ryryffirffiiWj
DiQtat
Program Keagamaan
w MAN Kotawaringin Timur 2O2O / 2021
IM
@ Disusun oleh: AQo $tuatdt,9Ae.
ffiq
Berdasarkan KMA No. 183 Tahtlrl^ 2Ol9
wr-tmr wJ Htl
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR
II'ADRASAH ALIYAH NEGERI KOTAWARINGIN TIIIIUR
Alamat: Jln. H.M. Arsyad. No. 68 Telp. 0531-21597 Sampit - 74323
Disetujui Kotawaringin
Nama
NIP
Kotawaringin
H. Samsudin ""tuB
Segala Puji bagi Allah Pemilik alam semesta dan Penguasa llmu. Semoga Shalawat
dan Salam selalu tercurah kepada junjungan mulia Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi
wa Sallam beserta para sahabat dan keluarga Beliau, serta pengikut-pengikut beliau
hingga akhir zaman.
Dengan senantiasa mengharap berkah dan hidayah Allah Ajja wa Jalla, dapatlah
tersusun diktat sederhana ini. Tulisan ini diberi judul Diktat Ushul Fikih kelas Xll Program
Keagamaan dengan landasan materi diambil dari Perubahan KMA Nomor 183 tahun
2019 tentang Kurikulum Madrasah Aliyah mata pelajaran Pendidikan Agama lslam dan
Bahasa Arab. Diktai ini merupakan edisi revisi yang ke Lima. Sejak penerbitan pertama
Aguslus 201.1. Bahan yang dijadikan tulisan ini sebagian besar dihimpun dari berbagai
artikel, buku, diktat, web dan bahan lain yang relevan hingga terjilid menjadi satu diktat
ini.
Oleh karena itu, diktat ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa-siswi Madrasah
Aliyah, khususnya bagi Program Keagamaan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Kotawaringin Tinrur maupun siswa-siswi Madrasah Aliyah lain secara umum: Salah safu
faktor pendorong hingga disusunnya diktat ini adalah sulitnya menemukan buku-buku
pelajaran Agama untuk Madrasah Aliyah, dan khusus bagi Program Keagamaan. Maka
harapan saya dengan adanya diktat ini akan dapat menambah bahan dan referensi untuk
mendalami materi Keagamaan dalam jurusan dimaksud.
Saya menyadari bahwa diktat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
masukkan dan saran amat diharapkan dari berbagai pihak, agar diktat ini dan tulisan-
tulisan saya berikutnya selain ini semakin baik lagi. Akhirnya atas bantuan dari berlcagai
pihak, untuk terselesaikannya diktat ini, tak lupa penulis haturkan ribuan terima kasih.
2 Dzulhidzah 1441 H
Sampit,
23 Juli 2020 M
IPenulis]
Halaman Pengesahan I
Kata Pengantar ii
Daftar iii
Uji Kompetensi 56
Daftar Pustaka 57
Kompetensi Dasar:
3.1. Memahami konsep: al hakim, al hukm, al mahkum fih dan al mahkum'alaih dan
kedudukannya
lndikator Pembelajaran :
1. Menjelaskan pengertian, fungsi dan kedudukan al hakim,'
2. Menjelaskan pengertian, fungsi kedudukan, dan pembagian al hukm;
3. Menlelaskan pengertian, syarat dan kedudukan al makhurn fih;
4. Menjelaskan pengertian, syarat, kedudukan al mahkum'alaihi;
5. Menjelaskan ahliyah, macam-macamnya dan halangannya;
",Xrvr{- v
"Sesungguhnya tidak ada hukum kecuali bagi Allah'.
2. Fungsi al Hakim
Dalam lslam hanya mengenal satu pengadilan, jika Qadhi atau hakim telah
memutuskan perkara maka keputusan itu bersifat tetap dan tidak akan bisa diubah
oleh pengadilan lain, bahkan oleh Khalifah sekalipun. Kecuali, ada bukti-buKi atau
kesaksian baru yang berbeda dad sebelumnya.
Fungsi qadhi adalah menyampaikan hukum terhadap suatu perkara yang
bersifat mengikat pihak yang berperkara. Dengan demikian ia berbeda dengan
fatwa yang kedudukannya tidak mengikat seseorang.
Qadhi yang diangkat oleh khalifah atau qadhi qudhat disyaratkan muslim,
merdeka, baligh, berakal, ahli fiqih dan mampu menetapkan hukum tefiadap
realitas. Selain itu kekuatan ruhiyyah juga menjadi penting bagi seorang qadhi
memiliki integritas yang tinggi sehingga tidak menyalahi hukum syara' dalam
memutuskan perlara.
Sebagaimana diketahui keputusan hukum yang bertentangan dengan syariat
lslam merupakan kepufusan yang batil dan qadhirrya atau hakimnya akan diganjar
oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan siksa neraka. Sebagaimana keterangan
dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh lmam Abu Daud, Rasulullah
Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
" Hakim ada tiga: satu masuk surga dan dua masuk'neraka. hakim yang
Pendapat yang terkuat adalah golongan Asy'ariah bahwa hukum Allah hanya
dapat diketahui dengan perantaraan para rasul dan kitab-kitab-Nya. Hal ini juga
telah disinggung dalam al Quran surat al lsra' ayat 15 berikut:
$y::.* ,k e:#g\& crt:$";g\3yi,
Ushul Fikih X Prog. Keogomoon MA [MAN Kotoworingin Timur; 2020] 4
"Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi Kami
tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang Rasul.'
2. Hukum Taklifi
Secara pengertian hukum taklifi adalah hukum yang menjelaskan tentang
perintah, larangan dan pilihan untuk menjalankan atau meninggalkan suatu
kegiatan/pekerjaan. Untuk contoh yang sederhana adalah shalat, membayar zakat,
tidak boleh mencuri, tidak boleh membenci orang, dan sebagainya.
3. Syarat-syarat taklif:
Orang ifu telah mampu mernahami kiffi syafi yang terkandung dalam al
Qulan dan sunnah, baik secara langsung atau melalui orang lain.
Seseorang harus mampu dalam bertindak hukum, dalam ushul fiqih disebut
ahliyah. (Syafe'i, 2007: 336-338).
