَ ْٕ َو ْانف‬
َ ِ‫بسق‬
“Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-
saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan
yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad
di jalan nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan NYA”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik.”.

Menurut Tafsir Al-Maraghi Artinya, jika memelihara berbagai


kemaslahatan duniawi ini lebih utama bagi kalian daripada taat
kepada Allah, Rasul-Nya dan berjihad dijalan-Nya, maka nantikanlah
hingga Allah mendatangkan siksaan, baik didunia maupun di akhirat.
Ada delapan perkara yang paling di cintai, yakni kecintaan anak
kepada bapak, bapak kepada anak, saudara-saudara, pasangan hidup,
kaum keluarga, harta kekayaan yang diusahakan, perdagangan yang
dikhawatirkan kerugiannya pada masa peperangan, dan kecintaan
kepada tempat tinggal yang baik dan di senangi.
Kecintaan terhadap Allah SWT wajib melebihi seluruh macam ini,
karena Dia telah memberikan karunia dan kebaikannya. Allah telah

39
Hamka, Tafsir Al-Azhar I, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), 141
19

mengadakan, meniadakan, dan menundukan berbagai manfaat dunia


bagi manusia tentang nikmat-nikmat Allah kepada makhluk-Nya.40
b. Secara Khusus
Surah An-Nisa ayat 29

ٌْ َ‫َُ ُك ْى ثِ ْبنجَب ِط ِم إِ ََّل أ‬ْٛ َ‫ٍ آ َيُُٕا ََل رَأْ ُكهُٕا أَ ْي َٕانَ ُك ْى ث‬ٚ
َ ‫َُّٓب انَّ ِز‬َٚ‫َب أ‬ٚ
َ ‫اض ًِ ُْ ُك ْۚ ًْ َٕ ََلرَ ْقزُهُٕاأَ َْفُ َس ُك ْۚ ًْإََِّبنهََّٓ َك‬
‫بٌ ثِ ُك ْى‬ ٍ ‫بسحً َع ٍْ رَ َش‬ َ ‫رَ ُك‬
َ ‫ٌٕ رِ َج‬
‫ ًًب‬ٛ‫َس ِح‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.”.

Ayat ini secara tegas memperlihatkan keterpaduan antara bisnis


dan etika. Menurut Al-Maraghi, ayat ini mengisyaratkan tentang tiga
faedah:
1) Dasar halalnya perniagaan adalah saling ridha meridhai (kerelaan)
antara pembeli dan penjual.
2) Segala yang ada didunia berupa perniagaan dan apa yang tersimpan
di dalam maknanya seperti kebatilan yang tidak kekal dan tetap,
hendaknya tidak melalaikan orang yang berakal untuk
mempersiapkan diri demi kehidupan akhirat yang lebih baik dan
kekal.
3) Mengisyaratkan bahwa sebagian besar jenis perniagaan
mengandung makna memakan harta dengan jalan bathil.41

40
Ahmad Mushthafa Al-maraghi, Tafsir Al-Maraghi 10, (Yogyakarta: Sumber Ilmu,
1986), Penerjemah: M. Thalib, dkk, 139-142
20

Surah An-Nur ayat 37

َ ‫ ِٓ ْى رِ َج‬ِٛٓ ‫ِس َجب ٌل ََل رُ ْه‬


َّ ‫ ٌع َع ٍْ ِر ْك ِش‬ْٛ َ‫بسحٌ َٔ ََل ث‬
‫َّللاِ َٔإِقَ ِبو انص َََّل ِح‬
َ ‫ ِّ ْانقُهُٕةُ َٔ ْاْلَث‬ِٛ‫َ ْٕ ًيب رَزَقَهَّتُ ف‬ٚ ٌٕ
‫ْصب ُس‬ َ ُ‫َ َخبف‬ٚ ۙ ‫زَب ِء ان َّض َكب ِح‬ِٚ‫َٔإ‬

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula)


oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan
sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada
suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi
goncang.”.

