Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

G7P6A0 ATERM IMPARTU KALA I FASE LATEN DENGAN


B20 DAN KETUBAN PECAH DINI DAN ANEMIA RINGAN DAN
GRANDE MULTIPARA

Disusun Oleh:
Farha Muftia Dini S.
1102014092

Pembimbing:
dr. Ronny, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunianya sehingga pada akhirnya penulis dapat mennyelesaika presentasi kasus mata
dengan judul “G7P6A0 Aterm Impartu Kala I Fase Laten dengan B20 dan Ketuban Pecah
Dini dan Anemia Ringan dan Grande Multipara”.
Tugas ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Obstetri dan
Ginekologi di RSUD Kabupaten Bekasi. Penyelesaian tugas ini tidak lepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati penulis haturkan ucapan terima
kasih kepada pembimbing dr. Ronny, Sp.OG.
Penulis sangat menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh
karena itu penulis berharap kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan tugas ini dan
sebagai bekal penulis untuk menyusun tugas-tugas lainnya di kemudian hari. Semoga referat ini
banyak memberi manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Cibitung, Desember 2019

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

Grande multipara (GM) merupakan kelompok kehamilan risiko tinggi yang dapat
menyebabkan beban sosioekonomi terhadap ibu hamil, keluarga, dan sistem kesehatan 1.
Literatur terbaru mendefinisikan grande multipara dengan paritas ≥5 menjadi ambang
risiko terjadinya komplikasi obstetri, neonatal morbidity, dan meningkatnya perinatal
death1.
Pada negara berkembang masih dilaporkan angka kejadian grande multipara
yang tinggi. Sebuah penelitian di Tanzania dan Cameroon tahun 2013 - 2019 melaporkan
angka kejadian grande multipara 5,1 – 18,1% dari seluruh angka kelahiran 1,2,3. Grande
multipara sering dihubungkan dengan social deprivation (interaksi lingkungan dan
individu), poverty (kemiskinan), riwayat penyakit kronis, tidak dilakukannya antenatal
care (ANC)1.
Grande multipara di negara berkembang masih menjadi faktor predisposisi dari
komplikasi kehamilan terhadap ibu hamil maupun janin1,2. Komplikasi grande multipara
terhadap ibu hamil dapat terjadi anemia, diabetes mellitus (DM) (1,5%), hipertensi
(18,1%), malpresentasi (6,1%), abruptio placenta atau solusio plasenta (2,6%), plasenta
previa (4,2%), post-partum hemorrhage disebabkan oleh atonia uteri (4,8%), dan ruptur
uteri (14,2%)1,2. Komplikasi grande multipara terhadap janin dapat terjadi berat bayi lahir
rendah (BBLR) (14,1%), prematuritas (12,5%), intrauterine fetal death (21,5%) dan
meningkatnya perinatal mortality1,2. Selain komplikasi terhadap ibu hamil di atas, pada
suatu cohort study melaporkan data signifikan grande multipara juga merupakan faktor
risiko dari prolonged 1st stage (1,69%) meski hanya menunjukkan presentasi hasil yang
sedikit11, serta premature rupture of membrane (PROM) atau ketuban pecah dini (KPD)
(1,27% dari seluruh kejadian).
Tujuan dari makalah ini adalah membahas komplikasi dan pencegahan grande
multipara dan kondisi penyerta kasus ini yaitu HIV pada kehamilan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. GRANDE MULTIPARA
1.1 Definisi Grande Multipara
Grande multipara (GM) merupakan kelompok kehamilan risiko tinggi yang dapat
menyebabkan beban sosioekonomi terhadap ibu hamil, keluarga, dan sistem kesehatan 1.
Istilah grande multipara diperkenalkan pada tahun 1934 oleh Solomon, awalnya disebut
dengan “dangerous multiparas” 1,2,3. Secara umum, literatur lama mendefinisikan
grande multipara dengan paritas >7. Literatur terbaru mendefinisikan grande multipara
dengan paritas ≥5 menjadi ambang risiko terjadinya komplikasi obstetri, neonatal
morbidity, dan meningkatnya perinatal death1. Kemudian The International Federation
of Gynecology and Obstetrics (FIGO) pada tahun 1993 mendefinisikan grande
multipara adalah ≥5 persalinan dengan usia gestasi ≥20 minggu atau berat janin
≥500gram2,3,4.

1.2 Epidemiologi Grande Multipara


Negara maju mempunyai angka kejadian grande multipara yang rendah (3 – 4%
dari seluruh angka kelahiran) 1,2,3. Pada negara maju mempunyai akses unlimited tidak
hanya dari kontrasepsi, tapi juga antenatal care, praktisi kesehatan yang mumpuni, dan
fasilitas safe delivery yang adekuat sehingga kondisi grande multipara yang ada di
negara maju tidak terlalu menjadi faktor risiko komplikasi yang berhubungan dengan
kehamilan1. Sementara pada negara berkembang terjadi kebalikannya, di mana masih
dilaporkan angka kejadian grande multipara yang tinggi. Sebuah penelitian di Tanzania
dan Cameroon tahun 2013 - 2019 melaporkan angka kejadian grande multipara 5,1 –
18,1% dari seluruh angka kelahiran1,2,3.

1.3 Faktor Risiko Grande Multipara


Grande multipara sering dihubungkan dengan social deprivation (interaksi
lingkungan dan individu), poverty (kemiskinan), riwayat penyakit kronis, tidak
dilakukannya antenatal care (ANC)1. Sebagian besar ibu dengan grande multipara
adalah dari golongan sosial ekomoni yang rendah. Adanya kepercayaan dan budaya
masyarakat dan tingkat pendidikan yang masih rendah juga berpengaruh. Keluarga
dengan enam anak atau lebih tentulah akan mendapat kesulitan dalam hal kehidupan
sosial ekonomi, pedidikan anak-anak, kesehatan dan lain sebagainya. Setiap
pertambahan anggota keluarga tentulah konsekuensinya menambah permintaan
kebutuhan hidup, dengan sendirinya akan berpengaruh pada tingkat pendidikan dan
kesehatan dari anak, sehingga anak akan rentan terhadap penyakit akibat gizi yang
buruk, akan banyak terdapat anak terlantar akibat pendidikan yang buruk.
Ibu yang telah melahirkan lebih dari lima kali anak yang dapat hidup sebaiknya
mengikuti program keluarga berencana (KB) untuk menghindari komplikasi yang

4
mungkin akan timbul akibat kehamilannya baik bagi ibu, maupun anak yang
dilahirkannya.