Mayoritas ulama ushul fiqih_membagi hukum taklifi menjadi lima macam:
a. /7bb: tunfutan yang harus dan pasti dari syari' pada nukallaf untuk mengerjakan
sesuatu. Akibat yang ditimbulkan oleh pekerjaan mukallaf itu dinamakan wujub
dan pekerjaannya dinamakan wajib.
b. Nadb: tuntutan yang bukan keharusan dan hanya bersifat anjuran (tarjih) dari
syari' pada mukallaf untuk mengerjakan sesuatu. Akibat yang ditimbulkan oleh
pekerjaan mukallaf ifu juga dinamakan nadb sedangkan pekerjaannya
dinamakan mandub.
c. Tahrim: tuntutan yang harus dan pasti dari syari' pada mukallaf untuk
meninggalkan sesuatu. Akibat yang ditimbulkan oleh pekedaan mukallaf itu
dinamakan hurmah dan pekerjaannya dinamakan haram atau muharram.
4. Hukum Wadh'i
Selain hukum taklifi dalam syariat juga ada hukum wadh'i yakni hukum yang
mengandung sebab, syarat dan halangan tefiadinya hukum dan hubungan hukum.
Sebab ialah sesuatu yang tampak yang dUadikan tanda adanya hukum. Misalnya
kematian menjadi sebab adanya kewarisan, akad nikah menjadi sebab halalnya
hubungan suami istri.
Syarat adalah seauatu yang kepadannya tergantung suatu hukum. Misalnya
syarat mengeluarkan zakat ialah jika telah mencapai nishab (umlah tertentu) dan
haul (waKu tertentrr), syarat shalat sempuma menghadap khlat Halangan aEu
mani' adalah sesuatu yang dapat menghalangi hubungan hukum. Misalnya
pembunuhan menghalangi hubungan kewarisan, keadaan gila menghalangi untuk
melakukan perbuatan atau tindakan hukum. Mani' adalah sesuatu yang ditetapkan
sebagai penghalang bagi adanya hukum atau penghalang bagi berfungsinya suatu
sebab.
a. Hukum wadhT ada 7 macam, yaitu :
1) Sebab: Sesuatu yang ditetapkan oleh pembuat hukum menjadi sebab
tedadinya hukum taklifi. Bila sebab itu ada, berlangsunglah hukum taklifi,
seandainya sebab itu tidak ada maka hukum taklifi dianggap tidak ada.
2\ $yamt Sesuatu yang ditetapkan oleh pembuat hukum menjadi syarat
terdapatnya hukum taklifi. Bila syarat itu belum terpenuhi, maka kewajiban
belum ada atau perbuatan itu belum dianggap ada.
4) Shah: Akibat hukum dari suatu peduatan taklifi yang sudah berlaku
padanya sebab, sudah terpenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan telah
terhindar dari segala mani'.
5) Bathal: Akibat dari suatu perbuatan taklifi yang tidak memenuhi sebab atau
syarat; atau terpenuhi keduanya tetapi terdapat padanya mani'.
6) 'Azimah: Pelaksanaan hukum taklifi berdasarkan dalil umum tanpa
memandang kepada keadaan mukallaf yang melaksanakannya.
7) Rukhshah: Pelaksanaan hukum taklifi berdasarkan dalil yang khusus
sebagai pengecualian dari dalil umum karena keadaan tertentu.
;1t5t! i$le
Diikan kamulah shalat
Kewajiban melaksanakan shalat dalam ayat tersebut berkaitan dengan perbuatan
mukallaf.
...e ,tKu # ,yJ j *rfi6rsritg;\a+rrHU
"Wahai orangerang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang
untuk waku yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya..."
Dalam ayat tersebut (al Baqarah ayal 282), ada tuntutan (anjuran) yang
berkaitan dengan perbuatan mukallaf, yaitu mencatat utang-piutang (kredit)
Pada ayat tersebut ada larangan mengambil riba. Larangan ini terkait dengan
perbuatan mukallaf
2. SyaratMahkum Fih
Mukallaf mengetahui perbuatan yang akan dilakukan, tentang rukun, syarat
dan tata caranya.
a. Mukallaf harus mengetahui sumber taklif, yailu Allah. Suatu perintah shalat
misalnya, adalah perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
b. Perbuatan itu dapat dilaksanakan, jika sulit dilaksanakan, maka terjadi
pergeseran hukum asal, dari azimah kepada rukhshah.
2. Dasar Taklif
Seorang manusia belum dikenakan taklif (pembebanan hukum) sebelum ia
cakap untuk bertindak hukum. Untuk iN, para ulama ushul fiqih mengemukakan
bahwa dasar pembebanan hukum tersebut adalah akal dan pemahaman.
Maksudnya, seseorang baru bisa dibebani hukum apabila ia berakal dan dapat
memahami secara baik taklif yang ditujukan kepadanya. Dengan demikian orang
yang tidak atau belum berakal seperti orang gila dan anak kecil tidak dikenakan
taklif. Karena mereka tidak atau belum berakal, maka mereka dianggap tidak bisa
Umaku tidak dibebani hukum apabila mercka terlupa, tercalah, dan dalam
keadaan terpaksa. (Hr. lbnu Majah dan ath Thabrani)
Pembagian Ahliyah
Naqishah Kamilah
Menurut para ulama' ushul fiqih, ahliyah (kepantasan) itu ada dua macam
yaitu:
a. Ahliyatul Wujub (keakapan untuk dikenai hukum) yaitu kepantasan seorang
untuk menerima hak-hak dan dikenai kewajiban. Kecakapan dalam bentuk ini
berlaku bagi setiap rnarnrsia, semenjak ia lahir sarnpai meninggal dalam segala
sifat, kondisi, dan keadaannya.
Keadaan-keadaan manusia dalam ahliyatul wujub berada dalam 2 posisi
yaitu:
1) Adakalanya manusia ahliyatul wujubnya berkurang. Contoh anak yang
berada dalam kandungan ibu dia punyaM( yaitu hak waris, wasiat; waqat
tetapi dia tidak punya kewajiban dia hanya punya hak-hak terbatas.
Keadaan ini bisa disebut ahliyatul wujub al naqishah.
2) Adakalanya manusia ahliyatul wujubnya sempurna ini dimiliki semenjak
dilahirkan dalam keadaan hidup sampai meninggal. Keadaan ini bisa
di*&t ahliyatul wujub al al kamilah.
b. Ahliatul Ada' (kecakapan untuk menjalankan hukum) yaitu kepantasan
seseorang untuk diperhitungkan segala tindakannya menurut hukum. Hal ini
berarti bahwa segala tindakannya, baik dalam bentuk ucapan atau perbuatan
telah mempunyai akibat hukum (Sutrisno, 1999: 106-109)
Keadaan rnanusia dalam ahliyaful berada dalam tiga keadaan:
1) Adakalanya manusia secara asli tidak punya kecakapan untuk melakukan.
Contoh orang gila atau anak kecil.