Artinya, para lelaki mensucikan Allah pada permulaan dan


penghujung siang, yaitu para lelaki yang tidak disibukkan oleh dunia
dan perhiasannya, tidak pula oleh jual beli dan perniagaan mereka dari
mengingat Tuhan, pencipta dan pemberi Rezeki kepada mereka,
karena mereka mengetahui bahwa apa yang ada pada sisi Allah lebih
baik dan bermanfaat bagi mereka, sebab apa yang ada pada mereka
pasti habis, sedangkan apa yang ada pada Allah tetap kekal. Mereka
mengerjakan shalat pada waktunya menurut aturan yang telah
digariskan oleh agama dan mengeluarkan zakat yang diwajibkan
kepada mereka dari segala kotoran.42
c. Etika Bisnis Dalam Pandangan Hukum Positif
1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, monopoli adalah
suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang
dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu
kelompok pelaku usaha.43

41
R. Lukman Fauroni, Etika Bisnis dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2006), 107
42
Ahmad Mushthafa Al-maraghi, Tafsir Al-Maraghi 10, (Yogyakarta: Sumber Ilmu,
1986), Penerjemah: Hery Noer Aly, dkk, 194
43
Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 90
21

Praktek monopoli dan persaingan usaha secara curang merupakan


tindakan yang sangat merugikan dunia perbisnisan pada umunya.
Oleh karena itu cara-cara seperti itu harus dihilangkan atau
setidak-tidaknya harus ditekan agar mempengaruhi kegiatan bisnis
pihak lain. Sehubungan dengan itu, pemerintah telah
mengeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam rangka menegakan peraturan perundang-undangan dalam
bidang persaingan usaha, maka diperlukan Lembaga yang
bertanggung jawab sebagai pengawas pelaku usaha apabila terjadi
praktik-praktik yang melanggar ketentuan dalam undang-
undang.44
2) Undang-undang Republik Indonesia Pasal 3 No.8 Tahun 1999
tentang perlindungan Konsumen.
Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa setiap orang
pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk yang lain, dan tidak untuk diperdagangkan, serta hak dan
kewajiban konsumen yang ada pada pasal 4 dan pasal 5. 45
3) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
No.VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa, bernegara
dan bermasyarakat. Yaitu merupakan penjabaran nilai-nilai
pancasila sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap, dan
bertingkah laku yang merupakan cerminan dari nilai-nilai
keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam
keghidupan bermasyarakat.46

44
Bambang Sutyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Yogyakarta : Citra Media, 2006),
216
45
Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis, (Malang : UIN-Malang Press, 2009), 357
46
Agus Arijanto, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011),
179
22

4) Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor


1/MUNASVII/MUI/15/2005 Tentang Haki, yaitu setiap bentuk
pelanggaran terhadap hak cipta, seperti pemalsuan atau
pembajakan sebuah merek merupakan tindak kecurangan dan
melanggar Hukum. Setelah melalui berbagai pengkajian,
pemalsuan dan pembajakan adalah hal yang Haram. Karena pada
dasarnya pelaku pemalsuan dan pembajakan sebuah produk
sangat merugikan. Hal itu tidak hanya merugikan produsen, selaku
pemegang hak cipta dan karya, tetapi juga merugikan konsumen.47
d. Landasan Ideologis
Selain dari pada yang tersebut diatas, terdapat landasan yang
bersumber dari kearifan lokal yang telah menjadi ideologi bangsa
Indonesia yakni Pancasila. Pancasila sebagai ideologi bangsa
membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila menjadi
landasan fundamental bagi penyelenggaraan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Etika bisnis di indonesia sudah
selayaknya menerapkan hal-hal yang terkandung dalam pancasila, dan
syarat mutlak agar bisa diwujudkannya etika bisnis yang sesuai
dengan pancasila adalah dengan pengakuan bahwa pancasila
merupakan ideologi bangsa sehingga asas-asasnya dapat menjadi
pedoman perilaku setiap individu dalam kehidupan ekonomi dan
bisnis. Mekmanai kembali setiap sila dalam pancasila sesuai dengan
kaidah waktu yakni pemahaman tentang konsep ketuhanan,
kemanusiaan, kebangsaan (Nasionalisme), demokrasi (kerakyatan)
dan kesejahteraan sosial dengan penjelasan sebagai berikut :
4) Konsep Ketuhanan, mengandung makna adanya pengakuan dan
keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa. Konsep
ini menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang
beragam, serta menghormati kebebasan beragama.