1.4 Komplikasi Grande Multipara


Grande multipara di negara berkembang masih menjadi faktor predisposisi dari
komplikasi kehamilan terhadap ibu hamil maupun janin 1,2. Komplikasi grande
multipara terhadap ibu hamil dapat terjadi anemia, diabetes mellitus (DM) (1,5%),
hipertensi (18,1%), malpresentasi (6,1%), abruptio placenta atau solusio plasenta
(2,6%), plasenta previa (4,2%), post-partum hemorrhage disebabkan oleh atonia uteri
(4,8%), dan ruptur uteri (14,2%)1,2. Komplikasi grande multipara terhadap janin dapat
terjadi berat bayi lahir rendah (BBLR) (14,1%), prematuritas (12,5%), intrauterine fetal
death (21,5%) dan meningkatnya perinatal mortality1,2.
1) Komplikasi grande multipara terhadap ibu hamil
(1) Anemia
Anemia in pregnancy (AIP) menurut WHO yaitu Hb <11,0g/dL 4 pada
trimester I dan III. Beberapa sumber lain menyebutkan AIP bila Hb <10,0g/dL
atau 10,5g/dL4 pada trimester II sebab terjadi peningkatan volume plasma.
Literatur lama menyebutkan tidak terdapat cukup bukti bahwa grande multipara
berhubungan dengan AIP9,10, namun beberapa penelitian terbaru menyebutkan
bahwa terdapat hubungan antara grande multipara dengan AIP4,5,6,7,8. Risk Ratio
(RR) dari beberapa penelitian mengenai hubungan grand multipara dengan AIP
di negara berkembang adalah 95%4. Berdasarkan jumlah sampel 1.348 ibu hamil
yang mengalami AIP adalah grande multipara sebanyak 38,7%4. Kemudian
diketahui bahwa penurunan hemoglobin plasma hingga < 11,0g/dL mulai terjadi
pada grande multipara rata-rata usia kehamilan ≥12 minggu4. Socio-
demographic characteristic terjadinya anemia pada grande multipara terbanyak
adalah tingkat pendidikan rendah (illiterate sampai 9th grade) (96,3%) dan
tingkat ekonomi menengah (57,4%)4 berhubungan dengan infeksi dan defisiensi

nutrisi.
Gambar1. Hasil analisis jumlah paritas dan risk ratio (RR) anemia in pregnancy
(AIP)4

5
Gambar2. Socio-demographic characteristic terjadinya anemia pada grande
multipara4

Anemia yang sering terjadi adalah anemia defisiensi nutrisi (75%) berupa
defisiensi zat besi atau defisiensi asam folat dan vitamin B12. Pada pemeriksaan
penunjang didapati gambaran mikrositik hipokrom (defisiensi zat besi) atau
megaloblastik (defisiensi asam folat dan vitamin B12) pada gambaran darah
tepi.

(2) Diabetes mellitus (DM) (1,5%)


DM pada grande multipara dapat terjadi apabila terdapat anthropometric
factor, serta faktor gaya hidup, faktor reproduksi, dan faktor inflamasi 12.
Visceral adipocyte tissue (VAT) merupakan organ endokrin aktif dan berperan
dalam perjalanan DM12. Akumulasi VAT yang berlebih berperan terhadap
berubahnya produksi atau kerja dari adiposit, termasuk adiponectin (protein
yang disekresikan oleh adiposity berfungsi untuk insulin-sensitizing, kadarnya
berbandingterbalik dengan akumulasi VAT), resistin, leptin (mengatur nafsu
makan dan metabolisme energi), tumor necrosis factor-α, dan C-reactive
protein12. Berdasarka beberapa penelitian dilaporkan akumulasi VAT
berbanding lurus dengan banyaknya paritas12.

(3) Hipertensi (18,1%)


Banyak penelitian yang setuju dengan adanya hubungan antara grande
multipara dengan hipertensi, tapi penjelasan patofisiologinya tidak dijabarkan.

(4) Malpresentasi (6,1%)


Kelainan letak pada grande multipara dapat terjadi karena dinding rahim
atau perut ibu yang telah longgar.

(5) Abruptio placenta atau solusio plasenta (2,6%) dan plasenta previa (4,2%)
Solusio plasenta dan plasenta previa merupakan contoh antepartum
hemorrhage (terjadi setelah usia kehamilan ≥ 20 minggu).Pada suatu penelitian
negara Asia Tenggara, dilaporkan hasil yang signifikan grande multipara
sebagai faktor risiko dari antepartum hemorrhage11.
Selain komplikasi terhadap ibu hamil di atas, pada suatu cohort study melaporkan
data signifikan grande multipara juga merupakan faktor risiko dari prolonged 1st
stage (1,69%) meski hanya menunjukkan presentasi hasil yang sedikit11. Pada
penelitian komplikasi grande multipara di Asia Tenggara, dilaporkan bahwa
komplikasinya adalah malpresentasi (2,53% dari seluruh kejadian), premature
rupture of membrane (PROM) atau ketuban pecah dini (KPD) (1,27% dari
seluruh kejadian), dan postpartum hemorrhage (0,84% dari seluruh kejadian).

6
2) Komplikasi grande multipara terhadap janin
Adanya temuan bahwa lebih banyak wanita dengan grande multipara memiliki
komplikasi yang lebih sering dibandingkan dengan wanita multipara mungkin
karena wanita yang mengalami kehamilan berulang tidak punya cukup waktu untuk
mengisi ulang cadangan besi mereka dari kehamilan yang terdahulu sebelum terjadi
kehamilan berikutnya.