2) Adakalanya manusia belum sempuma kecakapannya. Contoh anak yang
masih dalam masa pertumbuhan menuju famyL sebelum baligh.
3) Adakalanya rnarnrsia sempurna kecakapannya. Conto,h seorang yang
sudah baligh dan berakal.
Uji Kompetensi
A. Jawablah pertanyaan berikut dengan memberi tanda silang (X) pada altematif
yang paling benar:
1. Secara kebahasaan, kata al Quran adalah bentuk isim masdar dari kata \; , Vane
berarti . .. .
Kompetensi Dasar:
3.2. Memahami ijtihad sebagai suatu metode pengambilan hukum lslam
lndikator Pembelajaran:
1. Mengemukakan pengertian ijtihad;
2. Menguraikan syarat-syarat ijtihad;
3. Menjelaskan objek ijtihad yang boleh dan tidak boleh;
4. Menjelaskan hukum berijtihad;
5. Menjelaskan kedudukan hukum hasil ijtihad;
6. Menjelaskan metode ijtihad
7. Menjelaskan kedudukan ijtihad dimasa Rasulullah;
8. Menielaskan kedudukan ijtihad dimasa sekarang,
A. Pengertian ljtihad
Kata ijtihad (al-ijtihad) berakar dari kata al-Juhd yang berarti al-taqhah (daya,
kemampuan, kekuasaan) atau dari kala al-Jahd yang berarli al masyqqah (kesulitan,
kesukaran). Dari ijtihad menurut pengertian kebahasaannya bermakna "badal al wus"
wal mahud" (pengerahan daya kemampuan), atau pengerahan segala daya
kemampuan dalam suatu aktivitas dari aktivitas-aktivitas yang sukar dan berat.
Dari pengertian kebahasaan terlihat dua unsur pokok dalam ijtihad, daya atau
kernampuan 2 objek yang sulit dan berat. Daya dan kemampuan disni dapat
diklasifikasikan secara umum, yang meliputi daya, fisik-material, mental-spiritual dan
intelektual. ljtihad sebagai terminology keilmuan dalam lslam juga tidak terlepas dari
unsur-unsur tersebut. Akan tetapi karena kegiatan keilmuan lebih banyak bertumpu
pada kegiatan intelektual, maka pengertian ijtihad lebih banyak mengarah pada
pengerahan kemampuan intelektual dalam memecahkan berbagai bentuk kesulitan
yang dihadapi, baik yang dihadapi individu maupun umat manusia secara menyeluruh.
Dalam rumusan definisi ijtihad yang dikemukakan lbnu Hazm berbunyi;
" ljtihad dalam syaiat ialah pencurahan kemampuan dalam mendapatkan hukum
Syarat-syarat ljtihad
Ulama ushul berbeda pendapat dalam menetapkan syarat-syarat ijtihad atau
syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid (orang yang melakukan ijtihad).
Secara umum, pendapat mereka tentang persyaratan seorang mujtahid dapat
disimpulkan sebagai berikut;
1. Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam al-Qur'an,
baik menurut bahasa maupun syariah. Akan tetapi, tidak disyaratkan harus
menghapalnya, melainkan cukup mengetahui letak-letaknya saja, sehingga
H. Tingkatan Mujtahid
Syaikh Wahbah az Zuhaili dalam Fiqh Al lslami wa Adilatuhu menyebutkan 6
ttngkatan mujtahid fiqih yang ada, lambahan 1 peringkat oleh lbnu Abidjn:
1. Mujtahid Muthlaq Mustaqil (Mujtahid lndependen).
Seorang mujtahid mu@ rnemiliki kemarrpuan untuk membuat kaidah-kaidah
fikih berdasarkan kesimpulan terhadap perenungan dalil al Quran dan Sunah.
Selanjutnya, kaidah-kaidah ini digunakan sebagai landasan dalam membangun
pendapatnya. Di antara ulama yang telah mencapai derajat mujtahid
mustaqil adalah para imam mazhab yang empat.
A. Berilah jawaban dengan mernberi tanda silang (Xi atau lingkarang pada huruf B
jika pemyataan benar dan pada huruf S jika pemyataan salahl
1. B - S: t$had merupakan kebiaeaan seorang ulama yang diikuti oleh umat da-
lam beribadah.
2. B - S : Berdasarkan jumhur ulama, bahwa ketentuan tentang shalat fardhu me-
rupakan perkara yang tidak boleh diijtihadi.
3. B - S: Jika umat bingung akan ketentuan suatu hukum dan pada saat itu belum
terdapat nash hukumnya, maka seorang multahid dapat memutuskan
dengan ijtihadnya.
4. B - S: Dengan adanya ijtihad maka segenap ketentuan hukum syar'i dapat di-
tinjau ulang jika dipandang kurang sesuai dengan kondisi zaman.
5. B - S: Mernahami asbabun nuzul ayat dan asbabul wurud hadits merupakan hal
yang diharuskan untuk dimiliki seorang muitahid.
6. B - S: Kemampuan memperhatikan dalil mafhum merupakan salah satu metode
ijiihad yang mesti dimiliki ulama mujtahid.
7. B - S: Kemampuan membuat kaidah sendiri tanpa terikat dengan metode istim-
bat ulama lain adalah salah satu sifat dari mujtahid rnurajih.
L B- S: Datitdatil yang berkaitan dengan aqidah menurut utama ushul bukantah
objek yang boleh diijtihadi.
9. B - S: Pada masa sahabat tidak pernah terjadi ijtihad, karena mereka masih hi-
dup sejaman dengan Rasulullah.
10. B - S: Pada masa sekarang ijtihad masih sangat diperlukan dan dapat dilaku-
kan dengan dua cara yaitu iitihad intiqa'i dan iitihad insya'i.
Kompetensi Dasar:
3.3. Memahami nasikh Mansukh dan ketentuannya
lndikator :
1. Menjelaskan pengertian nasakh berikut contohnya;
2. Mengungkapkan sebab-sebab atau proses terjadinya nasakh dan hikmahnya;
3. Menerangkan objek dan syarat nasakh;
4. Mengungkapkan cara mengetahui nasakh dan macam-macamnya;
5. Mengungkapkan golongan yang menerima dan menotak nasakh
A. Pengertian Nasakh
Secara etimologi nasakh dapat diartikan menghapus, menghilangkan, yang
memindahkan, menyalin, mengubah dan menggganti. Selatan derqan pervgertian
tersebut Ahmad Syadali mengartikan nasakh dengan 2 macam yaitu : pertama il;V :
yang berarti hilangkan, hapuskan. Definisi ini meru.iuk pada dialek orang Arab yang
sering berkata J."-i .J...*iJ1 ,i-LJl lOanaya Matahari menghilangkan bayang-
l.i r - -
-
;-l! l-.:r--
ISl -o--41, .'JlJ i t i \111
- J L,'"
i'
I"
.Apakah
kamu takut akan (rnenjadi miskin)
,:';.:..!1,
'r:= -,-i; G- 5----; iJG
karcna kamu memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan
Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat
lrepadamu maka diikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".