47
www.NUonline.com. Diunduh Pada Tanggal 22 Oktober 2017
23

5) Konsep Kemanusiaan, mengandung makna bagaimana manusia


menelaah, memperlakukan dan mempredisikan diri pribadinya
dalam tindakan-tindakannya serta dalam hubungannya dengan
memperlakukan individu lainnya dalam suatu pergaulan
sebagaimana mestinya yang dilandasi kesadaran sikap dan perilaku
sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar
tuntutan nurani.
6) Konsep Kebangsaan (Nasionalisme), mengandung makna bergerak
bersama kearah persatuan dalam kebulatan sebagai bangsa
Indonesia, memupuk dan membina rasa Nasionalisme dalam
NKRI.
7) Konsep Demokrasi (Kerakyatan), mengandung makna menjunjung
tinggi kedaulatan rakyat serta kebebasan menyampaikan pendapat.
8) Konsep Kesejahteraan Sosial, mengandung makna bersama-sama
mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara
lahir dan batin.
Maka diharapkan praktik-praktik bisnis di indonesia dijalankan
dengan pedoman moral pancasila.48
4. Prinsip-prinsip Etika Bisnis Islam
Prinsip etika bisnis yaitu berkaitan dengan dasar-dasar yang
dapat dijadikan pegangan agar kegiatan ekonomi berjalan sesuai kodrat
dan aturan yang ada.49
Karena itu, etika bisnis secara umum menurut Suarny Amran,
harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Prinsip Otonomi, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan
dan bertindak berdasarkan keselarasan tentang apa yang baik untuk
dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan
yang diambil.

48
www.ekonomirakyat.org. Diaskses pada hari jum‟at 20 oktober 2017
49
Ismail Nawawi, Ekonomi Islam; Perspektif Teori, Sistem dan Aspek Hukum, (Surabaya;
Putra Media Nusantara, 2007), 96
24

b. Prinsip Kejujuran, dalam hal ini kejujuran adalah merupakan kunci


keberhasilan suatu bisnis, kejujuran dalam pelaksanaan kontrol
terhadap konsumen, dalam hubungan kerja, dan sebagainya.
c. Prinsip Keadilan, bahwa setiap orang dalam berbisnis diperlakukan
sesuai dengan haknya masing-masing dan tidak ada yang boleh
dirugikan.
d. Prinsip Saling menguntungkan, juga dalam bisnis yang kompetitif.
e. Prinsip integritas moral, ini merupakan dasar dalam berbisnis,
harus menjaga nama baik perusahaan tetap di percaya dan
merupakan perusahaan terbaik.
Demikian pula dalam Islam, etika bisnis Islami harus
berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar yang berlandaskan pada Al-
Qur‟an dan al-Hadits, sehingga dapat diukur dengan aspek dasarnya
yang meliputi :
a. Barometer Ketaqwaan Seseorang. Allah SWT berfirman (QS. Al-
Baqarah, 2: 188)

‫َُ ُك ْى ثِ ْبنجَب ِط ِم َٔرُ ْذنُٕا ثَِٓب إِنَٗ ْان ُح َّك ِبو‬ْٛ َ‫َٔ ََل رَأْ ُكهُٕا أَ ْي َٕانَ ُك ْى ث‬
َ ًُ َ‫بْل ْث ِى َٔأَ َْزُ ْى رَ ْعه‬
ٌٕ ِ ْ ِ‫بط ث‬ ِ َٕ ‫قًب ِي ٍْ أَ ْي‬ٚ‫نِزَأْ ُكهُٕا فَ ِش‬
ِ َُّ‫ال ان‬
“Dan janganlah kalian memakan harta sebagian yang lain
dengan cara yang bathil, dan janganlah pula kalian mem-
bawa urusan harta itu kepada hakim, agar kamu dapat
memakan sebagian dari harta manusia dengan cara yang
dosa sedangkan kalian mengetahui.”.

Ayat ini berada persis setelah ayat-ayat yang berkaitan


dengan Ibadah Ramadhan (QS. 2: 183, 184, 185, 186, dan 187), di
mana output dari Ramadhan itu adalah Taqwa. Sehingga ayat ini
menunjukan bahwa salah satu ciri mendasar orang yang taqwa
25

adalah senantiasa bermuamalah dengan Mua‟malah Islami (ber-


bisnis secara Islami).
b. Mendatangkan Keberkahan. Allah SWT berfirman (QS. Al-A‟raf,
7: 96)

‫ ِٓ ْى‬ْٛ َ‫َٔنَ ْٕ أَ ٌَّ أَ ْْ َم ْانقُ َش َٰٖ آ َيُُٕا َٔارَّقَ ْٕا نَفَزَحْ َُب َعه‬
‫ض َٔ َٰنَ ِك ٍْ َك َّزثُٕا‬
ِ ْ‫د ِي ٍَ ان َّس ًَب ِء َٔ ْاْلَس‬ ٍ ‫ثَ َش َكب‬
َ ‫َ ْك ِسج‬ٚ ‫فَأَ َخ ْزََبُْ ْى ثِ ًَب َكبَُٕا‬
ٌُٕ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka
berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.”.

