Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN


(PERENCANAAN BANGUNAN BAWAH JEMBATAN)

Disusun oleh :

MOH.ASRI AL-AZHARI
ARIANTO S.HUMOKOR
GUNAWAN
SUJIPTO
FEMI AGNES F.RAWALI
NURLENA
NINA SAKINA
TRI WAHYUNI
SRI WAHYUNI
HAMIDA

UNIVERSITAS MADAKO TOLITOLI


TAHUN AJARAN 2022/2023
Direpresentasikan dalam modul seri/judul: BDE-04 Perencanaan Bangunan Bawah
Jembatan.
a. Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) terdiri dari:

1. Menetapkan tipe dan jenis bangunan bawah jembatan, direpresentasikan


sebagai bab modul berjudul: Bab 2 Penetapan Tipe dan Jenis Bangunan
Bawah Jembatan.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:

1.1 Beban yang bekerja pada struktur bangunan bawah jembatan


diperhitungkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku.
1.2 Tipe dan jenis abutment jembatan ditetapkan sesuai dengan
persyaratan teknis yang ditentukan.
1.3 Tipe dan jenis pilar jembatan ditetapkan sesuai dengan persyaratan
teknis yang ditentukan.

2. Merencanakan abutment jembatan direpresentasikan sebagai bab mocul


berjudul : Bab 3 Perencanaan Abutment Jembatan.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:

2.1 Kriteria desain abutment jembatan ditetapkan sesuai dengan


ketentuan teknis yang berlaku
2.2 Ketentuan pembebanan jembatan yang berlaku untuk perencanaan
abutment diterapkan.
2.3 Dimensi abutment dihitung dan direncanakan sesuai dengan
persyaratan teknis yang ditentukan.

3. Merencanakan pilar jembatan, direpresentasikan sebagai bab modul


berjudul: Bab 4 Perencanaan Pilar Jembatan.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:

3.1 Kriteria desain pilar jembatan diterapkan sesuai dengan ketentuan


teknis yang berlaku.
3.2 Ketentuan pembebanan jembatan yang berlaku untuk perencanaan
pilar diterapkan
3.3 Ketentuan pembebanan jembatan yang berlaku untuk perencanaan
abutment diterapkan.
3.4 Dimensi abutment dihitung dan direncanakan sesuai dengan
persyaratan teknis yang ditentukan.

4. Merencanakan pilar jembatan, direpresentasikan sebagai bab modul


berjudul: Bab 4 Perencanaan Pilar Jembatan.
Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab
yang terdiri dari:

4.1 Kriteria desain pilar jembatan diterapkan sesuai dengan ketentuan


teknis yang berlaku.
4.2 Ketentuan pembebanan jembatan yang berlaku untuk perencanaan
pilar diterapkan.
4.3 Dimensi pilar dihitung dan direncanakan sesuai dengan persyaratan
teknis yang ditentukan.

Struktur Bawah (Sub Structure)

Struktur bawah adalah bagian bawah jembatan yang berfunfsi untuk menerima
beban dari struktur atas dan kemudian menyalurkan ke pondasi. Beban- beban tersebut
kemudian disalurkan ke tanah. Bagian-bagian dari struktur bawah jembatan antara lain
adalah kepala jembatan (abutment), pilar, dan pondasi untuk kepala jembatan dan juga
pilar.
PENETAPAN TIPE DAN
JENIS BANGUNAN BAWAH JEMBATAN

2.1. Umum

Struktur bawah adalah bagian bawah jembatan yang berfunfsi untuk menerima beban
dari struktur atas dan kemudian menyalurkan ke pondasi. Beban- beban tersebut
kemudian disalurkan ke tanah. Bagian-bagian dari struktur bawah jembatan antara lain
adalah kepala jembatan (abutment), pilar, dan pondasi untuk kepala jembatan dan juga
pilar.

