Anda di halaman 1dari 19

PENDAHULUAN

P ~ n untuk resusitasi jantung paru pertama kalinya


dipublikasikan pada 1966 oleh konsil
resus itasi nasional Amerika Serikat dan sejak itu terus
dilakukan perbaharuan setiap 5 tahun
sekal i. Baik American Hear t Association (AHA) ataup
un European Resuscitation Council
(ERC } yang tergabung dalam International Liaison Comm
ittee on Resuscitation (ILCOR)
sena ntiasa melakukan pengumpulan bukti ilmiah dan
evaluasi penerapan klinis, dalam
peng ajuan usulan pen,ahannya. Sejak tahun 2015,
sudah dilakukan kajian dan review
berdasarkan level of evidence. Panduan resusitasi bertu
juan meningkatkan kemampuan
penolong dan pekarya kesehatan dalam mengenali
bayi dan anak sakit gawat dan
melakukan upaya pertolongan pertama sebelum terjad
i henti jantung paru (pre-arrest).
Apabila telah terjadi henti jantung, maka diharapkan
penolong dapat melakukan upaya
resusitasi saat henti jantu ng (intra-arrest). Mulai tahun
2020, fokus diarahkan tidak hanya
pada mengenali kegawatan dan mel a~n resusitasi
tetapi juga melakukan tata laksana
pasca henti jantu ng (post-arrest). 1-3

Selam a lebih dari setengah abad sejak panduan resus


itasi diperkenalkan, henti jantung
masih tetap menjadi penyebab utama mortalitas dan
morbiditas di seluruh dunia. Setiap
tahun nya dilaporkan lebih dari 7000 orang anak usia
< 18 tahun yang mengalami henti
jantung di luar rumah sakit (out-of-hospital cardiac arres
t/OHCA) dan 2,7 kejadian henti
jantu ng/10 00 pasien rawatan di Amerika Serikat. Perki
raan survivalitas OHC A pada pasien
anak sebe sar 11,4 % dan luaran bervariasi tergantung
usia dimana makin kecil umur maka

'
tingkat survivalitas juga semakin rendah (17,1% remaj
a, 13,2 % anak dan 4,9% bayi). 2•3
Sehubungan deng an rendahnya survivor yang mengalami
henti jantung OHCA, diperlukan
pengetahuan dan penerapan transportasl bayi dan anak
sakit kritls baik di dalam rumah
sakit (intra-hospital) maupun antar fasilitas kesehatan dan
rumah sakit (inter-hospital). 4
Penyebab, tata laksana dan luaran henti jantung pada anak
berbeda dengan dewasa. 5 Pada
anak, henti jantu ng sangat jaran g disebabkan penyebab
primer dari penyakit jantung, tetapi
karena penyebab sekun der yaitu hipoksia. Hipoksia terjad
i pada keadaan henti napas atau
masalah respirasi yang patologis seperti asfiksia,
inhalasi benda asing, pneumonia,
bronkiolitis, atau asma. Henti nepas dapa t terjadi sekun
der karena disfungsi neurologis yang
disebabkan oleh berbagai penyebab seperti kejang,
keracunan, peningkatan tekanan
intrakranial (misalkan karena cedera kepala atau ensef
alopati). Penyebab henti jantung
lainnya pada anak adalah akibat kegagalan sirkulasi
atau syok. Gagal sirkulasi sering
dlakibatkan oleh kehllangan cairan atau darah (conto
h: gastroenteritis, Iuka bakar, atau
trauma), atau dari maldistribusi cairan dalam sirkulasi
seperti pada sepsis atau anafilaksis.
Pada kondlsl gaga! slrkulasl, organ tubuh akan kekur
angan nutrisl esensial dan oksigen.
Kondisi syok yang berlanjut akan menyebabkan henti jantung, yang pada akhimya
menyebabkan hipoksia jaringan dan asidosis karena kegagalan pernapasan. 5,6

