Anda di halaman 1dari 42

REFERAT

TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN JANTUNG DAN PARU


PADA ANAK

Disusun oleh :

N Sinta Fauziah Ulfah (1102017160)

Pembimbing :

dr. Dani Kurnia. Sp, A

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD ARJAWINANGUN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 22 NOVEMBER 2021 – 1 JANUARI 2022

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 2
1.1 Definisi.......................................................................................................................... 2
1.2 Epidemiologi .................................................................................. 2
1.3 Faktor Risiko .................................................................................. 2
1.4 Patogenesis ..................................................................................... 3
1.5 Diagnosis ........................................................................................ 4
1.6 Tatalaksana Kegawat Daruratan Jantung dan Paru Pada Anak. .... 6
BAB III ..........................................................................................................................31
DAFTAR ISI..................................................................................................................32

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Kegawatdaruratan bayi dan anak adalah kondisi yang berkenaan dengan suatu
penyakit atau kondisi lainnya yang mengancam jiwa, terjadi tiba-tiba dan tidak
diperkirakan sebelumnya, suatu kecelakaan atau kebutuhan yang segera atau mendadak.1
Lebih dari 20.000 bayi dan anak-anak mengalami serangan jantung per tahun di
Amerika Serikat. Pada tahun 2015, layanan medis darurat – henti jantung di luar rumah
sakit (out of-hospital cardiac arrest/OHCA) terjadi pada lebih dari 7000 bayi dan anak-
anak. Sekitar 11,4% pasien OHCA pediatrik bertahan, tetapi hasil bervariasi berdasarkan
usia, dengan tingkat kelangsungan hidup 17,1% pada remaja, 13,2% pada anak-anak, dan
4,9% pada bayi. Pada tahun yang sama, insiden serangan jantung di rumah sakit (IHCA)
adalah 12,66 kejadian per 1000 penerimaan bayi dan anak di rumah sakit, dengan tingkat
kelangsungan hidup secara keseluruhan untuk keluar dari rumah sakit 41,1%. Hasil
neurologis tetap sulit untuk dinilai di seluruh spektrum usia anak, dengan variabilitas
dalam metrik pelaporan dan waktu untuk menindak lanjuti di seluruh studi OHCA dan
IHCA. Hasil neurologis yang menguntungkan telah dilaporkan pada hingga 47% dari
orang yang selamat untuk dipulangkan.
Sementara itu, angka kejadian henti nafas dan henti jantung yang terjadi di rumah
sakit berkisar antara 2 – 6% dari pasien yang dirawat di ICU (Intensive Unit Care).
Sekitar 71-88% terjadi pada pasien dengan penyakit kronis, yang terbanyak adalah
penyakit saluran nafas, jantung, saluran pencernaan, saraf, dan kanker. Penyebabnya
hampir sama dengan henti nafas dan henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit di
mana yang terbanyak adalah asfiksia dan syok.1
Pedoman AHA 2020 menyebutkan bahwa CPR terdiri dari ventilasi mulut ke
mulut dan kompresi dada. Perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2 baik pada
usia bayi dan anak jika penolongnya 1 orang, sedangkan jika penolong hanya 2 orang
dilakukan dengan perbandingan 15 : 1. Mengenali henti jantung yang cepat, inisiasi
segera dari kompresi dada berkualitas tinggi, dan pemberian ventilasi yang efektif sangat
penting untuk meningkatkan hasil dari henti jantung.1
Pada bayi dan anak-anak, henti jantung sebab asfiksia lebih sering terjadi daripada
henti jantung akibat kejadian jantung primer; oleh karena itu, ventilasi yang efektif
penting selama resusitasi anak-anak. Ketika CPR dimulai, urutannya adalah kompresi-
airway-breathing.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISI
Kegawatdaruratan bayi dan anak adalah kondisi yang berkenaan dengan suatu
penyakit atau kondisi lainnya yang mengancam jiwa, terjadi tiba-tiba dan tidak
diperkirakan sebelumnya, suatu kecelakaan atau kebutuhan yang segera atau mendadak.2

1.2 EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 20.000 bayi dan anak-anak mengalami serangan jantung per tahun di
Amerika Serikat. Pada tahun 2015, layanan medis darurat – henti jantung di luar rumah
sakit (out of-hospital cardiac arrest/OHCA) terjadi pada lebih dari 7000 bayi dan anak-
anak. Sekitar 11,4% pasien OHCA pediatrik bertahan, tetapi hasil bervariasi berdasarkan
usia, dengan tingkat kelangsungan hidup 17,1% pada remaja, 13,2% pada anak-anak, dan
4,9% pada bayi. Pada tahun yang sama, insiden serangan jantung di rumah sakit (IHCA)
adalah 12,66 kejadian per 1000 penerimaan bayi dan anak di rumah sakit, dengan tingkat
kelangsungan hidup secara keseluruhan untuk keluar dari rumah sakit 41,1%. Hasil
neurologis tetap sulit untuk dinilai di seluruh spektrum usia anak, dengan variabilitas
dalam metrik pelaporan dan waktu untuk menindak lanjuti di seluruh studi OHCA dan
IHCA. Hasil neurologis yang menguntungkan telah dilaporkan pada hingga 47% dari
orang yang selamat untuk dipulangkan.1
Sementara itu, angka kejadian henti nafas dan henti jantung yang terjadi di rumah
sakit berkisar antara 2 – 6% dari pasien yang dirawat di ICU (Intensive Unit Care).
Sekitar 71-88% terjadi pada pasien dengan penyakit kronis, yang terbanyak adalah
penyakit saluran nafas, jantung, saluran pencernaan, saraf, dan kanker. Penyebabnya
hampir sama dengan henti nafas dan henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit di
mana yang terbanyak adalah asfiksia dan syok.1
1.3 FAKTOR RISIKO
Kondisi kegawatdarutan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai
faktor yang bergantung pada usia. Pada bayi baru lahir penyebab terbanyak adalah gagal
napas, sedangkan pada masa bayi penyebabnya antara lain sindrom bayi mati mendadak
(SIDS/Sudden Infant Death Syndrome), penyakit pernapasan, sumbatan saluran napas
(termasuk benda asing), tenggelam, sepsis, syok, dan penyakit neurologis. Pada anak
lebih dari 1 tahun selain penyakit infeksi, syok, penyebab terbanyak lain adalah cedera,
seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan sepeda, luka bakar, cedera senjata api, dan
tenggelam.2
1.4 PATOGENESIS
Sebagian besar kasus kegawatdaruratan pada anak yang menyebabkan henti jantung
sering disebabkan oleh hipoksia, pada anak jarang dijumpai gangguan primer jantung
yang dapat menyebabkan henti jantung mendadak. Hipoksia jaringan dapat berawal dari
gagal napas dengan kurangnya oksigenasi yang adekuat atau terjadi hipoperfusi berat
yang disebabkan oleh gagal sirkulasi. Gagal napas dan gagal sirkulasi yang tidak teratasi
dengan baik, ditambah kondisi anak yang semakin memburuk, memicu terjadinya henti
napas dan sirkulasi.2
1.5 DIAGNOSIS

2
Penilaian kegawatan pada bayi dan anak yang sakit berat seringkali tidak mudah.
Gangguan sistem respirasi dan sirkulasi pada bayi dan anak dapat memburuk dalam
waktu singkat. Diperlukan penilaian yang cepat dan terintegrasi untuk membuat
keputusan terapi dalam waktu cepat tanpa atau dengan adanya pengalaman klinis
perawatan anak-anak yang sakit kritis.2
Penilaian umum observasi cepat (< 60 detik) dengan menggunakan Pediatric
Assesment Triangle (PAT) merupakan penilaian kegawatdaruratan. Dari PAT ini kita
dapat mengenali kondisi distress napas, gagal nafas, syok, henti napas dan henti jantung,
disfungsi otak dan abnormalitas sistemik lainnya. PAT terdiri atas 3 komponen klinis
yaitu2:
1. Appearance/penampilan
2. Breathing/usaha pernapasan
3. Circulatory status/status sirkulasi
1) Penampilan Anak
Penampilan anak meliputi penilaian tonus otot, status mental, dan gambaran sistem
respiratorik, sirkulasi dan fungsi otak yang adekuat. Penampilan anak seringkali
merupakan cerminan kecukupan ventilasi dan oksigenasi otak. Namun demikian
beberapa keadaan lain, dapat pula memengaruhi penampilan anak seperti hipoglikemi,
keracunan, infeksi otak, perdarahan atau edema otak atau juga penyakit kronik pada
susunan saraf pusat. Penampilan anak dapat dinilai dengan berbagai skala. Metoda
“Ticles” meliputi penilaian tonus (T= Tone), interaksi (I= Interactiveness), konsolabilitas
(C= Consolability), cara melihat (L= look/Gaze), dan berbicara atau menangis (S=
Speech/cry). 2
Tabel. Penilaian dengan metode ‘Ticles’ (TICLS)2
Karakteristik Hal yang dinilai
Tone Bagaimana tonus otot bayi, baik, atau lumpuh? Apakah
anak bergerak aktif atau menolak pemeriksaan? (Pada
anak yang sakit kritis sering dijumpai tonus otot yang
menurun atau tampak lemas dan lemah).
Interactiveness Apakah anak bergerak dan interaktif, atau acuh tak
acuh pada lingkungan? Apakah suara
memengaruhinya?
Consolability/kemampuan Apakah dia dapat ditenangkan oleh pengasuh atau
anak untuk ditenangkan pemeriksa? Atau anak menangis terus atau terlihat
agitas sekalipun dilakukan pendekatan yang lembut?.
Menangis mungkin merupakan gejala non spesifik
yang tidak menunjukkan kecemasan atau rasa lapar,
bukan rasa tidak nyaman yang hebat.
Pandangan mata/posisi Apakah memfokuskan penglihatan pada muka? Atau
paksa/ Look/gaze pandangan kosong? Tatapan yang tidak responsif,
pandangan kosong menunjukkan gangguan status
mental (kesadaran).
Speech/cry a. Apakah anak berbicara atau menangis dengan kuat atau
lemah atau parau? Tangisan lemah merupakan
indikasi penting penyakit serius. Sebagai tambahan

3
suara serak atau redup menunjukkan obstruksi
saluran napas atas.

2) Upaya Napas/Work of Breathing


Anak yang memiliki gangguan oksigenasi dan atau ventilasi mungkin memiliki
masalah pernapasan, hal ini ditunjukkan dengan peningkatan upaya napas. Penurunan
usaha napas tampak saat pasien tampak kelelahan berisiko mengalami gagal napas dan
henti napas. Karakteristik hal yang dinilai adalah:
Tabel. Penilaian upaya nafas
Karakteristik Hal yang dinilai
Suara napas yang tidak normal Suara napas abnormal yang dapat didengar tanpa
(Suara napas tambahan) stetoskop sering merupakan indikasi terjadinya distress
napas. Mengorok, parau, stridor, merintih, mengi
Posisi tubuh yang tidak normal Menghidu/Sniffing, tripoding (anak duduk dan condong
ke depan, dengan kedua lengan bertumpu di samping),
menolak berbaring
Retraksi (Penggunaan otot Pasien bayi dan anak dengan oksigenasi atau ventilasi
tambahan) yang tidak adekuat. Supraklavikula, interkosta,
substernal.
Cuping hidung Napas cuping hidung (indikator lain penggunaan otot
napas tambahan dan terjadinya distres napas)

3) Sirkulasi ke Kulit
Pucat atau sianosis adalah salah satu tanda terjadinya hipoksemia atau gangguan
perfusi ke kulit. Waktu pengisian kapiler yang buruk atau kulit yang teraba dingin juga
menunjukkan keadaan perfusi yang buruk. Suhu lingkungan yang dingin dapat
menyebabkan vasokonstriksi perifer pada anak sehat yang mengakibatkan tampak bercak
kebiruan (mottling) di kulit anak dengan sirkulasi normal.2
Terdapat tiga assessment, yaitu7:
1. Primary assessment
2. Secondary Assessment
3. Tertiary Assessment
1) Primary Assessment; penilaian airway (patensi jalan napas), breathing (suara
napas abnormal, posisi tubuh abnormal, retraksi, napas cuping hidung),
circulation (evaluasi nadi, tensi, warna kulit, suhu badan, capillary refill
time/CRT), disability (nilai status neurologis dengan metode alert, verbal
response to pain, unresponsive/AVPU, atau Glasgow coma scale/GCS), dan
exposure. Kemudian manajemen dari masalah yang mengancam nyawa.
2) Secondary Assessment; anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih detail
termasuk tanyakan kejajdan yang menyebabkan kondisinya saat ini.
3) Tertiary Assessment; pemeriksaan penunjang diagnostik.7

4
PEMERIKSAAN FISIK
Setelah dilakukan penilaian umum, observasi awal cepat < 1 menit (PAT) dan
pemberian terapi suportif awal yang tepat, dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, agar
dapat mengidentifikasi kondisi yang mendasarinya dan memberi penanganan yang tepat. 2
Estimasi Berat Badan
Berat badan akurat mungkin tidak dapat diperiksa pada anak yang membutuhkan
intervensi berdasarkan berat badan seperti pemberian obat dan resusitasi cairan. Metode
untuk memperkirakan berat badan sebagai berikut2:
a. Formula perhitungan berat badan berdasarkan usia, yaitu BB (kg) = 2 (usia
dalam tahun + 4)
b. Pengukuran panjang badan dengan pita Broselow. Metode ini kurang akurat
dibanding berat badan aktual anak terutama bila berat badan > 25 kg. Karena banyak obat
resusitasi memiliki volume distribusi berkaitan dengan berat badan kering, maka
formulasi penghitungan estimasi berat badan penting bila berat badan tidak dapat diukur.2
Penilaian Utama
Pemeriksaan fisik utama mencakup hal berikut ini2:
1. Evaluasi Respirasi
Laju napas dan pola napas harus diamati. Pemeriksaan auskultasi untuk
mengevaluasi suara saluran napas atas atau bawah, suara napas simetri atau tidak.2

Tabel. Penilaian upaya nafas2


Karakteristik Hal yang dinilai
Suara napas yang tidak normal Mengorok, parau, stridor, merintih, mengi
Posisi tubuh yang tidak normal Sniffing, tripoding, menolak berbaring
Retraksi Supraklavikula, interkosta, substernal, head bobbing
Cuping hidung Napas cuping hidung

2. Pemeriksaan jantung: denyut jantung, tekanan darah, dan evaluasi perfusi organ
memberikan evaluasi yang lebih tepat mengenai status sirkulasi anak. Suara jantung
abnormal (seperti irama gallop atau murmur) dapat menunjukkan kelainan jantung seperti
gagal jantung.
3. Pemeriksaan neurologi: derajat kesadaran memberikan petunjuk penting perfusi otak.
Derajat kesadaran dapat dipilah secara cepat menggunakan skala AVPU (A = alert/siaga-
waspada, V = verbal/respons terhadap perintah verbal, P = pain/respons terhadap
rangsang nyeri, dan U = unresponsive/ tidak berespons terhadap rangsang fisik. Status
mental yang abnormal dapat disebabkan oleh penyebab nonneurologi (seperti hipoksia
atau syok hipovolemik) atau karena gangguan neurologi primer. Diperiksa juga
abnormalitas respons pupil, gerakan ekstraokuli atau gangguan aktivitas motorik.
4. Kulit: pemeriksaan kulit dapat memberi informasi status sirkulasi pasien bayi dan
anak, sesuai dengan kondisi khusus yang mendasarinya.2

1.6 PENATALAKSANAAN
Bantuan Hidup Dasar pada Anak

5
Sebelum melakukan resusitasi, yang sangat penting diperhatikan adalah
meyakinkan bahwa penolong dan korban telah berada pada tempat yang aman. Korban
dipindahkan hanya jika tempat tersebut membahayakan korban. Selain itu juga penting
dilakukan penilaian kegawatdaruratan anak, yaitu tiga komponen PAT seperti
penampilan anak, upaya napas, dan sirkulasi kulit.
a. Stabilisasi Awal
Bila terdapat abnormalitas atau gangguan pada pemeriksaan PAT maka anak yang
sakit kritis membutuhkan intervensi segera.2
b. Terapi Oksigen
Pemberian oksigen harus selalu dipikirkan pada setiap anak yang tampak sakit berat
menurut penilaian PAT. Sebagai acuan umum, setiap pasien bayi dan anak dengan dua
atau lebih abnormalitas pada PAT membutuhkan terapi oksigen. Sebagian besar pasien
dengan saturasi oksigen SpO2 ≤ 94% harus diberi suplementasi oksigen. Pada anak yang
bernapas spontan, pemberian oksigen konsentrasi rendah dapat diberikan dengan
menggunakan nasal kanul atau sungkup wajah sederhana. Sungkup wajah nonrebreathing
dengan reservoir dipakai untuk pemberian oksigen kadar tinggi. Pulse oximetry harus
dipakai untuk memantau pasien yang mendapat terapi oksigen.2
c. Bantuan Ventilasi/Assisted Ventilation
Anak yang mengalami apnea atau bradipnea membutuhkan bantuan ventilator.
Pemberian dukungan ventilator sebaiknya didahului dengan pemberian ventilasi balon-
sungkup (Bag Mask Ventilation/BMV). Intubasi endotrakea mungkin diperlukan pada
pasien dengan keadaan yang diperkirakan tidak dapat membaik dengan segera. Bantuan
sirkulasi Pasien bayi dan anak dengan perfusi tidak adekuat yang tampak dari penurunan
status mental, perfusi kulit yang buruk, waktu pengisian kapiler memanjang dan/atau
didapatkan abnormalitas tanda vital (takikardi dan takipnea) dianggap mengalami syok.
Akses vaskular harus segera tersedia dan dilakukan resusitasi cairan. Pada keadaan ini
tatalaksana awal syok harus segera diberikan.2
d. Pemantauan/Monitoring
Anak yang mengalami sakit kritis membutuhkan penilaian klinis yang berulang dan
dilakukan pemantauan tanda vital terus menerus, terutama denyut jantung dan pulse
oximetry. Hal ini penting untuk mengevaluasi efektivitas tatalaksana dan identifikasi
penurunan kondisi klinis.2
Pengenalan cepat dari henti jantung, inisiasi segera dari kompresi dada berkualitas
tinggi, dan pemberian ventilasi yang efektif sangat penting untuk meningkatkan hasil dari
henti jantung. Penolong awam tidak boleh menunda memulai CPR pada anak tanpa
“tanda-tanda kehidupan”. Penyelamat hanya dapat memberhentikan inisiasi CPR
maksimal kurang dari 10 detik apabila akan mengecek nadi dan nafas. Palpasi untuk ada
atau tidak adanya denyut nadi tidak dapat diandalkan sebagai satu-satunya penentu henti
jantung dan kebutuhan untuk kompresi dada. Pada bayi dan anak-anak, henti jantung
asfiksia lebih sering terjadi daripada henti jantung akibat kejadian jantung primer; oleh
karena itu, ventilasi yang efektif penting selama resusitasi anak-anak. Ketika CPR
dimulai, urutannya adalah kompresi-airway-breathing.1
Kondisi yang membutuhkan penanganan segera:
1) SYOK

6
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan system sirkulasi dalam mencukupi
kebutuhan nutrient dan oksigen baik dari pasokan, maupun utilisasinya untuk metabolism
seluler jaringan tubuh sehingga terjadi defisiensi akut oksigen di tingkat seluler.4
syok pediatrik yang paling umum adalah hipovolemik, termasuk syok akibat
perdarahan. Syok distributif, kardiogenik yaitu gangguan fungsi sirkulasi mendadak dan
kompleks yang mengakibatkan hipoksia jaringan akibat berkurangnya curah jantung pada
keadaan volume intravascular yang cukup4, dan obstruktif lebih jarang terjadi. Seringkali,
beberapa jenis syok dapat terjadi secara bersamaan; dengan demikian, penyedia harus
waspada.1
-Resusitasi pasien dalam syok
Syok berkembang dalam kontinum keparahan, dari keadaan terkompensasi ke
keadaan dekompensasi (hipotensi). Mekanisme kompensasi termasuk takikardia dan
peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik (vasokonstriksi) dalam upaya untuk
mempertahankan curah jantung dan perfusi organ akhir. Sebagai mekanisme gagal
kompensasi, hipotensi dan tanda-tanda perfusi organ, seperti status mental depresi,
penurunan urin output, asidosis laktat, dan nadi sentral lemah. 1
Pemberian awal cairan intravena untuk mengobati syok septik telah diterima secara
luas berdasarkan bukti yang terbatas. Kematian pasien anak akibat sepsis telah menurun
dalam beberapa tahun terakhir, bersamaan dengan penerapan pedoman yang menekankan
peran pemberian antibiotik dan cairan.

Gambar. Resusitasi Cairan pada Syok

7
Gambar. Resusitasi Pasien Syok Septik

Gambar. Resusitasi Pasien Syok Kardiogenik

Gambar. Resusitasi Pasien Syok Perdarahan Traumatik


Rekomendasi IDAI (2014) tentang tatalaksana syok4:
Kecepatan dalam memberikan penanganan syok sangat penting, semakin lama
dimulainya tindakan resusitasi makin memperburuk prognosis.
1. Prioritas utama yang harus segera dilakukan adalah pemberian oksigen aliran tinggi,
stabilisasi jalan napas, dan pemasanan jalur intravena, diikuti segera dengan resusitasi
cairan. Apabila jalur intravena perifer sukar didapat, jalur intraoseus (IO) segera dimulai.
2. Setelah jalur vaskular didapat, segera lakukan resusitasi cairan dengan bolus kristaloid
istonik (ringer laktat, normal saline) sebanyak 20 mL/kg dalam waktu 5-20 menit.
3. Pemberian cairan dapat diulang untuk memperbaiki tekanan darah dan perfusi jaringan.

8
4. Pemberian cairan hanya dibatasi bila diduga penyebab syok adalah disfunsi jantung
primer.
5. Apabila setelah pemberian 20-60 mL/kg kristaloid isotonik masih diperlukan cairan,
pertimbangkan pemberian koloid. Darah hanya direkomendasikan sebagai pengganti
volume yang hilang pada kasus perdarahan akut atau anemia dengan perfusi yang tidak
adekuat meskipun telah mendapat 2-3 x 20 mL/kg bolus kristaloid.
6. Dopamin merupakan inotropic pilihan utama pada anak, dengan dosis 5-10 ug/kg/menit.
Apabila syok resisten dengan pemberian dopamine, tambahkan epinefrin (dosis 0.05-0.3
ug/kg/menit) untuk cold shock atau norepinefrin (dosis 0.05-1 ug/kg/menit).
7. Syok resisten katekolamin, dapat diberikan kortikosteroid dosis stress (hidrokortison 50
mg/m2/24 jam).
8. Dobutamin dipergunakan apabila setelah resusitasi cairan didapatkan curah jantung yang
rendah dengan resistensi vaskular sistemik yang meningkat, ditandai dengan ekstremitas
dingin, waktu pengisian kapiler memanjang, dan produksi urin berkurang tetapi tekanan
darah normal.
Adapun target resusitasi yan ingin dicapai merupakan pertanda perfusi jaringan
dan homeostasis seluler yang adekuat, terdiri dari: frekuensi denyut jantung normal, tidak
ada perbedaan antara nadi sentral dan perifer, waktu pengisian kapiler < 2 detik,
ekstremitas hangat, status mental normal, tekanan darah normal, produksi urin > 1
mL/kg/jam, penurunan laktat serum.
2) PENURUNAN KESADARAN
Penurunan kesadaran pada anak merupakan kedaruratan yan mengancam jiwa,
membutuhkan diagnosis dan tatalaksana yan cepat.4
Tatalaksana awal penurunan kesadaran meliputi penanganan jalan napas (airway),
pernapasan (breathing), dan sirkulasi (circulation), kemudian mencari etiologi. Hal ini
bertujuan untuk menceah kerusakan otak lebih lanjut.4

Gambar. Algoritma tata laksana awal pasien dengan kesadaran menurun

3) MANAJEMEN JALAN NAPAS

9
a. GAGAL PERNAPASAN
Kegagalan pernapasan terjadi ketika pernapasan pasien menjadi tidak memadai dan
menghasilkan oksigenasi dan ventilasi yang tidak efektif. Hal ini dapat terjadi karena
gangguan kontrol pernapasan, obstruksi jalan napas atas, obstruksi jalan napas bawah,
kegagalan otot pernapasan, atau penyakit parenkim paru. Memberikan ventilasi bantuan
ketika pernapasan tidak ada atau tidak memadai, menghilangkan obstruksi jalan napas
benda asing (FBAO), dan pemberian nalokson pada overdosis opioid dapat
menyelamatkan nyawa. Mati lemas (misalnya, FBAO) dan keracunan adalah penyebab
utama kematian pada bayi dan anak-anak. Balon, makanan (misalnya, hot dog, kacang-
kacangan, anggur), dan benda-benda rumah tangga kecil adalah penyebab paling umum
dari FBAO pada anak-anak,1-3 sedangkan cairan umum di antara bayi.4 Penting untuk
membedakan antara FBAO ringan (pasien batuk dan mengeluarkan suara) dan FBAO
berat (pasien tidak dapat mengeluarkan suara). Pasien dengan FBAO ringan dapat
mencoba untuk menghilangkan obstruksi dengan batuk, tetapi intervensi diperlukan pada
obstruksi berat. Di Amerika Serikat pada tahun 2017, overdosis opioid menyebabkan 79
kematian pada anak-anak di bawah 15 tahun dan 4094 kematian pada orang berusia 15
hingga 24 tahun.5 Naloxone membalikkan depresi pernapasan overdosis narkotika,6 dan,
pada tahun 2014, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS menyetujui penggunaan
autoinjektor nalokson oleh penolong awam dan penyedia layanan kesehatan. Perangkat
pengiriman intranasal nalokson juga tersedia.

Gambar. Perawatan Pernapasan Tidak adekuat Dengan Nadi

10
Gambar. Obstruksi Saluran Nafas Akibat Benda Asing

Gambar. Rekomendasi untuk Henti Jantung dan Pernapasan Terkait Opioid

11
Gambar. Algoritma Darurat Terkait Opioid untuk Penyedia Layanan Kesehatan. AED
menunjukkan defibrilator eksternal otomatis; BLS, bantuan hidup dasar; dan CPR,
resusitasi jantung paru.
Pada penderita yang tidak sadar sering terjadi obstruksi akibat lidah jatuh ke
belakang. Aktifkan layanana system awat darurat, berikan kompresi 30 kali, tidak perlu
diperiksa nadi,dilanjutkan dengan pemberian 2 kali napas bantuan. Usahakan untuk
memeriksa posisi benda asing setiap kali mulut pendeita terbuka saat dilakukan kompresi.
Bila memungkinkan untuk dikeluarkan, sebaiknya dikeluarkan. Oleh karena itu penolong
harus segera membebaskan jalan nafas dengan beberapa teknik berikut:

Gambar. Teknik head tilt and chin lift pada bayi dan anak
1. Aman dilakukan bila penderita tidak dicurigai mengalami trauma tulang leher, gunakan
manuver head tilt-chin lift untuk membuka jalan napas. Caranya adalah satu tangan
diletakkan pada bagian dahi untuk menengadahkan kepala, dan secara simultan jari-jari
tangan lainnya diletakkan pada tulang dagu sambal diangkat sehingga jalan nafas terbuka.
2. Korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik jaw-thrust Maneuver
untuk membuka jalan nafas, yaitu dengan cara meletakkan 2 atau 3 jari di bawah angulus
mandibula kemudian angkat dan arahkan keluar, jika terdapat dua penolong maka yang
satu harus melakukan imobilisasi tulang servikal.

12
Gambar. Teknik Jaw Thrust
- INTUBASI

Penting untuk memilih peralatan dan obat yang sesuai untuk intubasi pediatrik. ETT
henti jantung secara historis lebih disukai untuk anak kecil karena saluran udara
pediatrik normal menyempit di bawah pita suara, menciptakan segel anatomis di sekitar
tabung distal. Pada keadaan akut dan dengan komplians paru yang buruk, uncuffed ETT
mungkin perlu diubah menjadi cuffed ETT. Tabung yang diborgol meningkatkan akurasi
kapnografi, mengurangi kebutuhan akan perubahan ETT (menghasilkan reintubasi
berisiko tinggi atau kompresi tertunda), dan meningkatkan tekanan dan pengiriman
volume tidal. Namun, tekanan tinggi pada manset dapat menyebabkan kerusakan mukosa
saluran napas. Meskipun beberapa penelitian telah mengidentifikasi bahwa penggunaan
tabung manset sebenarnya dapat mengurangi trauma jalan napas dengan mengurangi
perubahan tabung, perhatian harus dilakukan untuk memilih ukuran tabung yang benar
dan tekanan inflasi manset.1 Tekanan manset ETT dinamis selama pengangkutan di
ketinggian2 dan dengan meningkatnya edema jalan napas.
Intubasi adalah prosedur berisiko tinggi. Tergantung pada hemodinamik pasien,
mekanik pernapasan, dan status jalan napas, pasien dapat meningkatkan risiko serangan
jantung selama intubasi. Oleh karena itu, penting untuk memberikan resusitasi yang
memadai sebelum intubasi. Tekanan krikoid selama ventilasi bag-mask dan intubasi
secara historis telah digunakan untuk meminimalkan risiko refluks isi lambung ke jalan
napas, tetapi ada kekhawatiran bahwa kompresi trakea dapat menghambat ventilasi
bagmask yang efektif dan keberhasilan intubasi. Konfirmasi penempatan ETT pada
pasien dengan ritme perfusi tidak dapat dicapai dengan auskultasi suara napas, kabut
dalam selang, atau dada naik. Detektor kolorimetri atau kapnografi (ETCO ) dapat
digunakan untuk menilai penempatan ETT awal. Pada pasien dengan penurunan aliran
darah paru akibat curah jantung yang rendah atau henti jantung, ETCO mungkin tidak
dapat diandalkan.

Gambar. Penggunaan Tabung Cuffed Endotracheal Tubes untuk Intubasi

13
Gambar. Penggunaan Tekanan Krikoid Selama Intubasi

Gambar. Penggunaan Atropin untuk Intubasi

Gambar. Memantau CO2 yang dihembuskan pada Pasien dengan Advanced Airways

4) RESUSITASI JANTUNG PARU PADA ANAK


CPR atau yang lebih dikenal dengan istilah Resusitasi Jantung Paru (RJP)
merupakan upaya yang dilakukan terhadap korban atau penderita yang sedang berada
dalam kondisi gawat atau kritis untuk mengembalikan nafas dan sirkulasi spontan. RJP
terdiri atas Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup Lanjutan (BHL). BHD
adalah tindakan resusitasi yang dilakukan tanpa menggunakan alat atau dengan alat yang
terbatas berupa bag-mask ventilation, sedangkan BHL sudah menggunakan alat dan obat-
obatan resusitasi sehingga penanganan dapat dilakukan lebih optimal.

14
Gambar 10. Rantai Bertahan Hidup AHA untuk IHCA dan OHCA pediatrik.

Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengoptimalkan tekanan perfusi dari


arteri koronaria jantung dan aliran darah ke organ-organ penting selama fase low flow.
Kompresi jantung yang adekuat dan berkelanjutan dalam pemberian penanganan bantuan
hidup dasar sangat penting pada fase ini.1
CPR berkualitas tinggi menghasilkan aliran darah ke organ vital dan
meningkatkan kemungkinan kembalinya sirkulasi spontan (ROSC). 5 komponen utama
CPR berkualitas tinggi adalah (1) kedalaman kompresi dada yang memadai, (2)
kecepatan kompresi dada yang optimal, (3) meminimalkan gangguan pada CPR (yaitu,
memaksimalkan fraksi kompresi dada atau proporsi waktu diberikannya kompresi dada.
untuk henti jantung), (4) memungkinkan rekoil dada penuh di antara kompresi, dan (5)
menghindari ventilasi yang berlebihan. Kompresi dengan kedalaman dan kecepatan yang
tidak memadai, recoil dada tidak lengkap, dan tingkat ventilasi yang tinggi umum selama
resusitasi pediatrik.1
Memulai dan mempertahankan CPR berkualitas tinggi dikaitkan dengan
peningkatan tingkat ROSC, kelangsungan hidup, dan hasil neurologis yang
menguntungkan, namun kualitas CPR yang diukur seringkali kurang optimal.Teknik
pemantauan noninvasif dan invasif dapat digunakan untuk menilai dan memandu kualitas
CPR. Pemantauan tekanan darah arteri invasif selama CPR memberikan wawasan tentang
tekanan darah yang dihasilkan dengan kompresi dan obat-obatan. End-tidal CO
mencerminkan baik curah jantung yang dihasilkan dan kemanjuran ventilasi dan dapat
memberikan umpan balik pada kualitas CPR. Kenaikan ETCO yang tiba-tiba mungkin
merupakan tanda awal ROSC.6 Perangkat umpan balik CPR (yaitu, perangkat pelatihan,
audio, dan audiovisual) dapat meningkatkan tingkat kompresi, kedalaman, dan mundur
dalam sistem pelatihan dan jaminan kualitas untuk CPR berkualitas tinggi. Ultrasonografi
titik perawatan, khususnya ekokardiografi, selama CPR telah dipertimbangkan untuk
mengidentifikasi penyebab henti jantung yang reversibel. Teknologi yang sedang
dievaluasi untuk menilai kualitas resusitasi termasuk tindakan noninvasif oksigenasi otak,
seperti menggunakan spektroskopi inframerah dekat selama CPR.1
Alat yang diperlukan untuk melakukan RJP pada bayi dan anak adalah:

 Bag-valve mask untuk memberikan ventilasi yang efektif dan aman

15
 Defibrillator, dibutuhkan dalam memberikan bantuan hidup lanjut bila ada irama jantung
yang dapat dilakukan shock
 Laringoskop
 Endotrakeal tube, supraglottic airway devices, laryngeal mask airway/LMA
 Tabung oksigen, suction
 Alat monitor detak dan irama jantung seperti stetoskop, monitor EKG
 Monitor saturasi dan EtCO2 (end-tidal carbon dioxide).1
Pada keadaan kritis, mengukur berat badan bayi dan anak seringkali tidak
memungkinkan. Untuk itu dapat digunakan Broselow tape, yaitu suatu grafik yang dapat
memprediksi berat badan bayi dan anak berdasarkan panjang atau tinggi
badannya. Broselow tape adalah perangkat penting dalam keadaan darurat untuk
membantu menghitung dosis obat yang tepat, menentukan jumlah pemberian cairan yang
akurat, dan memilih ukuran peralatan yang benar, seperti ukuran laringoskopi atau
endotrakeal tube.8

16
17
Persiapan pasien:
1. Nilai kesadaran anak dengan cara menilai respon yaitu dengan cara memanggil,
menepuk pundak, atau menggoyangkan badan anak.
2. Pastikan penolong, lingkungan, dan pasien aman.

18
t
Gambar. Algoritma Bantuan Hidup Dasar-Satu Penolong

19
Gambar. Algoritma Bantuan Hidup Dasar-Dua Penolong

20
Gambar. Algoritma Henti Jantung Pada Anak1

21
a. Alat bantu jalan napas lanjutan
1. Intubasi endotrakeal atau saluran napas lanjutan supraglotik
2. Kapnografi gelombang atau kapnometri untuk mengkonfirmasi dan memantau
penempatan pipa ETT
INTERVENSI AIRWAY LANJUTAN SELAMA CPR
Sebagian besar serangan jantung anak dipicu oleh kerusakan pernapasan.
Manajemen jalan napas dan ventilasi yang efektif merupakan dasar untuk resusitasi
pediatrik. Meskipun sebagian besar pasien dapat berhasil diventilasi dengan
ventilasi bag-mask, metode ini memerlukan interupsi pada kompresi dada dan
dikaitkan dengan risiko aspirasi dan barotrauma. Intervensi jalan napas lanjutan,
seperti penempatan supraglottic airway (SGA) atau intubasi endotrakeal (ETI),
dapat meningkatkan ventilasi, mengurangi risiko aspirasi, dan memungkinkan
pemberian kompresi tanpa gangguan. Namun, penempatan jalan napas dapat
mengganggu pengiriman kompresi atau mengakibatkan perangkat yang salah
posisi. Penempatan saluran napas lanjutan memerlukan peralatan khusus dan
penyedia yang terampil, dan mungkin sulit bagi para profesional yang tidak secara
rutin mengintubasi anak-anak.

b. Terapi obat
Pemberian obat selama CPR. Agen vasoaktif, seperti epinefrin, digunakan selama
serangan jantung untuk memulihkan sirkulasi spontan dengan mengoptimalkan perfusi

22
koroner dan mempertahankan perfusi serebral, tetapi manfaat dan waktu pemberian yang
optimal masih belum jelas. Antiaritmia mengurangi risiko ventrikel fibrilasi berulang
(VF) dan ventrikel takikardia (pVT) setelah defibrilasi dan dapat meningkatkan
keberhasilan defibrilasi. Penggunaan rutin natrium bikarbonat dan kalsium tidak
didukung oleh data saat ini. Namun, diindikasikan pada keadaan khusus seperti
ketidakseimbangan elektrolit dan toksisitas obat tertentu.
Dosis obat untuk anak-anak didasarkan pada berat badan, yang seringkali sulit
diperoleh dalam keadaan darurat. Ada banyak pendekatan untuk memperkirakan berat
badan ketika berat badan sebenarnya tidak dapat diperoleh.
1. Dosis IV / IO epinefrin: 0.01 mg/kg (0.1 ml/kg dari konsentrasi 0.1 mg/ml), dosis
maksimal adalah 1 mg diulan setiap 3-5 menit. Apabila tidak ada akses IO / IV,
boleh memberikan dosis endotrakeal yaitu 0.1 mg/kg (0.1 ml/kg dari konsentrasi 1
mg/ml).
2. Dosis IV / IO amiodarone: 5 mg/kg bolus selama henti jantung. Dapat diulang
hingga 3 dosis total untuk VF refrakter / VT tanpa denyut, atau
3. Dosis IV/ IO lidocaine: dosis awal berupa loading dose 1 mg/kg

23
Gambar. Rekomendasi Pemberian Obat selama Henti Jantung

Gambar. Dosis Obat Resusitasi Berdasarkan Berat Badan


MANAJEMEN VF/pVT
Irama shockable mungkin merupakan irama awal serangan jantung (VF/ pVT
primer) atau dapat berkembang selama resusitasi (VF/pVT sekunder). Defibrilasi
adalah pengobatan definitif untuk VF/pVT. Semakin pendek durasi VF/pVT,
semakin besar kemungkinan syok akan menghasilkan ritme perfusi. Defibrillator
manual dan AED dapat digunakan untuk mengobati VF/pVT pada anak-anak.
Defibrillator manual lebih disukai ketika ritme yang dapat diberi kejutan
diidentifikasi oleh penyedia layanan kesehatan karena dosis energi dapat dititrasi
dengan berat badan pasien. AED memiliki spesifisitas tinggi dalam mengenali ritme
syok pediatrik. Biphasic, bukan monophasic, defibrillator direkomendasikan karena
lebih sedikit energi yang dibutuhkan untuk mencapai penghentian VF/pVT, dengan
efek samping yang lebih sedikit. Banyak AED dilengkapi untuk melemahkan
(mengurangi) dosis energi agar sesuai untuk bayi dan anak-anak di bawah usia 8
tahun.
c. Energi syok untuk defibrilasi
1. Syok pertama 2 joule/kg
2. Syok kedua 4 joule/kg
3. Syok seterusnya ≥ 4 joule/kg, maksimum 10 joule/kg atau dosis dewasa.

24
Gambar. Ukuran, Jenis, dan Posisi Defibrilator Paddle

Gambar. Jenis Defibrilator

d. Penyebab yang reversible


1. Hipovolemia
2. Hipoksia
3. Ion hydrogen (asidosis)
4. Hipoglikemia
5. Hipo/hyperkalemia
6. Hipotermia
7. Tension pneumothoraks
8. Tamponade jantung
9. Toksin
10. Trombosis paru
11. Trombosis coroner

25
e. Dukungan Permukaan untuk CPR.
1. Selama IHCA, jika tersedia, aktifkan tempat tidur "mode CPR"
2. Masuk akal untuk melakukan dada
3. kompresi pada permukaan yang keras. Selama IHCA, masuk akal untuk
menggunakan papan belakang untuk meningkatkan kompresi dada
4. kedalaman

Gambar. Algoritma Bantuan Hidup Jantung Lanjut Pada Kasus Henti Jantung Untuk
Pasien Anak Terduga atau Terkonfirmasi COVID-19

Beberapa perbaruan pada AHA (2020) mengenai CPR pediatrik seperti:


a. Laju bantuan ventilasi yaitu untuk bayi dan anak-anak denan denyut nadi, namun upaya
bernapas tidak ditemukan atau tidak memadai, pemberian 1 napas setiap 2 sampai 3 detik
(20-30 napas/menit) dapat dilakukan.
b. Laju bantuan ventilasi saat CPR berlangsung dengan bantuan alat jalan napas lanjutan
(advanced airway): saat melakukan CPR pada bayi dan anak-anak yang telah terpasang
advanced airway, rentang laju pernapasan 1 napas setiap 2 hinga 3 detik (20-30
napas/menit) perlu dipilih, berdasarkan usia dan kondisi klinis. Laju yan melebihi
rekomendasi ini dapat membahayakan hemodinamik.
c. Penekanan pada pemberian epinefrin dini: Untuk pasien anak-anak dalam keadaan apa
pun, dosis awal epinefrin perlu diberikan dalam 5 menit sejak dimulainya kompresi dada.
- EKSTRAKORPOREAL RESUSITASI JANTUNG PARU
Extracorporeal cardiopulmonary resuscitation (ECPR) didefinisikan sebagai
penyebaran cepat oksigenasi membran ekstrakorporeal venoarterial (ECMO) untuk

26
pasien yang tidak mencapai ROSC berkelanjutan. Ini adalah terapi multidisiplin yang
intensif sumber daya, kompleks, yang secara tradisional terbatas pada pusat medis
pediatrik besar dengan penyedia yang memiliki keahlian dalam pengelolaan anak-anak
dengan penyakit jantung. Penggunaan ECPR secara bijaksana untuk populasi pasien
tertentu dan dalam lingkungan yang berdedikasi dan sangat dipraktikkan telah terbukti
berhasil, terutama untuk IHCA dengan penyebab yang dapat dibalik.1 Tingkat
penggunaan ECPR telah meningkat, dengan laporan pusat tunggal pada orang dewasa
dan anak-anak menunjukkan bahwa penerapan terapi ini pada populasi pasien yang lebih
luas dapat meningkatkan kelangsungan hidup setelah serangan jantung.2–4 Tidak ada
penelitian tentang ECPR yang menunjukkan hasil yang lebih baik setelah OHCA
pediatrik.

- MANAJEMEN VF/pVT
Risiko VF/pVT terus meningkat sepanjang masa kanak-kanak dan remaja tetapi tetap
kurang sering dibandingkan pada orang dewasa. Henti jantung karena ritme awal
VF/pVT memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik untuk keluar dari rumah
sakit dengan fungsi neurologis yang menguntungkan daripada henti jantung karena ritme
awal yang tidak dapat dikejutkan. Irama shockable mungkin merupakan irama awal
serangan jantung (VF/ pVT primer) atau dapat berkembang selama resusitasi (VF/pVT
sekunder). Defibrilasi adalah pengobatan definitif untuk VF/pVT. Semakin pendek durasi
VF/pVT, semakin besar kemungkinan syok akan menghasilkan ritme perfusi.
Defibrillator manual dan AED dapat digunakan untuk mengobati VF/pVT pada anak-
anak. Defibrillator manual lebih disukai ketika ritme yang dapat diberi kejutan
diidentifikasi oleh penyedia layanan kesehatan karena dosis energi dapat dititrasi dengan
berat badan pasien. AED memiliki spesifisitas tinggi dalam mengenali ritme syok
pediatrik. Biphasic, bukan monophasic, defibrillator direkomendasikan karena lebih
sedikit energi yang dibutuhkan untuk mencapai penghentian VF/pVT, dengan efek
samping yang lebih sedikit. Banyak AED dilengkapi untuk melemahkan (mengurangi)
dosis energi agar sesuai untuk bayi dan anak-anak di bawah usia 8 tahun.

Koordinasi Syok dan CPR

27
- PERAWATAN DAN PEMANTAUAN PASCA-JANGKAUAN JANTUNG
Resusitasi yang berhasil dari henti jantung menghasilkan sindrom pasca henti jantung
yang dapat berkembang dalam beberapa hari setelah ROSC. Komponen sindrom pasca
henti jantung adalah (1) cedera otak, (2) disfungsi miokard, (3) iskemia sistemik dan
respons reperfusi, dan (4) patofisiologi pencetus yang persisten.1 Cedera otak pasca henti
jantung tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada orang dewasa dan
anak-anak karena otak memiliki toleransi yang terbatas terhadap iskemia, hiperemia, atau
edema. Perawatan pasca henti jantung anak berfokus pada mengantisipasi,
mengidentifikasi, dan mengobati fisiologi kompleks ini untuk meningkatkan
kelangsungan hidup dan hasil neurologis. Manajemen suhu yang ditargetkan (TTM)
mengacu pada pemeliharaan suhu pasien secara terus-menerus dalam kisaran yang
ditentukan secara sempit sambil terus memantau suhu. Semua bentuk TTM menghindari
demam, dan TTM hipotermia mencoba untuk mengobati sindrom reperfusi dengan
menurunkan kebutuhan metabolik, mengurangi produksi radikal bebas, dan menurunkan
apoptosis. Identifikasi dan pengobatan gangguan seperti hipotensi, demam, kejang,
cedera ginjal akut, dan kelainan oksigenasi, ventilasi, dan elektrolit-penting karena dapat
mempengaruhi hasil.

Manajemen Suhu Target Pasca-Serangan Jantung

Manajemen Tekanan Darah Pasca-Serangan Jantung

28
Manajemen Ventilasi dan Oksigenasi Pasca-Serangan Jantung

Pemantauan EEG Pasca-Serangan Jantung dan Perawatan Kejang

29
Gambar. Daftar Periksa Perawatan Pasca Henti Jantung

30
Gambar . Peta jalan menuju pemulihan1
- PEMULIHAN PASCA-CARDIAC ARREST
Orang yang selamat berada pada risiko yang signifikan untuk morbiditas fisik,
neurologis, kognitif, emosional, dan sosial jangka pendek dan jangka panjang.3 Banyak
anak yang selamat dari serangan jantung dengan "hasil yang menguntungkan" memiliki
gangguan neuropsikologis yang lebih halus dan berkelanjutan.4 Dampak penuh dari
cedera otak pada perkembangan anak-anak mungkin tidak sepenuhnya dihargai sampai
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun setelah serangan jantung. Selain itu, karena anak-
anak dibesarkan oleh pengasuh, dampak morbiditas setelah serangan jantung tidak hanya
mempengaruhi anak tetapi juga keluarga. Pemulihan telah diperkenalkan sebagai mata
rantai keenam dalam Rantai Kelangsungan Hidup untuk mengakui bahwa orang yang
selamat dari serangan jantung mungkin memerlukan dukungan medis, rehabilitatif,
pengasuh, dan komunitas terintegrasi yang berkelanjutan dalam beberapa bulan hingga
tahun setelah serangan jantung. Pernyataan ilmiah terbaru dari AHA dan ILCOR
menyoroti pentingnya mempelajari hasil kualitas hidup neurologis dan terkait kesehatan
jangka panjang.

31
- EVALUASI HENTI JANTUNG MENDADAK YANG TIDAK DAPAT
DIJELASKAN
Kardiomiopati hipertrofik, anomali arteri koroner, dan aritmia adalah penyebab
umum henti jantung mendadak yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada bayi dan
anak-anak. Hingga sepertiga pasien muda yang tidak dapat bertahan hidup dari serangan
jantung mendadak yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya tidak memiliki kelainan yang
ditemukan pada otopsi kasar dan mikroskopis. Evaluasi genetik postmortem ("otopsi
molekuler") semakin banyak digunakan untuk menginformasikan etiologi serangan
jantung mendadak yang tidak dapat dijelaskan. Selain memberikan penjelasan untuk
penangkapan, diagnosis genetik dapat mengidentifikasi penyakit jantung yang
diturunkan, seperti saluranopati dan kardiomiopati, memungkinkan skrining dan tindakan
pencegahan untuk kerabat.

32
- MANAJEMEN BRADIKARDIA
Bradikardia yang berhubungan dengan gangguan hemodinamik, bahkan dengan nadi
yang teraba, mungkin merupakan pertanda henti jantung. Dengan demikian, bradikardia
dengan denyut jantung kurang dari 60 denyut per menit memerlukan evaluasi darurat
untuk gangguan kardiopulmoner. Jika ada kompromi kardiopulmoner, manajemen awal
di pasien anak memerlukan penilaian simultan dari etiologi dan pengobatan dengan
mendukung jalan napas, ventilasi, dan oksigenasi. Jika bradikardia dengan gangguan
kardiopulmoner muncul meskipun oksigenasi dan ventilasi efektif, CPR harus segera
dimulai. Hasil yang lebih baik untuk anak-anak yang menerima CPR untuk bradikardia
sebelum berkembang menjadi henti jantung. Faktor-faktor yang dapat diperbaiki yang
berkontribusi terhadap bradikardia (yaitu, hipoksia, hipotensi, hipoglikemia, hipotermia,
asidosis, atau konsumsi toksik) harus diidentifikasi dan segera diobati.

33
- Takiaritmia
Takiaritmia kompleks sempit yang teratur (durasi QRS 0,09 detik atau kurang) paling
sering disebabkan oleh sirkuit reentrant, meskipun mekanisme lain (misalnya, takikardia
atrium ektopik, fibrilasi atrium) kadang-kadang terjadi. Takiaritmia kompleks lebar yang
teratur (lebih dari 0,09 detik) dapat memiliki beberapa mekanisme, termasuk takikardia
supraventrikular (SVT) dengan konduksi yang menyimpang atau takikardia ventrikel.
Dampak hemodinamik SVT pada pasien anak dapat bervariasi, dengan gangguan
kardiovaskular (yaitu, perubahan status mental, tanda-tanda syok, hipotensi) terjadi pada
sebagian kecil pasien. Pada pasien dengan hemodinamik stabil, SVT yang masuk kembali
seringkali dapat dihentikan dengan manuver vagal. Adenosin tetap menjadi obat pilihan
untuk mengobati SVT pada bayi dan anak-anak dengan denyut nadi teraba yang tidak
berespons terhadap manuver vagal. Untuk pasien dengan takikardia kompleks lebar yang
hemodinamik stabil dan mereka yang SVT berulang setelah pengobatan awal yang
berhasil, konsultasi ahli penting untuk mendiagnosis etiologi dan menyesuaikan
pengobatan. Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil dengan SVT atau takikardia
kompleks lebar, kardioversi tersinkronisasi harus dipertimbangkan.

34
Gambar 12. Bradikardia Pediatrik Dengan Algoritma Denyut. ABC menunjukkan
jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi; AV, atrioventrikular; TD, tekanan darah; CPR,
resusitasi jantung paru; EKG, elektrokardiogram; HR, detak jantung; IO, intraosseus; dan
IV, intravena.

35
- Pengobatan Takikardia (Supraventrikular Dengan Denyut Nadi)

36
- Pengobatan Takikardia Kompleks Luas (Dengan Denyut Nadi)

- PENGOBATAN MIOKARDITIS DAN KARDIOMIOPATI


Miokarditis fulminan dapat mengakibatkan penurunan curah jantung dengan
kompromi organ akhir; penyakit sistem konduksi, termasuk blok jantung lengkap; dan
aritmia supraventrikular atau ventrikel yang persisten, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan henti jantung.1 Karena pasien dapat datang dengan gejala nonspesifik
seperti sakit perut, diare, muntah, atau kelelahan, miokarditis dapat dikacaukan dengan
gejala penyakit lain yang lebih umum. Hasil dapat dioptimalkan dengan diagnosis dini
dan intervensi segera, termasuk pemantauan dan terapi ICU. Serangan tiba-tiba dari blok
jantung dan ektopi ventrikel multifokal pada pasien dengan miokarditis fulminan harus
dipertimbangkan sebagai keadaan sebelum henti jantung. Pengobatan dengan obat pacu
jantung eksternal atau intrakardiak atau obat antiaritmia mungkin tidak berhasil, dan
transfer dini ke pusat yang mampu memberikan dukungan hidup ekstrakorporeal (ECLS)
atau bantuan mekanis.1

37
BAB III
KESIMPULAN

Kegawatdaruratan bayi dan anak adalah kondisi yang berkenaan dengan suatu
penyakit atau kondisi lainnya yang mengancam jiwa, terjadi tiba-tiba dan tidak
diperkirakan sebelumnya, suatu kecelakaan atau kebutuhan yang segera atau mendadak.
Bantuan hidup dasar pediatrik, berlaku untuk bayi usialebih dari 28 hari hingga
kurang dari 12 bulan, anak usia 12 bulan hingga muncul tanda pubertas
Pada bayi dan anak, penyebab utama henti jantung biasanya bukan jantung, tetapi
hasil akhir dari kegagalan pernapasan yang progresif atau syok. penutama Pada anak
dengan penyakit jantung bawaan, henti jantung seringkali disebabkan oleh penyebab
utama jantung. CPR pada anak dimulai dengan urutan C-A-B (Circulation-Airway-
Breathing), karena henti jantung pada anak seringkali disebabkan oleh penyebab utama
jantung.
Resusitasi jantung paru pada bayi dan anak merujuk kepada pedoman resusitasi
berdasarkan AHA 2020. RJP terdiri atas Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan
Hidup Lanjutan (BHL).

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Topjian et al. (2020). Pediatric Basic and Advanced Life Support: 2020
American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation
and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2020; 142:S469-
S523. https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/CIR.0000000000000901. DOI:
10.1161/CIR.0000000000000901
2. Setyaningtyas A. Kegawatdaruratan Bayi Dan Anak. Dalam: Gawat Darurat
Medis Dan Bedah. 2018. P. 225.
http://repository.unair.ac.id/95073/3/Buku%20Gawat%20Darurat%20Medis%20d
an%20Bedah.pdf
3. IDAI. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. 2013.
http://66.96.237.53/perpus/ebook/upload/BUKU%20AJAR%20PEDIATRI
%20GAWAT%20DARURAT%20%20IDAI%202011.pdf
4. Mangunatmadja I. Penurunan Kesadaran pada Anak: Evaluasi Diagnosis dan
Tata Laksana. Dalam: Pendidikan kedokteran berkelanjutan lxiv: Tata
laksana berbagai keadaan gawat darurat pada anak. 2016. p. 1–17.
Kegawatan pada Bayi dan Anak. https://fk.ui.ac.id/wp-
content/uploads/2016/01/Buku-PKB-61.pdf

39
5. AHA. Highight AHA Tahun 2020 Pedoman CPR dan ECC. [Internet]. AHA.
2020 (cited 13 Desember 2021). Available from: https://cpr.heart.org/-
/media/CPR-Files/CPR-Guidelines-
Files/Highlights/Hghlghts_2020ECCGuidelines_Indonesian.pdf
6. European Resuscitation Council Guidelines 2021: Basic Life Support.
https://cprguidelines.eu/assets/guidelines/European-Resuscitation-Council-
Guidelines-2021-Ba.pdf
7. https://emedicine.medscape.com/article/1948389-technique#c3
8. Waseem M, Chen J, et al. A Reexamination of the Accuracy of the Broselow
Tape as an Instrument for Weight Estimation. 2019. Feb;35(2):112-116. doi:
10.1097/PEC.0000000000000982.

40

Anda mungkin juga menyukai