BUKU PANDUAN
PENDIDIKAN KLINIK
ILMU KESEHATAN ANAK
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga dapat diselesaikan buku panduan ini tepat pada waktunya tanpa
halangan suatu apapun. Buku Buku Panduan Pendidikan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
ini disusun guna mempermudah Dokter Muda dalam melaksanakan tugas pendidikan klinik
di RSUD Kabupaten Kediri.
Dalam buku panduan ini tentunya masih banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan, oleh karena itu demi perbaikan buku panduan ini kami mengharap kritik dan
saran agar buku panduan ini menjadi lebih baik dan dapat digunakan sesuai dengan
fungsinya.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada Direktur RSUD Kabupaten
Kediri, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang telah membantu kami dalam penyusunan buku
panduan ini. Semoga bermanfaat.
Tim penyusun
i
TIM PENYUSUN
ii
iii
SAMBUTAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO
iv
SAMBUTAN
DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
v
vi
dan
DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
WIJAYA KUSUMASURABAYA
Nomor :
Nomor :
TENTANG
vii
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor5234) ;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1987 tentang Penyerahan Sebagian
Urusan Pemerintah Dalam Bidang
Kesehatan Kepada Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1987
Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3347) ;
8. Peraturan Daerah Kabupaten Kediri
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi
Perangkat Daerah Kabupaten Kediri
(Lembaran Daerah Kabupaten Kediri
Tahun 2008 Nomor 1 Seri D) ;
9. Keputusan Konsil Kedokteran
Indonesia Nomor 20 / KKI / KEP / IX
/ 2006 tentang Pengesahan Standar
Pendidikan Profesi Dokter ;
10. Keputusan Konsil Kedokteran
Indonesia Nomor 21A / KK I / KEP / IX
/ 2006 tentang Pengesahan Standar
Kompetensi Dokter ;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 1069 / MENKES / SK
/XI / 2008 tentang Pedoman Klasifikasi
dan Standar Rumah Sakit Pendidikan
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU : Buku Panduan Pendidikan Klinik di Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Kediri.
viii
Ditetapkan di Kediri
Pada tanggal April
2022
ix
DAFTAR ISI
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PERSIAPAN PENDIDIKAN
2
7. Direktur RSP Utama mengirimkan kembali pengesahan Pembagian Kelompok
dan Jadwal Kepaniteraan Klinik di RSUD Kabupaten Kediri;
8. Tim Kordik berkoordinasi dengan RSP Utama dan Institusi Pendidikan terkait
jadwal Serah Terima dan Orientasi Peserta Didik Baru di RSUD Kabupaten
Kediri sebelum pelaksanakan Kepaniteraan Klinik;
9. Tim Kordik melaksanakan jadwal Serah Terima dan Orientasi Peserta Didik
Baru, dengan materi:
a. Gambaran Umum dan Profil RSUD Kabupaten Kediri,
b. Informasi tata tertib peserta didik,
c. Pendidikan dan Supervisi Klinis,
d. Bantuan hidup dasar pada dewasa,
e. Bantuan hidup dasar pada anak dan neonates,
f. Sasaran keselamatan pasien,
g. Materi PMKP,
h. Materi PKPO,
i. Materi tentang Kewaspadaan Bencana, Kebakaran, Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3),
j. Materi PPI,
k. Pelayanan Era Pandemi,
l. Komunikasi efektif;
10. Dokter Muda menyerahkan:
a. Data diri: Nama, NPM, tempat tanggal lahir dll,
b. Foto berwarna 3x4 sebanyak 2 lembar,
c. Foto copy KTP,
d. Foto copy Ijazah dan Transkrip Nilai Akademik,
e. Formulir Pendidikan yang telah diisi;
11. Dokter Muda menerima Kartu Identitas di RSUD Kabupaten Kediri.
12. Tim Kordik menyiapkan:
a. Surat penghadapan ke SMF yang dituju,
b. Absensi;
13. Sebelum menjalankan Pendidikan klinik, dilakukan pretes bagi DM;
14. Pada akhir periode pendidikan klinik dilakukan post test dan ujian akhir dengan
pasien, Computerized Based Test (CBT), Objective Structure Clinical
Examination (OSCE) oleh SMF serta mengisi blanko evaluasi kegiatan
Pendidikan.
3
BAB III
TATA TERTIB
4
5. Mahasiswa harus menunjukkan perilaku & etika kedokteran
a) Sopan b) Santun c) Sapa d) Senyum
6. Seorang dokter muda absen dengan ijin Sakit/ absen tanpa alasan apapun diwajibkan
untuk mengganti di SMF tersebut. Apabila absen lebih dari 6 hari dokter muda tersebut
wajib untuk mengulang setengah periode Pendidikan klinik di SMF yang bersangkutan
dengan jadwal waktu mengulang pada akhir putaran selesai.
7. Dilarang menerima telepon pada saat kegiatan berlangsung baik diruangan/ bimbingan
dengan SMF/ujian.
8. Dokter muda apabila berkeinginan mengajukan cuti, diwajibkan membuat surat
permohonan cuti yang di ACC oleh Fakultas sepengetahuan koordinator / SMF yang
bersangkutan.
9. Dokter muda selama menjalani Pendidikan klinik tidak dibenarkan untuk memberikan
terapi pada penderita tanpa sspengetahuan dokter yang merawat pasien / penanggung
jawab SMF/Poli.
10. Dokter muda tidak diperkenankan untuk praktik pribadi di luar rumah sakit sebelum
dilantik sebagai dokter.
5
8. Rambut harus rapi dan tidak menutupi wajah. Penggunaan penutup wajah tidak
diperkenankan selama bertugas di lingkungan rumah sakit.
9. Kuku harus dipotong pendek dan tidak menggunakan pewarna kuku.
10. Tidak mengenakan perhiasan yang tidak diperlukan. Cincin dan sepasang anting untuk
dokter muda perempuan diperbolehkan.
11. Make-up / riasan wajah tidak tebal, atau menyolok.
12. Disarankan memakai sepatu datar atau berhak rendah serta berwarna dasar.
13. Bila memiliki tatoo, maka harus ditutup selama bertugas di lingkungan rumah sakit.
14. Tidak diijinkan mengunyah permen karet selama bertugas di ruangan.
15. Harus dapat menggunakan waktu seefisien dan seefektif mungkin.
16. Bersikap dan berlaku secara wajar dalam segala hal. Bekerja cepat tetapi dengan cukup
ketenangan dan tidak menunjukkan ketergesaan. Berwajah gembira, dengan humor tidak
berlebihan serta tidak bersenda gurau pada waktu melakukan tugas.
17. Sikap terhadap pasien :
Berlaku wajar, sopan, dan ramah
Dalam melakukan tugas harus dapat bertindak tegas sesuai dengan
wewenangnya
Tidak diperkenankan mempermainkan pasien
18. Sikap terhadap pendidik:
Untuk kelancaran dan ketertiban kerjasama ditetapkan seorang ketua dalam kelompoknya
yang bertugas untuk mengkoordinasikan tugas tugas tertentu, penyampaian informasi dan
lain-lain.
19. Saling bantu-membantu dan hormat-menghormati dalam menyelesaikan tugas.
6
13. Melakukan pemalsuan tanda tangan Pembimbing, Penguji, Dokter Ruangan.
14. Melakukan pemalsuan lain sehubungan dengan ketentuan persyaratan yang wajib
dipenuhi dokter muda selama menjalani masa pendidikan.
15. Melakukan tindakan asusila di lingkungan Rumah Sakit Jejaring Pendidikan selama
dalam masa pendidikan yang bersangkutan.
16. Melanggar kode etik / Attitude (sebelumnya dibahas antar SMF dan koordinator).
17. Melakukan tindak pidana.
18. Melakukan praktik di luar RS selayaknya dokter umum (terbukti dengan adanya laporan
masyarakat melalui IDI setempat).
3.5 Sanksi
1. Bagi dokter muda yang melakukan tindakan indisipliner angka 1-8 akan mendapat
teguran secara lisan dan yang bersangkutan diwajibkan mengganti jumlah hari tidak
hadir, agar dapat mengikuti ujian akhir pendidikan, atau dapat berupa membuat
laporan/tugas yang diberikan oleh SMF/koordinator RS.
2. Bila tindakan indisipliner 1-8 diulang kembali dilakukan teguran tertulis dari Koordinator
Pendidikan Klinik/Bakordik, yang bersangkutan wajib mengganti jumlah hari absen.
3. Untuk tindakan indisipliner angka 8-18 langsung dilakukan teguran tertulis dari
Koordinator Pendidikan Klinik/Bakordik, dalam hal ini dapat berkoordinasi dengan
pembantu Dekan Bidang Akademik/Kaprodi Program Profesi Dokter FK UWKS.
4. Apabila dalam penentuan Sanksi sudah tidak dapat dilakukan di RS, maka dokter muda
dapat dikembalikan ke Fakultas secara Penuh atau Partial melalui surat resmi dengan
sepengetahuan Direktur RS.
7
3. Bila dokter muda mendapat nilai kondite/attitude rata-rata skor 8 atau di
bawahnya, harus mengulang rotasi yang telah ditentukan, Proses Mengulang
dikoordinasikan dengan Prodi Pendididikan Dokter FK UWKS.
8
BAB IV
KOMPETENSI
9
penyakit tersebut, selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi
pasien. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
10
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Tingkat Kemampuan 4
Respiratory
Influenza 1 2 3A 3B 4A
Pertussis 1 2 3A 3B 4A
Acute Respiratory distress syndrome 1 2 3A 3B 4A
SARS 1 2 3A 3B 4A
11
Flu burung 1 2 3A 3B 4A
Asma bronkial 1 2 3A 3B 4A
Status asmatikus 1 2 3A 3B 4A
Bronkitis akut 1 2 3A 3B 4A
Bronkiolitis akut 1 2 3A 3B 4A
Pneumonia,bronkopneumonia 1 2 3A 3B 4A
Pneumonia aspirasi 1 2 3A 3B 4A
TBC 1 2 3A 3B 4A
Emfisema paru 1 2 3A 3B 4A
Gastro-Hepatology
Kandidiasis 1 2 3A 3B 4A
Hernia inguinalis 1 2 3A 3B 4A
Hernia umbilikalis 1 2 3A 3B 4A
Gastritis 1 2 3A 3B 4A
Gastroenteritis 1 2 3A 3B 4A
Gastroenteritis dengan dehidrasi 1 2 3A 3B 4A
Refleks gastroesofageal 1 2 3A 3B 4A
Apendisitis akut 1 2 3A 3B 4A
Abdomen akut 1 2 3A 3B 4A
Alergi makanan 1 2 3A 3B 4A
Hepatitis 1 2 3A 3B 4A
Penyakit Hirschsprung 1 2 3A 3B 4A
Intususepsi/invaginasi 1 2 3A 3B 4A
Nefrourology
Infeksi Saluran Kemih 1 2 3A 3B 4A
Glomerulonefritis 1 2 3A 3B 4A
Sindrom nefrotik 1 2 3A 3B 4A
Hematologi
Anemia defisiensi besi 1 2 3A 3B 4A
Anemia hemolitik 1 2 3A 3B 4A
Anemia aplastik/hipoplastik 1 2 3A 3B 4A
Polisitemia 1 2 3A 3B 4A
Trombositopenia 1 2 3A 3B 4A
Hemofilia 1 2 3A 3B 4A
DIC 1 2 3A 3B 4A
Leukemia 1 2 3A 3B 4A
Talasemia 1 2 3A 3B 4A
Imunologi
Demam reumatik 1 2 3A 3B 4A
Reaksi anafilaktik 1 2 3A 3B 4A
Defisiensi nutrisi
Marasmus 1 2 3A 3B 4A
Kwashiorkor 1 2 3A 3B 4A
Defisiensi vitamin 1 2 3A 3B 4A
Neurologi
Meningitis 1 2 3A 3B 4A
Ensefalitis 1 2 3A 3B 4A
Epilepsi 1 2 3A 3B 4A
12
Kejang demam 1 2 3A 3B 4A
Poliomielitis 1 2 3A 3B 4A
Disorders of newborns
Hipotermia 1 2 3A 3B 4A
Bakteremia dan septicemia 1 2 3A 3B 4A
Respiratory stress syndrome 1 2 3A 3B 4A
Apnea attacks 1 2 3A 3B 4A
Janundice of newborn 1 2 3A 3B 4A
Kern icterus 1 2 3A 3B 4A
Kejang neonatal 1 2 3A 3B 4A
Konjungtivitis 1 2 3A 3B 4A
Infection of umbilicus 1 2 3A 3B 4A
Sudden infant death syndrome (sids) 1 2 3A 3B 4A
Trauma lahir
caput succedaneum 1 2 3A 3B 4A
13
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan
ini, sehingga dapatmenjelaskan kepada teman sejawat, pasien maupun
klien tentang konsep, teori, prinsip maupun indikasi, serta cara melakukan,
komplikasi yang timbul, dan sebagainya.
14
Refleks melangkah/menendang 1 2 3 4A
Vertical suspension positioning 1 2 3 4A
Asymmetric tonic neck reflex 1 2 3 4A
Refleks anus 1 2 3 4A
Penilaian panggul 1 2 3 4A
Penilaian pertumbuhan dan perkembangan anak
(termasuk penilaian motorik halus dan kasar,
psikososial, bahasa) 1 2 3 4A
Pengukuran antropometri 1 2 3 4A
Pengukuran suhu 1 2 3 4A
Tes fungsi paru 1 2 3 4A
Ultrasound kranial 1 2 3 4A
Pungsi lumbal 1 2 3 4A
Ekokardiografi 1 2 3 4A
Tes Rumple Leed 1 2 3 4A
Terapeutik
Tatalaksana BBLR (KMC incubator) 1 2 3 4A
Tatalaksana bayi baru lahir dengan infeksi 1 2 3 4A
Peresepan makanan untuk bayi yang mudah dipahami
ibu 1 2 3 4A
Tatalaksana gizi buruk 1 2 3 4A
Pungsi vena pada anak 1 2 3 4A
Insersi kanula (vena perifer) pada anak 1 2 3 4A
Insersi kanula (vena sentral) pada anak 1 2 3 4A
Intubasi pada anak 1 2 3 4A
Pemasangan pipa orofaring 1 2 3 4A
Kateterisasi jantung 1 2 3 4A
Vena seksi 1 2 3 4A
Kanulasi intraoseus 1 2 3 4A
Resusitasi
Tatalaksana anak dengan tersedak 1 2 3 4A
Tatalaksana jalan nafas 1 2 3 4A
Cara pemberian oksigen 1 2 3 4A
Tatalaksana anak dengan kondisi tidak sadar 1 2 3 4A
Tatalaksana pemberian infus pada anak syok 1 2 3 4A
Tatalaksana pemberian cairan glukosa IV 1 2 3 4A
Tatalaksana dehidrasi berat pada kegawatdaruratan
setelah penatalaksanaan syok 1 2 3 4A
15
BAB V
RENCANA KERJA DAN TUGAS DOKTER
MUDA
16
f. Membuat rekaman ECG – minimal 2
17
instruksi dokter ruangan dan supervisi ruangan
4. Para dokter muda boleh melakukan prosedur-prosedur tertentu terutamaatas
perintah dan dibawah tanggung jawab / pengawasan dokter pembimbing
5. Para dokter muda tidak diperbolehkan memeriksa sendiri penderita poliklinik
dan penderita konsul dari kamar teman atau bagian lain kecuali atas perintah dan
tanggungjawab dari dokter pembimbing / dokter jaga di SMF Anak
6. Para dokter muda tidak diperkenankan memberi pengobatan / tindakan atas
inisiatif sendiri, memulangkan penderita dan menjawab konsultasi
7. Setiap dokter muda wajib mengisi daftar hadir pagi hari dan siang hari di
sekretariat SMF Anak
8. Setiap dokter muda wajib bertugas di ruang-ruang yang telah ditunjuk di SMF /
bagianilmu kesehatan anak yang telah ditentukan sebelumnya.
Jaga
a. Jadwal jaga diatur secara bergilir oleh ketua grup (kapten).
b. Tugas jaga pada hari kerja (senin-sabtu) dimulai pada jam 14.00- 07.00
WIB hariberikutnya.
c. Khusus hari minggu atau hari libur, tugas jaga dibagi menjadi 2 shift, shift 1
mulai jam 07.00 – 19.00 dan shift 2 mulai jam 19.00 – 07.00 hari berikutnya.
d. Setiap jaga harus mengisi buku abensi datang dan pulang pada buku laporan jaga.
e. Dokter muda ruangan harus melaporkan keadaan semua pasien diruangannya
kepadadokter muda jaga terutama pasien yang memerlukan pengawasan ketat.
f. Selama dinas jaga dokter muda tidak diperkenankan meninggalkan ruangan
tanpaseijin dokter jaga.
g. Semua pasien yang masuk rumah sakit selama waktu jaga, harus dibuatkan
statuspasien dan status dibuku laporan jaga dalam 1 X 24 jam.
h. Setiap hari dokter muda jaga dan dokter muda ruangan wajib mengikuti acara
laporan jaga untuk melaporkan pasien yang masuk rumah sakit (MRS) dan yang
meninggal dunia pada waktu dinas jaga.
i. Dokter muda tidak diperkenankan melakukan terapi dan tindakan medis lain
selama dinas jaga tanpa sepengetahuan dan seijin dokter jaga.
j. Bila dokter muda melakukan usulan terapi harus dikonsultasikan terlebih dahulu
kepada dokter jaga.
k. Setelah selesai dinas jaga malam dan membuat status pasien, dokter muda berhak
meminta tanda tangan di log book paling lambat 2 X 24 jam. Bila melebihi
waktuyang ditentukan maka dianggap tidak melakukan tugas.
Akademik
1. Laporan jaga :
2. Merupakan kegiatan dokter muda yang dilakukan pada hari berikutnya setelah
18
menyelesaikan tugas jaga untuk membahas kasus – kasus tertentu sesuai dengan
penugasan oleh dokter jaga. Kasus-kasus tertentu: 10 penyakit terbanyak, penyakit
langka atau death case yang ditemui pada pasien yang masuk rumah sakit/MRS
pada hari sebelumnya.
3. Presentasi Kasus (individual/ kelompok)
4. Merupakan kegiatan penyampaian/ presentasi kasus tertentu oleh dokter muda yang
dilakukan oleh individu maupun kelompok sesuai dengan penugasan oleh dokter
pembimbing.
5. Penyuluhan pada pasien/ keluarga
6. Merupakan kegiatan dokter muda untuk menyampaikan materi/ penyuluhan yang
dilakukan pada pasien atau keluarga yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok sesuai dengan penugasan oleh dokter pembimbing
5.3 Bimbingan
Akademik dan pelayanan kesehatan oleh dokter pembimbing.
Kegiatan Pembimbing :
1. Menerangkan cara-cara bekerja di ruangan Mendemonstrasikan cara-cara
pemeriksaan penderitaMelakukan bed side teaching
2. Membimbing para dokter muda memeriksa penderita di ruangan
Membimbingdokter muda dalam membuat status penderita
3. Membimbing diskusi kelompok pada dokter muda mengenai kasus yang
telahdiperiksa
4. Mendemonstrasikan penyakit-penyakit yang sering ditemukan yang belum
sempatdilakukan diskusi kelompok
19
BAB VI.