Henti jantung pada anak tidak memandang apa pun sebabnya, akan menimbulkan
insufisiensi respirasi yang kemudian berlanjut menjadi hipoksia dan asidosis respiratorik.
Kombinasi hipoksia dan asidosis akan memicu terjadinya kerusakan miokard yang dapat
menyebabkan henti jantung, kerusakan fungsi organ yang sensitif, seperti otak, hati, ginjal
dan akhimya kematian. 1-5

Luaran henti jantun~ ~ada anak umumnya buruk. Pada survivor, tidak sedikit yang
mengalami defisit neurologis permanen. Luaran paling buruk adalah pada bayi dan anak
yang mengalami henti jantung di luar rumah sakit (OHCA) dan tiba di rumah sakit pada
keadaan tidak bemapas (apneu). Umumnya bayi dan anak dengan kondisi tersebut, akan
mengalami gangguan sistem neurologis, terutama pada kasus yang telah dilakukan upaya
resusitasi kardiopulmonar lebih dari 20 menit. Beberapa faktor yang dapat menjadi
pertimbangan untuk meneruskan resusitaef atau tidak antara lain lama resusitasi yang telah
dilakukan, penyebab henti jantung, kondisi medis penyerta, usia, lokasi terjadi henti jantung,
apakah kejadian henti jantung disaksikan atau tidak, durasi henti jantung sebelum tindakan
resusitasi, gangguan irama jantung. Oleh karena itu, sangatlah panting untuk melakukan
stabilisasi dan upaya tata laksana pasca resusitasi jantung paru (post-resuscitation care). 6

KEPUSTAKAAN

1. Merchant MR, Topijan AA, Panchal AR, Cheng A, Aziz K, ~erg ~M, et a1. Ex;(cutiv~
Summary: 2020 AHA Guidelines for CPR and ECC. C1rculat1on. 2020 ;14 supp
2):S337-S357. DOI: 10.1161/CIR.0000000000000918. . . .
2. Topijan AA, Raymond TT, Atkins D, Chan M, Duff J~,dJo_yner ~l, etCaPI.RPed1atdnc BEaCsC,c
and Advanced life Support: 2020 AHA Gu, e1mes ,or an .
Circulation.2020; 142(suppl 2):S469-S523. DOI: 10.1161/CIR.0000000000~00901.
3. Maconochie IK, Aickin R, Atkins DL, Bingham R, Coutco Td~· Gui ergueryna;e:u~~i:~i~~
Pediatric life Support. 2020 International Consensus on ar 1opu mona .
and Emergency Cardiovascular Care Science With Treatment Recommendations.
Circulation. 2020;142(suppl 1):S140-S184. DOI: 10.11_61/CIR.00000000~0g::~~e
4. Seaton SE, Ramnarayan P, Davies P, Hudson E, Mo~! P:g:~i~~ ~~ ~ritically ill
taken by paediatric critical care transport teams to rea e e
children affect survival? A retrospective cohort study from England and Wa1es.
2 9
https://doi.org/10.1186/s12887~20-0 ~ ~-Lucas N Martinez-Mejias A, Biarent D, et al.
5. Van de Voorde P, Turner NM, DJak~w ' . . . Paediatric Life Support.
European Resuscitation C<:>un_cll Gu1dehnes 2021 ·
https://doi.?rg/10. ~ 0~ 6/j.resus~itat~on; O~~ ~~-~c,· Bingham R, Couto TB, et al. Pediatric
6. Maconochte IK, A1ckm R, Hazinski ~ • us on Cardiopulmonary Resuscitation and
Life Support. 202~ International on;~~~ce With Treatment Recommendations.
Emergency Cardiovascular C~re
https://doi.org/10.1016/j.resuscltation .2020.09.01 3
OVERVIEW:
THE INDONESIAN PEDIATRIC RESUSCITATION GUIDELINES

