Anda di halaman 1dari 13

PEMANTAUAN DAN EVALUASI KONSERVASI SUMBER DAYA MINERAL

PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN DI KABUPATEN LUWU TIMUR,


PROVINSI SULAWESI SELATAN
Oleh :
R.Hutamadi, Umi Kuntjara, Hendro Fujiono

Sari
Dalam rangka mendorong penerapan konservasi sumber daya mineral (bahan galian), pada Tahun
Anggaran 2005 telah dilaksanakan pemantauan dan evaluasi konservasi pada penambangan di daerah
Kabupaten Luwu Timur, Propinsi Sulawesi Selatan. Program ini dititikberatkan pada penambangan nikel
laterit di wilayah Kontrak Karya PT.Internasional Nickel Indonesia (INCO) di Sorowako, Malili dan
sekitarnya.
PT. Internasional Nickel Indonesia (INCO) mulai menandatangani kontrak karya generasi 2 dan 6
pada 27 juli 1968 sampai operasional hingga saat ini seluas 218.530 Ha. Cadangan Nikel sebesar 107,7 juta
ton bijih berkadar rata-rata 1,83% Ni, setara dengan masa penambangan 18,9 tahun, dengan sistem
penambangan terbuka (open pit) metode open cast, yang mampu memindahkan material sekitar 19,7 juta
ton per tahun.
Material terbuang tersebut termasuk overburden terdiri dari laterit yang mengandung Fe sampai
20%, bijih dengan kadar marginal, dan mineral ikutan besi sebagai produksi buangan (slag) dalam jumlah
sangat signifikan. Hal inilah yang senantiasa menjadi bahan pembahasan terutama Pemerintah Daerah
melalui dinas terkait, karena hingga saat ini pemanfaatannya masih terbatas untuk ballast atau urugan
pengerasan jalan.
Upaya evaluasi dan analisis untuk mengurangi losses perlu lebih serius dilakukan terutama slag
yang berjumlah sangat besar. Penanganan bijih berkadar marjinal yang sudah dilakukan dengan
menurunkan CoG, Akan tetapi perlu perhatian khusus untuk pengembangan teknologi pengolahan karena
jumlah sumber daya di bawah CoG sangat besar. Pemerintah Daerah mengharapkan adanya kerjasama
dengan PT INCO maupun lembaga penelitian terkait dalam mengupayakan optimalisasi pemanfaatan bahan
galian kadar marjinal dan mineral ikutannya terutama slag yang berjumlah sangat besar, atau masih
berpotensi ekonomis.