JADWAL KEGIATAN PENDIDIKAN
Pembimbing 1 : dr.Meiliza Madona, Sp.A
Pembimbing 2 : dr. Chasan Ismail, dr., Sp. A., M. Ked. Klin
07.30 – 08.00 Poli Anak Lapor Kepada Ka. SMF dr.Meiliza Madona,
08.00 – 09.00 Ruang Neonatus Pembukaan dan Perkenalan Sp.A
09.00 – 10.00 Ruang IRNA Orientasi dr. Chasan Ismail,.,
SENIN 10.00 – 12.30 Penjelasan Tata tertib dan Sp. A., M. Ked.Klin
12.30 – 13.00 jaga, pembagian kelompok
13.00 – 14.00 serta penjelasan diskusi
20
13.00 – 14.00 Dokter (Sp. A) Jaga
Tentiran
07.00 – 07.30 Poli, Ruangan Visite bersama
II 07.30 – 12.30 (Neonates, IRNA ) Dokter DPJP
ISHOMA Laporan Jaga (Morning
SELASA Report) dr. Chasan Ismail, dr.,
12.30 – 13.00 Sp. A., M. Ked. Klin
13.00 – 14.00 Bed Side Teaching
21
13.00 – 14.00 Laporan Jaga (Morning
Report) Dokter (Sp. A) Jaga
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 10.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
JUMAT (Neonates, IRNA ) Laporan Jaga (Morning
ISHOMA Report) dr. Chasan Ismail,
10.30 – 11.00 Journal Reading Sp. A., M. Ked. Klin
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 11.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
SABTU
ISHOMA
11.30 – 12.00
12.00 – 13.00
22
MINGGU HARI JAM TEMPAT MATERI PEMBIMBING
23
ISHOMA
12.30 – 13.00 Bed Side Teaching
13.00 – 14.00 Laporan Jaga (Morning dr. Chasan Ismail, dr.,
Report ) Sp. A., M. Ked. Klin
07.00 – 07.30 Apel pagi
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Visite bersama Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
ISHOMA
KAMIS 12.30 – 13.00
13.00 – 14.00 Presentasi Referat dr.Meiliza Madona,
Laporan Jaga Sp.A
24
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 11.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
SABTU (Neonates,
11.30 – 12.00 IRNA )
12.00 – 13.00 ISHOMA
07.00 – 07.30
07.30 – 12.30
Ruang Kordik
SENIN Ujian OSCE Semua Pembimbing Ikut
Menguji
12.30 – 13.00
13.00 – 14.00
07.00 – 07.30
07.30 – 12.30 Ruangan (Neonates,
IRNA )
SELASA Ujian Pasien / Semua Pembimbing Ikut
Wawancara Menguji
12.30 – 13.00
13.00 – 14.00
07.00 – 07.30
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan
RABU (Neonates, IRNA ) Ujian Pasien / Semua Pembimbing Ikut
12.30 – 13.00 Wawancara Menguji
VIII 13.00 – 14.00
07.00 – 07.30
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan
KAMIS (Neonates, IRNA ) Ujian Pasien / Semua Pembimbing Ikut
12.30 – 13.00 Wawancara Menguji
13.00 – 14.00
07.00 – 07.30
07.30 – 10.30 Poli, Ruangan
JUMAT (Neonates, IRNA ) Ujian Pasien / Semua Pembimbing Ikut
Wawancara Menguji
10.30 – 11.00
07.00 – 07.30
07.30 – 11.30 Poli, Ruangan
(Neonates, IRNA ) Diskusi Akhir;
SABTU Ka. SMF
Pengesahan Log Book
11.30 – 12.00
12.00 – 13.00
25
BAB VII
EVALUASI
7.1 Syarat
1. Telah memenuhi kewajiban administrasiTelah memenuhi kewajiban Pendidikan
2. Tidak sedang menjalani sanksi karena melanggar tata tertib Telah melunasi
administrasi keuangan antara lain :
Biaya PendidikanBiaya Ujian
Biaya pengganti cetak buku petunjuk Pendidikan
7.2 Sistem
Evaluasi Didasarkan Atas Unsur-Unsur Evaluasi Yaitu :
a. KOGNITIF
(pengetahuan dan cara-cara memanfaatkan pengetahuan) = 40 % Pemahaman
tentang konsp ilmiah, metode ilmiah dan terminologi ilmiah Pemahaman aplikasi
metode ilmiah dalam praktek (Proses Klinik)
Mengetahui cara mengumpulkan data, analisis data, sinteis data bedasarkan
kriteria diagnosis, menentukan masalah kesehatan penderita, membuat diagnosis
banding (hipotesis), merencakanan prosedur penegakan diagnosis, merencanakan
tatalaksana penderita, merencanakan monitoringdanedukasi kepada penderita dan
keluarganya Pengetahuan tetang cara berkomunikasi yang etisdan efektif
kepada penderita dankeluarganya
Pengetahuan tentang cara-cara melakukan konsultasi kepada pikak yang
kompeten.
b. PSIKOMOTORIK
(Keterampilan untuk melakukan pemeriksaan fisik) = 40% Keterampilan
berkomunikasi (anamnesis) yang efektif kepada penderita dan pihakterkait
Keterampilan dalam pemeriksan fisik dasar :Inspeksi, palpasi, auskultasi dan
perkusi Keterampilan dalam menggunakan alat-alat kedokteran dasar di bagian /
SMF
c. PERILAKU (afektif) = 10 %
Kemampuan AfektifPribadi : Kemampuan dan mengetahui keterbagasan pribadi,
bertindak hanya dalam lingkup kompetensinya, mengetahui dan mengakui
kesalahan/kealpaan, mau mengkomunikasikan masalah dengan orang yang lebih
kompeten, menghargai perbedaan, bertanggung jawab atas tugas yang di
embannya.
Mengembangkan hubungan yang serasi dengan sejawat, penderita serta tenaga
kesehatan lainnya
Menghormati penderita, sejawat serta tenaga kesehatan yang terkait (perawat, staf
26
administrasi, dll)
Karya Tulis Ilmiah yang dibuat oleh Dokter Muda = 5 %
Tugas-tugas Akademik yang diberikan oleh SMF = 5 %
Prosentasepoint1 s/d 3 dapat berubah tergantung masing-masing bagian / SMF
7.3 Penilaian
Penilaian dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai pencapaian tujuan-
tujuanyang dirumuskan dalam kurikulum.
Penilaian terdiri dari :
a. Nilai harian, meliputi:
Pembuatan rekam medik pasien (status) dan follow up nya (SOAP),
melakukantindakan dibawah bimbingan, sikap, perilaku, kehadiran dan
disiplin serta kerjasama Nilai akademik
b. Laporan kasus Ujian LaboratoriumReferat
c. Ujian lisan
d. Ujian Pasien / Wawancara
e. Attitude : Sebagai pertimbangan nilai dalam kelulusan.Sebagai
pertimbangan dalam kelulusan / yudisium.
7.4 Rumus Nilai Akhir
27
HURUF ANGKA KELULUSAN PREDIKAT KETERANGAN
A > 75,00 LULUS ISTIMEWA -
AB 70 – 74,99 LULUS AMAT BAIK -
B 65 – 69.99 LULUS BAIK -
BC 60 – 64.99 TIDAK LULUS CUKUP Mengulang ujian saja
Catatan :
Bagi Dokter Muda yang mengulang, nilai yang diambila adalah nilai yangterbaik /
tertinggi
Bagi Dokter Muda yang selama ini nilainya Bagi masih BC ( 60– 64,99) maka
dinyatakan belum lulus dan di wajibkan mengulang.
28
LEMBAR PENILAIAN
Keterangan Jumlah:
Sesuai system standar penilaian pendidikan klinik FK UWKS yaitu PAP 7 tingkat
LULUS TIDAK LULUS
A AB B BC C D E
70,00 – 65,00 – 69,99 60,00 – 64,99 55,00 – 59,99 40,00 – 54,99 < 0 – 39,99
75,00 74,99
Penilai Pendamping Penilai
29
LEMBAR
PENILAIAN
UJIAN DOKTER MUDA FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS WIJAYA
KUSUMASURABAYA RSUD KABUPATEN KEDIRI
Skala
No Aspek Penilaian Kriteria Penilaian Jumlah
0 1 2 3
Menyampaikan Inform Concent
Menyiapkan alat dan bahan
Fase Menjelaskan tujuan dan
Persiapan Prosedurtindakan
X
Mencuci tangan
1
P (mengawalitindakan)
S Menjaga privacy
I Melibatkan pasien / keluarga
1 K Komunikasi terapeutik
O Fase Penggunaan alat efisien
M Kerja Penerapan prinsip
O kerjabersih/steril X
T Tindakan sistematik dan 2
O waktuefektif
R Merapikan pasien
Fase Cuci tangan (mengakhiri tindakan) X
Terminasi Melakukan evaluasi 1
Menjelaskan rencana tindak lanjut
Kemampuan menerima
pendapatorang lain
Kemampuan
mengendalikanEmosi
2 AFEKTIF
Kejujuran
X
mengemukakanpendapat
2
Memperhatikan saat
Dosenmemberi masukan
TOTAL NILAI
Keterangan Skala:
0 = Tidak melakukan/melaksanakan suatu tindakan yang dinilai
1= Telah melakukan/melaksanakan suatu tindakan namun dinilai masih kurang lengkap/sempurna2
=Telah melakukan/melaksanakan suatu tindakan dan dinilai cukup lengkap/sempurna
3 =Telah melakukan/melaksanakan suatu tindakan dan dinilai sangat lengkap/sempurna
Keterangan Jumlah:
Sesuai system standar penilaian pendidikan klinik FK UWKS yaitu PAP 7 tingkat
LULUS TIDAK LULUS
A AB B BC C D E
75,00 70,00 – 74,99 65,00 – 69,99 60,00 – 64,99 55,00 – 59,99 40,00 – 54,99 < 0 – 39,99
30
LEMBARAN EVALUASI
UJIAN DOKTER MUDA FAKULTAS
KEDOKTERANUNIVERSITAS
WIJAYA KUSUMA SURABAYA
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN
KEDIRISMF :
PENILAIAN UJIAN
Nilai Hasil
No. Yang di Nilai Bobo (Bobot x
(Rerata Nilai)
t Nilai)
1 Tugas Harian 1
3 Skills / Psikomotor 1
4 Post Tes 1
JUMLA 6
H
Keterangan :
LULUS
TIDAK LULUS, mengulang 1 minggu
TIDAK LULUS, mengulang 2 minggu
TIDAK LULUS, mengulang 1/2 kepaniteraan
A AB B BC C D E
75,00 70,00 – 74,99 65,00 – 69,99 60,00 – 64,99 55,00 – 59,99 40,00 – 54,99 < 0 – 39,99
MENGETAHUI
KETUA TIM KOORDINASI PENDIDIKAN
RSUD KABUPATEN KEDIRI
31
ACUAN KEPUSTAKAAN
32
LAMPIRAN PEDOMAN DIAGNOSIS DANTERAPI
INFLUENZA
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Influenza, sering dikenal dengan flu adalah penyakit menular disebabkan oleh
virusRNA
yaitu virus influenza A, B dan lebih jarang C. Virus influenza terus
mengalamiperubahan,
sehingga dalam beberapa waktu akan mengakibatkan wabah (pandemik) yang parah.
Virus
ini menyerang saluran napas atas dan paru-paru.
Faktor Risiko
1. Daya tahan tubuh menurun.
2. Kepadatan hunian dan kepadatan penduduk yang tinggi.
3. Perubahan musim/cuaca.
33
keluhaninfluenza harus didiagnosis secara klinis. Pasien disarankan kembali
untuk tindak lanjut jika keluhan yang dialami bertambah buruk atau tidak
adaperbaikan dalam waktu 72 jam.
Diagnosis Banding
1. Faringitis
2. Tonsilitis
3. Laringitis
Komplikasi
1. Infeksi sekunder oleh bakteri
2. Pneumonia
Rujukan
Bila didapatkan tanda-tanda pneumonia (panas tidak turun 5 hari disertai
batukpurulen dan sesak napas)
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam
Sarana Prasarana
-
Referensi
o Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L.et al. Harrisson‟s:
Principleof Internal Medicine. 17thed. New York: McGraw-Hill Companies.
34
2009. p: 1006 - 1020.
o WHO. Pedoman Interim WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
SaluranPernapasan Atas yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2007.
PERTUSIS
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Pertusis adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang sangat menular
ditandai dengan suatu sindrom yang berupa batuk yang bersifat spasmodik dan
paroksismal disertai nada yang meninggi karena penderita berupaya keras untuk
menarik nafas sehingga pada akhir batuk sering disertai bunyi yang khas
(whoop).
Faktor Risiko
a. Siapa saja dapat terkena pertusis.
b. Orang yang tinggal di rumah yang sama dengan penderita pertusis.
c. Imunisasi amat mengurangi risiko terinfeksi, tetapi infeksi kembali dapat terjadi.
Pemeriksaan Fisik
Tanda
Patognomonis
1. Batuk berat yang berlangsung lama
2. Batuk disertai bunyi „whoop‟
3. Muntah
4. Sianosis
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan apus darah tepi, ditemukan leukosistosis dan limfositosis relatif
2. Kultur
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
35
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Kriteria :
Terdeteksinya Bordatella pertusis dari spesimen nasofaring
Kultur swab nasofaring ditemukan Bordatella pertusis
Komplikasi
a. Pneumonia
b. Encephalitis
c. Malnutrisi
Penatalaksanaan
1. Pemberian makanan yang mudah ditelan, bila pemberian muntah
sebaiknyaberikan cairan elektrolit secara parenteral.
2. Pemberian jalan nafas.
3. Oksigen
4. Pemberian farmakoterapi:
i. Antibiotik: Eritromisin 30 – 50 mg/kgBB 4 x sehari
ii. Antitusif: Kodein 0,5 mg/tahun/kali dan
iii. Salbutamol dengan dosis 0,3-0,5 mg perkg BB/hari 3x sehari.
Kriteria Rujukan: -
Sarana Prasarana
Tabung dan selang/sungkup oksigen
Cairan elektrolit parenteral
Obat-obatan: Eritromisin, Kodein dan Salbutamol
Prognosis
Prognosis umumnya bonam, namun dapat terjadi berulang (dubia ad
bonam)Sanationam: Dubia ad bonam.
Referensi
Adam, G.L. Boies L.R. Higler. Boies.Buku Ajar Penyakit THT. Ed. ke-
6.Jakarta: EGC. 1997.
Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed. Ke-8.
McGraw-Hill. 2003.
ASMA BRONKIAL
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Asma bronkial adalah gangguan inflamasikronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel inflamasi dan mediator. Inflamasikronik menyebabkan peningkatan
36
hiperesponsif jalan napas terhadap bermacam-macam stimulus dan penyempitan
jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
napas,dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan atau dini hari.
Derajat penyempitan bervariasi yang dapat membaik secara spontan dengan
pengobatan.
Faktor Risiko
Faktor Pejamu
Ada riwayatatopipadapenderitaataukeluarganya,hipersensitifsaluran napas,
jeniskelamin, ras atau etnik.
Faktor Lingkungan
1. Bahan-bahan di dalam ruangan: tungau, debu rumah, binatang, kecoa.
2. Bahan-bahan di luar ruangan: tepung sari bunga, jamur.
3. Makanan-makanan tertentu: bahan pengawet, penyedap dan
pewarnamakanan.
4. Obat-obatan tertentu.
5. Iritan: parfum, bau-bauan merangsang.
6. Ekspresi emosi yang berlebihan.
7. Asap rokok.
8. Polusi udara dari luar dandalamruangan.
9. Infeksisalurannapas.
10. Exercise-inducedasthma (asma kambuh ketika melakukan aktivitas
fisiktertentu).
11. Perubahan cuaca.
Pemeriksaan Fisik
Tanda
Patognomonis
Sesak napas.
Mengi pada auskultasi.
Pada serangan berat digunakan otot bantu napas (retraksi
supraklavikula,interkostal, dan epigastrium).
Faktor Predisposisi
Riwayat bronchitis atau pneumoni yang berulang
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah (eosinofil dalam darah)
37
Diagnosis Banding
Obstruksi jalan napas.
Bronkitis kronik.
Bronkiektasis.
Penatalaksanaan Komprehensif
(Plan)Penatalaksanaan
Pasien disarankan untuk mengidentifikasi serta mengendalikan
faktorpencetusnya.
Perlu dilakukan perencanaan dan pemberian pengobatan jangka panjang serta
menetapkan pengobatan pada serangan akut.
Penatalaksanaan asma berdasarkan beratnya keluhan
Komplikasi
Pneumotoraks.
Pneumomediastinum.
Gagalnapas.
Asma resisten terhadap steroid.
Kriteria rujukan
a. Bila sering terjadi eksaserbasi.
b. Pada serangan asma akut sedang dan berat.
c. Asma dengan komplikasi.
Catatan
Persiapan dalam melakukan rujukan bagi pasien asma, yaitu:
a. Terdapat oksigen.
b. Pemberian steroid sistemik injeksi atau inhalasi disamping
pemberianbronkodilator kerja cepat inhalasi.
c. Pasien harus didampingi oleh dokter/tenaga kesehatan terlatih selama
perjalananmenuju ke pelayanan sekunder.
Sarana Prasarana
Tabung oksigen
Peak flow rate meter
Nebulizer
38
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam
Referensi
Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L.et al. Harrisson‟s: Principle
ofInternal
Medicine. 17thed. New York: McGraw-Hill Companies. 2009.
BRONKITIS AKUT
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru).
Radang dapat berupa hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang
minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut
pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain. Penyakit ini biasanya
bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna, namun pada penderita
yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-
paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi
dari polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status
sosial.
Bronkhitis akut adalah peradangan pada bronkus yang disebabkan oleh infeksi
saluran napas yang ditandai dengan batuk (berdahak maupun tidak berdahak) dan
berlangsung hingga 3 minggu.
Bronkitis akut dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: infeksi virus, yang paling
umum influenza A dan B, parainfluenza, RSV, adenovirus, rhinovirus dan
coronavirus; infeksi bakteri, seperti yang disebabkan oleh Mycoplasma spesies,
Chlamydia pneumoniae,Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis, dan
Haemophilus influenzae; rokok dan asap rokok; paparan terhadap iritasi, seperti
polusi, bahan kimia, dan asap tembakau, juga dapat menyebabkan iritasi bronkial
akut; bahan-bahan yang mengeluarkan polusi; penyakit gastrofaringeal refluk-suatu
kondisi di mana asam lambung naik kembali ke saluran makan
(kerongkongan); pekerja yang terekspos dengan debu atau asap. Bronkitis akut
dapat dijumpai pada semua umur, namun paling sering didiagnosis pada anak-
anak mudadari 5 tahun, sedangkan bronkitis kronis lebih umum pada orang tua dari
50 tahun.
Keluhan Batuk (berdahak maupun tidak berdahak) selama 2-3 minggu. Dahak dapat
berwarna jernih, putih, kekuning-kuningan atau kehijauan. Keluhan disertai demam
(biasanya ringan), rasa berat dan tidak nyaman di dada.
Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya batuk tidak
berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau
kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau.
Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi
demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu.
Sesak nafas dan rasa berat bernapas terjadi jika saluran udara tersumbat, sering
39
ditemukan bunyi nafas mengi atau “ngik”, terutama setelah batuk. Bila iritasi
saluranterjadi, maka dapat terjadi batuk darah. Bronkitis bisa menjadi pneumonia.
Riwayat penyakit biasanya ditandai batuk-batuk setiap hari disertai pengeluaran
dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun, dan paling sedikit
selama 2 tahun.
Faktor Risiko:-
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sputum dengan pengecatan Gram akan banyak didapat leukosit
PMN dan mungkin pula bakteri.
Foto thoraks pada bronkitis kronis memperlihatkan tubular shadow berupa
bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apex paru dan
corakan paru yang bertambah.
Tes fungsi paru dapat memperlihatkan obstruksi jalan napas yang reversibel
dengan menggunakan bronkodilator.
Diagnosis Banding
Epiglotitis, yaitu suatu infeksi pada epiglotis, yang bisa menyebabkan
penyumbatan saluran pernafasan.
Bronkiolitis, yaitu suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang
merupakan percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan
oleh infeksi virus.
Influenza, yaitu penyakit menular yang menyerang saluran napas, dan sering
menjadi wabah yang diperoleh dari menghirup virus influenza.
Sinusitis, yaitu radang sinus paranasal yaitu rongga-rongga yang terletak
disampig kanan kiri dan diatas hidung.
Faringitis, yaitu suatu peradangan pada tenggorokan (faring) yang disebabkan
oleh virus atau bakteri.
Asma, yaitu suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran
pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi)
dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas
yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas.
Komplikasi
Bronkopneumoni.
Pneumonia.
Pleuritis.
Penyakit-penyakit lain yang diperberat seperti:jantung.
Penyakit jantung rematik.
Hipertensi.