1.5 Pencegahan Grande Multipara


Pencegahan terjadinya kehamilan lagi pada grande multipara yang dianjurkan
adalah salah satunya adalah kontrasepsi mantap. Kontrasepsi mantap adalah suatu
metode kontrasepsi yang pada pria disebut vasektomi dan pada wanita disebut
tubektomi. Tubektomi (angka keberhasilan mencapai 99%) adalah pembedahan
pemotongan tuba fallopi dengan mini laparotomy sehingga ovum tidak dapat dibuahi.
Sementara vasektomi (angka kegagalan 1 dari 2.000 tindakan) adalah pembedahan
memutuskan jalur sperma.

2. HIV SEBAGAI PENYULIT GRANDE MULTIPARA


3.1 Definisi HIV/AIDS
AIDS merupakan singkatan dari acquired immune deficiency syndrome, yaitu
sekumpulan gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan
sistem imun oleh infeksi HIV (human immunodeficiency virus). HIV menyerang CD4
dan menjadikannya tempat untuk berkembang biak dan kemudian merusaknya13.

3.2 Epidemiologi HIV pada Kehamilan


Penatalaksanaan HIV pada daerah epidemi tidak hanya sekedar mencegah
kematian dan mengobati infeksi oportunistik, tapi juga memilih dan menerapkan long-
term treatment strategies sehingga pasien dapat hidup lebih lama, sehat, dan kehidupan
produktif untuk mencegah munculnya infeksi baru HIV. Reduksi perinatal transmission
dari HIV menjadi hal yang sangat diperhatikan. Pada beberapa penelitian melaporkan
bahwa pemberian monoterapi zidovudine selama kehamilan, persalinan, dan kelahiran
dapat mengurangi risiko transmisi HIV ke janin sebanyak 67%. Pada penelitian terbaru
melaporkan bahwa terapi kombinasi jauh lebih mengurangi risiko transmisi HIV ke
janin hingga 1 – 2%14.
Pada survei tahun 2010, diperkirakan 217 anak beusia <13 tahun terdiagnosa HIV
pada 46 negara berdasarkan long-term reporting sejak tahun 2007, di mana 162
diantanya (75%) perinatally infected 14.

3.3 Faktor Risiko dan Klasifikasi HIV pada Kehamilan


Faktor risiko transmisi perinatal berkaitan dengan viral load (VL) saat persalinan,
selain itu hasil hitung CD4 yang rendah, tidak dilakukannya antiretroviral theraphy
(ART), penyalahgunaan substansi, prolonged duration dari ruptur membran, lahir
prematurus, chorionamnionitis14. Sementara, faktor risiko infeksi maternal diantaranya

7
kontak seksual yang tidak terlindungi dengan orang yang positif HIV, berbagi jarum
obat, transfusi dari darah yang terinfeksi HIV 14. Adanya ulserasi dari penyakit kelamin
(sifilis, herpes genital, gonorrhea, dan lain-lain) meningkatkan susptibilitas infeksi HIV
selama berhubungan seks. Tidak ada bukti yang menyatakan HIV dapat ditularkan
melalui keringat, air mata, urin, feses, atau gigitan serangga14.
CDC mengklasifikasikan berdasarkan tanda klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Terdapat 3 kategori, yaitu asimtomatik (>500sel/mm3), simtomatik (200 – 499sel/mm3),
dan AIDS-defining condition (<200sel/mm3)14.

3.4 Tahapan Infeksi HIV hingga Terjadi AIDS


1. Periode jendela13
HIV masuk ke dalam tubuh sampai terbentuk antibodi terhadap HIV dalam darah.
Gejaal belum muncul dan penderita masih merasa sehat. Tahap ini umumnya
berkisar 2 minggu hingga 6 bulan dan tes HIV belum bisa mendeteksi keberadaan
virus
2. HIV positif asimtomatik selama 5 – 10 tahun13
HIV berkembang biak dalam tubuh, namun penderita masih terlihhat sehat. Tes HIV
sudah dapat mendeteksi adanya virus ini. Dan penderita dapat tetap tampak stabil
selama 5 – 10 tahun namun tergantung dengan imun penderita itu sendiri
3. HIV positif simtomatik13
Sistem kekebalan tubuh semakin menurun, disertai gejala infeksi oportunistik
lainnya, misalnya pembengkakan kelenjar limfe, diare terus menerus, infeksi paru,
dan lain-lain
4. AIDS13
Kondisi imun tubuh menurun drastis dan infeksi oportunistik semakin parah

3.5 Diagnosis HIV pada Kehamilan


Tes dan konseling HIV pada ibu hamil dilakukan atas inisiatif petugas kesehatan
(TIPK) atau provider-initiated HIV testing and counseling (PITC) 13. Pada daerah
epidemi meluad dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan di faasilitas kesehatan wajib
menawarkan tes HIV kepada semua ibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan
laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan. Di
daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga kesehatan diprioritaskan
pada ibu hamil dengan IMS dan TB13.
TIPK dilakukan dengan memberikan informasi pre-tes kepada ibu hamil
tentang13:
- Risiko penularan penyakit kepada bayi
- Keuntungan diagnosis dini penyakit pada kehamilan bagi bayi yang akan dilahirkan,
termasuk HIV, malaria, dana tau penyakit tidak menular lainnya seperti hipertensi,
diabetes, dan lain-lain.
- Cara mengurangi risiko penularan penyakit dari ibu ke anaknya
Tes HIV atas inisiatif petugas kesehatan konseling (TIPK) dilakukan secara
option out, yaitu bila ibu menolak, ibu hamil harus menyatakan ketidaksetujuannya
8
secara tertulis, dan diinformasikan serta ditawarkan kembali untuk menjalani tes pada
kunjungan/kontrol berikutnya13. Bila ibu tetap menyatakan option out, maka
diperkenalkan Konseling dan Tes Sukarela (KTS) dan dilakukan rujukan ke KTS13.
Pemeriksaan diagnostik infeksi HIV yang dilakukan di Indonesi umumnya adalah
pemeriksaan serologis menggunakan rapid test HIV atau ELISA13. Pemeriksaan
diagnostik tersebut dilakukan secara serial menggunakan tiga reagen HIV berbeda
berdasarkan rujukan Kementerian Kesehatan. Hasil pemeriksaan dinyatakan reaktif jika
hasil tes dengan reagen 1 (A1), reagen 2 (A2), dan reagen 3 (A3) ketiganya positif.
Untuk ibu hamil dengan faktor risiko yang hasil tesnya indeterminate, tes diagnostik
HIV dapat diulang dengan bahan baru yang diambil minimal 14 hari setelah yang
pertama dan setidaknya tes ulang menjelang persalinan (32 – 36 minggu) 13. Setelah
dialakuan skrining tes ELISA positif kemudian dipastikan dengan western blot positif14.
3.6 Komplikasi HIV pada Kehamilan
Komplikasi HIV pada kehamilan dibagi 2, yaitu terhadap ibu (maternal) dan janin
(fetal) 14.
(1) Komplikasi maternal
Meningkatkan risiko chorioamninitis, postpartum endometritis, dan wound
infection. Risiko infeksi peripartum berbanding terbalik dengan jumlah CD4 saat
melahirkan.
(2) Komplikasi fetal
Kemungkinan terjadi peningkatan risiko lahir prematur bila sedang dalam regimen
protease inhibitor (PI).

