Anda di halaman 1dari 151

2022

BUKU PANDUAN
PENDIDIKAN KLINIK
ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN KEDIRI


DENGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO
DAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga dapat diselesaikan buku panduan ini tepat pada waktunya tanpa
halangan suatu apapun. Buku Buku Panduan Pendidikan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
ini disusun guna mempermudah Dokter Muda dalam melaksanakan tugas pendidikan klinik
di RSUD Kabupaten Kediri.
Dalam buku panduan ini tentunya masih banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan, oleh karena itu demi perbaikan buku panduan ini kami mengharap kritik dan
saran agar buku panduan ini menjadi lebih baik dan dapat digunakan sesuai dengan
fungsinya.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada Direktur RSUD Kabupaten
Kediri, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang telah membantu kami dalam penyusunan buku
panduan ini. Semoga bermanfaat.

Kediri, Mei 2022

Tim penyusun

i
TIM PENYUSUN

dr. Meiliza Madona, Sp.A


dr. Chasan Ismail, dr., Sp.A., M.Ked.Klin
dr. Bagus Samsu Tri N., Sp.A
DR. dr. Ayling Sanjaya, Sp.A, M.Kes

ii
iii
SAMBUTAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO

Assalaamu‟alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.


Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada kita semua. Saya menyambut gembira atas
terbitnya buku panduan pendidikan klinik ini.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan mahasiswa Fakultas Kedokteran,
diperlukan kelengkapan informasi, baik kuantitatif maupun kualitatif sebagai bahan
referensi dalam melaksanakan pendidikan klinik dokter muda. Untuk itu, setiap disiplin
ilmu kedokteran di setiap unit spesialis, wajib menyusun Buku Panduan Ilmiah Praktis
sebagai pelengkap buku kuliah yang telah diberikan yang merupakan materi wajib yang
ditetapkan oleh institusi pendidikan.
Dalam kesempatan ini kami sajikan Buku Panduan Pendidikan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak yang telah disusun oleh tim RSUD Kabupaten Kediri beserta tim RSUD
Sidoarjo dan tim FK UWKS, dengan tujuan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
mahasiswa yang sedang melaksanakan pendidikan klinik dokter muda, dimana pada
dasawarsa terakhir ini ilmu kedokteran mulai berkembang.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih atas usaha dan kerjasama dari berbagai
pihak atas tersusunnya Buku Panduan Pendidikan Klinik ini. Semoga Buku Panduan ini
bermanfaat.

Kediri, 31 Mei 2022


Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo

dr. Atok Irawan, Sp.P


Pembina Utama Muda
NIP. 19660501 199602 1 001

iv
SAMBUTAN
DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

Assalaamu‟alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.


Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah SWT, kami menyambut gembira
diterbitkannya Buku Panduan Pendidikan Klinik. Seperti kita ketahui bersama bahwa
pendidikan kedokteran tidak dapat dilepaskan dari masa pendidikan dan pengalaman
bekerja di rumah sakit sehingga keberadaan rumah sakit pendidikan merupakan bagian
penting dari proses belajar mengajar dalam pendidikan kedokteran.
Buku Panduan Pendidikan Klinik Ilmu Kesehatan Anak ini berisikan panduan
pelaksanaan kegiatan pendidikan klinik di SMF Anak serta diperuntukkan bagi dokter
muda FK UWKS yang melaksanakan pendidikan klinik di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Kediri.
Diharapkan buku ini dapat menjadi standarisasi proses pembelajaran khususnya
pada SMF Anak di RSUD Kabupaten Kediri. Bagi para dokter muda, selama bertugas di
SMF Anak dituntut untuk bekerja dengan penuh tanggung jawab, berpegang pada etika
kedokteran dan melatih diri untuk memupuk kerjasama dan rasa kesetiakawanan.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam rangka penyelenggaraan
dan peningkatan mutu pendidikan kedokteran di Indonesia.

Surabaya, 31 Mei 2022


DEKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA

Prof. Dr. Suhartati, dr., MS.

v
vi
dan
DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
WIJAYA KUSUMASURABAYA

Nomor :
Nomor :

TENTANG

BUKU PANDUAN PENDIDIKAN KLINIK


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN
KEDIRI

2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang perubahan kedua atas Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844) ;
5. Undang–Undang Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5044 ;

vii
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor5234) ;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
1987 tentang Penyerahan Sebagian
Urusan Pemerintah Dalam Bidang
Kesehatan Kepada Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1987
Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3347) ;
8. Peraturan Daerah Kabupaten Kediri
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi
Perangkat Daerah Kabupaten Kediri
(Lembaran Daerah Kabupaten Kediri
Tahun 2008 Nomor 1 Seri D) ;
9. Keputusan Konsil Kedokteran
Indonesia Nomor 20 / KKI / KEP / IX
/ 2006 tentang Pengesahan Standar
Pendidikan Profesi Dokter ;
10. Keputusan Konsil Kedokteran
Indonesia Nomor 21A / KK I / KEP / IX
/ 2006 tentang Pengesahan Standar
Kompetensi Dokter ;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 1069 / MENKES / SK
/XI / 2008 tentang Pedoman Klasifikasi
dan Standar Rumah Sakit Pendidikan

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU : Buku Panduan Pendidikan Klinik di Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Kediri.

KEDUA : Buku Panduan sebagaimana dimaksud dalam


diktum kesatu sebagai acuan pokok Staf
Medis Fungsional untuk melaksanakan
tugas pembelajaran di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Kediri.

KETIGA : Buku pedoman sebagaimana dimaksud dalam


diktum kedua dikeluarkan oleh masing-
masing Staf Medis Fungsional.

KEEMPAT : a. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan ;


b. Apabila terdapat kekeliruan dalam
Keputusan ini akandiadakan
perubahan sebagaimana mestinya.

viii
Ditetapkan di Kediri
Pada tanggal April
2022

ix
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... i


Sambutan Direktur RSUD Kabupaten Kediri .................................................................. iii
Sambutan Direktur RSUD Sidoarjo .................................................................................. iv
Sambutan Dekan FK UWKS ..............................................................................................v
Lembar Pengesahan ........................................................................................................... vi
SKB Buku Panduan Pendidikan Klinik ............................................................................ vii
Daftar Isi .............................................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1
BAB II PERSIAPAN PENDIDIKAN ............................................................................2
2.1. Persyaratan Pendidikan. ............................................................................................2
2.2. Perlengkapan Wajib ..................................................................................................2
2.3. Alur Pendidikan ........................................................................................................2
BAB III TATA TERTIB PENDIDIKAN KLINIK ......................................................4
3.1. Aturan Umum............................................................................................................4
3.2. Pendidikan Klinik......................................................................................................4
3.3. Standar Penampilan ...................................................................................................5
3.4. Tindakan Indisipliner Dokter Muda ..........................................................................6
3.5. Sanksi ........................................................................................................................7
3.6. Kewajiban DM pada Akhir Rotasi SMF/Bagian ......................................................7
3.7. Aturan Ujian dan Ujian Ulang ..................................................................................7
BAB IV KOMPETENSI .................................................................................................9
4.1. Sub Kompetensi ........................................................................................................9
4.2. Daftar Penyakit .........................................................................................................9
4.3. Daftar Keterampilan Klinik .....................................................................................10
BAB V RENCANA KERJA DAN TUGAS DOKTER MUDA ..................................16
5.1. Rencana Kerja ..........................................................................................................16
5.2. Tugas Dokter Muda Program Pendidikan Dokter ....................................................16
5.3. Bimbingan ................................................................................................................19
BAB VI JADWAL KEGIATAN PENDIDIKAN ..........................................................20
BAB VII EVALUASI .....................................................................................................26
6.1. Syarat.......................................................................................................................26
6.2. Sistem ......................................................................................................................26
6.3. Penilaian ..................................................................................................................27
6.4. Rumus Nilai Akhir ..................................................................................................27
ACUAN KEPUSTAKAAN .............................................................................................32
LAMPIRAN PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TERAPI ..............................................38

x
BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan dokter adalah pendidikan akademik-profesional yang merupakan suatu


kesatuan yang utuh, sehingga dalam pembelajarannya terdapat dua tahap program yaitu tahap
program akademik dan tahap program keprofesian. Tahap program akademik dilaksanakan di
kampus berupa teori kedokteran dan harus diselesaikan sebelum menempuh tahap berikutnya yaitu
tahap program keprofesian.Tahap program keprofesian mempunyai besar beban studi 40 SKS,
sebagaian besar kegiatan pengajaran pada tahap ini adalah berbentuk pengalaman belajar klinik
(PBK) dan pengalaman belajar lapangan (PBL) dengan menggunakan berbagai bentuk dan tingkat
tatanan pelayanan kesehatan nyata yang memenuhi persyaratan pendidikan sebagai lahan praktek.
Sebagaimana pada tahap akademik, pada tahap keprofesian juga diperlukan suatu „aturan
main‟ yang harus diketahui baik oleh pendidik maupun peserta didik agar pelaksanaannya berjalan
dengan lancar dan terukur baik sasaran maupun waktunya.
Tujuan penulisan buku panduan ini adalah agar pendidik maupun peserta didik mengetahui
hak dan kewajibannya masing-masing secara eksplisit sehingga proses pendidikan berjalan dengan
baik dan terukur.
Diharapkan buku panduan ini bermanfaat bagi semua stake holder Program Pendidikan
Klinik Dokter Muda di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kediri.

1
BAB II
PERSIAPAN PENDIDIKAN

2.1 Persyaratan Pendidikan


1. Dinyatakan lulus tahap sarjana kedokteran;
2. Dinyatakan lulus pada ujian OSCE Komprehensif;
3. Telah mengucap sumpah janji Dokter Muda dihadapan dan Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya;
4. Telah mengikuti Orientasi di Rumah Sakit Pendidikan;
5. Terdaftar sebagai mahasiswa aktif Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya pada semester berjalan (menyelesaiakan registrasi
administrasi);
6. Untuk selanjutnya, peserta kepaniteraan klinik disebut sebagai Dokter Muda.

2.2 Perlengkapan Wajib


1. Jas dokter muda warna putih selutut;
2. Lencana nama terpasang di dada sebelah kiri;
3. Stetoscope;
4. Tensimeter saku;
5. Termometer;
6. Buku catatan dan alat-alat tulis;
7. Sarung tangan, spuit 3, 5, 10 cc (disesuaikan dengan SMF tujuan)

2.3 Alur Pendidikan


1. Rumah Sakit Pendidikan Utama mengirimkan surat penghadapan dokter muda
yang akan mengikuti pendidikan klinik ke Direktur RSUD Kabupaten Kediri;
2. Direktur RSUD Kabupaten Kediri mendisposisikan surat kepada Kabag
Perencanaan Program dan RM;
3. Kabag Perencanaan Program dan RM mendisposisikan kepada Ketua Tim
Kordik;
4. Tim Kordik membuat pembagian kelompok dan jadwal kepaniteraan klinik di
RSUD Kabupaten Kediri;
5. Tim Kordik melakukan koordinasi dengan SMF yang akan dituju sebagai
tempat Kepaniteraan Klinik;
6. Pembagian kelompok dan Jadwal Kepaniteraan Klinik yang telah disetujui
Direktur RSUD Kabupaten Kediri dikirimkan ke Direktur RSP Utama dengan
tembusan Pimpinan Institusi Pendidikan;

2
7. Direktur RSP Utama mengirimkan kembali pengesahan Pembagian Kelompok
dan Jadwal Kepaniteraan Klinik di RSUD Kabupaten Kediri;
8. Tim Kordik berkoordinasi dengan RSP Utama dan Institusi Pendidikan terkait
jadwal Serah Terima dan Orientasi Peserta Didik Baru di RSUD Kabupaten
Kediri sebelum pelaksanakan Kepaniteraan Klinik;
9. Tim Kordik melaksanakan jadwal Serah Terima dan Orientasi Peserta Didik
Baru, dengan materi:
a. Gambaran Umum dan Profil RSUD Kabupaten Kediri,
b. Informasi tata tertib peserta didik,
c. Pendidikan dan Supervisi Klinis,
d. Bantuan hidup dasar pada dewasa,
e. Bantuan hidup dasar pada anak dan neonates,
f. Sasaran keselamatan pasien,
g. Materi PMKP,
h. Materi PKPO,
i. Materi tentang Kewaspadaan Bencana, Kebakaran, Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3),
j. Materi PPI,
k. Pelayanan Era Pandemi,
l. Komunikasi efektif;
10. Dokter Muda menyerahkan:
a. Data diri: Nama, NPM, tempat tanggal lahir dll,
b. Foto berwarna 3x4 sebanyak 2 lembar,
c. Foto copy KTP,
d. Foto copy Ijazah dan Transkrip Nilai Akademik,
e. Formulir Pendidikan yang telah diisi;
11. Dokter Muda menerima Kartu Identitas di RSUD Kabupaten Kediri.
12. Tim Kordik menyiapkan:
a. Surat penghadapan ke SMF yang dituju,
b. Absensi;
13. Sebelum menjalankan Pendidikan klinik, dilakukan pretes bagi DM;
14. Pada akhir periode pendidikan klinik dilakukan post test dan ujian akhir dengan
pasien, Computerized Based Test (CBT), Objective Structure Clinical
Examination (OSCE) oleh SMF serta mengisi blanko evaluasi kegiatan
Pendidikan.

3
BAB III
TATA TERTIB

3.1 Aturan Umum


1. Jam kerja/kegiatan pembelajaran klinik adalah sebagai berikut:
Hari Senin – Kamis : 07.00 – 14.00 WIB
Hari Jumat : 07.00 – 14.00 WIB
2. Di luar hari/jam diadakan giliran jaga yang diatur secara khusus. Sebagai tanda hadir
yaitu dengan cara menandatangani buku presensi waktu datang dan waktu pulang serta
menuliskan jam hadir atau pulang.
 Hari Senin – Jum‟at : 14.00 – 07.00 WIB
 Hari Sabtu, Minggu / Libur
Shift 1 : 07.00 – 19.00 WIB
Shift 2 : 19.00 – 07.00 WIB
3. Bila datang terlambat harus melapor disertai alasannya.
4. Bila meninggalkan pendidikan atau pulang sebelum waktunya, harus melapor untuk
mendapatkan ijin, dan hanya berlaku untuk situasi yang penting.
5. Selambat-lambatnya 3 (tiga) minggu sebelum Pendidikan klinik dimulai, mahasiswa
secara aktif memastikan bahwa nama dirinya sudah tercantum pada SMF klinik yang
akan dijalani. Apabila namanya belum terdaftar, segera daftarkan diri dengan
menunjukkan kartu rencana Pendidikan klinik yang sah.
6. Apabila mahasiswa ingin mengundurkan diri dari Pendidikan klinik yang akan dijalani,
maka saat itulah paling lambat dirinya harus mengurus perijinan ke FK dengan tembusan
RS.
7. Pada hari pertama Pendidikan dimulai, mahasiswa harus menghadap Kepala SMF yang
bersangkutan pada pagi hari (sebelum jam kerja), untuk dilakukan presensi dan
pengarahan atau orientasi di SMF itu.
8. Selanjutnya mahasiswa menjalani Pendidikan klinik di SMF tersebut sesuai dengan
peraturan yang berlaku di SMF itu.

3.2 Pendidikan Klinik


1. Peserta program Pendidikan klinik adalah dokter muda yang telah dinyatakan selesai
menjalani Pra Pendidikan klinik dengan tuntas.
2. Untuk mengikuti program Pendidikan klinik, dokter muda dimasukkan satu kelompok
yang terdiri dari 5-6 orang mahasiswa.
3. Setiap kelompok akan melaksanakan Pendidikan klinik di RSUD secara tuntas
(menyelesaikan 9 mata Pendidikan).
4. Seorang dokter muda tidak dibenarkan pindah kelompok dan juga tidak dibenarkan
pindah rumah sakit (kecuali berkenaan dengan hal-hal tertentu yang dianggap luar biasa
dan sudah dikoordinasikan oleh Pimpinan Fakultas dan Koordinator Pendidikan klinik
rumah sakit terkait).

4
5. Mahasiswa harus menunjukkan perilaku & etika kedokteran
a) Sopan b) Santun c) Sapa d) Senyum
6. Seorang dokter muda absen dengan ijin Sakit/ absen tanpa alasan apapun diwajibkan
untuk mengganti di SMF tersebut. Apabila absen lebih dari 6 hari dokter muda tersebut
wajib untuk mengulang setengah periode Pendidikan klinik di SMF yang bersangkutan
dengan jadwal waktu mengulang pada akhir putaran selesai.
7. Dilarang menerima telepon pada saat kegiatan berlangsung baik diruangan/ bimbingan
dengan SMF/ujian.
8. Dokter muda apabila berkeinginan mengajukan cuti, diwajibkan membuat surat
permohonan cuti yang di ACC oleh Fakultas sepengetahuan koordinator / SMF yang
bersangkutan.
9. Dokter muda selama menjalani Pendidikan klinik tidak dibenarkan untuk memberikan
terapi pada penderita tanpa sspengetahuan dokter yang merawat pasien / penanggung
jawab SMF/Poli.
10. Dokter muda tidak diperkenankan untuk praktik pribadi di luar rumah sakit sebelum
dilantik sebagai dokter.

3.3 Standar Penampilan


1. Dokter muda harus menyadari pentingnya bersikap profesional ketika berada di rumah
sakit.
2. Dokter muda wajib menyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan rumah sakit yang
berarti ikut menjaga ketentraman, kebersihan, kelancaran kerja dan kewibawaan rumah
sakit serta dapat memelihara semua sarana yang ada.
3. Dokter muda disyaratkan menggunakan baju bersih selama mengikuti pembelajaran
klinik. Baju sobek (baik disengaja atau tidak), jeans dan pakaian lain yang menyolok
(seperti terlalu mini, ketat, tipis, seksi) tidak diperkenankan.
4. Jas putih dengan model sesuai dengan ketentuan (panjang sampai lutut) harus bersih dan
sesuai ukuran.
5. Tidak mempergunakan jas putih di luar rumah sakit
6. Membawa perlengkapan wajib antara lain
 Stetoskop
 Reflex hammer
 Tensimeter saku
 Flashlight
 Termometer
 Buku catatan dan alat-alat tulis
 Sarung tangan, spuit 3,5, dan 10 cc (disesuaikan dengan SMF tujuan)
 dll
7. Tanda pengenal harus dikenakan setiap waktu dan dipakai pada tempat yang dapat dilihat
dengan jelas oleh staf, pasien, dan pihak-pihak yang terlibat dalam lingkup layanan
kesehatan.

5
8. Rambut harus rapi dan tidak menutupi wajah. Penggunaan penutup wajah tidak
diperkenankan selama bertugas di lingkungan rumah sakit.
9. Kuku harus dipotong pendek dan tidak menggunakan pewarna kuku.
10. Tidak mengenakan perhiasan yang tidak diperlukan. Cincin dan sepasang anting untuk
dokter muda perempuan diperbolehkan.
11. Make-up / riasan wajah tidak tebal, atau menyolok.
12. Disarankan memakai sepatu datar atau berhak rendah serta berwarna dasar.
13. Bila memiliki tatoo, maka harus ditutup selama bertugas di lingkungan rumah sakit.
14. Tidak diijinkan mengunyah permen karet selama bertugas di ruangan.
15. Harus dapat menggunakan waktu seefisien dan seefektif mungkin.
16. Bersikap dan berlaku secara wajar dalam segala hal. Bekerja cepat tetapi dengan cukup
ketenangan dan tidak menunjukkan ketergesaan. Berwajah gembira, dengan humor tidak
berlebihan serta tidak bersenda gurau pada waktu melakukan tugas.
17. Sikap terhadap pasien :
 Berlaku wajar, sopan, dan ramah
 Dalam melakukan tugas harus dapat bertindak tegas sesuai dengan
wewenangnya
 Tidak diperkenankan mempermainkan pasien
18. Sikap terhadap pendidik:
Untuk kelancaran dan ketertiban kerjasama ditetapkan seorang ketua dalam kelompoknya
yang bertugas untuk mengkoordinasikan tugas tugas tertentu, penyampaian informasi dan
lain-lain.
19. Saling bantu-membantu dan hormat-menghormati dalam menyelesaikan tugas.

3.4 Tindakan Indisipliner Dokter Muda


1. Terlambat datang lebih dari 30 menit.
2. Tidak hadir lebih dari 2 hari berturut-turut atau total 2 hari dalam masa pendidikan 4–6
minggu.
3. Tidak hadir lebih dari 3 hari berturut-turut atau total 4 hari dalam masa pendidikan10-12
minggu.
4. Tidak hadir pada tugas jaga.
5. Mengganti jaga tanpa pemberitahuan SMF.
6. Tidak mengerjakan tugas.
7. Tidak mengikuti apel/upacara.
8. Laporan masyarakat setempat bahwa dokter muda tersebut mempunyai sikap yang kurang
baik (dengan bukti yang cukup).
9. Berbuat curang pada saat ujian.
10. Melanggar janji dokter muda.
11. Melakukan pelanggaran kedua kalinya setelah diberi sanksi pada pelanggaran pertama.
12. Dokter muda tidak hadir pada masa pendidikan tanpa memberikan/ menunjukkan surat
keterangan sakit/ ijin kepada Koordinator Pendidikan SMF.

6
13. Melakukan pemalsuan tanda tangan Pembimbing, Penguji, Dokter Ruangan.
14. Melakukan pemalsuan lain sehubungan dengan ketentuan persyaratan yang wajib
dipenuhi dokter muda selama menjalani masa pendidikan.
15. Melakukan tindakan asusila di lingkungan Rumah Sakit Jejaring Pendidikan selama
dalam masa pendidikan yang bersangkutan.
16. Melanggar kode etik / Attitude (sebelumnya dibahas antar SMF dan koordinator).
17. Melakukan tindak pidana.
18. Melakukan praktik di luar RS selayaknya dokter umum (terbukti dengan adanya laporan
masyarakat melalui IDI setempat).

3.5 Sanksi
1. Bagi dokter muda yang melakukan tindakan indisipliner angka 1-8 akan mendapat
teguran secara lisan dan yang bersangkutan diwajibkan mengganti jumlah hari tidak
hadir, agar dapat mengikuti ujian akhir pendidikan, atau dapat berupa membuat
laporan/tugas yang diberikan oleh SMF/koordinator RS.
2. Bila tindakan indisipliner 1-8 diulang kembali dilakukan teguran tertulis dari Koordinator
Pendidikan Klinik/Bakordik, yang bersangkutan wajib mengganti jumlah hari absen.
3. Untuk tindakan indisipliner angka 8-18 langsung dilakukan teguran tertulis dari
Koordinator Pendidikan Klinik/Bakordik, dalam hal ini dapat berkoordinasi dengan
pembantu Dekan Bidang Akademik/Kaprodi Program Profesi Dokter FK UWKS.
4. Apabila dalam penentuan Sanksi sudah tidak dapat dilakukan di RS, maka dokter muda
dapat dikembalikan ke Fakultas secara Penuh atau Partial melalui surat resmi dengan
sepengetahuan Direktur RS.

3.6 Kewajiban DM pada Akhir Rotasi SMF/Bagian


Pada waktu tugas putaran pembelajaran klinik berakhir atau selesai rotasi di rumah
sakit pendidikan, maka dokter muda wajib:
1. Menyelesaikan administrasi yang telah ditentukan.
2. Mengisi kuisioner yang telah disediakan oleh Badan Koordinasi Pendidikan.
3. Memberikan kesan dan saran yang ditulis dalam buku khusus.
4. Keluhan atau pengaduan, selama tugas pembelajaran klinik disampaikan pada supervisor
di SMF yang bersangkutan.

3.7 Aturan Ujian dan Ujian Ulang


Aturan mengenai ujian dan ujian ulang adalah sebagai berikut:
1. Ujian dilakukan pada minggu terakhir di SMF yang bersangkutan (Senin s/d
Jumat).
2. Bila karena kelalaian dokter muda, ujian tidak dilaksanakan pada akhir SMF maka
ujian dilaksanakan pada minggu tenang atau setelah selesai semua pembelajaran
klinik. Ujian tidak boleh dilaksanakan saat menjalani Pendidikan di SMF lain.

7
3. Bila dokter muda mendapat nilai kondite/attitude rata-rata skor 8 atau di
bawahnya, harus mengulang rotasi yang telah ditentukan, Proses Mengulang
dikoordinasikan dengan Prodi Pendididikan Dokter FK UWKS.

8
BAB IV
KOMPETENSI

4.1. Sub Kompetensi


Menjadikan dokter yang mampu untuk melakukan:

Penatalaksanaan medis di unit rawat jalan atau rawat inap meliputi


identifikasi masalah, menegakkan diagnosis, merencanakan dan melaksanakan
tindakan yang tepat berdasarkan pada POMR (Problem Oriented Medical
Record).Komunikasi dan konseling sesuai dengan latar belakang sosial,
ekonomi dan budaya Berkomunikasi dan menerangkan kepada pasien dan
keluarga tentang : Kondisi, diagnosa, dan rencana tindakan sesuai kasus
Patofisiologi sesuai kasus, Prognosa sesuai kasus Bernegosisasi dalam
membuat keputusan dengan pasien dan keluarganya, Pentingnya surat
persetujuan tindakan medis/operatif dari pasien dan atau keluarga dan meminta
kesediaan pasien dan atau keluarga untuk mengisi surat persetujuan tindakan
tersebut, Melakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga Keterampilan klinik
dasar .Terampil mempersiapkan pasien dan alat Terampil melakukan
pemeriksaan fisik Terampil melakukan pemeriksaan penunjang, Terampil
melakukan tindakan dan evaluasi tindakan, Mampu menangani dan mengelola
penyakit atau kesehatan berdasarkan Evidence Based Medicine. Etika, moral
dan profesional dalam praktek. Menjaga nama baik Institusi Rumah Sakit,
Universitas, keluarga dan diri sendiri. Berperilaku dan berpakaian rapi dan
sopan. Selalu memperkenalkan diri pada pasien dan keluarga. Senantiasa
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kedokteran. Menghormati dan
memperlakukan pasien sebagai guru. Bekerja berdasarkan prosedur tetap yang
telah ada

4.2. Daftar Penyakit


Dokter muda mendapatkan jenis / kasus penyakit di SMF Anak
dengan kriteriakompetensi sebagai berikut :
Tingkat kemampuan yang harus dicapai:

Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan

Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran


klinik penyakit, dan mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan
informasi lebih lanjut mengenai

9
penyakit tersebut, selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi
pasien. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.

Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk


Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit
tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan.
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan
awal, dan merujuk
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan
dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan
nyawa atau mencegah keparahan dan/ atau kecacatan pada pasien. Lulusan
dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.
Tingkat Kemampuan 4
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

JENIS PENYAKIT BERDASARKAN KOMPETENSI

Mahasiswa mendapatkan jenis / kasus penyakit di INSTALASI dengan


kriteria kompetensi sebagai berikut :

Tingkat kemampuan yang harus dicapai:

Tingkat Kemampuan 1: Mengenali Dan Menjelaskan

Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran


Radiologi penyakit, dan mengetahui cara yang paling tepat untuk
mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penyakit tersebut,
selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan

10
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis Radiologi terhadap


penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan


awal, dan merujuk

3A. Bukan gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis Radiologi dan memberikan


terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan
dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.

3B. Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis Radiologi dan memberikan


terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan
nyawa atau mencegah keparahan dan/ atau kecacatan pada pasien. Lulusan
dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.

Tingkat Kemampuan 4

Lulusan dokter mampumembuat diagnosis Radiologi


dan melakukan penata laksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan
tuntas.

Daftar Kasus/Permasalahan Level Kompetensi


Cardiovascular
Tetralogi Fallot 1 2 3A 3B 4A
Paten Ductus Arteriosus (PDA) 1 2 3A 3B 4A
Ventricular Septal Defect (VSD) 1 2 3A 3B 4A
Atrial Septal Defect (ASD) 1 2 3A 3B 4A
Kelainan katup jantung 1 2 3A 3B 4A

Respiratory
Influenza 1 2 3A 3B 4A
Pertussis 1 2 3A 3B 4A
Acute Respiratory distress syndrome 1 2 3A 3B 4A
SARS 1 2 3A 3B 4A

11
Flu burung 1 2 3A 3B 4A
Asma bronkial 1 2 3A 3B 4A
Status asmatikus 1 2 3A 3B 4A
Bronkitis akut 1 2 3A 3B 4A
Bronkiolitis akut 1 2 3A 3B 4A
Pneumonia,bronkopneumonia 1 2 3A 3B 4A
Pneumonia aspirasi 1 2 3A 3B 4A
TBC 1 2 3A 3B 4A
Emfisema paru 1 2 3A 3B 4A

Gastro-Hepatology
Kandidiasis 1 2 3A 3B 4A
Hernia inguinalis 1 2 3A 3B 4A
Hernia umbilikalis 1 2 3A 3B 4A
Gastritis 1 2 3A 3B 4A
Gastroenteritis 1 2 3A 3B 4A
Gastroenteritis dengan dehidrasi 1 2 3A 3B 4A
Refleks gastroesofageal 1 2 3A 3B 4A
Apendisitis akut 1 2 3A 3B 4A
Abdomen akut 1 2 3A 3B 4A
Alergi makanan 1 2 3A 3B 4A
Hepatitis 1 2 3A 3B 4A
Penyakit Hirschsprung 1 2 3A 3B 4A
Intususepsi/invaginasi 1 2 3A 3B 4A
Nefrourology
Infeksi Saluran Kemih 1 2 3A 3B 4A
Glomerulonefritis 1 2 3A 3B 4A
Sindrom nefrotik 1 2 3A 3B 4A

Hematologi
Anemia defisiensi besi 1 2 3A 3B 4A
Anemia hemolitik 1 2 3A 3B 4A
Anemia aplastik/hipoplastik 1 2 3A 3B 4A
Polisitemia 1 2 3A 3B 4A
Trombositopenia 1 2 3A 3B 4A
Hemofilia 1 2 3A 3B 4A
DIC 1 2 3A 3B 4A
Leukemia 1 2 3A 3B 4A
Talasemia 1 2 3A 3B 4A

Imunologi
Demam reumatik 1 2 3A 3B 4A
Reaksi anafilaktik 1 2 3A 3B 4A

Defisiensi nutrisi
Marasmus 1 2 3A 3B 4A
Kwashiorkor 1 2 3A 3B 4A
Defisiensi vitamin 1 2 3A 3B 4A

Neurologi
Meningitis 1 2 3A 3B 4A
Ensefalitis 1 2 3A 3B 4A
Epilepsi 1 2 3A 3B 4A

12
Kejang demam 1 2 3A 3B 4A
Poliomielitis 1 2 3A 3B 4A

Infeksi dan penyakit tropis


Morbili 1 2 3A 3B 4A
Varisela 1 2 3A 3B 4A
Herpes zoster 1 2 3A 3B 4A
Mumps 1 2 3A 3B 4A
Demam berdarah dengue 1 2 3A 3B 4A
Demam thypoid 1 2 3A 3B 4A
Difteri 1 2 3A 3B 4A
Tetanus 1 2 3A 3B 4A
Malaria 1 2 3A 3B 4A
Amebiasis 1 2 3A 3B 4A
Cacing 1 2 3A 3B 4A
Dengue shock syndrome 1 2 3A 3B 4A

Disorders of newborns
Hipotermia 1 2 3A 3B 4A
Bakteremia dan septicemia 1 2 3A 3B 4A
Respiratory stress syndrome 1 2 3A 3B 4A
Apnea attacks 1 2 3A 3B 4A
Janundice of newborn 1 2 3A 3B 4A
Kern icterus 1 2 3A 3B 4A
Kejang neonatal 1 2 3A 3B 4A
Konjungtivitis 1 2 3A 3B 4A
Infection of umbilicus 1 2 3A 3B 4A
Sudden infant death syndrome (sids) 1 2 3A 3B 4A

Trauma lahir
caput succedaneum 1 2 3A 3B 4A

Daftar Keterampilan Klinik


Keterampilan adalah kegiatan mental dan atau fisik yang terorganisasi
serta memiliki bagian-bagiankegiatan yang saling bergantung dari awal
hingga akhir. Dalam melaksanakan praktik dokter, lulusan dokter perlu
menguasai keterampilan klinis yang akan digunakan dalam
mendiagnosismaupun menyelesaikan suatu masalah kesehatan.
Keterampilan klinis ini perlu dilatihkan sejak awal Pendidikan dokter
secara berkesinambungan hingga akhir Pendidikan dokter.
Pada setiap keterampilan klinik ditetapkan tingkat kemampuan
menggunakan Piramid Miller (knows, knows, how, shows, does) yang
diharapkan dicapai oleh mahasiswa di akhir Pendidikan.

Berikut ini pembagian tingkat kemampuan menurut PiramidMiller :


Tingkat kemampuan 1 Mengetahui dan Menjelaskan

13
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan
ini, sehingga dapatmenjelaskan kepada teman sejawat, pasien maupun
klien tentang konsep, teori, prinsip maupun indikasi, serta cara melakukan,
komplikasi yang timbul, dan sebagainya.