40
Bronkiektasis
Kriteria Rujukan
Pada pasien dengan keadaan umum buruk, perlu dirujuk ke rumah sakit
yangmemadai untuk monitor secara intensif dan konsultasi ke spesialis
terkait.
Sarana Prasarana
• Oksigen
41
• Obat-obatan: Antipiretik, Antibiotik, Antitusif, Ekspektoran,
Bronkodilator,Antiinflamasi.
Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad bonam, namun akan menjadi bonam bila pasien cepat
berkonsultasi ke dokter, melakukan tindakan konservatif yang disarankan dan
meminum obat yang diberikan dokter.
Prognosis jangka panjang maupun jangka pendek bergantung pada umur dan gejala
klinik waktu berobat.
Referensi
• Carolin. Elizabeth, J.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2002.
• Danusantoso. Halim.Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: EGC.1998.
• Harrison: Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13.Volume ketiga.
Jakarta.2003.
• Nastiti, N. Rahajoe.Supriyanto, B. Bronkitis Akut dalam Buku Ajar
RespirologiAnak. Edisi Pertama, cetakan kedua. 2010. Hal: 337.
• Snell. Richard S. Anatomi Klinik Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006.
• Soeparman. Waspadji, S.Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Penerbit
FKUI.1998.
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Pneumonia adalah suatu peradangan/ inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, sertamenimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
dimaksud di sini tidak termasuk dengan pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacteriumtuberculosis.
Keluhan
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan:
batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah
sesak napas
demam tinggi
nyeri dada
Faktor Risiko
Umur, lebih rentan pada usia >65 tahun.
Infeksi saluran napas atas yang tidak ditangani.
Merokok.
Penyakit penyerta: DM, PPOK, gangguan neurologis, gangguan kardiovaskuler.
Terpajan polutan/ bahan kimia berbahaya.
Tirah baring lama.
Imunodefisiensi, dapat disebabkan oleh penggunaan steroid jangka panjang,
malnutrisi, HIV.
42
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
Pasien tampak sakit berat, kadang disertai sianosis
Suhu tubuh meningkat dan nadi cepat.
Respirasi meningkat tipe cepat dan dangkal.
Sianosis.
Nafas cuping hidung.
Retraksi interkostalis disertai tanda pada paru, yaitu:
a. Inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas.
b. Palpasi fremitus dapat meningkat,
c. Perkusi redup,
d. Auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang
mungkin
e. disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar
padastadium
f. resolusi.
Pemeriksaan Penunjang
Thorax foto PA terlihat perselubungan pada daerah yang terkena.
Laboratorium
Leukositosis (10.000-15.000/mm3) dengan hitung jenis pergeseran ke
kiri(neutrofil
batang tinggi). Leukosit <3.000/mm3, prognosisnya buruk.
Analisa sputum adanya jumlah leukosit bermakna.
Gram Sputum.
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
UntukDiagnosis
defenitif dilakukan pemeriksaan penunjang.
Klasifikasi
Berdasarkan klinis dan epideologis, pneumonia dibedakan menjadi:
1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
2. Pneumonia nasokomial (hospital-acqiured pneumonia /
nosocomialpneumonia)
3. Pneumonia aspirasi
4. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Berdasarkan bakteri penyebab
1. Pneumonia bakterial / tipikal.
2. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia.
3. Pneumonia virus.
4. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder.
Berdasarkan predileksi infeksi
o Pneumonia lobaris.
o Bronkopneumonia.
o Pneumonia interstisial
Diagnosis Banding
43
a. Bronkitis Akut
b. Pleuritis eksudatif karena TB
Komplikasi
Efusi pleura.
Empiema.
Abses paru
Pneumotoraks
Gagal napas.
Sepsis.
Kriteria Rujukan
Kriteria CURB (Conciousness, kadar Ureum, Respiratory rate>30 x/m,Blood
pressure:Sistolik <90 mmHg dan diastolik <60 mmHg; masing masing bila
adakelainan bernilai 1). Dirujuk bila total nilai 2.
Untuk anak, kriteria rujukan memakai Manajemen Terpadu pada Balita
Sakit(MTBS).
Sarana Prasarana
44
Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.
Radiologi.
Prognosis
Prognosis umumnya bonam, namun tergantung dari faktor penderita,
bakteripenyebab dan
penggunaan antibiotik yang tepat dan adekuat
Referensi
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman
Diagnosisdan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 2003.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial.
PedomanDiagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 2005
Tingkat Kemampuan: 4A
Masalah Kesehatan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.Indonesia merupakan negara yang
termasuk sebagai 5 besar dari 22 negara di dunia dengan beban TB. Kontribusi TB
diIndonesia sebesar 5,8%. Saat ini timbul kedaruratan baru dalam penanggulangan
TB,yaitu TB Resisten Obat (Multi Drug Resistance/ MDR).
Pemeriksaan Fisik
Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali),
respirasimeningkat,
berat badan menurun (BMI pada umumnya <18,5).
Pada auskultasi terdengar suara napas bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara
napasmelemah
di apex paru, tergantung luas lesi dan kondisi pasien.
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
1. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/
BTA)ataukultur kuman dari
specimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu. Untuk TB non paru,
specimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal,
cairanpleura ataupun biopsi jaringan.
2. Tes tuberkulin (Mantoux test). Pemeriksaan ini merupakan penunjang
utama untuk membantu menegakkan Diagnosis TB pada anak.
Pembacaanhasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara Mantoux
(intrakutan) dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengukur
45
diameter transversal. Uji tuberkulin dinyatakan positif yaitu:
1. Pada kelompok anak dengan imunokompeten termasuk anak
denganriwayat imunisasi BCG diameter indurasinya > 10 mm.
2. Pada kelompok anak dengan imunokompromais (HIV, gizi
buruk,keganasan dan lainnya) diameter indurasinya > 5mm.
3. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak awan
dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk
tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas
(bayanganberupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura),
efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis pasti TB
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan International Standards for Tuberculosis Care (ISTC)
46
jelas keluarga,
BTA (-)
atau BTA
tidak
jelas/tidak
tahu
Uji tuberkulin (-) (+) (≥10mm, atau
(Mantoux) ≥5mm pada
keadaan
imunokompromais)
Berat badan/ BB/TB Klinis gizi
keadaan gizi <90% atau buruk atau
BB/U < BB/TB
80% <70% atau
BB/U
<60%
Demam yang ≥2 minggu
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik ≥3 minggu
Pembesaran ≥1 cm,
kelenjar limfe lebih dari 1
kolli, aksila, KGB, tidak
inguinal nyeri
Pembengkakan Ada
tulang/sendi pembeng-
panggul, lutut, kakan
falang
Foto toraks Normal Gambaran
kelainan sugestif TB
tidak
jelas
Total Skor
Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih. Namun
demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji tuberkulinnya
positif namun tidak didapatkan gejala, maka anak cukup diberikan profilaksis INH
terutama anak balita
Catatan:
a. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.
b. Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak membaik
setelahdiberikan
pengobatan sesuai baku terapi di Puskesmas
c. Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar hilus
atauparatrakeal
dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier,
klasifikasidengan infiltrat, tuberkuloma
d. Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCG harus
dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
e. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan,maka pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih
lanjut.
Komplikasi
f. Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis,
47
pneumotoraks,gagal napas.
g. TB ekstraparu: pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe.
h. Kor Pulmonal
48
diberikan,Respon hasil mikrobiologi
Kondisi fisik
pasienEfek
samping obat
1. Di daerah prevalensi infeksi HIV tinggi, infeksi Tuberkulosis –
HIV sering bersamaan konsultasi dan tes HIV diindikasikan sebagai bagian
dari tatalaksana rutin.
2. Semua pasien dengan infeksi Tuberkulosis-HIV harus
dievaluasi untuk:
Menentukan indikasi ARV pada tuberkulosis.
Inisasi terapi tuberkulosis tidak boleh ditunda.
Pasien infeksi tuberkulosis-HIV harus diterapi Kotrimoksazol apabila CD 4
<200.
Selama terapi : evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.
Kriteria rujukan
TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid) seperti TB pada
orang dengan HIV, TB dengan penyakit metabolik, TB anak, perlu dirujuk ke
layanan sekunder. Pasien TB yang telah mendapat advis dari layanan
spesialistikdapat melanjutkan pengobatan di fasilitas pelayanan primer.
Suspek TB-MDR harus dirujuk ke layanan sekunder.
Prognosis
Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan
ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi kurang baik.
49
pemeriksaan apusan dahak ulang (follow up), hasilnya negatif pada AP dan satu
pemeriksaan sebelumnya.
Meninggal : pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
Putus berobat (default) : pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut – turut atau
lebih sebelumnya masa pengobatnnya selesai.
Gagal : pasie yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan ke lima atau selama pengobatan.
Pindah (transfer out) : pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan
(register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui
Sarana Prasarana
1. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum darah rutin
2. Mantoux test
3. Obat-obat anti tuberculosis
4. Radiologi
Referensi
a. Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L. et al.Mycobacterial
disease: Tuberculosis. Harrisson‟s: Principle of Internal Medicine. 17th Ed.
NewYork: McGrawHill Companies. 2009: hal. 1006 - 1020.
b. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jenderal
PengendalianPenyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011.
c. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. International Standards for
Tuberculosis Care (ISTC). 2ndEd. Tuberculosis Coalition for Technical
Assistance. The Hague. 2009.
d. Zulkifli, A. Asril, B. Tuberkulosis paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.5.
Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009: hal. 2230 – 2239.
GASTRITIS
No ICPC II: D07 Dyspepsia/indigestion
No ICD X: K29.7 Gastritis, unspecified
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Gastritis adalah proses inflamasi/peradangan pada lapisan mukosa dan submukosa
lambung
sebagai mekanisme proteksi mukosa apabila terdapat akumulasi bakteri atau
bahaniritan lain.
Proses inflamasi dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
Keluhan Pasien datang ke dokter karena rasa nyeri dan panas seperti terbakar pada
perut bagian atas. Keluhan mereda atau memburuk bila diikuti dengan makan,
mual,muntah dan kembung.
50
Faktor Risiko
1. Pola makan yang tidak baik: waktu makan terlambat, jenis makanan pedas,
porsimakan yang besar.
2. Sering minum kopi dan teh.
3. Infeksi bakteri atau parasit.
4. Pengunaan obat analgetik dan steroid.
5. Usia lanjut.
6. Alkoholisme.
7. Stress.
8. Penyakit lainnya, seperti: penyakit refluks empedu, penyakit
autoimun,HIV/AIDS, Chron disease.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis dengan melakukan pemeriksaan:
Darah rutin.
Untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori: pemeriksaan breathe test
danfeses.
Rontgen dengan barium enema.
Endoskopi.
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.Untuk Diagnosis definitif dilakukan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding
a. Kolesistitis
b. Kolelitiasis
c. Chron disease
d. Kanker lambung
e. Gastroenterit
isf.Limfoma
g. Ulkus peptikum
h. Sarkoidosis
i. GERD
Komplikasi
Pendarahan saluran cerna bagian atas.
Ulkus peptikum.
Perforasi lambung.
Anemia.
Penatalaksanaan
Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu terjadinya
51
keluhan, antara lain dengan makan tepat waktu, makan sering dengan porsi
kecil dan hindari dari makanan yang meningkatkan asam lambung atau perut
kembung seperti kopi, teh, makanan pedas dan kol.
Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain: H2 Bloker 2x/hari (Ranitidin
150 mg/kali, Famotidin 20 mg/kali, Simetidin 400-800 mg/kali), PPI 2x/hari
(Omeprazole 20 mg/kali,mg/kali, Lansoprazole 30 mg/kali), serta Antasida
dosis3 x 500-1000 mg/hr.
Kriteria rujukan
Bila 5 hari pengobatan belum ada perbaikan.
Terjadi komplikasi.
Terjadi alarm symptoms seperti perdarahan, berat badan menurun 10% dalam
6bulan dan mual muntah berlebihan.
Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya
komplikasi, dan pengobatannya. Umumnya prognosis gastritis adalah bonam,
namundapat terjadi berulang bila pola hidup tidak berubah.
Sarana Prasarana
Laboratorium untuk pemeriksaan Gram.
Referensi
Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. eds. Buku ajar
ilmupenyakit
dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
DalamFKUI.
2006.
GASTROENTERITIS
(TERMASUK DISENTRI, KOLERA DAN
GIARDIASIS)
No. ICPC II: D73 Gastroenteritis presumed infection
No. ICD X: A09 Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infection origin
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus yang
ditandai dengan diare, yaitu buang air besar lembek atau cair, dapat bercampur
darah atau lender, dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam, dan
disertai dengan muntah, demam, rasa tidak enak di perut dan menurunnya nafsu
makan. Apabila diare > 30 hari disebut kronis. Gastroenteritis lebih sering terjadi
pada anak- anak karena daya tahan tubuh yang belum optimal. Hal ini biasanya
terjadi berhubungan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah yang
terkait dengan perilaku kesehatan yang kurang. Penyebab gastroenteritis antara lain
infeksi, malabsorbsi, keracunan atau alergi makanan dan psikologis penderita.
Infeksi yang menyebabkan GE akibat Entamoeba histolytica disebut disentri, bila
disebabkan oleh Giardia lamblia disebut giardiasis, sedangkan bila disebabkan oleh
52
Vibrio cholera disebut kolera.
Keluhan
Pasien datang ke dokter karena buang air besar (BAB) lembek atau cair,
dapat bercampur darah atau lendir, dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu
24 jam. Dapat disertai rasa tidak nyaman di perut (nyeri atau kembung), mual dan
muntah serta tenesmus. Setiap kali diare, BAB dapat menghasilkan volume yang
besar (asal dari usus kecil) atau volume yang kecil (asal dari usus besar). Bila diare
disertai demam maka diduga erat terjadi infeksi.
a. Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari sumber yang
kurang higienenya, GE dapat disebabkan oleh infeksi. Riwayat bepergian ke
daerah dengan wabah diare, riwayat intoleransi laktosa (terutama pada bayi),
konsumsi makanan iritatif, minum jamu, diet cola, atau makan obat-obatan
seperti laksatif, magnesium hidrochlorida, magnesium citrate, obat jantung
quinidine, obat gout (colchicides), diuretika (furosemid, tiazid), toksin (arsenik,
organofosfat), insektisida, kafein, metil xantine, agen endokrin (preparat pengantian
tiroid), misoprostol, mesalamin, antikolinesterase dan obat-obat diet perlu diketahui.
b. Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam tifoid perlu
diidentifikasi.
Faktor Risiko
1. Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
2. Riwayat intoleransi lactose, riwayat alergi obat.
3. Infeksi HIV atau infeksi menular seksual.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan terpenting adalah menentukan tingkat/derajat dehidrasi akibat diare.
Tanda-tanda
dehidrasi yang perlu diperhatikan adalah turgor kulit perut menurun, akral dingin,
penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, tangan keriput, mata cekung
tidak, penurunan kesadaran (syok hipovolemik), nyeri tekan abdomen, kualitas
bising usus hiperperistaltik. Pada anak kecil cekung ubun-ubun kepala. Pada tanda
vital lain dapat ditemukan suhu tubuh yang tinggi hiperpireksi), nadi dan
pernapasancepat.
53
Mulut dan lidah Basah Kering Pecah-pecah
Turgor kuliy Baik < 2 detik >2 detik
Isian kapiler Normal Memanjang Memanjang,
minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin
Output urin Normal sampai Menurun Minimal
menurun
Metode Pierce
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x Berat badan
(kg) Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x Berat
badan (kg) Dehidrasi berat, Kebutuhan cairan = 10% x
Berat badan (kg)
Pemeriksaan Penunjang
Pada kondisi pasien yang telah stabil (dipastikan hipovolemik telah teratasi),
dapatdilakukan pemeriksaan:
Darah rutin (lekosit) untuk memastikan adanya infeksi.
Feses lengkap (termasuk analisa mikrobiologi) untuk menentukan penyebab.
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair lebih dari 3 kali sehari) dan
pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan pemeriksaan
konsistensiBAB).
Diagnosis
Banding
54
Demam tifoid
Kriptosporidia (pada penderita
HIV)Kolitis pseudomembran
Penatalaksanaan komprehensif
(Plan)Penatalaksanaan
Pada umumnya diare akut bersifat ringan dan sembuh cepat dengan sendirinya
melalui rehidrasi dan obat antidiare, sehingga jarang diperlukan evaluasi lebih
lanjut.Terapi dapat diberikan dengan:
Memberikan cairan dan diet adekuat
Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang adekuat untuk rehidrasi. Hindari
susu sapi karena terdapat defisiensi laktase transien.
Hindari juga minuman yang mengandung alkohol atau kafein, karena dapat
meningkatkan motilitas dan sekresi usus
Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang tidak mengandung gas, dan mudah dicerna.Pasien
diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat anti diare untuk mengurangi gejala dan
antimikroba untuk terapi definitif. Pemberian terapi antimikroba empirik diindikasikan pada
pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, traveller‟s diarrhea, dan imunosupresi.
Antimikroba: pada GE akibat infeksi diberikan antibiotik atau antiparasit, atau anti jamur
tergantung penyebabnya.
Kondisi yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada diare akut apabila ditemukan:
Diare memburuk atau menetap setelah 7 hari, feses harus dianalisa lebhlanjut.
Pasien dengan tanda-tanda toksik (dehidrasi, disentri, demam ≥ 38.5 ⁰
yang berat pada pasien usia di atas 50 tahun
Pasien usia lanjut
Muntah yang persisten
Perubahan status mental seperti lethargi, apatis, irritable.
Terjadinya outbreak pada komunitas
Pada pasien yang immunocompromised.
Konseling & Edukasi
Pada kondisi yang ringan, diberikan edukasi kepada keluarga untuk membantu
asupan cairan.
Edukasi juga diberikan untuk mencegah terjadinya GE dan mencegah penularannya.
Kriteria Rujukan
1. Tanda dehidrasi berat
2. Terjadi penurunan kesadaran
3. Nyeri perut yang signifikan
4. Pasien tidak dapat minum oralit
5. Tidak ada infus set serta cairan infus di fasilitas pelayanan
Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya
komplikasi, dan
pengobatannya, sehingga umumnya prognosis adalah dubia ad bonam. Bila
kondisisaat
datang dengan dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi dubia ad malam.
Sarana Prasarana
1. Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin, feses dan WIDAL
2. Obat-obatan
3. Infus set
Referensi
Simadibrata, M. D. Diare akut. In: Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I.
Simadibrata, M.D. Setiati, S. Eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th Ed.
Vol.
I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009:
p.548-556.
1. Makmun, D. Simadibrata, M.D. Abdullah, M. Syam, A.F. Fauzi, A.
KonsensusPenatalaksanaan Diare Akut pada Dewasa di Indonesia. Jakarta:
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. 2009.
2. Setiawan, B. Diare akut karena Infeksi. In: Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B.
Alwi,I.
56
Simadibrata, M. Setiati, S.Eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4thEd. Vol.
III. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: p. 1794-1798.
3. Sansonetti, P. Bergounioux, J. Shigellosis. In: Kasper. Braunwald. Fauci. et
al. Harrison‟s Principles of Internal Medicine.Vol II. 17thEd. McGraw-Hill.
2009:p. 962-964.
4. Reed, S.L. Amoebiasis dan Infection with Free Living Amoebas. In: Kasper.
Braunwald.
Fauci. et al. Harrison‟s Principles of Internal Medicine.Vol I. 17thEd.
McGraw-Hill.
2009: p. 1275-1280.
REFLUKS GASTROESOFAGEAL
No ICPC II: D84 Oesphagus disease
No ICD X: K21.9 Gastro-oesophageal reflux disease without oesophagitis
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah mekanisme refluks melalui
inkompeten
sfingter esofagus.
Keluhan
Rasa panas dan terbakar di retrosternal atau epigastrik dan dapat menjalar ke leher.
Hal ini terjadi terutama setelah makan dengan volume besar dan berlemak. Keluhan
ini diperberat dengan posisi berbaring terlentang.Keluhan ini juga dapat timbul oleh
karena makanan berupa saos tomat, peppermint, coklat, kopi, dan alkohol.Keluhan
sering muncul pada malam hari. Keluhan lain akibat refluks adalah tiba tiba ada
rasa cairan asam di mulut, cegukan, mual dan muntah. Refluks ini dapat terjadi
pada pria dan wanita. Sering dianggap gejala penyakit jantung.