), o,r \qt
'Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang haq
(Al-Quran) tatkala sampai kepada mereka, maka kelak akan sampai kepada
mereka (kenyataan dari) berita-berita yang selalu merefta perolok-olokkan".
'-.,."-
'1i:gli ;*rd :.1- 1L5 -li
"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Xaii iadil<an (manisia) tupa
kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding
dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa
afas sega/a sesuatu?"
Mengangkatkan hukum syara' dengan perintah atau khitab Allah yang datang
kemudlan dafl padanya.
Ushul Fikih Xll ProE. KedEomddn MA IMAN Kotowo ngin Timw: 2020]
Dari definisi di atas dapat kita pahami bahwa pada dasarnya nasakh tidak lain
sebagai proses penghapusan ayat dan hukum yang tertuang dalam al-Qur'an. Selain
itu kedatangen ayal yang menghapus mutlak adanya setelah ayat yang dihapus.
B. Hikmah Nasakh
Hikmah yang dapat kita petik atas keberadaan jenis nasakh ini adalah :
Ketentuan hukum rajam dari hadis di atas apabila kita mencari lafalnya dalam
Mushaf Usmani (al-Qur'an) tentu kita tidak akan menemukannnya, sebab ayat
tersebut sudah dimansukh- Narnun ketentuan hukumnya (rajam bagi orang tua)
masih tetap berlaku. Menurut sebagian ahli ilmu jenis nasakh ini tidak dapat
diterima, sebab kabarnya adalah kabar ahad. Padahal tidak dibenarkan
memastikan turunnya al-Qur'an dan nasakhnya dengan kabar ahad.
C. Syarat.syarat Nasakh
Namun untuk bisa dibenarkan adanya nasakh, maka ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi:
1. Bahwa hukum perkara yang dinasakh adalah hukum syar'i.
2. Bahwa hukum yang menasakh datangnya lebih akhir dari yang dinasakh.
D. Cara Mengetahui Nasakh dan Mansukh
Cara untuk mengetahui nasakh dan mansukh dapat dilihat dengan cara-cara
sebagai berikut:
1. Keterangan tegas dan nabi atau sahabat;
2. Kesepakatan umat teniang menentukan bahwa ayat mi nasakh dan ayat itu
mansukh.
3. Mengetahui mana yang lebih dahulu dan kemudian tununnya dalam perspektif
seiarah.
Sunah ini dinasakh oleh firman Allah yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat
185:
.- ..i
a* J;;i
:
;S.I;J.
.lJ
Walaupun demikian menurut as-Syafi'i, nasakh jenis ini tidak dapat diterima,
sebab antara Qur'an dengan sunah harus berjalan beriringan dan tidak boleh
bertentangan. Dengan kata lain bagi as-Syati'i adalah tidak mungkin manakala ada
hadis yang bertentangan dengan Qur'an. Selain itu, pandangan ini .iuga
mengisyaratkan bahwa adanya nasakh menunjukkan adanya ketidaktepatan dalam
hadis, padahal sebagaimana yang kita ketahui keberadaan hadis pada dasamya
sebagai penjelasan atas Qufan.
4. Nasakh Sunah dengan Sunah.
Jenis Nasakh ini terdapat 4 macam, yaitu :
a. Mutawatir dengan Mutawatir
b. Ahad dengan Ahad
c. Ahad dengan Mutawatir
d. Mutawatir dengan Ahad.
Bagi Jumhur ulama' dari keempat nasakh tersebut tidak menjadi masalah menjadi
bagian dari nasakh dengan kata lain dapat diterima kecuali jenis yang ke empat yaitu
mutawatir dengan ahad. Argumentasinya tentu tidak terlepas dari tingkat nilai
kebenaran yang terkandung didalamnya.
!e
Jr
,; t*;";ls p;ii
_
"i ;J;,G
,'.-(i
v v:: il je ,*J il*5 ,l :J-,: [* Ir;i+ f3;L<J
+"iu:;lr :u ir-r.F ":*il:i*it, ilili rL::_s il, .J
-,eii 'J ,if ;ti:i3 { iLt;i;. ;i E.,r* ,+ j,o l+ J--;lt
hukum akal atau buatan manusia. Adapun yang dimaksud hukum syara' adalah
hukum yang tertuang dalam al-Qulan dan al-Hadis yang berkaitan dengan tindakan
mukalaf baik berupa perintah (wajib, mubah) larangan (haram, makruh) ataupun
aniuran (sunah).
2. Dalil yang menghapus hukum syara' juga harus berupa dalil syara'. Hal ini
sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah dalam surat an-Nisa' ayat 59:
| - . ij ".. 4.. i:{ --
"Hai orang4rang yang beriman, taatilah Atlah datn taatilah Rasut (Nya), dan utit
ami dr antara kamu. Kemudtan lika kamu berlainan pendapat tentang sesrafcrl
maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Ailah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
A. Berilah jawaban dengan memberi tanda silang (X) atau lingkaran pada altemarif
jawaban yang paling benar!
1. Sebuah ta{adz atau katimat yang diartikan sebagai menghapus, menghilangkan,
yang memindahkan, menyalin, menggubah dan mengganti adalah pengertian dari
Kompetensi Dasar:
3.4. Memahami ta'arudul adil{ah dan keientuannya
lndikator Pembelajaran :
1. Menielaskan pengertian ta'arudl dan contoh dalil (nash) yang ta'arudl;
2, Me4ieiaskan syaral-sy arat ta'arudl;
3. Menjelaskan cara menyelesaikan dalil ta'arudl;
Qs. an Nisa: 413, maka yang didahulukan dalil muhkam (Qs. al Ahzab33/53, karena
lebih kuat dari dalil dzahir).
B. Syarat-syarat Ta'arudl
Yang dimaksud syarat di sini adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya
ta'arudh. Para ulama memberikan syarat-syarat ta'arudh apabila dalil yang kontradiksi
memenuhi syarat:
1. Kedua dalil yang bertentangan berbeda dalam menentukan hukum. Seperti hukum
yang terkandung dalam Qs. al Baqarah: 180 dengan Qs. an Nisa; 11, mengenai
harta peninggalan orang yang meninggal dunia.