Harta yang diperoleh dengan cara yang halal dan baik akan
mendatangkan keberkahan pada harta tersebut, sehingga
pemanfaatan harta dapat lebih maksimal bagi dirinya maupun bagi
orang lain. Sebaliknya, harta yang diperoleh dengan cara yang
tidak halal atau tidak baik, meskipun berjumlah banyak namun
tidak mendatangkan manfaat bahkan senantiasa menimbulkan
kegelisahan dan selalu merasa kurang.
c. Dari Abu Sa‟id Al-Khudri radhiyallahu „anhu, Nabi shallallahu
alaihi wasallam bersabda:

ٍٛ‫ق‬ٚ‫ٍ ٔانصذ‬ٛٛ‫ٍ يع انُج‬ٛ‫انزبجش انصذٔق اْلي‬


‫ٔانشٓذاء‬
“Pedagang yang senantiasa jujur lagi amanah akan bersama
para nabi, orang-orang yang selalu jujur dan orang-orang
yang mati syahid.” (HR. Tirmidzi, Kitab Al-Buyu‟ Bab Ma
Ja-a Fit Tijaroti no. 1130)
26

Islam memberikan penghargaan yang besar terhadap pebisnis


yang shaleh, karena baik secara makro maupun mikro pebisnis yang
shaleh akan memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian
suatu negara, yang secara langsung atau tidak akan membawa
kemaslahatan bagi umat Islam.50
Menurut PSAK, ada lima prinsip dalam menjalankan bisnis
syariah diantaranya adalah:
a. Ukhuwah dan persaudaraan, ini berarti bisnis dilakukan
berdasarkan harmonisasi kepentingan dan kemanfaatan semua
pihak yang dilakukan secara gotong royong dan tolong menolong.
Mendapat keuntungan diatas kerugian orang lain tidak dibenarkan,
orang lain harus dianggap sebagai saudara. Interaksi dengan
masyarakat harus dilakukan dalam lingkungan saling mengenal,
saling memahami keberadaan dan kepentingan masing-masing,
saling menjamin, serta saling bersinergi dan beraliasi.
b. Keadilan, berarti kita harus melakukan setiap aktivitas bisnis sesuai
dengan aturan dan ketentuan syariat. Karena hanya ketentuan
syariat universal yang berpedoman pada ketentuan Allah yang
Independen kepada semua yang ada dapat melahirkan keadilan
dimana menempatkan sesuatu sesuai tempat dan menggunakan
sesuatu sesuai fungsinya yang sebenarnya.
c. Kemaslahatan, ini adalah ukuran yang harus dijadikan dasar dalam
menentukan boleh tidaknya suatu kegiatan bisnis dilakukan.
Pengertiannya adalah segala aktivitas bisnis harus memberikan
kebaikan kepada seluruh alam.
d. Keseimbangan, ini berarti bahwa bagian bisnis harus dilakukan
secara seimbang dengan ukuran material dan spiritual, antara dunia
dan akhirat, sektor uang dan sektor rill, serta harus seimbang antara
kerja dan hasil.

50
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, (Bandung: Alfabeta, 2013), 37-39
27

e. Universalisme, Islam dan Rasulullah diutus untuk seluruh dan


sekian alam. Artinya, ajaran yang dibawanya akan dapat menjamin
kebahagiaan hakiki semua pihak baik muslim maupun non muslim
tanpa membedakan suku, ras, agama, warna kulit, golongan dan
Negara. Islam harus menjadi rahmat bagi sekalian alam, tidak
untuk perorangan, negara, suku dan agama tertentu.51
5. Pedoman dan Larangan Bisnis Dalam Islam
Allah telah memerintahkan kepada seluruh manusia (bukan
hanya untuk orang yang beriman dan muslim saja) untuk mengambil
segala sesuatu yang halal dan baik (Thoyib). Selain itu, Allah juga
memerintahkan untuk tidak mengikuti langkah-langkah syaitan
(dengan mengambil yang tidak halal dan tidak baik). Sebagaimana
firman Allah swt dalam QS Al-Baqarah (2) : 168

‫ِّجًب َٔ ََل‬َٛ‫ض َح ََل ًَل ط‬ ِ ْ‫ ْاْلَس‬ِٙ‫َُّٓب انَُّبطُ ُكهُٕا ِي ًَّب ف‬َٚ‫َب أ‬ٚ
ٌ ِ‫بٌ ْۚ إََُِّّ نَ ُك ْى َع ُذ ٌّٔ ُيج‬
ٍٛ ِ ‫رَزَّجِعُٕا ُخطُ َٕا‬
ِ َ‫ط‬ْٛ ‫د ان َّش‬
“Hai sekalian Manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagimu.”.