Tingkat kemampuan 2 Pernah Melihat atau pernah didemonstrasikan


Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan
ini (baik konsep, teori,prinsip maupun indikasi, cara melakukan,
komplikasi, dan sebagainya). Selain itu, selama Pendidikan pernah melihat
atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini.
Tingkat kemampuan 3 Pernah melakukan atau pernah
menerapkan di bawahSupervise
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan
ini (baik konsep, teori,prinsip maupun indikasi, cara melakukan,
komplikasi, dan sebagainya). Selama Pendidikanpernah melihat atau
pernah didemonstrasikan keterampilan ini, dan pernah menerapkan
keterampilan ini beberapa kali di bawah supervisi.
Tingkat kemampuan 4 Mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan
ini (baik konsep, teori,prinsip maupun indikasi, cara melakukan,
komplikasi, dan sebagainya). Selama Pendidikanpernah melihat atau
pernah didemonstrasikanketrampilan ini, dan pernah menerapkan
keterampilan ini beberapa kali di bawah supervisiserta memiliki
pengalaman untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam
konteks praktik dokter secara mandiri.
Daftar Keterampilan Klinis Level Kompetensi
Anamnesis
Anamnesis dari pihak ketiga 1 2 3 4A
Menelusuri riwayat makan 1 2 3 4A
Anamnesis anak yang lebih tua 1 2 3 4A
Berbicara dengan orang tua yang cemas dan/atau
orang tua dengan anak yang sakit berat 1 2 3 4A
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum dengan perhatian khusus usia
pasien 1 2 3 4A
Penilaian keadaan umum, gerakan, perilaku, tangisan 1 2 3 4A
Pengamatan malformasi kongenital 1 2 3 4A
Palpasi fontanella 1 2 3 4A
Respons moro 1 2 3 4A
Refleks menggenggam palmar 1 2 3 4A
Refleks mengisap 1 2 3 4A

14
Refleks melangkah/menendang 1 2 3 4A
Vertical suspension positioning 1 2 3 4A
Asymmetric tonic neck reflex 1 2 3 4A
Refleks anus 1 2 3 4A
Penilaian panggul 1 2 3 4A
Penilaian pertumbuhan dan perkembangan anak
(termasuk penilaian motorik halus dan kasar,
psikososial, bahasa) 1 2 3 4A
Pengukuran antropometri 1 2 3 4A
Pengukuran suhu 1 2 3 4A
Tes fungsi paru 1 2 3 4A
Ultrasound kranial 1 2 3 4A
Pungsi lumbal 1 2 3 4A
Ekokardiografi 1 2 3 4A
Tes Rumple Leed 1 2 3 4A
Terapeutik
Tatalaksana BBLR (KMC incubator) 1 2 3 4A
Tatalaksana bayi baru lahir dengan infeksi 1 2 3 4A
Peresepan makanan untuk bayi yang mudah dipahami
ibu 1 2 3 4A
Tatalaksana gizi buruk 1 2 3 4A
Pungsi vena pada anak 1 2 3 4A
Insersi kanula (vena perifer) pada anak 1 2 3 4A
Insersi kanula (vena sentral) pada anak 1 2 3 4A
Intubasi pada anak 1 2 3 4A
Pemasangan pipa orofaring 1 2 3 4A
Kateterisasi jantung 1 2 3 4A
Vena seksi 1 2 3 4A
Kanulasi intraoseus 1 2 3 4A

Resusitasi
Tatalaksana anak dengan tersedak 1 2 3 4A
Tatalaksana jalan nafas 1 2 3 4A
Cara pemberian oksigen 1 2 3 4A
Tatalaksana anak dengan kondisi tidak sadar 1 2 3 4A
Tatalaksana pemberian infus pada anak syok 1 2 3 4A
Tatalaksana pemberian cairan glukosa IV 1 2 3 4A
Tatalaksana dehidrasi berat pada kegawatdaruratan
setelah penatalaksanaan syok 1 2 3 4A

15
BAB V
RENCANA KERJA DAN TUGAS DOKTER
MUDA

5.1 Rencana Kerja


1. Kegiatan ilmiah dilaksanakan selama 8 minggu
2. Bekerja sebagai Dokter Muda di Instalasi / Ruangan dengan tugas seperti telah
disebut diatas serta membuat laporan jaga untuk dilaporkan pada hari
berikutnya dalam acara laporan jaga.
3. Laporan kasus / ujian responsi dilakukan sesuai jadwal.
4. Ujian Lisan dan pasien dilaksanakan pada minggu akhir masa pendidikan.
Lingkup Kerja :Poliklinik, Ruangan (Tulip, Teratai,Mawar Kuning Atas ).
5. Jaga di ruangan dan IGD
5.2 Tugas Dan Kewajiban
TUGAS-TUGAS
1. Responsi pasien (jenis kasus ditentukan oleh dokter spesialis& jumlah
minimal 2kasus)
2. Pembahasan kasus tergantung kasus yang ada di ruangan
3. Membuat referat (1 DM 1 Topik, ditentukan oleh pembimbing dan
dipresentasikansebelum ujian )
4. Mempelajari (sebelumnya) keilmuan dan penyakit-penyakit yang akan
diajukan padadiskusi kelompok, bed side teaching ataupun demonstrasi
5. Mengikuti diskusi kelompok, bed side teaching / demonstrasi dan perawatan
anakMemeriksa penderita
6. Membuat status lengkap penderita
7. Memeriksa laboratorium sederhana (Air seni, Feses, Hemoglobin/Hb, Leukosit,
hitungdiferensial, Liquor)
8. Tindakan yang harus diketahui :
a. Pemeriksaan darah lengkap minimal 3 x Pemeriksaan urin lengkap
minimal 3x Memasang scalpvein / iv kateter - minimal 3x
b. Melihat Lumbal punksi, pemeriksaan cairan cerebro spinal – Minimal 2x
Mengerjakan test mantoux – minimal 2 x
c. Mengerjakan vaksinasi BCG – minimal 2 x Memberikan vaksinasi DPT-
DT – minimal 2x Memeberikan vaksinasi polio – minimal 2x Melihat
Memasang sonde lambung – minimal 2xMenentukan apgar score –
minimal 2x
d. Melihat atau Mengerjakan skin test – minimal 2 x Mengerjakan Resusitasi
pada neonates – minimal 2x
e. Membuat rekaman ECG – minimal 2

16
f. Membuat rekaman ECG – minimal 2

9. Tindakan yang harus diketahui (minimal 1x) :


a. Melihat Keadaan darurat pada neonates

b. Melihat Punksi pleura

c. Terapi sinar (melihat)

Kegiatan Dokter MudaRuangan Anak / Bayi


a. Melakukan anamnesa
b. Melakukan pemeriksaan fisik bayi dan anakBelajar membuat diagnosa kerja
c. Membuat rencana pemeriksaan penunjangMembuat rencana terapi
d. Melaksanakan monitoring diagnostik dan terapi
e. Melakukan resusitasi dasar pada bayi dan anak serta melakukan monitoring
tindakansetelah resusitasi
f. Melakukan konsultasi pada dokter spesialis anak penanggung jawab ruangan
g. Untuk DM jaga, harus membuat laporan jaga dan dipresentasikan pada saat
Laporanjaga
Poliklinik Anak
a. Melakukan anamnesa
b. Melakukan pemeriksaan fisik bayi dan anakBelajar membuat diagnosa kerja
c. Membuat rencana pemeriksaan penunjangMembuat rencana terapi
d. Melihat cara melakukan imunisasi dasar
e. Melaksanakan penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit
Kegiatan Bed Side Teaching
1) Bed side teaching dikerjakan setiap hari atau sesuai JadwalDilakukan
bersamaan dengan visite dokter spesialis
2) Keterampilan Apa Saja Yang Boleh
3) Mengukur Antropometrik (menimbang berat badan, panjang badan, tinggi
badanlingkar kepala, lingkar lengan atas)
4) Mengukur tanda vital (frekuensi nafas, detak jantung, suhu tubuh,
tekanan darah,denyut nadi)
5) Memasang infus Memasang sonde
6) Mengambil sampel darah, urin, feses
7) Melaksanakan imunisasi dasar
8) Melaksanakan deteksi dini tumbuh kembang anak
Kewajiban
1. Mengikuti kegiatan dokter jaga secara bergiliran (wajib)
2. Membuat laporan dalam bentuk rekam medik lengkap semua pasien baru
3. Para dokter muda hanya diperbolehkan melaksanakan pengobatan sesuai dengan

17
instruksi dokter ruangan dan supervisi ruangan
4. Para dokter muda boleh melakukan prosedur-prosedur tertentu terutamaatas
perintah dan dibawah tanggung jawab / pengawasan dokter pembimbing
5. Para dokter muda tidak diperbolehkan memeriksa sendiri penderita poliklinik
dan penderita konsul dari kamar teman atau bagian lain kecuali atas perintah dan
tanggungjawab dari dokter pembimbing / dokter jaga di SMF Anak
6. Para dokter muda tidak diperkenankan memberi pengobatan / tindakan atas
inisiatif sendiri, memulangkan penderita dan menjawab konsultasi
7. Setiap dokter muda wajib mengisi daftar hadir pagi hari dan siang hari di
sekretariat SMF Anak
8. Setiap dokter muda wajib bertugas di ruang-ruang yang telah ditunjuk di SMF /
bagianilmu kesehatan anak yang telah ditentukan sebelumnya.
Jaga
a. Jadwal jaga diatur secara bergilir oleh ketua grup (kapten).
b. Tugas jaga pada hari kerja (senin-sabtu) dimulai pada jam 14.00- 07.00
WIB hariberikutnya.
c. Khusus hari minggu atau hari libur, tugas jaga dibagi menjadi 2 shift, shift 1
mulai jam 07.00 – 19.00 dan shift 2 mulai jam 19.00 – 07.00 hari berikutnya.
d. Setiap jaga harus mengisi buku abensi datang dan pulang pada buku laporan jaga.
e. Dokter muda ruangan harus melaporkan keadaan semua pasien diruangannya
kepadadokter muda jaga terutama pasien yang memerlukan pengawasan ketat.
f. Selama dinas jaga dokter muda tidak diperkenankan meninggalkan ruangan
tanpaseijin dokter jaga.
g. Semua pasien yang masuk rumah sakit selama waktu jaga, harus dibuatkan
statuspasien dan status dibuku laporan jaga dalam 1 X 24 jam.
h. Setiap hari dokter muda jaga dan dokter muda ruangan wajib mengikuti acara
laporan jaga untuk melaporkan pasien yang masuk rumah sakit (MRS) dan yang
meninggal dunia pada waktu dinas jaga.
i. Dokter muda tidak diperkenankan melakukan terapi dan tindakan medis lain
selama dinas jaga tanpa sepengetahuan dan seijin dokter jaga.
j. Bila dokter muda melakukan usulan terapi harus dikonsultasikan terlebih dahulu
kepada dokter jaga.
k. Setelah selesai dinas jaga malam dan membuat status pasien, dokter muda berhak
meminta tanda tangan di log book paling lambat 2 X 24 jam. Bila melebihi
waktuyang ditentukan maka dianggap tidak melakukan tugas.
Akademik
1. Laporan jaga :
2. Merupakan kegiatan dokter muda yang dilakukan pada hari berikutnya setelah

18
menyelesaikan tugas jaga untuk membahas kasus – kasus tertentu sesuai dengan
penugasan oleh dokter jaga. Kasus-kasus tertentu: 10 penyakit terbanyak, penyakit
langka atau death case yang ditemui pada pasien yang masuk rumah sakit/MRS
pada hari sebelumnya.
3. Presentasi Kasus (individual/ kelompok)
4. Merupakan kegiatan penyampaian/ presentasi kasus tertentu oleh dokter muda yang
dilakukan oleh individu maupun kelompok sesuai dengan penugasan oleh dokter
pembimbing.
5. Penyuluhan pada pasien/ keluarga
6. Merupakan kegiatan dokter muda untuk menyampaikan materi/ penyuluhan yang
dilakukan pada pasien atau keluarga yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok sesuai dengan penugasan oleh dokter pembimbing
5.3 Bimbingan
Akademik dan pelayanan kesehatan oleh dokter pembimbing.
Kegiatan Pembimbing :
1. Menerangkan cara-cara bekerja di ruangan Mendemonstrasikan cara-cara
pemeriksaan penderitaMelakukan bed side teaching
2. Membimbing para dokter muda memeriksa penderita di ruangan
Membimbingdokter muda dalam membuat status penderita
3. Membimbing diskusi kelompok pada dokter muda mengenai kasus yang
telahdiperiksa
4. Mendemonstrasikan penyakit-penyakit yang sering ditemukan yang belum
sempatdilakukan diskusi kelompok

19
BAB VI.
JADWAL KEGIATAN PENDIDIKAN
Pembimbing 1 : dr.Meiliza Madona, Sp.A
Pembimbing 2 : dr. Chasan Ismail, dr., Sp. A., M. Ked. Klin

MINGGU HARI JAM TEMPAT MATERI PEMBIMBING

07.30 – 08.00 Poli Anak Lapor Kepada Ka. SMF dr.Meiliza Madona,
08.00 – 09.00 Ruang Neonatus Pembukaan dan Perkenalan Sp.A
09.00 – 10.00 Ruang IRNA Orientasi dr. Chasan Ismail,.,
SENIN 10.00 – 12.30 Penjelasan Tata tertib dan Sp. A., M. Ked.Klin
12.30 – 13.00 jaga, pembagian kelompok
13.00 – 14.00 serta penjelasan diskusi

07.00 – 07.30 Visite bersama Dokter DPJP


07.30 – 12.30 Poli, Ruangan
SELASA (Neonates, IRNA ) Laporan Jaga (Morning Dokter (Sp. A) Jaga
12.30 – 13.00 ISHOMA Report)
13.00 – 14.00
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
RABU (Neonates, IRNA ) Laporan Jaga (Morning
ISHOMA Report) Dokter (Sp. A) Jaga
12.30 – 13.00
I 13.00 – 14.00
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
KAMIS (Neonates, IRNA ) Laporan Jaga (Morning
ISHOMA Report)
12.30 – 13.00
13.00 – 14.00 Tentiran Dokter (Sp. A) Jaga
07.00 – 07.30 Senam Pagi
07.30 – 10.30 Poli, Ruangan Visite bersama Dokter DPJP
JUMAT (Neonates, IRNA )
ISHOMA Laporan Jaga (Morning
10.30 – 11.00 Report) Dokter (Sp. A) Jaga
07.00 – 07.30 Ruangan Visite bersama
07.30 – 11.30 (Neonates, IRNA ) Dokter DPJP
SABTU ISHOMA
11.30 – 12.00
12.00 – 13.00
MINGGU 07.00 – 07.30 Ruangan Visite bersama Dokter DPJP
07.30 – 11.30 (Neonates, IRNA )
ISHOMA
11.30 – 12.00
12.00 – 13.00

MINGGU HARI JAM TEMPAT MATERI PEMBIMBING

07.00 – 07.30 Visite bersama


07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
SENIN (Neonates, IRNA ) Laporan Jaga Sabtu-
ISHOMA Minggu (Morning
12.30 – 13.00 Report)

20
13.00 – 14.00 Dokter (Sp. A) Jaga
Tentiran
07.00 – 07.30 Poli, Ruangan Visite bersama
II 07.30 – 12.30 (Neonates, IRNA ) Dokter DPJP
ISHOMA Laporan Jaga (Morning
SELASA Report) dr. Chasan Ismail, dr.,
12.30 – 13.00 Sp. A., M. Ked. Klin
13.00 – 14.00 Bed Side Teaching

07.00 – 07.30 Visite bersama


07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
ISHOMA
RABU 12.30 – 13.00 Bed Side Teaching
13.00 – 14.00 dr. Chasan Ismail, dr.,
Laporan Jaga (Morning Sp. A., M. Ked. Klin
Report)
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
KAMIS Bed Side Teaching
ISHOMA
12.30 – 13.00 Laporan Jaga (Morning
13.00 – 14.00 Report) Dokter (Sp. A) Jaga
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 10.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
JUMAT ISHOMA Laporan Jaga (Morning
10.30 – 14.00 Report) dr. Chasan Ismail, dr.,
Journal Reading + Tentir Sp. A., M. Ked. Klin
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 11.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
SABTU (Neonates, IRNA )
11.30 – 12.00 ISHOMA
12.00 – 14.00

MINGGU HARI JAM TEMPAT MATERI PEMBIMBING

07.00 – 07.30 Visite bersama


07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA ) Journal Reading +
SENIN dr.Meiliza Madona,
ISHOMA Tentir
Laporan Jaga sabtu-
12.30 – 13.00 Minggu (Morning Sp.A
13.00 – 14.00 Report)
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
SELASA Laporan Jaga (Morning
ISHOMA
III 12.30 – 13.00 Report)
13.00 – 14.00 Dokter (Sp. A) Jaga
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA ) Bed Side Teaching
RABU ISHOMA Laporan Jaga (Morning dr. Chasan Ismail, dr.,
12.30 – 13.00 Report) Sp. A., M. Ked. Klin
13.00 – 14.00 Dokter (Sp. A) Jaga
07.00 – 07.30 Poli, Ruangan Visite bersama
KAMIS 07.30 – 12.30 (Neonates, IRNA ) Dokter DPJP
12.30 – 13.00

21
13.00 – 14.00 Laporan Jaga (Morning
Report) Dokter (Sp. A) Jaga
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 10.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
JUMAT (Neonates, IRNA ) Laporan Jaga (Morning
ISHOMA Report) dr. Chasan Ismail,
10.30 – 11.00 Journal Reading Sp. A., M. Ked. Klin
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 11.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
SABTU
ISHOMA
11.30 – 12.00
12.00 – 13.00

MING HARI JAM TEMPAT MATERI PEMBIMBIN


GU G
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
SENIN (Neonates, IRNA ) Laporan Jaga (Morning
12.30 – 13.00 ISHOMA Report )
13.00 – 14.00 Dokter (Sp. A) Jaga
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
SELASA (Neonates, IRNA ) Laporan Kasus + Tentir
ISHOMA Laporan Jaga (Morning
12.30 – 13.00 Report ) dr. Chasan Ismail,
13.00 – 14.00 Sp. A., M. Ked. Klin
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
RABU ISHOMA Laporan Jaga (Morning
12.30 – 13.00 Report )
13.00 – 14.00 Referat + Tentiran dr.Meiliza Madona,
Sp.A
IV
Dokter (Sp. A) Jaga
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Diskusi Tentang Dokter DPJP
KAMIS (Neonates, IRNA ) Imunisasi
ISHOMA Laporan Jaga
12.30 – 13.00 dr. Chasan Ismail, d
13.00 – 14.00 Sp. A., M. Ked.
Klin
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 10.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
JUMAT (Neonates, IRNA )
ISHOMA Laporan Kasus + Tentir dr. Chasan Ismail, d
10.30 – 11.00 Laporan Jaga Sp. A., M. Ked.
Klin
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 11.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
SABTU 11.30 – 12.00 (Neonates, IRNA )
ISHOMA
12.00 – 13.00

22
MINGGU HARI JAM TEMPAT MATERI PEMBIMBING

07.00 – 07.30 Visite bersama


07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
SENIN Laporan Jaga (Morning dr. Chasan Ismail, dr.,
ISHOMA
12.30 – 13.00 Report) Sp. A., M. Ked. Klin
13.00 – 14.00
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
SELASA Laporan Jaga (Morning
ISHOMA
12.30 – 13.00 Report) Dokter (Sp. A) Jaga
13.00 – 14.00
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
RABU ISHOMA Bed Side Teaching dr.Meiliza Madona,
12.30 – 13.00 Referat Sp.A
13.00 – 14.00
V
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
KAMIS ISHOMA
12.30 – 13.00 Presentasi Referat dr. Chasan Ismail, dr.,
13.00 – 14.00 Laporan Jaga (Morning Sp. A., M. Ked. Klin
Report)
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 10.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
JUMAT (Neonates, IRNA )
ISHOMA Laporan Jaga (Morning
10.30 – 11.00 Report) Dokter (Sp. A) Jaga
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 11.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
SABTU
ISHOMA
11.30 – 12.00
12.00 – 13.00

MINGGU HARI JAM TEMPAT MATERI PEMBIMBING

07.00 – 07.30 Visite bersama


07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates,
IRNA )
SENIN ISHOMA
12.30 – 13.00 Referat + Tentir dr. Chasan Ismail, dr.,
13.00 – 14.00 Laporan Jaga (Morning Sp. A., M. Ked. Klin
Report)
07.00 – 07.30 Visite Bersama + Bed
VI 07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Side Teaching Dokter DPJP
(Neonates,
SELASA IRNA ) dr. Chasan Ismail, dr.,
ISHOMA
12.30 – 13.00 Sp. A., M. Ked. Klin
13.00 – 14.00
07.00 – 07.30 Visite bersama
RABU 07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates,
IRNA )

23
ISHOMA
12.30 – 13.00 Bed Side Teaching
13.00 – 14.00 Laporan Jaga (Morning dr. Chasan Ismail, dr.,
Report ) Sp. A., M. Ked. Klin
07.00 – 07.30 Apel pagi
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Visite bersama Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
ISHOMA
KAMIS 12.30 – 13.00
13.00 – 14.00 Presentasi Referat dr.Meiliza Madona,
Laporan Jaga Sp.A

07.00 – 07.30 Senam Pagi


07.30 – 10.30 Poli, Ruangan Visite bersama Dokter DPJP
JUMAT (Neonates, IRNA )
ISHOMA
10.30 – 11.00 Laporan Jaga Dokter (Sp. A) Jaga
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 11.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
SABTU
ISHOMA
11.30 – 12.00
12.00 – 13.00

MINGGU HARI JAM TEMPAT MATERI PEMBIMBING

07.00 – 07.30 Visite bersama


07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA ) Laooran kasus + Tentir
SENIN ISHOMA Laporan Jaga
12.30 – 13.00 dr.Meiliza Madona,
13.00 – 14.00 Sp.A
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
SELASA
ISHOMA
12.30 – 13.00 Laporan Jaga
13.00 – 14.00 Dokter (Sp. A) Jaga
07.00 – 07.30 Apel pagi
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Visite bersama Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
VII RABU ISHOMA
12.30 – 13.00 Bed Side Teaching dr.Meiliza Madona,
13.00 – 14.00 Laporan Jaga Sp.A
07.00 – 07.30 Apel pagi
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan Visite bersama Dokter DPJP
(Neonates, IRNA )
KAMIS ISHOMA
12.30 – 13.00 Laporan kasus + Tentir dr.Meiliza Madona,
13.00 – 14.00 Laporan Jaga Sp.A

07.00 – 07.30 Visite bersama


07.30 – 10.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
JUMAT (Neonates, IRNA )
ISHOMA Laporan Jaga
10.30 – 11.00 Dokter (Sp. A) Jaga

24
07.00 – 07.30 Visite bersama
07.30 – 11.30 Poli, Ruangan Dokter DPJP
SABTU (Neonates,
11.30 – 12.00 IRNA )
12.00 – 13.00 ISHOMA

MINGGU HARI JAM TEMPAT MATERI PEMBIMBING

07.00 – 07.30
07.30 – 12.30
Ruang Kordik
SENIN Ujian OSCE Semua Pembimbing Ikut
Menguji
12.30 – 13.00
13.00 – 14.00
07.00 – 07.30
07.30 – 12.30 Ruangan (Neonates,
IRNA )
SELASA Ujian Pasien / Semua Pembimbing Ikut
Wawancara Menguji
12.30 – 13.00
13.00 – 14.00
07.00 – 07.30
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan
RABU (Neonates, IRNA ) Ujian Pasien / Semua Pembimbing Ikut
12.30 – 13.00 Wawancara Menguji
VIII 13.00 – 14.00
07.00 – 07.30
07.30 – 12.30 Poli, Ruangan
KAMIS (Neonates, IRNA ) Ujian Pasien / Semua Pembimbing Ikut
12.30 – 13.00 Wawancara Menguji
13.00 – 14.00
07.00 – 07.30
07.30 – 10.30 Poli, Ruangan
JUMAT (Neonates, IRNA ) Ujian Pasien / Semua Pembimbing Ikut
Wawancara Menguji
10.30 – 11.00
07.00 – 07.30
07.30 – 11.30 Poli, Ruangan
(Neonates, IRNA ) Diskusi Akhir;
SABTU Ka. SMF
Pengesahan Log Book
11.30 – 12.00
12.00 – 13.00

25
BAB VII
EVALUASI

7.1 Syarat
1. Telah memenuhi kewajiban administrasiTelah memenuhi kewajiban Pendidikan
2. Tidak sedang menjalani sanksi karena melanggar tata tertib Telah melunasi
administrasi keuangan antara lain :
 Biaya PendidikanBiaya Ujian
 Biaya pengganti cetak buku petunjuk Pendidikan
7.2 Sistem
Evaluasi Didasarkan Atas Unsur-Unsur Evaluasi Yaitu :
a. KOGNITIF
(pengetahuan dan cara-cara memanfaatkan pengetahuan) = 40 % Pemahaman
tentang konsp ilmiah, metode ilmiah dan terminologi ilmiah Pemahaman aplikasi
metode ilmiah dalam praktek (Proses Klinik)
Mengetahui cara mengumpulkan data, analisis data, sinteis data bedasarkan
kriteria diagnosis, menentukan masalah kesehatan penderita, membuat diagnosis
banding (hipotesis), merencakanan prosedur penegakan diagnosis, merencanakan
tatalaksana penderita, merencanakan monitoringdanedukasi kepada penderita dan
keluarganya Pengetahuan tetang cara berkomunikasi yang etisdan efektif
kepada penderita dankeluarganya
Pengetahuan tentang cara-cara melakukan konsultasi kepada pikak yang
kompeten.
b. PSIKOMOTORIK
(Keterampilan untuk melakukan pemeriksaan fisik) = 40% Keterampilan
berkomunikasi (anamnesis) yang efektif kepada penderita dan pihakterkait
Keterampilan dalam pemeriksan fisik dasar :Inspeksi, palpasi, auskultasi dan
perkusi Keterampilan dalam menggunakan alat-alat kedokteran dasar di bagian /
SMF
c. PERILAKU (afektif) = 10 %
Kemampuan AfektifPribadi : Kemampuan dan mengetahui keterbagasan pribadi,
bertindak hanya dalam lingkup kompetensinya, mengetahui dan mengakui
kesalahan/kealpaan, mau mengkomunikasikan masalah dengan orang yang lebih
kompeten, menghargai perbedaan, bertanggung jawab atas tugas yang di
embannya.
Mengembangkan hubungan yang serasi dengan sejawat, penderita serta tenaga
kesehatan lainnya
Menghormati penderita, sejawat serta tenaga kesehatan yang terkait (perawat, staf

26
administrasi, dll)
Karya Tulis Ilmiah yang dibuat oleh Dokter Muda = 5 %
Tugas-tugas Akademik yang diberikan oleh SMF = 5 %
Prosentasepoint1 s/d 3 dapat berubah tergantung masing-masing bagian / SMF
7.3 Penilaian
Penilaian dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai pencapaian tujuan-
tujuanyang dirumuskan dalam kurikulum.
Penilaian terdiri dari :
a. Nilai harian, meliputi:
Pembuatan rekam medik pasien (status) dan follow up nya (SOAP),
melakukantindakan dibawah bimbingan, sikap, perilaku, kehadiran dan
disiplin serta kerjasama Nilai akademik
b. Laporan kasus Ujian LaboratoriumReferat
c. Ujian lisan
d. Ujian Pasien / Wawancara
e. Attitude : Sebagai pertimbangan nilai dalam kelulusan.Sebagai
pertimbangan dalam kelulusan / yudisium.
7.4 Rumus Nilai Akhir

NA = NILAI AKHIR (YANG DIKIRIMKAN KE FAKULTAS


MELALUI KOORDINATOR)
NT = Rerata Tugas –Tugas (Karya Tulis, Makalah, Presentasi, Dll)
U = Nilai Kognitif / Ujian Utama (OSCE, Oral Assessment, Mini CEX,
DOPS, dll)
NSkills = Rerata nilai Skills / psikomotor selama KO-AS (Mini CEX, DOPS,
dll) NPost = Nilai Posttest (Essay, MCQ, PBT /Problem Best Test,
dll)
NAfek = Rerata nilai Afektif Selama Kos-As (Rating scale)

Nilai Ahir yang digunakan adalah menggunakan system Penilaian Acuan


Patokan(PAP)Dengan kriteria sebagai berikut :

27
HURUF ANGKA KELULUSAN PREDIKAT KETERANGAN
A > 75,00 LULUS ISTIMEWA -
AB 70 – 74,99 LULUS AMAT BAIK -
B 65 – 69.99 LULUS BAIK -
BC 60 – 64.99 TIDAK LULUS CUKUP Mengulang ujian saja

C 55 – 59.99 TIDAK LULUS KURANG

D 40 – 54.99 TIDAK LULUS KURANG Mengulang ½ pendidikan


SEKALI
E 0 – 39.99 TIDAK LULUS TIDAK Mengulang ½ pendidikan
BERPREDIKAT

Kriteria Mengulang adalah sebagai berikut :

NO UJIAN HASIL TINDAKAN


1 UJIANUTAMA BC / C - Mengulang Ujian Saja 1x

2 UJIAN UTAMA D/E - Langgsung kembali ½ koas

3 UJIAN ULANG I untuk nilai BC / C BC/C/D/E - Mengulang full koas

4 UJIAN ULANG I untuk nilai D/E BC/C/D/E - Mengulang full koas

5 UJIAN ULANG II BC/C/D/E Di Kembalikan ke Fakultas

Catatan :
Bagi Dokter Muda yang mengulang, nilai yang diambila adalah nilai yangterbaik /
tertinggi
Bagi Dokter Muda yang selama ini nilainya Bagi masih BC ( 60– 64,99) maka
dinyatakan belum lulus dan di wajibkan mengulang.

28
LEMBAR PENILAIAN

UJIAN DOKTER MUDA FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS WIJAYA


KUSUMASURABAYA RSUD KABUPATEN KEDIRI

Nama Dokter Muda :


NPM :
Tgl. Penilaian :
Jenis Penilaian : MINI CEX (Mini Clinical Evaluation Exercise)
Topik Case Report :
SMF :

No Aspek Kriteria Penilaian Skala Jumlah


Penilaian 0 1 2 3
1 P Kemampuan melakukan anamnesa
Kemampuan pemeriksaan fisik
S Kemampuan membuat Diagnosis Diferential
I Kemampuan mengusulkanPemeriksaan
Penunjang
K Kemampuan menegakkan Diagnosis Pasti
O Kemampuan membuat X
usulanTerapiFarmakologi
M 3
Kemampuan membuat usulan Terapi
O NonFarmakologi (Rehabilitasi)
T Kemampuan membuat usulan Rujukan
Kemampuan menjawab dengan lengkap
O
R
2 AFEKTIF Kemampuan menerima pendapat orang lain
Kemampuan mengendalikan Emosi
Kejujuran mengemukakan pendapat
Memperhatikan saat X
Dosenmemberimasukan 2
TOTAL NILAI
Keterangan Skala:
0 = Tidak melakukan/melaksanakan suatu tindakan yang dinilai
1 = Telah melakukan/melaksanakan suatu tindakan namun dinilai masih kurang
lengkap/sempurna2 = Telah melakukan/melaksanakan suatu tindakan dan dinilai
cukup lengkap/sempurna
3 = Telah melakukan/melaksanakan suatu tindakan dan dinilai sangat lengkap/sempurna

Keterangan Jumlah:
Sesuai system standar penilaian pendidikan klinik FK UWKS yaitu PAP 7 tingkat
LULUS TIDAK LULUS
A  AB B  BC C D E
 70,00 – 65,00 – 69,99 60,00 – 64,99 55,00 – 59,99 40,00 – 54,99 < 0 – 39,99
75,00 74,99
Penilai Pendamping Penilai

29
LEMBAR
PENILAIAN
UJIAN DOKTER MUDA FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS WIJAYA
KUSUMASURABAYA RSUD KABUPATEN KEDIRI

Nama Dokter Muda :


NPM :
Tgl. Penilaian :
Jenis Penilaian : DOPS (Directly Observed Procedural Skill)
Kegiatan yang dinilai :
SMF :

Skala
No Aspek Penilaian Kriteria Penilaian Jumlah
0 1 2 3
Menyampaikan Inform Concent
Menyiapkan alat dan bahan
Fase Menjelaskan tujuan dan
Persiapan Prosedurtindakan
X
Mencuci tangan
1
P (mengawalitindakan)
S Menjaga privacy
I Melibatkan pasien / keluarga
1 K Komunikasi terapeutik
O Fase Penggunaan alat efisien
M Kerja Penerapan prinsip
O kerjabersih/steril X
T Tindakan sistematik dan 2
O waktuefektif
R Merapikan pasien
Fase Cuci tangan (mengakhiri tindakan) X
Terminasi Melakukan evaluasi 1
Menjelaskan rencana tindak lanjut
Kemampuan menerima
pendapatorang lain
Kemampuan
mengendalikanEmosi
2 AFEKTIF
Kejujuran
X
mengemukakanpendapat
2
Memperhatikan saat
Dosenmemberi masukan
TOTAL NILAI
Keterangan Skala:
0 = Tidak melakukan/melaksanakan suatu tindakan yang dinilai
1= Telah melakukan/melaksanakan suatu tindakan namun dinilai masih kurang lengkap/sempurna2
=Telah melakukan/melaksanakan suatu tindakan dan dinilai cukup lengkap/sempurna
3 =Telah melakukan/melaksanakan suatu tindakan dan dinilai sangat lengkap/sempurna
Keterangan Jumlah:
Sesuai system standar penilaian pendidikan klinik FK UWKS yaitu PAP 7 tingkat
LULUS TIDAK LULUS
A  AB B  BC C D E
75,00 70,00 – 74,99 65,00 – 69,99 60,00 – 64,99 55,00 – 59,99 40,00 – 54,99 < 0 – 39,99

Penilai Pendamping Penilai

30
LEMBARAN EVALUASI
UJIAN DOKTER MUDA FAKULTAS
KEDOKTERANUNIVERSITAS
WIJAYA KUSUMA SURABAYA
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN
KEDIRISMF :

Nama DM : Nama Penguji I


NPM : Tanda Tangan :
: dr. Lidwina Ratna D., Sp.THT
Tgl. Ujian : Nama Penguji II :
Ujian ke :I Tanda Tangan :

PENILAIAN UJIAN

Nilai Hasil
No. Yang di Nilai Bobo (Bobot x
(Rerata Nilai)
t Nilai)
1 Tugas Harian 1

2 Ujian Utama / Kognitif 2

3 Skills / Psikomotor 1

4 Post Tes 1

5 Afektif selama Ko-As 1

JUMLA 6
H

Keterangan :
 LULUS
 TIDAK LULUS, mengulang 1 minggu
 TIDAK LULUS, mengulang 2 minggu
 TIDAK LULUS, mengulang 1/2 kepaniteraan

LULUS TIDAK LULUS

A  AB B  BC C D E
 75,00 70,00 – 74,99 65,00 – 69,99 60,00 – 64,99 55,00 – 59,99 40,00 – 54,99 < 0 – 39,99

MENGETAHUI
KETUA TIM KOORDINASI PENDIDIKAN
RSUD KABUPATEN KEDIRI

dr. M. DZIKRUL HAQ K., Sp.JP, FIHA

31
ACUAN KEPUSTAKAAN

Merupakan Buku/Jurnal Yang DirekomendasikanUtntuk Dipergunakan Oleh


Dokter Muda Selama Mengikuti Pendidikan Di SMF Anak.

Nelson Textbook of Pediatrics, Edisi 19


Buku Panduan Imunisasi, Oleh SatgasImunisasi IDAI
Pedoman Kejang Demam, oleh UKK Neurologi IDAI
Pedoman Tuberkulosa pada anak, oleh UKK Respirologi
IDAI
Buku ajar Gastroeuterologi anak, oleh UKK Gastroeuterologi IDAI
Buku ajar Tropik dan Infeksi anak, oleh UKK Tropik dan Infeksi
IDAIBuku ajar Tumbuh Kembang anak, oleh UKK Tumbuh
Kembang IDAIBuku ajar Neonatologi, oleh UKK Neonatologi IDAI

32
LAMPIRAN PEDOMAN DIAGNOSIS DANTERAPI
INFLUENZA

No. ICPC II: R80 Influenza


No. ICD X: J11 Influenza, virus not identified

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Influenza, sering dikenal dengan flu adalah penyakit menular disebabkan oleh
virusRNA
yaitu virus influenza A, B dan lebih jarang C. Virus influenza terus
mengalamiperubahan,
sehingga dalam beberapa waktu akan mengakibatkan wabah (pandemik) yang parah.
Virus
ini menyerang saluran napas atas dan paru-paru.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan :
Keluhan yang sering muncul adalah demam, bersin, batuk, sakit tenggorokan,
hidungmeler,
nyeri sendi dan badan, sakit kepala, lemah badan.

Faktor Risiko
1. Daya tahan tubuh menurun.
2. Kepadatan hunian dan kepadatan penduduk yang tinggi.
3. Perubahan musim/cuaca.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
Tanda
Patognomonis
1. Febris.
2. Rinore.
3. Mukosa hidung edema.

Pemeriksaan penunjang: tidak diperlukan

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis influenza membutuhkan ketelitian, karena keluhannya
hampirsama dengan penyakit saluran pernapasan lainnya.
Influenza dapat didiagnosisberdasarkan 4 kriteria berikut:
 Terjadi tiba-tiba/akut.
 Demam.
 Gejala saluran pernapasan seperti batuk, tidak ada lokasi spesifik dari
keluhanyang
timbul.
 Terdapat penyakit serupa di lingkungan penderita.
Ketika terdapat kasus influenza di masyarakat, semua pasien dengan

33
keluhaninfluenza harus didiagnosis secara klinis. Pasien disarankan kembali
untuk tindak lanjut jika keluhan yang dialami bertambah buruk atau tidak
adaperbaikan dalam waktu 72 jam.
Diagnosis Banding
1. Faringitis
2. Tonsilitis
3. Laringitis

Komplikasi
1. Infeksi sekunder oleh bakteri
2. Pneumonia

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
 Tatalaksana influenza umumnya tanpa obat(self-limited disease). Hal yang
perluditingkatkan adalah daya tahan tubuh. Tindakan untuk meringankan
gejala flu adalah
beristirahat 2-3 hari, mengurangi kegiatan fisik berlebihan, meningkatkan
gizimakanan
dengan makanan berkalori dan protein tinggi, serta buah-buahan yang
tinggivitamin.
 Terapi simptomatik per oral
1. Antipiretik.
2. Dekongestan
3. Antihistamin, pada anak loratadin 0,5 mg/kgBB dan cetirizine 0,3 mg/kgBB.