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Konservasi bahan galian merupakan kebijakan pengelolaan bahan galian yang mengutamakan pada
optimalisasi manfaat dan mengupayakan sesedikit mungkin dampak negatif suatu usaha pertambangan,
dengan menjaga kelestarian fungsi lingkungan. Disamping itu perlu perumusan konservasi untuk
kepentingan penelitian, cagar alam geologi maupun laboratorium alam, serta cadangan bagi generasi yang
akan datang. Upaya penerapan konservasi sebaiknya dilakukan mulai dari tahap awal sampai akhir usaha
pertambangan, yaitu sejak eksplorasi sampai dengan pasca tambang.
Sayangnya penerapan azas konservasi bahan galian belum sepenuhnya dilakukan oleh para pelaku
usaha pertambangan baik yang berskala kecil maupun besar. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya
pengawasan pemantauan, pendataan di lapangan dan evaluasi agar penerapan aspek konservasi ini betul-
betul terwujud, sehingga tidak ada unsur pemborosan atau penyia-nyiaan bahan galian.
Tulisan ini dibuat sebagai hasil pemantauan dan evaluasi konservasi di wilayah usaha pertambangan
PT. INCO, Sorowako dan sekitarnya, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan yang
dibiayai dari DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Tahun Anggaran 2005 ini berlangsung selama
beberapa hari pada bulan Juni, dan bertujuan untuk mendorong penerapan azas konservasi pada wilayah
pertambangan di Indonesia.
Walaupun tidak ada sangsi apapun bagi pemegang IUP, akan tetapi hasil pemantauan dan evaluasi ini
dapat menjadi masukan bagi perencanaan dan penentuan kebijakan dalam optimalisasi pemanfaatan bahan
galian di daerah tersebut.
Lokasi dan Pencapaian Lokasi
Kabupaten Luwu Timur, beribukota Malili, secara administratif masuk dalam Provinsi Sulawesi
Selatan. PT INCO, menandatangani kontrak karya eksplorasi nikel pada 27 juli tahun 1968 berdasarkan
kontrak karya generasi II dan VI pada tahap operasional hingga saat ini, seluas 218.530 Ha, meliputi
118,387 Ha di wilayah Kabupaten Luwu Timur, 36,638 Ha di Provinsi Sulawesi Tengah dan 63,505
Ha termasuk Provinsi Sulawesi Tenggara Kegiatan penambangan berada di sekitar Sorowako dan Danau
Matano, yang berjarak sekitar 240 km dari Makassar ibukota propinsi Sulawesi Selatan.
Sorowako dapat dicapai dari Bandung dengan perjalanan darat ke Jakarta, dilanjutkan dengan pesawat
udara Jakarta – Makassar. Dari Makassar dapat dilanjutkan dengan kendaraan roda 4 ke Palopo – Malili –
lokasi kegiatan. Atau dengan satu-satunya penerbangan langsung Makassar - Sorowako (Gambar 1).
Pelaksanaan Pemantauan Konservasi
Kegiatan ini dilakukan dengan pengumpulan data sekunder dan primer pada lokasi kegiatan
penambangan yang sedang beroperasi, serta menginventarisasi bahan galian lain di sekitarnya. Percontoh
dikumpulkan untuk analisis laboratorium sebagai bahan evaluasi. Pemantauan dan pendataan meliputi data
hasil eksplorasi, sumber daya dan cadangan, penambangan, pengolahan dan produksi.
Data sekunder dikumpulkan dari literatur dan diskusi langsung dengan pejabat kabupaten yang
berwenang, yang lingkup tugasnya juga meliputi kehutanan dan lingkungan hidup. Data primer
dikumpulkan dengan pengamatan lapangan dan pengambilan percontoh, baik dalam areal tambang aktif
maupun yang telah selesai, waste dump, stockpile, instalasi pengolahan, tailing, dan tempat lainnya di
lokasi bekas penambangan PT. INCO.
Pengambilan percontoh batuan dan bahan galian lain dilakukan di daerah sekitar tambang untuk
analisis laboratorium sebanyak 20 buah terdiri dari bijih, lumpur tailing, konsentrat nikel dan 2 buah
perconto bahan galian lain.

KEADAAN GEOLOGI DAN BAHAN GALIAN

Geologi
Secara fisiografis daerah Malili dan sekitarnya termasuk dalam Mandala Geologi Sulawesi Timur dan
Sulawesi Barat dengan batas Sesar Palu Koro yang berarah hampir Utara Selatan. (Gambar 2). Batuan yang
tersingkap adalah Formasi Latimojong, Formasi Matano, Batuan Ultramafik dan Komplek Pompangeo.
Formasi Latimojong terdiri dari perselingan batusabak, filit, wacke, kuarsit, batugamping dan
batulanau, sisipan konglomerat dan rijang, dan umumnya termalihkan lemah. Formasi Matano yang
berumur Kapur Atas disusun oleh batugamping hablur dan kalsilutit, napal, serpih, sisipan rijang dan
batusabak, formasi ini diendapkan di lingkungan laut dalam. Terakhir Batuan Ultramafik terdiri atas
harzburgit, lherzolit, wehrlit, websterit, serpentin dan dunit. Batuan Ultramafik berbatasan sesar naik
dengan Formasi Matano, dicirikan oleh suatu lajur batuan terserpentinkan dengan ketebalan mencapai
puluhan meter.
Gambar 1. Peta Lokasi Wilayah IUP PT. INCO di Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi

Selatan
Gambar 2. Peta geologi regional daerah Kab.Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sumber : Dinas
Pertambangan, Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kab. Luwu Timur)
Bahan Galian di Kabupaten Luwu Timur
Laterit Nikel
Endapan nikel laterit terdapat pada sabuk ultrabasa yang potensial memanjang >120 km dan lebar >60
km. Batuan Ultramafik yang dianggap sebagai “source” merupakan akibat dari pergerakan tektonik
lempeng pada zaman Kapur - Tersier ketika lempeng Pasifik bergerak menunjam ke bawah Lempeng
Eurasia. Batuan tersebut terserpentinitkan oleh pelapukan tropis selama kurun waktu yang amat panjang,
menghasilkan endapan laterit-nikel-kobalt. Nikel dan kobalt dalam mineral garnierite dan mangan oksida
terkonsentrasi terutama pada lapisan saprolit. Lapisan endapan ini umumnya terdiri atas beberapa meter
tanah pucuk, 5-15 m laterit dan 10-20 m saprolit yang merupakan lapisan bijih nikel.
Cadangan Nikel sebesar 107,7 juta ton bijih dengan kadar rata-rata 1,83% Ni, menurut rencana akan
ditambang selama 18,9 tahun dengan kapasitas produksi 200 juta pon nikel pertahun. PT. INCO juga masih
menyimpan sumber daya nikel sebesar 408,7 juta ton total dengan kadar rata-rata 1,69% logam Nikel.
Di wilayah IUP PT. INCO bijih laterit nikel dibedakan menjadi 2 tipe: Blok Barat yang dicirikan oleh
lapisan limonit yang relatif tipis dan Blok Timur dengan lapisan limonit yang tebal seperti terlihat dalam
Gambar 3. Lapisan limonit merupakan lapisan penutup (overburden) yang diperlakukan sebagai waste
(material buangan). Karena kedua tipe bijih juga memiliki karakteristik fisik dan kimia yang berbeda, maka
diperlakukan berbeda dalam sistem pengolahan, yaitu di stasion penyaring. Hal ini dilakukan agar proses
peningkatan kadar bijih per ton dapat dioptimalkan.
Disamping itu keduanya juga harus dicampurkan dalam komposisi tertentu dalam instalasi pengolahan
untuk memperpanjang umur pemakaian tanur listrik.
Wilayah konsesi PT INCO di Kabupaten Luwu Timur sebagian terletak di Sorowako Project Area
(SPA) yang dikenal dengan Sorowako East & West block, dan sebagian di luar daerah Sorowako
(Sorowako Outer Area).
Bahan Galian Lain
Bahan galian selain nikel yang terdapat di daerah kabupaten Luwu Timur cukup melimpah, yaitu pasir,
batu kali, marmer. Marmer terletak di daerah Balambano, saat ini masih dalam tahap menunggu investor,
untuk tahapan penyelidikan umum.

WEST BLOCK
EAST BLOCK
UNSERPENTINISED
DEPTH (m) SERPENTINISED
0 Iron cap

Limonite
5
Overburden

Limonite ore
10

Saprolite Ore
15
20 Bedrock

Gambar 3. Profil Stratigrafi Nikel Laterit (Sumber :


PT INCO)
Ijin usaha pertambangan ekploitasi untuk golongan C komoditas sirtu (pasir batu) dan batu kali telah
diberikan sejak 2 tahun terakhir di daerah Kasintuwu, Kecamatan Mangkutana.

PENAMBANGAN NIKEL OLEH PT. INCO

Sistem Penambangan
Kegiatan penambangan yang dilakukan diawali dengan kegiatan eksplorasi. Data hasil kegiatan
eksplorasi tersebut digunakan dalam proses perencanaan tambang (mine planning) sebagai bahan masukan,
pedoman atau acuan dalam pelaksanaan penambangan (mine operation). Alur data eksplorasi dalam proses
penambangan dapat dilihat pada Gambar 5. Sedangkan Gambar 6 memperlihatkan alur kegiatan
penambangannya.
Sistem penambangan yang dilakukan oleh PT Inco adalah open cast, yaitu penambangan terbuka yang
aktifitasnya meliputi mengupas, membongkar dan menggali bahan galian yang terdapat di permukaan.
Secara umum tahapan kegiatan tersebut sebagai berikut :
1 Pengupasan lapisan tanah penutup dan limonit setebal 15 – 20 meter ditimbun di tempat tertentu atau
digunakan langsung untuk menutupi daerah bekas penambangan.
2 Penggalian lapisan tanah ketiga yang berkadar nikel tinggi (bijih nikel) setebal 7 – 10 meter diangkut
ke stasiun penyaring.
3 Pemisahan bijih di stasiun penyaring berdasarkan ukurannya. Produk akhir hasil penyaringan bijih tipe
Blok Timur adalah –18/-6 mesh, sedangkan produk akhir hasil penyaringan bijih tipe Blok Barat adalah –
4 mesh.
4 Penyimpanan bijih yang telah disaring ditimbun di tempat tertentu untuk pengeringan dan penyaringan
ulang di pabrik.
5 Penghijauan (revegetasi) lahan-lahan daerah bekas tambang (purna tambang), mulai dari penimbunan
material, pembuatan terasering dan penanaman kembali.
Penambangan aktif dilakukan di Shelley, Harapan, Inalahi dan Watulabu, (Gambar 7.) Pada gambar
tersebut terlihat bahwa disposal area letaknya tersebar karena sebagian digunakan untuk reklamasi. Jarak
pengangkutan dari front penambangan ke tempat pengolahan ± 2,34 km. Untuk mendukung kegiatan
penambangan PT. INCO memiliki 57 buah truk, 5 buah shovel dan 12 buah excavator.