3.7 Penatalaksanaan HIV dan Pencegahan Transmisi Perinatal pada Kehamilan


a. Tatalaksana Umum13
o Rujuk ibu dengan HIV ke rumah sakit. Tatalaksana HIV pada kehamilan
sebaiknya dilakukan oleh tim multidisiplin meliputi dokter yang ahli
mengenai HIV, dokter spesialis obstetric dan ginekologi, bidan yang ahli,
dan dokter spesialis anak.
o Periksa hitung CD4 dan viral lad untuk menentukan status imunologis dan
mengevaluasi respon terhadap pengbatan.
b. Tatalaksanan Khusus13
o Terapi antiretroviral
Berikan antiretroviral segera kepada semua ibu hamil dengan HIV, tanpa
harus mengetahui nilai CD4 dan stadium klinisnya terlebih dahulu, dan
dilanjutkan seumur hidup13. Rekomendasi pengobatan sesuai situasi klnis ibu
dapat dilihat di tabel berikut13.
REKOMENDASI
SITUASI KLINIS PENGOBATAN
(Panduan untuk Ibu)
1. ODHA sedang terapi ARV, - Lanjutkan panduan (ganti

9
kemudian hamil dengan NVP (nevirapin) jika
sedang menggunakan EFV
(efavirens) pada trimester I)
- Lanjutkan dengan panduan
ARV yang sama selama dan
sesudah persalinan
2. ODHA hamil dengan jumlah - Mulai ARV pada minggu ke-14
dalam stadium klinis 1 atau kehamilan
jumlah CD4 >350sel/mm3 dan - Panduan sebagai berikut:
belum terapi ARV - AZT + 3TC + NVP*
(AZT 2x300mg, 3TC
2x150mg, NVP 2x200mg)
- TDF + 3TC (atau FTC)+
NVP*
(TDF 1x300mg, 3TC
2x150mg, NVP 2x200mg)
- AZT + 3TC + EFV**
(AZT 2x300mg, 3TC
2x150mg, EFV 1x600mg)
- TDF + 3TC (atau FTC) +
EFV**
(TDF 2x300mg, 3TC
1x300mg, EFV 1x600mg)
3. ODHA hamil dengan jumlah Segera mulai terapi ARV dengan
CD4 <350sel/mm3 atau panduan seperti pada butir 2
stadium klinis 2,3,4
4. ODHA hamil dengan - OAT tetap diberikan
tuberkulosis aktif - Panduan untuk ibu, bila
pengobatan mulai trimester II dan
III: AZT (TDF) + 3TC + EFV
5. Ibu hamil dalam masa Tawarkan tes HIV dalam masa
persalinan dan status HIV persalinan, atau tes setelah
tidak diketahui persalinan. Jika hasil tes reaktif,
dapat diberikan panduan pada butir
2
6. ODHA datang pada masa Lihat panduan pada butir 2
persalinan dan belum
mendapat terapi ARV
Keterangan:
* Penggunaan Nevirapin (NVP) pada perempuan dengan CD4 >250 sel/mm3
atau yang tidak diketahui jumlah CD4-nya dapat menimbulkan reaksi
hipersensitif berat
** Efavirens tidak boleh diberikan pada ODHA hamil trimester I karena
teratogenik

o Tatalaksana infeksi oportunistik13

10
Ibu sebaiknya diperiksa untuk mendeteksi infeksi menular seksual di usia
kehamilan 28 minggu, kemudian diberikan terapi yang sesuai. Tatalaksana
penyakit oportunistik pada ibu dengan HIV sesuai dengan panduan yang
berlaku.

o Pilihan bersalin13

Persalinan per vaginam Persalinan per abdominam


Syarat: Syarat:
- Pemberian ARV mulai pada - Ada indikasi obstetri; dan
<14 minggu (ART>6 bulan); - VL >1.000 kopi/µL
atau - Pemberian ARV dimulai pada
- VL <1.000 kopi/µL usia kehamilan >36 minggu

o Pemberian makanan bayi


Jika tidak diketahui status HIVnya13:
- Pemberian makanan bayi harus didahului konseling terkait risiko
penularan HIV sejak sebelum persalinan. Pengambilan keputusan dapat
dilakukan oleh ibu/keluarga setelah mendapat informasi dan konseling
secara lengkap
- Bila ibu memilih ASI, berikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan.
Untuk itu, ibu dengan HIV perlu mendapat konseling laktasi dengan
baik sejak perawatan antenatal pertama sesuai pedoman
- Ibu dengan HIV diperbolehkan memberikan susu formula bagi bayinya
yang HIV atau tidak diketahui status HIVnya jika seluruh syarat
AFASS (affordable/terjangkau, feasible/mampu laksana,
acceptable/dapat diterima, sustainable/berkesinambungan dan
safe/aman)
- Sangat tidak dianjurkan mencampur ASI dengan susu formula
Jika bayi telah diketahui HIV positif13:
- Ibu sangat dianjurkan memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6
bulan
- Setelah 6 bulan, bayi diberikan MP-ASI dan ASI tetap dilanjutkan
sampai anak berusia 2 tahun