Konseling & Edukasi


1. Edukasi
 Edukasi terutama ditujukan untuk individu dan lingkungannya.
Penyebaranpenyakit ini melalui udara sehingga lingkungan rumah harus
memenuhi persyaratan rumah sehat terutama ukuran jendela untuk
pencahayaan dan ventilasi serta kepadatan hunian. Untuk mencegah
penyebaran terhadap orang-orang terdekat perlu diberikan juga edukasi
untuk memutuskan matarantai penularan seperti etika batuk dan
pemakaian masker.
 Selain edukasi untuk individu, edukasi terhadap keluarga dan orang-
orangterdekat juga penting seperti peningkatan higiene dan sanitasi
lingkungan
2. Pencegahan
a. Imunisasi influenza, terutama bagi orang-orang risiko tinggi.
b. Harus diwaspadai pasien yang baru kembali dari daerah terjangkit
epidemiinfluenza

Rujukan
Bila didapatkan tanda-tanda pneumonia (panas tidak turun 5 hari disertai
batukpurulen dan sesak napas)

Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam

Sarana Prasarana
-
Referensi
o Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L.et al. Harrisson‟s:
Principleof Internal Medicine. 17thed. New York: McGraw-Hill Companies.

34
2009. p: 1006 - 1020.
o WHO. Pedoman Interim WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
SaluranPernapasan Atas yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2007.

PERTUSIS

No. ICPC II: R71 Whooping cough


No. ICD X: A37.8 Whooping cough, Bordetella bronchiseptica

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Pertusis adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang sangat menular
ditandai dengan suatu sindrom yang berupa batuk yang bersifat spasmodik dan
paroksismal disertai nada yang meninggi karena penderita berupaya keras untuk
menarik nafas sehingga pada akhir batuk sering disertai bunyi yang khas
(whoop).

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
Perjalanan klinis pertusis yang dibagi menjadi 3 stadium yaitu:
a. Stadium Kataralis (stadium prodormal)
Lamanya 1-2 minggu. Gejalanya berupa : infeksi saluran pernafasan atas
ringan,panas ringan, malaise, batuk, lacrimasi, tidak nafsu makan dan kongesti
nasalis.
b. Stadium Akut paroksismal (stadium spasmodik)
Lamanya 2-4 minggu atau lebih. Gejalanya berupa : batuk sering 5-10 kali,
selama batuk pada anak tidak dapat bernafas dan pada akhir serangan batuk
pasien menarik nafas dengan cepat dan dalam sehingga terdengar yang
berbunyimelengking (whoop), dan diakhiri dengan muntah.
c. Stadium konvalesen
Ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah. Batuk biasanya menetap
untukbeberapa waktu dan akan menghilang sekitar 2-3 minggu.

Faktor Risiko
a. Siapa saja dapat terkena pertusis.
b. Orang yang tinggal di rumah yang sama dengan penderita pertusis.
c. Imunisasi amat mengurangi risiko terinfeksi, tetapi infeksi kembali dapat terjadi.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
Tanda
Patognomonis
1. Batuk berat yang berlangsung lama
2. Batuk disertai bunyi „whoop‟
3. Muntah
4. Sianosis

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan apus darah tepi, ditemukan leukosistosis dan limfositosis relatif
2. Kultur
Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis
35
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.

Kriteria :
 Terdeteksinya Bordatella pertusis dari spesimen nasofaring
 Kultur swab nasofaring ditemukan Bordatella pertusis

Komplikasi
a. Pneumonia
b. Encephalitis
c. Malnutrisi

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
1. Pemberian makanan yang mudah ditelan, bila pemberian muntah
sebaiknyaberikan cairan elektrolit secara parenteral.
2. Pemberian jalan nafas.
3. Oksigen
4. Pemberian farmakoterapi:
i. Antibiotik: Eritromisin 30 – 50 mg/kgBB 4 x sehari
ii. Antitusif: Kodein 0,5 mg/tahun/kali dan
iii. Salbutamol dengan dosis 0,3-0,5 mg perkg BB/hari 3x sehari.

Konseling & Edukasi


1. Edukasi: Edukasi diberikan kepada individu dan keluarga mengenai
pencegahanrekurensi.
2. Pencegahan: Imunisasi dasar lengkap harus diberikan pada anak kurang dari
1tahun.

Kriteria Rujukan: -

Sarana Prasarana
 Tabung dan selang/sungkup oksigen
 Cairan elektrolit parenteral
 Obat-obatan: Eritromisin, Kodein dan Salbutamol

Prognosis
Prognosis umumnya bonam, namun dapat terjadi berulang (dubia ad
bonam)Sanationam: Dubia ad bonam.

Referensi
 Adam, G.L. Boies L.R. Higler. Boies.Buku Ajar Penyakit THT. Ed. ke-
6.Jakarta: EGC. 1997.
 Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed. Ke-8.
McGraw-Hill. 2003.

ASMA BRONKIAL

No. ICPC II: R96 Asthma


No. ICD X: J45 Asthma

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Asma bronkial adalah gangguan inflamasikronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel inflamasi dan mediator. Inflamasikronik menyebabkan peningkatan
36
hiperesponsif jalan napas terhadap bermacam-macam stimulus dan penyempitan
jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
napas,dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan atau dini hari.
Derajat penyempitan bervariasi yang dapat membaik secara spontan dengan
pengobatan.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
Pasien datang karena:
 Sesak napas yang episodik.
 Batuk-batuk berdahak yang sering memburuk pada malamdan pagi
harimenjelang subuh. Batuk biasanya terjadi kronik.
 Mengi.

Faktor Risiko
 Faktor Pejamu
Ada riwayatatopipadapenderitaataukeluarganya,hipersensitifsaluran napas,
jeniskelamin, ras atau etnik.
 Faktor Lingkungan
1. Bahan-bahan di dalam ruangan: tungau, debu rumah, binatang, kecoa.
2. Bahan-bahan di luar ruangan: tepung sari bunga, jamur.
3. Makanan-makanan tertentu: bahan pengawet, penyedap dan
pewarnamakanan.
4. Obat-obatan tertentu.
5. Iritan: parfum, bau-bauan merangsang.
6. Ekspresi emosi yang berlebihan.
7. Asap rokok.
8. Polusi udara dari luar dandalamruangan.
9. Infeksisalurannapas.
10. Exercise-inducedasthma (asma kambuh ketika melakukan aktivitas
fisiktertentu).
11. Perubahan cuaca.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
Tanda
Patognomonis
 Sesak napas.
 Mengi pada auskultasi.
 Pada serangan berat digunakan otot bantu napas (retraksi
supraklavikula,interkostal, dan epigastrium).

Faktor Predisposisi
Riwayat bronchitis atau pneumoni yang berulang

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah (eosinofil dalam darah)

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Anamnesis & Diagnosis Penunjang


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, yaitu terdapatkenaikan≥15 % rasioAPE sebelum dan sesudah
pemberianinhalasi salbutamol.

37
Diagnosis Banding
 Obstruksi jalan napas.
 Bronkitis kronik.
 Bronkiektasis.

Penatalaksanaan Komprehensif
(Plan)Penatalaksanaan
 Pasien disarankan untuk mengidentifikasi serta mengendalikan
faktorpencetusnya.
Perlu dilakukan perencanaan dan pemberian pengobatan jangka panjang serta
menetapkan pengobatan pada serangan akut.
Penatalaksanaan asma berdasarkan beratnya keluhan

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan (bila diperlukan)


 Fototoraks
 Uji sensitifitas kulit
 Spirometri
 Uji Provokasi Bronkus

Komplikasi
 Pneumotoraks.
 Pneumomediastinum.
 Gagalnapas.
 Asma resisten terhadap steroid.

Konseling & Edukasi


 Memberikan informasi kepada individu dan keluarga mengenai seluk beluk
penyakit, sifat penyakit, perubahan penyakit (apakah membaik atau
memburuk),jenis dan mekanisme kerja obat-obatan dan mengetahui kapan
harus meminta pertolongan dokter.
 Kontrol secara teratur antara lain untuk menilai dan monitor berat asma
secaraberkala (asthma control test/ ACT)
 Pola hidup sehat.
 Menjelaskan pentingnya melakukan pencegahan dengan:
 Menghindari setiap pencetus.
 Menggunakan bronkodilator/steroid inhalasi sebelum melakukan
exerciseuntuk mencegah exercise induced asthma.

Kriteria rujukan
a. Bila sering terjadi eksaserbasi.
b. Pada serangan asma akut sedang dan berat.
c. Asma dengan komplikasi.

Catatan
Persiapan dalam melakukan rujukan bagi pasien asma, yaitu:
a. Terdapat oksigen.
b. Pemberian steroid sistemik injeksi atau inhalasi disamping
pemberianbronkodilator kerja cepat inhalasi.
c. Pasien harus didampingi oleh dokter/tenaga kesehatan terlatih selama
perjalananmenuju ke pelayanan sekunder.

Sarana Prasarana
 Tabung oksigen
 Peak flow rate meter
 Nebulizer

38
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam

Referensi
Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L.et al. Harrisson‟s: Principle
ofInternal
Medicine. 17thed. New York: McGraw-Hill Companies. 2009.

BRONKITIS AKUT

No. ICPC II: R78 Acute bronckitis /bronchiolitis


No. ICD X: J20.9 Acute bronchitis, unspecified

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru).
Radang dapat berupa hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang
minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut
pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain. Penyakit ini biasanya
bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna, namun pada penderita
yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-
paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi
dari polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status
sosial.

Bronkhitis akut adalah peradangan pada bronkus yang disebabkan oleh infeksi
saluran napas yang ditandai dengan batuk (berdahak maupun tidak berdahak) dan
berlangsung hingga 3 minggu.

Bronkitis akut dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: infeksi virus, yang paling
umum influenza A dan B, parainfluenza, RSV, adenovirus, rhinovirus dan
coronavirus; infeksi bakteri, seperti yang disebabkan oleh Mycoplasma spesies,
Chlamydia pneumoniae,Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis, dan
Haemophilus influenzae; rokok dan asap rokok; paparan terhadap iritasi, seperti
polusi, bahan kimia, dan asap tembakau, juga dapat menyebabkan iritasi bronkial
akut; bahan-bahan yang mengeluarkan polusi; penyakit gastrofaringeal refluk-suatu
kondisi di mana asam lambung naik kembali ke saluran makan
(kerongkongan); pekerja yang terekspos dengan debu atau asap. Bronkitis akut
dapat dijumpai pada semua umur, namun paling sering didiagnosis pada anak-
anak mudadari 5 tahun, sedangkan bronkitis kronis lebih umum pada orang tua dari
50 tahun.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan Batuk (berdahak maupun tidak berdahak) selama 2-3 minggu. Dahak dapat
berwarna jernih, putih, kekuning-kuningan atau kehijauan. Keluhan disertai demam
(biasanya ringan), rasa berat dan tidak nyaman di dada.
Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya batuk tidak
berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau
kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau.
Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi
demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu.
Sesak nafas dan rasa berat bernapas terjadi jika saluran udara tersumbat, sering

39
ditemukan bunyi nafas mengi atau “ngik”, terutama setelah batuk. Bila iritasi
saluranterjadi, maka dapat terjadi batuk darah. Bronkitis bisa menjadi pneumonia.
Riwayat penyakit biasanya ditandai batuk-batuk setiap hari disertai pengeluaran
dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun, dan paling sedikit
selama 2 tahun.

Faktor Risiko:-

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan paru dapat ditemukan:
Pasien tampak kurus dengan barrel shape chest (diameter anteroposterior dada meningkat).
Fremitus taktil dada tidak ada atau berkurang.
Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah,
tukak jantung berkurang.
Suara nafas berkurang dengan ekpirasi panjang, terdapat ronki basah kasar yang
tidak tetap (dapat hilang atau pindah setelah batuk), wheezing dengan berbagai
gradasi (perpanjangan ekspirasi hingga ngik-ngik) dan krepitasi.

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan sputum dengan pengecatan Gram akan banyak didapat leukosit
PMN dan mungkin pula bakteri.
 Foto thoraks pada bronkitis kronis memperlihatkan tubular shadow berupa
bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apex paru dan
corakan paru yang bertambah.
 Tes fungsi paru dapat memperlihatkan obstruksi jalan napas yang reversibel
dengan menggunakan bronkodilator.

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.

Diagnosis Banding
 Epiglotitis, yaitu suatu infeksi pada epiglotis, yang bisa menyebabkan
penyumbatan saluran pernafasan.
 Bronkiolitis, yaitu suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang
merupakan percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan
oleh infeksi virus.
 Influenza, yaitu penyakit menular yang menyerang saluran napas, dan sering
menjadi wabah yang diperoleh dari menghirup virus influenza.
 Sinusitis, yaitu radang sinus paranasal yaitu rongga-rongga yang terletak
disampig kanan kiri dan diatas hidung.
 Faringitis, yaitu suatu peradangan pada tenggorokan (faring) yang disebabkan
oleh virus atau bakteri.
 Asma, yaitu suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran
pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi)
dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas
yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas.

Komplikasi
 Bronkopneumoni.
 Pneumonia.
 Pleuritis.
 Penyakit-penyakit lain yang diperberat seperti:jantung.
 Penyakit jantung rematik.
 Hipertensi.

40
 Bronkiektasis

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
 Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala-gejala tidak hanya pada
fase akut, tapi juga pada fase kronik, serta dalam melaksanakan aktivitas
sehari- hari sesuai dengan pola kehidupannya.
 Mengurangi laju perkembangan penyakit apabila dapat dideteksi lebih awal.
 Oksigenasi pasien harus memadai.
 Istirahat yang cukup.
 Pemberian obat antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15 mg,
diminum 2-3 kali sehari. Kodein (obat Doveri) dapat diberikan 10 mg,
diminum 3 x/hari, bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak.
Antitusif tidak dianjurkan pada kehamilan, ibu menyusui dan anak usia 6 tahun
ke bawah. Pada penderita bronkitis akut yang disertai sesak napas, pemberian
antitusif perlu umpan balik dari penderita. Jika penderita merasa tambah sesak,
maka antitusif dihentikan.
 Pemberian ekspektoran (obat batuk pengencer dahak) yang lazim digunakan di
antaranya: GG (Glyceryl Guaiacolate), bromheksin, ambroksol, dan lain-lain.
Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan sejenisnya,
digunakan jika penderita demam.
 Bronkodilator (melonggarkan napas), diantaranya: salbutamol, terbutalin sulfat,
teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada penderita yang
disertai sesak napas atau rasa berat bernapas, sehingga obat ini tidak hanya
untuk obat asma, tetapi dapat juga untukbronkitis. Efek samping obat
bronkodilator perlu diketahui pasien, yakni: berdebar, lemas, gemetar dan
keringat dingin.
 Antibiotika hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh kuman
berdasarkan pemeriksaan lab. Antibiotik yang dapat diberikan antara lain:
ampisilin, eritromisin, atau spiramisin
 Terapi lanjutan: jika terapi antiinflamasi sudah dimulai, lanjutkan terapi hingga
gejala menghilang paling sedikit 1 minggu. Bronkodilator juga dapat diberikan
jika diperlukan.

Rencana Tindak Lanjut


Pasien kontrol kembali setelah obat habis, dengan tujuan untuk:
 Mengevaluasi modifikasi gaya hidup.
 Mengevaluasi terapi yang diberikan, ada atau tidak efek samping dari terapi.

Konseling & Edukasi


Memberikan saran agar keluarga dapat:
a. Mendukung perbaikan kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
sehari-hari sesuai dengan pola kehidupannya.
b. Memotivasi pasien untuk menghindari iritan yang dapat terhirup,
mengontrolsuhu dan kelembaban lingkungan, nutrisi yang baik, dan cairan
yang adekuat.
c. Mengidentifikasi gejala efek samping obat, seperti bronkodilator
dapatmenimbulkan berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin.

Kriteria Rujukan
Pada pasien dengan keadaan umum buruk, perlu dirujuk ke rumah sakit
yangmemadai untuk monitor secara intensif dan konsultasi ke spesialis
terkait.

Sarana Prasarana
• Oksigen

41
• Obat-obatan: Antipiretik, Antibiotik, Antitusif, Ekspektoran,
Bronkodilator,Antiinflamasi.

Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad bonam, namun akan menjadi bonam bila pasien cepat
berkonsultasi ke dokter, melakukan tindakan konservatif yang disarankan dan
meminum obat yang diberikan dokter.
Prognosis jangka panjang maupun jangka pendek bergantung pada umur dan gejala
klinik waktu berobat.

Referensi
• Carolin. Elizabeth, J.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2002.
• Danusantoso. Halim.Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: EGC.1998.
• Harrison: Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13.Volume ketiga.
Jakarta.2003.
• Nastiti, N. Rahajoe.Supriyanto, B. Bronkitis Akut dalam Buku Ajar
RespirologiAnak. Edisi Pertama, cetakan kedua. 2010. Hal: 337.
• Snell. Richard S. Anatomi Klinik Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006.
• Soeparman. Waspadji, S.Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Penerbit
FKUI.1998.

PNEUMONIA DAN BRONKOPNEUMONIA

No. ICPC II: R81 Pneumonia


No. ICD X: J18.9 Pneumonia, unspecified

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Pneumonia adalah suatu peradangan/ inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, sertamenimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
dimaksud di sini tidak termasuk dengan pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacteriumtuberculosis.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan:
 batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah
 sesak napas
 demam tinggi
 nyeri dada

Faktor Risiko
 Umur, lebih rentan pada usia >65 tahun.
 Infeksi saluran napas atas yang tidak ditangani.
 Merokok.
 Penyakit penyerta: DM, PPOK, gangguan neurologis, gangguan kardiovaskuler.
 Terpajan polutan/ bahan kimia berbahaya.
 Tirah baring lama.
 Imunodefisiensi, dapat disebabkan oleh penggunaan steroid jangka panjang,
malnutrisi, HIV.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

42
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
 Pasien tampak sakit berat, kadang disertai sianosis
 Suhu tubuh meningkat dan nadi cepat.
 Respirasi meningkat tipe cepat dan dangkal.
 Sianosis.
 Nafas cuping hidung.
 Retraksi interkostalis disertai tanda pada paru, yaitu:
a. Inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas.
b. Palpasi fremitus dapat meningkat,
c. Perkusi redup,
d. Auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang
mungkin
e. disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar
padastadium
f. resolusi.

Pemeriksaan Penunjang
 Thorax foto PA terlihat perselubungan pada daerah yang terkena.
 Laboratorium
 Leukositosis (10.000-15.000/mm3) dengan hitung jenis pergeseran ke
kiri(neutrofil
 batang tinggi). Leukosit <3.000/mm3, prognosisnya buruk.
 Analisa sputum adanya jumlah leukosit bermakna.
 Gram Sputum.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
UntukDiagnosis
defenitif dilakukan pemeriksaan penunjang.

Kriteria Diagnosis pneumonia dengan Trias Pneumonia, yaitu:


 Batuk
 Demam
 Sesak

Klasifikasi
 Berdasarkan klinis dan epideologis, pneumonia dibedakan menjadi:
1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
2. Pneumonia nasokomial (hospital-acqiured pneumonia /
nosocomialpneumonia)
3. Pneumonia aspirasi
4. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
 Berdasarkan bakteri penyebab
1. Pneumonia bakterial / tipikal.
2. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia.
3. Pneumonia virus.
4. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder.
 Berdasarkan predileksi infeksi
o Pneumonia lobaris.
o Bronkopneumonia.
o Pneumonia interstisial

Diagnosis Banding
43
a. Bronkitis Akut
b. Pleuritis eksudatif karena TB

Komplikasi
 Efusi pleura.
 Empiema.
 Abses paru
 Pneumotoraks
 Gagal napas.
 Sepsis.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
 Pengobatan suportif seperti istirahat di tempat tidur dan minum
secukupnyauntuk
mengatasi dehidrasi.
 Terapi definitif dapat dilakukan menggunakan antibiotik sebagai berikut:
 Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP), yaitu:
 Golongan Penisilin: penisilin V, 4x250-500 mg/hari (anak 25-50 mg/kbBB
dalam4 dosis), amoksisilin 3x250-500 mg/hari (anak 20-40 mg/kgBB
dalam 3 dosis),
atau sefalosporin golongan 1 (sefadroksil 500-1000mg dalam 2
dosis,pada anak
30 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis)
 TMP-SMZ
 Makrolid
 Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP),yaitu:
 Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan), Sefotaksim,
Seftriaksondosis tinggi.
 Makrolid: azitromisin 1x500 mg selama 3 hari (anak 10 mg/kgBB/hari
dosistunggal).
 Fluorokuinolon respirasi: siprofloksasin 2x500 mg/hari.

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan (bila diperlukan)


 Kultur sputum
 Kultur darah

Konseling & Edukasi


 Edukasi
Edukasi diberikan kepada individu dan keluarga mengenai pencegahan
rekurensidan pola
hidup sehat, termasuk tidak merokok.
 Pencegahan
Dilakukan dengan vaksinasi, terutama bagi golongan risiko tinggi, seperti orang
usia lanjut, atau penderita penyakit kronis. Vaksin yang dapat diberikan adalah
vaksin pneumokokal.

Kriteria Rujukan
 Kriteria CURB (Conciousness, kadar Ureum, Respiratory rate>30 x/m,Blood
pressure:Sistolik <90 mmHg dan diastolik <60 mmHg; masing masing bila
adakelainan bernilai 1). Dirujuk bila total nilai 2.
 Untuk anak, kriteria rujukan memakai Manajemen Terpadu pada Balita
Sakit(MTBS).

Sarana Prasarana

44
 Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.
 Radiologi.
Prognosis
Prognosis umumnya bonam, namun tergantung dari faktor penderita,
bakteripenyebab dan
penggunaan antibiotik yang tepat dan adekuat

Referensi
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman
Diagnosisdan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 2003.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial.
PedomanDiagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 2005

TUBERKULOSIS (TB) PARU


No ICPC II: A70 Tuberculosis
No ICD X: A15 Respiratory tuberculosis, bacteriologiccaly and
histologicallyconfirmed

Tingkat Kemampuan: 4A

Masalah Kesehatan
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.Indonesia merupakan negara yang
termasuk sebagai 5 besar dari 22 negara di dunia dengan beban TB. Kontribusi TB
diIndonesia sebesar 5,8%. Saat ini timbul kedaruratan baru dalam penanggulangan
TB,yaitu TB Resisten Obat (Multi Drug Resistance/ MDR).

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan Pasien datang dengan batuk berdahak ≥ 2 minggu.
Batuk disertai dahak, dapat bercampur darah atau batuk darah. Keluhan dapat
disertaisesak napas, nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila disertai peradangan
pleura), badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam tanpa kegiatan fisik, dan demam meriang lebih dari 1 bulan.

Pemeriksaan Fisik
Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali),
respirasimeningkat,
berat badan menurun (BMI pada umumnya <18,5).
Pada auskultasi terdengar suara napas bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara
napasmelemah
di apex paru, tergantung luas lesi dan kondisi pasien.

Pemeriksaan Penunjang
1. Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
1. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/
BTA)ataukultur kuman dari
specimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu. Untuk TB non paru,
specimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal,
cairanpleura ataupun biopsi jaringan.
2. Tes tuberkulin (Mantoux test). Pemeriksaan ini merupakan penunjang
utama untuk membantu menegakkan Diagnosis TB pada anak.
Pembacaanhasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara Mantoux
(intrakutan) dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengukur

45
diameter transversal. Uji tuberkulin dinyatakan positif yaitu:
1. Pada kelompok anak dengan imunokompeten termasuk anak
denganriwayat imunisasi BCG diameter indurasinya > 10 mm.
2. Pada kelompok anak dengan imunokompromais (HIV, gizi
buruk,keganasan dan lainnya) diameter indurasinya > 5mm.
3. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak awan
dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk
tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas
(bayanganberupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura),
efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis pasti TB
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang

Kriteria Diagnosis
Berdasarkan International Standards for Tuberculosis Care (ISTC)

Diagnosis TB pada anak


Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu
investigasiterhadap
anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan menular, serta anak
yangdatang
ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan anda klinis yang mengarah ke TB.
Gejalaklinis
TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit
selain TB.

Gejala sistemik/umum TB pada anak:


 Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal
tumbuh(failure to thrive).
 Masalah Berat Badan (BB):
BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas,ATAU
BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikanupaya perbaikan giziyang
baikATAU
BB tidak naik dengan adekuat.
 Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukandemam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain lain).
Demam yang umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai
keringat malam.
 Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
 Batuk lama atau persisten ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak
pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab batuk
lain telahdisingkirkan;
 Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila tidak
disertaidengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala
spesifik TB pada anak.

Sistem skoring (scoring system) Diagnosis TB membantu tenaga kesehatan


agartidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan
penunjangsederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya under-
diagnosis maupun over-diagnosis.
Tabel 1. Sistem Skoring TB Anak
Parameter 0 1 2 3 Jmlh
Kontak TB Tidak Laporan BTA (+)

46
jelas keluarga,
BTA (-)
atau BTA
tidak
jelas/tidak
tahu
Uji tuberkulin (-) (+) (≥10mm, atau
(Mantoux) ≥5mm pada
keadaan
imunokompromais)
Berat badan/ BB/TB Klinis gizi
keadaan gizi <90% atau buruk atau
BB/U < BB/TB
80% <70% atau
BB/U
<60%
Demam yang ≥2 minggu
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik ≥3 minggu
Pembesaran ≥1 cm,
kelenjar limfe lebih dari 1
kolli, aksila, KGB, tidak
inguinal nyeri
Pembengkakan Ada
tulang/sendi pembeng-
panggul, lutut, kakan
falang
Foto toraks Normal Gambaran
kelainan sugestif TB
tidak
jelas
Total Skor

Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih. Namun
demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji tuberkulinnya
positif namun tidak didapatkan gejala, maka anak cukup diberikan profilaksis INH
terutama anak balita

Catatan:
a. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.
b. Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak membaik
setelahdiberikan
pengobatan sesuai baku terapi di Puskesmas
c. Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar hilus
atauparatrakeal
dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier,
klasifikasidengan infiltrat, tuberkuloma
d. Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCG harus
dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
e. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan,maka pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih
lanjut.

Komplikasi
f. Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis,

47
pneumotoraks,gagal napas.
g. TB ekstraparu: pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe.
h. Kor Pulmonal

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
Tujuan
pengobatan
1. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas pasien.
2. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.
3. Mencegah kekambuhan TB.
4. Mengurangi penularan TB kepada orang lain.
5. Mencegah kejadian dan penularan TB resisten obat.
Prinsip-prinsip terapi
 Praktisi harus memastikan bahwa obat-obatan tersebut digunakan sampai terapi
selesai.
 Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang tidak pernah diterapi
sebelumnya harus mendapat terapi Obat Anti TB (OAT) lini pertama sesuai
ISTC (Tabel 2).
 Fase Awal selama 2 bulan, terdiri dari: Isoniazid, Rifampisin,
Pirazinamid, dan Etambutol.
 Fase lanjutan selama 4 bulan, terdiri dari: Isoniazid dan
Rifampisin
 Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan Terapi
rekomendasi internasional, sangat dianjurkan untuk
penggunaan Kombinasi Dosis Tetap (KDT/fixed-dose
combination/ FDC) yang terdiri dari 2 tablet (INH dan RIF),
3 tablet (INH, RIF dan PZA) dan 4 tablet (INH, RIF, PZA,
EMB).

Tabel 2. Dosis Obat TB


Rekomendasi dosis dalam mg/kgBB
Obat Harian 3x seminggu
INH* 5(4-6) max 300mg/hr 10(8-12) max 900mg/dosis
RIF 10(8-12) max 600mg/hr 10(8-12) max 600mg/dosis
PZA 25(20-30) max 1600mg/hr 35(30-40) max 2400mg/dosis
EMB 15(15-20) max 1600mg/hr 30(25-35) max 2400 mg/dosis
Note: Tahap lanjutan di beberapa literatur dianjurkan untuk setiap hari.
 Untuk membantu dan mengevaluasi kepatuhan, harus dilakukan prinsip
pengobatan dengan:
 Sistem Patient-centred strategy, yaitu memilih bentuk obat,
cara pemberian cara mendapatkan obat serta kontrol pasien
sesuai dengan cara yang paling mampu laksana bagi pasien.
 Pengawasan Langsung menelan obat (DOT/direct observed
therapy)
 Semua pasien dimonitor respon terapi, penilaian terbaik adalah follow-up
mikroskopis dahak (2 spesimen) pada saat:
1. Akhir fase awal (setelah 2 bulan terapi),
2. 1 bulan sebelum akhir terapi, dan pada akhir terapi.
3. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada 1 bulan sebelum akhir
terapi dianggap gagal (failure) dan harus meneruskan terapi modifikasi
yangsesuai.
4. Evaluasi dengan foto toraks bukan merupakan pemeriksaan prioritas dalam
follow up TB paru.
Catatan tertulis harus ada mengenai:
Semua pengobatan yang telah

48
diberikan,Respon hasil mikrobiologi
Kondisi fisik
pasienEfek
samping obat
1. Di daerah prevalensi infeksi HIV tinggi, infeksi Tuberkulosis –
HIV sering bersamaan konsultasi dan tes HIV diindikasikan sebagai bagian
dari tatalaksana rutin.
2. Semua pasien dengan infeksi Tuberkulosis-HIV harus
dievaluasi untuk:
Menentukan indikasi ARV pada tuberkulosis.
Inisasi terapi tuberkulosis tidak boleh ditunda.
Pasien infeksi tuberkulosis-HIV harus diterapi Kotrimoksazol apabila CD 4
<200.
Selama terapi : evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.

Tabel 3. OAT KDT pada anak (sesuai rekomendasi IDAI)


Berat badan (kg) 2 bulan tiap hari 3KDT 4 bulan tiap 2KDT anak
Anak RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Keterangan :
Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg harus dirujuk ke rumah
sakitAnak dengan BB ≥ 33kg, harus dirujuk ke rumah sakit
Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh digerus
sebelumdiminum

Sumber penularan dan Case Finding TB Anak


Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber
penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah
orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut.
Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA
sputum (pelacakan sentripetal).

Konseling & Edukasi


Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai seluk beluk
penyakit dan pentingnya pengawasan dari salah seorang keluarga untuk
ketaatan konsumsi obat pasien.
Kontrol secara
teratur Pola hidup
sehat

Kriteria rujukan
TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid) seperti TB pada
orang dengan HIV, TB dengan penyakit metabolik, TB anak, perlu dirujuk ke
layanan sekunder. Pasien TB yang telah mendapat advis dari layanan
spesialistikdapat melanjutkan pengobatan di fasilitas pelayanan primer.
Suspek TB-MDR harus dirujuk ke layanan sekunder.

Prognosis
Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan
ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi kurang baik.

Kriteria hasil pengobatan:


Sembuh : pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan

49
pemeriksaan apusan dahak ulang (follow up), hasilnya negatif pada AP dan satu
pemeriksaan sebelumnya.

Pengobatan lengkap : pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara


lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada AP dan
padasatu pemeriksaan sebelumnya.

Meninggal : pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.

Putus berobat (default) : pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut – turut atau
lebih sebelumnya masa pengobatnnya selesai.

Gagal : pasie yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan ke lima atau selama pengobatan.

Pindah (transfer out) : pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan
(register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui

Sarana Prasarana
1. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum darah rutin
2. Mantoux test
3. Obat-obat anti tuberculosis
4. Radiologi

Referensi
a. Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L. et al.Mycobacterial
disease: Tuberculosis. Harrisson‟s: Principle of Internal Medicine. 17th Ed.
NewYork: McGrawHill Companies. 2009: hal. 1006 - 1020.
b. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jenderal
PengendalianPenyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011.
c. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. International Standards for
Tuberculosis Care (ISTC). 2ndEd. Tuberculosis Coalition for Technical
Assistance. The Hague. 2009.
d. Zulkifli, A. Asril, B. Tuberkulosis paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.5.
Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009: hal. 2230 – 2239.

GASTRITIS
No ICPC II: D07 Dyspepsia/indigestion
No ICD X: K29.7 Gastritis, unspecified

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Gastritis adalah proses inflamasi/peradangan pada lapisan mukosa dan submukosa
lambung
sebagai mekanisme proteksi mukosa apabila terdapat akumulasi bakteri atau
bahaniritan lain.
Proses inflamasi dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan Pasien datang ke dokter karena rasa nyeri dan panas seperti terbakar pada
perut bagian atas. Keluhan mereda atau memburuk bila diikuti dengan makan,
mual,muntah dan kembung.

50
Faktor Risiko
1. Pola makan yang tidak baik: waktu makan terlambat, jenis makanan pedas,
porsimakan yang besar.
2. Sering minum kopi dan teh.
3. Infeksi bakteri atau parasit.
4. Pengunaan obat analgetik dan steroid.
5. Usia lanjut.
6. Alkoholisme.
7. Stress.
8. Penyakit lainnya, seperti: penyakit refluks empedu, penyakit
autoimun,HIV/AIDS, Chron disease.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik Patognomonis


Nyeri tekan epigastrium dan bising usus meningkat.
a. Bila terjadi proses inflamasi berat, dapat ditemukan pendarahan saluran
cernaberupa hematemesis dan melena.
b. Biasanya pada pasien dengan gastritis kronis, konjungtiva tampak anemis.

Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis dengan melakukan pemeriksaan:
 Darah rutin.
 Untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori: pemeriksaan breathe test
danfeses.
 Rontgen dengan barium enema.
 Endoskopi.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.Untuk Diagnosis definitif dilakukan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis Banding
a. Kolesistitis
b. Kolelitiasis
c. Chron disease
d. Kanker lambung
e. Gastroenterit
isf.Limfoma
g. Ulkus peptikum
h. Sarkoidosis
i. GERD

Komplikasi
 Pendarahan saluran cerna bagian atas.
 Ulkus peptikum.
 Perforasi lambung.
 Anemia.

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
 Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu terjadinya

51
keluhan, antara lain dengan makan tepat waktu, makan sering dengan porsi
kecil dan hindari dari makanan yang meningkatkan asam lambung atau perut
kembung seperti kopi, teh, makanan pedas dan kol.
 Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain: H2 Bloker 2x/hari (Ranitidin
150 mg/kali, Famotidin 20 mg/kali, Simetidin 400-800 mg/kali), PPI 2x/hari
(Omeprazole 20 mg/kali,mg/kali, Lansoprazole 30 mg/kali), serta Antasida
dosis3 x 500-1000 mg/hr.

Konseling & Edukasi


Menginformasikan pasien dan keluarga mengenai faktor risiko terjadinya gastritis.

Kriteria rujukan
 Bila 5 hari pengobatan belum ada perbaikan.
 Terjadi komplikasi.
 Terjadi alarm symptoms seperti perdarahan, berat badan menurun 10% dalam
6bulan dan mual muntah berlebihan.

Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya
komplikasi, dan pengobatannya. Umumnya prognosis gastritis adalah bonam,
namundapat terjadi berulang bila pola hidup tidak berubah.

Sarana Prasarana
Laboratorium untuk pemeriksaan Gram.

Referensi
Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. eds. Buku ajar
ilmupenyakit
dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
DalamFKUI.
2006.