Gambar 4. Profil West Block dan East Block (Sumber : PT INCO)

Gambar 5. Diagram Alir Data Eksplorasi (Sumber: PT INCO)

Gambar 6. Diagram Alir Kegiatan Penambangan (Sumber : PT Inco)

Tahun 2005 penambangan nikel ini dilakukan berdasarkan CoG sebesar 1,5% untuk top west block dan east
block, untuk bottom, east block menggunakan patokan CoG sebesar 1,6% dan untuk west block sebesar
1,5%, dengan kadar rata-rata 1,87% Ni. ROM yang dihasilkan 16.169.793 WMT (Wet Metric Ton), dengan
stripping ratio sekitar 2,73 (berat/berat dalam satuan wet metric ton).
Ketebalan laterit terlihat sangat tidak teratur (Gambar 4), merupakan salah satu aspek yang menyulitkan
dalam penambangan, yang akan menyisakan sejumlah cadangan tertinggal. Untuk itu, perusahaan
melakukan penggalian kembali, terutama pada lokasi – lokasi yang kaya kandungan nikelnya.
Pengolahan
Material ROM (Run of Mine) dimasukkan screening station (SS) menghasilkan screening station
product (SSP) yang disimpan dalam stockpile dalam keadaan basah. SSP dikeringkan dalam Dryer Kiln
menghasilkan Dryer Kiln Product (DKP) yang disimpan di Dried Ore Storage (DOS) untuk diolah menjadi
produk akhir.
Pabrik pengolahan mempunyai kapasitas produksi ± 65.000 ton nikel setahun, berupa nikel matte yaitu
produk dengan kadar nikel di atas 75%. Alur pengolahan bijih nikel dapat dilihat pada Gambar 8. Fasilitas
yang digunakan dalam proses pengolahan dapat dilihat pada Tabel 1. Secara garis besar tahapan
pengolahan adalah sebagai berikut :
1 Pengeringan dalam tanur pengering (dryer kiln), untuk menurunkan kadar air dalam bijih laterit dan
memisahkan bijih yang berukuran + 25 mm dan –25 mm.
2 Kalsinasi dan reduksi dalam tanur pereduksi (reduction kiln), untuk menghilangkan kandungan air dari
dalam bijih, mereduksi sebagian nikel oksida menjadi nikel logam dan sulfidasi.
3 Peleburan dalam tanur listrik (electric furnace), untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga
terbentuk fasa lelehan matte dan terak.
4 Pengkayaan dalam tanur pemurni (converter), untuk meningkatkan kadar Ni dalam matte dari ±27%
menjadi >75%.
5 Granulasi dan pengemasan, untuk mengubah bentuk matte cair menjadi butiran-butiran. Matte diangkut
dengan ladel ke dalam tundish, dituang perlahan-lahan sambil disemprot dengan air bertekanan tinggi.
6 Nikel matte dingin yang berbentuk butiran-butiran halus ini, yang kemudian dikeringkan dengan tanur
pengering, disaring dan siap dikemas dalam kantong dengan kapasitas 3 ton matte (Gambar 10).
Kemasan siap dikapalkan.
Recovery Penambangan
Recovery (perolehan penambangan adalah satu hal yang penting dalam aspek konservasi, seperti tertera
dalam Tabel 1.
Untuk pengolahan, recovery secara umum dihitung dengan membandingkan produk akhir dengan DOS
(Dried Ore Storage) tidak dirinci pada setiap tahapan pengolahan, misalnya dari driyer kiln ke reduction
kiln, dari reduction kiln ke electric furnace, dan dari furnace ke converte, recovery yang dicapai adalah 88-
90%.