Bab ini mengetengahkan uraian mengenai penetapan tipe dan jenis bangunan
bawah jembatan yang mencakup beban-beban yang bekerja pada bangunan bawah
jembatan, penetapan tipe dan jenis abutment, serta penetapan tipe dan jenis pilar
jembatan.
Beban-beban yang bekerja pada bangunan bawah jembatan, menjelaskan
beban dan gaya yang berasal dari bangunan atas maupun berat sendiri bangunan
bawah jembatan, beban hidup dan gaya-gaya lain, serta kombinasi pembebanan yang
harus diperhitungkan dalam perencanaan abutment maupun pilar jembatan.

Penetapan tipe dan jenis abutment jembatan, menjelaskan faktor-faktor yang


perlu dijadikan pertimbangan dalam menetapkan tipe dan jenis abutment jembatan
antara lain tinggi abutment, kondisi tanah pondasi, dan beban kerja dari bangunan
atas.

Penetapan tipe dan jenis pilar jembatan, menjelaskan faktor-faktor yang perlu
dijadikan pertimbangan dalam menetapkan tipe dan jenis pilar jembatan antara lain
tinggi pilar, kondisi tanah pondasi, beban kerja dari bangunan atas, dan jika pilar
dibangun untuk jembatan yang melintasi sungai maka bentuk potongan melintang
pilar berupa bulat telur atau lingkaran lebih tepat untuk dipilih guna memperkecil
terhambatnya aliran air.
2.2. Beban-beban Yang Bekerja Pada Struktur Bangunan Bawah

Beban-beban yang bekerja pada bangunan bawah jembatan diperhitungkan


mengikuti pedoman pembebanan perencanaan jembatan jalan raya yang berlaku, yaitu
Pedoman Perencanaan Pembebanan Jalan Raya - SKBI 1.3.28.1987 atau BMS7-C2-Bridge
Design Code 1992. Penggunaan kedua jenis pedoman tersebut untuk perencanaan
jembatan prinsip dasarnya sama yaitu jembatan direncanakan dengan memperhitungkan
beban dan gaya-gaya dan berbagai kombinasi gaya-gaya yang bekerja pada elemen-
elemennya, kemudian diperiksa apakah elemen-elemen jembatan tersebut mampu memikul
kombinasi gaya-gaya dimaksud.
Berdasarkan SKBI – 1.3.28.1987 perencanaan jembatan dilakukan dengan cara
perencanaan “tegangan kerja” KBL (keadaan batas daya layan – working stress design)
atau perencanaan cara elastis. Sedangkan berdasarkan BMS7-C2-Bridge Design Code
1992 prosedur perhitungan mempertimbangkan perilaku struktural secara plastis atau
disebut KBU (keadaan batas ultimit atau runtuh). Pada cara KBU, beban yang bekerja
dikalikan dengan faktor beban secara masing-masing (kapasitas ultimit direduksi oleh faktor
reduksi bahan) dan faktor beban untuk kombinasi beban. Hasil akhir adalah
mempertahankan tegangan dalam rentang elastis. Dengan demikian KBU mengikuti teori
kekuatan ultimit dan teori elastis.
Pedoman pembebanan untuk perencanaan jembatan jalan raya merupakan dasar
dalam menentukan beban-beban dan gaya-gaya untuk perhitungan tegangan- tegangan
yang terjadi pada setiap bagian jembatan jalan raya. Penggunaan pedoman dimaksudkan
untuk mencapai perencanaan ekonomis sesuai kondisi setempat, tingkat keperluan,
kemampuan pelaksanaan dan syarat-syarat teknis lainnya sehingga perencanaan menjadi
efektif.
Penggunaan SKBI 1.3.28.1987

Jika menggunakan SKBI 1.3.28.1987, pedoman pembebanan untuk perencanaan


jembatan jalan raya meliputi data-data beban primer, beban sekunder dan beban
khusus serta persyaratan perencanaan untuk penyebaran beban, kombinasi
pembebanan, syarat ruang bebas dan penggunaan beban hidup tidak penuh.
Pedoman berdasarkan SKBI 1.3.28.1987 tersebut dapat digunakan untuk
perencanaan jembatan dengan panjang bentang  200 m, dengan mengadakan
modifikasi sesuai jenis konstruksi dan kondisi lapangan.

Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang beban-beban yang diperhitungkan
dalam perencanaan jembatan, artinya juga untuk bangunan bawah (abutment dan
pilar) jembatan:

 Beban primer, adalah beban yang merupakan beban utama dalam perhitungan
tegangan pada setiap perencanaan jembatan.
 Beban sekunder, adalah beban yang merupakan beban sementara yang selalu
diperhitungkan dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan
jembatan.
 Beban khusus, adalah beban yang merupakan beban-beban khusus untuk
perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan.
 Beban mati, adalah semua beban yang berasal berat sendiri jembatan atau
bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang dianggap
merupakan satu kesatuan tetap dengannya.
 Beban hidup, adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-
kendaraan bergerak / lalu litas dan/atau pejalan kaki yang dianggap bekerja
pada jembatan.
 Beban mati primer, adalah berat sendiri dari pelat dan sistem lainnya yang
dipikul langsung oleh masing-masing gelagar jembatan.
 Beban mati sekunder, adalah berat kerb, trotoir, tiang sandaran dan lain-lain
yang dipasang setelah pelat dicor. Beban tersebut dianggap terbagi rata di
semua gelagar.
Penggunaan beban-beban tersebut untuk perencanaan bangunan bawah jembatan
termasuk kombinasi pembebanannya dilakukan dengan mengacu pada ketentuan
dan peryaratan teknis yang secara rinci diatur dalam SKBI 1.3.28.1987.

Penggunaan BMS7-C2-Bridge Design Code 1992

Jika perencana menggunakan BMS7-C2-Bridge Design Code 1992 sebagai


pedoman perencanaan teknis, maka beban-beban dan parameter-parameter lain
yang diperhitungkan adalah sebagai berikut:

 Beban pelaksanaan, adalah beban sementara yang mungkin bekerja pada


bangunan secara menyeluruh atau sebagian selama pelaksanaan.
 Beban mati, adalah beban tetap.
 Aksi rencana, adalah aksi nominal yang telah bertambah atau berkurang oleh
faktor beban.
 Lajur lalu lintas rencana, adalah strip dengan lebar 2.75 m dari jalur yang
digunakan dimana pembebanan lalu lintas rencana bekerja.

 Jangka waktu aksi, adalah perkiraan lamanya aksi bekerja dibandingkan dengan
umur rencana jembatan. Ada 2 macam kategori jangka waktu yang diketahui:
 Aksi tetap, adalah aksi yang bekerja sepanjang waktu dan bersumber pada
sifat jembatan, cara jembatan dibangun dan bangunan lain yang mungkin
menempel pada jembatan.
 Aksi transient, yaitu aksi yang bekerja dengan waktu yang pendek, walaupun
mungkin terjadi seringkali.
 Aksi lingkungan, termasuk pengaruh yang timbul akibat temperatur, angin, aliran
air, gempa dan penyebab-penyebab alamiah lainnya.

 Beban hidup yang dimaksud dalam tatacara ini adalh beban transient.

 Faktor beban, adalah pengali numerik yang digunakan pada aksi nominal untuk
menghitung aksi rencana. Faktor beban diambil untuk memperkecil kesalahan-
kesalahan yang disebabkan oleh:
 Adanya perbedaan yang tidak diinginkan pada beban.
 Ketidaktepatan dalam memperkirakan pengaruh pembebanan.
 Adanya perbedaan ketepatan dimensi yang dicapai dalam pelaksanaan.
 Aksi nominal, adalah aksi yang dianggap mampu bekerja memikul beban akibat
periode ulang banjir 50 tahun jika data statistik dinilai cukup dan dapat
digunakan untuk perhitungan banjir ulang dimaksud. Jika data statistik tidak
cukup, maka harga nominal dianggap kira-kira mendekati akibat yang diperoleh
karena banjir ulang 50 tahun.