GASTROENTERITIS
(TERMASUK DISENTRI, KOLERA DAN
GIARDIASIS)
No. ICPC II: D73 Gastroenteritis presumed infection
No. ICD X: A09 Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infection origin

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus yang
ditandai dengan diare, yaitu buang air besar lembek atau cair, dapat bercampur
darah atau lender, dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam, dan
disertai dengan muntah, demam, rasa tidak enak di perut dan menurunnya nafsu
makan. Apabila diare > 30 hari disebut kronis. Gastroenteritis lebih sering terjadi
pada anak- anak karena daya tahan tubuh yang belum optimal. Hal ini biasanya
terjadi berhubungan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah yang
terkait dengan perilaku kesehatan yang kurang. Penyebab gastroenteritis antara lain
infeksi, malabsorbsi, keracunan atau alergi makanan dan psikologis penderita.
Infeksi yang menyebabkan GE akibat Entamoeba histolytica disebut disentri, bila
disebabkan oleh Giardia lamblia disebut giardiasis, sedangkan bila disebabkan oleh

52
Vibrio cholera disebut kolera.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Pasien datang ke dokter karena buang air besar (BAB) lembek atau cair,
dapat bercampur darah atau lendir, dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu
24 jam. Dapat disertai rasa tidak nyaman di perut (nyeri atau kembung), mual dan
muntah serta tenesmus. Setiap kali diare, BAB dapat menghasilkan volume yang
besar (asal dari usus kecil) atau volume yang kecil (asal dari usus besar). Bila diare
disertai demam maka diduga erat terjadi infeksi.
a. Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari sumber yang
kurang higienenya, GE dapat disebabkan oleh infeksi. Riwayat bepergian ke
daerah dengan wabah diare, riwayat intoleransi laktosa (terutama pada bayi),
konsumsi makanan iritatif, minum jamu, diet cola, atau makan obat-obatan
seperti laksatif, magnesium hidrochlorida, magnesium citrate, obat jantung
quinidine, obat gout (colchicides), diuretika (furosemid, tiazid), toksin (arsenik,
organofosfat), insektisida, kafein, metil xantine, agen endokrin (preparat pengantian
tiroid), misoprostol, mesalamin, antikolinesterase dan obat-obat diet perlu diketahui.
b. Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam tifoid perlu
diidentifikasi.

Faktor Risiko
1. Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
2. Riwayat intoleransi lactose, riwayat alergi obat.
3. Infeksi HIV atau infeksi menular seksual.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan terpenting adalah menentukan tingkat/derajat dehidrasi akibat diare.
Tanda-tanda
dehidrasi yang perlu diperhatikan adalah turgor kulit perut menurun, akral dingin,
penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, tangan keriput, mata cekung
tidak, penurunan kesadaran (syok hipovolemik), nyeri tekan abdomen, kualitas
bising usus hiperperistaltik. Pada anak kecil cekung ubun-ubun kepala. Pada tanda
vital lain dapat ditemukan suhu tubuh yang tinggi hiperpireksi), nadi dan
pernapasancepat.

Tabel 1. Pemeriksaan derajat dehidrasi


Gejala Derajat Dehidrasi
Minimal (<3% Ringan sampai Berat (>9% dari
dari berat badan) sedang (3-9% dari berat badan)
berat badan)
Status mental Baik, sadar penuh Normal, lemas atau Apatis, letargi,
gelisah, iritabel tidak sadar
Rasa haus Minum normal, Sangat haus, sangat Tidak dapat minum
mungkin menolak ingin minum
minum
Denyut jantung Normal Normal sampai Takikardi, pada
meningkat kasus berat
bradikardi
Kualitas denyut Normal Normal sampai Lemah atau tidak
nadi menurun teraba
Pernapasan Normal Normal cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Menurun Tidak ada

53
Mulut dan lidah Basah Kering Pecah-pecah
Turgor kuliy Baik < 2 detik >2 detik
Isian kapiler Normal Memanjang Memanjang,
minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin
Output urin Normal sampai Menurun Minimal
menurun

Metode Pierce
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x Berat badan
(kg) Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x Berat
badan (kg) Dehidrasi berat, Kebutuhan cairan = 10% x
Berat badan (kg)

Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis

Tabel 2. Skor Penilaian Klinis Dehidrasi


Klinis Skor
Rasa haus/ muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik <60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120x/menit 1
Kesadaran apati 1
Kesadaran somnolen, spoor atau koma 2
Frekuensi napas >30x/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer woman‟s hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

Pemeriksaan status lokalis


1. Pada anak-anak terlihat BAB dengan konsistensi cair pada bagian dalam dari
celana atau pampers.
2. Colok dubur dianjurkan dilakukan pada semua kasus diare dengan feses
berdarah, terutama pada usia >50 tahun. Selain itu, perlu dilakukan identifikasi
penyakit komorbid.

Pemeriksaan Penunjang
Pada kondisi pasien yang telah stabil (dipastikan hipovolemik telah teratasi),
dapatdilakukan pemeriksaan:
Darah rutin (lekosit) untuk memastikan adanya infeksi.
Feses lengkap (termasuk analisa mikrobiologi) untuk menentukan penyebab.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair lebih dari 3 kali sehari) dan
pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan pemeriksaan
konsistensiBAB).

Diagnosis
Banding

54
Demam tifoid
Kriptosporidia (pada penderita
HIV)Kolitis pseudomembran

Komplikasi: Syok hipovolemik

Penatalaksanaan komprehensif

(Plan)Penatalaksanaan
Pada umumnya diare akut bersifat ringan dan sembuh cepat dengan sendirinya
melalui rehidrasi dan obat antidiare, sehingga jarang diperlukan evaluasi lebih
lanjut.Terapi dapat diberikan dengan:
Memberikan cairan dan diet adekuat
Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang adekuat untuk rehidrasi. Hindari
susu sapi karena terdapat defisiensi laktase transien.
Hindari juga minuman yang mengandung alkohol atau kafein, karena dapat
meningkatkan motilitas dan sekresi usus
Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang tidak mengandung gas, dan mudah dicerna.Pasien
diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat anti diare untuk mengurangi gejala dan
antimikroba untuk terapi definitif. Pemberian terapi antimikroba empirik diindikasikan pada
pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, traveller‟s diarrhea, dan imunosupresi.
Antimikroba: pada GE akibat infeksi diberikan antibiotik atau antiparasit, atau anti jamur
tergantung penyebabnya.

Obat antidiare, antara lain :


Turunan opioid: loperamide, difenoksilat atropine, tinktur opium.
Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri yang disertai demam
dan penggunaannya harus dihentikan apabila diare semakin berat walaupun diberikan
terapi.
Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien immunocompromised, seperti HIV,
karena dapat meningkatkan risiko terjadinya bismuth encephalopathy.
Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2 tablet/ hari atau smectite 3x 1 sachet
diberikan tiap BAB encer sampai diare stop.
Obat anti sekretorik atau anti enkefalinase: Hidrasec 3x 1/ hari

Antimikroba, antara lain:


3.1 Golongan kuinolon yaitu ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari selama 5-7 hari, atau
3.2 Trimetroprim/Sulfamethoxazole 160/800 2x 1 tablet/hari.
3.3 Apabila diare diduga disebabkan oleh Giardia, metronidazole dapat
digunakandengan dosis 3x500 mg/ hari selama 7 hari.
3.4 Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi disesuaikan dengan
etiologi.Terapi probiotik dapat mempercepat penyembuhan diare akut.

Apabila terjadi dehidrasi, setelah ditentukan derajat dehidrasinya, pasien ditangani


dengan
langkah sebagai berikut:
Menentukan jenis cairan yang akan digunakan
Pada diare akut awal yang ringan, tersedia cairan oralit yang hipotonik dengan
komposisi 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2.5 g Natrium bikarbonat dan 1.5 KCl setiap
liter. Cairan ini diberikan secara oral atau lewat selang nasogastrik. Cairan lain
adalah cairan ringer laktat dan NaCl 0,9% yang diberikan secara intravena.

Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan


Prinsip dalam menentukan jumlah cairan inisial yang dibutuhkan adalah: BJ
plasma
dengan rumus:
Defisit cairan : Bj plasma – 1,025 X Berat badan X 4 ml
0,001
55
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X kgBB X 1 liter
15
Menentukan jadwal pemberian cairan:
Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total kebutuhan cairan
menurut BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini agar
tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
Satu jam berikutnya/ jam ke-3 (tahap ke-2) pemberian diberikan berdasarkan
kehilangan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak
ada syok atau skor daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral.
Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui
tinja dan insensible water loss.

Kondisi yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada diare akut apabila ditemukan:
Diare memburuk atau menetap setelah 7 hari, feses harus dianalisa lebhlanjut.
Pasien dengan tanda-tanda toksik (dehidrasi, disentri, demam ≥ 38.5 ⁰
yang berat pada pasien usia di atas 50 tahun
Pasien usia lanjut
Muntah yang persisten
Perubahan status mental seperti lethargi, apatis, irritable.
Terjadinya outbreak pada komunitas
Pada pasien yang immunocompromised.
Konseling & Edukasi
Pada kondisi yang ringan, diberikan edukasi kepada keluarga untuk membantu
asupan cairan.
Edukasi juga diberikan untuk mencegah terjadinya GE dan mencegah penularannya.

Kriteria Rujukan
1. Tanda dehidrasi berat
2. Terjadi penurunan kesadaran
3. Nyeri perut yang signifikan
4. Pasien tidak dapat minum oralit
5. Tidak ada infus set serta cairan infus di fasilitas pelayanan

Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya
komplikasi, dan
pengobatannya, sehingga umumnya prognosis adalah dubia ad bonam. Bila
kondisisaat
datang dengan dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi dubia ad malam.

Sarana Prasarana
1. Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin, feses dan WIDAL
2. Obat-obatan
3. Infus set

Referensi
Simadibrata, M. D. Diare akut. In: Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I.
Simadibrata, M.D. Setiati, S. Eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th Ed.
Vol.
I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009:
p.548-556.
1. Makmun, D. Simadibrata, M.D. Abdullah, M. Syam, A.F. Fauzi, A.
KonsensusPenatalaksanaan Diare Akut pada Dewasa di Indonesia. Jakarta:
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. 2009.
2. Setiawan, B. Diare akut karena Infeksi. In: Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B.
Alwi,I.

56
Simadibrata, M. Setiati, S.Eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4thEd. Vol.
III. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: p. 1794-1798.
3. Sansonetti, P. Bergounioux, J. Shigellosis. In: Kasper. Braunwald. Fauci. et
al. Harrison‟s Principles of Internal Medicine.Vol II. 17thEd. McGraw-Hill.
2009:p. 962-964.
4. Reed, S.L. Amoebiasis dan Infection with Free Living Amoebas. In: Kasper.
Braunwald.
Fauci. et al. Harrison‟s Principles of Internal Medicine.Vol I. 17thEd.
McGraw-Hill.
2009: p. 1275-1280.

REFLUKS GASTROESOFAGEAL
No ICPC II: D84 Oesphagus disease
No ICD X: K21.9 Gastro-oesophageal reflux disease without oesophagitis

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah mekanisme refluks melalui
inkompeten
sfingter esofagus.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Rasa panas dan terbakar di retrosternal atau epigastrik dan dapat menjalar ke leher.
Hal ini terjadi terutama setelah makan dengan volume besar dan berlemak. Keluhan
ini diperberat dengan posisi berbaring terlentang.Keluhan ini juga dapat timbul oleh
karena makanan berupa saos tomat, peppermint, coklat, kopi, dan alkohol.Keluhan
sering muncul pada malam hari. Keluhan lain akibat refluks adalah tiba tiba ada
rasa cairan asam di mulut, cegukan, mual dan muntah. Refluks ini dapat terjadi
pada pria dan wanita. Sering dianggap gejala penyakit jantung.

Faktor risiko
Usia > 40 thn, obesitas, kehamilan, merokok, kopi, alkohol, coklat, makan
berlemak, beberapa obat di antaranya nitrat, teophylin dan verapamil, pakaian yang
ketat, atau pekerja yang sering memgangkat beban berat.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
Tidak terdapat tanda spesifik untuk GERD. Tindakan untuk pemeriksaan
adalah dengan pengisian kuesioner GERD. Bila hasilnya positif, maka dilakukan tes
dengan pengobatan PPI
(Proton Pump Inhibitor).

Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat. Kemudian untuk di
pelayanan primer, pasien diterapi dengan PPI test, bila memberikan respon positif
terhadap terapi, maka diagnosis definitive GERD dapat disimpulkan. Standar baku
untuk diagnosis definitif GERD adalah dengan endoskopi saluran cerna bagian atas
yaitu ditemukannya mucosal break di esophagus namun tindakan ini hanya dapat
57
dilakukan oleh dokter spesialis yang memiliki kompetensi tersebut.

Diagnosis Banding
 Angina pektoris
 Akhalasia
 Dispepsia
 Ulkus peptik
 Ulkus duodenum
 Pankreatitis

Komplikasi
 Esofagitis
 Ulkus esofagus
 Perdarahan esofagus
 Striktur esofagus
 Barret‟s esophagus
 Adenokarsinoma
 Batuk dan asma
 Inflamasi faring dan laring
 Cairan pada sinus dan telinga tengah
 Aspirasi paru

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
 Modifikasi gaya hidup:
Mengurangi berat badan, berhenti merokok, tidak mengkonsumsi zat yang
mengiritasi lambung seperti kafein, aspirin, dan alkohol. Posisi tidur
sebaiknya dengan kepala yang lebih tinggi. Tidur minimal setelah 2 sampai
4 jam setelah makanan, makan dengan porsi kecil dan kurangi makanan
yang berlemak.
 Terapi dengan medikamentosa dengan cara memberikan Proton Pump
Inhibitor (PPI) dosis tinggi selama 7-14 hari.Bila terdapat perbaikan
gejala yang signifikan (50-75%) maka diagnosis dapat ditegakkan
sebagai GERD. PPI dosis tinggi berupa Omeprazole 2x20 mg/hari dan
lansoprazole 2x 30 mg/hari.
 Setelah ditegakkan diagnosis GERD, obat dapat diteruskan sampai 4
minggu dan boleh
ditambah dengan prokinetik seperti domperidon 3x10 mg.
 Pada kondisi tidak tersedianya PPI , maka penggunaan H2 Blocker
2x/hari: simetidin
400-800 mg atau Ranitidin 150 mg atau Famotidin 20 mg.

Konseling & Edukasi


Edukasi pasien dan keluarga mengenai GERD dan terutama dengan pemilihan
makanan
untuk mengurangi makanan yang berlemak dan dapat mengiritasi lambung
(asam,pedas)
Kriteria Rujukan
4.1 Pengobatan empirik tidak menunjukkan hasil
4.2 Pengobatan empirik menunjukkan hasil namun kambuh kembali
4.3 Adanya alarm symptom:
a. Berat badan menurun
b. Hematemesis melena
c. Disfagia ( sulit menelan)

58
d. Odinofagia ( sakit menelan)
e. Anemia

Sarana Prasarana
Kuesioner GERD

Prognosis
Prognosis sangat tergantung dari kondisi pasien saat datang dan pengobatannya.
Padaumumnya, prognosis bonam, namun untuk quo ad sanationam GERD adalah
dubiaad bonam.
Referensi
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks
Gastroesofageal(Gastroesofageal
Reflux Disease/GERD) Indonesia. 2004.

ALERGI MAKANAN
No. ICPC II: A92 Allergy/ allergic reaction NOS
No. ICD X: L27.2 Dermatitis due to ingested food

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
1. Alergi makanan adalah suatu respons normal terhadap makanan yang
dicetuskan oleh suatu reaksi yang spesifik didalam suatu sistem imun dan
diekspresikan dalam berbagai gejala yang muncul dalam hitungan menit
setelah makanan masuk; namun gejala dapat muncul hingga beberapa jam
kemudian.
2. Berbagai rekasi lainnya bukan termasuk alergi diantara intoleransi makanan
seperti laktosa atau susu, keracunan makanan, reaksi toksik.
3. Kebanyakan reaksi hipersensitivitas disebabkan oleh susu, kacang, telur,
kedelai,ikan, kerang, gandum.
4. Pada alergi susu dan telur akan berkurang dengan bertambahnya usia. Alergi
kacang dan makanan laut sering pada dewasa.
5. Kebanyakan alergi makanan adalah reaksi hipersensitivitas tipe I (IgE
mediated) atau tipe lambat (late-phase IgE-mediated,immune complex-
mediated,cell-mediated).
6. Rekasi anfilaksis merupakan manifestasi paling berat.
7. Alergi makanan tidak berhubungan dengan IBS ,namun harus dipertimbangkan
untuk pasien atopi. Tidak ada bukti kuat bahwa alergi makanan dalam
patogenesis IBD (Irritation Bowel Disease)
8. Kriteria pasti untuk diagnosis alergi makanan adalah cetusan berulang dari
gejala pasien setelah makan makanan tertentu diikuti bukti adanya suatu
mekanisme imunologi.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
5.1. Pada kulit: eksim, urtikaria. Pada saluran pernapasan : rinitis, asma.
5.2. Keluhan pada saluran pencernaan: gejala gastrointestinal non spesifik dan
berkisar dari edema, pruritus bibir, mukosa pipi, mukosa faring, muntah, kram,
distensi, diare.
5.3. Sindroma alergi mulut melibatkan mukosa pipi atau lidah tidak
berhubungandengan gejala gastrointestinal lainnya.
5.4. Diare kronis dan malabsorbsi terjadi akibat reaksi hipersensitivitas lambat
nonIg-Emediated seperti pada enteropati protein makanan dan penyakit seliak

59
5.5. Hipersensitivitas susu sapi pada bayi menyebabkan occult bleeding atau
frankcolitis.

Faktor Risiko: terdapat riwayat alergi di keluarga

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kulit dan mukosa serta paru.

Pemeriksaan Penunjang:-

Penegakan Diagnostik

(Assessment)Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosis Banding
Intoksikasi
makanan

Komplikasi: Reaksi alergi berat

Penatalaksanaan Komprehensif

(Plan)Penatalaksanaan
Riwayat reaksi alergi berat atau anafilaksis:
5.2 Hindari makanan penyebab
5.3 Jangan lakukan uji kulit atau uji provokasi makanan
5.4 Gunakan pemeriksaan in vitro (tes radioalergosorbent-RAST)

Rujukan pemeriksaan
5.3 Uji kulit langsung dengan teknik Prick dengan ekstrak makanan dan cairan
kontrol merupakan metode sederhana dan sensitif mendeteksi antibodi sel mast
spesifik yang berikatan dengan IgE.Hasil positif (diameter lebih dari 3 mm dari
kontrol mengindikasikan adanya antibodi yang tersensitisasi, yang juga
mengindikasikan adanya alergi makanan yang dapat dikonfirmasi dengan food
challenge).
Uji kulit positif:
6.1 Hindari makanan yang terlibat secara temporer
6.2 Lakukan uji terbuka
1. Jika uji terbuka positif: hindari makan yang terlibat dan lakukan uji
plasebo tersamar ganda
2. Jika uji terbuka negatif: tidak ada retriksi makanan, amati dan ulangi
testbila gejala muncul kembali
Uji kulit negatif:Hindari makanan yang terlibat temporer diikuti uji terbuka

5.4 Uji provokasi makanan: menunjukkan apakah gejala yang ada hubungan
dengan makanan tertentu. Kontraindikasi untuk pasien dengan riwayat
anafilaksis yang berkaitan dengan makanan.
5.5 Eliminasi makanan: eliminasi sistemik makanan yang berbeda dengan
pencatatan membantu mengidentifikasi makananan apa yang menyebabkan
alergi

Rencana Tindak Lanjut


1. Edukasi pasien untuk kepatuhan diet pasien
2. Menghindari makanan yang bersifat alergen sengaja mapun tidak
sengaja(perlu konsultasi dengan ahli gizi)
3. Perhatikan label makanan
4. Menyusui bayi sampai usia 6 bulan menimbulkan efek protektif terhadap

60
alergi makanan

Kriteria Rujukan
Pasien dirujuk apabila pemeriksaan uji kulit, uji provokasi dan eliminasi
makananterjadi reaksi anafilaksis

Sarana Prasarana
Medikamentosa: Antihistamin dan Kortikosteroid

Prognosis
Umumnya prognosis adalah dubia ad bonam bila medikamentosa disertai
denganperubahan
gaya hidup.

Referensi
1. Sichere, S.H. Sampson, H.A. Food Allergy. J Allergy Clin Immunol.
2010;125: 116-25.
2. Prawirohartono, E.P. Makanan Sebagai Penyebab Alergi dalam Alergi
Makanan.Ed. Djuffrie. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press. 2001.
3. Davies, R.J. Seri Kesehatan Bimbingan Dokter pada Alergi. Jakarta:
DianRakyat. 2003

HEPATITIS A
No. ICPC II: D72 Viral Hepatitis
No. ICD X: B15 Acute Hepatitis A

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Hepatitis A adalah sebuah kondisi penyakit infeksi akut di liver yang disebabkan
oleh hepatitis A virus (HAV), sebuah virus RNA yang disebarkan melalui rute fecal
oral. Periode inkubasi rata-rata 28 hari (15 – 50 hari). Lebih dari 75% orang
dewasasimtomatik, sedangkanpadaanak < 6 tahun 70% asimtomatik. Kurangdari
1% penderita Hepatitis A dewasa berkembang menjadi Hepatitis A fulminan.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
1. Demam
2. Mata dan kulit kuning
3. Penurunan nafsu makan
4. Nyeri otot dan sendi
5. Lemah, letih, lesu.
6. Mual, muntah
7. Warna urine seperti teh
8. Tinja seperti dempul

Faktor Risiko:
Sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang kurang terjaga
sanitasinya.Menggunakan alat makan dan minum dari penderita hepatitis.

Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
1. Febris,

61
2. Sclera ikterik, jaundice,
3. Hepatomegali,
4. Warna urine seperti teh
5. Tinja seperti dempul.

Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium urin (bilirubin di dalam urin)
2. Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin dalam darah, kadar SGOT dan
SGPT ≥ 2x nilai normal tertinggi, dilakukan pada fasilitas primer yang lebih
lengkap.

Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.

Diagnosis Banding
1. Kolesistitis
2. Abseshepar
3. Sirrosishepar
4. Hepatitis virus lainnya

Komplikasi
2. Hepatitis A Fulminan
3. Sirosis Hati
4. Ensefalopati Hepatik
5. Koagulopati
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
- Asupan kalori dan cairan yang adekuat
- Tirah baring
- Tata laksana Farmakologi sesuai dengan gejala yang dirasakan oleh
pasien:Antipiretik bila demam; ibuprofen 2x400mg/hari.
- Apabila ada keluhan gastrointestinal, seperti:
Mual: Antiemetik seperti Metoklopropamid 3x10 mg/hari atau
Domperidon3x10mg/hari.
Perut perih dan kembung: H2 Bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau
Ranitidin 2x
150mg/hari) atau Proton Pump Inhibitor (Omeprazol 1 x 20 mg/hari).

Rencana Tindak Lanjut


Kontrol secara berkala untuk menilai hasil pengobatan.

Konseling & Edukasi


Sanitasi dan higiene mampu mencegah penularan virus.
Vaksinasi Hepatitis A diberikan kepada orang-orang yang berisiko tinggi
terinfeksi.
Keluarga ikut menjaga asupankaloridancairan yang adekuat, dan membatasi
aktivitasfisik pasien selama fase akut.

Kriteria Rujukan
Penderita Hepatitis A dengan keluhan ikterik yang menetap tanpa disertai
keluhan yang
lain.
62
Penderita Hepatitis A dengan penurunan kesadaran dengan kemungkinan ke
arahensefalopati hepatik.

Sarana Prasarana
1. Laboratorium darah dan urin rutin untuk pemeriksaan fungsi hati
2. Obat Antipiretik, Antiemetik, H2 Bloker atau Proton Pump Inhibitor

Prognosis
Prognosis umumnya adalah bonam.

Referensi
Dienstaq, J.L. Isselbacher, K.J. Acute Viral Hepatitis. In: Braunwald, E. et al.
Harrison‟s Principles of Internal Medicine, 16thEd.New York: McGraw-Hill.
2004.
Sherlock, S. Hepatitis B virus and hepatitis delta virus. In: Disease of Liver
andBiliary System. Blackwell Publishing Company. 2002: p.285-96.
Sanityoso, Andri. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke 4. Jakarta:
FKUI. 2006: Hal 429-33.
Soemohardjo, Soewignjo. Gunawan, Stephanus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi ke 4. Jakarta: FK UI. 2006:Hal 435-9.
Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2004:Hal 15-17.

INFEKSI SALURAN KEMIH


No. ICPC II : U71 Cystitis/urinary infection others
No. ICD X : N39.0 Urinary tract infection, site not specified

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu masalah kesehatan akut yang
seringterjadi pada
perempuan. Masalah infeksi saluran kemih tersering adalah sistitis akut, sistitis
kronik, dan
uretritis. Sebagai tambahan, pielonefritis diklasifikasikan sebagai kasus komplikasi.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Demam, susah buang air kecil, nyeri saat diakhir BAK (disuria terminal), sering
BAK (polakisuria), nokturia, anyang-anyangan, nyeri pinggang dan nyeri
suprapubik.

Faktor Risiko
Riwayat diabetes melitus, riwayat kencing batu (urolitiasis), higiene pribadi buruk,
riwayat keputihan, kehamilan, riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya, riwayat
pemakaian kontrasepsi diafrahma, kebiasaan menahan kencing, hubungan seksual,
anomali struktur saluran kemih.

Faktor Predisposisi: (-)

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan
Fisik
Demam
63
„Flank pain‟ (Nyeri ketok pinggang belakang/costovertebral
angle)Nyeri tekan suprapubik

Pemeriksaan Penunjang
Darah Perifer
LengkapUrinalisis
Ureum dan
kreatininKadar
gula darah

Pemeriksaan penunjang tambahan (di layanan sekunder) :


Urine mikroskopik (Peningkatan > 10 bakteri per lapang pandang, Peningkatan
> 10 sel darah putih per lapang pandang).
Kultur urine (hanya diindikasikan untuk pasien yang memiliki riwayat
kekambuhan infeksi salurah kemih).
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.

Diagnosis Banding
Recurrent
cystitis
Urethritis
Pyelonefritis
Infeksi Saluran Kemih
berkomplikasiBacterial
asymptomatic
ISK rekuren

Komplikasi
Gagal ginjal
Sepsis
Inkotinensia
urine
ISK berulang atau kronik kekambuhan

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
Minum air putih minimal 2 liter/hari bila fungsi ginjal
normal.Menjaga higienitas genitalia eksterna
Pemberian antibiotik golongan flurokuinolon dengan durasi 7-10 hari pada
perempuan dan 10-14 hari pada laki-laki.

Konseling & Edukasi


Pasien dan keluarga diberikan pemahaman tentang infeksi saluran kemih dan hal-
halyang
perlu diperhatikan, antara lain:
Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit infeksi saluran kemih.
Penyebab infeksi saluran kemih yang paling sering adalah karena masuknya
flora anus ke kandung kemih melalui perilaku/higiene pribadi yang kurang baik.
Pada saat pengobatan infeksi saluran kemih, diharapkan tidak berhubungan
seks. Waspada terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih bagian atas (nyeri
pinggang) dan pentingnya untuk kontrol kembali.
Patuh dalam pengobatan antibiotik yang telah direncanakan.
Menjaga kesehatan pribadi-lingkungan dan higiene pribadi-lingkungan.

64
Kriteria Rujukan
Jika ditemukan komplikasi dari ISK maka dilakukan ke layanan kesehatan
sekunder(spesialis penyakit dalam)

Sarana Prasarana
Antibiotik spektrum luas

Prognosis
Prognosis pada umumnya baik, kecuali bila higiene genital tetap buruk, ISK
dapatberulang/kekambuhan atau menjadi kronis.

Referensi
Weiss,Barry.20 Common Problems In Primary Care.
Rakel, R.E. Rakel, D.P. Textbook Of Family Medicine.
2011Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: PB PABDI. 2009

ANEMIA
No. ICPC II: B82 Anaemia other/unspecified
No. ICD X: D64.9 Anaemia, unspecified

Tingkat Kemampuan:
Daftar Penyakit Tingkat Kemampuan
Anemia defisiensi besi 4A
Anemia hemolitik 3A
Anemia makrositik 3A
Anemia aplastik 2
Anemia megaloblastik 2

Masalah Kesehatan
Penurunan kadar Hemoglobin yang menyebabkan penurunan kadar oksigen yang
didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga menimbulkan berbagai keluhan
(sindromanemia).

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Pasien datang ke dokter dengan keluhan lemah, lesu, letih, lelah,
penglihatanberkunangkunang,
pusing, telinga berdenging dan penurunan konsentrasi.

Faktor Risiko
Ibu hamil
Remaja
putri
Pemakaian obat cephalosporin, chloramphenicol jangka
panjangStatus gizi kurang
Faktor ekonomi kurang

Pemeriksaan Fisik Patognomonis


Mukokutaneus: pucat–indikator yang cukup baik, sianotik, atrofi papil lidah
(anemia defisiensi besi dan anemia pernisiosa), alopesia (anemia defisiensi
besi), ikterik (anemia hemolitik), koilonikia (anemia defisiensi besi), glositis
(anemia pernisiosa), rambut kusam, vitiligo (anemia pernisiosa).
Kardiovaskular: takikardi, bising
jantungRespirasi: frekuensi napas

65
(takipnea) Mata: konjungtiva pucat

Tanda dan gejala lain dapat dijumpai sesuai dengan penyebab dari anemia
tersebut,yaitu:
Mata: dapat mencerminkan adanya manifestasi dari suatu anemia tertentu
(misal:perdarahan pada anemia aplastik)
Gastrointestinal: ulkus oral dapat menandakan suatu imunodefisiensi
(anemiaaplastik, leukemia), colok dubur
Urogenital (inspekulo): massa pada organ genitalia
wanitaAbdomen: hepatomegali, splenomegali, massa
Status gizi kurang

Faktor
Predisposisi
Infeksi kronik
Keganasan
Pola makan (Vegetarian)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah: Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), leukosit, trombosit,
jumlaheritrosit, morfologi darah tepi (apusan darah tepi), MCV, MCH, MCHC,
retikulosit.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil
pemeriksaan darah
dengan kriteria Hb darah kurang dari kadar Hb normal.

Nilai rujukan kadar hemoglobin normal menurut WHO:


Laki-laki: > 13 g/dl
Perempuan: > 12 g/dl
Perempuan hamil: > 11
g/dl

Diagnosis Banding
Anemia defesiensi
besi
Anemia defisiensi vit B12, asam
folatAnemia Aplastik
Anemia Hemolitik
Anemia pada penyakit kronik

Komplikasi
Gagal
jantung
Syncope

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
Atasi penyebab yang mendasarinya. Jika didapatkan kegawatan (misal: anemia
gravis atau
distres pernafasan), pasien segera
dirujuk.Pada anemia defisiensi besi:
Anemia dikoreksi peroral: 3 – 4x sehari dengan besi elemental 50 – 65 mg
Sulfas ferrosus 3 x 1 tab (325 mg mengandung 65 mg besi elemental,

66
195;
39)
Ferrous fumarat 3 x 1 tab (325; 107 dan 195; 64)
Ferrous glukonat 3 x 1 tab (325; 39)
Pasien diinformasikan mengenai efek samping obat: mual, muntah, heartburn,
konstipasi, diare, BAB kehitaman
Jika tidak dapat mentoleransi koreksi peroral atau kondisi akut maka
dilakukankoreksi parenteral segera.
Pada anemia defisiensi asam folat dan defisiensi
B12Anemia dikoreksi peroral dengan:
Vitamin B12 80 mikrogram (dalam multivitamin)
Asam folat 500 – 1000 mikrogram (untuk ibu hamil 1
mg)Koreksi cepat (parenteral atau i.m) oleh dokter
spesialis

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan (bila diperlukan)


Anemia defisiensi besi: ferritin serum, SI,
TIBC
Anemia hemolitik: bilirubin, LDH, tes fragilitas osmotik, Acid Ham‟s test,
tesCoombs‟
Anemia megaloblastik: serum folat, serum
cobalaminThalassemia: elektroforesis hemoglobin
Anemia aplastik atau keganasan: biopsi dan aspirasi sumsum
tulangKonseling & Edukasi
Prinsip konseling pada anemia adalah memberikan pengertian kepada pasien dan
keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga meningkatkan
kesadarandan kepatuhan dalam berobat serta meningkatkan kualitas hidup pasien.

Kriteria rujukan
Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb < 6 mg%).
Untuk anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi dokter
layananprimer, dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam.

Sarana Prasarana
Pemeriksaan Laboratorium Sederhana.

Prognosis
Prognosis umumnya tidak sampai mengancam jiwa, namun dubia ad bonam
karenasangat
tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Bila penyakit yang
mendasarinyateratasi,
dengan nutrisi yang baik, anemia dapat teratasi.

Referensi
Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L. et al.Harrisson‟s:
Principleof Internal Medicine. 17th Ed. New York: McGraw-Hill Companies.
2009.
Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. Eds. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. 4thEd. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IlmuPenyakit Dalam FKUI. 2006.

REAKSI ANAFILAKTIK
No. ICPC II: A92 Allergy/allergic reaction NOS
No. ICD X: T78.2 Anaphylactic shock, unspecified

Tingkat Kemampuan:

67
4AMasalah Kesehatan
Reaksi anafilaksis merupakan sindrom klinis akibat reaksi imunologis (reaksi
alergi) yang bersifat sistemik, cepat dan hebat yang dapat menyebabkan gangguan
respirasi, sirkulasi, pencernaan dan kulit. Jika reaksi tersebut cukup hebat dapat
menimbulkan syok yang disebut sebagai syok anafilaktik. Syok anafilaktik
membutuhkan pertolongan cepat dan tepat. Test kulit yang merupakan salah satu
upaya guna menghindari kejadian ini tidak dapat diandalkan, sebab ternyata dengan
test kulit yang negatif tidak menjamin 100 % untuk tidak timbulnya reaksi
anafilaktik dengan pemberian dosis penuh. Selain itu, test kulit sendiri dapat
menimbulkan syok anafilaktik pada penderita yang amat sensitif. Untuk itu
diperlukan pengetahuan serta keterampilan dalam pengelolaan syok anafilaktik.
Insidens syok anafilaktik 40 – 60 persen adalah akibat gigitan serangga, 20-40
persen akibat zat kontras radiografi, dan 10 – 20 persen akibat pemberian obat
penicillin. Sangat kurang data yang akurat dalam insiden dan prevalensi terjadinya
syok anafilaktik. Anafilaksis yang fatal hanya kira-kira 4 kasus kematian dari 10
juta masyarakat pertahun. Sebagian besar kasus yang serius anafilaktik adalah
akibat pemberian antibiotik seperti penicillin dan bahan zat radiologis. Penicillin
merupakan penyebab kematian 100 dari 500 kematian akibat reaksi anafilaksis.

Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah sifat
alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan alergen.
Golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan,
obat- obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan kacang-
kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu adalah makanan yang
biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis. Obat-obatan yang bisa
menyebabkan anafikasis seperti antibiotik khususnya penisilin, obat anestesi
intravena,
relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-lain. Media
kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga bisa
menyebabkan anafilaksis.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilakis berbeda-beda


gradasinya sesuai berat ringannya reaksi antigen-antibodi atau tingkat sensitivitas
seseorang, namun pada tingkat yang berat barupa syok anafilaktik gejala yang
menonjol adalah gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi. Kedua gangguan
tersebut dapat timbul bersamaan atau berurutan yang kronologisnya sangat
bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa jam. Pada dasarnya makin cepat
reaksi timbul makin berat keadaan penderita.

Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja
yangkemudian segera diikuti dengan sesak napas.
Gejala pada kulit merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan pada reaksi
anafilaktik. Walaupun gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat
pentinguntuk diperhatikan sebab ini mungkin merupakan gejala prodromal untuk
timbulnyagejala yang lebih berat berupa gangguan nafas dan gangguan sirkulasi.
Oleh karenaitu setiap gejala kulit berupa gatal, kulit kemerahan harus
diwaspadai untukkemungkinan timbulnya gejala yang lebih berat. Manifestasi
dari gangguangastrointestinal berupa perut kram,mual,muntah sampai diare yang
juga dapatmerupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala gangguan nafas dan
sirkulasi.

Faktor Risiko: -

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

68
Pemeriksaan Fisik
Pasien tampak sesak, frekuensi napas meningkat, sianosis karena edema laring dan
bronkospasme. Hipotensi merupakan gejala yang menonjol pada syok
anafilaktik.Adanya takikardia,edema periorbital, mata berair, hiperemi
konjungtiva. Tandaprodromal pada kulit berupa urtikaria dan eritema.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu menentukan
diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa pemeriksaan digunakan untuk
memonitor hasil pengobatan serta mendeteksi komplikasi lanjut. Hitung eosinofil
darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total
seringkali menunjukkan nilai normal.
Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau
anakkecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi.

Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab yaitu
dengan uji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point titration/SET). Uji cukit
paling sesuai karena mudah dilakukan dan dapat ditoleransi oleh sebagian penderita
termasuk anak, meskipun uji intradermal (SET) akan lebih ideal.

Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis
Untuk membantu menegakkan diagnosis maka American Academy of Allergy,
Asthma and
Immunology telah membuat suatu kriteria.

Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit hingga
beberapa jam)
dengan terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau kedua-duanya (misalnya bintik-
bintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir,
lidah, uvula), dan salah satu dari respiratory compromise (misalnya sesak nafas,
bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan PEF, hipoksemia) dan penurunan
tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan disfungsi organ sasaran (misalnya
hipotonia, sinkop, inkontinensia).

Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara mendadak setelah
terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit hingga
beberapa jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit; respiratory compromise;
penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan; dan gejala gastrointestinal
yang persisten.

Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada alergen
yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik). Pada
bayi dan anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau
penurunan darah sistolik lebih dari 30%. Sementara pada orang dewasa, tekanan
darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan darah sistolik lebih dari 30%
dari tekanan darah awal.

Diagnosis Banding
Reaksi vasovagal, infarkmiokardakut, reaksihipoglikemik, reaksihisteris,
Carsinoidsyndrome, Chinese restaurant syndrome, asmabronkiale, dan rhinitis
alergika.
Komplikasi
Kerusakan otak, koma,kematian.

69
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal dengan
kursi) akan membantu menaikkan venous return sehingga tekanan darah ikut
meningkat.
Pemberian Oksigen 3–5 ltr/menit harus dilakukan, pada keadaan yang amat ekstrim
tindakan trakeostomi atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.
Pemasangan infus, Cairan plasma expander (Dextran) merupakan pilihan utama
guna dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak
tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai cairan pengganti.
Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali
optimal dan stabil.
Adrenalin 0,3 – 0,5 ml dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler yang
dapat diulangi 5–10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama
kerja adrenalin cukup singkat. Jika respon pemberian secara intramuskuler kurang
efektif, dapat diberi secara intravenous setelah 0,1 – 0,2 ml adrenalin dilarutkan
dalam spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis, diberikan perlahan-lahan. Pemberian
subkutan, sebaiknya dihindari pada syok anafilaktik karena efeknya lambat bahkan
mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga absorbsi obat tidak
terjadi.
Aminofilin, dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum
hilang dengan pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan
selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus
bila dianggap perlu.
Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Kedua
obat tersebut kurang manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, dapat diberikan
setelah gejala klinik mulai membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya berupa
serum sickness atau prolonged effect. Antihistamin yang biasa digunakan adalah
difenhidramin HCl 5 – 20mg IV dan untuk golongan kortikosteroid dapat
digunakan deksametason 5 – 10 mg IV atau hidrokortison 100 – 250 mg IV.
Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP), seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest)
maka prosedur resusitasi kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai dengan
falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat kemungkinan terjadinya henti jantung
pada suatu syok anafilaktik selalu ada, maka sewajarnya ditiap ruang praktek
seorang dokter tersedia selain obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya
juga perangkat resusitasi (Resuscitation kit) untuk memudahkan tindakan
secepatnya.
Algoritma Penatalaksanaan Reaksi Anafilaksis

Rencana Tindak Lanjut


Mencari penyebab reaksi anafilaktik dan mencatatnya di rekam medis serta
memberitahukan
kepada pasien dan keluarga.

Konseling & Edukasi


Keluarga perlu diberitahukan mengenai penyuntikan apapun bentuknya terutama
obat-obat yang telah dilaporkan bersifat antigen (serum,penisillin, anestesi lokal,
dll) harus selalu waspada untuk timbulnya reaksi anafilaktik. Penderita yang
tergolong risiko tinggi (ada riwayat asma, rinitis, eksim, atau penyakit-penyakit
alergi lainnya) harus lebih diwaspadai lagi. Jangan mencoba menyuntikkan obat
yang sama bila sebelumnya pernah ada riwayat alergi betapapun kecilnya.
Sebaiknya menggantidengan preparat lain yang lebih aman.

Kriteria Rujukan
Kegawatan pasien ditangani, apabila dengan penanganan yang dilakukan tidak
terdapat perbaikan, pasien dirujuk ke layanan sekunder.

70
Sarana
Prasarana
Infus set Oksigen
Adrenalin ampul, aminofilin ampul, difenhidramin vial, dexamethasone ampul
NaCl 0,9%

Prognosis
Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnosa
danpengelolaannya karena itu umumnya adalah dubia ad bonam.

Referensi
Haupt, M.T. Fujii, T.K. et al. Anaphylactic Reactions. In :Text Book of Critical
care. Eds: Ake Grenvvik. Stephen, M.Ayres. Peter, R. William, C. Shoemaker.
4th Ed. Philadelpia: WB Saunders Company. 2000: p. 246-56.
Koury, S.I. Herfel, L.U. Anaphylaxis and acute allergic reactions. In :
International edition Emergency Medicine. Eds: Tintinalli. Kellen.
Stapczynski. 5th Ed. New York: McGrraw-Hill. 2000: p. 242-6.
Rehatta, M.N. Syok anafilaktik patofisiologi dan penanganan dalam Update on
Shock. Pertemuan Ilmiah Terpadu. Fakultas Kedoketran Universitas Airlangga
Surabaya. 2000.

KEJANG DEMAM

No. ICPC II: N07 Convulsion/Seizure


No. ICD X: R56.0 Febrile convulsions

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal > 38o C) akibat dari suatu proses ekstra kranial. Kejang
berhubungan dengan demam, tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab lain.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan- Keluhan utama adalah kejang. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan
penyakit sampai terjadinya kejang,kemudian mencari kemungkinan adanya faktor
pencetus atau penyebab kejang. Umumnya kejang demam pada anak dan
berlangsung pada permulaan demam akut, berupa serangan kejang klonik umum
atautonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post iktal.

Penting untuk ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang


berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau
cedera akibat kejang.

Faktor risiko
1. Demam
Demam yang berperan pada KD,
akibat:Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran
pencernaanInfeksi
saluran air seni Roseola

71
infantum
Paska
imunisasi
Derajat demam:
75% dari anak dengan demam ≥
390C25% dari anak dengan demam
> 400C
2. Usia
Umumnya terjadi pada usia 6 bulan–6tahun
Puncak tertinggi pada usia 17–23 bulan
Kejang demam sebelum 5–6 bulan mungkin disebabkan oleh infeksi SSP Kejang
demam diatas umur 6 tahun, perlu dipertimbangkan febrile seizureplus (FS+).
3. Gen
Risiko meningkat 2–3x bila saudara kejang demam
Risiko meningkat 5% bila orang tua menderita kejang demam

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma
akut kepala, dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya
kelainan neurologis fokal.
Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari
factor penyebab.
Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan
beberapa pemeriksaan penunjang antara lain, yaitu:

Laboratorium darah, seperti: kadar gula darah, elektrolit, dan hitung jenis.Pemeriksaan Ini
dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama.
Pemeriksaan urin direkomendasikan pada pasien yang tidak memiliki
kecurigaanfokus infeksi.

Penegakan diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Klasifikasi kejang demam terbagi menjadi 2,


yaitu:Kejang demam sederhana
Kejang
generalisata
Durasi: < 15
menit
Kejang tidak disebabkan oleh adanya meningitis, encephalitis, atau
penyakityang
berhubungan dengan gangguan di
otakKejang tidak berulang dalam 24
jam.
Kejang demam
kompleksKejang
fokal
Durasi: > 15 menit
Dapat terjadi kejang berulang dalam 24 jam.

72
Diagnosis
Banding
Meningitis
Ensefalitis
Epilepsi
Gangguan metabolik, seperti: gangguan elektrolit.

Komplikasi
Kerusakan sel otak
Risiko kejang atipikal apabila kejang demam sering berulang

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam
danprognosisnya.
Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejangnya adalah dengan:
Diazepam per rektal (0,5mg/kg) atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus segera
diberikan
jika akses intravena tidak dapat dibangun dengan mudah.
Buccal midazolam (0,5 mg/kg, dosis maksimal = 10 mg) lebih efektifdaripada
diazepam per rektal untuk anak.
Lorazepam intravena, setara efektivitasnya dengan diazepam intravena
dengan efek
samping yang lebih minimal (termasuk depresi pernapasan) dalam
pengobatan kejang
tonik klonik akut. Bila akses intravena tidak tersedia, midazolam adalah
pengobatan pilihan.

Tabel 27. Farmakoterapi untuk mengatasi kejang

Obat Buccal Intra Vena (IV) Per rectal

Midazolam 0,5 mg/kg maks 10


mg
Diazepam 0,3 mg/kg dengan 0,5 mg/kg (maks 20
rata-rata 2 mg/mnt mg per dosis). Dapat
(maks 5 mg per diberikan tanpa
dosis untuk <5 thn; dilarutkan.
10 mg untuk ≥5
tahun)

Lorazepam 0,05 – 0,1 mg/kg 0,1 mg/kg (maks 4


dalam 1-2 mnt mg per dosis),
(maks 4 mg per dilarutkan dengan air
dosis) 1:1 sebelum
digunakan.

Konseling & Edukasi


Konseling dan edukasi dilakukan untuk membantu pihak keluarga
mengatasipengalaman
menegangkanakibat kejang demam dengan memberikan informasi
mengenai:Prognosis dari kejang demam.
Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau kesulitan

73
intelektualakibat
kejang demam.
Kejang demam kurang dari 30 menit tidak mengakibatkan kerusakan
otak.Risiko kekambuhan penyakit yang sama di masa depan.
Rendahnya risiko terkena epilepsi dan kurangnya manfaat
menggunakanterapi obat
antiepilepsi dalam mengubah risiko itu.

Kriteria Rujukan
Apabila kejang tidak membaik setelah diberikan obat
antikonvulsi.Apabila kejang demam sering berulang disarankan
EEG.

Sarana Prasarana
Tabung O2
Diazepam per
rektal
Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad bonam, namun sangat tergantung dari kondisi
pasiensaat tiba,
ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya.

Referensi
Esau, R. et al British Columbia‟s Children‟s Hospital Pediatric Drug
DosageGuidelines.
5th edition.Vancouver: Department of Pharmacy Children‟s and
Women‟sHealth Centre
of British Columbia. 2006.
Lau, E. et alDrug Handbook and Formulary 2007-2008.
Toronto:TheDepartment of
Pharmacy, The Hospital for Sick Children. 2007.
McEvoy, GK. et al. AHFS Drug Information 2009.
Bethesda:AmericanSociety of
Health-System Pharmacists, Inc., 2009.
Guidelines and protocol febrile seizures. September, 2010.

MORBILI
No. ICPC II: A71 Measles.
No. ICD X: B05.9 Measles without complication (Measles NOS).

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Suatu penyakit infeksi virus, yang ditandai dengan gejala prodromal berupa demam,
batuk, pilek, konjungtivitis, eksantem patognomonik, diikuti dengan lesi
makulopapular eritem pada hari ketiga hingga hari ketujuh.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Masa inkubasi 10-15 hari.
Gejala prodromal berupa demam, malaise, gejala respirasi atas (pilek, batuk), dan
konjungtivitis. Pada demam hari keempat, muncul lesi makula dan papula
eritem,yang dimulai pada kepaladaerah perbatasan dahi rambut, di belakang
telinga, danmenyebar secara sentrifugal ke bawah hingga muka, badan,
ekstremitas, danmencapai kaki pada hari ketiga.

74
Faktor Risiko
Anak yang belum mendapat imunisasi campak

Pemeriksaan Fisik Patognomonis


Demam, konjungtivitis, limfadenopati general. Pada orofaring ditemukan koplik
spotsebelum munculnya eksantem Gejala eksantem berupa lesi makula dan papula
eritem, dimulai pada kepala pada daerah perbatasan dahi rambut, di belakang
telinga,dan menyebar secara sentrifugal dan ke bawah hingga muka, badan,
ekstremitas, danmencapai kaki pada hari ketiga. Lesi ini perlahan-lahan
menghilang dengan urutansesuai urutan muncul, dengan warna sisa coklat
kekuningan atau deskuamasi ringan. Eksantem hilang dalam 4-6 hari.
Pemeriksaan Penunjang
Biasanya tidak diperlukan.
Pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel datia berinti banyak
padasekret.Pemeriksaan
serologi dapat digunakan untuk konfirmasi Diagnosis.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Terdapat varian untuk morbili


1. Morbili termodifikasi.
2. Morbili atipik.
3. Morbili pada individu dengan gangguan imun.

Diagnosis Banding
Erupsi obat, eksantem virus yang lain (rubella, eksantem subitum), demam
skarlatina, infectious mononucleosis, infeksi M. pneumoniae.

Komplikasi
Komplikasi lebih umum terjadi pada anak dengan gizi buruk, anak yang
belum mendapat imunisasi, dan anak dengan imunodefisiensi dan leukemia.
Komplikasi
berupa otitis media, pneumonia, ensefalitis, trombositopenia. Pada anak HIV
yangtidak diimunisasi, pneumonia yang fatal dapat terjadi tanpa munculnya lesi
kulit.

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan mengganti
cairanyang hilang dari diare dan emesis.
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan antipiretik. Jika
terjadiinfeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:
Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2
dosis.Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai umur,
dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4 minggu kemudian.

Konseling & Edukasi


Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit yang menular.
Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh sendiri,
sehingga pengobatan bersifat suportif. Edukasi pentingnya memperhatikan cairan
yang hilang dari diare/emesis. Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat
diberikan vaksin campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan. Vaksin

75
efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapat dengan penderita. Imunoglobulin dapat
diberikan pada individu dengan gangguan imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi
umur kurang dari 6 bulan yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita
hamil.

Kriteria rujukan
Perawatan di Rumah Sakit untuk campak dengan komplikasi (superinfeksi
bakteri,pneumonia, dehidrasi, croup, ensefalitis)

Sarana Prasarana
1. Lup.
2. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan sel datia.

Prognosis
Prognosis pada umumnya baik karena penyakit ini merupakan penyakit self-
limitingdisease.

Referensi
Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin,5th Ed.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrew’s Diseases of the Skin:
ClinicalDermatology. 10th Ed. Saunders Elsevier. Canada. 2000.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Pedoman Pelayanan
Medik.2011.

VARISELA

No. ICPC II: A72 Chickenpox


No. ICD X: B01.9 Varicella without complication (Varicella NOS)

Tingkat Kemampuan: 4AMasalah Kesehatan

Infeksi akut primer oleh virus Varicellazoster yang menyerang kulit dan mukosa,
klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di
bagiansentral tubuh.Masa inkubasi 14-21 hari.
Penularan melalui udara (air-borne) dan kontak langsung.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan Demam, malaise, dan nyeri kepala. Kemudian disusul timbulnya lesi kulit
berupa papul eritem yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Biasanya disertai rasa gatal.

Faktor Risiko
Anak-
anak.
Riwayat kontak dengan penderita
varisela.Keadaan imunodefisiensi.

Pemeriksaan Fisik
Tanda Patognomonis
Erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah
menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel
76
akan menjadi keruh dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini
berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel baru yang menimbulkan gambaran
polimorfik khas untuk varisela. Penyebaran terjadi secara sentrifugal, serta dapat
menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas atas.

Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan, pemeriksaan mikroskopis dengan menemukan sel Tzanck yaitu
seldatia
berinti banyak.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.

Diagnosis Banding
1. Variola.
2. Herpes simpleks disseminata.
3. Coxsackievirus.
4. Rickettsialpo
x.
Komplikasi
Pneumonia, ensefalitis, hepatitis, terutama terjadi pada pasien dengan gangguan
imun. Varisela pada kehamilan berisiko untuk menyebabkan infeksi intrauterin
pada janin, menyebabkan sindrom varisela kongenital.

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
Gesekan kulit perlu dihindari agar tidak mengakibatkan pecahnya vesikel.
Selain itu, dilakukan pemberian nutrisi TKTP, istirahat dan mencegah kontak
dengan orang lain.
Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari karena dapat
menyebabkan Reye‟s syndrome.
Losio kelamin dapat diberikan untuk mengurangi
gatal.Pengobatan antivirus oral, antara lain:
Asiklovir: dewasa 5 x 800 mg/hari, anak-anak 4 x 20 mg/kgBB
(dosismaksimal 800mg), atau
Valasiklovir: dewasa 3 x 1000 mg/hari.
Pemberian obat tersebut selama 7-10 hari dan efektif diberikan pada 24
jampertama
setelah timbul lesi.

Konseling & Edukasi


Edukasi bahwa varisella merupakan penyakit yang self-limiting pada anak yang
imunokompeten. Komplikasi yang ringan dapat berupa infeksi bakteri sekunder.
Oleh karena itu, pasien sebaiknya menjaga kebersihan tubuh. Penderita
sebaiknyadikarantina untuk mencegah penularan.

Kriteria rujukan
Terdapat gangguan imunitas
Mengalami komplikasi yang berat seperti pneumonia, ensefalitis, dan hepatitis.

Sarana Prasarana
1. Lup
2. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan sel Tzanck

77
Prognosis
Prognosis pada pasien dengan imunokompeten adalah bonam, sedangkan pada
pasien dengan imunokompromais, prognosis menjadi dubia ad bonam.

Referensi
Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin,5th Ed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrew‟s Diseases of the Skin:
ClinicalDermatology. 10th Ed. Saunders Elsevier. Canada. 2000.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Pedoman Pelayanan
Medik.2011.

HERPES ZOSTER
No. ICPC II: S70 Herpes Zoster
No. ICD X: B02.9 Zoster without complication

Tingkat Kemampuan: Herpes Zoster tanpa komplikasi

4AMasalah Kesehatan
Herpes Zoster adalah infeksi kulit dan mukosa yang disebabkan oleh virus
varisela-zoster.
Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Nyeri radikular dan gatal terjadi sebelum erupsi. Keluhan dapat disertai dengan
gejala prodromal sistemik berupa demam, pusing, dan malaise. Setelah itu timbul
gejala kulit kemerahan yang dalam waktu singkat menjadi vesikel berkelompok
dengan dasar eritem dan edema.

Faktor Risiko
Umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama orang
tua.Imunodefisiensi

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
Sekelompok vesikel dengan dasar eritem yang terletak unilateral sepanjang
distribusi saraf spinal atau kranial. Lesi bilateral jarang ditemui, namun seringkali,
erupsi juga terjadi pada dermatom di dekatnya.

Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan, pemeriksaan mikroskopis dengan menemukan sel Tzanck yaitu sel
datia berinti banyak; meskipun pemeriksaan ini tidak spesifik.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Catatan untuk diperhatikan:


Herpes zoster hemoragik, yaitu jika vesikel mengandung darah.
Herpes zoster generalisata, yaitu kelainan kulit unilateral dan segmental

78
ditambah kelainan kulit generalisata berupa vesikel soliter yang berumbilikasi.
Keduanya merupakan tanda bahwa pasien mengalami imunokompromais.
Herpes zoster oftalmikus, yaitu infeksi cabang pertama nervus trigeminus
sehingga menimbulkan kelainan pada mata, di samping itu juga cabang kedua
dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya.
Herpes zoster abortif: penyakit yang hanya berlangsung dalam waktu singkat
dan kelainan kulit hanya berupa beberapa vesikel dan eritem.
Diagnosis Banding
Herpes simpleks
Dermatitis
venenata
Pada saat nyeri prodromal: diagnosis dapat menyerupai migrain, nyeri
pleuritik,infark miokard, atau apendisitis.
Komplikasi
Neuralgia pasca-herpetik
Ramsay Hunt Syndrome: herpes pada ganglion genikulatum, ditandai
dengangangguan
pendengaran, keseimbangan dan paralisis parsial.
Pada penderita dengan imunodefisiensi (HIV, keganasan, atau usia lanjut),
vesikel sering
menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik dapat terjadi infeksi sistemik.
Pada herpes zoster oftalmikus, dapat terjadi ptosis paralitik, keratitis,
skleritis,uveitis,
korioretinitis, serta neuritis
optik.Paralisis motorik.

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
Terapi suportif dilakukan dengan menghindari gesekan kulit yang
mengakibatkan pecahnya vesikel, pemberian nutrisi TKTP, dan istirahat dan
mencegah kontak dengan orang lain.
Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari oleh karena
dapat menyebabkan Reye‟s syndrome.
Topikal :
Stadium vesikel : bedak salisil 2% atau bedak kocok kalamin agar vesikel tidak
pecah. Apabila erosif, diberikan kompres terbuka, apabila terjadi ulserasi, dapat
dipertimbangkan pemberian salep antibiotik.
Pengobatan antivirus oral, antara lain dengan:
Asiklovir: dewasa 5 x 800 mg/hari, anak-anak 4 x 20 mg/kgBB
(dosismaksimal 800 mg), atau
Valasiklovir: dewasa 3 x 1000 mg/hari.
Pemberian obat tersebut selama 7-10 hari dan efektif diberikan pada 24 jam
pertama setelah timbul lesi.

Konseling & Edukasi


Edukasi tentang perjalanan penyakit Herpes Zoster.
Edukasi bahwa lesi biasanya membaik dalam 2-3 minggu pada
individuimunokompeten.
Edukasi mengenai seringnya komplikasi neuralgia pasca-herpetik.

Kriteria rujukan
Pasien dirujuk
apabila:
Penyakit tidak sembuh pada 7-10 hari setelah terapi.
Terjadi pada pasien bayi, anak dan geriatri
(imunokompromais).Terjadi komplikasi.
Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka

79
Sarana Prasarana
Lup
Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan sel Tzanck.

Prognosis
Pasien dengan imunokompeten, prognosis umumnya adalah bonam, sedangkan
pasien
dengan imunokompromais, prognosis menjadi dubia ad bonam.

Referensi
Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin,5th Ed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrew‟s Diseases of the Skin:
ClinicalDermatology. 10th Ed. Saunders Elsevier. Canada. 2000.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Pedoman Pelayanan
Medik.2011.

DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH


DENGUE
No. ICPC II: A77 Viral disease other/NOS
No. ICD X: A90 Dengue fever
A91 Dengue haemorrhagic fever

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus Dengue. Virus Dengue memiliki 4 jenis serotype: DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody
terhadap serotype yang bersangkutan, namun tidak untuk serotype lainnya,
sehingga seseorang dapat terinfeksi demam Dengue 4 kali selama hidupnya.
Indonesia merupakan Negara yang endemis untuk Demam Dengue maupun Demam
Berdarah Dengue.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam bifasik akut 2-7 hari, nyeri
kepala, nyeri retroorbital, mialgia/atralgia, ruam, gusi berdarah, mimisan, nyeri
perut,mual/muntah, hematemesis dan dapat juga melena.

Faktor Risiko
Tinggal di daerah endemis dan padat penduduknya.
Pada musim panas (28-32 0C) dan kelembaban
tinggi.Sekitar rumah banyak genangan air.

Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonik untuk demam
dengueSuhu Suhu > 37,5 derajat
celcius Ptekie, ekimosis, purpura
Perdarahan
mukosaRumple
Leed (+)

80
Tanda Patognomonis untuk demam berdarah
dengueSuhu > 37,5 derajat celcius
Ptekie, ekimosis,
purpuraPerdarahan
mukosa Rumple Leed
(+) Hepatomegali
Splenomegali
Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa tanda-tanda efusi
pleuradan asites
Hematemesis atau melena

Pemeriksaan Penunjang
Leukosit: leukopenia cenderung pada demam dengue
Adanya bukti kebocoran plasma yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas pembuluh darah pada Demam Berdarah Dengue dengan
manifestasi peningkatan hematokrit diatas 20% dibandingkan standard sesuai
usia dan jenis kelamin dan atau menurun dibandingkan nilai hematokrit
sebelumnya > 20% setelah pemberian terapi cairan.
Trombositopenia (Trombosit <100.000/ml) ditemukan pada Demam Berdarah
Dengue

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis Klinis
Kriteria WHO, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini terpenuhi:
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik/ pola
pelanaTerdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut
Uji bendung positif
Petekie, ekimosis atau purpura
Perdarahan mukosa atau perdarahan dari tempat
lainHematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai dengan
umurdan jenis
kelamin
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkandengan
nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asistes atau hipoproteinemia

Klasifikasi
Derajat DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah
ditemukantrombositopenia dan hemokonsentrasi) berdasarkan klassifikasi WHO
1997:
Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas dan satu-
satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung
Derajat II : Seperti derajat I namun disertai perdarahan spontan di kulit dan
atau perdarahan lain
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembab
Derajat IV : Syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur.

Diagnosis Banding
Demam karena infeksi virus ( influenza , chikungunya, dan lain-
lain)Demam tifoid

81
Komplikasi
Dengue Shock Syndrome (DSS)

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
Terapi simptomatik dengan analgetik antipiretik (Parasetamol 3 x 500-1000
mg).Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
Alur penanganan pasien dengan demam dengue/demam berdarah dengue
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Pemeriksaan Kadar Trombosit dan Hematokrit secara

serialKonseling & Edukasi

Prinsip konseling pada demam berdarah dengue adalah memberikan pengertian kepada p
asien dan keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga pasien
dapat mengerti bahwa tidak ada obat/medikamentosa untukpenanganan DBD, terapi hanya
bersifat suportif dan mencegah perburukan penyakit. Penyakit akan sembuh sesuai
dengan perjalanan alamiah
penyakit.Modifikasi gaya hidup
Melakukan kegiatan 3M menguras, mengubur, menutup.
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan
bergizidan
melakukan olahraga secara rutin.

Kriteria rujukan
Terjadi perdarahan masif (hematemesis, melena).
Dengan pemberian cairan kristaloid sampai dosis 15 ml/kg/ jam kondisi
belummembaik.
Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim, seperti kejang,
penurunan kesadaran, dan lainnya.

Sarana Prasarana
Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin

Prognosis
Prognosis jika tanpa komplikasi umumnya dubia ad bonam, karena hal ini
tergantungdari
derajat beratnya penyakit.

Referensi
Kemenkes RI. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue. Jakarta.
Chen, K. Pohan, H.T, Sinto, R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada
DemamBerdarah Dengue. Medicinus. Jakarta. 2009: Vol 22; p.3-7.
WHO. Dengue Haemorrhagic Fever: diagnosis, treatment, prevention
andcontrol. 2nd Edition. Geneva. 1997

DEMAM TIFOID
No ICPC II: D70 Gastrointestinal infection
No ICD X: A01.0 Typhoid fever

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Demam tifoid banyak ditemukan di masyarakat perkotaan maupun di pedesaan.

82
Penyakit ini erat kaitannya dengan kualitas higiene pribadi dan sanitasi lingkungan
yang kurang baik. Di Indonesia bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Dari telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia, tersangka demam
tifoid menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata
kesakitan 500/100.000 penduduk dan angka kematian antara 0.6–5% (KMK, 2006).

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
Pasien datang ke dokter karena demam. Demam turun naik terutama sore dan
malam hari (demam intermiten). Keluhan disertai dengan sakit kepala (pusing-
pusing) yang sering dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia,
anoreksia dan mual muntah. Selain itu, keluhan dapat pula disertai gangguan
gastrointestinal
berupa konstipasi dan meteorismus atau diare, nyeri abdomen dan BAB berdarah.
Pada anak dapat terjadi kejang demam.
Demam tinggi dapat terjadi terus menerus (demam kontinu) hingga minggu kedua.

Faktor Risiko
Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan
FisikSuhu
tinggi.
Bau mulut karena demam lama.
Bibir kering dan kadang pecah-pecah.
Lidah kotor dan ditutup selaput putih (coated tongue), jarang ditemukan
padaanak.
Ujung dan tepi lidah kemerahan dan
tremor. Nyeri tekan regio epigastrik (nyeri
ulu hati).Hepatosplenomegali.
Bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan
frekuensi nadi).

Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut


Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berupa apatis dengan kesadaran
seperti berkabut. Bila klinis berat, pasien dapat menjadi somnolen dan koma
ataudengan gejala-gejala psikosis (organic brain syndrome).
Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.

Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer lengkap
Hitung lekosit total menunjukkan leukopeni (<5000 per mm3), limfositosis
relatif, monositosis, aneosinofilia dan trombositopenia ringan. Pada minggu
ketiga dan keempat dapat terjadi penurunan hemaglobin akibat perdarahan
hebat dalam abdomen.
Pemeriksaan serologi Widal
Dengan titer O 1/320 diduga kuat diagnosisnya adalah demam tifoid. Reaksi
widal negatif tidak menyingkirkan diagnosis tifoid. Diagnosis demam tifoid
dianggap pasti bila didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan
ulang dengan interval 5-7 hari.

Tes lain yang lebih sensitif dan spesifik terutama untuk mendeteksi infeksi akut
tifus khususnya Salmonella serogrup D dibandingkan uji Widal dan saat ini
seringdigunakan karena sederhana dan cepat adalah tes TUBEX®. Tes ini
menggunakanteknik aglutinasi dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau

83
uji tabung (tubetest).

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Suspek demam tifoid (Suspect case)
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran
cerna dan petanda gangguan kesadaran. Diagnosis suspek tifoid hanya dibuat pada
pelayanan kesehatan dasar.

Demam tifoid klinis (Probable case)


Suspek demam tifoid didukung dengan gambaran laboratorium yang
menunjukkantifoid.
Diagnosis Banding
Demam berdarah
dengue.Malaria.
Leptospirosis.

Komplikasi
Biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga demam. Komplikasi antara lain
perdarahan,
perforasi, sepsis, ensefalopati, dan infeksi organ lain:
Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati)
Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi yang disertai
dengan kekacauan mental hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium
sampaikoma.
Syok septik
Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang
berat.
Selain itu, terdapat gejala gangguan hemodinamik seperti tekanan darah turun,
nadi halus
dan cepat, keringat dingin dan akral dingin.

Perdarahan dan perforasi intestinal (peritonitis)


Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematoschezia. Dapat juga diketahui
dengan pemeriksaan feses (occult blood test). Komplikasi ini ditandai dengan
gejala akut abdomen dan peritonitis. Pada foto polos abdomen 3 posisi dan
pemeriksaan klinis bedah didapatkan gas bebas dalam rongga perut.
Hepatitis tifosa
Kelainan berupa ikterus, hepatomegali, dan kelainan tes fungsi hati.
Pankreatitis tifosa
Terdapat tanda pankreatitis akut dengan peningkatan enzim lipase dan amylase.
Tanda ini dapat dibantu dengan USG atau CT Scan.
Pneumonia
Didapatkan tanda pneumonia yang Diagnosisnya dibantu dengan foto polos
toraks

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
Terapi suportif dapat dilakukan dengan:
Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan
mobilisasi.Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas.
Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu,
kesadaran),kemudian dicatat dengan baik di rekam medik pasien.
Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi

84
keluhan
gastrointestinal.
Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama untuk
demam tifoid
adalah kloramfenikol, ampisilin atau amoksisilin (aman untuk penderita
yangsedang hamil), atau trimetroprim-sulfametoxazole (kotrimoksazol).
Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat
diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu
Ceftriaxone, Cefotaxime (diberikan untuk dewasa dan anak), Kuinolon (tidak
dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan
tulang).

Tabel 1. Antibiotik dan dosis penggunaannya

ANTIBIOTIKA DOSIS KETERANGANNYA


Kloramfenikol Dewasa : 4x500 mg Merupakan obat yang sering
selama 10 hari digunakan dan telah lama
Anak : 50-100 dikenal efektif untuk tifoid.
mg/kg/BB/har, maks 2 Murah dan dapat diberikan
gr selama 10-14 hari peroral serta sensitivitas masih
dibagi 4 dosis tinggi
Pemberian PO/IV
Tidak diberikan bila lekosis
<2000/mm3
Ceftriaxone Dewasa : 2-4 Cepat menurukan suhu, lama
gr/hariselama 3-5 pemberian pendek dan dapat
hari dosis tunggal serta cukup aman
Anak : 80 untuk anak
mg/kgBB/haridalam Pemberian PO/IV
dosis tunggal
selama 5 hari
Ampicilin & Dewasa : (1,5-2) gr/hr Aman untuk penderita hamil
Amoksilin selama 7-10 hari, Sering dikombinasi dengan
Anak :50-100 kloramfenikol pada pasien
mg/kgBB/hari kritis
selama 7-10 hari Tidak mahal
Pemberian PO/IV
Citrimoxazole (TMP- Dewasa : 2x (160- Tidak mahal
SMX) 800)selama 7-10 hari Pemberian per oral
Anak : TMP 6-19
mg/kgBB/hari selama
10hari
Quinolon Ciprofloxacin 2x500 Pefloxacin dan fleroxacin lebih
mgselama 1 minggu cepat menurunkan suhu.
Ofloxacin 2x (200-400) Efektif mencegah relaps dan
selama 1 minggu kanker
Pemberian peroral
Pemberian pada anak tidak
dianjurkan karena efek
samping pada pertumbuhan
tulang.
Cefixime Anak : 1,5-2 Aman untuk anak
mg/kgBB/hari dibagi Efektif
2dosis selama 10 hari Pemberian per oral

85
Thiamfenikol Dewasa : 4x500 Dapat dipakai untuk anak dan
mg/hari Anak : 50 dewasa
mg/kgBB/hari selama Dilaporkan cukup sensitif pada
5-7 hari bebas beberapa daerah
panas

Indikasi demam tifoid dilakukan perawatan di rumah atau rawat jalan:


Pasien dengan gejala klinis yang ringan, tidak ada tanda-tanda komplikasi
sertatidak ada
komorbid yang membahayakan.
Pasien dengan kesadaran baik dan dapat makan minum dengan baik.
Pasien dengan keluarganya cukup mengerti tentang cara-cara merawat
sertacukup
paham tentang petanda bahaya yang akan timbul dari tifoid.
Rumah tangga pasien memiliki atau dapat melaksanakan sistem
pembuanganekskreta
(feses, urin, muntahan) yang mememenuhi syarat kesehatan.
Dokter bertanggung jawab penuh terhadap pengobatan dan perawatan pasien.
Dokter dapat memprediksi pasien tidak akan menghadapi bahaya-bahaya
yangserius.
Dokter dapat mengunjungi pasien setiap hari. Bila tidak bisa harus
diwakilioleh seorang
perawat yang mampu merawat demam tifoid.
Dokter mempunyai hubungan komunikasi yang lancar dengan keluarga pasien.

Konseling & Edukasi


Edukasi pasien tentang tata cara:
Pengobatan dan perawatan serta aspek lain dari demam tifoid yang harus
diketahui pasien
dan keluarganya.
Diet, pentahapan mobilisasi, dan konsumsi obat sebaiknya diperhatikan
ataudilihat
langsung oleh dokter, dan keluarga pasien telah memahami serta mampu
melaksanakan.
Tanda-tanda kegawatan harus diberitahu kepada pasien dan keluarga
supayabisa segera
dibawa ke rumah sakit terdekat untuk perawatan

Pendekatan Community Oriented


Melakukan konseling atau edukasi pada masyarakat tentang aspek pencegahan dan
pengendalian demam tifoid, melalui:
Perbaikan sanitasi lingkungan
Peningkatan higiene makanan dan
minumanPeningkatan higiene perorangan
Pencegahan dengan imunisasi

Kriteria Rujukan
Telah mendapat terapi selama 5 h
Demam tifoid dengan tanda-tanda kedaruratan.
Demam tifoid dengan tanda-tanda komplikasi dan fasilitas tidak mencukupi.

Prognosis
Prognosis adalah bonam, namun ad sanationam dubia ad bonam, karena
penyakitdapat
terjadi berulang.

Sarana Prasarana

86
Laboratorium untuk melakukan pemeriksaan darah rutin dan serologi Widal.

Referensi
Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 364/Menkes/SK/V/2006 tentang
PedomanPengendalian Demam Tifoid.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku ajar
ilmupenyakit dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2006.

KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis infeksi
No. ICPC II: F70 Conjunctivitis infectious
No. ICD X: H10.9 Conjunctivitis, unspecified

Konjungtivitis alergi
No. ICPC II: F71 Conjunctivitis allergic
No ICD X: H10.1 Acute atopic conjunctivitis

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Konjungtivitis adalah radang konjungtiva yang dapat disebabkan oleh
mikroorganisme (virus, bakteri), iritasi atau reaksi alergi. Konjungtivitis ditularkan
melalui kontak langsung dengan sumber infeksi. Penyakit ini dapat menyerang
semua umur.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Pasien datang dengan keluhan mata merah, rasa mengganjal, gatal dan berair,
kadangdisertai sekret. Umumnya tanpa disertai penurunan tajam penglihatan.

Faktor Risiko
Daya tahan tubuh yang
menurunAdanya riwayat atopi
Penggunaan kontak lens dengan perawatan yang tidak
baikHigiene personal yang buruk

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
OftalmologiTajam
penglihatan normal
Injeksi konjungtiva
Dapat disertai edema kelopak, kemosis
Eksudasi; eksudat dapat serous, mukopurulen atau purulen tergantung
penyebab. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan folikel, papil atau papil
raksasa, flikten,membran dan pseudomembran.

Pemeriksaan Penunjang (bila diperlukan)


Sediaan langsung swab konjungtiva dengan perwarnaan Gram atau Giemsa
Pemeriksaan sekret dengan perwarnaan metilen blue pada kasus
konjungtivitisgonore

Penegakan Diagnostik (Assessment)


87
Diagnosis Klinis
Konjungtivitis berdasarkan etiologi.
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.

Klasifikasi Konjungtivitis
Konjungtivitis bakterial
Konjungtiva hiperemis, secret purulent atau mukopurulen dapat disertaimembrane
atau pseudomembran di konjungtiva tarsal.
Konjungtivitis viral
Konjungtiva hiperemis, secret umumnya mukoserous, dan pembesarankelenjar
preaurikular
Konjungtivitis alergi
Konjungtiva hiperemis, riwayat atopi atau alergi, dan keluhan gatal.

Komplikasi
Keratokonjuntivit
is

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata
yang sakit
Sekret mata dibersihkan. Pemberian
obat mata topikal
Pada infeksi bakteri: Kloramfenikol tetes sebanyak 1 tetes 6 kali sehari atau salep
mata 3 kali sehari selama 3 hari.
Pada alergi diberikan flumetolon tetes mata dua kali sehari selama 2 minggu.
Pada konjungtivitis gonore diberikan kloramfenikol tetes mata 0,5- 1%sebanyak 1
tetes tiap jam dan suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB tiap hari sampai
tidak ditemukan kuman GO pada sediaan apus selama 3 hari berturut-turut.
Konjungtivitis viral diberikan salep Acyclovir 3% lima kali sehari selama10 hari.

Pemeriksaan Penunjang
LanjutanTidak diperlukan

Konseling & Edukasi


Memberi informasi pada keluarga dan pasien mengenai:
Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan
atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah
lainnya.
Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitar.

Kriteria rujukan
Pada bayi dengan konjungtivitis gonore jika terjadi komplikasi pada kornea
dilakukan
rujukan ke spesialis mata.
Konjungtivitis alergi dan viral tidak ada perbaikan dalam 2 minggu rujuk ke
spesialis mata
Konjungtivitis bakteri tidak ada perbaikan dalam 1 minggu rujuk ke spesialis
mata.

Sarana Prasarana
1. Lup
2. Laboratorium sederhanauntuk pemeriksaan Giemsa

88
3. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan Gram
4. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan dengan metilen blue

Prognosis
Penyakit ini jarang menimbulkan kondisi klinis yang berat sehingga pada
umumnyaprognosisnya bonam.

Referensi
Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen Klinis Perdami,
1thEd.
Jakarta: CV Ondo. 2006.
James, Brus. dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005.
Riordan. Paul, E. Whitcher, John P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Ed17.
Jakarta: EGC. 2009.
Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V.Jakarta:Balai Penerbit
FKUI. 2008.
Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Cetakan I.Jakarta:Widya
Medika.2000.
INFEKSI PADA UMBILIKUS

No. ICPC II: A78 Infectious disease other

Tingkat Kemampuan:

4AMasalah Kesehatan
Tali pusat biasanya lepas pada hari ke-7 setelah lahir dan luka baru sembuh pada hari
ke-15. Infeksi pada tali pusat atau jaringan kulit di sekitar perlu dikenali secara
dinidalam rangka mencegah sepsis.

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
Panas, Rewel, Tidak mau menyusu.

Faktor Risiko
Imunitas seluler dan humoral belum
sempurnaLuka umbilikus
Kulit tipis sehingga mudah lecet

Faktor Predisposisi
Pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril

Pemeriksaan Fisik
Ada tanda tanda infeksi di sekitar tali pusat seperti kemerahan, panas, bengkak,
nyeri dan mengeluarkan pus yang berbau busuk.
Infeksi tali pusat lokal atau terbatas: bila kemerahan dan bengkak terbatas pada
daerah kurang dari 1cm di sekitar pangkal tali pusat.
Infeksi tali pusat berat atau meluas: bila kemerahan atau bengkak pada tali
pusat meluas melebihi area 1 cm atau kulit di sekitar tali pusat bayi mengeras
dan memerah serta bayi mengalami pembengkakan perut.
Tanda sistemik: demam, takikardia, hipotensi, letargi, somnolen, ikterus

Pemeriksaan Penunjang: -

Penegakan Diagnostik (Assessment)


Diagnosis Klinis

89
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Adanya
tanda-tanda
infeksi disekitar umblikus seperti bengkak, kemerahan dan kekakuan. Pada
keadaantertentu ada lesi berbentuk impetigo bullosa.

Diagnosis Banding
Tali pusat normal dengan akumulasi cairan berbau busuk tidak ada tanda
tandainfeksi (pengobatan cukup dibersihkan dengan alkohol)
Granuloma-delayed epithelialization/ Granuloma keterlambatan
prosesepitelisasi karena kauterisasi

Komplikasi
Necrotizing fasciitis dengan tanda-tanda: edema, kulit tampak seperti jeruk
(peaud’orange appearance) disekitar tempat infeksi, progresifitas cepat dan
dapat menyebabkan kematian maka kemungkinan menderita
Peritonitis
Trombosis vena
portaAbses

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
Perawatan lokal:
Pembersihan tali pusat dengan menggunakan larutan antiseptik
(Klorheksidinatau iodium
povidon 2,5%) dengan kain kasa yang bersih delapan kali sehari sampai
tidakada nanah
lagi pada tali pusat.
Setelah dibersihkan, tali pusat dioleskan dengan salep antibiotik 3-4 kali sehari.

Perawatan sistemik:
Bila tanpa gejala sistemik, pasien diberikan antibiotik seperti kloksasilin oral
selamalima
hari Bila anak tampak sakit, harus dicek dahulu ada tidaknya tanda-tanda sepsis.
Anak dapat
diberikan antibiotik kombinasi dengan aminoglikosida. Bila tidak ada perbaikan,
pertimbangkan kemungkinan Meticillin Resistance Staphylococcus aureus
(MRSA).

Kontrol kembali bila tidak ada perbaikan atau ada perluasan tanda-tanda infeksi
dankomplikasi seperti bayi panas, rewel dan mulai tak mau makan.

Rencana tindak lanjut:

-Kriteria Rujukan:
Bila intake tidak mencukupi dan anak mulai tampak tanda
dehidrasiTerdapat tanda komplikasi sepsis

Sarana Prasarana
Klorheksidin atau iodium povidon
2,5%Kain kasa
Larutan antiseptik (klorheksidin atau iodium povidon
2,5%)Salep antibiotik

Prognosis
Prognosis jika pasien tidak mengalami komplikasi umumnya dubia ad bonam

90
Referensi
Infeksi Tali Pusat dalam Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir.
IDAI.Depkes RI: Jakarta, 2003.
Peadiatrics Clerkship University. The University of Chicago.

91
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri 2022

PERINATAL ASFIKSIA

1. Penger Perinatal Asfiksia adalah kondisi gangguan pertukaran gas karbondioksida dengan oksigen
tian yang menyebabkanterjadinya hipoksemia dan hiperkarbia pada janin sehingga menyebabkan
(Defini asidosis.
si)
2. Anamnesis Bayi tidak bernapas spontan dan adekuat setelah lahir atau sesaat setelah lahir.

3. Pemeriksaan  Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap


Fisik  Kulit sianosis
 Tonus otot menurun
 Denyut jantung <100 kali/ menit
 Tidak ada respon terhadap reflek rangsangan

4. Kriteria Diagnosis 1. Adanya asidosis metabolik atau mixed acidemia (pH <7.00) pada darah arteri
umbilikus atau analisa gasdarah arteri apabila fasilitas tersedia
2. Adanya persisten nilai apgar 0-3 selama >5 menit
3. Manifestasi neurologis segera pada waktu perinatal dengan gejala kejang, hipotonia,
koma, ensefalopatihipoksik iskemik
4. Adanya gangguan fungsi multiorgan segera pada waktu perinatal

5. Diagnosis Asfiksia

6. Diagnosis  Pengaruh sedasi, pemberian anestesia dan analgesia lainnya pada ibu waktu persalinan
Banding  Infeksi virus, sepsis atau meningitis
 Kelainan kongenital susunan syaraf pusat, jantung dan paru
 Penyakit neuromuskular
 Trauma persalinan
 Kelainan metabolisme bawaan

7. Pemeriks  Laboratorium : darah rutin, gula darah


aan  USG kepala atas indikasi
Penunjan  CT Scan kepala atas indikasi
g

8. Terapi Resusitasi
 Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar
- Langkah awal resusitasi
Indikasi : bila terdapat salah satu jawaban tidak dari pertanyaan cukup bulan,
bernapas ataumenangis, dan tonus otot baik
- Ventilasi tekanan positif (VTP)
Indikasi : apnu atau megap-megap, denyut jantung <100 x/menit, saturasi tetap di
bawah nilai targetmeskipun telah diberi O2 aliran bebas sampai 100%
- Ventilasi tekanan positif dan kompresi dada
Indikasi : denyut jantung <60 x/menit setelah 30 detik dilakukan VTP efektif

 Terapi medikamentosa :

Epinefrin :
Indikasi :
- Denyut jantung bayi <60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat
dan kompresi dada
- Asistolik
Dosis :
- 0,1-0,3 mL/kg BB dalam larutan 1:10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) diberikan i.v,
dibilas dengan 0,5-1mL normal salin
- 0,3-1 mL/kg BB larutan 1:10.000 bila diberikan endotrakeal
- Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
Volume ekspander :
Indikasi :
- Hipovolemia
- Tidak ada respon dengan resusitasi
Jenis cairan :
- Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%)
Dosis :
- Dosis awal 10 mL/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.

9. Edukasi  Jaga kehangatan.


 Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
 Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

 Ad vitam : dubia ad malam


10 Prognosis  Ad sanationam : dubia ad malam
.  Ad fungsionam : dubia ad malam

92
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

PERINATAL ASFIKSIA

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Level C


Rekomen
dasi
 dr Meiliza Madonna Sp A
13. Penelaah Kritis  dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin

14. Indikator Medis  Bayi bernapas, denyut jantung >100 kali/ menit, tidak sianosis, tonus otot baik
 Sebagian besar bayi baru lahir (90%) tidak memerlukan bantuan pernapasan
 Sekitar 10% bayi baru lahir memerlukan bantuan pernapasan dan 1 % memerlukan
bantuan resusitasilengkap (intubasi, kompresi dada, pemberian obat) untuk
kelangsungan hidupnya
 80 % Pasien sembuh dalam waktu 3 minggu

15. Kepustakaan 1. Kattwinkel J, McGowan JE, Zaichkin J. Textbook of neonatal resuscitation; edisi ke-6.
AAP & AHA, 2011; 1-302
2. American Academy of Pediatrics. Special report- neonatal resuscitation: 2010 Amaerican
Heart Association guidelines for cardiopulmonary resuscitation and emergency
cardiovascular care. Pediatrics 2010; 126(5): e1400-11.
3. Hansen AR, Soul JS. Perinatal asphyxia and hypoxic-ischemia encephalopathy. Dalam:
Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-7. Boston: Lippincott
Williams & Wilkins, 2012; 711-28.
4. Ringer SA. Resuscitation in the delivery room. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds.
Manual of neonatal care;edisi ke-7. Boston: Lippincott Williams & Wilkins, 2012; 47-62.
5. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Neonatology, management, procedures, on call
problems disease and drugs; edisi ke-6. New York: Lange Books/Mc Graw-Hill, 2009;
624-35.
6. Indrasanto E, Dharmasetiawani N, Rohsiswatmo R, Kaban RK. Buku acuan pelatihan
pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif. Jakarta: Depkes RI, 2008;
31-41.

Pare, 1 April 2022


Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

93
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUDKabupaten Kediri 2022

ANEMIA DEFISIENSI BESI


1. Pengertian Anemia yang disebabkan karena kekurangan zat besi untuk sintesis hemoglobin.
(Definisi)
2. Anamnesis  kebutuhan besi meningkat (masa pertumbuhan yang cepat, menstruasi, infeksi
kronis
 kekurangan besi yang diserap (pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi
sehari-hari)
 menderita perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis
ulserativa)
 pucat, lemah, lesu, gejala pika, penurunan nafsu makan
 mengalami gangguan perilaku dan prestasi belajar
3. Pemeriksaan Fisik  anemia tanpa disertai ikterus, organomegali dan limfadenopati
 stomatitis angularis, atrofi papil lidah, koilonikia
 takikardi, murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung
 gangguan pertumbuhan
 bila Hb <5 g/dL ditemukan gejala iritabel dan anoreksia
4. Kriteria Diagnosis  riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
 Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun, RDW
meningkat
 hapusan darah tepi: hipokromik mikrositik
 kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat, saturasi besi menurun
 kadar feritin menurun
5. Diagnosis ANEMIA DEFISIENSI BESI
6. Diagnosis Banding  Thalassemia (khususnya Thalassemia minor)
 HbA2 meningkat
 feritin serum dan timbunan Fe tidak turun
 anemia karena infeksi menahun
 pada umumnya anemia normokromik normositik, kadang-kadang
terjadi anemia hipokromikmikrositik
 feritin serum dan timbunan Fe tidak turun
 kadar SI menurun dan TIBC menurun atau normal
 keracunan timah hitam (Pb)
 terdapat gejala lain keracunan Pb
 Anemia sideroblastik
 terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang
7. Pemeriksaan  Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC), RDW
Penunjang  hapusan darah tepi
 kadar besi serum (SI) dan TIBC, saturasi besi
 kadar feritin
8. Terapi 1. MEDIKAMENTOSA
Pemberian preparat besi (ferro sulphate/ferro fumarate/ferro gluconate) dosis 4-6
mg besi elemental/kgBB/hari dibagi 3 dosis, diberikan di antara waktu makan.
Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
Ascorbic acid 100 mg/15 mg besi elemental (untuk meningkatkan absorbsi besi).
2. BEDAH
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena
diverticulum Meckel.
3. SUPORTIF
Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang
bersumber dari hewani (limpa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-
kacangan)
9. Edukasi 1. Terapi
 periksa kadar hemoglobin setiap 4 minggu
 kepatuhan orang tua dalam memberikan obat
 gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala
gangguan gastro-intestinal misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar di
ulu hati, nyeri abdomen dan mual, gejala lain dapat berupa pewarnaan
gigi yang bersifat sementara.
2. Tumbuh kembang
 penimbangan berat badan setiap bulan
 perubahan tingkah laku
 daya konsentrasi dan kemampuan belajar anak usia sekolah, konsultasi
ahli psikologi
 aktivitas motorik
10. Prognosis Ad vitam :
dubia ad
bonam/malam Ad
sanationam : dubia
ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12.Tingkat A/B/C
Rekomendasi

94
13. Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madonna Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
14. Indikator Medis Pemberian preparat besi selama 2-3 bulan dan respon pemberian preparat besi dievaluasi
dengan peningkatan

95
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri 2022

ANEMIA DEFISIENSI BESI

kadar hemoglobin setiap 4 minggu.


15. Kepustakaan 1. Hilmann RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide
to Diagnosis and Management. New York; Mc Graw Hill, 1995: 72-85.
nd
2. Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. 2 ed. New
York; Churchill Livingstone Inc, 1995: 35-50.
st
3. Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and Childhood. 1
ed. Philadelphia; Saunders, 1974: 103-25.
4. Recht M, Pearson HA. Iron Deficiency Anemia. In: Mc Millan JA, De Angelis CD, Feigin
rd
RD, Warshaw JB, penyunting. Oski’s Pediatrics: Principles and Practice. 3 ed.
Philadelphia; Lippincott William & Wilkins, 1999: 1447-8.
5. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2010: 10-3.
6. Suplementasi Besi pada Bayi dan Anak. Dalam: Rekomendasi Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2011: 1-6.
Pare, 1 April 2022
Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

96
PANDUAN
PRAKTIK
KLINIS
KMF Ilmu
Kesehatan
AnakRSUD
Kabupaten
Kediri 2022

THALASSEMIA

1. Pengertian Suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal,
(Definisi) disebabkan olehkekurangan sintesis rantai polipeptida yang menyusun molekul globin dalam
hemoglobin.
2. Anamnesis  pucat
 gangguan nafsu makan
 gangguan tumbuh kembang
 perut membesar
3.Pemeriksaan Fisik  anemia
 bentuk muka mongoloid (facies Cooley)
 dapat ditemukan ikterus
 gangguan pertumbuhan
 splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
Kriteria Diagnosis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
darah tepi
 Hb rendah dapat mencapai 2-3 g%
 gambaran morfologi eritrosit mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda
Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
 Retikulosit meningkat
 pemeriksaan khusus
 HbF meningkat: 20-90% Hb total
 Elektroforesis Hb: hemoglobinopati lain dan mengukur kadar HbF.
 pemeriksaan pedigree: kedua orang tua pasien thalassemia mayor merupakan trait
(carrier) dengan HbA2 meningkat (>3,5% dari Hb total).
 pemeriksaan lain
 foto Ro tulang kepala: gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan
trabekula tegak lurus pada korteks
 foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: perluasan sumsum tulang sehingga trabekula
tampak jelas
5. Diagnosis THALASSEMIA
6. Diagnosis Banding  anemia defisiensi besi
 anemia karena infeksi menahun
 anemia pada keracunan timah hitam (Pb)
 anemia sideroblastik
7.Pemeriksan  hapusan darah tepi
Penunjang  pemeriksaan khusus
 Elektroforesis Hb
 pemeriksaan pedigree
 pemeriksaan lain
 foto Ro tulang kepala
 foto tulang pipih dan ujung tulang panjang

97
8. Terapi 1. MEDIKAMENTOSA
Pemberian iron chelating agent: diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000
μg/l atau saturasi transferin lebih 50% atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.

Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kgBB/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12
jam dengan minimalselama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah.

Deferiprone, dosis 50-75 mg/kgBB/hari, 3x/hari peroral, setiap hari.

Deferasirox, dosis 20-30 mg/kgBB/hari, 1x/hari peroral, setiap hari.

Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelat besi, untuk meningkatkan efek kelasi
besi.

Folic acid 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.

Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah
merah.

2. BEDAH
Splenektomi dengan indikasi: Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak
penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya ruptur.
Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan
suspensi eritrosit (Packed Red Cell/PRC) melebihi 250 ml/kgBB dalam satu tahun.

3. SUPORTIF
Transfusi darah:

Diberikan pada Hb «8 g/dL sampai kadar Hb 10-11 g/dL. Dengan keadaan ini akan
memberikan supresi

98
PANDUAN
PRAKTIK
KLINIS
KMF Ilmu
Kesehatan
AnakRSUD
Kabupaten
Kediri 2022

THALASSEMIA

sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhandan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam
bentuk PRC 10 ml/kgBB/hari.
9. Edukasi 1. Terapi
 Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi
sebagai akibat absorbsibesi meningkat dan transfusi darah berulang.
 Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat.
 Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar
bernafas. Bila hal initerjadi kelasi besi dihentikan.
2. Tumbuh kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, sehingga diperlukan
perhatian danpemantauan tumbuh kembang penderita.

3. Gangguan jantung, hepar dan endokrin


Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung
(gagal jantung), hepar(gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes mellitus, hipoparatiroid)
dan fraktur patologis.

10. Prognosis Ad vitam : dubia


ad bonam/malam Ad
sanationam : dubia
ad bonam/malamAd
fungsionam : dubia
ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat A
Rekomendasi /
B
/
C
13. Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
14. Indikator Medis Kadar hemoglobin dipertahankan rata-rata 9,5 g/dL
15. Kepustakaan 1. Brozovic M, Henthorn J. Investigation of abnormal hemoglobins and thalassemia.
th
In; Dacie JV, LewisSM, eds. Practical Hematology. 8 ed. Churchill Livingstone
Edinburgh, 1995: 249.
2. Cappellini N, Cohen A, Eleftheriou A, Piga A, Porter J. Guidelines for the
Clinical Management ofThalassemia. Thalassemia International Federation, April
2000.
3. Eleftheriou A. Clinical Management of Thalassemia. In: Compliance to Iron
Chelation Therapy withDesferrosamine. Thalassemia International Federation
2000: 14-6.
4. Miller DR, Baehner RL, Mc Millan CW, Miller LP. Blood Disease of Infancy and
th
Childhood. 5 ed. St.Louis; Mosby Co, 1997: 619.
nd
5. Nathan DB, Oski FA. Hematology of Infancy and Childhood. 2 ed. Philadelphia:
WB Saunders, 2000:979.
6. Wahidiyat I, Thalassemia dan Permasalahannya di Indonesia. Naskah lengkap
Kongres Nasional IlmuKesehatan Anak (KONIKA) Jakarta, 1999: 293-6.
7. Talasemia. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010:
299-302.

Pare, 1 April 2022


Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

99
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan
AnakRSUD
Kabupaten Kediri
2022
KEJANG DEMAM
16. Pengertian Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (di
(Definisi) atas 38°C), yangdisebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Dibagi menjadi 2 yakni
kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks
17. Anamnesis - Didapatkan riwayat panas disertai kejang
- Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga yang lain
18. Pemeriksaan Fisik Tidak spesifik
Pemeriksaan neurologi dalam batas normal
19. Kriteria Diagnosis Kejang Demam Sederhana (KDS) :
- Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
- Kejang umum tonik dan atau klonik
- Tanpa gerakan fokal
- Tidak
berulang dalam 24
jamKejang Demam
kompleks (KDK) :
- Kejang lama > 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
20. Diagnosis Kejang Demam
21. Diagnosis Banding Diagnosis banding untuk kejang demam pertama kali:
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak
22. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi
Penunjang sumber infeksi ataumencari penyebab (darah tepi, elektrolit dan gula darah).
2.X-ray kepala atau CT-Scan kepala tidak rutin dikerjakan, hanya atas indikasi adanya
kejang fokal atauhemiparese.
23. Terapi 1. Penanganan Pada Saat Kejang
• Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal 0,3-0,5 mg/KgBB/dosis IV (perlahan-lahan)
atau 0,4- 0,6mg/KgBB/dosis rektal suppositoria. Bila kejang masih belum teratasi
dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.
•Turunkan demam :
 Antipiretik : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10
mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan sehari 3-4 kali
 Kompres : suhu >39°C : air hangat; suhu > 38°C : air biasa
• Pengobatan penyebab : antibiotik diberikan sesuai indikasi dengan penyakit
dasarnya.
2. Pencegahan Kejang
• Pencegahan berkala
(intermiten) untuk KDS
dengan Diazepam 0,1
mg/KgBB/dosis PO dan
antipiretik pada saat anak
menderita penyakit
yang disertai demam.
24. Edukasi 1. Meyakinkan penderita bahwa kejang demam mempunyai prognosis yang baik
2. Memberikan cara penanganan kejang yang benar
3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
4. Tidak ada kontra indikasi pemberian vaksinasi pada penderita kejang demam
5. Pemberian obat untuk mencegah frekuensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efeksamping obat
25. Prognosis Ad vitam :
dubia ad
bonam Ad
sanationam :
dubia ad
bonamAd
fumgsionam :
dubia ad bonam
26. Tingkat Evidens IV
27. Tingkat C
Rekomendasi
28. Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
29. Indikator Medis - Hampir semua anak mempunyai prognosis yang baik
- Anak usia dibawah 12 bulan yang mengalami kejang demam mempunyai
kemungkinan sebesar 50%terjadi rekurensi .
- 80% Pasien akan sembuh dalam waktu 2 hari

100
30. Kepustakaan 1. American academy of pediatrics subcommittee on febrile seizures. Febrile seizure:
Guideline for the neurodiagnostic evaluation of the child with a simple febrile
seizure. Pediatrics 2011;127:389-94.
2. Kundu GK, Rabin F, Nandi ER, Sheikh N, Akhter S. Etiology and risk factors of
febrile seizure – an update. Bangladesh J Child Helath 2010;34:103-12.
3. American academy of pediatrics subcommittee on febrile seizures. Febrile
seizures: clinical practice guidelines for the long-term management of the child
with simple febrile seizures. Pediatrics 2008;121:1281-6.

101
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri
2022

KEJANG DEMAM

4. Berg AT, Shinnar S, Hausser WA, Leventhal JM. Predictors of recurrent


febrile seizure: ametaanalytic review. J Pediatr 1990;116:329-37
5. Shloma Shinnar. Dalam Swaiman KF. Ashwal S, Ferriero DM, Schor NF
ed. Pediatric neurologyprinciples and practice. Edisi kelima. Philadelphia:
Elsevier; 2012. Hal 790-7.

Pare, 1 April 2022


Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

102
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri 2022

PNEUMONIA

1. Pengertian Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai
(Definisi) macam etiologi.Terbanyak adalah virus atau bakteri. Etiologi lain parasit dan aspirasi zat tertentu

2. Anamnesis Gejala yang timbul biasanya mendadak.


Dapat didahului denganinfeksi saluran
nafas akut bagian atas. Gejala umum:
batuk, demam tinggi, nafas cepat dan
sesak nafas.Pada keadaan yang berat bisa
didapatkan cyanosis
Pada anak yang besar bisa didapatkan nyeri dada.
Pada bayi muda sering menunjukkan gejala yang tidak khas seperti hipotermi, penurunan
kesadaran, kejang, sulitminum, dan perut kembung
3.Pemeriksaan Takipnea dengan laju respirasi untuk anak <2 bulan 60x/menit, 2-12 bulan50x/menit, 1-5
tahun40x/menit.
Fisik Inspiratory effort ditandai dengan retraksi dinding dada, nafas cuping hidung
Gerakan dinding toraks dapat tertinggal pada daerah yang terkena infeksi, perkusi normal atau
redup, auskultasi paru dapat terdengar terdengar suara nafas tambahan berupa ronki basah
halus di lapangan paru yang terkena.
Tanda lainnya adalah demam tinggi, sianosis, dan dapat ditemukan tanda dehidrasi.
Pada infeksi oleh kuman atipik (mycoplasma, chlamydia) gejalanya tidak jelas maupun
memberikan onset akut seperti diatas. Panas seringkali tidak tinggi, batuk tidak produktif, tidak
sesak, dan seringkali disertai sakit kepala dan malaise.
4.Pemeriksaan 1. Foto polos dada
2. Hitung Leukosit dan differerential count
penunjang 3. Laju Endap Darah (LED)
4. C-Reactive Protein (CRP)
5. Kultur darah, sputum, swab oropharyngeal dilakukan atas indikasi tertentu
5.Kriteria 1. Gejala Fisik sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas
2. Pada foto polos dada terlihat infiltrat alveolar maupuninterstitial yang dapat ditemukan di
Diagnosis seluruh lapangan paru. Kelainan gambaran radiologis biasa sebanding dengan derajat
klinis penyakit, kecuali pada infeksi oleh kuman atipikal yang gambaran radiologis lebih
berat daripada keadaan klinis. Gambaran lain yang dapat dijumpai berupakonsolidasi
pada satu atau beberapa segmen atau lobus paru, penebalan pleura pada pleuritis, atau
adanya komplikasi pneumonia berupa atelektasis, efusi pleura, abses paru,
pneumothorak, pneumomediastinum dan pneumatokel
3. Peningkatan hitung leukosit dengan hitung jenis bergeser ke kiri pada infeksi bakterial
4. LED dan CRP meningkat pada infeksi bakterial
5. Pemeriksaan kultur darah dapat menunjang menentukan etiologi terutama pada
kasus nasokomial. Sedangkultur sputum dan swab oropharyngeal sering
terkontaminasi flora normal
6.Diagnosis Pneumonia
7.Diagnosis 1. Infeksi saluran pernafasan bawah lainnya (Bronkiolitis, laringotrakeobronkitis)
2. Kelainan bawaan pada paru (cystic lung disease, bullae, hypoplasia, dan lain sebagainya)
Banding 3. Payah jantung
4. Sepsis
5. Pada bayi karena gejalanya yang tidak khas dapat menyerupai sepsis, meningitis dan ileus
8.Terapi 1. Untuk pneumonia ringan dapat diterapi secara rawat jalan dapat diberikan antibiotik
peroral dengan amoksisilin50-80 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis atau amoksisilin-asam
klavulanat 50 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis, serta diberikan edukasi kepada orang tua
2. Untuk pneumonia berat dan sangat berat dianjurkan rawat inap dan diberikan terapi:
 Ampisilin 100 mg/kg/hari iv dibagi dalam 4 dosis atau ampisilin-sulbaktam 100
mg/kg/hari iv dalam 4 dosisuntuk Community acquired pneumonia
 Ceftriaxone 100 mg/kg/hari iv dibagi dalam 2 dosis atau antibiotik sesuai kultur
untuk Hospital acquiredpneumonia
 Lama pemberian antibiotik tergantung : kemajuan klinis penderita, hasil pemeriksaan
laboratoris, foto thorakdan jenis kuman penyebab. Sebagian besar membutuhkan
waktu 10-14 hari
 Oksigenasi, dapat diberikan secara nasal atau masker sesuai keadaan klinis. Bila
ada tanda gagal nafasdiberikan bantuan ventilasi mekanik.
 Pemberian cairan dan kalori yang cukup
 Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi.
3. Untuk dugaan pneumonia atipik dapat diberikan eritromisin 50 mg/kg/hari dibagi 3-4
dosis, atau spiramisin 50 mg/kg/hari dibagi 3-4 dosis, atau klaritromisin 15 mg/kg/hari
dibagi 2 dosis selama 10-14 hari.
4. Untuk dugaan Pneumonia Pneumocystic carinii dapat diberikan kotrimoksasol 20
mg/kg/hari dibagi 4 dosis.

103
9. Edukasi 1. Pemberian imunisasi untuk mencegah pneumonia
2. Pengobatan secara dini bila didapatkan gejala infeksi saluran pernafasan
3. Pemberian ASI pada saat bayi dan pemberian nutrisi yang cukup saat anak-anak
4. Lingkungan rumah yang cukup ventilasi dan sinar matahari
5. Untuk pneumonia ringan yang dirawat jalan harus dipastikan antibiotik dikonsumsi
secara lengkap dankontrol secara teratur
6. Untuk pneumonia berat sebaiknya di rawat inap dan memerlukan jangka waktu
tertentu sampai pneumonianya dapat membaik
10. Prognosis Pneumonia ringan
Ad vitam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam Ad fungsionam : dubia ad bonam

104
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri
2022

PNEUMONIA

Pneumon
ia berat
dan
sangat
beratAd
vitam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat IV
Evidens
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
14. Indikator Medis 1. Perbaikan gejala klinis
2. Perbaikan radiologis
3. Perbaikan parameter laboratorium
15. Kepustakaan 1. Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric
pneumonia. Emerg Med ClinN Am 2003; 21 : 437-
51.
2. Sectish TC, Prober CG. Pnemonia. Dalam :
Behrman RE, Kleigman RM,Jenson HB,
penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics.
Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders, 2003
: 1432-5.
3. Gaston B. Pneumonia. Pediatr Rev 2002 : 23 : 132-40
4. Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric
pneumonia. Emerg Med ClinN Am 2003; 21: 437-51
5. Sandora TJ, Harper MB.
Pneumonia in hospitalized children.
Pediatr Clin N Am 2005; 52: 1059-
81
6. Mc Intosh K. Community-acquired
pneumonia in children. NEng J
Med 2002; 346: 429-36
7. Stein RT, Marostica PJC. Community-acquired
bacterial pneumonia. Dalam: Chernick V, Boat
TF, Wilmott RW, Bush A, penyunting. Kendig’s
disorders of the respiratory tract in children, Edisi
ke-7. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2006;
441-52.
8. Apisamthanarak A, Mundy LM. Etiology of
community-acquired pneumonia.Clin Chest Med
2005; 26: 47-55
9. Crawford SE, Dawn RS. Bacterial pneumonia, lung abscess and empyema.
Dalam: Taussig LM, Landau LI, penyunting.
Pediatric respiratory medicine,Edisi ke-2.
Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008; 501-54

Pare, 1 April 2022


Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

105
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten
Kediri 2022

DEMAM BERDARAH DENGUE


( DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER )
1. Pengertian Infeksi virus dengue yang saat memasuki periode kritis disertai/disusul dengan
(Definisi) kebocoran plasma/ plasmaleakage dan gangguan hemostatik berupa munculnya
perdarahan yang lebih prominen serta
trombositopenia ≤ 100.000
2. Anamnesis - 1. Panas tinggi yang timbul mendadak selama 2-7 hari dan disertai tidak mau bermain
- 2. Nyeri seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, nyeri retroorbital, pada
bayi timul rewel yg takjelas peyebabnya
- 3. Perdarahan pada kulit, mimisan, perdarahan gusi, muntah darah, dan
hypermenorrhea
- 4. Pada awal sakit dapat timbul kemerahan pada muka, kemerahan pada kulit
“flushing”, ruam seperti morbili. Pada periode recovery dapat timbul “convalescence
rash” berupa ruam seperti morbili dengan lokasi pada kedua extremitas bawah (shoe
like appearance) atau pada kedua ekstremitas atas (handglove like appearance)
- 5. Dapat dijumpai gejala saluran nafas atas berupa nyeri tenggorokan, atau pilek,
batuk ringan atau gejala saluran cerna berupa diare ringan.
- 6. Sering disertai keluhan anoreksia, nausea dan vomiting
- 7. Jika saat datang syok penderita akan mengeluh anyep dan loyo namun panas tidak
lagi dijumpai
3. Pemeriksaan Fisik
 Penting menetapkan hari sakit keberapa saat penderita datang
 Penderita tampak sakit sedang sampai berat, kadang disertai penurunan
kesadaran
 Temperatur dapat sub febris normal atau sub normal
 Tanda perdarahan tidak selalu ada, dapat dilakukan tes RL yang
positif (>10 titik pada area berdiameter 1 inchi), atau dijumpai gejala
perdarahan spontsan, berupa petekiae, ekimosis,perdarahan gusi,
dan hypermenorhoea. Kadang dijumpai muntah darah dan berak
darah Pada penderita DHF grade 3 dan 4 apabila dilakukan tes RL
umumnya negatif
 Adanya kebocoran plasma yang bisa ditunjukkan dengan efusi pleura dan
atau asites; ditunjang dengan hasil pemeriksaan tambahan
 Tanda vital
Nadi dapat normal pada DHF grade 1 dan grade 2, sedangkan untuk DHF grade
3 nadi dapat cepatdan kecil, dan nadi tak teraba untuk DHF grade 1 dan grade 2.
Pada DHF grade 3 terjadi penyempitan tekanan nadi ≤ 20 atau terjadi
penurunan systole dandiastole
Pada DHF grade 4 tekanan darah tak terukur
Frekuensi nafas dapat normal, cepat dangkal maupun cepat dan dalam
(pernapasan Kuzmaul)
 Hepatomegali
4. Kriteria Diagnosis 1.
Gejala klinik
Gejala plasma leakage berupa peningkatan hematokrit ≥ 20 %, atau ditemukan
2.
adanya ascites dan efusipleura, sedangkan untuk DHF grade 3 dan DHF grade 4
berupa gangguan sirkulasi/syok
3. Gangguan hemostatik berupa trombositopenia ≤ 100.000 dan adanya tanda
perdarahan mulai dariperdarahan ringan sampai perdarahan masif yang
mengancam nyawa.
4. Dapat ditunjang dengan hasil NS1 dan atau Ig M dan atau Ig G dengue positif
5. Diagnosis Demam Berdarah Dengue (ICD 10: A91)

6. Diagnosis Banding 1. Dengue fever


2. Trombositopenik purpura
3. Infeksi virus lain seprti morbili, rubella, chikungunya
4. Sepsis
5. ITP, leukemia, anemia aplastik
6. Syok karena sebab lain
7. Malaria, demam tifoid.
7. Pemeriksaan a. Darah lengkap, dijumpai adanya trombositopenia (≤ 100.000, dan peningkatan
Penunjang hematokrit ≥ 20 % , leukopenia, hasil hitung jenis menunjukkan limfopenia
pada awal sakit dan netropenia pada akhir perjalanan sakit
b. Photo / USG thorax
didapatkan efusi pleura
dextra USG abdomen
dijumpai adanya ascites

c. Pemeriksaan SGOT dan SGPT (atas indikasi tertentu) biasanya ada


penignkatan walau tidak sampai 10 x harga normal, dalam prosentasi kecil
SGOT dan SGPT dapat meningkat > 10 x harga normal
d. Pemeriksaan Ig M dan Ig G Dengue (atas indikasi tertentu)
e. NS1 (atas indikasi tertentu)

106
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri
2022

DEMAM BERDARAH DENGUE


( DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER )

Elektrolit serum, gula darah acak, dan albumin (atas indikasi tertentu)
PPT dan APTT (atas indikasi tertentu)
8. Terapi Pemberian cairan intravena untuk mengatasi plasma leakage, prinsipnya
“ diberikan seminimal mungkin untuk mempertahankan sirkulasi yang
efektif”; “ disertai observasi ketat dari waktu ke waktu sampai plasma
leakage berhenti “

Pemberian infus cairan RLD5 pada DHF grade I dan II yang LFT normal/
atau RAD5 pada penderita DHF grade I dan grade II yang SGOT dan
SGPT nya > 10 x harga normal, dengan formula pemberian cairan 7-5-3

Pada penderita DHF grade 3 dan grade 4 syok diatasi secepat mungkin,
kalau syok sudah teratasi pemberian cairan mengikuti formula 7-5-3
(lampiran algoritme pemberian cairan penderita DHF)

Melakukan observasi ketat dari waktu ke waktu, meliputi Keadaan


umum, nafsu makan dan capillary refill time (CRT)

Tanda vital tekanan darah, nadi, frekuensi napas, temperatur Produksi


urine
Hematokrit

Laboratorium sesuai kebutuhan

Observasi ketat dilakukan sampai plasma leakage nya berhenti (peristiwa


plasma leakage ≤ 2 x 24 jam)

Tanda klinis berhentinya plasma leakage adalah tanda vital yang stabil,
disertai munculnya gejala mau makan / minum serta mau bermain dari
penderita

Lakukan deteksi sedini mungkin syok pada penderita dengue, sebab


prolong syok memperburuk prognosis
Pada penderita DHF yang tidak memberi respon dengan pemberian cairan
seperti diatas, maka segera cari kemungkinan dibawah, dan segera
lakukan koreksi :
Plasma leakage

Perdarahan internal yang tersembunyi (“concealed internal bleeding”)


Hypoglycemia
Hyponatremia Hypocalcemia Asidosis
Pemberian transfusi darah diperlukan apabila terjadi perdarahan.
Transfusi trombosit jarang diberikan pada penderita DHF, kecuali apabila
didapat Trombositopenia ≤ 50.000 yang disertai tanda perdarahan aktif.
Pada perdarahan masif dapat diberikan transfusi wholeblood. Tranfusi
FFP atas indikasi.