2. Kedua dalil yang mengalami pertentangan berada dalam satu hukurn {satu
masalah). Ketika ada dalil yang tampak bertentangan akan tetapi, kedua dalil
tersebut berbeda dalam menunjukan hukum, maka tidak disebut ta'arudh
(pertentangan).
3. Antara dalil yang mengalami pertentangan harus terjadi dalam satu masa dalam
menentukan hukum. Apabila waktunya sudah berbeda dalam penunjukan hukum,
maka dalil tersebut tidak dinamakan pertentangan. Ketika terjadi ta'arudh akan
tetapi waktu penunjukan hukum ayat itu berbeda maka ayat tersebut bisa
disatukan. Seperti arak pada masa awal lslam hukumnya boleh, tetapi ketika turun
ayat yang menunjukan bahwa arak haram, secara otomatis kedua penunjukan
hukum seperti ini tidak menunjukan adanya pefientangan,
4. Kedua dalil tersebut berada dalam derajat yang sama dalam penunjukan hukum.
Tidak ada perentangan antara al Quran dengan hadis ahad, karena al Quran dalam
penunjukan hukumnya adalah sebagai dalil qathi, sedangkan hadis ahad termasuk
dalam dalil zhanni. Apabila terjadi pertentangan antara dalil qathi dan zhanni, maka
secara otornatis dalil qathi yang didahulukan.
Apabila dalil-dalil qathi' maupun zahnni terjadi pertentangan serta memenuhi
syaratnya, maka yang seperti inilah yang dinamakan ta'arudh. Dari semua syarat juga
harus dipenuhi oleh dalil yang ta'arudh, ketika dalil tersebut hanya memenuhi beberapa
syarat, dan masih ada syarat yang belum terpenuhi, tidak disebut ta'arudh
Kedua ayat di atas secara lahir memang berbenturan karena ayat yang pertama
rnenetapkan iddah selama satu tahun, sedangkan ayat yang kedua rnenetapkan
iddah selama empat bulan sepuluh hari.
Usaha kompromi dalam kasus ini adalah dengan menjelaskan bahwa yang
dimaksud bersenang-senang selama satu tahun pada ayat pertama adalah hak
mantan istri untuk tinggal di rumah mantan suaminya selama satu tahun (ika
tidak menikah lagi). Sedangkan masa iddah selama empat bulan sepuluh hari
dalam ayat yang kedua maksudnya adalah sebagai batas minimal untuk tidak
menikah lagi selama masa itu.
b. IatDsis, yaitu jika dua dalil yang secara zhahir berbenturan dan tidak mungkin
dilakukan usaha kompromi, namun satu diantara dalil tersebut bersifat umum
dan yang lain bersifat khusus, maka dalil yang khusus itulah yang diamalkan
untuk mengatur hal yang khusus. Sedangkan dalil yang umum diamalkan
menurut keumumannya sesudah dikurangi dengan ketentuan yang khusus.
Contoh firman Allah surat al Baqarah ayat 228 yang berbunyi:
t 2.,t,- - tJ , fi,- o
i ;j
e - ;iti
:4+.;'ru,isfr J;lzlg
Perbenturan secara zahir kedua ayat di atas bahwa iddah isfi yang ditalak
suami adalah tiga kali suci, sedangkan istri yang dicerai suami dalam keadaan
mengandung, maka iddahnya adalah sampai melahirkan anaknya.
Usaha penyelesaian melalui fakhsrs dalam dua dalil di
atas yaitu
memberlakukan batas melahirkan anak, khusus bagi istri yang dicerai suaminya
dalam keadaan hamil. Dengan usaha takhsis ini ketentuan bagi istri yang hamil
dikeluarkan dari keumumannya.
2. Mengamalkan satu datil diantara dua dalit yang berbenturan
Bila dua dalil yang berbenturan tidak dapat dikompromikan atau difakhsis,
maka kedua dalil tersebut iidak dapat diamalkan keduanya. Dengan demikian
hanya satu dalil yang dapat diamalkan. Usaha penyelesaian dalam bentuk ini dapat
ditempuh dengan 3 cara:
a. lVasaftfi. Maksudnya apabila dapat diketahui secara pasti bahwa satu diantara
dua dalil yang kontradiksi itu lebih dahulu turun atau lebih dahulu berlakunya,
sedangkan dalil yang satu lagi belakangan turunnya, maka dalil yang datang
belakangan itu dinyatakan berlaku untuk seterusnya, sedangkan dalil yang lebih
dulu dengan sendirinya dinyatakan tidak berlaku lagi.
Contoh:
"Sesungguhnya saya telah melarangmu berziarah kubur, maka sekarang
berziarahlah."
Keterangan waktu yang menjelaskan berlakunya dua nash yang berbeda adalah
apabila dua dalil hukum berbenturan dan tidak mungkin diselesaikan dengan
cara apapun, tetapi dapat diketahui bahwa yang satu lebih dahulu datangnya
dari pada yang satunya, maka yang terakhir ini menasakh yang lebih dahulu
datang, sebagaimana yang terjadi pada hadis di atas, dan juga hadis di bawah
ini yang berbunyi:
.Sesungguhnya saya telah melarangmu menyimpan
daging kurban lebih dari
keFrluan tiga hari, maka *Rarang makanlah dan simpanlah."
b. Tarjih. Maksudnya adalah apabila diantara dua dalil yang diduga berbenturan
tidak diketahui mana yang belakangan hrrun atau berlakunya, sehingrga tidak
dapat diselesaikan dengan nasakh, namun ditemukan banyak petunjuk yang
menyatakan bahwa salah satu diantaranya tebih kuat dari pada yang lain, maka
cliamall(anlah clalil yang dlseftal petunjuk yang menguatkan itu, dan clalil yang
lain ditinggalkan.
A. Berilah jawaban dengan memberi tanda silang (X) atau lingkarang pada huruf B
jika pemyataan benar dan pada huruf S jika pernyataan salahl
1. - S : Kata ta'arudh berarti pertentangan antara satu dengan yang lain.
B
2. B - S : Salah satu contoh terjadinya ta'arudh adalah ta'arudh dalil nash dan ta'-
arudh dalil mufassar.
3. B - S : Kedua dalil yang mengalami pertentangan berada dalam satu hukum
(satu masalah), ini merupakan salah satu berlakunya ta'arudh.
4. B - S : Untuk mengkompromikan dalil ta'arudh dapat dilakukan dengan taufrq.
5. B - S : Jika menemukan dalil ta'arudh seseorang boleh meninggalkan kedua-
nya.