 Faktor beban biasa, adalah faktor pegaruh dari aksi rencana karena
pengurangan keamanan konstruksi.

 Lajur lalu lintas biasa adalah lajur yang diberi marka pada permukaan untuk
mengendalikan lalu lintas.

 Faktor beban terkurangi, adalah faktor yang digunakan apabila pengaruh dari
aksi rencana mengakibatkan penambahan keamanan.

 Lebar jembatan adalah lebar keseluruhan dari jembatan yang dapat digunakan
oleh kendaraan termasuk lalu lintas bisaa, bahu yang diperkeras, marka median,
dan marka yang berupa strip. Lebar jalan membentang dari trotoir yang
dipertinggi ke trotoir lainnya. Atau kalau trotoir tidak dipertinggi, adalah dari
penghalang bagian dalam ke penghalang lainnya.

 Tipe Aksi. Dalam hal-hal tertentu aksi bisa meningkatkan respon total jembatan
(mengurangi keamanan) pada salah satu bagian jembatan, akan tetapi
mengurangi respon total (menambah keamanan) pada bagian lainnya, sehingga:
 Tak dapat dipisah-pisahkan, artinya aksi tidak dapat dipisah ke dalam salah
satu bagian yang mengurangi keamanan dan bagian lain yang menambah
keamanan (misalnya pembebanan ”T”).
 Tersebar, dimana bagian aksi yang mengurangi keamanan dapat diambil
berbeda dengan bagian aksi yang menambah keamanan (misalnya beban
mati tambahan).
 Berat dari suatu benda adalah gaya gravitasi yang bekerja pada massa
benda tersebut (kN).
Berat = massa x g, dimana g = percepatn akibat gravitasi.

Penggunaan beban-beban tersebut untuk perencanaan bangunan bawah jembatan


termasuk kombinasi pembebanannya dilakukan dengan mengacu pada ketentuan
dan peryaratan teknis yang secara rinci diatur dalam BMS7-C2-Bridge Design Code
1992.
2.3. Tipe dan Jenis Abutment Jembatan

Abutment adalah suatu bangunan yang didesain untuk meneruskan beban dari
bangunan atas, baik beban mati atau beban hidup, berat sendiri dari abutment
(beban mati) dan tekanan tanah ke tanah pondasi.
Jenis dari abutment yang sekarang lazim digunakan adalah abutment dari beton
bertulang (minimal mutu sedang), sedangkan dari abutment tipe lama dikenal jenis
abutment yang dibuat dari pasangan batu kali, sering disebut sebagai abutment tipe
gravitasi. Berikut ini diberikan bentuk umum dari tipe-tipe abutment yang sering
digunakan:

Tipe T Terbalik
Tipe Gravitasi Tipe Balok Kepala Tipe T Terbalik
dengan Penopang

Gambar 2-1 Tipe-tipe Abutment

Abutment tipe gravitasi pada umumnya dijumpai pada jembatan-jembatan jalan


raya maupun jembatan jalan kereta api yang dibangun pada masa kolonial. Tinggi
abutment tipe gravitasi ini pada umumnya dibatasi sampai dengan 5 m, bahan yang
dipilih untuk abutment tipe ini pasangan batu kali. Pada umumnya abutment tipe ini
dipilih karena kondisi tanah dasar baik dan memungkinkan untuk dibuat pondasi
langsung.
Abutment tipe balok kepala (pile cap) sekarang sering digunakan, dimaksudkan
untuk memperkecil berat sendiri dari abutment, sementara itu untuk mencapai tanah
keras diperlukan tiang pancang karena lokasi tanah keras yang berfungsi sebagai
pondasi untuk memikul jembatan lokasinya “agak dalam” atau “dalam” dihitung dari
permukaan tanah dasar.
Abutment tipe T terbalik, ini merupakan tipe yang mulai digunakan pada era tahun
1970-an sampai sekarang, pada umumnya digunakan apabila tinggi abutment
berkisar antara 6-12 m. Kadang-kadang perencana mengambil tipe ini meskipun
tinggi abutment hanya 2 m, atau bahkan untuk abutment dengan tinggi 15 m juga
masih menggunakan tipe ini. Abutment tipe T terbalik ini dapat dipikul oleh tiang
pancang, atau sumuran atau bahkan pondasi langsung tergantung, pada kondisi
tanah di bawah abutment.