Gambar 7. Peta Lokasi Kegiatan Penambangan Saat Ini (Sumber : PT Inco)


Dust

Dryer Kiln
M.C ESP
W et Ore Sto
ckpile HSFO
R ock
Air West Block (Reject) DKP
East Block (Crushed)
HSFO
Liquid Sulphur Air Reduction Kiln
Hot Calcine (700°C)

Dried Ore Storage Stack

Scrubber
ESP 500 T 100 T
E.L E.L E.L BIN BIN
M.C

Slag to Disposal area (1500°C) Dry Dust


Slurry Recycle
Electric Furnace THICKENER Pugmill
Dust
Furnace Matte (1350 °C) Dust
to Dryer
Silica Flux
Scrap
Pr oduct Dryer

Air
Fluid Bed

Conv erter
Gr anulated
Ma tte C ast Hot Ga s
Matte
Water (Hi pressure) M arket
Gr anulation
Oversize Packing
(Recycle to Converter)

Gambar 8 . Diagram Alir Pengolahan (Sumber : PT INCO)

Tabel 1. Recovery penambangan PT F1B2 14 028 (Sumber : PT Inco)


Produksi Recovery
¾ SSP / ROM
o EB (east block)
ƒ 72%
ƒ -6” 78%
ƒ -18” 90%
o WB (west block)
60%

¾ DKP / ROM
o EB (east block)
ƒ
34%
ƒ
51%
ƒ
60%
o WB (west block)
25%

PEMBAHASAN KONSERVASI SUMBER DAYA MINERAL

Kegiatan pemantauan dan evaluasi konservasi di kabupaten Luwu Timur, baik di wilayah PT Inco dan
sekitarnya telah dilaksanakan dan hasilnya memperoleh beberapa persoalan menarik yang menyangkut
penerapan aspek konservasi sumber daya mineral.
Foto 9. Hasil pengolahan dalam karung berkapasitas 3 ton siap dikapalkan.
Estimasi sumber daya dan cadangan
Estimasi sumber daya dan cadangan dilakukan berdasarkan klasifikasi dan penentuan jarak titik
informasi, sepert pada Tabel 2, yang dalam hal ini berupa titik bor. Sedangkan estimasi cadangan terbukti
diperoleh dari sumber daya terukur yang ditingkatkan statusnya dengan memperhitungkan aspek teknis dan
ekonomis. Aspek teknis dan ekonomis diterjemahkan oleh perusahaan sebagai desain pit. Begitu pula
dengan cadangan terkira yang didapat dari sumber daya tertunjuk.
Tabel 2. Penentuan sumber daya
Klasifikasi Jarak Titik Informasi
Sumber Daya (x)
Terukur X < 100 m
Tertunjuk X=100 - 200 m
Tereka 200 < X < 450 m
Penghitungan sumber daya dan cadangan dilakukan dengan program Datamine, yang memakai variabel
CoG (cut off grade), jarak titik informasi dan density. Setelah CoG ditetapkan dan luas area dihitung, maka
volume dihitung dengan asumsi density dan kadar setiap area dari data pemboran. Kadar keseluruhan
dihitung dengan melakukan pembobotan tonase.
Estimasi cadangan dilakukan dengan metode blok, dengan memasukkan unsur desain tambang. Setiap
blok berukuran 12,5m x 12,5m x 1m, tidak lebih besar, sehingga memungkinkan perencanaan tambang
dengan banyak kemungkinan alternatif.
Jumlah sumber daya dan cadangan
Jumlah sumber daya dan cadangan PT Inco berdasarkan data perusahaan seperti tertera pada Tabel 3,
dengan waktu penambangan 18.9 tahun (tingkat produksi 200 juta pon nikel pertahun). Sumber daya dan
cadangan hanya di wilayah Kabupaten Luwu Timur dapat dilihat pada 5.