Oksigen dan obat penurun panas atas indikasi


Steroid biasanya diperlukan pada komplikasi jantung dan mata
Inotropik, vasopressor, dan hemodialisis hanya pada kondisi tertentu
9. Edukasi 1) Perjalanan klinik infeksi virus dengue secara umum, dan keberadaan
penderita dalam perjalananklinik tersebut (natural course)
2) Penanganan yang sedang dilakukan.
3) Prognosis penderita
4) Program 4M Plus (menguras, menutup, mengubur, dan mencegah
perindukan/sarang nyamuk)
5) Identifikasi kasus lain di lingkungan sekitar

107
10. Prognosis DHF grade 1 dan grade 2
Ad vitam : dubia ad bonamAd sanationam : dubia ad bonamAd fungsionam : dubia ad bonamDHF grade 3
Ad vitam : dubia ad bonam/malam

108
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

DEMAM BERDARAH DENGUE


( DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER )
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fungsionam : dubia ad
bonam/malam DHF grade 4
Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad
bonam/malam Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
14. Indikator Medis 1. Bebas demam 2x24 jam
2. Sudah tidak syok dalam 48 jam terakhir
3. Melewati hari kelima sakit
4. Nafsu makan membaik
5. Hemodinamik stabil, produksi urine cukup
6. Tidak ada perdarahan
7. Tidak didapatkan muntah dan nyeri perut
3
8. Trombosit lebih dari 50.000/mm dan cenderung meningkat
9. Ada ruam penyembuhan pada sebagian kasus
10. Setelah 5 hari perawatan
15. Kepustakaan 1. World Health Organization-South East Asia Regional Office.
Comprehensive Guidelines forPrevention and Control of Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011.p.1-67.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue Clinical Guidance.
Updated 2010 sept 1.Available from:
http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html.
3. Dengue Hemorrhagic Fever. Diagnosis, treatment prevention and control.
Edisi kedua. WHO,Geneva, 1997.
4. WHO. Dengue for Diagnosis, treatment, prevention and control. 2009:1-146
5. Holiday MA, Segar WE. Maintenance need for water in parenteral fluid
therapy. Pediatrics1957;19:823
6. Demam Berdarah Dengue. Naskah lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter
Spesialis Anak & Dokter
Spesialis Penyakit Dalam dalam Tata laksana Kasus DBD. Hadinegoro SR,
Satari HI, penyunting.Balai Penerbit, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta 2005.

Pare, 1 April 2022


Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

109
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT

1. Pengertian (Definisi) Diare adalah keluarnya tinja cair lebih dari tiga kali/24 jam.
Diare akut: Diare yang berlangsung paling lama 14 hari. Diare berdarah adalah episode diare
akut dengan darahdalam tinja
Dehidrasi berat: dehidrasi >10% untuk bayi dan >9% untuk anak dan menunjukkan tanda
gangguan alat vital tubuh (somnolen, koma, Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi) dan
memerlukan pemberian cairan-elektrolit parenteral.

2. Anamnesis Onset, frekuensi, kuantitas dan karakter diare (cair, adanya lendir dan atau darah) dan
muntah (adanya darah,bilious).
 Panas
 Kembung
Adanya dehidrasi : mata cowong, air mata kering, buang air kecil berkurang, sesak,
kejang, dan gangguankesadaran
 Adanya penyakit penyerta lain
 Riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya
 Intake
Adanya intoleransi laktosa yang ditandai dengan diare cair, kembung, iritasi pada pantat

3. Pemeriksaan Fisik  Pengukuran berat badan


 Kesadaran
 Tanda vital
 Mata cowong
 Adanya air mata
 Turgor kulit
 Bising usus
 Extremitias (perfusi, capillary refill time)

Derajat dehidrasi ditentukan dengan kriteria WHO :


Dehidrasi berat : Minimal dua gejala: Letargi/ penurunan kesadaran, mata cowong,
malas minumataupun turgor kulit sangat menurun (≥2 detik)
Dehidrasi ringan-sedang : Minimal dua gejala, atau satu gejala dehidrasi berat
dan satu gejala: Anak gelisah / iritabel, Mata cowong, Anak tampak haus / ingin minum
banyak ataupun Turgor kulit menurun
Tidak dehidrasi apabila tidak cukup gejala untuk klasifikasi dehidrasi berat atau
ringan-sedang

4. Pemeriksaan Analisa feses, urine


Penunjang Darah lengkap, serum elektrolit, fungsi ginjal, analisa gas darah

5. Kriteria Diagnosis Gejala Klinis Derajat dehidrasi


Komplikasi (apabila terjadi)

6. Diagnosis Diare akut Dehidrasi berat

7. Diagnosis Banding Apendisitis akut Intussusepsi


Infeksi saluran kemih

8. Terapi Rehidrasi : beri 100 ml/kg cairan Ringer Laktat / Ringer Asetat (atau bila tidak tersedia,
dapat diberikan NaCl0.9%) yang dibagi sebagai berikut
Usia <12 bulan : 30 ml/kg dalam 1 jam dilanjutkan 70 ml/kg dalam 5 jam berikutnya
Usia ≥12 bulan : 30 ml/kg dalam 30 menit dilanjutkan 70 ml/kg dalam 2 ½
jam berikutnyaDapat diulang jika denyut nadi masih sangat lemah / tidak
teraba
Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri tetesan
intravena lebih cepat. Juga beri oralit (5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum ;
biasanya setelah 3-4jam (bayi) atau 1-2 jam(anak).
Makanan tetap diberikan, ASI maupun formula diteruskan.
Zinc selama 10-14 hari dengan dosis 10mg/hari
(untuk anak di bawah 6bulan) dan 20mg/hari
(untuk anak di atas 6 bulan).
Antibiotika diberikan pada kasus tertentu
Vitamin A 100.000 IU IM (untuk anak di atas 1 tahun); 50.000 IU (untuk anak di
bawah 1 Tahun).Probiotik : 1 kapsul/1 bungkus per hari.
Pengobatan problem penyerta (gangguan elektrolit,
keseimbangan asam basa)Obat-obat antidiare tidak
dianjurkan.
9. Edukasi Menjaga
higiene
dan
sanitasi
Tanda-
tanda
dehidras
i
Tetap memberikan ASI
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten
Kediri 2022

DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT

10. Prognosis
Ad vitam :
dubia ad
bonam/malam Ad
sanationam : dubia
ad bonam/malamAd
fumgsionam : dubia
ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin

14. Indikator Medis Komplikasi teratasi Tidak dehidrasi Diare berkurang

15. Kepustakaan WHO. Pocket book of Hospital


care for children. 2005UKK
Gastrohepatologi IDAI. Modul
Diare. 2010
UKK Gastrohepatologi. Buku Ajar Gastrohepatologi 2010
Suparto, P. Studi mengenai Gastroenteritis Akuta Dengan Dehidrasi Pada Anak Melalui
Pendekatan Epidemiologi Klinik Desertasi, 1987.
Larry K.Pickering and John D.Snyder. Gastroenteritis. In: Nelson. Texbook of Pediatrics.
Saunders, Philadelphia,Edisi 17 2004; p.1272-1276.

Pare, 1 April 2022


Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

ABSES OTAK
1. Pengertian Proses peradangan purulen yang terisolir di antara jaringan otak, baik disertai
(Definisi) pembentukan kapsul atautidak
2. Anamnesis  Sakit kepala merupakan keluhan dini yang paling sering dijumpai (70-90%).
 Terkadang juga didapatkan mual, muntah dan kaku kuduk (25%).
 Adanya riwayat penyakit jantung bawaan sianotik, infeksi sinus atau mastoid
 Adanya riwayat prosedur bedah saraf, trauma kepala maupun kondisi imunosupresi
3. Pemeriksaan  Panas tidak terlalu tinggi.
Fisik  Kejang biasanya bersifat fokal.
 Gangguan kesadaran mulai dari perubahan kepribadian, apatis sampai koma.
 Apabila dijumpai papil edema menunjukkan bahwa proses sudah berjalan lanjut.
 Dapat dijumpai hemiparese dan disfagia.
 Defisit neurologis fokal menunjukkan adanya edema di sekitar abses.
4. Kriteria 1. Anamnesis dan gejala klinis yang spesifik
Diagnosis 2. Hasil neuro imaging (CT Scan atau MRI dengan kontras)
5. Diagnosis Abses otak
6. Diagnosis 1. Tumor di daerah serebropontin
Banding 2. Abses ekstradural
3. Empiema subdural
7. 1. Pemeriksaan laboratorium :
Pemerik o Darah : jarang dapat memastikan diagnosis. Biasanya lekosit sedikit meningkat
saan dan laju endap darahmeningkat pada 60% kasus
Penunjang o Cairan Serebro Spinal (CSS) : dilakukan bila tidak ada tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) oleh karena dikhawatirkan terjadi herniasi
2. Pemeriksaan radiologi:
CT Scan: CT-scan kepala dengan kontras dapat dipakai untuk memastikan diagnosis.
Stadium serebritis awal (1-3 hari), serebritis lanjut (4-9 hari), formasi kapsul dini
(10-14 hari) dan formasi kapsul lanjut (>14 hari)
Stadium awal hanya didapatkan daerah hipodens dan daerah irreguler yang tidak
menyerap kontras.Pada stadium lanjut didapatkan daerah hipodens dikelilingi cincin
yang menyerap kontras.
8. Terapi Penatalaksanaan medikamentosa dengan atau tanpa aspirasi dilakukan pada stadium
serebritis, absesmultipel dan abses yang didapatkan pada daerah kritis
Pada penatalaksanaan medikamentosa diberikan:
1. Cefotaxime 200 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis atau Ceftriaxone 100
mg/kgBB/hari IV dibagidalam 2 dosis
2. Metronidazole 15 mg/KgBB/dosis IV kemudian dilanjutkan dengan 7,5
mg/KgBB/dosis IV/PO setiap 6jam hari (maksimal 4 g/hari).
Antibiotik diberikan selama kurang lebih 6 minggu.
3. Apabila didapatkan peningkatan TIK dapat diberikan:
a. Mannitol dosis awal 0,5-1 mg/KgBB IV kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 mg/KgBB IV
setiap 4-6 jam
b. Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis rumatan
0,5 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 3 dosis atau Methylprednisolone dosis
awal 1-2 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,5 mg/KgBB/dosis
setiap 6 jam. Pengurangan dosis (tappering off) dimulai padahari ke 5
Perhatian: Steroid dapat menghambat penetrasi antibiotik pada abses dan
menghambat pembentukan dinding abses yang berakibat abses mudah pecah
dan terjadi meningitis.
Penatalaksanaan bedah:
 Aspirasi stereotactic
 Kraniotomi
 Neuroendoskopi
9. Edukasi 1. Penjelasan tentang komplikasi dan prognosis penderita. Sebelum
era antibiotikmortalitas mencapai 40-60%.
2. Banyaknya komplikasi dan kematian disebabkan karena abses
serebri yang multiple,adanya GCS yang turun dan meningitis.
3. Penjelasan terhadap adanya rekurensi.
4. Keterlambatan diagnosis mempunyai kontribusi terhadap derajat berat
penyakit.
10. Prognosis  Angka mortalitas mencapai 4-12 %.
 Kejang bersifat kronis cukup sering didapatkan dan terkadang bermanifestasi
setelah beberapa tahunpasca abses serebri
11. Tingkat Evidens 4
12.Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
14. Indikator Medis  Pengobatan dengan cefotaxime menunjukkkan angka kesembuhan 76 % pada kasus
abses otak
 Tingkat mortalitas setelah pasien menjalani tindakan bedah adalah sebesar 15%.

112
PANDUAN
PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu
Kesehatan
AnakRSUD
Kabupaten
Kediri 2022
ABSES OTAK
 80% Pasien akan sembuh dalam waktu 6 minggu
15. Kepustakaan 1. Helweg-Larsen J, Astradsson A, Richhall H, Erdal J, Laursen A,
Brennum J. Pyogenic brain abscess, a 15 year survey. BMC Infect Dis 2012;12:332.
2. Shachor-Meyouhas Y, Bar-Joseph G, Guilburd JN, Lorber A,
Hadash A, Kassis I. Brain abscess in children - epidemiology, predisposing factors and
management in the modern medicine era. Acta Paediatr 2010;99(8):1163-7.
3. Jansson AK, Enblad P, Sjolin J. Efficacy and safety of cefotaxime in
combination with metronidazole for empirical treatment of brain abscess in clinical
practice: a retrospective study of 66 consecutive cases. Eur J Clin Microbiol Infect Dis
2004;23(1):7-14.
4. Kao PT, Tseng HK, Liu CP, Su SC, Lee CM. Brain abscess: clinical
analisys of 53 cases. J Microbiol Immunol Infect;36:129-136
5. Tauber MG, Schaad UB. Bacterial infections of the nervous system.
Dalam Swaiman KF. Ashwal S, Ferriero DM, Schor NF ed. Pediatric neurology
principles and practice. Edisi kelima. Philadelphia: Elsevier; 2012. Hal 1241-61.

Pare, 1 April 2022


Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

113
PANDUAN
PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu
Kesehatan
AnakRSUD
Kabupaten
Kediri 2022

CAMPAK

- Campak, measles, atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh
1.Pengertian (Definisi) virus campak. Penyakit ini sangat menular sejak awal masa prodromal sampai
lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Penularan secara droplet (airborne).
- Campak mempunyai gejala klinis yang khas, terdiri dari 3 stadium, yaitu :
1. (Stadium masa tunas 10-12 hari)
2. Stadium prodromal 2-4 hari
3. Stadium erupsi 5-7 hari
4. Stadium konvalesen
- Stadium prodromal diawali dengan demam yang makin tinggi disertai batuk, pilek,
nyeri telan, konjungtivitis dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti
muntah dan diare. Pada masa ini dapat ditemukan tanda patognomonis adanya
bercak Koplik’s, yaitu enantema di mukosa pipi di depan dari molar 3, yang
biasanya muncul 2 hari sebelum timbulnya ruam.
2.Anamnesis - Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam makulopapular pada kulit, yang dimulai dari
belakang telinga, batas antara rambut dan kulit, kemudian menyebar ke wajah,
dada, perut, lengan dan kaki secara bersamaan. Suhu akan mulai turun pada hari
ke 2-3 ruam, dan ruam kemudian mengalami hiperpigmentasi dan deskuamasi.
- Pada stadium konvalesen ruam akan berangsur menghilang sesuai dengan urutan
timbulnya.
- Pada anak dengan gizi buruk gejala muntah dan diare bisa sangat berat.
- Bisa timbul komplikasi berupa otitits media, bronkopneumoni, mastoiditis, laryngitis
akut, ensefalitis, gastroenteritis, adenitis servikal, SSPE (subacute sclerosing
panencephalitis), aktivasi tuberculosis, dan gangguan gizi sampai kwashiorkor.
- Stadium prodromal didapatkan panas disertai 3C dan 1 K (cough, coryza,
conjunctivitis, dan koplik’s spot)
- Stadium erupsi ditandai timbulnya ruam makulopapular yang bertahan 5-6 hari,
yang dimulai dari batas telinga kemudian menyebar ke wajah dan seluruh
tubuh. Sekitar 2-3 hari setelah ruam muncul biasanyapanas akan menghilang.
3.Pemeriksaan Fisik - Stadium konvalesen setelah 3 hari ruam akan menjadi kehitaman dan
mengelupas, dan menghilangsetelah 1-2 minggu sesuai urutan timbulnya.
- Penentuan status gizi penderita penting karena gizi buruk mempunyai komplikasi
yang berat
- Gejala fisik lainnya ditemukan sesuai dengan timbulnya komplikasi yang terjadi.
A. diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan
tambahan
1. Anamnesa :
Panas, batuk pilek dan konjuntivitis serta ditemukannya bercak Koplik’s
(patognomonik)
2. Pemeriksaan fisik :
Adanya ruam makulopapular yang timbul pertama dari belakang telinga
kemudian menyebar ke wajah, dada dan seluruh tangan dan kaki.
4.Kriteria Diagnosis 3. Pemeriksaan Ig M spesifik campak (+) dan pemeriksaan virologi
4. kultur virus dari swab ginggiva atau urine

B. Untuk
campak
dengan
komplikasi
:Ensefalitis
Pneumonia
1. Pemeriksaan darah lengkap : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada
komplikasi
5Pemeriksaan penunjang 2. Feses lengkap jika diare
3. Pemeriksaan penunjang untuk komplikasi : foto polos dada, CT scan kepala.
4. Analisa gas darah, elektrolit serum, dan gula darah acak sesuai indikasi
Campak
6.Diagnosis Campak dengan komplikasi (ICD 10: B05.1,2,3,4)
1. Rubela
2. Infeksi Adenovirus
3. Infeksi Enterovirus
4. Scarlet fever
7.Diagnosis Banding 5. Infeksius mononukleosus
6. Penyakit Kawasaki
7. Erupsi obat
8. Roseola infantum (eksantema subitum)

114
8. Terapi  Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari :
1. Pemberian cairan yang cukup
2. Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat
kesadaran dan adanyakomplikasi
3. Suplemen nutrisi
4. Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
5. Anti konvulsi apabila terjadi kejang
6. Pemberian vitamin A.
 Indikasi rawat inap :
0
Hiperpireksia (suhu > 39,0 C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau adanya
komplikasi.
 Campak tanpa komplikasi :
1. Hindari penularan

115
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri
2022

CAMPAK

2. Tirah baring di tempat tidur


3. Vitamin A pada usia <6 bulan 50.000 IU, usia 6 bulan – 1 tahun 100.000 IU, pada
usia > 1 tahun
200.000 IU, apabila disertai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.
4. Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan
dengan tingkatkesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi.
 Campak
dengan
komplikasi :
1. Ensefalopati/en
sefalitis
 Mengatasi kejang dengan diazepam
 Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PPK ensefalitis
 Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PPK ensefalitis
 Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terhadap
gangguanelektrolit
 Pengobatan suportif dan simtomatis lain
2. Bronkopneumonia :
 Antibiotika sesuai dengan PPK pneumonia
 Oksigen nasal atau dengan masker
 Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa/gas darah dan elektrolit
3. Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi
9.Edukasi 1. Perlunya isolasi
2. Penyakit yang swasirna
3. Penjelasan tentang komplikasi yang bisa terjadi
4. Imunisasi campak termasuk dalam program imunsasi nasional
sejak tahun 1982.Strategi reduksi campak terdiri dari :
a. Pengobatan pasien campak dengan memberikan vitamin A
b. Imunisasi campak
- PPI : diberikan pada umur 9 bulan.
Imunisasi campak dapat diberikan bersama vaksin MMR pada umur 12-15 bulan
- Mass campaign, bersamaan dengan Pekan Imunisasi nasional
- Catch-up immunization, diberikan pada anak sekolah dasar kelas 1-6
c. Surveilans
9. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad
bonam/malam Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

10. Tingkat IV
Evidens
11. Tingkat C
Rekomendasi
13.Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
14.Indikator Medis 1. Bebas panas
2. Tidak sesak dan tidak diare
3. Nafsu makan membaik
4. Ruam telah menghitam dan atau mengelupas
5. Setelah 7 hari perawatan
6. Tindak lanjut :
a. Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang perlu
dipantauterhadap adanya infeksi TB laten.
b. Pantau gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan.
c. Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk, konsultasi pada Divisi Nutrisi &
Metabolik

116
15. 1. Parwati SB. Campak dalam perspektif perkembangan imunisasi dan diagnosis.
Pediatri pencegahanmutakhir I, CE IKA Unair, 2000 : 73-92.
Kepustaka 2. Katz SL. Measles in Katz SL, Gershon AA, Hotez PJ (eds). Krugman’s Infectious Diseases
th
an of Children, 8 ed, St. Louis, Mosby, 1998 : 247-264.
3. Kristensen I, Aaby P, Jensen H, Routine vaccination and child survival : Follow up study in
Guinea-Bissou,West Africa. Br Med J. 2000; 321 : 1-8.
rd
4. Joklik WK. Paramyxovirus in Joklik WK, Virology, 3 ed. London, Prentice-Hall
International Inc., 1988;hal. 204-219.
5. Redd SC, Markowitz LE, Katz SL, Measles vaccine in Plotkin and Orenstein (eds),
rd
Vaccines, 3 ed,Philadelphia, WB Saunders, 1999 : 222-266.
6. Toit DR, Ward KN, Brown DWG, Mirev E. Measles and rubella misdiagnosed as
exanthema subitum(roseola infantum) Br Med J, 1996; 312 : 101-2.
7. WHO. Manual for the laboratory diagnosis of measles virus infection. Geneva, 2000.
WHO/V&B/00. 16.
8. Heifand RF, Health JL, Anderson LJ, Gonus D, Bellini WJ. Diagnosis of measles with an IgM-
captured EIA

117
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

CAMPAK

: the optimal timing of specimen collection after rash onset. J Infect Dis, 1997; 175 : 195-7.
9. Shann F. Meta analysis of trials of prophylactic antibiotics for children with measles :
inadequate evidenceBr Med J, 1997; 314 : 334.

Pare, 1 April 2022


Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

118
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

SYOK ANAFILAKSIS

1. Pengertian Syok anafilaksis adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi sirkulasi.
(Definisi)

2. Anamnesis Penyebab anaphylaksis pada anak


1. Makanan: kacang, telur, susu, ikan laut, buah.
2. Alergen imunoterapi.
3. Gigitan atau sengatan serangga.
4. Obat-obatan: penisilin, sulfa, immunoglobin (IVIG), serum, NSAID.
5. Latex.
6. Vaksin.
7. Exercise induce.
8. Anafilaksis idiopatik: anafilaksis yang terjadi berulang tanpa diketahui penyebabnya
meskipun sudah dilakukan evaluasi/observasi dan challenge test, diduga karena kelainan
pada sel mast yang menyebabkanpengeluaran histamin.
3. Pemeriksaan Reaksi timbul dalam beberapa detik atau menit sesudah
paparan alergen. Gejala kardiovaskular :
Fisik hipotensi/renjatan.
Gejala saluran nafas : sekret hidung yang encer, hidung gatal, edema hipofaring/
laring, gejala asma.
Gejala kulit : pruritus, eritema, urtikaria dan
angioedema. Gejala intestinal : kolik abdomen, kadang-kadang
disertai muntah dan diare.
Gejala SSP : pusing, sincope, gangguan kesadaran sampai koma.
4. Kriteria 5. Anamnesis
6. Gejala klinis
Diagnosis 7. Pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Diagnosis syok anafilaksis di tegakkan berdasarkan : anamnesa dan manifestasi klinis yang ada

6. Diagnosis Keracunan
Banding

7. Pemeriksaan 1. Darah rutin


2. Serum elektrolit
Penunjang 3. Gula darah sewaktu

8. Terapi
1. Life support: Airway, Breathing, Circulation.
2. Hentikan obat/bahan yang diduga sebagai penyebab.
3. Adrenalin (1:1000) 0,01ml/kg BB, berikan sc (ringan)/im (sedang)/iv (berat). Bila tidak ada
perbaikan bisadiulang 2-3 kali selang 10 – 15 menit.
4. Infus RL/NaCl/ cairan koloid 10-20 ml/kg/10 menit bila dengan adrenalin belum
menunjukkan perbaikanperfusi jaringan.
5. Bronkodilator pada penderita yang menunjukkan gejala seperti asma: Aminofilin intravena
atau β adrenergik bronkodilator (albuterol, terbutalin) parenteral atau nebulizer.
6. Antihistamin:Diphenhidranin 1-2 mg/kg BB i.m. atau i.v. atau 5 mg/kg BB per oral.
Chlortrimeton untukgejala-gejala kulit seperti urtikaria, angioedema, pruritus.
7. Kortikosteroid: Hidrokortison 6 - 8 mg/kg BB/6-8 jam. Kortikosteroid hanya diberikan pada
renjatan refrakter,urtikaria persisten, atau angioedema yang masih menetap setelah fase
akut teratasi.
9. Edukasi Pengetahuan sederhana bagaimana memberikan pertolongan pertama bila terjadi syok anafilaksis

119
10.Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam :
dubia ad bonam
Ad fungsionam :
dubia ad bonam

11.Tingkat IV
Evidens
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
Kritis
14.Indikator 1. Gejala yang timbul akibat allergen membaik dalam waktu 10-15 menit setelah
diberi Adrenalin sc (ringan)/im (sedang)/iv (berat). Bila tidak ada perbaikan bisa
Medis diulang 2-3 kali selang 10 – 15 menit.
2. Infus RL/NaCl/ cairan koloid bila dengan adrenalin belum menunjukkan perbaikan
perfusi jaringan. Tanda-tanda perbaikan perfusi jaringan bila nadi teraba kuat, Tensi
terukur, Capillary refill time < 2detik, akral hangat.
3. Hilangnya gejala asma ( wheezing, sesak, retraksi) setelah pemberian bronkodilator
pada penderitayang menunjukkan gejala seperti asma
4. Gejala-gejala kulit seperti urtikaria, angioedema, pruritus menghilang setelah
pemberian Antihistamin(dalaw waktu 48 jam)
5. Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan refrakter, urtikaria persisten, atau
angioedema yangmasih menetap setelah fase akut teratasi (>12 jam)

120
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

SYOK ANAFILAKSIS
1. Abraham D, Grammer L. Idiophathic anaphylaxis. Immunol Allergy Clin North Am 2001; 21(4):
15.Kepustakaa 783 – 94.
n 2. Asthma & Allergy Information Research ( AAIR ). Anaphylaxis – Life threatening allergy.
http://www.users.globalnet.co.uk/~aair/anaphylaxis.htm.
3. Terr A I. Anaphylaxis. Dalam : Stites DP, Stobo JD, Wlls JV eds. Basic and Clinical
th
Immunology 6 ed.Connecticut: Prentice Hall Inc, 1987; 449–52.
4. Linzer J. Pediatric anaphylaxis. http://www.emedicine.com/emerg/topic360.htm
5. Rusznak C, Peeble RS. Anaphylaxis and anaphylactoid reactions. Post grade medicine2002; III
(5): 101–14.
6. Ownby DR. Pediatric anaphylaxis, insect stings and bite. Immunol Allergy Clin North Am
1999; 19(2): 347–61.
7. Burk AW, Jones SM, Wheeler JG, Sampson HA. Anaphylaxis and food hypersensitivity.
Immunol AllergyClin North Am 1999; 19(3): 533 –53.

Pare, 1 April 2022 Direktur


RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

121
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

KEP BERAT (MARASMUS, KWASHIORKOR,


MARASMUS-KWASHIORKOR)
KEP adalah penyakit atau keadaan klinis yang diakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan protein
1. Pengertian dan energi, dapat karena asupan yang kurang atau kebutuhan /keluaran yang meningkat atau
(Definisi) keduanya secara bersama. Sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain.

Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi dan protein, KEP diklasifikasikan menjadi KEP
derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan KEP derajat berat (gizi buruk). Gizi kurang belum
menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan dan anak tampak
kurus.Pada gizi buruk secara klinis didapatkan 3 bentuk ,yaitu : kwashiorkor, marasmus, dan
marasmik-kwashiorkor, walaupun demikian dalam penatalaksanaannya hampir sama

- Kapan tubuh makin kurus


2. Anamnesis - Kapan timbul bengkak
- Kapan terjadi penurunan atau hilangnya nafsu makan
- Riwayat makan sebelum sakit
- Riwayat pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI
- Gejala dan tanda yang mengarah ke penyakit infeksi, misalnya diare,TB,campak,ISK, HIV
- Gejala yang mengarah ke penyakit kelainan anatomis, misalnya Hipertrofi Pyloric
Stenosis,Hierschsphrungs disease, malrotasi, post ileostomi, post colostomi, penakit jantung
bawaan , dll
- Gejala yang mengarah pada penyakit keganasan
- Batuk kronik
- Kelainan kulit
- Kelainan mata
- Diuresis terakhir
- Latar belakang sosial anak
KEP ringan
3. Pemeriksaan Sering ditemukan gangguan pertumbuhan:
Fisik - Anak tampak kurus
- Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti
- Berat badan tidak bertambah, adakalanya berat badan bahkan turun
- Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal.
- Maturasi tulang terlambat
- Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal/menurun
- Tebal lipatan kulit normal atau berkurang
- Anemia ringan
- Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat

KEP berat

Secara klinis terdapat 3 tipe, yaitu


- Kwashiorkor: Perubahan mental sampai apatis, anemia, rambut tipis kemerahan mudah
dicabut / rontok, gangguan sistem gastrointestinal, pembesaran hati, bercak merah
kecoklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermtosis), atrofi otot, edema
simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh

- Marasmus: Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus, perubahan mental,
cengeng, kulit kering, dingin dan mengendor, keriput, lemak subkutan menghilang hingga
turgor kulit berkurang, otot atrofi hingga kontur tulang terlihat jelas (iga gambang), kadang
terdapat bradikardi, tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya

- Marasmik-kwashiorkor: Didapatkan tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor


bersamaan.