Abutment tipe T terbalik dengan penopang, tipe ini jarang digunakan, pada
umumnya digunakan apabila tinggi abutment berkisar antara 9-20 m. Kadang-
kadang perencana mengambil tipe ini meskipun tinggi abutment hanya 5 m, padahal
sebenarnya dapat digunakan alternative lain yaitu tipe T terbalik tanpa penopang.
Abutment tipe T terbalik ini dapat dipikul oleh tiang pancang, atau sumuran atau
bahkan pondasi langsung tergantung, pada kondisi tanah di bawah abutment.
Permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan tipe ini adalah keberadaan
penopang akan menyulitkan pemadatan timbunan oprit jembatan.
Berikut ini diberikan grafik yang menunjukkan hubungan antara tipe abutment
dengan tinggi pemakaian:

Tinggi Pemakaian (m)


Tipe Abutment 0 5 10 1 20
5
Tipe T Terbalik
dengan Penopang

Tipe T Terbalik

Tipe Semi Gravitasi

Tipe Gravitasi

Sumber : Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Penterjemah Ir. L. Taulu dkk, Ir.
Suyono Sosrodarsono – Kazuto Nakazawa - 1981
2.4. Tipe dan Jenis Pilar Jembatan

Pilar adalah suatu bangunan yang didesain untuk meneruskan beban dari bangunan
atas, baik beban mati atau beban hidup, berat sendiri dari pilar (beban mati) ke
tanah pondasi. Dari segi jenis, pilar dibuat dari beton bertulang minimal mutu
sedang.

Apabila pilar jembatan ditempatkan di sungai, maka pertama-tama yang harus


dipertimbangkan adalah memilih bentuk pilar yang sekecil mungkin mempengaruhi
arus air sungai terutama pada waktu banjir. Arus air sungai mengalami hambatan
yang kecil apabila potongan pilar berbentuk bulat telur dengan dinding pilar yang
tipis serta arah dinding pilar sejajar dengan arah aliran air . Atau bisa juga potongan
pilar berbentuk lingkaran, akan tetapi apabila diameter lingkaran cukup besar juga
akan mengganggu aur air banjir. Potongan melintang pilar berbentuk lingkaran ini
akan lebih cocok digunakan untuk jembatan yang melintasi sungai dengan posisi
”skew”. Dalam hal ini, kemanapun arah aliran, luas penampang basah sungai yang
terganggu oleh adanya pilar tetap sama.

Pada sketsa pilar tersebut di bawah, diberikan bentuk-bentuk umum pilar yang
dibangun di sungai serta di darat:

Tipe pilar yang dibangun di sungai

Tipe pilar yang dibangun di darat

Gambar 2-2 Tipe-tipe Pilar


Sumber : Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Penterjemah Ir. L. Taulu dkk, Ir.
Suyono Sosrodarsono – Kazuto Nakazawa – 1981
Perencanan pilar jembatan perlu memperhatikan penggerusan akibat aliran
air banjir di sekitar dinding pilar. Ternyata penggerusan terdalam terjadi pada
bagian lengkungan dinding. Sudut kemiringan lereng yang tergerus kurang
lebih sama dengan sudut material dasar yang terkumpul dalam air yaitu
sekitar 30-40 derajat meskipun bervariasi sesuai dengan ukuran butir,
merupakan penggerusan berbentuk kerucut.