o Tatalaksana untuk bayi


Mulai pemberian zidovudine (AZT) profilaksis dengan ketentuan
sebagai berikut13:
- Jika bayi cukup bulan, berikan zidovudine (AZT) dengan dosis
4mg/khBB/12jam selama 6 minggu
- Jika bayi prematur dengan usia kehamilan <30minggu, berikan
zidovudine (AZT) dengan dosis 2mg/kgBB/12jam selama 4 minggu,
kemudian 2mg/kbBB/8jam selama 2 minggu berikutnya
11
- Jika bayi prematur dengan usia kehamilan 30 – 35 minggu, berikan
zidovudine (AZT) dengan dosis 2mg/kgBB/12jam selama 2 minggu
pertama, kemudian 2mg/kgBB/8jam selama 2 minggu berikutnya, dan
diikuti 4mg/kgBB/12jam selama 2 minggu berikutnya
Selanjutnya anak dapat diberikan cotrimoxazol profilaksis mulai
usia 6 minggu dengan dosis 4 – 6 mg/kgBB, satu kali sehari, setiap hari
sampai usia 1 tahun atau sampai diagnosis HIV ditegakkan. Jika bayi
diketahui HIV positif, lakukan pemeriksaan viral load sekali pada usia 1
bulan, kemudian sekali pada usia 4 – 6 bulan. Periksa ELISA kembali di
usia 18 bulan13.
o Edukasi untuk ibu13
- Berikan edukasi mengenai perilaku seks yang aman dan penggunaan
kondom untuk mencegah penularan dan super-infeksi HIV
- Ibu juga dianjurkan menggunakan kontrasepsi mantap bila tidak ingin
punya anak lagi
- Sarankan ibu dengan HIV positif memeriksakan status HIV seluruh
anaknya
- Ibu dengan HIV positif sebaiknya diskrining hepatitis B, sifilis, dan
rubella, dan periksa darah untuk hepatitis C, varicella zoster, campak dan
toksoplasma
- Ibu sebaiknya dianjurkan untuk vaksin hepatitis B dan pneumokokus

3.8 Prognosis HIV pada Kehamilan


Prognosis HIV pada kehamilan tergantung dari inisiatif pasien untuk melakukan
ANC supaya menghindari transmisi maternofetal. Sekitar 78% bayi HIV positif yang
lahir dari ibu HIV positif.
1.

12
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
No. RM : 168954
Umur : 36 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Golongan Darah :-
Alamat : Kp. Tegal Panas, Pebayuran, Bekasi
Tanggal Masuk RS : 25 November 2019
Tanggal Pemeriksaan : 25 November 2019

B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis (suami pasien dan bidan pengantar) pada
tanggal 25 November 2019 pukul 18.00 WIB.

Keluhan Utama
Keluar cairan dari jalan lahir sejak ± 24 jam SMRS

Keluhan Tambahan
Mulas (+)

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien rujukan dari Klinik Bidan Siti Naijah dengan G7P6A0 usia kehamilan kira-kira
aterm impartu kala I fase laten memanjang dengan KPD. Pasien telah diberikan Amoxicilin
500mg peroral dan IVFD RL tanpa tambahan drip di Klinik Bidan Siti Naijah. Menurut
keterangan bidan, pasien telah mengalami pembukaan 3cm. Pasien mengatakan merasa
mulas sebanyak 4 – 5 kali dalam sehari dengan durasi ± < 5 detik disertai keluar lendir dan
darah dari jalan lahir sejak 2 hari yang lalu, kemudian keluar cairan berwarna bening
terkadang kecokelatan merembes, tidak berbau dan tidak bisa ditahan dari jalan lahir sejak 1
hari yang lalu. Pada 3 hari sebelumnya pasien dan suami berhubungan suami-isteri. Saat ini
pasien mengeluh masih merembes cairan dari jalan lahir dan mulas berkurang. Pasien
mengatakan masih merasa ada gerak aktif dari janinnya, demam (-), kejang (-), pusing (-),
nyeri ulu hati (-), kaki bengkak (-). Menurut pengakuan suami pasien, suami telah positif
HIV sejak 2 tahun yang lalu setelah berhubungan suami-isteri dengan perempuan HIV (+),

13
sampai saat ini pasien belum mengetahui bahwa telah mengidap HIV. Suami pasien
menolak menerima pengobatan ARV karena malu mengakui kondisinya. Riwayat DM (-),
riwayat hipertensi (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


DM (-)
Hipertensi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


DM (-)
Hipertensi (-)
HIV (+) => suami pasien sejak 2017 dan belum pernah pengobatan ARV

Riwayat Menstruasi
- Menarchie:usia 13 tahun
- Siklus :28 hari
- Menstruasi teratur dengan durasi setiap siklus ± 7 hari

Riwayat Pernikahan
- Status Pernikahan : menikah
- Umur saat Kawin Pertama Kali : usia 14 tahun (selama 5 tahun)
- Umur saat Kawin Kedua Kali : usia 24 tahun (selama 3 tahun)
- Umur saat Kawin Ketiga Kali : usia 27 tahun (selama 3 tahun)
- Umur saat Kawin Keempat Kali : usia 33 tahun (selama 6 tahun)

Riwayat KB
- Jenis : suntik setiap 3 bulan
- Lama Pemakaian : 2 tahun
- Keluhan : tidak ada

Riwayat Obstetri
- Jumlah Anak Hidup : 7 anak
- Paritas : G7P6A0
- HPHT : pasien lupa
- Taksiran Persalinan : tidak dilakukan ANC
- Usia Kehamilan : aterm

14
Riwayat Persalinan
Anak
Kondisi
Tahun Tempat Umur Jenis
No. Penolong Penyulit ♂/ BB/ Nifas Anak
Partus Partus Kehamilan Persalinan
♀ PB Sekarang