Tabel 3. Jumlah total Cadangan dan Sumber Daya Nikel PT. INCO Tahun 2004
Cadangan Bijih : % Ni
EquivalenDMTDKP
Terbukti 88.3 juta 1,84
Terkira 19.4 juta + 1,81
Total 107.7 juta 1,83
Di wilayah Sorowako Project Area (SPA), ±3000 Ha sudah selesai ditambang. Sedangkan di luar
Sorowako Project Area (Sorowako Outer) belum ditambang meski beberapa telah diketahui sumber daya
dan cadangannya. Hal ini disebabkan oleh instalasi pengolahan yang hanya terdapat di Sorowako.
Penambangan
Pada tahap pengupasan (stripping) lapisan tanah penutup yang mengandung besi (Fe) cukup signifikan,
harus mendapat perhatian lebih serius. Diharapkan stripping dan dumping material ditata sedemikian rupa
sehingga material tersebut masih berpotensi untuk pemanfaatan Fe di masa depan.
Penggalian dengan metode truck and shovel, dilakukan ore control secara kuantitas dan kualitas, agar
sesuai dengan perencanaan tambang dan target produksi (Gambar 10).
Sampler juga terdapat pada screening station, sebagai quality control dari material yang digali. Bijih
nikel kadar marjinal mungkin ikut terambil saat menambang bagian atas medium grade (1,3-1,5% Ni). Bijih
nikel kadar marginal yang tertambang diperkirakan mencapai 300.000 ton per tahun.

Gambar 10. Pengawasan di Lapangan untuk Pengendalian Mutu (PT. INCO)


Upaya untuk menambang kembali lokasi bekas front penambangan yang kaya kandungan bijihnya
yang sudah tertutup ballast, untuk meningkatkan recovery, sesuai tujuan konservasi agar pemanfaatan
bahan galian lebih optimal.
Recovery Penambangan
Penghitungan recovery dilakukan oleh PT. INCO dengan perbandingan antara perolehan SSP
(Screening Station Product) dan produksi dari front penambangan ROM (Run of Mine). Disamping itu juga
perbandingan ROM terhadap model yang dimiliki. Proses ini dilakukan untuk dimensi area yang besar
karena karakteristik endapan yang tidak beraturan sehingga jika dilakukan evaluasi secara detail akan
kurang menguntungkan. Kajian mengenai model endapan terus dikembangkan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan dan menghasilkan evaluasi yang lebih tajam.
Nilai recovery penambangan yang terbagi pada tahapan (SSP/ROM dan DOS/ROM) merupakan salah
satu langkah yang baik untuk menganalisis kinerja. Walaupun hal ini tidak dapat menggambarkan secara
detail kinerja perusahaan dalam setiap proses penambangan. Kajian secara detail di setiap proses
penambangan akan lebih memudahkan evaluasi kinerja setiap proses, sehingga upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan recovery penambangan, pengolahan dapat dilakukan tepat sasaran.

Gambar 13. Penggalian bijih pada bekas front penambangan, setelah tertutup ballast (PT INCO)
Pengolahan
Proses pengolahan dimulai dengan mengangkut SSP (screening station product) ke stockpile
pengolahan. Dari pengamatan di lapangan dapat terjadi losses saat pengangkutan, tetapi data recovery tidak
diperoleh, sehingga recovery pertahapan juga menjadi kurang akurat, diharapkan nantinya hal ini mendapat
perhatian
dari perusahaan.
Slurry hasil pengolahan yang ditampung dalam kolam pengendapan, secara berkala digali kembali dan
dicampur dengan produk hasil penyaringan SSP dari stock pile pengolahan, lalu dimasukkan kembali ke
dalam procces plant. Hal tersebut merupakan suatu upaya yang positif untuk mengoptimalkan perolehan
atau meningkatkan recovery (Gambar 14).
Dalam proses pengolahan ini, masalah recovery dalam tiap tahapan perlu dievaluasi, secara rinci belum
ada data, tetapi telah dilakukan upaya kea rah itu. Misalnya slurry diolah dalam pugmill dan dimasukkan
kembali ke dalam dryer untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Titik berat optimalisasi yang dilakukan oleh PT INCO adalah pada peningkatan kapasitas produksi. Hal
ini cukup wajar dilakukan mengingat tingginya harga nikel dunia saat ini, meskipun International Nickel
Study Group (INSG) di Amsterdam memperkirakan bahwa peningkatan produksi nikel akan meningkatkan
jumlah pasokan yang juga diiringi substitusi nikel pada industri yang akan menyeimbangkan pasar nikel
dunia pada tahun 2005 ini.
Untuk menunjang peningkatan produksi yang lebih besar, dilakukan program peningkatan energi
listrik. Tahap pertama adalah membuat bendungan baru di Sungai Larona dekat Desa Karebbe, untuk
menambah kapasitas pembangkit listrik dari 275 MW menjadi 365 MW. Disamping itu, PT INCO juga
menambah fasilitas pengolahan.
Sasaran produksi nikel matte pada tahun 2005 adalah 170 juta lbs = 77.146,448 ton dan sasaran
penambangan seperti dalam Tabel 5. Jika asumsi recovery DKP/ROM untuk keseluruhan blok adalah 34%,
maka jumlah produksi DOS (Dried Ore Storage) tahun 2005 adalah 5.188.470 ton (34% dari target ROM
16.169.793 WMT). Jika kadar Ni ±1,8 %, maka total kandungan nikel pada produk yang akan diolah sebesar
93.392,46 ton.