Untuk jelasnya lihat sketsa berikut:

Gambar 2-2 Penggerusan sekitar pilar oleh arus banjir


Sumber : Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Penterjemah Ir. L. Taulu
dkk, Ir. Suyono Sosrodarsono – Kazuto Nakazawa – 1981

Pada gambar di atas terlihat bahwa scouring terjadi di ujung bawah pilar
tempat air banjir “menabrak” dinding pilar. Jika scouring akibat arus air
tambah besar, bisa terjadi keruntuhan pilar yang akhirnya menyebabkan
jembatan runtuh.
Pondasi Tiang Bor

Pondasi secara umum dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok


besar sebagai berikut:
1. Pondasi Dangkal (Shallow Foundation)
 Pondasi telapak (spread footing)
 Pondasi rakit (raft foundation)
2. Pondasi Dalam (Deep Foundation)
 Pondasi tiang (pile footing)
 Pondasi sumuran (well footing)
 Pondasi kaison (caisson footing)
Menurut Hary Christady Hardiyantmo, Analisis dan Perancangan Pondasi II
(2015). Pondasi tiang bor (bored pile) adalah pondasi tiang yang
pemasangannya dilakukan dengan mengebor tanah pada awal pengerjaannya.
Bored pile dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih
dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan dicor beton.
Fungsi pondasi tiang bor pada umumnya dipengaruhi oleh besar atau
bobot dan fungsi bangunan yang hendak didukung dan jenis tanah sebagai
pendukung konstruksi seperti :

1. Transfer beban dari konstruksi bangunan atas (upper structure) ke


dalam tanah melalui selimut tiang dan perlawanan ujung tiang.
2. Menahan daya desak ke atas (up live) maupun guling yang terjadi
akibat kombinasi beban struktur yang terjadi.
3. Memampatkan tanah, terutama pada lapisan tanah yang lepas (non
cohesive).
4. Mengontrol penurunan yang terjadi pada bangunan terutama pada
bangunan yang berada pada tanah yang mempunyai penurunan
yang besar.
5. Transfer beban dari konstruksi bangunan atas (upper structure) ke
dalam tanah melalui selimut tiang dan perlawanan ujung tiang.
6. Menahan daya desak ke atas (up live) maupun guling yang terjadi
akibat kombinasi beban struktur yang terjadi.
7. Memampatkan tanah, terutama pada lapisan tanah yang lepas (non
cohesive).
8. Mengontrol penurunan yang terjadi pada bangunan terutama pada
bangunan yang berada pada tanah yang mempunyai penurunan
yang besar.
Keuntungan dalam pemakaian pondasi tiang bor dibandingkan dengan tiang
pancang adalah:
1. Pemasangan tidak menimbulkan gangguan suara dan getaran
yang membahayakan bangunan sekitarnya
2. Mengurangi kebutuhan beton dan tulangan dowel pada pelat
penutup tiang (pile cap)
3. Kedalaman tiang dapat divariasikan
4. Tanah dapat diperiksa dan dicocokkan dengan data laboratorium
5. Tiang bor dapat dipasang menembus batuan
6. Diameter tiang memungkinkan dibuat besar
7. Tidak ada resiko kenaikan muka tanah
8. Penulangan tidak dipengaruhi oleh tegangan pada waktu pengangkutan
dan pemancangan.
Namun, pondasi tiang bor ini juga mempunyai kelemahan, diantaranya:

1. Pengecoran tiang dipengaruhi kondisi cuaca


2. Pengecoran beton agak sulit bila dipengaruhi air tanah karena mutu beton
tidak dapat di kontrol dengan baik.
3. Mutu beton hasil pengecoran bila tidak terjamin keseragamannya di
sepanjang badan tiang bor mengurangi kapasitas dukung tiang bor, terutama
bila tiang bor cukup dalam.
4. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa
pasir atau tanah yang berkerikil.
5. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan
tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tiang.

Anda mungkin juga menyukai