OBYEKTIF:
1. Bantuan hidup dasar pada anak
2. High quality CPR
3. Bantuan hidup lanjut pada anak
4. Tatalaksana pasca resusitasi

PENDAHULUAN
Bantuan hidup atau yang sering disebut resusitasi terdiri dari bantuan hidup dasar
dan lanjut. Tahapan resusitasi yang dikenal dengan pediatric chain survival berbeda
antara henti jantung di dalam (intrahospital cardiac arrest/ /HCA) atau luar rumah
sakit (outhospital cardiac arrest/ OHCA). Perbedaan mendasar terdapat pada tahap
pertama dari rantai tersebut. Pebedaan ini dapat dilihat pada Gambar 1.

'
_..._.....,
R""1',ery

Keterangan : A. /HCA; B. OHCA

Gambar 1. Pediatric Chain Survival

Terdapat 3 prinsip dasar dalam melakukan proses resusitasi yaitu pengenalan awal
anak yang memerlukan resusitasi, melakukan resusitasi yang berkualiatas (high
quality CPR) serta pemantauan pasca resusitasi. Ketiga prinsip ini dicapai dalam
panduan resusitasi yang direkomendasikan oleh International Liaison Committee on
resuscitation (ILCOR) serta semua komite resusitasi yang tergabung di dalamnya
seperti American Hearth Association (AHA)
dan European Resuscitation Council
(ERC) tahun 2021 .

BAN TUA N HIDU P DASAR PAD A ANA K

Terd apat beberapa perubahan pada pedoman


bantuan hidup dasar pada anak di
tahun 2020 dibandingkan rekomendasi tahun
2015. Perbedaan pertama terdapat
pada penilaian napas atau breathing yang sebe
lum nya dilakukan dengan teknik
lihat, rasa, deng ar (look, listen dan feel), rekom
endasi tahun 2020 tidak dilakukan
lagi dan diganti dengan penilaian adanya pema
pasan normal atau tidak. Bila tidak
didapakan pem apas an yang normal, langkah
selanjutnya adalah pemberian 5 kali
bantuan napa s oleh 2 orang penolong (1 oran
g memegang sungkup dengan 2
tangan dan memastikan tidak ada kebocoran
udara, 1 orang lain melakukan
pem omp aan balon resusitasi). Cara memegan
g sungkup dapat dilihat pada Gambar
2.

~7
' Gam bar 2. Cara memegang sungkup dengan 2

Perbedaan kedua ada dalam penilaian sirkulasi


tangan

yaitu tidak dilakukan perabaan nadi


terutama oleh penoIong yang t idak bukan medis karena pencarian nadi akan
, . .
menyebabkan terlambatnya pijat jantung dilak
ukan sehingga luaran resus1t~s1 buruk.
Penilain sirkulasi dilakukan dengan melihat
tanda kehidupan sepert1 adanya
pergerakan, batu k atau pergerakan napas k Bila tidak ditemukan tanda
ana . .
kehidupan, sege ra lakukan pijat jantung luar. Pedo
man terbaru bantuan h1dup dasar
.. G
pada anak dapa t d1hhat pada am bar 3. Pedoman tata laksana sumbatan benda

► asing tidak berb eda dari pedoman sebelumnya.


Evaluasi kesadaran
Anak tidak sadar

[ Pendekatan HATI
Hubungi bantuan
Amankan diri dan lingkungan
Tidak membahayakan pasien
Investigasi ABC

[ Airway
Buka jalan napas

Tidak bemapas
atau napas tidak
Breathing adekuat

5 bantuan napas
(oleh 2 orang)

Circulation Tanda kehidupan?