Gambar 14. Blending Slurry dan SSP di Stock pile (PT INCO)
Losses pengolahan sulit diperkirakan, karena data recovery untuk setiap tahapan tidak ada. Misalnya
asumsi recovery pengolahan adalah 99%, dengan produk akhir sebesar 92.458,535 ton, maka jumlah nikel
yang masih terkandung dalam sisa hasil proses sebesar 93.392,46 ton – 92.458,535 ton = 933,925 ton Ni
yang cukup signifikan, nilai kehilangan ini tentunya akan lebih besar lagi apabila recovery pengolahannya
kurang dari 99 %.
Kenyataannya di dalam proses pengolahan nikel selalu ada faktor kehilangan produksi, berupa debu,
slurry dan slag baik yang dari furnace maupun converter dalam jumlah atau kuantitas yang tergantung pada
metode, peralatan dan kapasitas produksi pengolahannya.

Tabel 4. Sumber daya dan Cadangan PT INCO di Luwu Timur (PT INCO)
Area East Block West Block Petea Total

Jumlah Kualitas Jumlah Kualitas Jumlah Kualitas Jumlah Kualitas


Klasifikasi (Mt) (%Ni) (Mt) (%Ni) (Mt) (%Ni) (Mt) (%Ni)
Sumber Tertunjuk 2,3 1,73 29,7 1,8 32 1,8
Daya Terukur 0,9 1,72 0,3 1,66 1 1,2 1,71
Terkira 8 1,74 7,4 1,9 4 1,7 19,4 1,81
Cadangan
Terbukti 22,5 1,81 38,7 1,92 27,1 9
1,74 88,3 1,84
Tabel 5.
Sasaran Produksi Penambangan Tahun 2005
Target produksi Kalsin 85,000
(ton per minggu)
Rasio Cadangan 70 : 30
(WT : ET)
CoG:
-70 West Block - top 1.5 / 1.6
/ bottom 1.5 / 1.5
-71 East Block – top
/ bottom
Budget 2005:
-72 WMT ROM 16,169,793
-73 WMT total 60,265,800
material 1,503,516
-74 Ore exposed 5,188,470
(WMT) 1.87
-75 DMT DKP
-76 %NI
Stripping Ratio 2.73
Dayly Rate (ton) 165,565
Haul Distance (KM) 2.34
Peralatan :
-77 Truck 57
-78 Shovels 5
-79 Backhoe 12
Recovery (perolehan):
-80 SSP / ROM
o 72%
78%
EB 90%
o 60%

WB 34%
-81 DKP / ROM 51%
o 60%
25%
EB
o

WB

Dalam tailing terdapat mineral ikutan terutama besi (Fe) dalam jumlah sangat signifikan, adalah sesuatu
hal yang perlu dipikirkan, dan masalah ini senantiasa menjadi bahan pembahasan terutama pemerintah
daerah melalui dinas terkait. Apalagi pemanfaatannya hingga saat ini masih terbatas untuk ballast atau
urugan pengerasan jalan.
Hal tersebut terjadi terutama karena kondisi teknologi proses pengolahan dan permintaaan pasar saat
ini. Oleh karena itu perlu adanya evaluasi, agar ada penerapan teknologi secara tepat, serta perlu dilakukan
promosi untuk mengatasi hal tersebut, baik dari Pemerintah Pusat dan Daerah melalui dinas terkait, maupun
dari perusahaan sendiri.