Berbisnis merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam


ajaran Islam. Bahkan, Rasulullah saw sendiripun telah menyatakan,
bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang (hadits).
Artinya, melalui jalan perdagangan ini, pintu-pintu rezeki akan dapat
dibuka sehingga karunia Allah swt terpancar daripadanya.

51
Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat,
2011), 119
28

Rasulullah SAW memberikan petunjuk mengenai etika bisnis


berikut ini adalah uraiannya :
a. Pertama, prinsip esensial dalam berbisnis adalah kejujuran.
Kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis,
Rasulullah saw sangat intens menganjurkan kejujuran dalam
aktivitas bisnis. Rasulullah saw, sendiri selalu bersikap jujur dalam
berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakan barang busuk
dibagian bawah dan barang baru dibagian atas.
b. Kedua, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis.
Pelaku bisnis menurut Islam tidak hanya mengejar keuntungan
sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi
Kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap
ta‟awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan
bisnis.
c. Ketiga, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw
sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu
dalam melakukan transaksi bisnis. Praktik sumpah palsu dalam
bisnis saat ini sering dilakukaan, karena dapat meyakinkan
pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau
pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan
yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.
d. Keempat, ramah tamah. Seorang pelaku bisnis harus bersikap
ramah dalam melakukan bisnis.
e. Kelima, tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi,
agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.
f. Keenam, tidak boleh menjelek-jelekkan bisnis orang lain, agar
orang tidak membeli kepadanya.
g. Ketujuh, tidak melakukan ikhtikar. Ikhtikar adalah menumpuk dan
menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar suatu
saat harganya menjadi naik dan keuntungan besarpun diperoleh.
29

h. Kedelapan, bisnis tidak boleh mengganggu kegiatan ibadah kepada


Allah swt.
i. Kesembilan, tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi
kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh
sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas
hakmilik sosial seperti air, udara beserta tanah dan kandungan
isinya seperti barang tambang dan mineral.
j. Kesepuluh, Tadlis (penipuan). Setiap transaksi dalam Islam harus
didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (sama-
sama Ridho).
k. Kesebelas, komoditi bisnis yang dijual adalah barang-barang yang
suci dan halal, bukan barang yang haram.52

C. Distributor Outlet (Distro)


1. Pengertian Distributor Outlet (Distro)
Distro singkatan dari Distributor Store atau Distributor Outlet
adalah jenis toko di Indonesia yang menjual pakaian dan aksesoris
yang dititipkan oleh pembuat pakaian, atau diproduksi sendiri. Distro
umunya merupakan industri kecil dan menengah (IKM) yang sandang
dengan merk independen yang dikembangkan oleh kalangan muda.
Produk yang dihasilkan oleh distro diusahakan untuk tidak diproduksi
secara massal, agar dapat mempertahankan sifat eksklusif suatu produk
dan hasil kerajinan. Secara khusus Distro mendistribusikan produk dari
suatu komunitas. Biasanya berasal dari komunitas Band-band
independen atau komunitas Skateboard, dan produk yang
dijualbelikanpun biasanya hanya ada satu atau dua barang yang sama,

52
Aji Firmansyah, Analisis Implimentasi Strategi Marketing Mix Pada Manajemen
Pemasaran Supermarket Tip Top dari Perspektif Etika Bisnis Islam, (Jakarta: skripsi UIN Syarif
Hidayatullah, 2015) 28-34
30

yang pasti tidak jauh dari gaya-gaya anak muda dan style-style yang
mereka sukai.53
Kini distro tidak bisa diterjemahkan hanya dari bentuk fisik
tokonya saja. Distribusi produk merupakan ciri khas dari distro.
Produknya yang tidak diproduksi secara massal membuat produk –
produk clothing company terlihat lebih eksklusif karena hanya
didistribusikan melalui distro saja dan tidak diperjualbelikan di toko –
toko pakaian yang lainnya. Clothing company memproduksi barang -
barangnya dengan spesifikasi desain, bahan, kualitas dan harga
menengah ke atas, namun tidak ada patokan tersendiri untuk
spesifikasi tersebut. Hal terpenting yang membedakannya adalah pada
jalur distribusinya, yaitu setia mendistribusikan atau menitipkan
produknya hanya di distro saja (makanya disebut dengan distribution
outlet).Tentunya melalui penghubung pertemanan yang sudah saling
kenal, produk dari clothing company bisa masuk didistribusikan di
distro. Mendapatkan penghubung pertemanan (link) tersebutlah yang
dirasa sangat susah bagi sebagian para pelaku usaha.Ketika nama
distro sudah melambung, mereka pun akhirnya beramai-ramai
mendirikan sejenis toko pakaian yang bentuk fisiknya menyerupai
distro.
2. Perkembangan Distro di Indonesia dan di Kecamatan Babakan
Distro pada awalnya tumbuh di kalangan komunitas independen.
Anak – anak di dalam komunitas seperti skateboard, ekstreme sport,
dan band indie memiliki gaya berpakaian dan kehidupan (lifestyle)
tersendiri dari pada anak muda yang lainnya. Seiring
perkembangannya jumlah distro terus mengalami peningkatan. Distro
bukan lagi sebuah konsep yang melayani pasar, namun telah berhasil
membentuk sebuah pasar. Kaum muda yang berusia antara 13–26
tahun merupakan segmentasi pasar produk distro. Sebagian besar dari
53
http:/berkaos.com/sejarah-serta-perkembangan-perusahaan-clothing-dan-distro-
diindonesia, diakses Pada Tanggal 22 April 2017
31

mereka adalah pelajar dan mahasiswa dengan prosentase produksi


yakni 70% produk pria dan 30% produk wanita. Penerimaan
masyarakat yang baik terhadap hadirnya produk distro pada akhirnya
bisa dikatakan sebagai keberhasilan strategi pemasaran yang dilakukan
oleh para pelakunya. Keberadaannya pun kini sudah menyebar ke
berbagai kota besar di Indonesia.
Distro atau kepanjangan dari Distribution Outlet termasuk ke
dalam salah satu jenis industri kreatif fesyen. Pelaku yang terlibat di
dalam industri distro pada umumnya adalah anak muda. Anak muda
tertarik untuk bergabung ke dalamnya karena diawali dengan rasa
ingin mengembangkan kreativitas yang dimiliki. Kreativitas tersebut
didasarkan kepada minat (kemampuan individual) untuk
memunculkan ide kreatif dalam menciptakan ataupun memodifikasi
produk sandang (pakaian) sehari – hari. Produk yang dihasilkan
tentunya tidak diproduksi secara massal dan memiliki karakter
tersendiri yang bersifat lebih personal (limited edition). Distro pun
kemudian dipilih sebagai sebuah wadah (tempat usaha) untuk
mendistribusikan sekaligus memperkenalkan hasil-hasil produksi
tersebut kepada konsumen.54
Distro sudah menjadi sebuah fenomena baru yang hadir di Kota
Cirebon khususnya di Kecamatan babakan Kabupaten Cirebon dalam
beberapa tahun belakangan ini. Di beberapa titik atau sudut kecamatan
Babakan, kita bisa menemui berbagai tampilan distro berdiri megah
dan unik sesuai dengan corak, ciri dan karakter yang ditampilkan dari
distro itu sendiri. Keberadaan distro menghadirkan gaya busana
remaja dan anak muda dengan berbagai macam keunikan dan
kelebihannya baik dari ujung kaki sampai ujung kepala bisa kita

54
Ibnu Prabowo. Distribusi Spasial Perkembangan Distribution Outlet (Distro) di
Perkotaan Yogyakarta, (Yogyakarta: Jurnal Distribusi Spasial Perkembangan Distribution Outlet
(Distro) di Perkotaan Yogyakarta)
32

dapatkan dengan berbagai merek. Melihat isi dari distro sama halnya
dengan kita melihat perkembangan gaya busana remaja yang sedang
populer saat ini, karena apa yang dilihat dan disediakan dalam
pajangan distro, merupakan trend mode yang tengah disukai
dikalangan anak muda. Inilah sebuah fenomena yang secara tidak
sadar ikut meramaikan berbagai macam perubahan yang ada di
Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon.

Anda mungkin juga menyukai