RJP 15:2

Pasang monitor/AED

Gambar 3. Panduan Bantuan Hidup Dasar pada Anak 2020

High Quality CPR


Dalam melakukan resusitasi jantung paru diperlukan ketrampilan yang baik sehingga
dapat melakukan resusitasi dengan kualitas yang baik. Syarat-syarat resusitasi
jantung paru yang berkualitas adalah:
1. Push hard (pijat jantung dengan kedalaman yang cukup yaitu ~ ½ diameter
antero-posterior dada) dan push fast (pijat jantung dengan kecepatan 100-120
kali per men it) dan din ding dada harus kembali sempuma (complete recoil)
2. Pijat jantung dilakukan berkesinambungan dengan jeda minimal (minimal
interruption)
3. Pergantian orang yang melakukan pijat jantung luar setiap s 2 menit, jika
kelelahan
4. Jika belum terpasang pipa endotrakeal, kompresi jantung luar dan ventilasi
dilakukan bergantian dengan rasio kompresi:ventilasi sebesar 15:2
5. Jika telah terpasang pipa endotrakeal, kompresi jantung luar dilanjutkan
berkesinambungan tanpa harus dihentikan saat pemberian ventilasi,
sementara ventilasi diberikan secara kontinu dengan pemberian 1 ventilasi
selama 2-3 detik.

BANTUAN HIDUP LANJUT


Bantuan hidup lanjut dilakukan setelah penolong lain datang dengan monitor dan
peralatan lain. Bantuan hidup lanjut terdiri dari pemasangan pipa endotrakeal untuk
menjaga jalan napas, pemberian obat-obat emergensi seperti epinefrin, pemasangan
akses vaskuler dan defibrilasi. Pedoman bantuan hidup lanjut pada anak tidak
berbeda dari pedoman sebelumnya.
Dalam bantuan hidup lanjut diperlukan ketrampilan penilaian irama jantung
shockable atau non shockable karena terdapat perbedaan tata laksana. Tata laksana
dalam bantuan hidup lanjut meliputi pemberian obat-obatan emergensi sehingga
diperlukan akses vaskuler yang baik. Bila kesulitan memasang akses perifer,
dianjurkan untuk segera melakukan pemasangan akses intraoseus. Selama proses
bantuan hidup lanjut diperlukan juga evaluasi penyebab henti jantung dan paru
sepert kondisi hipoksemia, hipovolemia, gangguan elektrolit, gangguan suhu, toksin,
tension pneumothor ax, tamponade jantung atau trombosis.
Prinsip resusitasi jantung paru pada anak yang mengalami atau dicurigai terinfeksi
COVID-19 tidak berbeda dengan anak yang tidak mengalami infeksi tersebut. Yang
perlu ditekankan adalah pemakaian alat pelindung dirl (APO) level 3 oleh semua
anggota tim resusitasi dan bila memungkin segera lakukan intubasi untuk
mengurangi paparan virus lebih lanjut kepada anggota tim resusitasi. lntubasi
sebaiknya dilakukan oleh orang yang ahil dengan menggunakan pipa endotrakeal
yang memiliki cuff dengan pengguaan video laringoskop (bila tersedia) saat proses

pemasangan pipa endotrakel.

TATALAKS ANA PASCA RESUSITASI


Target resusitasi jantung paru berdasarkan pedoman 2020 bukan hanya sekedar
anak hidup kembali (return of spontaneous c/rculatlon atau R0SC), tetapi
mempertahankan organ-organ tubuh berfungsi optimal. Oleh sebab itu diperlukan
pemantauan lanjut di ruang rawat intensif anak (bila tersedia) untuk perawatan pasca
resusitasi. Hal-hat yang harus dipantau pasca resusitasi jantung paru adalah:
1. Pemantauan segera:
a. Airway dan Breathing: pertahankan saturasi 94-98%, pemasangan pipa
endotrakeal, pemantauan gelombang kapnografi dan berikan ventilasi paru
yang adekuat
b. Circulation: pemasangan EKG 12-/ead, jaga patensi akses intravena,
pertahankan tekanan darah sistolik di atas 100 mmHg, pemberian cairan
adekuat untuk mengatasi hipovolemia, pemantauan tekanan darah dengan
metode invasif dan bila diperlukan penggunaan vasopresor atau inotropi untuk
mempertahankan tekanan darah
c. Pemantaun suhu: jaga suhu 32-36°C, berikan sedasi bila diperlukan
2. Diagnosis: gangguan fungsi organ dengan pemeriksaan radiologis atau
laboratorium
3. Proses pemulihan: pertahankan suhu, oksigenasi dan ventilasi, hindari hipotensi,
pertahankan kadar gula darah normal

KESIMPULAN
1. Bantuan hidup dasar dan lanjut pada anak dilakukan secara berkesinambungan
dengan metode resusitasi yang berkualitas
2. Pada anak yang mengalami atau dicurigai terinfeksi COVID 19, resusitasi
dilakukan dengan memakai APO level 3 dan segera lakukan intubasi bila
memungkinkan
3. Tujuan akhir resusitasi bukan hanya menghidupkan kembali tetapi
mengoptimalkan fungsi berbagai organ tubuh sehingga tumbuh kembang anak
bisa tercapai dengan baik

KEPUSTAKAAN
1. Van de Voorde P, Turner NM, Djakow J, de Lucas N, Martinez-Mejias A, Biarent D,
dkk. European resuscitation council guidelines 2021: Paediatric life support.
Resuscitation 2021 :1-61.
2. Topjian A, Raymond T, Atkins D, Chan M, Duff J, Joyner B, d_kk_. Pediat~ic ~asic and
advanced life support: 2020 American heart assoc1at1on gu1deh~es _for
cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care. Circulation
2020; 142:8469-S523.
BANTUAN HIDUP DASAR

OBYEKTIF

1. Mampu melakukan bantuan hidup dasar pada bayi dan anak


2. Mampu melakukan tata laksana sumbatan jalan napas pada bayi dan anak

PENDAHULUAN
Angka kejadian henti jantung pada anak dilaporkan masih tinggi di seluruh dunia. Di
Amerika Serikat, kejadian henti jantung pada bayi dan anak dilaporkan mencapai 20.000
kasus setiap tahunnya. 14 Data Emergency Medical Service (EMS) tahun 2015 melaporkan
lebih dari 7000 kasus henti jantung pada pada bayi dan anak terjadi di luar rumah sakit (Out
of Hospital Cardiac Arrest - OHCA) dengan angka kesintasan hanya 11,4% dan terendah
dilaporkan pada kelompok usia bayi (4,9%). Sementara itu, insiden henti jantung di rumah
sakit (In-Hospital Cardiac Arrest - IHCA) dilaporkan 12,66 per 1000 pasien yang dirawat,
dengan angka kesintasan lebih baik yaitu 41, 1%4 dan luaran neurologis baik mencapai
47%. 5
Epidemiologi, patofisiologi dan etiologi henti jantung pada anak berbeda dengan pada
dewasa. Henti jantung pada anak umumnya merupakan hasil akhir dari kegagalan respirasi
atau sirkulasi. 4 Penyebab tersering terjadinya henti napas dan jantung pada bayi adalah:
sindrom bayi mati mendadak (Sudden Infant Death Syndrome - SIDS), penyakit
pernapasan, sumbatan saluran napas (termasuk aspirasi benda asing), tenggelam, sepsis
dan penyakit neurologis. Pada anak usia lebih dari 1 tahun penyebab terbanyak adalah
cedera/trauma seperti kecelakaan lalu lintas, sepeda, kebakaran, senjata api dan
tenggelam. Meskipun luaran penanganan IHCA pada bayi dan anak terus membaik dalam
20 tahun terakhir (tahun 2000 - 2018) yaitu dari 19% menjadi 38% dengan angka
kesintasan 0,67% per tahun namun peningkatan angka kesintasan OHCA tidak
menunjukkan peningkatan yang bermakna, yaitu dari 6,7% menjadi 10,2% (tahun 2007-

2012).4
Pengenalan dini, resusitasi jantung paru kualitas tinggl (high quality CPR) dan perawatan
pasca henti jantung panting untuk meningkatkan kesintasan gagal jantung paru pada bayi
dan anak. Di tingkat masyarakat, edukasi mengenai pencegahan terhadap penyebab-
penyebab tersering henti jantung paru, pengenalan dini gagal jantung paru dan pelatihan
bantuan hidup dasar juga merupakan strategi penting untuk menurunkan angka mortalitas
4
dan morbiditas.
European Resuscitation Council (ERC) mengeluarkan panduan
tentang Pediatric Basic Life
) yang secara berkala
Support (PBLS) dan Pediatric Advanced Life Support (PALS
2015 dan terbaru adalah
diperbaharui, yaitu pada tahun 1994, 1998, 2000, 2005, 2010,
Association (AHA) yaitu
2021. Panduan resusitasi juga dikeluarkan oleh American Heart
terkini yang dikeluarkan
pada tahun 1995, 2000, 2005, 2010 dan 2015. Panduan
disusun sesederhana
disesuaikan dengan kajian bukti ilmiah dan klinis namun tetap
67
mungkin agar dapat diterapkan. •

BANTUAN HIDUP DASAR


asan dan sirkulasi agar
Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mempertahankan pemap
vital lainnya. Resusitasi
oksigenasi dan darah dapat mengalir ke jantung, otak, dan organ
atau korban yang berada
merupakan rangkaian upaya yang dilakukan terhadap penderita
ian. Resusitasi jantung
dalam keadaan gawat atau kritis untuk mencegah terjadinya kemat
n hidup dasar (BHD)
paru (RJP) terdiri atas pediatric basic life support (PBLS) atau bantua
(BHL). Bantuan hidup
dan pedia tric advanced life support (PALS) atau bantuan hidup lanjut
atau dengan alat yang
dasar adalah suatu tindakan resusitasi tanpa menggunakan alat
unakan alat dan obat
terbatas seperti bag valve mask (BVM), sedangkan BHL mengg
memerlukan kerjasama
resusitasi lebih lengkap sehingga resusitasi lebih optimal. Resusitasi
9
tim baik komunikasi maupun dinamika kelompok.6-
n kembalinya sirkulasi
Resusitasi jantung paru segera dan efektif berhubungan denga
n pemulihan fungsi otak.
spontan (return of systemic circulation - ROSC) dan kesempumaa
1-11 bulan) dan anak (usia
Terdapat beberapa perbedaan pendekatan BHD pada bayi (usia
~ 1 tahun). Perbedaan mendasar terutama pada teknik
dasar pemberian bantuan ventilasi
il pada tahun 2021 ini
dan cara melakukan pijat jantung luar. European resuscitation counc
sar pada penilaian
telah merilis panduan BHD terkini dengan perubahan menda
h pemberian 5 bantuan
respon/tanda kehidupan (tanpa melakukan penilaian nadi) setela
pemberian 5 bantuan napas
napas (rescue breaths). Kompresi segera dilakukan bila setelah
9
tidak terlihat respon/tanda-tanda kehidupan. s-

Peralatan sederhana untuk mempertahankan jalan napas:

• Oropharyngealairway(OPA)/guedef
untuk menyangga lidah
Oropharyngeal airwa y digunakan pada pasien yang tidak sadar
tidak direkomendasikan
agar tidak jatuh ke dinding posterior faring. Pemasangan OPA
merangsang muntah.
pada pasien dengan refleks gag dan batuk yang baik karena dapat
i angulus mandibula
Ukuran OPA optimal adalah jarak antara insisivus sentral sampa
kan langsung dengan
(Gambar 1). Pemasangan OPA pada bayi dapat dilaku
teknik rotasi 90 derajat.
menggunakan spatula lidah, sedangkan pada anak dengan
Tek "k
ni.memutar OPA 180 derajat sangat tidak dianjurkan karena dapat merusak jaringan
orofanng dan menyebabkan lidah terdorong ke belakang.