Kompetensi Dasar:
3.5. Memahami tarjih dan ketentuannya;
lndikator Pembelajaran:
1 . Mengemukakan pengertian tarjih;
2, Menjelaskan syarat-syarat tarjih;
3. Berdiskusi tentang macam-macam tarjih berserta contohnya;
A. Pengertian Tarjih
Dalam pembahasan terdahulu dijelaskan bahwa bila terdapat perbenturan dua
dalil syar'i yang tidak mungkln dikomprornikan dengan caa aW pun, tidak rnungkin
diperlakukan ketentuan takhsis, tidak ditemukan pula cara untuk memberlakukan
nasakh, tetapi ditemukan petunjuk yang mungkin menguatkan salah satu diantara dua
dalil itu, maka digunakanlah dalil yang memiliki petunjuk yang menuatkan itu. Cara
tersebut dinamai tarji.
Secara etimologi, tarjih berartl"menguatkan". Dalam afti istilah, terdapat beberapa
definisi. Yang lebih kuat diantara definidi itu adalah yang dikemukakan Saifuddin al-
Amidi dalam bukunya Al-lhkam. Ungkapan mengenai diiringinya salah satu dari dua
dalil yang pantas menunjukkan kepada apa yang kehendaki di samping keduanya
berbenturan yang mewajibkan untuk mengamalkan satu diantaranya dan
meninggalkan yang satu lagi. Kata satu diantara dua dahl yang pantas mengandung
arti bahwa bila dua dalil itu atau satu diantara dua dalil itu tidak pantas untuk dijadikan
dalil, maka yang demikian tidaklah dinamakan tarjih. Kata disamping keduanya
berbenturan menganfung ari bahwa meskipun keduanya adalah dalil yang patut,
namun tidak berbenturan, tidak dinamakan tarjih, karena tarjih itu diperlukan waktu
menghadapi'dua dalil yang berbenturan dan tidak perlu tarjih bila tidak mendaqt
perbenturan.
Menurut ulama Hanafiyah
Dari definisi di atas dapat diketahui hakikat tarjih dan sekaligus merupakan
persyaratan bagi tarjih, yaitu :
1. Dua dalil tersebut berbenturan dan tidak ada kemungkinan untuk mengamalkan
keduanya dengan cara aWWn. Dengan demikian, iidak dapat tariih dan dua dalil
yang qathi'i karena dua dalil aqth'i tidak mungkin saling berbenturan.
2. Kedua dalil yang berbenturan itu sama-sama pantas untuk memberi petunjuk
kepada yang dimaksud.
B. Syarat-syarat Tarjih
Sebelum melakukan tarjih perlu mengetahui Syarat-syaratnya sebagai berikut :
1 . Yang menjadi soal itu satu masalah, tidak boleh berlainan. Misalnya soal haji
tersebut di atas maka semua riwayatnya urusan haji
2. Dalil-dafl yang berlawanan harus sarna kekr.ratan nya, sepeftu Our'an dengan
Qur'an, Qur'an dengan hadis mutawatir, dan hadir mutawatir dan hadis mutawatir.
Jiika yang bertentangan itu antara hadis mutawatir dan hadis ahad, maka tidak
perlu ada tarjih, sebab yang didahulukan ialah hadis mutawatir dan itulah yang
dipakai.
3. Harus ada persesuaian hukurn antara keduanya, baik waktunya, tempat dan
keadaaannya. Misalnya larangan jual beli sesudah Adzan Jum'at, diwaktu yang lain
jual beli diperbolehkan. Disini tidak ada pertentangan kareRa berbcda waktunya.
C. Metode Tarjih
Para ulama' ushul fiqih menegemukakan cukup banyak cara pentarjihan yang
bisa dilakukan, apabila antara dua dalil, secara zhahir, terdapat pettentangan dan tidak
mungkin dilakukan al-jam'u wa al-taufiq atau naskh.
Cara pentarjihan tersebut ada dua pengelompokan besar, yaitu:
1. Tariih bain al-Nushusn ,-e_dl U,.
ejJl
Untuk mengetahui kuatnya salah satu nash yang saling bertentangan. Ada
beberapa cara yang dikemuikakan para ulama' ushul fiqih:
a. Dari segi Sanad
Menurut lmam asy Syaukani, pentarjih dapat dilakukan dengan 42 carre,,
yang diantaranya dikelompokan kepada:
1) Menguatkan salah satu nash dari segi sanadnya.
Untuk itu, bisa dilakukan dari segi kuantitas para perawi, yaitu menguat-kan
hadits yang sanadnya sedikit, karena kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam suatu riwayat yang diriwayatkan oleh banyak perawinya sangat kecil.
Pendapat ini dikemukakan oleh Jumhur Ulama'.
2) Pentarjihan dengan melihat riwayat itu sendiri
Yaitu hadits mutawatir dikuatkan dari hadis masyhur (hadits yang
diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak, tetapi tidak sampai ke tingkat
mutawatir) dan hadits masyhur lebih didahulukan dari hadis ahad. Yaitu bisa
juga dilakukan dengan cara melihat persambungan sanadnya bersambung
ke Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sailam dari hadis yang sanadnya
terputus.
3) Pentarjihan melalui cara menerima hadis itu dari Rasulullah
Yaitu menguatkan hadis yang langsung didengar o{eh Rasulullah dari pada
hadis yang didengar melalui perantara orang lain atau tulisan. Dikuatkannya
juga riwayat yang lafal langsung dari Rasulullah yang menunjukan kata kerja,
seperti lafal naha, amara, dan adzina.
A. Berilah jawaban dengan memberi tanda silang (X) atau lingkarang pada huruf B
jika pemyataan benardan pada httruf S iika pern_vataan salah!
1. B - S : Tariih adalah keadaaR bila terdapat perbenturan ciua daiii syar'r yai'rg ir
dak mungkin dikompromikan dengan cara apa pun.
2. B - 3: Tidak mungkin dikompromikan dua clalil yang bertentangan dalam tarjih
pasti memberlakukan nasahk dan masukh.
3. B - S : Berlakunya keadaan tarjih adalah jika kedua dalil bertentangan itu mem-
bahas satu perbuatan yang sarna.
4. B - S : Bahwa mendahulukan tarjih dalil ahad dari dalil mutawatir itu dibolehkan.
5. B - S : Didalam tarjih, teks yang mengandung larangan lebih didahulukan clari
teks yang mengandung perintah
Kompetensi Dasar:
3.6. Memahami ittiba' dan hukum ittiba'
lndikator Pembelajaran l
1. Menjelaskan Pengertian ittiba';
2- Menjelaskan hukum ittiba' disertai pendapat para ulama;
3. Menunjukkan contoh ittiba';
A. Pengertian lftiba
Ittiba' secara bahasa berarti iqfrfa' (menelusuri je)ak), qudwah (bersuri teladan)
dan uswah {berpanutan}. lttiba' terhadap aJ Qur'an berafti meniadikan al Qur'an
sebagai imam dan mengamalkan isinya. lttiba' kepada Rasul berarti menjadikannya
scbagai panutaR yang patui diteladani elan ditelusuri langkahnya. (Mahabbatur Rasul,
hal.101-102).
Adapun seeara istilah ittiba' berarti mengikuti seseorang atau suatu ucapan
dengan hqtah dan dafiJ. lbnu Khuwaiz Mandad mengatakan: "Setiap orang yang
engkau ikuti dengan hujjah dan dalil padanya, maka engkau adalah muttabi' (lbnu
Abdilbar dalam kitab Bayanul 'llmi, 21143).
Allah memerintahkan agar semua kaum muslimin berittiba' kepada Rasulullah
Shalalla-hu 'alahiw wa Saliam, seperti Firman-Nya:
i ..o
r\J- -s xi :,g *;i
;Ui;J
;i J-
t,!..,
J'J-v
i,[J .t;Xi;'t;i.-ui,;
' J - ;J -;-,
"ui W-
"Sesungguhnya telah ada pada dii Rasulullah /:::, l, "//-ltl -,2.- (ll
ii':-..'vi'ri l'r--:D
J-
4JJI'
J
,) 3q'.->.jt
JJ
sun teiadan yang baik., (yaitu) bagi orang yatq
-
mengharap (rahmat) Allah dan (kesenangan) hari akhirat dan dia banyak
menyebut A!lah." (Qs. al Ahzab:21)
lbnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini, "ayat ini merupakan azas pokok
lagi agung dalam bersuri teladan kepada Rasulullah Shalallahu 'alahiw wa Sallam
dalam segala ucapan, perbualan dan hal lhwalnya. . . {Tafsi r lbnu Katsir, 3t475).
Seorang ulama lain dalam kitabnya al Hadis al Hujjatun bi Nafsihi pada hal. 35
menyatakan: "Ayat ini memberi pengertian bahwa Rasulullah Shalallahu 'alahi wa
Sallam adalah panutan kita dan suri teladan bagi kita dalam segala urusan agama..."
lbnu Qayyim -rahimullah - dalam kitabnya I'lamu Muwaqqi'in 21139 menukil
ucapan Abu Daud -rahimahullah-, beliau berkata: "Aku mendengar imam Ahmad bin
Hambal -rahimahullah- menyatakan: lttiba' adalah seseorang mengikuti apa yang
datang dari Rasulullah Shala ahu 'alahiw wa Sallam dan pa.a Sahabai
Radhiallahu'anhd'
Dari perkataan para imam di atas, dapat dipahami behwa yang dinamakan ittiba'
ialah rnengikuti al Qu/an dan as Sunnah yang sahih dengan pemahaman salaful
B. Syarat lttiba'
Asy Syuhaimi (2019: 01) menuliskan tentang berlakunya kebolehan ittiba sebagai
berikuf:
Ittiba' hanya dikatakan benar apabila memenuhi tiga perkara yang diringkas
dari dalil-dalil AI-Quran dan As-Sunnah yang telah berlalu, tiga perkara
tersebut adalah:
1. Berpegang teguh kepada kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu
'alaihi wa sallam.
2. Tidak berpecah belah dan berselisih dalam al Quran dan as Sunnah.
3. Hendaknya ittiba' kepada al Quran dan as Sunnah dibatasi (diikat) dengan
pemahaman para ulama, tidak dengan pemahaman selain mereka.
.j:i.
,j. !I,2 jj r'
j-4 J;L-g
"Dan barary srapa yang rfienefttang Rasul ssrtdah 1Elas kebenaran baginya, dan
mcngikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesafan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali". (Qs. an Nisa'[4]:
115).
Imam Ahmad bin Hanbal hanya memboiehkan ittiba' kepada Rasul. Sedangkan
pendapat lain mengatakan bahwa boieh ittiba' kegada ulama yang drkategorikan
sebagai waratsatul anbiya', dengan alasan firman Allah Surah Al-Nahl 116l: 43 yang
artinya'. "Maka beftanyalah kepada orang-arang yang punya ilmu pengetahuan jika
kamu tidak mengetahui."
UjiKompetensi
Kompetensi Dasan
1) Memahami ketentuan taqlid
lndikator Pencapaian:
1 .
Menjelaskan pengertian taqlid;
-?, Menjelaskan syxal-syarat taqlid dan pembagiannya;
3. Menjelaskan hukum taqlid disertai pendapat para ulama;
A. Pengertian Taqlid
Secara bahasa taqlid berasal dari kata lqallada) - ila guqatrdu) - ll.llb
(taqlidan\. Yang mengandung arii mengalungi, menghiasi, meniru, menyerahkan, dan
.penerimaan perkataan
mengikuti. Ulama ushul fiqh mendefinisikan taqlid seseorang
sedangkan engkau tidak mengetahui dari mana asal kata itu'.
Menurut Muhammad Rasyid Ridha, taqlid ialah mengikuti pandapai orang lain
yang dianggap terhormat dalam masyarakat serta dipercaya tentang suatu hukum
agama lslam tanpa memperhatikan benar atau salahnya, baik atau buruknya, manfaat
atau mudlarat hukum itu.
Sedangkan menurut istitah taqtid adalah mengiku(t perkataan (pendapat) yang
tidak ada hujjahnya atau tidak mengetahui dari mana sumber atau dasar perkataan
(pendapat) itu. ketika seseorang menQikuti orang lein tanpa clalil yang jelas, baik dalam
hal ibadah, maupun dalam hal adat istiadat. Baik yang diikuti itu masih hidup, atau pun
sudah mati. Baik kepada orang tua maupun nenek moyang, hal seperti itulah yang
disebut dengan taqtid buta. Sifat inilah yang disandang oleh orang-orang kafu dan
dungu, dari dahulu kala hingga pada zaman kita sekarang ini, dimana mereka
menjalankan ibadah mereka sehari-hari berdasarkan taqlid buta dan mengikuti
perbuatan nenek-nenek moyang mereka yang tidak mempunyai dalil dan argumen
sama sekali. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan apabila dikatakan kepada mereka {orang-orang kafir dan yang menyekutukan
Allah Subhanahu wa Ta'ala): "ikutilah semua ajaran dan petunjuk yang telah Ailah
turunkan" Mereka menjawab: "Kami hanya mengikuti segala apa yang telah
dilakukan oleh nenek-nenek moyang kami". Padahal nenek-nenek noyang mereka
itu tidak mengefti apa-apa dan tidak iuga mendapat hidayah (dari Allahl (Qs. al
Baqarah l2l 17O)
-Cl*,--+
lnilah adz zikr yang Allah Subhanahu wa Ta'ala perintahkan agar kita selalu
ittiba' (mengikuti) kepadanye, dan Allah Subhanahu wa Ta'ala perintahkan orang
yang ttdak memtltkt ilmu agar befianya kepada ahlinya- lDileh yang wajib atas seiiap
orang agar bertanya kepada ahli ilmu tentang adz zikr yang Allah Subhanahu wa
Ta'ala turunkan kepada Rasul-Nya agar ahli ilmu ini memberitahukan kepadanya.