1 2001 Rumah 9 bulan Spontan Paraji - ♂ Baik Sehat


2 2006 Rumah 9 bulan Spontan Paraji - ♀ Baik Sehat
3 2007 Bidan 9 bulan Spontan Bidan - ♂ Baik Sehat
4 2010 Bidan 9 bulan Spontan Bidan - ♀ Baik Sehat
5 2013 Bidan 9 bulan Spontan Bidan - ♀ Baik Sehat
6 2017 Bidan 9 bulan Spontan Bidan - ♂ Baik Sehat
7 Hamil ini

Catatan Penting Selama Asuhan Ante-Natal Care (ANC)


Pasien tidak melakukan ANC

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
- Keadaan Umum: baik
- Kesadaran : compos mentis
- BB : 45 kg
- TB : 150 cm
- TD : 137/80 mmHg
- Nadi : 81 x/menit
- Suhu : 36,6˚C
- RR : 21 x/menit
- Mata : CA (-/-), SI (-/-)
- Wajah : anemis (-)
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thoraks :
o Paru : vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
o Jantung: BJ I&II regular, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : distensi (+) pembesaran simertris, massa (+), BU (+)
- Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”, edema (-/-/-/-)

15
D. STATUS OBSTETRI
a. Pemeriksaan Luar
TFU : 31,5cm
TBJ Klinis : 3.022,5 g
Leopold I : teraba bagian lunak, asimetris, tidak melenting, kesan bokong
Leopold II : teraba bagian keras memanjang di sebelah kanan, dan bagian kecil kecil
menonjol di sebelah kiri, kesan punggung di kanan, ekstremitas di kiri
Leopold III : teraba bagian keras, melenting, simetris, kesan kepala
Leopold IV: bagian terbawah tidak dapat digerakkan, telah masuk PAP 3/5 bagian
His : 2x10’x15”
DJJ : 137 x/menit

b. Pemeriksaan Dalam
Vulva : tidak ada kelainan
Porsio : tebal lunak
Pembukaan : 3 cm
Ketuban : (-)
Penurunan : kepala Hodge 2

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
Hb : 10,5 g/dL*
Ht : 31 %*
Trombosit :289 x 103/µL
Leukosit : 7,3 x 103/µL
HIV reagen: reaktif*
HBsAg : non reaktif
Golongan Darah: AB Rhesus (+)

F. DIAGNOSIS
Ibu : G7P6A0 aterm impartu kala I fase aktif fase laten dengan B20 + ketuban pecah
dini + grande multipara + anemia ringan
Janin : hidup, tunggal, presentasi kepala, punggung kiri, DJJ 137 x/menit

G. RENCANAN PENATALAKSANAAN

16
- IVFD RL 20 tpm
- Ceftriaxone 3x1g drip
- Gastrul ½ tab per fornix
- Observasi kemajuan persalinan
- Terapi post partum:
o Cotrimoxazol 3x960mg => untuk pasien
o Zidovudine 4mg/kgBB/12 jam => untuk bayi saat sebelum 4 jam post partum
- Konsul Sp.OG
- Konsul poli pelangi

H. PROGNOSIS
Ibu :
- Ad vitam : dubia
- Ad sanactionam: dubia ad malam
- Ad functionam : dubia
Janin:
- Ad vitam : dubia
- Ad sanactionam: dubia
- Ad functionam : dubia

I. FOLLOW UP
Tanggal&Jam
Temuan Klinis&Penatalaksanaan
Pemeriksaan
25/11/19 S/mulas >>
17.40 WIB O/
KU: Baik
Composmentis
TD: 130/70 mmHg
HR: 80x/m
RR: 20x/m
S: 36,60C

Status Generalis
- Mata : CA (-/-), SI (-/-)
- Wajah : anemis (-)
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thoraks :

17
o Paru : vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
o Jantung: BJ I&II regular, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : distensi (+) pembesaran simertris, massa (+), BU (+)
- Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”, edema (-/-/-/-)

Terpasang IVFD RL+10 U Oxytocyn 20tpm

Status Obstetri

a. Pemeriksaan Luar
TFU : 31,5cm
Leopold I : bokong
Leopold II : puka
Leopold III : kepala
Leopold IV: divergent
His : 4x10’x40”
DJJ : 135 x/menit

b. Pemeriksaan Dalam
Vulva : tidak ada kelainan
Porsio : tidak teraba
Pembukaan: 10 cm
Ketuban : (-)
Penurunan : kepala Hodge 3

A/G7P6A0 aterm impartu kala II dengan KPD+B20+grande


multipara+anemia ringan
P/
- memimpin persalinan pervaginam
- IVFD RL+10 U Oxytocyn 20tpm

25/11/19 S/nyeri jalan lahir


17.50 WIB O/
KU: Baik
Composmentis
TD: 132/70 mmHg
HR: 83x/m
RR: 20x/m
S: 36,60C

18
Status Generalis
- Mata : CA (-/-), SI (-/-)
- Wajah : anemis (-)
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thoraks :
o Paru : vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
o Jantung: BJ I&II regular, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : distensi (+) pembesaran simertris, massa (+), BU (+)
- Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”, edema (-/-/-/-)

Terpasang IVFD RL+10 U Oxytocyn 20tpm

Status Obstetri
Payudara: membesar (+), papilla mamae everted (+/+), areola
hiperpigmentasi (+/+)
Involusi : TFU 2cm di bawah umbilicus
Episiotomy: (-)
Laserasi : (-)

A/ P7A0 partus maturus spontan kala IV dengan KPD+B20+grande


multipara+anemia ringan
P/
- Awasi TTV risiko HPP
- Edukasi keluarga rencana ART
- IVFD RL+10 U Oxytocyn 20tpm

26/11/19 S/pasien telah pindah ke ruang nifas 25/11/19 jam 13.00


08.30 WIB Keluhan (-)
O/
KU: Baik
Composmentis
TD: 110/70 mmHg
HR: 73x/m
RR: 20x/m
S: 36,50C

Status Generalis
- Mata : CA (-/-), SI (-/-)
- Wajah : anemis (-)
- Leher : pembesaran KGB (-)

19
- Thoraks :
o Paru : vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
o Jantung: BJ I&II regular, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : distensi (+) pembesaran simertris, massa (+), BU (+)
- Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”, edema (-/-/-/-)

Terpasang IVFD RL+10 U Oxytocyn 20tpm

Status Obstetri
Payudara: membesar (+), papilla mamae everted (+/+), areola
hiperpigmentasi (+/+)
Involusi : TFU 2cm di bawah umbilicus, lochea rubra
Episiotomy: (-)
Laserasi : (-)

Lab.
Hb: 8,7 g/dL
Ht : 25 %
Trombosit: 298 x 103/µL
Leukosit : 8,3 x 103/µL

A/ P7A0 partus maturus spontan dengan KPD+B20+grande


multipara+anemia sedang
P/
- Edukasi keluarga rencana ART
- IVFD RL + 1 Amp Oxytocyn 20tpm
- Cefixime 3x500mg p.o.
- Asam mefenamat 3x500mg p.o.
- Ferreous Sulphate 2x1 tab p.o.

27/11/19 S/ Keluhan (-)


09.00 WIB O/
KU: Baik
Composmentis
TD: 110/80 mmHg
HR: 80x/m
RR: 20x/m
S: 36,50C

Status Generalis
- Mata : CA (-/-), SI (-/-)
- Wajah : anemis (-)

20
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thoraks :
o Paru : vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
o Jantung: BJ I&II regular, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : distensi (+) pembesaran simertris, massa (+), BU (+)
- Ekstremitas: akral hangat, CRT <2”, edema (-/-/-/-)

Terpasang IVFD RL+10 U Oxytocyn 20tpm

Status Obstetri
Payudara: membesar (+), papilla mamae everted (+/+), areola
hiperpigmentasi (+/+)
Involusi : TFU 2cm di bawah umbilicus, lochea rubra
Episiotomy: (-)
Laserasi : (-)

A/ P7A0 partus maturus spontan dengan KPD+B20+grande


multipara+anemia sedang
P/
- Edukasi keluarga rencana ART
- Rencana pulang
- Cefixime 3x500mg p.o.
- Asam mefenamat 3x500mg p.o.
- Ferreous Sulphate 2x1 tab p.o.

J.

21
BAB IV
ANALISA KASUS
Wanita 36 tahun, G7P6A0 aterm impartu kala I fase laten dengan B20 dan ketuban pecah
dini dan anemia ringan. Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis riwayat paritas pasien ≥ 5 pasien termasuk
grande multipara. Pasien mengeluh cairan berwarna bening terkadang kecokelatan merembes,
tidak berbau dan tidak bisa ditahan dari jalan lahir sejak 1 hari yang lalu. Pada 3 hari sebelumnya
pasien dan suami berhubungan suami-isteri. Berdasarkan pernyataan tersebut, pasien mengalami
ketuban pecah dini kemungkinan karena pasca coitus.
Pasien telah menikah lebih dari 1 kali dan suami pasien sekarang mengaku HIV (+) dan
pasien belum mengetahui hal ini, berdasarkan pemeriksaan obstetri TFU 31,5cm dapat
diperkirakan berat janin adalah 3.022,5 g perkiraan usia kehamilan aterm, kemudian pada
pemeriksaan dalam teraba porsio tebal lunak degan pembukaan 3cm maka pasien sedang berada
pada tahap persalinan kala I fase laten. Lalu didapati dari pemeriksaan penunjang Hb 10,5g/dL,
berdasarkan teori pasien dengan Hb 9,5 – 10,9 g/dL merupakan anemia ringan bisa jadi
merupakan komplikasi dari grande multipara, namun pada pemeriksaan fisik pasien tidak
tampak anemis, kemungkinan pasien memang mempunyai Hb rendah sebelum hamil. Selain itu
didapati juga HIV reagen reaktif menjadi salah satu dasar diagnosis HIV (+) pada pasien ini,
meski berdasarkan teori seharusnya dipastikan kembali dengan pemeriksaan western blot untuk
menegakkan diagnosis HIV.
Berdasarkan program pemerintah yaitu ANC seharusnya dilakukan minimal 4 kali sesuai
trimester kehamilan untuk mengetahui lebih dini atau skrining adanya kehamilan risiko tinggi
atau tidak. Sementara pada pasien ini tidak dilakukan ANC dikarenakan kurangnya pengetahuan
pentingnya ANC. Grande multipara sering dihubungkan dengan social deprivation (interaksi
lingkungan dan individu), poverty (kemiskinan), riwayat penyakit kronis, tidak dilakukannya
antenatal care (ANC). Sehingga pada kasus ini, pasien sama sekali tidak mengetahui bahwa
telah positif HIV dan meningkatkan kemungkinan bayi mengalami HIV secara perinatal
transmission karena sama sekali tidak menjalani antiretroviral therapy (ART). Selain itu, pasien
sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk persalinan pervaginam karena seharusnya
pemberian ARV dimulai pada usia kehamilan < 14 minggu (telah diberikan selama >6 bulan
sebelum partus) atau VL <1.000 kopi/µL.
Penatalaksanaan pasien sebelum partus kurang tepat dengan teori ODHA datang pada masa
22
persalinan dan belum mendapat terapi ARV seharusnya segera diberikan regimen ART atau
setidaknya zidovudine i.v. 2mg/kgBB selama 1 jam, kemudian 1mg/kgBB sampai saat
penjepitan tali pusat untuk mencegah transmisi HIV maternofetal. Penatalaksanaan pemberian
ceftriaxone 3x1g drip sebagai profilaksis infeksi komplikasi dari KPD telah sesuai dengan
teori. Kemudian, pada status pasien telah diinstruksikan terapi postpartum, yaitu cotrimoxazol
3x960mg (untuk pasien) dan zidovudine 4mg/kgBB/12 jam (untuk bayi sebelum 4 jam post
partum), namun karena kurang teliti penulis untuk memastikan apakah telah diberikan sesuai
instruksi atau tidak sehingga tidak dapat ditentukan apakah terapi postpartum kehamilan dengan
HIV telah sesuai dengan teori atau tidak.
Edukasi pencegahan penularan HIV perlu dilakukan pada pasien dan keluarganya. Serta
edukasi untuk melakukan kontrasepsi mencegah kehamilan berikutnya. Edukasi pasien dan
suaminya untuk menjalani ART dan skrining HIV anak dari hasil pernikahan mereka supaya
mencegah terjadinya AIDS.

23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
- Grande multipara (GM) adalah paritas ≥5.
- Grande multipara merupakan kelompok kehamilan risiko tinggi yang dapat menyebabkan
beban sosioekonomi terhadap ibu hamil, keluarga, dan sistem kesehatan.
- Grande multipara sering dihubungkan dengan social deprivation (interaksi lingkungan dan
individu), poverty (kemiskinan), riwayat penyakit kronis, tidak dilakukannya antenatal care
(ANC)1.
- Komplikasi grande multipara kasus ini adalah anemia, diabetes mellitus (DM) (1,5%),
hipertensi (18,1%), malpresentasi (6,1%), abruptio placenta atau solusio plasenta (2,6%),
plasenta previa (4,2%), post-partum hemorrhage disebabkan oleh atonia uteri (4,8%), dan
ruptur uteri (14,2%)1,2.
- Komplikasi grande multipara terhadap janin dapat terjadi berat bayi lahir rendah (BBLR)
(14,1%), prematuritas (12,5%), intrauterine fetal death (21,5%) dan meningkatnya perinatal
mortality1,2.
- Penyakit penyerta pasien ini adalah HIV positif, penanganan kehamilan dengan HIV yang
baru diketahui saat masa persalinan dan belum mendapat terapi ARV adalah segera
diberikan regimen ART atau setidaknya zidovudine i.v. 2mg/kgBB selama 1 jam, kemudian
1mg/kgBB sampai saat penjepitan tali pusat untuk mencegah transmisi HIV maternofetal.

SARAN
- Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ANC untuk melakukan penanganan dini mencegah
terjadinya komplikasi grande multipara dan transmisi HIV maternofetal pada kasus ini
- Sebaiknya diberikan edukasi untuk melakukan kontrasepsi mencegah terjadinya paritas yang
lebih tinggi menghindari komplikasi grande multipara

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Mgaya AH, Massawe SN, Kidanto HL, et al. Grand Multiparity: Is it Still a Risk in
Pregnancy?[Internet]. NCBI. 2013 [cited 16 Desember 2019]. Vol.13(241). Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3878019/.
2. Ajong AB, Agbor VN, Simo LP, Noubiap JJ, et al. Grand Multiparity in Rural
Cameroon: Prevalence and Adverse Maternal and Fetal Delivery Outcomes [Internet].
NCBI. 2019 [cited 16 Desember 2019]. Vol.19(233). Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6612095/.
3. Aragaw YA, Mahtemsillasie M, Jarso H. Grand Multiparity and Pregnancy Related
Complication among Women Who Gave Birth at Jimma University Specialized Hospital,
Jimma Southwest Ethiopia [Internet]. Researchgate. 2017 [cited 16 Desember 2019].
Vol.7(4). pp.1-6. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/317638074_Grand_Multiparity_and_Pregnancy
_Related_Complications_among_Women_Who_Gave_Birth_at_Jimma_University_Spec
ialized_Hospital_Jimma_Southwest_Ethiopia.
4. Al-Farsi YM, Brooks DR, Werler MM, et al. Effect of High Parity on Occurrence of
Anemia in Pregnancy: A Cohort Study [Internet]. Researchgate. 2011 [cited 17 Desember
2019]. Vol.11(7). pp.1-7. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/49770906_Effect_of_high_parity_on_occurren
ce_of_anemia_in_pregnancy_A_cohort_study.
5. Rizk DE, Khalfan M, Ezimokhai M. Obstetric Outcome in Grand Multipara in The
United Arab Emirates: A Case Control Study. Arch GynecolObstet. 2001. Vol.264.
pp.194-8.
6. Kumari AS, Badrinath P. Extreme Grand Multiparity: Is It Obstetric Risk Factor. Eur J
Obstet Gynecol Reprod Biol. 2002. Vol.101. pp.22-5.
7. Fuch K, Peretz A. The Problem of The “Grand Multipara”: A Review of 1677 cases.
Obstet Gynecol. 1961. Vol.18. pp.719-725.
8. Ozumba BC, Igwegbe AO. The Challenge of Grand Multiparity in Nigerian Obstetric
Practice. Int J Gynecol Obstet. 1992. Vol.37. pp.259-64.
9. Fayed HM, Abib SF, Stevens B. Risk Factors in Extreme Grand Multiparity. Int J
Gynecol Obstet. 1993. Vol.41. pp.17-22.
10. Humphrey MD. Is Grand Multiparity an Independent Predictor of Pregnancy Risk?: A
Retrospective Observational Study. Med J Aust. 2003. Vol.179. pp.294-6.
11. Nordin NM, Fen CK, Isa S, et al. Original Article: Is Grand Multiparity a Significant
Risk Factor in This New Millennium?[Internet]. Researchgate. 2006 [cited 16 Desember
2019]. Vol.13(2). pp.52-60. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/224966805_Is_Grandmultiparity_A_Significant
_Risk_Factor_in_This_New_Millennium.
12. Araneta MR, Connor EB. Grand Multiparity is Associated with Type 2 Diabetes in
Filipino American Women, Independent of Visceral Fat and Adiponectin [Internet].

25
NCBI. 2010 [cited 18 Desember 2019]. Vol.33(2). pp.385-9. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2809288/.
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman bagi Tenaga Kesehatan. Ed.1. Jakarta:
Kemenkes RI. 2013. pp.162-7.
14. Berghella V. Maternal-Fetal Evidence Based Guidelines. 3rd Ed. Boca Raton: CRC Press.
2017. pp.297-303.

26

Anda mungkin juga menyukai