- Kondisi tersebut sering disertai penyakit infeksi seperti diare, TB paru, infeksi HIV
- KLINIS
Kriteria - ANTROPOMETRIS (< 5 th : kurva WHO 2007, > 5 th : kurva CDC 2000)
Diagnosis
Tabel 1. Klasifikasi KEP menurut WHO
Tanda KEP KEP sedang KEP berat (gizi buruk)
(gizi kurang)
Edema simetrik tidak Tidak/Ya
BB/TB <-2SD (70-90%) <-3SD severe wasting (<70%)
TB/U <-2SD (85-89%) <-3SD (severe stunting (<85%)
Ditegakkan berdasarkan :
5. Diagnosis 1. Pemeriksaan Klinis
2. Antropometris
3. Pemeriksaan penunjang (termasuk untuk mencari penyakit yang menyertai/underlying
disease)

122
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

KEP BERAT (MARASMUS, KWASHIORKOR,


MARASMUS-KWASHIORKOR)
Adanya edem maupun asites pada kwashiorkor atau marasmik-kwasiorkor perlu dibedakan
6.DiagnosisBanding dengan :
- Sindroma nefrotik
- Sirosis hepatis
- Gagal jantung kongestif
- Pellagra Infantil
1. Kadar gula darah, darah tepi lengkap, urin lengkap, feses lengkap,
7.Pemeriksaan elektrolit serum, proteinserum (albumin, globulin), feritin.
Penunjang 2. Tes mantoux
3. Radiologi (dada, AP dan Lateral )
4. EKG
KEP berat ditata laksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan rehabilitasi) dengan 10
8.Terapi langkah tindakan sepertipada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Sepuluh langkah tata laksana KEP berat
No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 Mulai
Pemberian
Makanan
(F-75)
7 Pemberian
Makanutk
Tumbuh
kejar (F-100)
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
Medikamentosa

- Atasi : hipoglikemi, hipotermi, dan dehidrasi


- Hipoglikemi
Semua anak dengan KEP berat berisiko mengalami hipoglikemi. Pada saat datang
ke rumah sakit, anak harus segera diberi glukosa atau sukrosa 10%, atau makanan.
Pemberian makan yang sering penting untuk mencegah hipoglikemi.
Hipoglikemi dan hipotermi biasanya terjadi bersamaan dan sering merupakan tanda
infeksi. Biladitemukan hipotermi, harus dicek terhadap kemungkina hipoglikemi.
Dikatakan hipoglikemi bila kadar gula darah < 3mmol/L (<54 mg/dl). Bila gula darah
tidak bisa diukur harus dianggap setiap anak dengan KEP berat menderita
hipoglikemi.
Terapi
- Sukrosa atau glukosa 10% sebanyak 50ml per oral atau melalui sonde lambung
- Bila anak tidak sadar, berikan glukosa 10% intravena dengan dosis 5cc/kg BB . Jika
tidak tersedia, berilarutan glukosa 10% dengan sonde lambung
- Hipotermia
Hipotermi dikaitkan dengan peningkatan mortalitas pada anak dengan KEP berat.
Dikatakan hipotermibila temperatur aksila <35ºC atau tidak terbaca pada
thermometer. Temperatur rectal <35,5ºC.
Terapi
- Berikan makan atau minum manis segera
- Pastikan tubuh anak tertutup pakaian, termasuk kepala, selimuti dan tempatkan
pemanas atau lampu didekat anak, atau tempatkan anak pada dada atau perut
telanjang ibu, kemudian selimuti ibu dananak.
- Dehidrasi
Sering terjadi overdiagnosis terhadap dehidrasi dan overestimasi penilaian derajat
dehidrasi pada anak dengan KEP berat. Hal ini disebabkan sulitnya menilai status
dehidrasi secara akurat pada KEP berat dengan hanya menggunakan tanda klinis.
Anggap semua anak dengan diare cair mungkin mengalami dehidrasi.
Terapi
- Tata laksana dehidrasi didasarkan derajat dehidrasi. Kebanyakan anak dengan
dehidrasi dapat diatasi dengan cairan rehidrasi oral (CRO). Pada rehidrasi ringan
sedang (WHO rencana B), sebanyak 70- 100ml/kg CRO harus diberikan dalam 8-12
jam. Jika anak muntah, rehidrasi dapat ditunda selama 30- 60 menit, kemudian
dicoba kembali. Bila anak menolak minum atau tidak dapat minum, pasang sonde
lambung. Bila dehidrasi membaik, diat pemberian susu dapat dimulai walaupun
rehidrasi dengan CRO

123
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

KEP BERAT (MARASMUS, KWASHIORKOR,


MARASMUS-KWASHIORKOR)
belum selesai. Jangan menggunakan rute intravena untuk rehidrasi kecuali untuk syok.
- Bila didapatkan tanda syok, berikan larutan dekstrose 5% : NaCl 0,9% (1:1) atau Ringer-
Dekstrose 5%sebanyak 15 ml/kgBB dalam 1 jam pertama
- Evaluasi setelah 1 jam
- Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan
 dan status hidrasi ulangi pemberian cairan seperti diatas untuk 1 jam berikutnya
kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/mineral mix per oral/nasogastrik
10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula F-75
 Bila tidak ada perbaikan klinis maka anak menderita syok septik. Dalam hal ini
berikan cairan rumat sebanyak 4ml/kgBB/jam dan berikan darah sebanyak
10ml/kgBB/jam secara perlahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian F-
75 bila syok sudah taratasi
 Bila terdapat anemia berat dengan Hb <4g/dl, Hb 4-6g/dl disertai distress
pernapasan atau tanda gagal jantung, berikan transfusi darah segar 10ml/kgBB
dalam 3 jam. Bila ada tanda gagal jantung berikan transfusi “packed red cell”
untuk transfusi dengan jumlah yang sama. Berikan furosemid 1mg/kgBB secara i.v
pada saat transfusi dimulai.
 Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria,syok).Bila pada anak
dengan distress napas setelah transfusi Hb tetap <4g/dl atau antara 4-6g/dl,
jangan diulangi pemberian darah.
a. Antibiotik
- Infeksi tidak nyata: kotrimoxazol (4mg/kg/hari trimetoprim dan 20
mg/kg/harisulfametoxazol, dibagi 2 dosis) selama 5 hari.
- Infeksi nyata : ampicillin IV 100 mg/kg/hari, dibagi 4 dosis
selama 2 hari, dilanjutkan per oral (ampicillin/amokisisilin) dan
gentamicin 7,5 mg/kg IV/IMsekali sehari selama 7 hari.
b. Vitamin-mineral
- Vit A (dosis sesuai usia,yaitu <6 bulan : 50.000 SI,6-12 bulan: 100.000 SI,
> 1 tahun :200.000 SI) IM atau oral diberikan pada hari 1 & 2 kemudian
diulangpada hari ke 15 atau sebelum pulang
- Asam folat: 5 mg pada hari pertama, selanjutnya 1 mg/hari, selama 2 minggu
- MgSO4 40%: 0,25 ml/kg/hari maksimal 2ml,IM, selama 10 hari
- Seng sulfat ; 2-4 mg/kg/hari, selama 2 minggu
- Pemberian MgSO4 dan Seng bisa diganti dengan mineral mix
- Sulfas ferrosus : 3 mg/kg/hari, baru diberikan pada fase rehabilitasi.
Pengobatan penyakit penyerta seperti TB, diare akut,kronik,
penyakit jantungbawaan,dll

B. DIETETIK
- Oral atau enteral
 Gizi kurang : kebutuhan energi dihitung sesuai RDA untuk umur TB (height-age)
dikalikan berat badan ideal (target berat badan)
 Gizi buruk: lihat tabel (sesuai fase)
- Diet bisa diberikan peroral atau enteral melalui pipa nasogastrik pada kasus gangguan
absorbsi dengan continuous feeding atau intermiten
- Jenis diet pada fase stabilisasi harus hipoosmolar, rendah laktosa dan rendah serat
- Bila didapatkan diare kronik (persisten) diberikan formula/diet elemental, semi elemental
tergantung beratnya kerusakan mukosa usus yang dapat menimbulkan malabsorbsi
karbohidrat (laktosa), protein dan lemak
- Nutrisi parenteral (Intravena): hanya atas indikasi tepat.
Bisa diberikan secara parsial atau total tergantung toleransi pemberian enteral (absorbsi)
dan derajat beratnya diare kronik, untuk memenuhi total kalori yang diperlukan sesuai
kebutuhan.
- Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi dan berdasarkan berat badan, yaitu: BB <
7 kg diberi makanan bayi, BB ≥ 7 kg diberi makanan usia anak
- Makanan padat (solid) pada kasus diare kronik bisa dimulai dengan pemberian bubur
BREDA (bubur realimentasi daging ayam), modifikasi bubur rendah laktosa (soy based diet)
- Evaluasi : akseptabilitas, toleransi, reaksi simpang, kenaikan berat badan ≥ 50
g/kgBB/minggu

Tabel 3. Kebutuhan energi, protein dan cairan sesuai fase-fase tata laksana gizi buruk
tabilisasi (F75) Transisi (F75  F100) Rehabilitasi (F100)

Energi 80-100 kkal/kgbb/hr 100-150 kkal/kgbb/hr 150-220/kgbb/hr

Protein 1-1.5 g/kgbb/hr 2-3 g/kgbb/hr 4-6 g/kgbb/hr

Cairan 100-130 ml/kgbb/hr bebas sesuai kebutuhan


energi
Bila ada edema berat : 100
ml/kgbb/hr

124
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri 2022

KEP BERAT (MARASMUS, KWASHIORKOR, MARASMUS-KWASHIORKOR)

Tabel 4. Komposisi F75, F100, dan F135 beserta nilai kalori dan osmolaritas formula
Bahan makanan Per 1000 F 75 F100 F135
ml
Formula WHO
Susu skim bubuk g 25 85 9
0
Gula pasir g 100 50 6
5
Minyak sayur g 30 60 7
5
Larutan elektrolit ml 20 20 2
7
Tambahan air s/d ml 1000 1000 1000
Nilai Gizi
Energi Kkal 750 1000 1350
Protein g 9 29 3
3
Laktosa g 13 42 4
8
Kalium mmol 36 59 6
3
Natrium mmol 6 19 2
2
Magnesium mmol 4,3 7,3 8
Seng mg 20 23 3
0
Tembaga (Cu) mg 2,5 2,5 3,4
% Energi Protein - 5 12 1
0
% Energi Lemak - 36 53 5
7
Osmolaritas mosm/l 413 419 508

- Cuci tangan sebelum menyiapkan makan


Edukasi - Gunakan bahan makanan yang baik dan aman
- Peralatan masak yang bersih dan cara memasak yang benar

10.Prognosis Gizi buruk tanpa penyakit berat


Ad vitam :
dubia ad bonam Ad
sanationam : dubia
ad bonam Ad
fumgsionam :
dubia ad bonam

Gizi buruk dengan


penyakit yang bratAd
vitam : dubia
ad bonam
Ad sanationam :
dubia ad bonamAd
fumgsionam :
dubia ad bonam
11.Tingkat IV
Evidens
12.Tingkat C
Rekomen
dasi
1. dr Meiliza Madona Sp A
13. 2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
Penelaa
h Kritis
Indikator Medis Berat badan naik 50 gram/kg BB/ minggu, gejala klinis hilang atau berkurang
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis tatalaksana
Kepustakaan anak gizi buruk: buku I,II. Jakarta: Departemen Kesehatan. 2003
2. WHO. Management of severe malnutrition: a manual for physicians and
other senior healthworkers. Geneva: World Health Organization. 1999.
3. WHO Indonesia. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit rujukan tingkat
pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO Indonesia. 2009.
4. Penny ME. Protein-Energy Malnutrition.In: Walker WA, Watkins JB, Duggan
rd
C, eds. Nutrition in Pediatrics, Basic Science and Clinical Applications.3
ed. BC Decker Inc 2003.p174-90

125
5. World Health Organization. Integrated Management of Childhood Illness.
Management of the Child with a Serious Infection or Severe Malnutrition.
Guidelines for Care in the First- Referral Level in Developing Countries.
Geneva: World Health Organization. 2000
6. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Malnutrisi Akut Berat
dan Terapi NutrisiBerbasis Komunitas.IDAI 2011
7. Mann MD, Hiil ID, Peat GM. Protein and Fat absorption in prolonged
diarrhea in infancyArchives of Disease in Childhood, 1982, 57, 268-73
8. Clifford W, Walker A. Chronic Protracted Diarrhea of Infancy: A Nutritional
Disease. Pediatrics 1983;72;786

126
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

KEP BERAT (MARASMUS, KWASHIORKOR, MARASMUS-KWASHIORKOR)


9. Bhutta, Z.A., Molla, AM.. Issani, Z. et al. Dietary management of persistent
diarrhoea: Comparison of a traditional rice-lentil based diet with soy formula.
Pediatrics, 1991;88:1010-18.
10. Bhutta, Z.A., Molla, AM.. Issani, Z. et al. Nutrient absorption and weight gain
in persistent diarrhoea: Comparison of a rice- lentil/yogurt/milk diet with soy
formula. J. Pediatr. Gastroenterol.Nutr., 1994; 18:45-52.

Pare, 1 April 2022


Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

127
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

KEJANG PADA BAYI BARU LAHIR

1. Pengertian (definisi) Gangguan sementara fungsi otak dengan manifestasi gangguan kesadaran episodik
disertaiabnormalitas sistem motorik atau otonomik

2. Anamnesis  Riwayat hipoksik-iskemik ensefalopati


o general (asfiksia neonatorum)
o fokal (infark karena kelainan arteri atau vena)
 Riwayat perdarahan intrakranial (intraventrikular, subdural, trauma )
 Riwayat infeksi SSP (TORCH, meningitis, sepsis)
 Riwayat gangguan metabolik
o transient (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
o kelainan metabolisme bawaan (a.l.: defisiensi piridoxin)
 Riwayat kelainan kongenital SSP (hidrosefalus, hidransefali, porensefali,
kelainan pembuluhdarah otak)
 Riwayat ensefalopati bilirubin (kern ikterus)
 Riwayat maternal drug withdrawal (heroin, barbiturates, methadone, cocaine,
morfin)
 Idiopatik

3. Pemeriksaan Fisik  Subtle (samar) : kedipan mata, gerakan seperti mengayuh, apnea lebih dari
20 detik dengan detak jantung normal, tangisan melengking, mulut seperti
mengunyah/ menghisap
 Tonik (fokal dan general) : gerakan tonik seluruh ekstremitas, fleksi
ekstremitas atas disertaiekstensi ekstremitas bawah
 Klonik (fokal dan multifokal). Fokal : gerakan ritmis, pelan, menghentak
klonik. Multifokal :gerakan klonik beralih dari ekstremitas yang satu ke
ekstremits yang lain tanpa pola spesifik.
 Mioklonik (fokal, multifokal, general) : gerakan menghentak multipel dari
ekstremitas atasdan bawah.

4. Kriteria Diagnosis  Anamnesis


 Gejala klinis
 Pemeriksaan penunjang atas indikasi : laboratorium, USG kepala, EEG, dan CT
scan kepala

5. Diagnosis Neonatal seizures

6. Diagnosis Banding  Jitteriness


 Gerakan tidur mioklonus
 Apnea pada saat tidur
 Gerakan mengisap yang terputus

7. Pemeriksaan  Darah lengkap


 Gula darah
Penunjang  Serum elektrolit (natrium, kalsium, fosfat, dan magnesium)
 Faal pembekuan darah
 Kadar billirubin dan faal hati
 Pemeriksaan TORCH
 Analisa gas darah
 Pungsi lumbal
 USG kepala
 MRI kepala
 EEG

8. Terapi  Pertahankan homeostasis sistemik (pertahankan jalan nafas, usaha nafas dan
sirkulasi)
 Terapi etiologi spesifik
o Dekstrose 10% 2 mL/kg BB intravena bolus pelan dalam 5 menit
o Kalsium glukonas 10 % 200 mg/kg BB intravena (2 mL/kg BB) diencerkan
aquades samabanyak diberikan secara intra vena dalam 30 menit (bila
diduga hipokalsemia)
o Antibiotika bila dicurigai sepsis atau meningitis
o Piridoksin 50-100 mg/kg IV sebagai terapeutik trial pada defisiensi
piridoksin, kejang akanberhenti dalam beberapa menit
 Terapi antikejang
o Fenobarbital: Loading dose 20 mg/kg BB intravena dalam 15 menit, jika
tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 5 mg/kg BB tiap 5 menit sampai
total 40 mg/kg atau kejang berhenti.
o Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin: loading dose 20 mg/kg BB intra
vena kecepatan 1 mg/kg/menit
o Bila masih kejang dapat diberikan :
 Diazepam 0,3 mg/kg/jam (dengan support ventilasi mekanik)
 Midazolam 0,2 mg/kg iv kemudian 0,1-0,4 mg/kg/jam
o Rumatan fenobarbital dosis 3-5 mg/kg BB/hari dapat diberikan secara
intravena/intramuskuler/peroral , dimulai 24 jam setelah loading dose
o Rumatan fenitoin dosis 4-8 mg/kgBB/hari intravena dimulai dalam 12 jam
setelah loading dose
Penghentian obat anti kejang dapat dilakukan 2 minggu setelah bebas kejang dan

128
penghentian obat anti kejang sebaiknya dilakukan sebelum pulang kecuali
didapatkan lesi otak bermakna pada USG

129
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten
Kediri 2022

KEJANG PADA BAYI BARU LAHIR


atau CT Scan kepala atau adanya tanda neurologi abnormal saat akan pulang.

9. Edukasi  Bayi yang mengalami kejang mungkin mempunyai lebih dari satu penyebab,
misalnya HIEdengan hipokalsemia, atau sepsis dengan hipoglikemia
 Klinisi seharusnya tidak hanya mendiagnosis kejang saja tanpa mengetahui
penyebabdasarnya

10. Prognosis Ad vitam :


dubia ad malam Ad
sanationam : dubia ad
malam Ad
fumgsionam : dubia
ad malam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Level C


Rekomend
asi
dr Meiliza Madona Sp A
13. Penelaah Kritis dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin

14. Indikator Medis  Tidak didapatkan gejala kejang


 Bila penyebabnya sekunder (metabolik), 70% gejala menghilang dalam
24 jam bilapenyebabnya teratasi

15. Kepustakaan 1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management,
procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-6. New York: Lange
Books/Mc Graw-Hill, 2009; 374- 9.
2. Bergin AM. Neonatal seizures. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of
neonatal care; edisi ke-7. Boston: Lippincott Williams & Wilkins, 2012; 729-42..
3. Depkes RI. Klasifikasi kejang. Dalam: Buku bagan MTBM (Manajemen Terpadu
Bayi Muda Sakit). Metode tepat guna untuk paramedis, bidan dan dokter. Depkes
RI, 2001.
4. Young TE, Mangum B. Neofax. Dalam: Neofax, edisi ke-7, 2004: 154-155.
5. Indrasanto E, Dharmasetiawani N, Rohsiswatmo R, Kaban RK. Buku acuan
pelatihan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif. Jakarta:
Depkes RI, 2008; 273-80.
6. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan
obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta: Depkes RI, 2006; 84-92.

Pare, 1 April 2022


Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

130
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
SMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri
2022

HIPOGLIKEMIA PADA BAYI BARU LAHIR

1. Pengertian Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dL
(definisi) (2.6 mmol/L).

2. Anamnesis  Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, dan gangguan pernapasan
 Riwayat bayi prematur
 Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
 Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
 Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
 Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan

3. Pemeriksaan Fisik Gejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas

4. Kriteria Diagnosis  Terdapat gejala klinis hipoglikemia


 Kadar glukosa darah <45 mg/dL
 Pemantauan glukosa di tempat tidur untuk penapisan dan deteksi awal
 Hipoglikemia harus dikonfirmasi oleh nilai laboratorium serum jika memungkinkan

5. Diagnosis Neonantal Hipoglikemia

6. Diagnosis Banding  Penyakit SSP (perdarahan, infeksi)


 Sepsis
 Asfiksia
 Abnormalitas metabolik (hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia,
hipomagnesemia, defisiensipiridoksin)
 Insufisiensi adrenal

7. Pemeriks  Gula darah


aan  Darah lengkap
Penunjan  Serum elektrolit (natrium, kalsium, fosfat, dan magnesium)
g  Faal pembekuan darah
 USG kepala

8. Terapi a. Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3
hari pertama :
 Periksa kadar glukosa saat bayi datang/ umur 3 jam
 Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal
dalam 2 kalipemeriksaan
 Kadar glukosa ≤45 mg/dL atau gejala positif tangani hipoglikemia
 Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan
hipoglikemia selesai

b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala atau kadar glukosa <25 mg/dL


 Bolus glukosa 10% 2 mL/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 mL/menit
 Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kecepatan infus glukosa/ GIR 6-8
mg/kg/menit

 GIR (mg/kg/menit) = Kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi dextrose (%)


6 x BB (kg)
Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari
12,5% digunakanvena sentral.
 Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 4 jam
 Bila kadar glukosa masih <25 mg/dL, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti
diatas
 Bila kadar 25-45 mg/dL, tanpa gejala klinis :
- Infus D10 diteruskan
- Periksa kadar glukosa tiap 3 jam
- ASI diberikan bila bayi dapat minum
 Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dL dalam 2 kali pemeriksaan
- Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d)
- ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infusditurunkan pelan
- Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba

c. Kadar glukosa darah <45 mg/dL tanpa GEJALA :


 ASI teruskan
 Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas
 Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :
- Kadar < 25 mg/dL, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi (lihat ad b)
- Kadar 25-45 mg/dL naikkan frekuensi minum
- Kadar ≥ 45 mg/dL manajemen sebagai kadar glukosa normal

131
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

HIPOGLIKEMIA PADA BAYI BARU LAHIR


d. Kadar glukosa normal IV teruskan
 IV teruskan
 Periksa kadar glukosa tiap 12 jam
 Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas (lihat ad b)
 Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2
kali pemeriksaandalam batas normal, pengukuran dihentikan

e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)


 Hortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari
per oral,mencari kausa hipoglikemia lebih dalam
 Nifedipin dapat diberikan bila tidak membaik dengan kortikosteroid
 Bila masih hipoglikemia dapat octreotide

9. Edukasi  Pemantauan glukosa bisa dihentikan setelah bayi mulai menerima asupan dengan
penuh atau mendapatkan infus glukosa terus menerus secara teratur dan 3 kali
pemeriksaan yang dilakukan setiap jam hasilnya >45 mg/ dL
 Jika tanda kembali timbul dan pemberian asupan tidak bisa ditoleransi, mulai lagi dari
awal

10. Prognosis Ad vitam :


dubia ad bonam Ad
sanationam : dubia
ad bonam Ad
fungsionam : dubia
ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Level C


Rekomendasi

13. Penelaah Kritis dr Meiliza Madona, Sp A


dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin

14. Indikator Medis  Tidak didapatkan gejala klinis hipoglikemia dan kadar gula darah normal
 Kejang membaik
1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management,
15. Kepustakaan procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-6. New York: Lange
Books/Mc Graw-Hill, 2009; 313-7.
2. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan
obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta: Depkes RI, 2006; 56-7.
3. Wilker RE. Hypoglycemia and hyperglycemia Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds.
Manual of neonatal care; edisi ke-7. Boston: Lippincott Williams & Wilkins, 2012;
284-96.
4. Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. Buku panduan manajemen masalah
bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta: IDAI, MNH-
JHPIEGO, Depkes RI, 2004; 35-6.

Pare, 1 April 2022


Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

SINDROM NEFROTIK SERANGAN PERTAMA PADA ANAK


1. Pengertian(Definisi) Suatu kumpulan gejala yang terdiri dari sembab, hipoalbuminemia, proteinuria masif dan
hiperkolesterolemia.
2. Anamnesis  Sembab (palpebra, pretibia, asites, efusi pleura, skrotum)
 Oliguria
 Gejala infeksi (saluran nafas atas, eksantema virus)
 Nafsu makan menurun
 Diare
 Nyeri perut
 Atopi
 Riwayat keluarga sindrom nefrotik
3. Pemeriksaan Fisik  Edema (palpebra, pretibia, asites, efusi pleura, skrotum)
 Gejala akut abdomen pada peritonitis
4. Kriteria Diagnosis 1. Sembab
2. Albumin darah <2,5 g/dL
2
3. Proteinuria masif (>50 mg/kg/24 jam atau >40 mg/m /jam)
4. Kolesterol darah >200 mg/dL
5. Diagnosis Sindrom Nefrotik
6. Diagnosis Banding 1. Gagal jantung
2. Kwashiorkor
7. Pemeriksaan  Pemeriksaan darah: darah lengkap, albumin serum, kolesterol total serum, fungsi ginjal
Penunjang (BUN, kreatinin),elektrolit (kalium, natrium, klorida, kalsium)
 Pemeriksaan urine: urinalisis dan sedimen urine, protein urine 24 jam
 Foto toraks AP dan lateral kanan
 Workup TB: uji tuberkulin, BTA lambung
8. Terapi  Predniso(lo)n:
o Diberikan setelah workup TB selesai supaya tidak mempengaruhi hasil uji
tuberkulin. Bila terinfeksi TB, maka obat anti-tuberkulosis (OAT) diberikan bersamaan
dengan predniso(lo)n
2
o Fase induksi: 2 mg/kg/hari atau 60 mg/m /hari (dosis maksimal 60 mg/hari) sebagai
dosis tunggal pagihari selama 4-6 minggu
2
o Fase rumatan: 1,5 mg/kg/hari atau 40 mg/m /hari (dosis maksimal 40 mg/hari)
sebagai dosis alternate (selang sehari) pada pagi hari selama 4 minggu, kemudian
dosis diturunkan perlahan selama 4-16 minggu (masa pengobatan total 3-6 bulan)
 Kontrol edema: transfusi albumin 20% 1 g/kg selama 4 jam dengan Furosemide intravena
1-2 mg/kg saat transfusi berlangsung dan sesudah transfusi selesai
 Anti-proteinuria:
o Captopril 0,1-2 mg/kg/hari (tiap 8 jam)
o Losartan 0,5-2 mg/kg/hari (maksimal 100 mg)
 Suportif:
o Pemberian nutrisi yang adekuat dengan kalori normal sesuai usia, cukup
protein, rendah lemak,rendah gula, rendah garam (bila masih edema)
o Atasi infeksi atau inflamasi
o Jika terdapat komplikasi seperti gagal jantung atau renjatan, maka
tatalaksananya disesuaikan
dengan komplikasi yang terjadi.
9. Edukasi 1. Gejala klinis
Pada umumnya gejala-gejala klinis akan menghilang pada akhir minggu pertama
atau awal minggu kedua dan mencapai remisi sebelum 4 minggu. Bila didapatkan
hematuria atau proteinuria atau hipokomplementemia yang menetap, sebaiknya
perlu dilakukan biopsi ginjal. Dianjurkan untuk pengamatan setiap 4-6 minggu
selama 6 bulan pertama.
2. Terapi
Diperlukan kepatuhan terhadap protokol pengobatan steroid jangka panjang. Bila
kemudian didapatkan serangan berulang, diperlukan biopsi ginjal dan kombinasi
dengan obat-obatan lainnya.
3. Tumbuh Kembang
Penggunaan steroid jangka panjang bila terjadi kekambuhan atau serangan
berulang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak.
10.Prognosis Ad vitam : dubia
ad bonam/malam Ad
sanationam : dubia ad
bonam/malamAd
fungsionam : dubia ad
bonam/malam
11.Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr Meiliza Madona Sp A
2. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
14.Indikator Medis 80% penderita sindrom nefrotik akan remisi dalam waktu 3 bulan pengobatan

133
5.Kepustakaan 1. Bagga A, Menon S. Idiopathic nephrotic syndrome: initial management. Dalam:
Chiu MC, Yap HK, Eds. Practical Paediatric Nephrology-An Update Of Current
Practices. Edisi 1. Hong Kong: MedcomLimited, 2005: 109-15.
2. Lombel RM, Gipson DS, Hodson EM. Treatment of steroid-sensitive nephrotic
syndrome: new guidelines from KDIGO. Pediatr Nephrol 2013;28:415-26.
3. Niaudet P, Boyer O. Idiopathic nephrotic syndrome in children: clinical aspects.
Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, Eds. Pediatric
Nephrology. Edisi 6. Berlin: Springer-Verlag, 2009:667-702.
4. Noer MS. Sindrom nefrotik idiopatik. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah
K, Prasetyo RV, Alatas H, Tambunan T, et al, editor. Kompendium nefrologi anak.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan

Pare, 1 April 2022


Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

134
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
sMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Kabupaten Kediri 2022

SINDROM NEFROTIK SERANGAN PERTAMA PADA ANAK


Dokter Anak Indonesia, 2011:72-90.
5. Pais P, Avner ED. Idiopathic nephrotic syndrome. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF,
Schor NF, St.Geme III JW, Behrman RE, editor. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 19.
Philadelphia: ElsevierSaunders, 2011:1804-6.

6. Srivastava RN, Bagga A. Nephrotic syndrome. Dalam: Srivastava RN, Bagga A, Eds.
Pediatric Nephrology. Edisi 4. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd,
2005: 161-200.
7. Wirya IGNW. Sindrom nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO, editor. Buku Ajar N efrologi Anak. E di s i 2 . Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia,2002:381-426.
8. Yap HK, Aragon ET, Resontoc LPR, Yeo WS. Management of childhood nephrotic
syndrome. Dalam: Yap HK, Liu DI, Tay WC, editor. Pediatric Nephrology-On The Go.
Edisi 1. Singapore: National University Children’s Medical Institute, National University
Hospital, 2012: 122-35.

Pare, 1 April 2022


Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

135
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri 2022

DEMAM REUMATIK

1. Pengertian adalah penyakit multisistem terutama mengenai jantung, sendi, otak, jaringan kutan dan
(Definisi) subkutan, timbul setelah infeksi tenggorokan oleh Group A beta hemolytic streptococcal
Rheumatogenic strain (GABHS) dengan penyulit serius berupa gejala sisa pada katup jantung
dan disebut penyakit jantung rematik yang cenderung kambuh, akibat respons autoimun

2. Anamnesis Gejala mayor:


1. Karditis: takikardia, sesak, berdebar
2. Poli artritis: nyeri sendi hebat umumnya asimetris sehingga anak tidak mau jalan, sering nyeri
berpindah- pindah, bengkak, demam
3. Korea Sydenham: gerakan yang tidak disengaja dan tidak bertujuan, inkoordinasi muskular,
serta emosi yang labil. Manifestasi ini lebih nyata apabila pasien dalam keadaan stres, lidah
dapat terjulur keluar dan masuk mulut dengan cepat, pasien berbicara tertahan-tahan dan
meledak-ledak, koordinasi otot halus sukar. Tulisan tangannya buruk, yang ditandai oleh
coretan ke atas yang tidak mantap. Bila disuruh membuka dan menutup kancing baju pasien
menunjukkan inkoordinasi yang jelas, dan ia menjadi mudah kecewa. Kelabilan emosinya
khas, pasien sangat mudah menangis, dan menunjukkan reaksi yang tidak sesuai,
kehilangan perhatian, gelisah, serta tidak koperatif.
4. Eritema marginatum: ruam tidak gatal, makular, dengan tepi eritema yang menjalar dari
bagian satu ke bagian lain mengelilingi kulit yang tampak normal. Lesi ini berdiameter
sekitar 2,5 cm, tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, dan tidak melibatkan
wajah.
5. No
dulus
subku
tan
Manif
estasi
minor:
1. Demam
2. Atralgia: nyeri sendi ringan, biasanya sendi besar
3. Riwayat demam reumatik atau penyakit jantung reumatik
3. Pemeriksaan Manifestasi mayor:
Fisik a. Karditis
b. Poliartritis
c. Korea
d. Eritema marginatum
e. Nodul subkutan

Manifestasi minor:
1. Demam
2. Arthralgia

4. Kriteria Diagnosis a. Memenuhi minimal 2 kriteria mayor di atas atau


b. Memenuhi minimal1 kriteria mayor ditamabh 2 kriteria minor, ditambah adanya gejala
infeksi streptokokusbeta hemolitikus golongan A sebelumnya.
5. Diagnosis Demam Reumatik
6. Diagnosis 1. Artritis reumatoid
Banding 2. Artrids bakterial.
3. Artritis virus.
4. Reaksi alergi.
5. Bising fungsionil.
6. Kelainan jantung bawaan.
7. Miokarditis virus
8. Miokarditis bakterial lain.
9. Lupus eritematosus sistemik

7. Pemeriksaan a. Darah lengkap


Penunjang b. LED
c. C-Reactive Protein
d. ASO
e. Kultur hapusan tenggorok atas indikasi
f. Foto thorax
g. EKG
h. Ekokardiografi

136
8. Terapi 1. Iirah baring:
Tanpa Karditis:
Tirah baring selama 2 minggu dan mobilisasi bertahap selama 2
mingguKarditis tanpa Kardiomegali:
Tirah baring selama 4 minggudan mobilisasi bertahap
selama 4 mingguKarditis dengan Kardiomegali:
Tirah baring selama 6 minggu dan mobilisasi bertahap selama 6
mingguKarditis dengan gagal jantung:
Tirah baring selama dalam keadaan gagal jantung dan mobilisasi
2. Pemusnahan GABHS dan Pencegahan Sekunder
- Penisilin Benzatin 600.000 U untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg
dan l,2juta U bilaberat badan lebih dari 30 kg, diberikan sekali.
- Penisilin oral 4 x 250 mg/hari untuk anak besar dan 4 x 125 mg/hari bila berat badan
kurang dari 20kg, diberikan selama 10 hari.
- Pada penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin 5Q mg/kg
BB/hari selama10 hari

137
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten Kediri
2022

DEMAM
REUMATIK
3. Analgesik dan anti-inflamasi
- Artralgia: Salisilat saja 75-100 mg/kg BB/hari
- Artritis saja, dan/atau karditis tanpa kardiomegali:
Salisilat saja 100
mg/kg BB/hari 2
minggu dilanjutkan
dengan 75 mg/kg BB
4-6 minggu
- Karditis dengan
kardiomegali atau gagal
jantung: Prednison 2 mg/kg/
BB/hari selama 2
minggu,dikurangi bertahap
selama 2 minggu ditambah
salisilat 75 mg/kg BB
selama 6 minggu.
9. Edukasi a. Penjelasan perjalanan penyakit dan komplikasi
b. Penjelasan pemberian medikamentosa & tindakan yang akan dilakukan

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonamAd fumgsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV


12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis 1 dr Meiliza Madona Sp A
2 dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin
14. Indikator Medis 80% pasien sembuh dalam waktu 14 hari
15. Kepustakaan 1. Ayoub EM. Acute Rheumatic Fever. Dalam: Allen HD, Clark EB, Gutgesell HP,
Driscoll DJ. Moss andAdams’ Heart Disease in Infants, Children, and Adolescents
including the Fetus and Young Adult. Edisi ke
6. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2001. h.1226-41.
2. Oliver C. Rheumatic fever- Is it still a problem ? Journal of Antimicrobial
chemotherapy.2000; 45: 13-21
3. Park MK, Troxler RG. Pediatric Cardiology for Practitioners. Edisi ke 4. St Louis :
Mosby, 2002. h. 304-10.
4. Taranta A, Markowitz M. Rheumatic Fever. Edisi ke 2. Dordrecht : Kluwer Academic
Publishers, 1989.
5. Tandon R. Is it possible to Prevent Rheumatic Fever ? Indian Heart Journal 2004; 56:
677-67
6. Tani LY, Veasy LG, Minich LA and Shaddy RE. Rheumatic fever in Children
younger than 5 years : Is thepresentation different ? Pediatrics 2003; 112; 1065-1068
7. WHO Technical reports series. RHEUMATIC FEVER AND RHEUMATIC HEART
DISEASE. Geneva 2004.
8. WHO Study Group, Report of rheumatic fever and rheumatic heart Disease. WHO
Geneva, 1988

Pare, 1 April 2022


Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

138
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten
Kediri 2022

PERDARAHAN GASTROINTESTINAL PADA ANAK

1. Pengertian (Definisi)
Perdarahan gastrointestinal dapat terjadi dimana saja pada traktus
digestivus dari mulut sampai dengan anus. Darah dapat terlihat pada tinja
atau muntahan atau dapat saja perdarahan tersembunyi yang hanya dapat
diliha dengan pemeriksaan laboratorium.

Perdarahan Gastrointestinal dibagi menjadi:


Perdarahan gastrointestinal atas ialah perdarahan yang terjadi pada saluran
cerna bagian proksimal dar ligamentum Treitz
Perdarahan gastrointestinal bawah ialah perdarahan yang terjadi pada
saluran cerna dibawah ligamentum Treitz
2. Anamnesis Konfirmasi darah yang keluar benar- benar keluar dari traktus digestivusJumlah darah yang
keluar dan karakteristiknya
Anak tampak sakit akut atau
kronis Apakah perdarahan
masih berlangsung
Riwayat pemberian obat (antikoagulan, aspirin,dll)
Riwayat penyakit terdahulu (epitaksis, penyakit hati, perdarahan)Riwayat muntah hebat
kemudian disusul muntah darah

3. Pemeriksaan Fisik  Kesadaran dan tanda vital


 Tanda-tanda syok
 Peningkatan nadi 20/menit atau penurunan tekanan darah sistolik 10 mmHg saat dari
duduk akanberdiri merupakan tanda terjadi perdarahan yang cukup signifikan
 Tanda-tanda hipertensi portal, obstruksi intestinal, koagulopati, epistaksis, fisura ani dan
hemoroid
 Pemeriksaan colok dubur

4. Pemeriksaan  Apt test untuk membedakan darah bayi dan darah ibu
Penunjang  Foto polos abdomen

5. Kriteria  Gejala Klinis


Diagnosis  Derajat perdarahan
 Komplikasi (apabila terjadi)

6. Diagnosis Perdarahan gastrointestinal atas atau bawah

7. Diagnosis Banding Hipertensi Portal Tifus AbdominalisMegakolon toksik


Tumor colon NEC
8. Terapi 1. Resusitasi cairan
2. Kumbah lambung dengan menggunakan normal saline
3. Perdarahan dari pembuluh darah (varises, kelainan vaskuler) yang persisten:

2
Ocreotide 25-30 µg/m /jam, keduanya dapat diberikan selama 24 jam apabila
diperlukan
 Konsul bedah anak pro pembedahan darurat
4. Perdarahan akibat ulkus : antasida, dekompresi gaster, elektrokauter, injeksi epinefrin
local
9. Edukasi 1. Tanda-tanda syok
2. Tanda-tanda perdarahan

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fungsionam :


dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi

13. Penelaah Kritis a. dr Meiliza MAdona Sp A


b. dr Chasan Ismail Sp A M Ked Klin

14. Indikator Medis Tidak anemia Perdarahan berhenti

139
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KMF Ilmu Kesehatan AnakRSUD Kabupaten
Kediri 2022

PERDARAHAN GASTROINTESTINAL PADA ANAK

15. Kepustakaan Suraatmaja, S. Kapita selekta


Gastroenterologi Anak. 2010UKK
Gastrohepatologi. Buku Ajar
Gastrohepatologi 2011

Pare, 1 April 2022 Direktur RSUD Kabupaten Kediri

Dr. dr. Ibnu Gunawan, MM

140

Anda mungkin juga menyukai