Sedang yang berasaf dari tabi'in dan orang-orang sesudahnya agar diseltdfkr
lebih dahulu. Mana yang benar diikuti dan mana yang salah ditinggalkan.
Allah Subharahu wa Ta'ala telah mencela tiga macam taqlid ini melalui ayat-aya!
Nya diantaranya:
'"J;ij.---:-qe
';- + r
,L i'L i.'-ji ,
-a-..- 'J
-.1
t L Ll,l lljt-i
"Bahkan mereka berkata: 'Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami
menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat
petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka. Dan demikianlah, Kami tidak mengutus
sebelum kamu seorang pemberi peingatan pun dalam suatu negei, melainkan
orcng-orang yang hidup mentah di negeri ilu berkata.' "Sesungguhnya kami
mendapati bapak-bapak kemi mengenut suatu egema den sesungguhnya kami
adalah pengikut jejak-jejak mereka." (Rasul itu) berkata: 'Apakah (kamu akan
mengiRutinya juga) sekal,pun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata)
memberi petunjuk daipada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu
Ushul Fikih xll Proq. Keogomoon MA IMAN Kotowo ngin Timur; 2020]
menganutnya?" Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami mengingkai agama
yang kamu diutus untuk menyampaikannya". (Qs. az-Zukhruf l43l:22-24\
UjiKompetensi
2. Benarkan sesearang boJeh berta{id kepada orang lajn tanpa perlu rne$hai dasar
keilmuanya? Kenapa?
3. Apa syarat/kcteRtuan dibolehkannya bertaqlid?
4. Bagaimana pandangan ulama mengenai perkara taqlid ini?
5. Apa hukum bertaqlid sebagaimana pandangan para ulama?
Kompetensi Dasar:
3.8. Memahami ketentuan talfiq;
Inclikator Pembelajeran:
1 . Menjelaskan pengertian talfiq dan contohnya;
2 Meriielaskan hukum talfiq beserta alasannya;
Definisi Talfiq
Talflq berarti "manyamakan" atau "merapatkan dua tepi yang berbeda". Menurut
jsfileh, talflq,ralah mergambil atau mengikuti hukua dari suatu perjstjwa atau kelaatran
dengan mengambilnya dari berbagai macam madzhab. Contoh nikah tanpa wali dan
saksi adalah sah asal ada iklan atau pengumuman. Menurut madzhab Hanafi, sah
nikah tanpa wali, sedangkan menurut madzhab Maliki, sah akad nikah tanpa saksi.
Pada dasarnya talfiq dibolehkan dalam agama, selama tujuan melaksanakan talfiq
itu sernata-rnata unluk melaksanaka n pendapat yang paling ber€r seielah rnenellti
dasar hukum dari pendapat itu dan mengambil yang lebih kuat dasar hukumnya.
Ada talfiq yang tujuannya untuk meneari yang ringan-ringan saja, yaitu mengikuti
pendapat yang paling mudah dikerjakan sekalipun dasar hukumnya lemah. Talfiq
semacam ini yang dicela para ulama. Jadi talfiq itu hakekatnya pada niat.
D. Hukum Talfiq
Ulame terbegi kepada dua kelompok tentang hukum talfiq. Satu kelompok
mengharamkan, dan satu kelompok lagi membotehkan. Ulama Hanafiyah mengklaim
iima' kaum muslimin atas koharaman talfiq. Sedangkan di kalangan Syati'iyah, hal itu
UjiKompetensi
Berilah jawaban kalian secara benar dan jelas atas pertanyaan-pertanyaan berikut!
1 . Jelaskan pengertian talfiq secara bahasa dan istilahi
Ash Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Pengantar Hukum ls/arn. Pustaka Rizki Putra ,
Semarang: 1997.
Haroen, Nasrun, Ushul Figih I Cet. Il, PT. LOGOS Wacana llmu, Jakarta: '1997.
Jumantoro, Totok Dan Samsul Munir. Karnus lslam Ushul Fklih. Amzah, Jakarta: 2005.
Khatat, Abdul Wehab, {{rnu Ushu{ Figh, Rineka Cipta. Jekerta: 1394.
Koto, Afardbiir. tlmu Ushul FtQh dan Ushul Ft4h, Pf Ral'aGrafrndo , Jakarta 2077-
Rifa'i, Drs. H. Moh., Ushul Fiqh. Wicaksana. Semarang: 1984.
Sirry, Mun'im A., Sejarah Fiqh lslam, Surabaya: Risalah Gusti, Cet l, 1995.
Suwandi, S.Ag., Eko. Diktat Fikih/Ushul Fikih Kelas Xll MA Prog. Keagamaan. MAN
Kotawaringin Timur, Sampit: 2018.
Syukur, Asywaedie. llmu Fiqih dan Ushul Fiqih. PT Bina llmu: Surabaya: 1990.
Ustadz Abd Latif Muda dan Ustazah Rosmawati Ali, Pengantar Usul Fiqh, Kuala Lumpur:
Pustaka Salam, tt.
Yahya, H. Prof. Dr. Fatchurahman Mukhtar. Dasar4asar Pembinaan Hukum Fiqih lslami,
PT.AI-Ma'arif. Bandung: 1986.
Web/Situs:
https:l/www. belajar-isl am. net/syarat-sah-ittiba/
https://makatahzaki.btogspot.com/zo1 1 /O6ltariih.html
https://ahmadfuadhasan.blogspot.comi20l 1/06iijtihad-taqlid-talfiq-dan-ittiba,,23 html
https://robbinadani.blogspoi.coml2Ol5l04lmakalah-ushul-fiqh-naskh-tarjih-serta.html
https://pikirdandzikir.blogspot.enml2}l9lO?llaqlid-ittiba-talfiq-dan-ijtihad-dalam.htmt