Faktor risiko
Usia > 40 thn, obesitas, kehamilan, merokok, kopi, alkohol, coklat, makan
berlemak, beberapa obat di antaranya nitrat, teophylin dan verapamil, pakaian yang
ketat, atau pekerja yang sering memgangkat beban berat.
Pemeriksaan Fisik
Tidak terdapat tanda spesifik untuk GERD. Tindakan untuk pemeriksaan
adalah dengan pengisian kuesioner GERD. Bila hasilnya positif, maka dilakukan tes
dengan pengobatan PPI
(Proton Pump Inhibitor).
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat. Kemudian untuk di
pelayanan primer, pasien diterapi dengan PPI test, bila memberikan respon positif
terhadap terapi, maka diagnosis definitive GERD dapat disimpulkan. Standar baku
untuk diagnosis definitif GERD adalah dengan endoskopi saluran cerna bagian atas
yaitu ditemukannya mucosal break di esophagus namun tindakan ini hanya dapat
57
dilakukan oleh dokter spesialis yang memiliki kompetensi tersebut.
Diagnosis Banding
Angina pektoris
Akhalasia
Dispepsia
Ulkus peptik
Ulkus duodenum
Pankreatitis
Komplikasi
Esofagitis
Ulkus esofagus
Perdarahan esofagus
Striktur esofagus
Barret‟s esophagus
Adenokarsinoma
Batuk dan asma
Inflamasi faring dan laring
Cairan pada sinus dan telinga tengah
Aspirasi paru
Penatalaksanaan
Modifikasi gaya hidup:
Mengurangi berat badan, berhenti merokok, tidak mengkonsumsi zat yang
mengiritasi lambung seperti kafein, aspirin, dan alkohol. Posisi tidur
sebaiknya dengan kepala yang lebih tinggi. Tidur minimal setelah 2 sampai
4 jam setelah makanan, makan dengan porsi kecil dan kurangi makanan
yang berlemak.
Terapi dengan medikamentosa dengan cara memberikan Proton Pump
Inhibitor (PPI) dosis tinggi selama 7-14 hari.Bila terdapat perbaikan
gejala yang signifikan (50-75%) maka diagnosis dapat ditegakkan
sebagai GERD. PPI dosis tinggi berupa Omeprazole 2x20 mg/hari dan
lansoprazole 2x 30 mg/hari.
Setelah ditegakkan diagnosis GERD, obat dapat diteruskan sampai 4
minggu dan boleh
ditambah dengan prokinetik seperti domperidon 3x10 mg.
Pada kondisi tidak tersedianya PPI , maka penggunaan H2 Blocker
2x/hari: simetidin
400-800 mg atau Ranitidin 150 mg atau Famotidin 20 mg.
58
d. Odinofagia ( sakit menelan)
e. Anemia
Sarana Prasarana
Kuesioner GERD
Prognosis
Prognosis sangat tergantung dari kondisi pasien saat datang dan pengobatannya.
Padaumumnya, prognosis bonam, namun untuk quo ad sanationam GERD adalah
dubiaad bonam.
Referensi
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks
Gastroesofageal(Gastroesofageal
Reflux Disease/GERD) Indonesia. 2004.
ALERGI MAKANAN
No. ICPC II: A92 Allergy/ allergic reaction NOS
No. ICD X: L27.2 Dermatitis due to ingested food
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
1. Alergi makanan adalah suatu respons normal terhadap makanan yang
dicetuskan oleh suatu reaksi yang spesifik didalam suatu sistem imun dan
diekspresikan dalam berbagai gejala yang muncul dalam hitungan menit
setelah makanan masuk; namun gejala dapat muncul hingga beberapa jam
kemudian.
2. Berbagai rekasi lainnya bukan termasuk alergi diantara intoleransi makanan
seperti laktosa atau susu, keracunan makanan, reaksi toksik.
3. Kebanyakan reaksi hipersensitivitas disebabkan oleh susu, kacang, telur,
kedelai,ikan, kerang, gandum.
4. Pada alergi susu dan telur akan berkurang dengan bertambahnya usia. Alergi
kacang dan makanan laut sering pada dewasa.
5. Kebanyakan alergi makanan adalah reaksi hipersensitivitas tipe I (IgE
mediated) atau tipe lambat (late-phase IgE-mediated,immune complex-
mediated,cell-mediated).
6. Rekasi anfilaksis merupakan manifestasi paling berat.
7. Alergi makanan tidak berhubungan dengan IBS ,namun harus dipertimbangkan
untuk pasien atopi. Tidak ada bukti kuat bahwa alergi makanan dalam
patogenesis IBD (Irritation Bowel Disease)
8. Kriteria pasti untuk diagnosis alergi makanan adalah cetusan berulang dari
gejala pasien setelah makan makanan tertentu diikuti bukti adanya suatu
mekanisme imunologi.
Keluhan
5.1. Pada kulit: eksim, urtikaria. Pada saluran pernapasan : rinitis, asma.
5.2. Keluhan pada saluran pencernaan: gejala gastrointestinal non spesifik dan
berkisar dari edema, pruritus bibir, mukosa pipi, mukosa faring, muntah, kram,
distensi, diare.
5.3. Sindroma alergi mulut melibatkan mukosa pipi atau lidah tidak
berhubungandengan gejala gastrointestinal lainnya.
5.4. Diare kronis dan malabsorbsi terjadi akibat reaksi hipersensitivitas lambat
nonIg-Emediated seperti pada enteropati protein makanan dan penyakit seliak
59
5.5. Hipersensitivitas susu sapi pada bayi menyebabkan occult bleeding atau
frankcolitis.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kulit dan mukosa serta paru.
Pemeriksaan Penunjang:-
Penegakan Diagnostik
(Assessment)Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosis Banding
Intoksikasi
makanan
Penatalaksanaan Komprehensif
(Plan)Penatalaksanaan
Riwayat reaksi alergi berat atau anafilaksis:
5.2 Hindari makanan penyebab
5.3 Jangan lakukan uji kulit atau uji provokasi makanan
5.4 Gunakan pemeriksaan in vitro (tes radioalergosorbent-RAST)
Rujukan pemeriksaan
5.3 Uji kulit langsung dengan teknik Prick dengan ekstrak makanan dan cairan
kontrol merupakan metode sederhana dan sensitif mendeteksi antibodi sel mast
spesifik yang berikatan dengan IgE.Hasil positif (diameter lebih dari 3 mm dari
kontrol mengindikasikan adanya antibodi yang tersensitisasi, yang juga
mengindikasikan adanya alergi makanan yang dapat dikonfirmasi dengan food
challenge).
Uji kulit positif:
6.1 Hindari makanan yang terlibat secara temporer
6.2 Lakukan uji terbuka
1. Jika uji terbuka positif: hindari makan yang terlibat dan lakukan uji
plasebo tersamar ganda
2. Jika uji terbuka negatif: tidak ada retriksi makanan, amati dan ulangi
testbila gejala muncul kembali
Uji kulit negatif:Hindari makanan yang terlibat temporer diikuti uji terbuka
5.4 Uji provokasi makanan: menunjukkan apakah gejala yang ada hubungan
dengan makanan tertentu. Kontraindikasi untuk pasien dengan riwayat
anafilaksis yang berkaitan dengan makanan.
5.5 Eliminasi makanan: eliminasi sistemik makanan yang berbeda dengan
pencatatan membantu mengidentifikasi makananan apa yang menyebabkan
alergi
60
alergi makanan
Kriteria Rujukan
Pasien dirujuk apabila pemeriksaan uji kulit, uji provokasi dan eliminasi
makananterjadi reaksi anafilaksis
Sarana Prasarana
Medikamentosa: Antihistamin dan Kortikosteroid
Prognosis
Umumnya prognosis adalah dubia ad bonam bila medikamentosa disertai
denganperubahan
gaya hidup.
Referensi
1. Sichere, S.H. Sampson, H.A. Food Allergy. J Allergy Clin Immunol.
2010;125: 116-25.
2. Prawirohartono, E.P. Makanan Sebagai Penyebab Alergi dalam Alergi
Makanan.Ed. Djuffrie. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press. 2001.
3. Davies, R.J. Seri Kesehatan Bimbingan Dokter pada Alergi. Jakarta:
DianRakyat. 2003
HEPATITIS A
No. ICPC II: D72 Viral Hepatitis
No. ICD X: B15 Acute Hepatitis A
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Hepatitis A adalah sebuah kondisi penyakit infeksi akut di liver yang disebabkan
oleh hepatitis A virus (HAV), sebuah virus RNA yang disebarkan melalui rute fecal
oral. Periode inkubasi rata-rata 28 hari (15 – 50 hari). Lebih dari 75% orang
dewasasimtomatik, sedangkanpadaanak < 6 tahun 70% asimtomatik. Kurangdari
1% penderita Hepatitis A dewasa berkembang menjadi Hepatitis A fulminan.
Keluhan
1. Demam
2. Mata dan kulit kuning
3. Penurunan nafsu makan
4. Nyeri otot dan sendi
5. Lemah, letih, lesu.
6. Mual, muntah
7. Warna urine seperti teh
8. Tinja seperti dempul
Faktor Risiko:
Sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang kurang terjaga
sanitasinya.Menggunakan alat makan dan minum dari penderita hepatitis.
Pemeriksaan Fisik
1. Febris,
61
2. Sclera ikterik, jaundice,
3. Hepatomegali,
4. Warna urine seperti teh
5. Tinja seperti dempul.
Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium urin (bilirubin di dalam urin)
2. Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin dalam darah, kadar SGOT dan
SGPT ≥ 2x nilai normal tertinggi, dilakukan pada fasilitas primer yang lebih
lengkap.
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
Diagnosis Banding
1. Kolesistitis
2. Abseshepar
3. Sirrosishepar
4. Hepatitis virus lainnya
Komplikasi
2. Hepatitis A Fulminan
3. Sirosis Hati
4. Ensefalopati Hepatik
5. Koagulopati
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
- Asupan kalori dan cairan yang adekuat
- Tirah baring
- Tata laksana Farmakologi sesuai dengan gejala yang dirasakan oleh
pasien:Antipiretik bila demam; ibuprofen 2x400mg/hari.
- Apabila ada keluhan gastrointestinal, seperti:
Mual: Antiemetik seperti Metoklopropamid 3x10 mg/hari atau
Domperidon3x10mg/hari.
Perut perih dan kembung: H2 Bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau
Ranitidin 2x
150mg/hari) atau Proton Pump Inhibitor (Omeprazol 1 x 20 mg/hari).
Kriteria Rujukan
Penderita Hepatitis A dengan keluhan ikterik yang menetap tanpa disertai
keluhan yang
lain.
62
Penderita Hepatitis A dengan penurunan kesadaran dengan kemungkinan ke
arahensefalopati hepatik.
Sarana Prasarana
1. Laboratorium darah dan urin rutin untuk pemeriksaan fungsi hati
2. Obat Antipiretik, Antiemetik, H2 Bloker atau Proton Pump Inhibitor
Prognosis
Prognosis umumnya adalah bonam.
Referensi
Dienstaq, J.L. Isselbacher, K.J. Acute Viral Hepatitis. In: Braunwald, E. et al.
Harrison‟s Principles of Internal Medicine, 16thEd.New York: McGraw-Hill.
2004.
Sherlock, S. Hepatitis B virus and hepatitis delta virus. In: Disease of Liver
andBiliary System. Blackwell Publishing Company. 2002: p.285-96.
Sanityoso, Andri. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke 4. Jakarta:
FKUI. 2006: Hal 429-33.
Soemohardjo, Soewignjo. Gunawan, Stephanus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi ke 4. Jakarta: FK UI. 2006:Hal 435-9.
Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2004:Hal 15-17.
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu masalah kesehatan akut yang
seringterjadi pada
perempuan. Masalah infeksi saluran kemih tersering adalah sistitis akut, sistitis
kronik, dan
uretritis. Sebagai tambahan, pielonefritis diklasifikasikan sebagai kasus komplikasi.
Keluhan
Demam, susah buang air kecil, nyeri saat diakhir BAK (disuria terminal), sering
BAK (polakisuria), nokturia, anyang-anyangan, nyeri pinggang dan nyeri
suprapubik.
Faktor Risiko
Riwayat diabetes melitus, riwayat kencing batu (urolitiasis), higiene pribadi buruk,
riwayat keputihan, kehamilan, riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya, riwayat
pemakaian kontrasepsi diafrahma, kebiasaan menahan kencing, hubungan seksual,
anomali struktur saluran kemih.
Pemeriksaan
Fisik
Demam
63
„Flank pain‟ (Nyeri ketok pinggang belakang/costovertebral
angle)Nyeri tekan suprapubik
Pemeriksaan Penunjang
Darah Perifer
LengkapUrinalisis
Ureum dan
kreatininKadar
gula darah
Diagnosis Banding
Recurrent
cystitis
Urethritis
Pyelonefritis
Infeksi Saluran Kemih
berkomplikasiBacterial
asymptomatic
ISK rekuren
Komplikasi
Gagal ginjal
Sepsis
Inkotinensia
urine
ISK berulang atau kronik kekambuhan
Penatalaksanaan
Minum air putih minimal 2 liter/hari bila fungsi ginjal
normal.Menjaga higienitas genitalia eksterna
Pemberian antibiotik golongan flurokuinolon dengan durasi 7-10 hari pada
perempuan dan 10-14 hari pada laki-laki.
64
Kriteria Rujukan
Jika ditemukan komplikasi dari ISK maka dilakukan ke layanan kesehatan
sekunder(spesialis penyakit dalam)
Sarana Prasarana
Antibiotik spektrum luas
Prognosis
Prognosis pada umumnya baik, kecuali bila higiene genital tetap buruk, ISK
dapatberulang/kekambuhan atau menjadi kronis.
Referensi
Weiss,Barry.20 Common Problems In Primary Care.
Rakel, R.E. Rakel, D.P. Textbook Of Family Medicine.
2011Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: PB PABDI. 2009
ANEMIA
No. ICPC II: B82 Anaemia other/unspecified
No. ICD X: D64.9 Anaemia, unspecified
Tingkat Kemampuan:
Daftar Penyakit Tingkat Kemampuan
Anemia defisiensi besi 4A
Anemia hemolitik 3A
Anemia makrositik 3A
Anemia aplastik 2
Anemia megaloblastik 2
Masalah Kesehatan
Penurunan kadar Hemoglobin yang menyebabkan penurunan kadar oksigen yang
didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga menimbulkan berbagai keluhan
(sindromanemia).
Keluhan
Pasien datang ke dokter dengan keluhan lemah, lesu, letih, lelah,
penglihatanberkunangkunang,
pusing, telinga berdenging dan penurunan konsentrasi.
Faktor Risiko
Ibu hamil
Remaja
putri
Pemakaian obat cephalosporin, chloramphenicol jangka
panjangStatus gizi kurang
Faktor ekonomi kurang
65
(takipnea) Mata: konjungtiva pucat
Tanda dan gejala lain dapat dijumpai sesuai dengan penyebab dari anemia
tersebut,yaitu:
Mata: dapat mencerminkan adanya manifestasi dari suatu anemia tertentu
(misal:perdarahan pada anemia aplastik)
Gastrointestinal: ulkus oral dapat menandakan suatu imunodefisiensi
(anemiaaplastik, leukemia), colok dubur
Urogenital (inspekulo): massa pada organ genitalia
wanitaAbdomen: hepatomegali, splenomegali, massa
Status gizi kurang
Faktor
Predisposisi
Infeksi kronik
Keganasan
Pola makan (Vegetarian)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah: Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), leukosit, trombosit,
jumlaheritrosit, morfologi darah tepi (apusan darah tepi), MCV, MCH, MCHC,
retikulosit.
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil
pemeriksaan darah
dengan kriteria Hb darah kurang dari kadar Hb normal.
Diagnosis Banding
Anemia defesiensi
besi
Anemia defisiensi vit B12, asam
folatAnemia Aplastik
Anemia Hemolitik
Anemia pada penyakit kronik
Komplikasi
Gagal
jantung
Syncope
66
195;
39)
Ferrous fumarat 3 x 1 tab (325; 107 dan 195; 64)
Ferrous glukonat 3 x 1 tab (325; 39)
Pasien diinformasikan mengenai efek samping obat: mual, muntah, heartburn,
konstipasi, diare, BAB kehitaman
Jika tidak dapat mentoleransi koreksi peroral atau kondisi akut maka
dilakukankoreksi parenteral segera.
Pada anemia defisiensi asam folat dan defisiensi
B12Anemia dikoreksi peroral dengan:
Vitamin B12 80 mikrogram (dalam multivitamin)
Asam folat 500 – 1000 mikrogram (untuk ibu hamil 1
mg)Koreksi cepat (parenteral atau i.m) oleh dokter
spesialis
Kriteria rujukan
Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb < 6 mg%).
Untuk anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi dokter
layananprimer, dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam.
Sarana Prasarana
Pemeriksaan Laboratorium Sederhana.
Prognosis
Prognosis umumnya tidak sampai mengancam jiwa, namun dubia ad bonam
karenasangat
tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Bila penyakit yang
mendasarinyateratasi,
dengan nutrisi yang baik, anemia dapat teratasi.
Referensi
Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L. et al.Harrisson‟s:
Principleof Internal Medicine. 17th Ed. New York: McGraw-Hill Companies.
2009.
Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. Eds. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. 4thEd. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IlmuPenyakit Dalam FKUI. 2006.
REAKSI ANAFILAKTIK
No. ICPC II: A92 Allergy/allergic reaction NOS
No. ICD X: T78.2 Anaphylactic shock, unspecified
Tingkat Kemampuan:
67
4AMasalah Kesehatan
Reaksi anafilaksis merupakan sindrom klinis akibat reaksi imunologis (reaksi
alergi) yang bersifat sistemik, cepat dan hebat yang dapat menyebabkan gangguan
respirasi, sirkulasi, pencernaan dan kulit. Jika reaksi tersebut cukup hebat dapat
menimbulkan syok yang disebut sebagai syok anafilaktik. Syok anafilaktik
membutuhkan pertolongan cepat dan tepat. Test kulit yang merupakan salah satu
upaya guna menghindari kejadian ini tidak dapat diandalkan, sebab ternyata dengan
test kulit yang negatif tidak menjamin 100 % untuk tidak timbulnya reaksi
anafilaktik dengan pemberian dosis penuh. Selain itu, test kulit sendiri dapat
menimbulkan syok anafilaktik pada penderita yang amat sensitif. Untuk itu
diperlukan pengetahuan serta keterampilan dalam pengelolaan syok anafilaktik.
Insidens syok anafilaktik 40 – 60 persen adalah akibat gigitan serangga, 20-40
persen akibat zat kontras radiografi, dan 10 – 20 persen akibat pemberian obat
penicillin. Sangat kurang data yang akurat dalam insiden dan prevalensi terjadinya
syok anafilaktik. Anafilaksis yang fatal hanya kira-kira 4 kasus kematian dari 10
juta masyarakat pertahun. Sebagian besar kasus yang serius anafilaktik adalah
akibat pemberian antibiotik seperti penicillin dan bahan zat radiologis. Penicillin
merupakan penyebab kematian 100 dari 500 kematian akibat reaksi anafilaksis.
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah sifat
alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan alergen.
Golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan,
obat- obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan kacang-
kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu adalah makanan yang
biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis. Obat-obatan yang bisa
menyebabkan anafikasis seperti antibiotik khususnya penisilin, obat anestesi
intravena,
relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-lain. Media
kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga bisa
menyebabkan anafilaksis.
Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja
yangkemudian segera diikuti dengan sesak napas.
Gejala pada kulit merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan pada reaksi
anafilaktik. Walaupun gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat
pentinguntuk diperhatikan sebab ini mungkin merupakan gejala prodromal untuk
timbulnyagejala yang lebih berat berupa gangguan nafas dan gangguan sirkulasi.
Oleh karenaitu setiap gejala kulit berupa gatal, kulit kemerahan harus
diwaspadai untukkemungkinan timbulnya gejala yang lebih berat. Manifestasi
dari gangguangastrointestinal berupa perut kram,mual,muntah sampai diare yang
juga dapatmerupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala gangguan nafas dan
sirkulasi.
Faktor Risiko: -
68
Pemeriksaan Fisik
Pasien tampak sesak, frekuensi napas meningkat, sianosis karena edema laring dan
bronkospasme. Hipotensi merupakan gejala yang menonjol pada syok
anafilaktik.Adanya takikardia,edema periorbital, mata berair, hiperemi
konjungtiva. Tandaprodromal pada kulit berupa urtikaria dan eritema.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu menentukan
diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa pemeriksaan digunakan untuk
memonitor hasil pengobatan serta mendeteksi komplikasi lanjut. Hitung eosinofil
darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total
seringkali menunjukkan nilai normal.
Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau
anakkecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi.
Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab yaitu
dengan uji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point titration/SET). Uji cukit
paling sesuai karena mudah dilakukan dan dapat ditoleransi oleh sebagian penderita
termasuk anak, meskipun uji intradermal (SET) akan lebih ideal.
Diagnosis Klinis
Untuk membantu menegakkan diagnosis maka American Academy of Allergy,
Asthma and
Immunology telah membuat suatu kriteria.
Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit hingga
beberapa jam)
dengan terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau kedua-duanya (misalnya bintik-
bintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir,
lidah, uvula), dan salah satu dari respiratory compromise (misalnya sesak nafas,
bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan PEF, hipoksemia) dan penurunan
tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan disfungsi organ sasaran (misalnya
hipotonia, sinkop, inkontinensia).
Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara mendadak setelah
terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit hingga
beberapa jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit; respiratory compromise;
penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan; dan gejala gastrointestinal
yang persisten.
Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada alergen
yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik). Pada
bayi dan anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau
penurunan darah sistolik lebih dari 30%. Sementara pada orang dewasa, tekanan
darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan darah sistolik lebih dari 30%
dari tekanan darah awal.
Diagnosis Banding
Reaksi vasovagal, infarkmiokardakut, reaksihipoglikemik, reaksihisteris,
Carsinoidsyndrome, Chinese restaurant syndrome, asmabronkiale, dan rhinitis
alergika.
Komplikasi
Kerusakan otak, koma,kematian.
69
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal dengan
kursi) akan membantu menaikkan venous return sehingga tekanan darah ikut
meningkat.
Pemberian Oksigen 3–5 ltr/menit harus dilakukan, pada keadaan yang amat ekstrim
tindakan trakeostomi atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.
Pemasangan infus, Cairan plasma expander (Dextran) merupakan pilihan utama
guna dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak
tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai cairan pengganti.
Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali
optimal dan stabil.
Adrenalin 0,3 – 0,5 ml dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler yang
dapat diulangi 5–10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama
kerja adrenalin cukup singkat. Jika respon pemberian secara intramuskuler kurang
efektif, dapat diberi secara intravenous setelah 0,1 – 0,2 ml adrenalin dilarutkan
dalam spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis, diberikan perlahan-lahan. Pemberian
subkutan, sebaiknya dihindari pada syok anafilaktik karena efeknya lambat bahkan
mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga absorbsi obat tidak
terjadi.
Aminofilin, dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum
hilang dengan pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan
selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus
bila dianggap perlu.
Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Kedua
obat tersebut kurang manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, dapat diberikan
setelah gejala klinik mulai membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya berupa
serum sickness atau prolonged effect. Antihistamin yang biasa digunakan adalah
difenhidramin HCl 5 – 20mg IV dan untuk golongan kortikosteroid dapat
digunakan deksametason 5 – 10 mg IV atau hidrokortison 100 – 250 mg IV.
Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP), seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest)
maka prosedur resusitasi kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai dengan
falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat kemungkinan terjadinya henti jantung
pada suatu syok anafilaktik selalu ada, maka sewajarnya ditiap ruang praktek
seorang dokter tersedia selain obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya
juga perangkat resusitasi (Resuscitation kit) untuk memudahkan tindakan
secepatnya.
Algoritma Penatalaksanaan Reaksi Anafilaksis
Kriteria Rujukan
Kegawatan pasien ditangani, apabila dengan penanganan yang dilakukan tidak
terdapat perbaikan, pasien dirujuk ke layanan sekunder.
70
Sarana
Prasarana
Infus set Oksigen
Adrenalin ampul, aminofilin ampul, difenhidramin vial, dexamethasone ampul
NaCl 0,9%
Prognosis
Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnosa
danpengelolaannya karena itu umumnya adalah dubia ad bonam.
Referensi
Haupt, M.T. Fujii, T.K. et al. Anaphylactic Reactions. In :Text Book of Critical
care. Eds: Ake Grenvvik. Stephen, M.Ayres. Peter, R. William, C. Shoemaker.
4th Ed. Philadelpia: WB Saunders Company. 2000: p. 246-56.
Koury, S.I. Herfel, L.U. Anaphylaxis and acute allergic reactions. In :
International edition Emergency Medicine. Eds: Tintinalli. Kellen.
Stapczynski. 5th Ed. New York: McGrraw-Hill. 2000: p. 242-6.
Rehatta, M.N. Syok anafilaktik patofisiologi dan penanganan dalam Update on
Shock. Pertemuan Ilmiah Terpadu. Fakultas Kedoketran Universitas Airlangga
Surabaya. 2000.
KEJANG DEMAM
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal > 38o C) akibat dari suatu proses ekstra kranial. Kejang
berhubungan dengan demam, tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab lain.
Keluhan- Keluhan utama adalah kejang. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan
penyakit sampai terjadinya kejang,kemudian mencari kemungkinan adanya faktor
pencetus atau penyebab kejang. Umumnya kejang demam pada anak dan
berlangsung pada permulaan demam akut, berupa serangan kejang klonik umum
atautonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post iktal.
Faktor risiko
1. Demam
Demam yang berperan pada KD,
akibat:Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran
pencernaanInfeksi
saluran air seni Roseola
71
infantum
Paska
imunisasi
Derajat demam:
75% dari anak dengan demam ≥
390C25% dari anak dengan demam
> 400C
2. Usia
Umumnya terjadi pada usia 6 bulan–6tahun
Puncak tertinggi pada usia 17–23 bulan
Kejang demam sebelum 5–6 bulan mungkin disebabkan oleh infeksi SSP Kejang
demam diatas umur 6 tahun, perlu dipertimbangkan febrile seizureplus (FS+).
3. Gen
Risiko meningkat 2–3x bila saudara kejang demam
Risiko meningkat 5% bila orang tua menderita kejang demam
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma
akut kepala, dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya
kelainan neurologis fokal.
Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari
factor penyebab.
Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan
beberapa pemeriksaan penunjang antara lain, yaitu:
Laboratorium darah, seperti: kadar gula darah, elektrolit, dan hitung jenis.Pemeriksaan Ini
dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama.
Pemeriksaan urin direkomendasikan pada pasien yang tidak memiliki
kecurigaanfokus infeksi.
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
72
Diagnosis
Banding
Meningitis
Ensefalitis
Epilepsi
Gangguan metabolik, seperti: gangguan elektrolit.
Komplikasi
Kerusakan sel otak
Risiko kejang atipikal apabila kejang demam sering berulang
Penatalaksanaan
Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam
danprognosisnya.
Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejangnya adalah dengan:
Diazepam per rektal (0,5mg/kg) atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus segera
diberikan
jika akses intravena tidak dapat dibangun dengan mudah.
Buccal midazolam (0,5 mg/kg, dosis maksimal = 10 mg) lebih efektifdaripada
diazepam per rektal untuk anak.
Lorazepam intravena, setara efektivitasnya dengan diazepam intravena
dengan efek
samping yang lebih minimal (termasuk depresi pernapasan) dalam
pengobatan kejang
tonik klonik akut. Bila akses intravena tidak tersedia, midazolam adalah
pengobatan pilihan.
73
intelektualakibat
kejang demam.
Kejang demam kurang dari 30 menit tidak mengakibatkan kerusakan
otak.Risiko kekambuhan penyakit yang sama di masa depan.
Rendahnya risiko terkena epilepsi dan kurangnya manfaat
menggunakanterapi obat
antiepilepsi dalam mengubah risiko itu.
Kriteria Rujukan
Apabila kejang tidak membaik setelah diberikan obat
antikonvulsi.Apabila kejang demam sering berulang disarankan
EEG.
Sarana Prasarana
Tabung O2
Diazepam per
rektal
Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad bonam, namun sangat tergantung dari kondisi
pasiensaat tiba,
ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya.
Referensi
Esau, R. et al British Columbia‟s Children‟s Hospital Pediatric Drug
DosageGuidelines.
5th edition.Vancouver: Department of Pharmacy Children‟s and
Women‟sHealth Centre
of British Columbia. 2006.
Lau, E. et alDrug Handbook and Formulary 2007-2008.
Toronto:TheDepartment of
Pharmacy, The Hospital for Sick Children. 2007.
McEvoy, GK. et al. AHFS Drug Information 2009.
Bethesda:AmericanSociety of
Health-System Pharmacists, Inc., 2009.
Guidelines and protocol febrile seizures. September, 2010.
MORBILI
No. ICPC II: A71 Measles.
No. ICD X: B05.9 Measles without complication (Measles NOS).
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Suatu penyakit infeksi virus, yang ditandai dengan gejala prodromal berupa demam,
batuk, pilek, konjungtivitis, eksantem patognomonik, diikuti dengan lesi
makulopapular eritem pada hari ketiga hingga hari ketujuh.
Keluhan
Masa inkubasi 10-15 hari.
Gejala prodromal berupa demam, malaise, gejala respirasi atas (pilek, batuk), dan
konjungtivitis. Pada demam hari keempat, muncul lesi makula dan papula
eritem,yang dimulai pada kepaladaerah perbatasan dahi rambut, di belakang
telinga, danmenyebar secara sentrifugal ke bawah hingga muka, badan,
ekstremitas, danmencapai kaki pada hari ketiga.
74
Faktor Risiko
Anak yang belum mendapat imunisasi campak
Diagnosis Banding
Erupsi obat, eksantem virus yang lain (rubella, eksantem subitum), demam
skarlatina, infectious mononucleosis, infeksi M. pneumoniae.
Komplikasi
Komplikasi lebih umum terjadi pada anak dengan gizi buruk, anak yang
belum mendapat imunisasi, dan anak dengan imunodefisiensi dan leukemia.
Komplikasi
berupa otitis media, pneumonia, ensefalitis, trombositopenia. Pada anak HIV
yangtidak diimunisasi, pneumonia yang fatal dapat terjadi tanpa munculnya lesi
kulit.
75
efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapat dengan penderita. Imunoglobulin dapat
diberikan pada individu dengan gangguan imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi
umur kurang dari 6 bulan yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita
hamil.
Kriteria rujukan
Perawatan di Rumah Sakit untuk campak dengan komplikasi (superinfeksi
bakteri,pneumonia, dehidrasi, croup, ensefalitis)
Sarana Prasarana
1. Lup.
2. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan sel datia.
Prognosis
Prognosis pada umumnya baik karena penyakit ini merupakan penyakit self-
limitingdisease.
Referensi
Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin,5th Ed.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrew’s Diseases of the Skin:
ClinicalDermatology. 10th Ed. Saunders Elsevier. Canada. 2000.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Pedoman Pelayanan
Medik.2011.
VARISELA
Infeksi akut primer oleh virus Varicellazoster yang menyerang kulit dan mukosa,
klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di
bagiansentral tubuh.Masa inkubasi 14-21 hari.
Penularan melalui udara (air-borne) dan kontak langsung.
Keluhan Demam, malaise, dan nyeri kepala. Kemudian disusul timbulnya lesi kulit
berupa papul eritem yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Biasanya disertai rasa gatal.
Faktor Risiko
Anak-
anak.
Riwayat kontak dengan penderita
varisela.Keadaan imunodefisiensi.
Pemeriksaan Fisik
Tanda Patognomonis
Erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah
menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel
76
akan menjadi keruh dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini
berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel baru yang menimbulkan gambaran
polimorfik khas untuk varisela. Penyebaran terjadi secara sentrifugal, serta dapat
menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas atas.
Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan, pemeriksaan mikroskopis dengan menemukan sel Tzanck yaitu
seldatia
berinti banyak.
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.
Diagnosis Banding
1. Variola.
2. Herpes simpleks disseminata.
3. Coxsackievirus.
4. Rickettsialpo
x.
Komplikasi
Pneumonia, ensefalitis, hepatitis, terutama terjadi pada pasien dengan gangguan
imun. Varisela pada kehamilan berisiko untuk menyebabkan infeksi intrauterin
pada janin, menyebabkan sindrom varisela kongenital.
Penatalaksanaan
Gesekan kulit perlu dihindari agar tidak mengakibatkan pecahnya vesikel.
Selain itu, dilakukan pemberian nutrisi TKTP, istirahat dan mencegah kontak
dengan orang lain.
Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari karena dapat
menyebabkan Reye‟s syndrome.
Losio kelamin dapat diberikan untuk mengurangi
gatal.Pengobatan antivirus oral, antara lain:
Asiklovir: dewasa 5 x 800 mg/hari, anak-anak 4 x 20 mg/kgBB
(dosismaksimal 800mg), atau
Valasiklovir: dewasa 3 x 1000 mg/hari.
Pemberian obat tersebut selama 7-10 hari dan efektif diberikan pada 24
jampertama
setelah timbul lesi.
Kriteria rujukan
Terdapat gangguan imunitas
Mengalami komplikasi yang berat seperti pneumonia, ensefalitis, dan hepatitis.
Sarana Prasarana
1. Lup
2. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan sel Tzanck
77
Prognosis
Prognosis pada pasien dengan imunokompeten adalah bonam, sedangkan pada
pasien dengan imunokompromais, prognosis menjadi dubia ad bonam.
Referensi
Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin,5th Ed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrew‟s Diseases of the Skin:
ClinicalDermatology. 10th Ed. Saunders Elsevier. Canada. 2000.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Pedoman Pelayanan
Medik.2011.
HERPES ZOSTER
No. ICPC II: S70 Herpes Zoster
No. ICD X: B02.9 Zoster without complication
4AMasalah Kesehatan
Herpes Zoster adalah infeksi kulit dan mukosa yang disebabkan oleh virus
varisela-zoster.
Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Keluhan
Nyeri radikular dan gatal terjadi sebelum erupsi. Keluhan dapat disertai dengan
gejala prodromal sistemik berupa demam, pusing, dan malaise. Setelah itu timbul
gejala kulit kemerahan yang dalam waktu singkat menjadi vesikel berkelompok
dengan dasar eritem dan edema.
Faktor Risiko
Umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama orang
tua.Imunodefisiensi
Pemeriksaan Fisik
Sekelompok vesikel dengan dasar eritem yang terletak unilateral sepanjang
distribusi saraf spinal atau kranial. Lesi bilateral jarang ditemui, namun seringkali,
erupsi juga terjadi pada dermatom di dekatnya.
Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan, pemeriksaan mikroskopis dengan menemukan sel Tzanck yaitu sel
datia berinti banyak; meskipun pemeriksaan ini tidak spesifik.
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
78
ditambah kelainan kulit generalisata berupa vesikel soliter yang berumbilikasi.
Keduanya merupakan tanda bahwa pasien mengalami imunokompromais.
Herpes zoster oftalmikus, yaitu infeksi cabang pertama nervus trigeminus
sehingga menimbulkan kelainan pada mata, di samping itu juga cabang kedua
dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya.
Herpes zoster abortif: penyakit yang hanya berlangsung dalam waktu singkat
dan kelainan kulit hanya berupa beberapa vesikel dan eritem.
Diagnosis Banding
Herpes simpleks
Dermatitis
venenata
Pada saat nyeri prodromal: diagnosis dapat menyerupai migrain, nyeri
pleuritik,infark miokard, atau apendisitis.
Komplikasi
Neuralgia pasca-herpetik
Ramsay Hunt Syndrome: herpes pada ganglion genikulatum, ditandai
dengangangguan
pendengaran, keseimbangan dan paralisis parsial.
Pada penderita dengan imunodefisiensi (HIV, keganasan, atau usia lanjut),
vesikel sering
menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik dapat terjadi infeksi sistemik.
Pada herpes zoster oftalmikus, dapat terjadi ptosis paralitik, keratitis,
skleritis,uveitis,
korioretinitis, serta neuritis
optik.Paralisis motorik.
Kriteria rujukan
Pasien dirujuk
apabila:
Penyakit tidak sembuh pada 7-10 hari setelah terapi.
Terjadi pada pasien bayi, anak dan geriatri
(imunokompromais).Terjadi komplikasi.
Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka
79
Sarana Prasarana
Lup
Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan sel Tzanck.
Prognosis
Pasien dengan imunokompeten, prognosis umumnya adalah bonam, sedangkan
pasien
dengan imunokompromais, prognosis menjadi dubia ad bonam.
Referensi
Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin,5th Ed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrew‟s Diseases of the Skin:
ClinicalDermatology. 10th Ed. Saunders Elsevier. Canada. 2000.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Pedoman Pelayanan
Medik.2011.
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus Dengue. Virus Dengue memiliki 4 jenis serotype: DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody
terhadap serotype yang bersangkutan, namun tidak untuk serotype lainnya,
sehingga seseorang dapat terinfeksi demam Dengue 4 kali selama hidupnya.
Indonesia merupakan Negara yang endemis untuk Demam Dengue maupun Demam
Berdarah Dengue.
Keluhan
Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam bifasik akut 2-7 hari, nyeri
kepala, nyeri retroorbital, mialgia/atralgia, ruam, gusi berdarah, mimisan, nyeri
perut,mual/muntah, hematemesis dan dapat juga melena.
Faktor Risiko
Tinggal di daerah endemis dan padat penduduknya.
Pada musim panas (28-32 0C) dan kelembaban
tinggi.Sekitar rumah banyak genangan air.
Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonik untuk demam
dengueSuhu Suhu > 37,5 derajat
celcius Ptekie, ekimosis, purpura
Perdarahan
mukosaRumple
Leed (+)
80
Tanda Patognomonis untuk demam berdarah
dengueSuhu > 37,5 derajat celcius
Ptekie, ekimosis,
purpuraPerdarahan
mukosa Rumple Leed
(+) Hepatomegali
Splenomegali
Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa tanda-tanda efusi
pleuradan asites
Hematemesis atau melena
Pemeriksaan Penunjang
Leukosit: leukopenia cenderung pada demam dengue
Adanya bukti kebocoran plasma yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas pembuluh darah pada Demam Berdarah Dengue dengan
manifestasi peningkatan hematokrit diatas 20% dibandingkan standard sesuai
usia dan jenis kelamin dan atau menurun dibandingkan nilai hematokrit
sebelumnya > 20% setelah pemberian terapi cairan.
Trombositopenia (Trombosit <100.000/ml) ditemukan pada Demam Berdarah
Dengue
Klasifikasi
Derajat DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah
ditemukantrombositopenia dan hemokonsentrasi) berdasarkan klassifikasi WHO
1997:
Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas dan satu-
satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung
Derajat II : Seperti derajat I namun disertai perdarahan spontan di kulit dan
atau perdarahan lain
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembab
Derajat IV : Syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur.
Diagnosis Banding
Demam karena infeksi virus ( influenza , chikungunya, dan lain-
lain)Demam tifoid
81
Komplikasi
Dengue Shock Syndrome (DSS)
Penatalaksanaan
Terapi simptomatik dengan analgetik antipiretik (Parasetamol 3 x 500-1000
mg).Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
Alur penanganan pasien dengan demam dengue/demam berdarah dengue
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Pemeriksaan Kadar Trombosit dan Hematokrit secara
Prinsip konseling pada demam berdarah dengue adalah memberikan pengertian kepada p
asien dan keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga pasien
dapat mengerti bahwa tidak ada obat/medikamentosa untukpenanganan DBD, terapi hanya
bersifat suportif dan mencegah perburukan penyakit. Penyakit akan sembuh sesuai
dengan perjalanan alamiah
penyakit.Modifikasi gaya hidup
Melakukan kegiatan 3M menguras, mengubur, menutup.
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan
bergizidan
melakukan olahraga secara rutin.
Kriteria rujukan
Terjadi perdarahan masif (hematemesis, melena).
Dengan pemberian cairan kristaloid sampai dosis 15 ml/kg/ jam kondisi
belummembaik.
Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim, seperti kejang,
penurunan kesadaran, dan lainnya.
Sarana Prasarana
Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin
Prognosis
Prognosis jika tanpa komplikasi umumnya dubia ad bonam, karena hal ini
tergantungdari
derajat beratnya penyakit.
Referensi
Kemenkes RI. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue. Jakarta.
Chen, K. Pohan, H.T, Sinto, R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada
DemamBerdarah Dengue. Medicinus. Jakarta. 2009: Vol 22; p.3-7.
WHO. Dengue Haemorrhagic Fever: diagnosis, treatment, prevention
andcontrol. 2nd Edition. Geneva. 1997
DEMAM TIFOID
No ICPC II: D70 Gastrointestinal infection
No ICD X: A01.0 Typhoid fever
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Demam tifoid banyak ditemukan di masyarakat perkotaan maupun di pedesaan.
82
Penyakit ini erat kaitannya dengan kualitas higiene pribadi dan sanitasi lingkungan
yang kurang baik. Di Indonesia bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Dari telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia, tersangka demam
tifoid menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata
kesakitan 500/100.000 penduduk dan angka kematian antara 0.6–5% (KMK, 2006).
Faktor Risiko
Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
Pemeriksaan
FisikSuhu
tinggi.
Bau mulut karena demam lama.
Bibir kering dan kadang pecah-pecah.
Lidah kotor dan ditutup selaput putih (coated tongue), jarang ditemukan
padaanak.
Ujung dan tepi lidah kemerahan dan
tremor. Nyeri tekan regio epigastrik (nyeri
ulu hati).Hepatosplenomegali.
Bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan
frekuensi nadi).
Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer lengkap
Hitung lekosit total menunjukkan leukopeni (<5000 per mm3), limfositosis
relatif, monositosis, aneosinofilia dan trombositopenia ringan. Pada minggu
ketiga dan keempat dapat terjadi penurunan hemaglobin akibat perdarahan
hebat dalam abdomen.
Pemeriksaan serologi Widal
Dengan titer O 1/320 diduga kuat diagnosisnya adalah demam tifoid. Reaksi
widal negatif tidak menyingkirkan diagnosis tifoid. Diagnosis demam tifoid
dianggap pasti bila didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan
ulang dengan interval 5-7 hari.
Tes lain yang lebih sensitif dan spesifik terutama untuk mendeteksi infeksi akut
tifus khususnya Salmonella serogrup D dibandingkan uji Widal dan saat ini
seringdigunakan karena sederhana dan cepat adalah tes TUBEX®. Tes ini
menggunakanteknik aglutinasi dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau
83
uji tabung (tubetest).
Diagnosis Klinis
Suspek demam tifoid (Suspect case)
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran
cerna dan petanda gangguan kesadaran. Diagnosis suspek tifoid hanya dibuat pada
pelayanan kesehatan dasar.
Komplikasi
Biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga demam. Komplikasi antara lain
perdarahan,
perforasi, sepsis, ensefalopati, dan infeksi organ lain:
Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati)
Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi yang disertai
dengan kekacauan mental hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium
sampaikoma.
Syok septik
Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang
berat.
Selain itu, terdapat gejala gangguan hemodinamik seperti tekanan darah turun,
nadi halus
dan cepat, keringat dingin dan akral dingin.
Penatalaksanaan
Terapi suportif dapat dilakukan dengan:
Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan
mobilisasi.Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas.
Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu,
kesadaran),kemudian dicatat dengan baik di rekam medik pasien.
Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi
84
keluhan
gastrointestinal.
Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama untuk
demam tifoid
adalah kloramfenikol, ampisilin atau amoksisilin (aman untuk penderita
yangsedang hamil), atau trimetroprim-sulfametoxazole (kotrimoksazol).
Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat
diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu
Ceftriaxone, Cefotaxime (diberikan untuk dewasa dan anak), Kuinolon (tidak
dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan
tulang).
85
Thiamfenikol Dewasa : 4x500 Dapat dipakai untuk anak dan
mg/hari Anak : 50 dewasa
mg/kgBB/hari selama Dilaporkan cukup sensitif pada
5-7 hari bebas beberapa daerah
panas
Kriteria Rujukan
Telah mendapat terapi selama 5 h
Demam tifoid dengan tanda-tanda kedaruratan.
Demam tifoid dengan tanda-tanda komplikasi dan fasilitas tidak mencukupi.
Prognosis
Prognosis adalah bonam, namun ad sanationam dubia ad bonam, karena
penyakitdapat
terjadi berulang.
Sarana Prasarana
86
Laboratorium untuk melakukan pemeriksaan darah rutin dan serologi Widal.
Referensi
Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 364/Menkes/SK/V/2006 tentang
PedomanPengendalian Demam Tifoid.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku ajar
ilmupenyakit dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2006.
KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis infeksi
No. ICPC II: F70 Conjunctivitis infectious
No. ICD X: H10.9 Conjunctivitis, unspecified
Konjungtivitis alergi
No. ICPC II: F71 Conjunctivitis allergic
No ICD X: H10.1 Acute atopic conjunctivitis
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Konjungtivitis adalah radang konjungtiva yang dapat disebabkan oleh
mikroorganisme (virus, bakteri), iritasi atau reaksi alergi. Konjungtivitis ditularkan
melalui kontak langsung dengan sumber infeksi. Penyakit ini dapat menyerang
semua umur.
Keluhan
Pasien datang dengan keluhan mata merah, rasa mengganjal, gatal dan berair,
kadangdisertai sekret. Umumnya tanpa disertai penurunan tajam penglihatan.
Faktor Risiko
Daya tahan tubuh yang
menurunAdanya riwayat atopi
Penggunaan kontak lens dengan perawatan yang tidak
baikHigiene personal yang buruk
Pemeriksaan Fisik
OftalmologiTajam
penglihatan normal
Injeksi konjungtiva
Dapat disertai edema kelopak, kemosis
Eksudasi; eksudat dapat serous, mukopurulen atau purulen tergantung
penyebab. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan folikel, papil atau papil
raksasa, flikten,membran dan pseudomembran.
Klasifikasi Konjungtivitis
Konjungtivitis bakterial
Konjungtiva hiperemis, secret purulent atau mukopurulen dapat disertaimembrane
atau pseudomembran di konjungtiva tarsal.
Konjungtivitis viral
Konjungtiva hiperemis, secret umumnya mukoserous, dan pembesarankelenjar
preaurikular
Konjungtivitis alergi
Konjungtiva hiperemis, riwayat atopi atau alergi, dan keluhan gatal.
Komplikasi
Keratokonjuntivit
is
Penatalaksanaan
Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata
yang sakit
Sekret mata dibersihkan. Pemberian
obat mata topikal
Pada infeksi bakteri: Kloramfenikol tetes sebanyak 1 tetes 6 kali sehari atau salep
mata 3 kali sehari selama 3 hari.
Pada alergi diberikan flumetolon tetes mata dua kali sehari selama 2 minggu.
Pada konjungtivitis gonore diberikan kloramfenikol tetes mata 0,5- 1%sebanyak 1
tetes tiap jam dan suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB tiap hari sampai
tidak ditemukan kuman GO pada sediaan apus selama 3 hari berturut-turut.
Konjungtivitis viral diberikan salep Acyclovir 3% lima kali sehari selama10 hari.
Pemeriksaan Penunjang
LanjutanTidak diperlukan
Kriteria rujukan
Pada bayi dengan konjungtivitis gonore jika terjadi komplikasi pada kornea
dilakukan
rujukan ke spesialis mata.
Konjungtivitis alergi dan viral tidak ada perbaikan dalam 2 minggu rujuk ke
spesialis mata
Konjungtivitis bakteri tidak ada perbaikan dalam 1 minggu rujuk ke spesialis
mata.
Sarana Prasarana
1. Lup
2. Laboratorium sederhanauntuk pemeriksaan Giemsa
88
3. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan Gram
4. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan dengan metilen blue
Prognosis
Penyakit ini jarang menimbulkan kondisi klinis yang berat sehingga pada
umumnyaprognosisnya bonam.
Referensi
Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen Klinis Perdami,
1thEd.
Jakarta: CV Ondo. 2006.
James, Brus. dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005.
Riordan. Paul, E. Whitcher, John P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Ed17.
Jakarta: EGC. 2009.
Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V.Jakarta:Balai Penerbit
FKUI. 2008.
Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Cetakan I.Jakarta:Widya
Medika.2000.
INFEKSI PADA UMBILIKUS
Tingkat Kemampuan:
4AMasalah Kesehatan
Tali pusat biasanya lepas pada hari ke-7 setelah lahir dan luka baru sembuh pada hari
ke-15. Infeksi pada tali pusat atau jaringan kulit di sekitar perlu dikenali secara
dinidalam rangka mencegah sepsis.
Faktor Risiko
Imunitas seluler dan humoral belum
sempurnaLuka umbilikus
Kulit tipis sehingga mudah lecet
Faktor Predisposisi
Pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril
Pemeriksaan Fisik
Ada tanda tanda infeksi di sekitar tali pusat seperti kemerahan, panas, bengkak,
nyeri dan mengeluarkan pus yang berbau busuk.
Infeksi tali pusat lokal atau terbatas: bila kemerahan dan bengkak terbatas pada
daerah kurang dari 1cm di sekitar pangkal tali pusat.
Infeksi tali pusat berat atau meluas: bila kemerahan atau bengkak pada tali
pusat meluas melebihi area 1 cm atau kulit di sekitar tali pusat bayi mengeras
dan memerah serta bayi mengalami pembengkakan perut.
Tanda sistemik: demam, takikardia, hipotensi, letargi, somnolen, ikterus
Pemeriksaan Penunjang: -
89
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Adanya
tanda-tanda
infeksi disekitar umblikus seperti bengkak, kemerahan dan kekakuan. Pada
keadaantertentu ada lesi berbentuk impetigo bullosa.
Diagnosis Banding
Tali pusat normal dengan akumulasi cairan berbau busuk tidak ada tanda
tandainfeksi (pengobatan cukup dibersihkan dengan alkohol)
Granuloma-delayed epithelialization/ Granuloma keterlambatan
prosesepitelisasi karena kauterisasi
Komplikasi
Necrotizing fasciitis dengan tanda-tanda: edema, kulit tampak seperti jeruk
(peaud’orange appearance) disekitar tempat infeksi, progresifitas cepat dan
dapat menyebabkan kematian maka kemungkinan menderita
Peritonitis
Trombosis vena
portaAbses
Penatalaksanaan
Perawatan lokal:
Pembersihan tali pusat dengan menggunakan larutan antiseptik
(Klorheksidinatau iodium
povidon 2,5%) dengan kain kasa yang bersih delapan kali sehari sampai
tidakada nanah
lagi pada tali pusat.
Setelah dibersihkan, tali pusat dioleskan dengan salep antibiotik 3-4 kali sehari.
Perawatan sistemik:
Bila tanpa gejala sistemik, pasien diberikan antibiotik seperti kloksasilin oral
selamalima
hari Bila anak tampak sakit, harus dicek dahulu ada tidaknya tanda-tanda sepsis.
Anak dapat
diberikan antibiotik kombinasi dengan aminoglikosida. Bila tidak ada perbaikan,
pertimbangkan kemungkinan Meticillin Resistance Staphylococcus aureus
(MRSA).
Kontrol kembali bila tidak ada perbaikan atau ada perluasan tanda-tanda infeksi
dankomplikasi seperti bayi panas, rewel dan mulai tak mau makan.
-Kriteria Rujukan:
Bila intake tidak mencukupi dan anak mulai tampak tanda
dehidrasiTerdapat tanda komplikasi sepsis
Sarana Prasarana
Klorheksidin atau iodium povidon
2,5%Kain kasa
Larutan antiseptik (klorheksidin atau iodium povidon
2,5%)Salep antibiotik
Prognosis
Prognosis jika pasien tidak mengalami komplikasi umumnya dubia ad bonam
90
Referensi
Infeksi Tali Pusat dalam Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir.
IDAI.Depkes RI: Jakarta, 2003.
Peadiatrics Clerkship University. The University of Chicago.
91
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri 2022
PERINATAL ASFIKSIA
1. Penger Perinatal Asfiksia adalah kondisi gangguan pertukaran gas karbondioksida dengan oksigen
tian yang menyebabkanterjadinya hipoksemia dan hiperkarbia pada janin sehingga menyebabkan
(Defini asidosis.
si)
2. Anamnesis Bayi tidak bernapas spontan dan adekuat setelah lahir atau sesaat setelah lahir.
4. Kriteria Diagnosis 1. Adanya asidosis metabolik atau mixed acidemia (pH <7.00) pada darah arteri
umbilikus atau analisa gasdarah arteri apabila fasilitas tersedia
2. Adanya persisten nilai apgar 0-3 selama >5 menit
3. Manifestasi neurologis segera pada waktu perinatal dengan gejala kejang, hipotonia,
koma, ensefalopatihipoksik iskemik
4. Adanya gangguan fungsi multiorgan segera pada waktu perinatal
5. Diagnosis Asfiksia
6. Diagnosis Pengaruh sedasi, pemberian anestesia dan analgesia lainnya pada ibu waktu persalinan
Banding Infeksi virus, sepsis atau meningitis
Kelainan kongenital susunan syaraf pusat, jantung dan paru
Penyakit neuromuskular
Trauma persalinan
Kelainan metabolisme bawaan
8. Terapi Resusitasi
Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar
- Langkah awal resusitasi
Indikasi : bila terdapat salah satu jawaban tidak dari pertanyaan cukup bulan,
bernapas ataumenangis, dan tonus otot baik
- Ventilasi tekanan positif (VTP)
Indikasi : apnu atau megap-megap, denyut jantung <100 x/menit, saturasi tetap di
bawah nilai targetmeskipun telah diberi O2 aliran bebas sampai 100%
- Ventilasi tekanan positif dan kompresi dada
Indikasi : denyut jantung <60 x/menit setelah 30 detik dilakukan VTP efektif
Terapi medikamentosa :
Epinefrin :
Indikasi :
- Denyut jantung bayi <60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat
dan kompresi dada
- Asistolik
Dosis :
- 0,1-0,3 mL/kg BB dalam larutan 1:10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) diberikan i.v,
dibilas dengan 0,5-1mL normal salin
- 0,3-1 mL/kg BB larutan 1:10.000 bila diberikan endotrakeal
- Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
Volume ekspander :
Indikasi :
- Hipovolemia
- Tidak ada respon dengan resusitasi
Jenis cairan :
- Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%)
Dosis :
- Dosis awal 10 mL/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.
92
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022
PERINATAL ASFIKSIA
14. Indikator Medis Bayi bernapas, denyut jantung >100 kali/ menit, tidak sianosis, tonus otot baik
Sebagian besar bayi baru lahir (90%) tidak memerlukan bantuan pernapasan
Sekitar 10% bayi baru lahir memerlukan bantuan pernapasan dan 1 % memerlukan
bantuan resusitasilengkap (intubasi, kompresi dada, pemberian obat) untuk
kelangsungan hidupnya
80 % Pasien sembuh dalam waktu 3 minggu
15. Kepustakaan 1. Kattwinkel J, McGowan JE, Zaichkin J. Textbook of neonatal resuscitation; edisi ke-6.
AAP & AHA, 2011; 1-302
2. American Academy of Pediatrics. Special report- neonatal resuscitation: 2010 Amaerican
Heart Association guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency
cardiovascular care. Pediatrics 2010; 126(5): e1400-11.
3. Hansen AR, Soul JS. Perinatal asphyxia and hypoxic-ischemia encephalopathy. Dalam:
Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-7. Boston: Lippincott
Williams & Wilkins, 2012; 711-28.
4. Ringer SA. Resuscitation in the delivery room. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds.
Manual of neonatal care;edisi ke-7. Boston: Lippincott Williams & Wilkins, 2012; 47-62.
5. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Neonatology, management, procedures, on call
problems disease and drugs; edisi ke-6. New York: Lange Books/Mc Graw-Hill, 2009;
624-35.
6. Indrasanto E, Dharmasetiawani N, Rohsiswatmo R, Kaban RK. Buku acuan pelatihan
pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif. Jakarta: Depkes RI, 2008;
31-41.
93
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUDKabupaten Kediri 2022
94
13. Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madonna Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
14. Indikator Medis Pemberian preparat besi selama 2-3 bulan dan respon pemberian preparat besi dievaluasi
dengan peningkatan
95
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri 2022
96
PANDUAN
PRAKTIK
KLINIS
KMF Ilmu
Kesehatan
AnakRSUD
Kabupaten
Kediri 2022
THALASSEMIA
1. Pengertian Suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal,
(Definisi) disebabkan olehkekurangan sintesis rantai polipeptida yang menyusun molekul globin dalam
hemoglobin.
2. Anamnesis pucat
gangguan nafsu makan
gangguan tumbuh kembang
perut membesar
3.Pemeriksaan Fisik anemia
bentuk muka mongoloid (facies Cooley)
dapat ditemukan ikterus
gangguan pertumbuhan
splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
Kriteria Diagnosis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
darah tepi
Hb rendah dapat mencapai 2-3 g%
gambaran morfologi eritrosit mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda
Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
Retikulosit meningkat
pemeriksaan khusus
HbF meningkat: 20-90% Hb total
Elektroforesis Hb: hemoglobinopati lain dan mengukur kadar HbF.
pemeriksaan pedigree: kedua orang tua pasien thalassemia mayor merupakan trait
(carrier) dengan HbA2 meningkat (>3,5% dari Hb total).
pemeriksaan lain
foto Ro tulang kepala: gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan
trabekula tegak lurus pada korteks
foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: perluasan sumsum tulang sehingga trabekula
tampak jelas
5. Diagnosis THALASSEMIA
6. Diagnosis Banding anemia defisiensi besi
anemia karena infeksi menahun
anemia pada keracunan timah hitam (Pb)
anemia sideroblastik
7.Pemeriksan hapusan darah tepi
Penunjang pemeriksaan khusus
Elektroforesis Hb
pemeriksaan pedigree
pemeriksaan lain
foto Ro tulang kepala
foto tulang pipih dan ujung tulang panjang
97
8. Terapi 1. MEDIKAMENTOSA
Pemberian iron chelating agent: diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000
μg/l atau saturasi transferin lebih 50% atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kgBB/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12
jam dengan minimalselama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelat besi, untuk meningkatkan efek kelasi
besi.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah
merah.
2. BEDAH
Splenektomi dengan indikasi: Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak
penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya ruptur.
Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan
suspensi eritrosit (Packed Red Cell/PRC) melebihi 250 ml/kgBB dalam satu tahun.
3. SUPORTIF
Transfusi darah:
Diberikan pada Hb «8 g/dL sampai kadar Hb 10-11 g/dL. Dengan keadaan ini akan
memberikan supresi
98
PANDUAN
PRAKTIK
KLINIS
KMF Ilmu
Kesehatan
AnakRSUD
Kabupaten
Kediri 2022
THALASSEMIA
sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhandan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam
bentuk PRC 10 ml/kgBB/hari.
9. Edukasi 1. Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi
sebagai akibat absorbsibesi meningkat dan transfusi darah berulang.
Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar
bernafas. Bila hal initerjadi kelasi besi dihentikan.
2. Tumbuh kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, sehingga diperlukan
perhatian danpemantauan tumbuh kembang penderita.
99
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan
AnakRSUD
Kabupaten Kediri
2022
KEJANG DEMAM
16. Pengertian Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (di
(Definisi) atas 38°C), yangdisebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Dibagi menjadi 2 yakni
kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks
17. Anamnesis - Didapatkan riwayat panas disertai kejang
- Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga yang lain
18. Pemeriksaan Fisik Tidak spesifik
Pemeriksaan neurologi dalam batas normal
19. Kriteria Diagnosis Kejang Demam Sederhana (KDS) :
- Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
- Kejang umum tonik dan atau klonik
- Tanpa gerakan fokal
- Tidak
berulang dalam 24
jamKejang Demam
kompleks (KDK) :
- Kejang lama > 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
20. Diagnosis Kejang Demam
21. Diagnosis Banding Diagnosis banding untuk kejang demam pertama kali:
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak
22. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi
Penunjang sumber infeksi ataumencari penyebab (darah tepi, elektrolit dan gula darah).
2.X-ray kepala atau CT-Scan kepala tidak rutin dikerjakan, hanya atas indikasi adanya
kejang fokal atauhemiparese.
23. Terapi 1. Penanganan Pada Saat Kejang
• Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal 0,3-0,5 mg/KgBB/dosis IV (perlahan-lahan)
atau 0,4- 0,6mg/KgBB/dosis rektal suppositoria. Bila kejang masih belum teratasi
dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.
•Turunkan demam :
Antipiretik : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10
mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan sehari 3-4 kali
Kompres : suhu >39°C : air hangat; suhu > 38°C : air biasa
• Pengobatan penyebab : antibiotik diberikan sesuai indikasi dengan penyakit
dasarnya.
2. Pencegahan Kejang
• Pencegahan berkala
(intermiten) untuk KDS
dengan Diazepam 0,1
mg/KgBB/dosis PO dan
antipiretik pada saat anak
menderita penyakit
yang disertai demam.
24. Edukasi 1. Meyakinkan penderita bahwa kejang demam mempunyai prognosis yang baik
2. Memberikan cara penanganan kejang yang benar
3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
4. Tidak ada kontra indikasi pemberian vaksinasi pada penderita kejang demam
5. Pemberian obat untuk mencegah frekuensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efeksamping obat
25. Prognosis Ad vitam :
dubia ad
bonam Ad
sanationam :
dubia ad
bonamAd
fumgsionam :
dubia ad bonam
26. Tingkat Evidens IV
27. Tingkat C
Rekomendasi
28. Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
29. Indikator Medis - Hampir semua anak mempunyai prognosis yang baik
- Anak usia dibawah 12 bulan yang mengalami kejang demam mempunyai
kemungkinan sebesar 50%terjadi rekurensi .
- 80% Pasien akan sembuh dalam waktu 2 hari
100
30. Kepustakaan 1. American academy of pediatrics subcommittee on febrile seizures. Febrile seizure:
Guideline for the neurodiagnostic evaluation of the child with a simple febrile
seizure. Pediatrics 2011;127:389-94.
2. Kundu GK, Rabin F, Nandi ER, Sheikh N, Akhter S. Etiology and risk factors of
febrile seizure – an update. Bangladesh J Child Helath 2010;34:103-12.
3. American academy of pediatrics subcommittee on febrile seizures. Febrile
seizures: clinical practice guidelines for the long-term management of the child
with simple febrile seizures. Pediatrics 2008;121:1281-6.
101
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri
2022
KEJANG DEMAM
102
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri 2022
PNEUMONIA
1. Pengertian Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai
(Definisi) macam etiologi.Terbanyak adalah virus atau bakteri. Etiologi lain parasit dan aspirasi zat tertentu
103
9. Edukasi 1. Pemberian imunisasi untuk mencegah pneumonia
2. Pengobatan secara dini bila didapatkan gejala infeksi saluran pernafasan
3. Pemberian ASI pada saat bayi dan pemberian nutrisi yang cukup saat anak-anak
4. Lingkungan rumah yang cukup ventilasi dan sinar matahari
5. Untuk pneumonia ringan yang dirawat jalan harus dipastikan antibiotik dikonsumsi
secara lengkap dankontrol secara teratur
6. Untuk pneumonia berat sebaiknya di rawat inap dan memerlukan jangka waktu
tertentu sampai pneumonianya dapat membaik
10. Prognosis Pneumonia ringan
Ad vitam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam Ad fungsionam : dubia ad bonam
104
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri
2022
PNEUMONIA
Pneumon
ia berat
dan
sangat
beratAd
vitam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat IV
Evidens
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
14. Indikator Medis 1. Perbaikan gejala klinis
2. Perbaikan radiologis
3. Perbaikan parameter laboratorium
15. Kepustakaan 1. Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric
pneumonia. Emerg Med ClinN Am 2003; 21 : 437-
51.
2. Sectish TC, Prober CG. Pnemonia. Dalam :
Behrman RE, Kleigman RM,Jenson HB,
penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics.
Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders, 2003
: 1432-5.
3. Gaston B. Pneumonia. Pediatr Rev 2002 : 23 : 132-40
4. Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric
pneumonia. Emerg Med ClinN Am 2003; 21: 437-51
5. Sandora TJ, Harper MB.
Pneumonia in hospitalized children.
Pediatr Clin N Am 2005; 52: 1059-
81
6. Mc Intosh K. Community-acquired
pneumonia in children. NEng J
Med 2002; 346: 429-36
7. Stein RT, Marostica PJC. Community-acquired
bacterial pneumonia. Dalam: Chernick V, Boat
TF, Wilmott RW, Bush A, penyunting. Kendig’s
disorders of the respiratory tract in children, Edisi
ke-7. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2006;
441-52.
8. Apisamthanarak A, Mundy LM. Etiology of
community-acquired pneumonia.Clin Chest Med
2005; 26: 47-55
9. Crawford SE, Dawn RS. Bacterial pneumonia, lung abscess and empyema.
Dalam: Taussig LM, Landau LI, penyunting.
Pediatric respiratory medicine,Edisi ke-2.
Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008; 501-54
105
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten
Kediri 2022
106
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri
2022
Elektrolit serum, gula darah acak, dan albumin (atas indikasi tertentu)
PPT dan APTT (atas indikasi tertentu)
8. Terapi Pemberian cairan intravena untuk mengatasi plasma leakage, prinsipnya
“ diberikan seminimal mungkin untuk mempertahankan sirkulasi yang
efektif”; “ disertai observasi ketat dari waktu ke waktu sampai plasma
leakage berhenti “
Pemberian infus cairan RLD5 pada DHF grade I dan II yang LFT normal/
atau RAD5 pada penderita DHF grade I dan grade II yang SGOT dan
SGPT nya > 10 x harga normal, dengan formula pemberian cairan 7-5-3
Pada penderita DHF grade 3 dan grade 4 syok diatasi secepat mungkin,
kalau syok sudah teratasi pemberian cairan mengikuti formula 7-5-3
(lampiran algoritme pemberian cairan penderita DHF)
Tanda klinis berhentinya plasma leakage adalah tanda vital yang stabil,
disertai munculnya gejala mau makan / minum serta mau bermain dari
penderita
107
10. Prognosis DHF grade 1 dan grade 2
Ad vitam : dubia ad bonamAd sanationam : dubia ad bonamAd fungsionam : dubia ad bonamDHF grade 3
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
108
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022
109
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022
1. Pengertian (Definisi) Diare adalah keluarnya tinja cair lebih dari tiga kali/24 jam.
Diare akut: Diare yang berlangsung paling lama 14 hari. Diare berdarah adalah episode diare
akut dengan darahdalam tinja
Dehidrasi berat: dehidrasi >10% untuk bayi dan >9% untuk anak dan menunjukkan tanda
gangguan alat vital tubuh (somnolen, koma, Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi) dan
memerlukan pemberian cairan-elektrolit parenteral.
2. Anamnesis Onset, frekuensi, kuantitas dan karakter diare (cair, adanya lendir dan atau darah) dan
muntah (adanya darah,bilious).
Panas
Kembung
Adanya dehidrasi : mata cowong, air mata kering, buang air kecil berkurang, sesak,
kejang, dan gangguankesadaran
Adanya penyakit penyerta lain
Riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya
Intake
Adanya intoleransi laktosa yang ditandai dengan diare cair, kembung, iritasi pada pantat
8. Terapi Rehidrasi : beri 100 ml/kg cairan Ringer Laktat / Ringer Asetat (atau bila tidak tersedia,
dapat diberikan NaCl0.9%) yang dibagi sebagai berikut
Usia <12 bulan : 30 ml/kg dalam 1 jam dilanjutkan 70 ml/kg dalam 5 jam berikutnya
Usia ≥12 bulan : 30 ml/kg dalam 30 menit dilanjutkan 70 ml/kg dalam 2 ½
jam berikutnyaDapat diulang jika denyut nadi masih sangat lemah / tidak
teraba
Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri tetesan
intravena lebih cepat. Juga beri oralit (5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum ;
biasanya setelah 3-4jam (bayi) atau 1-2 jam(anak).
Makanan tetap diberikan, ASI maupun formula diteruskan.
Zinc selama 10-14 hari dengan dosis 10mg/hari
(untuk anak di bawah 6bulan) dan 20mg/hari
(untuk anak di atas 6 bulan).
Antibiotika diberikan pada kasus tertentu
Vitamin A 100.000 IU IM (untuk anak di atas 1 tahun); 50.000 IU (untuk anak di
bawah 1 Tahun).Probiotik : 1 kapsul/1 bungkus per hari.
Pengobatan problem penyerta (gangguan elektrolit,
keseimbangan asam basa)Obat-obat antidiare tidak
dianjurkan.
9. Edukasi Menjaga
higiene
dan
sanitasi
Tanda-
tanda
dehidras
i
Tetap memberikan ASI
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten
Kediri 2022
10. Prognosis
Ad vitam :
dubia ad
bonam/malam Ad
sanationam : dubia
ad bonam/malamAd
fumgsionam : dubia
ad bonam/malam
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
ABSES OTAK
1. Pengertian Proses peradangan purulen yang terisolir di antara jaringan otak, baik disertai
(Definisi) pembentukan kapsul atautidak
2. Anamnesis Sakit kepala merupakan keluhan dini yang paling sering dijumpai (70-90%).
Terkadang juga didapatkan mual, muntah dan kaku kuduk (25%).
Adanya riwayat penyakit jantung bawaan sianotik, infeksi sinus atau mastoid
Adanya riwayat prosedur bedah saraf, trauma kepala maupun kondisi imunosupresi
3. Pemeriksaan Panas tidak terlalu tinggi.
Fisik Kejang biasanya bersifat fokal.
Gangguan kesadaran mulai dari perubahan kepribadian, apatis sampai koma.
Apabila dijumpai papil edema menunjukkan bahwa proses sudah berjalan lanjut.
Dapat dijumpai hemiparese dan disfagia.
Defisit neurologis fokal menunjukkan adanya edema di sekitar abses.
4. Kriteria 1. Anamnesis dan gejala klinis yang spesifik
Diagnosis 2. Hasil neuro imaging (CT Scan atau MRI dengan kontras)
5. Diagnosis Abses otak
6. Diagnosis 1. Tumor di daerah serebropontin
Banding 2. Abses ekstradural
3. Empiema subdural
7. 1. Pemeriksaan laboratorium :
Pemerik o Darah : jarang dapat memastikan diagnosis. Biasanya lekosit sedikit meningkat
saan dan laju endap darahmeningkat pada 60% kasus
Penunjang o Cairan Serebro Spinal (CSS) : dilakukan bila tidak ada tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) oleh karena dikhawatirkan terjadi herniasi
2. Pemeriksaan radiologi:
CT Scan: CT-scan kepala dengan kontras dapat dipakai untuk memastikan diagnosis.
Stadium serebritis awal (1-3 hari), serebritis lanjut (4-9 hari), formasi kapsul dini
(10-14 hari) dan formasi kapsul lanjut (>14 hari)
Stadium awal hanya didapatkan daerah hipodens dan daerah irreguler yang tidak
menyerap kontras.Pada stadium lanjut didapatkan daerah hipodens dikelilingi cincin
yang menyerap kontras.
8. Terapi Penatalaksanaan medikamentosa dengan atau tanpa aspirasi dilakukan pada stadium
serebritis, absesmultipel dan abses yang didapatkan pada daerah kritis
Pada penatalaksanaan medikamentosa diberikan:
1. Cefotaxime 200 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis atau Ceftriaxone 100
mg/kgBB/hari IV dibagidalam 2 dosis
2. Metronidazole 15 mg/KgBB/dosis IV kemudian dilanjutkan dengan 7,5
mg/KgBB/dosis IV/PO setiap 6jam hari (maksimal 4 g/hari).
Antibiotik diberikan selama kurang lebih 6 minggu.
3. Apabila didapatkan peningkatan TIK dapat diberikan:
a. Mannitol dosis awal 0,5-1 mg/KgBB IV kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 mg/KgBB IV
setiap 4-6 jam
b. Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis rumatan
0,5 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 3 dosis atau Methylprednisolone dosis
awal 1-2 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,5 mg/KgBB/dosis
setiap 6 jam. Pengurangan dosis (tappering off) dimulai padahari ke 5
Perhatian: Steroid dapat menghambat penetrasi antibiotik pada abses dan
menghambat pembentukan dinding abses yang berakibat abses mudah pecah
dan terjadi meningitis.
Penatalaksanaan bedah:
Aspirasi stereotactic
Kraniotomi
Neuroendoskopi
9. Edukasi 1. Penjelasan tentang komplikasi dan prognosis penderita. Sebelum
era antibiotikmortalitas mencapai 40-60%.
2. Banyaknya komplikasi dan kematian disebabkan karena abses
serebri yang multiple,adanya GCS yang turun dan meningitis.
3. Penjelasan terhadap adanya rekurensi.
4. Keterlambatan diagnosis mempunyai kontribusi terhadap derajat berat
penyakit.
10. Prognosis Angka mortalitas mencapai 4-12 %.
Kejang bersifat kronis cukup sering didapatkan dan terkadang bermanifestasi
setelah beberapa tahunpasca abses serebri
11. Tingkat Evidens 4
12.Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
14. Indikator Medis Pengobatan dengan cefotaxime menunjukkkan angka kesembuhan 76 % pada kasus
abses otak
Tingkat mortalitas setelah pasien menjalani tindakan bedah adalah sebesar 15%.
112
PANDUAN
PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu
Kesehatan
AnakRSUD
Kabupaten
Kediri 2022
ABSES OTAK
80% Pasien akan sembuh dalam waktu 6 minggu
15. Kepustakaan 1. Helweg-Larsen J, Astradsson A, Richhall H, Erdal J, Laursen A,
Brennum J. Pyogenic brain abscess, a 15 year survey. BMC Infect Dis 2012;12:332.
2. Shachor-Meyouhas Y, Bar-Joseph G, Guilburd JN, Lorber A,
Hadash A, Kassis I. Brain abscess in children - epidemiology, predisposing factors and
management in the modern medicine era. Acta Paediatr 2010;99(8):1163-7.
3. Jansson AK, Enblad P, Sjolin J. Efficacy and safety of cefotaxime in
combination with metronidazole for empirical treatment of brain abscess in clinical
practice: a retrospective study of 66 consecutive cases. Eur J Clin Microbiol Infect Dis
2004;23(1):7-14.
4. Kao PT, Tseng HK, Liu CP, Su SC, Lee CM. Brain abscess: clinical
analisys of 53 cases. J Microbiol Immunol Infect;36:129-136
5. Tauber MG, Schaad UB. Bacterial infections of the nervous system.
Dalam Swaiman KF. Ashwal S, Ferriero DM, Schor NF ed. Pediatric neurology
principles and practice. Edisi kelima. Philadelphia: Elsevier; 2012. Hal 1241-61.
113
PANDUAN
PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu
Kesehatan
AnakRSUD
Kabupaten
Kediri 2022
CAMPAK
- Campak, measles, atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh
1.Pengertian (Definisi) virus campak. Penyakit ini sangat menular sejak awal masa prodromal sampai
lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Penularan secara droplet (airborne).
- Campak mempunyai gejala klinis yang khas, terdiri dari 3 stadium, yaitu :
1. (Stadium masa tunas 10-12 hari)
2. Stadium prodromal 2-4 hari
3. Stadium erupsi 5-7 hari
4. Stadium konvalesen
- Stadium prodromal diawali dengan demam yang makin tinggi disertai batuk, pilek,
nyeri telan, konjungtivitis dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti
muntah dan diare. Pada masa ini dapat ditemukan tanda patognomonis adanya
bercak Koplik’s, yaitu enantema di mukosa pipi di depan dari molar 3, yang
biasanya muncul 2 hari sebelum timbulnya ruam.
2.Anamnesis - Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam makulopapular pada kulit, yang dimulai dari
belakang telinga, batas antara rambut dan kulit, kemudian menyebar ke wajah,
dada, perut, lengan dan kaki secara bersamaan. Suhu akan mulai turun pada hari
ke 2-3 ruam, dan ruam kemudian mengalami hiperpigmentasi dan deskuamasi.
- Pada stadium konvalesen ruam akan berangsur menghilang sesuai dengan urutan
timbulnya.
- Pada anak dengan gizi buruk gejala muntah dan diare bisa sangat berat.
- Bisa timbul komplikasi berupa otitits media, bronkopneumoni, mastoiditis, laryngitis
akut, ensefalitis, gastroenteritis, adenitis servikal, SSPE (subacute sclerosing
panencephalitis), aktivasi tuberculosis, dan gangguan gizi sampai kwashiorkor.
- Stadium prodromal didapatkan panas disertai 3C dan 1 K (cough, coryza,
conjunctivitis, dan koplik’s spot)
- Stadium erupsi ditandai timbulnya ruam makulopapular yang bertahan 5-6 hari,
yang dimulai dari batas telinga kemudian menyebar ke wajah dan seluruh
tubuh. Sekitar 2-3 hari setelah ruam muncul biasanyapanas akan menghilang.
3.Pemeriksaan Fisik - Stadium konvalesen setelah 3 hari ruam akan menjadi kehitaman dan
mengelupas, dan menghilangsetelah 1-2 minggu sesuai urutan timbulnya.
- Penentuan status gizi penderita penting karena gizi buruk mempunyai komplikasi
yang berat
- Gejala fisik lainnya ditemukan sesuai dengan timbulnya komplikasi yang terjadi.
A. diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan
tambahan
1. Anamnesa :
Panas, batuk pilek dan konjuntivitis serta ditemukannya bercak Koplik’s
(patognomonik)
2. Pemeriksaan fisik :
Adanya ruam makulopapular yang timbul pertama dari belakang telinga
kemudian menyebar ke wajah, dada dan seluruh tangan dan kaki.
4.Kriteria Diagnosis 3. Pemeriksaan Ig M spesifik campak (+) dan pemeriksaan virologi
4. kultur virus dari swab ginggiva atau urine
B. Untuk
campak
dengan
komplikasi
:Ensefalitis
Pneumonia
1. Pemeriksaan darah lengkap : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada
komplikasi
5Pemeriksaan penunjang 2. Feses lengkap jika diare
3. Pemeriksaan penunjang untuk komplikasi : foto polos dada, CT scan kepala.
4. Analisa gas darah, elektrolit serum, dan gula darah acak sesuai indikasi
Campak
6.Diagnosis Campak dengan komplikasi (ICD 10: B05.1,2,3,4)
1. Rubela
2. Infeksi Adenovirus
3. Infeksi Enterovirus
4. Scarlet fever
7.Diagnosis Banding 5. Infeksius mononukleosus
6. Penyakit Kawasaki
7. Erupsi obat
8. Roseola infantum (eksantema subitum)
114
8. Terapi Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari :
1. Pemberian cairan yang cukup
2. Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat
kesadaran dan adanyakomplikasi
3. Suplemen nutrisi
4. Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
5. Anti konvulsi apabila terjadi kejang
6. Pemberian vitamin A.
Indikasi rawat inap :
0
Hiperpireksia (suhu > 39,0 C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau adanya
komplikasi.
Campak tanpa komplikasi :
1. Hindari penularan
115
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri
2022
CAMPAK
10. Tingkat IV
Evidens
11. Tingkat C
Rekomendasi
13.Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
14.Indikator Medis 1. Bebas panas
2. Tidak sesak dan tidak diare
3. Nafsu makan membaik
4. Ruam telah menghitam dan atau mengelupas
5. Setelah 7 hari perawatan
6. Tindak lanjut :
a. Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang perlu
dipantauterhadap adanya infeksi TB laten.
b. Pantau gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.
c. Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk, konsultasi pada Divisi Nutrisi &
Metabolik
116
15. 1. Parwati SB. Campak dalam perspektif perkembangan imunisasi dan diagnosis.
Pediatri pencegahanmutakhir I, CE IKA Unair, 2000 : 73-92.
Kepustaka 2. Katz SL. Measles in Katz SL, Gershon AA, Hotez PJ (eds). Krugman’s Infectious Diseases
th
an of Children, 8 ed, St. Louis, Mosby, 1998 : 247-264.
3. Kristensen I, Aaby P, Jensen H, Routine vaccination and child survival : Follow up study in
Guinea-Bissou,West Africa. Br Med J. 2000; 321 : 1-8.
rd
4. Joklik WK. Paramyxovirus in Joklik WK, Virology, 3 ed. London, Prentice-Hall
International Inc., 1988;hal. 204-219.
5. Redd SC, Markowitz LE, Katz SL, Measles vaccine in Plotkin and Orenstein (eds),
rd
Vaccines, 3 ed,Philadelphia, WB Saunders, 1999 : 222-266.
6. Toit DR, Ward KN, Brown DWG, Mirev E. Measles and rubella misdiagnosed as
exanthema subitum(roseola infantum) Br Med J, 1996; 312 : 101-2.
7. WHO. Manual for the laboratory diagnosis of measles virus infection. Geneva, 2000.
WHO/V&B/00. 16.
8. Heifand RF, Health JL, Anderson LJ, Gonus D, Bellini WJ. Diagnosis of measles with an IgM-
captured EIA
117
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022
CAMPAK
: the optimal timing of specimen collection after rash onset. J Infect Dis, 1997; 175 : 195-7.
9. Shann F. Meta analysis of trials of prophylactic antibiotics for children with measles :
inadequate evidenceBr Med J, 1997; 314 : 334.
118
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022
SYOK ANAFILAKSIS
1. Pengertian Syok anafilaksis adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi sirkulasi.
(Definisi)
5. Diagnosis Diagnosis syok anafilaksis di tegakkan berdasarkan : anamnesa dan manifestasi klinis yang ada
6. Diagnosis Keracunan
Banding
8. Terapi
1. Life support: Airway, Breathing, Circulation.
2. Hentikan obat/bahan yang diduga sebagai penyebab.
3. Adrenalin (1:1000) 0,01ml/kg BB, berikan sc (ringan)/im (sedang)/iv (berat). Bila tidak ada
perbaikan bisadiulang 2-3 kali selang 10 – 15 menit.
4. Infus RL/NaCl/ cairan koloid 10-20 ml/kg/10 menit bila dengan adrenalin belum
menunjukkan perbaikanperfusi jaringan.
5. Bronkodilator pada penderita yang menunjukkan gejala seperti asma: Aminofilin intravena
atau β adrenergik bronkodilator (albuterol, terbutalin) parenteral atau nebulizer.
6. Antihistamin:Diphenhidranin 1-2 mg/kg BB i.m. atau i.v. atau 5 mg/kg BB per oral.
Chlortrimeton untukgejala-gejala kulit seperti urtikaria, angioedema, pruritus.
7. Kortikosteroid: Hidrokortison 6 - 8 mg/kg BB/6-8 jam. Kortikosteroid hanya diberikan pada
renjatan refrakter,urtikaria persisten, atau angioedema yang masih menetap setelah fase
akut teratasi.
9. Edukasi Pengetahuan sederhana bagaimana memberikan pertolongan pertama bila terjadi syok anafilaksis
119
10.Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam :
dubia ad bonam
Ad fungsionam :
dubia ad bonam
11.Tingkat IV
Evidens
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
Kritis
14.Indikator 1. Gejala yang timbul akibat allergen membaik dalam waktu 10-15 menit setelah
diberi Adrenalin sc (ringan)/im (sedang)/iv (berat). Bila tidak ada perbaikan bisa
Medis diulang 2-3 kali selang 10 – 15 menit.
2. Infus RL/NaCl/ cairan koloid bila dengan adrenalin belum menunjukkan perbaikan
perfusi jaringan. Tanda-tanda perbaikan perfusi jaringan bila nadi teraba kuat, Tensi
terukur, Capillary refill time < 2detik, akral hangat.
3. Hilangnya gejala asma ( wheezing, sesak, retraksi) setelah pemberian bronkodilator
pada penderitayang menunjukkan gejala seperti asma
4. Gejala-gejala kulit seperti urtikaria, angioedema, pruritus menghilang setelah
pemberian Antihistamin(dalaw waktu 48 jam)
5. Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan refrakter, urtikaria persisten, atau
angioedema yangmasih menetap setelah fase akut teratasi (>12 jam)
120
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022
SYOK ANAFILAKSIS
1. Abraham D, Grammer L. Idiophathic anaphylaxis. Immunol Allergy Clin North Am 2001; 21(4):
15.Kepustakaa 783 – 94.
n 2. Asthma & Allergy Information Research ( AAIR ). Anaphylaxis – Life threatening allergy.
http://www.users.globalnet.co.uk/~aair/anaphylaxis.htm.
3. Terr A I. Anaphylaxis. Dalam : Stites DP, Stobo JD, Wlls JV eds. Basic and Clinical
th
Immunology 6 ed.Connecticut: Prentice Hall Inc, 1987; 449–52.
4. Linzer J. Pediatric anaphylaxis. http://www.emedicine.com/emerg/topic360.htm
5. Rusznak C, Peeble RS. Anaphylaxis and anaphylactoid reactions. Post grade medicine2002; III
(5): 101–14.
6. Ownby DR. Pediatric anaphylaxis, insect stings and bite. Immunol Allergy Clin North Am
1999; 19(2): 347–61.
7. Burk AW, Jones SM, Wheeler JG, Sampson HA. Anaphylaxis and food hypersensitivity.
Immunol AllergyClin North Am 1999; 19(3): 533 –53.
121
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022
Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein, KEP diklasifikasikan menjadi KEP
derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan KEP derajat berat (gizi buruk). Gizi kurang belum
menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan dan anak tampak
kurus.Pada gizi buruk secara klinis didapatkan 3 bentuk ,yaitu : kwashiorkor, marasmus, dan
marasmik-kwashiorkor, walaupun demikian dalam penatalaksanaannya hampir sama
KEP berat
- Marasmus: Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus, perubahan mental,
cengeng, kulit kering, dingin dan mengendor, keriput, lemak subkutan menghilang hingga
turgor kulit berkurang, otot atrofi hingga kontur tulang terlihat jelas (iga gambang), kadang
terdapat bradikardi, tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
- Kondisi tersebut sering disertai penyakit infeksi seperti diare, TB paru, infeksi HIV
- KLINIS
Kriteria - ANTROPOMETRIS (< 5 th : kurva WHO 2007, > 5 th : kurva CDC 2000)
Diagnosis
Tabel 1. Klasifikasi KEP menurut WHO
Tanda KEP KEP sedang KEP berat (gizi buruk)
(gizi kurang)
Edema simetrik tidak Tidak/Ya
BB/TB <-2SD (70-90%) <-3SD severe wasting (<70%)
TB/U <-2SD (85-89%) <-3SD (severe stunting (<85%)
Ditegakkan berdasarkan :
5. Diagnosis 1. Pemeriksaan Klinis
2. Antropometris
3. Pemeriksaan penunjang (termasuk untuk mencari penyakit yang menyertai/underlying
disease)
122
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022
123
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022
B. DIETETIK
- Oral atau enteral
Gizi kurang : kebutuhan energi dihitung sesuai RDA untuk umur TB (height-age)
dikalikan berat badan ideal (target berat badan)
Gizi buruk: lihat tabel (sesuai fase)
- Diet bisa diberikan peroral atau enteral melalui pipa nasogastrik pada kasus gangguan
absorbsi dengan continuous feeding atau intermiten
- Jenis diet pada fase stabilisasi harus hipoosmolar, rendah laktosa dan rendah serat
- Bila didapatkan diare kronik (persisten) diberikan formula/diet elemental, semi elemental
tergantung beratnya kerusakan mukosa usus yang dapat menimbulkan malabsorbsi
karbohidrat (laktosa), protein dan lemak
- Nutrisi parenteral (Intravena): hanya atas indikasi tepat.
Bisa diberikan secara parsial atau total tergantung toleransi pemberian enteral (absorbsi)
dan derajat beratnya diare kronik, untuk memenuhi total kalori yang diperlukan sesuai
kebutuhan.
- Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi dan berdasarkan berat badan, yaitu: BB <
7 kg diberi makanan bayi, BB ≥ 7 kg diberi makanan usia anak
- Makanan padat (solid) pada kasus diare kronik bisa dimulai dengan pemberian bubur
BREDA (bubur realimentasi daging ayam), modifikasi bubur rendah laktosa (soy based diet)
- Evaluasi : akseptabilitas, toleransi, reaksi simpang, kenaikan berat badan ≥ 50
g/kgBB/minggu
Tabel 3. Kebutuhan energi, protein dan cairan sesuai fase-fase tata laksana gizi buruk
tabilisasi (F75) Transisi (F75 F100) Rehabilitasi (F100)
124
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri 2022
Tabel 4. Komposisi F75, F100, dan F135 beserta nilai kalori dan osmolaritas formula
Bahan makanan Per 1000 F 75 F100 F135
ml
Formula WHO
Susu skim bubuk g 25 85 9
0
Gula pasir g 100 50 6
5
Minyak sayur g 30 60 7
5
Larutan elektrolit ml 20 20 2
7
Tambahan air s/d ml 1000 1000 1000
Nilai Gizi
Energi Kkal 750 1000 1350
Protein g 9 29 3
3
Laktosa g 13 42 4
8
Kalium mmol 36 59 6
3
Natrium mmol 6 19 2
2
Magnesium mmol 4,3 7,3 8
Seng mg 20 23 3
0
Tembaga (Cu) mg 2,5 2,5 3,4
% Energi Protein - 5 12 1
0
% Energi Lemak - 36 53 5
7
Osmolaritas mosm/l 413 419 508
125
5. World Health Organization. Integrated Management of Childhood Illness.
Management of the Child with a Serious Infection or Severe Malnutrition.
Guidelines for Care in the First- Referral Level in Developing Countries.
Geneva: World Health Organization. 2000
6. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Malnutrisi Akut Berat
dan Terapi NutrisiBerbasis Komunitas.IDAI 2011
7. Mann MD, Hiil ID, Peat GM. Protein and Fat absorption in prolonged
diarrhea in infancyArchives of Disease in Childhood, 1982, 57, 268-73
8. Clifford W, Walker A. Chronic Protracted Diarrhea of Infancy: A Nutritional
Disease. Pediatrics 1983;72;786
126
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022
127
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022
1. Pengertian (definisi) Gangguan sementara fungsi otak dengan manifestasi gangguan kesadaran episodik
disertaiabnormalitas sistem motorik atau otonomik
3. Pemeriksaan Fisik Subtle (samar) : kedipan mata, gerakan seperti mengayuh, apnea lebih dari
20 detik dengan detak jantung normal, tangisan melengking, mulut seperti
mengunyah/ menghisap
Tonik (fokal dan general) : gerakan tonik seluruh ekstremitas, fleksi
ekstremitas atas disertaiekstensi ekstremitas bawah
Klonik (fokal dan multifokal). Fokal : gerakan ritmis, pelan, menghentak
klonik. Multifokal :gerakan klonik beralih dari ekstremitas yang satu ke
ekstremits yang lain tanpa pola spesifik.
Mioklonik (fokal, multifokal, general) : gerakan menghentak multipel dari
ekstremitas atasdan bawah.
8. Terapi Pertahankan homeostasis sistemik (pertahankan jalan nafas, usaha nafas dan
sirkulasi)
Terapi etiologi spesifik
o Dekstrose 10% 2 mL/kg BB intravena bolus pelan dalam 5 menit
o Kalsium glukonas 10 % 200 mg/kg BB intravena (2 mL/kg BB) diencerkan
aquades samabanyak diberikan secara intra vena dalam 30 menit (bila
diduga hipokalsemia)
o Antibiotika bila dicurigai sepsis atau meningitis
o Piridoksin 50-100 mg/kg IV sebagai terapeutik trial pada defisiensi
piridoksin, kejang akanberhenti dalam beberapa menit
Terapi antikejang
o Fenobarbital: Loading dose 20 mg/kg BB intravena dalam 15 menit, jika
tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 5 mg/kg BB tiap 5 menit sampai
total 40 mg/kg atau kejang berhenti.
o Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin: loading dose 20 mg/kg BB intra
vena kecepatan 1 mg/kg/menit
o Bila masih kejang dapat diberikan :
Diazepam 0,3 mg/kg/jam (dengan support ventilasi mekanik)
Midazolam 0,2 mg/kg iv kemudian 0,1-0,4 mg/kg/jam
o Rumatan fenobarbital dosis 3-5 mg/kg BB/hari dapat diberikan secara
intravena/intramuskuler/peroral , dimulai 24 jam setelah loading dose
o Rumatan fenitoin dosis 4-8 mg/kgBB/hari intravena dimulai dalam 12 jam
setelah loading dose
Penghentian obat anti kejang dapat dilakukan 2 minggu setelah bebas kejang dan
128
penghentian obat anti kejang sebaiknya dilakukan sebelum pulang kecuali
didapatkan lesi otak bermakna pada USG
129
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten
Kediri 2022
9. Edukasi Bayi yang mengalami kejang mungkin mempunyai lebih dari satu penyebab,
misalnya HIEdengan hipokalsemia, atau sepsis dengan hipoglikemia
Klinisi seharusnya tidak hanya mendiagnosis kejang saja tanpa mengetahui
penyebabdasarnya
15. Kepustakaan 1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management,
procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-6. New York: Lange
Books/Mc Graw-Hill, 2009; 374- 9.
2. Bergin AM. Neonatal seizures. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of
neonatal care; edisi ke-7. Boston: Lippincott Williams & Wilkins, 2012; 729-42..
3. Depkes RI. Klasifikasi kejang. Dalam: Buku bagan MTBM (Manajemen Terpadu
Bayi Muda Sakit). Metode tepat guna untuk paramedis, bidan dan dokter. Depkes
RI, 2001.
4. Young TE, Mangum B. Neofax. Dalam: Neofax, edisi ke-7, 2004: 154-155.
5. Indrasanto E, Dharmasetiawani N, Rohsiswatmo R, Kaban RK. Buku acuan
pelatihan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif. Jakarta:
Depkes RI, 2008; 273-80.
6. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan
obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta: Depkes RI, 2006; 84-92.
130
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri
2022
1. Pengertian Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dL
(definisi) (2.6 mmol/L).
2. Anamnesis Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, dan gangguan pernapasan
Riwayat bayi prematur
Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
3. Pemeriksaan Fisik Gejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas
8. Terapi a. Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3
hari pertama :
Periksa kadar glukosa saat bayi datang/ umur 3 jam
Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal
dalam 2 kalipemeriksaan
Kadar glukosa ≤45 mg/dL atau gejala positif tangani hipoglikemia
Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan
hipoglikemia selesai
131
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022
9. Edukasi Pemantauan glukosa bisa dihentikan setelah bayi mulai menerima asupan dengan
penuh atau mendapatkan infus glukosa terus menerus secara teratur dan 3 kali
pemeriksaan yang dilakukan setiap jam hasilnya >45 mg/ dL
Jika tanda kembali timbul dan pemberian asupan tidak bisa ditoleransi, mulai lagi dari
awal
14. Indikator Medis Tidak didapatkan gejala klinis hipoglikemia dan kadar gula darah normal
Kejang membaik
1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management,
15. Kepustakaan procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-6. New York: Lange
Books/Mc Graw-Hill, 2009; 313-7.
2. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan
obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta: Depkes RI, 2006; 56-7.
3. Wilker RE. Hypoglycemia and hyperglycemia Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds.
Manual of neonatal care; edisi ke-7. Boston: Lippincott Williams & Wilkins, 2012;
284-96.
4. Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. Buku panduan manajemen masalah
bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta: IDAI, MNH-
JHPIEGO, Depkes RI, 2004; 35-6.
133
5.Kepustakaan 1. Bagga A, Menon S. Idiopathic nephrotic syndrome: initial management. Dalam:
Chiu MC, Yap HK, Eds. Practical Paediatric Nephrology-An Update Of Current
Practices. Edisi 1. Hong Kong: MedcomLimited, 2005: 109-15.
2. Lombel RM, Gipson DS, Hodson EM. Treatment of steroid-sensitive nephrotic
syndrome: new guidelines from KDIGO. Pediatr Nephrol 2013;28:415-26.
3. Niaudet P, Boyer O. Idiopathic nephrotic syndrome in children: clinical aspects.
Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, Eds. Pediatric
Nephrology. Edisi 6. Berlin: Springer-Verlag, 2009:667-702.
4. Noer MS. Sindrom nefrotik idiopatik. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah
K, Prasetyo RV, Alatas H, Tambunan T, et al, editor. Kompendium nefrologi anak.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
134
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
sMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022
6. Srivastava RN, Bagga A. Nephrotic syndrome. Dalam: Srivastava RN, Bagga A, Eds.
Pediatric Nephrology. Edisi 4. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd,
2005: 161-200.
7. Wirya IGNW. Sindrom nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO, editor. Buku Ajar N efrologi Anak. E di s i 2 . Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia,2002:381-426.
8. Yap HK, Aragon ET, Resontoc LPR, Yeo WS. Management of childhood nephrotic
syndrome. Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC, editor. Pediatric Nephrology-On The Go.
Edisi 1. Singapore: National University Children’s Medical Institute, National University
Hospital, 2012: 122-35.
135
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri 2022
DEMAM REUMATIK
1. Pengertian adalah penyakit multisistem terutama mengenai jantung, sendi, otak, jaringan kutan dan
(Definisi) subkutan, timbul setelah infeksi tenggorokan oleh Group A beta hemolytic streptococcal
Rheumatogenic strain (GABHS) dengan penyulit serius berupa gejala sisa pada katup jantung
dan disebut penyakit jantung rematik yang cenderung kambuh, akibat respons autoimun
Manifestasi minor:
1. Demam
2. Arthralgia
136
8. Terapi 1. Iirah baring:
Tanpa Karditis:
Tirah baring selama 2 minggu dan mobilisasi bertahap selama 2
mingguKarditis tanpa Kardiomegali:
Tirah baring selama 4 minggudan mobilisasi bertahap
selama 4 mingguKarditis dengan Kardiomegali:
Tirah baring selama 6 minggu dan mobilisasi bertahap selama 6
mingguKarditis dengan gagal jantung:
Tirah baring selama dalam keadaan gagal jantung dan mobilisasi
2. Pemusnahan GABHS dan Pencegahan Sekunder
- Penisilin Benzatin 600.000 U untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg
dan l,2juta U bilaberat badan lebih dari 30 kg, diberikan sekali.
- Penisilin oral 4 x 250 mg/hari untuk anak besar dan 4 x 125 mg/hari bila berat badan
kurang dari 20kg, diberikan selama 10 hari.
- Pada penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin 5Q mg/kg
BB/hari selama10 hari
137
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri
2022
DEMAM
REUMATIK
3. Analgesik dan anti-inflamasi
- Artralgia: Salisilat saja 75-100 mg/kg BB/hari
- Artritis saja, dan/atau karditis tanpa kardiomegali:
Salisilat saja 100
mg/kg BB/hari 2
minggu dilanjutkan
dengan 75 mg/kg BB
4-6 minggu
- Karditis dengan
kardiomegali atau gagal
jantung: Prednison 2 mg/kg/
BB/hari selama 2
minggu,dikurangi bertahap
selama 2 minggu ditambah
salisilat 75 mg/kg BB
selama 6 minggu.
9. Edukasi a. Penjelasan perjalanan penyakit dan komplikasi
b. Penjelasan pemberian medikamentosa & tindakan yang akan dilakukan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonamAd fumgsionam : dubia ad bonam
138
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten
Kediri 2022
1. Pengertian (Definisi)
Perdarahan gastrointestinal dapat terjadi dimana saja pada traktus
digestivus dari mulut sampai dengan anus. Darah dapat terlihat pada tinja
atau muntahan atau dapat saja perdarahan tersembunyi yang hanya dapat
diliha dengan pemeriksaan laboratorium.
4. Pemeriksaan Apt test untuk membedakan darah bayi dan darah ibu
Penunjang Foto polos abdomen
12. Tingkat C
Rekomendasi
139
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten
Kediri 2022
140