Gambar 15. Latar Depan Slag sebagai ballast jalan tambang


Bahan Galian Lain dan Mineral Ikutan
Bahan galian lain ataupun mineral ikutan di wilayah pertambangan laterit nikel ini telah banyak dibahas
diatas, cukup signifikan dan potensial, namun belum ditangani dengan baik. Hal ini juga disebabkan belum
ada aturan yang jelas. Hal ini sebenarnya telah terdapat dalam rancangan peraturan perundangan mineral
dan batubara yang masih belum disahkan.
Yang dapat diharapkan hanyalah menempatkan disposal area sedemikian rupa, sehingga dapat
dipetakan menurut jenis bahan galian dan kandungannya. Hal ini akan sangat mendukung pengelolaannya,
jika suatu saat bahan galian tersebut diperlukan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1 Akurasi estimasi sumber daya dan cadangan didasarkan pada penggunaan jumlah titik informasi yang
cukup. Kontrol model geologi juga dilakukan dengan memperpendek jarak titik informasi untuk
meningkatkan tingkat kepercayaan. Hasil yang didapat belum maksimal karena karakteristik endapan
nikel yang tidak teratur.

Gambar 16. Latar Belakang revegetasi yang berhasil


2 Kontrol kualitas produksi telah sungguh-sungguh dilakukan oleh PT INCO, dengan melakukan
sampling pada beberapa tahap pekerjaan, dianalisis laboratorium secara cepat untuk membuat kegiatan
penambangan lebih terarah.
3 Upaya penanganan bijih kadar marjinal sudah dilakukan dengan menurunkan CoG, tetapi upaya
pengembangan teknologi pengolahan perlu diperhatikan karena jumlah sumber daya di bawah CoG
masih cukup besar.
4 Upaya evaluasi dan analisis untuk mengurangi losses perlu dilakukan lebih serius, terutama karena sisa
hasil proses pengolahan seperti slag yang berjumlah sangat besar.
5 Slag dengan kandungan besi yang jumlahnya cukup besar, hanya dimanfaatkan untuk ballast atau
urugan pengerasan jalan.
6 Penanganan OB yang mengandung Fe cukup tinggi hanya dimanfaatkan untuk menutup daerah bekas
tambang atau sebagai material reklamasi. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai upaya “menyimpan”
bahan galian lain/mineral ikutan di areal tertentu, walaupun masih memerlukan penanganan yang lebih
baik agar dapat dipetakan.
Saran
1 Menjalin kerjasama dengan dinas terkait ataupun lembaga penelitian dan melakukan promosi untuk
mengupayakan optimalisasi pemanfaatan bijih Ni kadar marjinal dan mineral ikutannya, terutama slag
yang sangat besar jumlahnya dan berpotensi ekonomis.
2 Sosialisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penerapan, pembinaan dan pengawasan
konservasi harus lebih sering dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Luwu Timur sesuai dengan
kewenangannya.

DAFTAR PUSTAKA

Bimbingan Teknis, 2001, Inventarisasi, Eksplorasi dan Evaluasi Sumber Daya Mineral dan batubara dalam
rangka pengembangan sumberdaya manusia di daerah, DIM, DJGSM.
Endang S., Bambang N. Widi, dkk., 1998, Laporan Eksplorasi Mineral Logam Mulia & Logam Dasar di
Daerah Wotu dan sekitarnya Kabupaten Luwu Propinsi Sulawesi Selatan, Direktorat Sumber Daya
Mineral, Bandung.
Hoppe, Richard, 1978, Operating Handbook of Mineral Surface Mining and Exploration, E-/MJ library of
Operating Handbooks, Mc. Graw Hill, Inc., Avenue of The Americas New York, N.Y. 10020
USA. Kepmen. No. 1453 K/29/MEM/2000, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
Konsep Pedoman Teknis, 2001, Tata Cara Penetapan dan Pengawasan Sumber Daya dan Cadangan,
DIM, DJGSM.
Konsep Pedoman Teknis, 2002, Tata Cara Pengawasan Recovery Penambangan dalam rangka Konservasi
Bahan Galian, DIM.
Operating Mines (CoW and KP, 1999); Asia journal Mining, Indonesia Mineral Exploration and Mining
Directory 1999/2000.
Simanjuntak, T.O., Rusmana, E., Surono dan Supanjono, J.B., 1991, Geologi Lembar Malili, Sulawesi,
Puslitbang Geologi, Bandung
Widhiyatna D., 1997, Laporan Eksplorasi Geokimia Regional Bersistem daerah Kabupaten Kendari, Luwu
Propinsi Sulawesi Selatan, Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai