Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH

ANALISIS KEBIJAKAN

Daftar Istilah Institusi Non Formal yang Berkembang di Masyarakat


Indonesia

Dosen Pengampu:
Prof. Rijanta

Disusun Oleh :

IMAM SANTOSO

MAGISTER PERENCANAAN PENGELOLAAN PESISIR DAN


DAERAH ALIRAN SUNGAI
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
GLOSARIUM INSTITUSI NONFORMALYANG BERKEMBANG DI INDONESIA

Interaksi manusia dengan lingkungannya (baik biotic, abiotik maupun interaksi dengan
manusia lain) mendorong manusia untuk menciptakan sistem. Sistem atau pola-pola
hubungan tertentu tersebut terbentuk oleh kebutuhan manusia untuk memperoleh kepastian
akan pemenuhan hak-haknya untuk dipenuhi pihak lain disamping juga mengatur kewajiban
yang harus dilakukan. Oleh sebab itu maka muncullah institusi sebagai aturan dan control
pola hubungan tersebut. Tidak hanya berupa institusi formal yang secara legal memiliki
kekuatan hukum ada pula institusi yang berkembang secara informal oleh modal social yang
dikembangkan masyarakat. Beberapa institusi informal tersebut berkembang sebagai tata
aturan yang disepakati bersama dan dalam aktivitas pengelolaan sumberdaya membentuk
sebagai kearifan local. Beberapa diantara institusi formal yang berkembang di masyarakat
Indonesia adalah:

No Nama Istilah Masyarakat Pengertian


1 Sambatan Jawa Bersama-sama membantu individu untuk
mengerjakan kepentingannya.
2 Sakap Jawa Pengolahan sawah tuan tanah oleh penggarap
dengan bagi hasil tertentu
3 Ngalap nyaur Jawa Proses meminjam barang milik pedagang besar
oleh pedagang kecil untuk dijualkan untuk
memperoleh keuntungan yang diambil oleh
pedagang kecil setelah hasil penjualan yang
disepakati disetorkan pada pedagang besar
pemilik barang.
4 Menggaduh Jawa Pemeliharan ternak oleh seseorang yang bukan
miliknya dengan perjanjian bagi hasil dengan
pemilik ternak.
5 Sasi Masyarakat larangan untuk mengambil hasil sumber daya
Haruku,Maluku alam tertentu pada waktu yang disepakati
sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu
dan populasi sumber daya hayati alam tersebut.
Masyarakat Haruku mengenal empat jenis sasi,
yakni sasi laut, sasi kali, sasi hutan, dan sasi
dalam negeri.
6 Titiyaki Tepera, Distrik pelarangan selama beberapa waktu untuk
Depapre, menangkap ikan dan kebiasaan untuk menjaga
Kabupaten serta melestarikan laut. Pembukaan kayu tanda
Jayapura pelarangan yang ditancapkan pada ujung karang
laut dengan jarak sekitar 50 meter dari bibir
pantai
7 Ponggawa Sawi Sulawesi Ponggawa adalah orang yang mampu
Selatan menyediakan modal (sosial dan ekonomi) bagi
kelompok masyarakat dalam menjalankan suatu
usaha (biasa berorientasi pada skala usaha
perikanan); sedangkan Sawi, bekerja pada
Ponggawa dengan memakai hubungan norma
sosial dan kesepakatan kerja. Pada sistem
Ponggawa Sawi terdapat kesepakatan untuk
menyerahkan atau menjual hasil tangkapannya
pada Ponggawa.

8 Pamali Mamanci Desa beberapa batasan, seperti pelarangan pada


Ikang Bobaneigo musim pemijahan, pembatasan jumlah alat
Maluku Utara
tangkap, pembatasan frekwensi penangkapan,
tidak dibenarkan orang luar memiliki usaha
bagan, dan pelarangan penebangan hutan bakau
(soki) karena luluhan daun dan dahan pohon
bakau dianggap sebagai asal-usul ikan teri.

9 Awig-awig Lombok Barat, Awig-awig merupakan aturan yang dibuat


NTB berdasarkan kesepakatan masyarakat, untuk
mengatur masalah tertentu, dengan maksud
memelihara ketertiban dan keamanan dalam
kehidupan masyarakat. Dalam awig-awig diatur
perbuatan yang boleh dan yang dilarang, sanksi
serta orang atau lembaga yang diberi wewenang
oleh masyarakat untuk menjatuhkan sanksi.

10 Kearifan Etnik Etnik Rejang memiliki kearifan dengan


Rejang mengetahui zonasi hutan, mereka sudah
menentukan imbo lem (hutan dalam), imbo u'ai
(hutan muda) dan penggea imbo (hutan
pinggiran). Dengan zonasi yang mereka buat,
maka ada aturan-aturan tentang penanaman dan
penebangan kayu. Hampir mirip dengan Etnik
Rejang, Serawaiyang dikenal sebagai tipikal
masyarakat peladang telah mengembangkan
kearifan lokal dalam pembukaan ladang yaitu
"celako humo" atau "cacat humo", dimana
dalam pembukaan ladang mereka melihat
tanda-tanda alam dulu sebelum membuka
ladang dimana ada 7 pantangan yaitu:
- ulu tulung buntu, dilarang membuka ladang di
hutan tempat mata air
- sepelancar perahu
- kijang ngulangi tai
- macan merunggu
- sepit panggang
- bapak menunggu anak
- dan nunggu sangkup
tujuh pantangan ini jika dilanggar akan
berakibat alam dan penunggunya (makhluk
gaib) akan marah dan menebar penyakit.
11 REPONG Krui-Lampung Repong Damar atau hutan damar, merupakan
DAMAR Barat model pengelolaan lahan bekas lading dalam
bentuk wanatani yang dikembangkan oleh
masyarakat Krui di Lampung Barat, yaitu
menanami lahan bekas lading dengan berbagai
jenis tanaman, antara lain damar, kopi, karet,
durian.
12 HOMPONGAN Orang Rimba-
): Hompongan merupakan hutan belukar yang
Jambi melingkupi kawasan inti pemukiman Orang
Rimba (di kawasan Taman Nasional Bukit Dua
Belas, Jambi) yang sengaja dijaga
keberadaannya yang berfungsi sebagai benteng
pertahanan dari gangguan pihak luar.
13 TEMBAWAI Dayak Iban- Tembawai merupakan hutan rakyat yang
Kalimantan dikembangkan oleh masyarakat Dayak Iban di
Barat Kalimantan Barat, yang didalamnya terdapat
tanaman produktif, seperti durian.
14 PAMALI Desa Pamali Mamancing Ikan merupakan aturan adat
MAMANCING Bobaneigo- yaitu larangan atau boboso. Pamali Mamancing
IKAN Maluku Utara Ikab ini secara yurisdiksi terbatas pada nilai-
nilai adat, dan agama, tetapi konsep property
right ini terbentuk dari pranata sosial
masyarakat yang telah berlangsung sejak lama
dalam mengatur pemanfaatan sumberdaya
pesisir dan laut.
15 SIMPUK Dayak Benuaq- Simpuk Munan atau lembo bangkak merupakan
MUNAN/LEMBO Kalimantan hutan tanaman buah-buahan (agroforestry) yang
Timur dikembangkan oleh masyarakat Dayak Benuaq
di Kalimantan Timur.
16 KOKO DAN To Bentong- Sebelum mengenal pertanian padi sawah, orang
TATTAKENG Sulawesi To Bentong mewariskan lahan bagi
Selatan keturunannya berupa kebun (Koko) dan lading
yang ditinggalkan (Tattakeng). Koko adalah
lahan perladangan yang diolah secara
berpindah, sedangkan Tattakeng adalah lahan
bekas perladangan yang sedang diberakan.
17 MAPALUS Minahasa- Mapalus pada masyarakat Minahasa,
Sulawesi Utara merupakan pranata tolong menolong yang
melandasi setiap kegiatan sehari-hari orang
Minahasa, baik dalam kegiatan pertanian, yang
berhubungan dengan sekitar rumah tangga,
maupun untuk kegiatan yang berkaitan dengan
kepentingan umum.
18 MOPOSAD DAN Bolaang Moposad dan Moduduran merupakan pranata
MODUDURAN Mongondow- tolong menolong yang penting untuk menjaga
Sulawesi keserasian lingkungan sosial.
Selatan
19 KAPAMALIAN Banjar –
Kapamalian merupakan aturan-aturan (pantangan)
Kalimantan dalam pengelolaan lingkungan, misalnya
Selatan larangan membuka hutan keramat.
20 PAHOMBA Sumba Timur- Gugus hutan yang disebut Pahomba, terlarang
Nusa Tengara keras untuk dimasuki apalagi untuk diambil
Timur hasil hutanya. Pada hakekatnya pohon-pohon di
setiap pahomba itu berfungsi sebagai pohon-
pohon induk yang dapat menyebarkan benih ke
padang-padang rumput yang relatif luas.Karena
itu, jika api tidak menghangus matikan anakan
pepohonan itu, proses perluasan hutan secara
alamiah dapat berlangsung. Pepohonan di
pahomba disekitar batang sungai berfungsi
sebagai riparian atau tumbuhan tepain sungai
yang berfungsi sebagai filter terhadap materi
erosi, dan sekaligus berfungsi sebagai
sempadan alamiah sungai dan untuk pelestarian
air sungai.
21 SUBAK Bali Salah satu teknologi tradisional pemakaian air
secara efisien dalam pertanian dilakukan
dengan cara Subak. Lewat saluran pengairan
yang ada pembagian aliran berdasarkan luas
areal sawah dan masa pertumbuhan padi
dilakukan dengan menggunakan alat bagi yang
terdiri dari batang pohon kelapa atau kayu tahan
air lainnya. Kayu ini dibentuk sedemikian rupa
dengan cekukan atau pahatan dengan
kedalaman berbeda sehingga debit air yang
mengalir di satu bagian berbeda dengan debit
air yang mengalir di bagian lainnya. Kayu
pembagi air ini dapat dipindah-pindah dan
dipasang diselokan sesuai dengan keperluan,
yang pengaturannya ditentukan oleh Kelihan
Yeh atau petugas pengatur pembagian air.
22 TRI HITA Bali Tri Hita Karana, suatu konsep yang ada dalam
KARANA kebudayaan Hindu-Bali yang berintikan
keharmonisan hubungan antara Manusia-Tuhan,
manusia-manusia, dan manusia-alam
merupakan tiga penyebab kesejahteraan jasmani
dan rohani. Ini berarti bahwa nilai
keharmonisan hubungan antara manusia dengan
lingkungan merupakan suatu kearifan ekologi
pada masyarakat dan kebudayaan Bali.
23 BERSIH DESO Desa Gasang- Bersih Deso (bersih desa) adalah suatu acara
Jawa Timur adat dan sekaligus tradisi pelestarian
lingkungan yang masih dilaksanakan
masyarakat Desa Gasang sampai sekarang.
Dilakukan setiap tahun pada bulan Jawa Selo
(Longkang) dipilih dari hari Jumat Pahing.
Masyarakat secara berkelompok membersihkan
lingkungan masing-masing seperti jalan,
selokan umum dan sungai. Setelah selesai
melaksanakan bersih deso secara berkelompok
mereka menyelenggarakan upacara semacam
“sedekah bumi” dengan sajian satu buah buceng
besar, satu buceng kecil, sayur tanpa bumbu
lombok tanpa daging, berbagai macam hasil
bumi yang biasa disebut “pala kependhem” dan
“pala gumantung”.
24 WEWALER Desa Tradisi bersih desa di Desa Bendosewu dikenal
Bendosewu- dengan wewaler yang merupakan pesan dari
Jawa Timur leluhur yang babad desa. Isi pesan adalah “jika
desa sudah rejo (damai, sejahtera) maka
hendaknya setiap tahun diadakan upacara bersih
desa.” Tradisi bersih desa disertai kegiatan
kebersihan lingkungan secara serentak, yaitu
membersihkan jalan-jalan, rumah-rumah,
pekarangan, tempat-tempat ibadah, makam dan
sebagainya. Kegiatan ini disebut pula dengan
“tata gelar” atau hal yang sifatnya lahiriah. Hal
yang berkaitan dengan “tata gelar” dalam bersih
desa bagi masyarakat Bendosewu sudah
menjadi bagian hidupnya, sehingga tidak perlu
diperintah lagi.
25 SEREN TAUN Kasepuhan Seren Taun memiliki banyak arti bagi masyarakat
Sirnaresmi- kasepuhan diantaranya adalah puncak prosesi
Jawa Barat ritual pertanian yang bermakna hubungan
manusia, alam, dan pencipta-Nya. Seren Taun
adalah perayaan adat pertanian kasepuhan
sebagai ungkapan rasa syukur setelah mengolah
lahan pertanian sengan segala hambatan dan
perjuangannya untuk mendapatkan hasil yang
optimal. Seren Taun adalah pesta masyarakat
adat Kasepuhan sebagai ungkapan rasa gembira
ketika panen datang. Seren Taun juga
merupakan pertunjukan kesenian-kesenian
tradisional yang ada di masyarakat Kasepuhan.
Adat istiadat yang berlaku di dalam Kasepuhan
ini mengatur pola kehidupan masyarakat dalam
berhubungan dengan sang pencipta (Hablum
minallah), hubungan antar manusia (Hablum
minan naas) dan hubungan manusia dengan
alam lingkungannya (Hablum minal alam).
26 TALUN Kampung Bentuk kearifan dalam pengelolaan SDA dan
Dukuh-Jawa lingkungan hidup yang dikembangkan
Barat masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan
diwujudkan dalam penataan ruang hutan,
pelestarian dan pengelolaan air, pengelolaan
lahan dengan pengembangan talun. Selain itu
juga diwujudkan dalam pengetahuan tradisional
tentang berbagai jenis sumber daya alam,
seperti padi varitas lokal. Nilai yang
menekankan pentingnya melestarikan
lingkungan itu dikuatkan lewat berbagai
upacara tradisional, mitos dan tabu. Menurut
warga Kasepuhan, hutan digolongkan menjadi 3
jenis, yaitu:
Leuweung Kolot atau Leuweung Geledegan
atau hutan tua, yaitu hutan yang masih lebat
ditumbuhi berbagai jenis pohon dengan
kerapatan yang tinggi, dan masih banyak
ditemukan binatang liar hidup di dalamnya.
Hutan ini masih ada di sekitar kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun.
Leuweung Titipan atau hutan keramat. Hutan
ini tidak boleh dimasuki apalagi dieksploitasi
oleh siapa pun, kecuali ada izin dari Abah
Anom. Hutan ini akan dimasuki apabila Abah
Anom menerima wangsit atau ilapat dari nenek
moyang yang memerlukan sesuatu dari
kawasan gunung tersebut. Kawasan hutan
keramat adalah kawasan Gunung Ciwitali dan
Gunung Girang Cibareno;
Leuweung Sampalan atau Leuweung bukaan,
yaitu hutan yang dapat digunakan dan
dieksploitasi serta dibuka oleh warga
Kasepuhan. Di sini warga boleh membuka
lading, kebun sawah, menggembala ternak,
mengambil kayu bakar dan hasil hutan lainnya
yang ada. Yang termasuk lahan bukaan adalah
lahan di sekitar tempat pemukiman penduduk.
Bekas lahan lading ataupun sawah yang sudah
dipanen lalu ditanami dengan tanaman
musiman dan tanaman keras sehingga
membentuk hutan buatan disebut Talun.
Tanaman buah-buahan sering digunakan seperti
duren, rambutan, atau tanaman lainnya seperti
petai, cengkeh, dan sebagainya. Setelan Talun
ditanami biasanya akan ditinggal begitu saja.
Artinya pemeliharaannya tidak begitu intrnsif
disbanding dengan kebun.
27 PIIL Lampung Piil Pasenggiri merupakan falsafah hidup atau
PASENGGIRI pedoman dalam bertindak bagi setiap warga
masyarakat Lampung, yakni: menemui muimah
(ramah lingkungan), nengah nyappur
(keseimbangan lingkungan), sakai sambayan
(pemanfaatan lingkungan), dan juluk adek
(pertumbuhan lingkungan).
28 KE-KEAN Sumatera Pengetahuan Ke-Kean adalah perhitungan
Selatan waktu yang tepat untuk menanam jenis tanaman
tertentu yang dikaitkan dengan ilmu
perbintangan.
29 MAROMU Ngata Toro- merupakan sistem kerja sama yang berlaku
Sulawesi dalam pengelolaan tanah/hutan bagi masyarakat
Tengah adat Ngata Toro. Sistem ini mengandung nilai
saling membantu meringankan beban pekerjaan
satu sama lain. Dari awal pengelolaan hingga
panen, sistem Maromu dilakukan secara
bergiliran dari satu keluarga/pribadi kepada
yang lain. Pengelolaan tanah/hutan melalui
beberapa tahapan dan struktur yang diatur
menurut ketegorisasi hutan.
30 WANA NGKIKI Ngata Toro – Wana Ngkiki merupakan salah satu kategori
Sulawesi dari pandangan tentang hutan menurut orang
Tengah Toro.Orang Toro membagi hutan menurut
pengetahuan asal pemanfaatannya sesuai
kategorinya. Wana Ngkiki adalah kawasan
hutan di puncak-puncak gunung yang jauh dari
pemukiman, yang ditumbuhi oleh pohon-pohon
yang tidak terlalu besar, rerumputan, banyak
lumut, hawanya dingin, dan merupakan habitat
dari beberapa jenis burung. Di dalam hutan ini,
tidak ada aktivitas manusia. Hutan ini sangat
jarang dikunjungi. Menurut hasil pemetaan luas
Wana Ngkiki sekitar 2.300 ha.
31 WANA Ngata Toro Wana
– merupakan salah satu kategori dari
Sulawesi pandangan tentang hutan menurut orang Toro.
Tengah Wana adalah kawasan hutan belantara/hutan
rimba dimana belum pernah ada kegiatan
manusia mengolahnya menjadi kebun. Wana
adalah tempat berkembang biaknya binatang
Anoa (lupu), babi rusa (dolodo) dan lain-lain.
Wana merupakan hutan primer sebagai
penyangga kandungan air yang banyak (sumber
air). Sehubungan dengan itu, Wana tidak pernah
diolah jadi kebun. Bilamana diolah/dibuka akan
membawa bencana kekeringan. Begitulah
pemahaman yang berkembang pada masyarakat
adat Toro secara turun-temurun. Wana
dimanfaatkan khusus untuk mengambil damar,
rotan, wewangian, obat-obatan dan sewaktu-
waktu tempat untuk berburu binatang dan
mencari ikan di sungai-sungainya, bilamana ada
pesta di Ngata. Di beberapa alur sungai pada
waktu itu dilakukan kegiatan mendulang emas
secara tradisional. Dari hasil pemetaan
partisipatif membuktikan wana merupakan
hutan yang terluas di wilayah adat Toro dengan
luas sekitar 11.290 Ha.
32 PANGALE Ngata Toro – Pangale merupakan salah satu kategori dari
Sulawesi pandangan tentang hutan menurut orang Toro.
Tengah Pangale adalah hutan yang berada di
pegunungan dan dataran. Pangale termasuk
kategori hutan sekunder yang bercampur
dengan primer karena sebagian sudah pernah
diolah tetapi telah kembali menjadi hutan
seperti semula. Bagi orang Toro pangale
dipersiapkan untuk kebun dan datarannya untuk
sawah. Pangale dimanfaatkan juga untuk
mengambil kayu, rotan yang dipergunakan
untuk berbagai keperluan rumah tangga. Pandan
hutan dipergunakan untuk membuat tikar dan
bakul, obat dan wewangian. Daun melinjo
dipergunakan untuk sayur. Pangale seluas 2.950
Ha biasa digunakan juga untuk tempat berburu
secara tradisional.
33 PAHAWA Ngata Toro – Pahawa Pongko merupakan salah satu kategori
PONGKO Sulawesi dari pandangan tentang hutan menurut orang
Tengah Toro. Pahawa Pongko adalah hutan bekas
kebun yang telah ditinggalkan 25 tahun ke atas.
Sudah hampir menyerupai hutan sekunder semi
primer (pangale). Pohon-pohonnya sudah
tumbuh besar, karena itu untuk menebangnya
sudah harus menggunakan “pongko” (tempat
menginjakkan kaki yang terbuat dari kayu)
yang agak tinggi dari tanah agar dapat
menebang dengan baik dan tonggaknya
diharapkan dapat tumbuh tunas kembali,
sehingga sesuai dengan namanya yaitu Pahawa
Pongko. Pahawa artinya “ganti”. Dalam
pemetaan hutan pahawa pongko dimasukkan
dalam kategori pangale.
34 OMA Toro– Sulawesi Oma merupakan salah satu kategori dari
Tengah pandangan tentang hutan menurut orang Toro.
Oma adalah hutan bekas kebun yang sering
diolah. Oma banyak dimanfaatkan untuk
tanaman kopi, kakao dan tanam-an tahunan
lainnya. Luas Oma yang tumpang tindih dengan
TNLL berdasarkan pemetaan partisipatif sekitar
1.820 Ha. Menurut usia pemanfaatannya Oma
terdiri dari 3 (tiga) jenis yaitu :
Oma Ntua; Bekas kebun yang ditinggalkan 16 –
25 tahun. Usia pemanfaatannya tergolong tua,
dalam arti tingkat kesuburannya sudah kembali
normal. Untuk itu sudah dapat diolah kembali
menjadi kebun.
b. Oma Ngura; Bekas kebun yang ditinggalkan
3 – 15 tahun. Merupakan jenis hutan yang lebih
muda dibanding oma ntua. Pohon-pohon belum
tumbuh besar dan masih dapat ditebas dengan
menggunakan parang. Rerumputan dan belukar
merupakan ciri khasnya.
Oma Ngkuku; Bekas kebun yang berusia 1 – 2
tahun. Didominasi tumbuhan rerumputan.
35 BALINGKEA Ngata Toro – Balingkea merupakan salah satu kategori dari
Sulawesi pandangan tentang hutan menurut orang Toro.
Tengah Balingkea adalah bekas kebun yang usianya 6
bulan – 1 tahun. Sering diolah untuk tanaman
palawija berupa jagung, ubi kayu, kacang-
kacangan, rica dan sayur-sayuran.
36 PERELAK, Melayu-Jambi Orang Melayu Jambi mengenal dan
KEBUN MUDO- menggolongkan perladangan dalam beberapa
UMO RENAH dan bentuk, yaitu perelak, kebun mudo, umo renah
UMO TALANG
dan umo talang. Perelak ialah sebidang tanah
disekitar desa (kampung) yang ditaami berjenis
tanaman untuk memenuhi kebutuhan dapur
sehari-hari seperti cabai, kunyit, serai, laos,
tomat, kacang gulai, ubi rambat, ubi kayu dan
pisang. Kebun Mudo ialah sebidang tanah yang
ditanami satu jenis tanaman muda tertentu,
misalnya pisang, kedelai atau kacang tanah.
Umo Renah ialah lading cukup luas yang
ditanami padi dengan selinga tanaman muda,
seperti cabai, tomat, terong, labu dan mentimun.
Di sekitar lading itu mereka juga menanami
tanaman keras seperti duku, durian, karet dan
sebagainya. Umo Talang adalah lading jauh di
tengah hutan yang biasanya ditanami padi.
Disini juga mereka menanam tanaman keras
seperti karet dan durian. Mereka juga membuat
rumah sementara yang dihuni selama musim
menunggu panen padi. Setelah panen, lading
tersebut akan menjadi kebun karet atau kebun
durian
37 RIMBA Melayu-Riau Masyarakat Melayu mengenal pembagian
KEPUNGAN hutan tanah yang terdiri dari tiga bagian, yakni
SIALANG tanah perladangan, rimba larangan, rimba
simpanan (hak ulayat) dan rimba kepungan
sialang.
38 LUBUK Mandailing- Lubuk Larangan adalah bagian sungai yang
LARANGAN Sumatera Utara dilindungi. Di dalamnya terdapat ikan jurung
yang merupakan ikan langka dan bernilai
simbolik sebagai peralatan upacara pada
Masyarakat Tapanuli Selatan (Mandailing). Di
Mandailing Natal terdapat 114 lubuk larangan
yang dikelola oleh masyarakat. Konsep ini
merupakan kearifan tradisional yang terlaksana
secara berkesinambungan dari, oleh dan untuk
masyarakat.
39  LEBUNG Sumatera Dalam praktek pengelolaan sumber daya alam,
Selatan lebung tidak hanya merupakan cekungan tanah
tetapi juga salah satu teknik penduduk setempat
untuk menampung ikan saat genangan air di
lebak surut. Lebih dari itu, untuk mengambil
ikan yang terdapat di lebung ada mekanisme
yang berada diluar aturan lelang yang
mengakomodir hubungan-hubungan antara
pengemin dan pemilik lebung supaya
kepentingan kedua belah pihak terpenuhi.
Untuk memenuhi kepentingan-kepentingan dari
pihak tersebut, pengemin memberikan sejumlah
uang kepada pemilik lebung sebagai tanda
ucapan terima kasih, bukan sebagai ganti rugi
atas pengambilan ikan di lebung.
40 O KARUNA-O Muna, Pemberaan sebidang lahan setelah satu atau dua
KANDADI Sulawesi kali tanam disebut O Karuna (dedaunan yang
Tenggara masih muda) dan pepohonannya disebut O
Kandadi. Konsepp ini mengandung makna
pemulihan kesuburan lahan. Caranya ialah
dengan memelihara anak kayu yang tumbuh.

REFERENSI

http://arminishak.blogdetik.com/2012/07/07/kearifan-lokal-dalam-pengelolaan-sumberdaya-
perikanan-di-indonesia/

http://chasyati.blogspot.com/2013/12/kearifan-lokal-dalam-pengelolaan-hutan.html

acch.kpk.go.id/sasi-dan-tiyatiki-keramahan-lingkungan-indonesia-timur

http://sandinugrohoartikel.blogspot.com/2012/03/contoh-dan-fungsi-kearifan-lokal.html

Anda mungkin juga menyukai