. .,,.,,l"Utr~. . .•-'I,
~ 1 ...

Gambar 1. Cara memilih ukuran OPA yang sesuai

Ukuran OPA yang sesuai akan memberikan ujung OPA yang sejajar dengan glottis
yang terbuka (A,B). Jika terlalu besar akan mengakibatkan obstruksi akibat ujung OPA
mendoro ng epiglottis ke bawah (C,D). Jika kekecilan akan mengakibatkan obstruksi
akibat ujung OPA mendorong lidah ke belakang (E,F).

• Nasoph aryngea l airway (NPA) 7


Nasopharyngeal airway digunakan pada pasien semi sadar untuk menjaga jalan napas
antara hidung dan faring posterior tetap terbuka. Ukuran NPA adalah 12 - 36 fr dan
terbuat dari bahan karet lentur atau plastik. Ukuran NPA 12 fr (seukuran dengan ETT
nomor 3) digunaka n pada neonatus cukup bulan. Pilihan ukuran NPA disesuaikan
dengan diameter liang hidung dimana diameter NPA harus lebih kecil dari pada diameter
liang hidung. Panjang optimal NPA diukur dari ujung hidung sampai tragus telinga
(Gambar 2) dan posisi optimal ujung NPA berada di hipofaring.

~)}
Gambar 2. Cara penentuan panjang NPA
ALUR BANTUAN HIDUP DASAR
Alur tata laksana (algoritma) henti jantung dapat dilihat pada Gambar 3. Dalam aplikasin
ya,
alur BHD dapat disesuaikan dengan level kompetensi penolong (awam atau
terlatih/kompeten), jumlah penolong, kemungkinan risiko penularan infeksi, dan
ketersediaan alat bantu/penunjang (bag valve masklBVM).s-7

Evaluasi kesadar an Anak tidak sadar

Pendeka tan HATI Hubungi bantuan


Amankan diri dan lingkungan
Tidak membah ayakan pasien
lnvestigasi ABC

Airway Buka jalan napas

Tidak bernapas
atau napas tidak
adekuat
Breathin g

5 bantuan napas
( oleh 2 orang)

Circulation Tanda kehidupan?

, R)P 15:2

Pasang monitor / AED

Gambar 3. Alur bantuan hidup dasar anak

Tahapan BHD anak dijabarkan sebagai berikut ini:6-9

1. Pemerlksaan kesadaran
Periksa kesadaran pada bayi dan anak dilakukan dengan memberi stimulasi verbal
dan/atau
.
taktil (Gambar 4) . Pad a bay1· pemenksaa n kesadaran dilakuk
sed k an dengan menggosok dengan
hati-hati dada bayi atau sentil kakinya .
• ang an pada anak dilakukan den a
apakah anak memb 'kg n meman~91I
anak dengan suara yang keras dan jelas dan lihat en an respon. J1ka
korban tidak b ukann ya pada p .
erespon, guncang bahu anak namun hati-hati melak as1en
dengan kecurigaan cedera servikal.
an menjawab dan/atau bergerak
Korban yang sadar akan terbangun/berespon deng
mencari kemungkinan cedera da~
Selanjutnya, lakukan pemeriksaan dengan cepat untuk
yang adekuat korban tidak berespon
pe~gobatan yang diperlukan. Apabila dengan stimulasi
sebelum membuka jalan napas.
artmya korban tidak sadar. Lakukan pendekatan HATI

~~/ A B

Gambar 4. Menilai kesadaran bayi (A) dan anak (8)

2. Pendekatan HATI
- Hubungi bantuan
- Amankan diri dan lingkungan
- Tidak membahayakan pasien
n pada tempat yang datar, keras
- lnvestigasi ABC (dilakukan dengan menempatkan korba
i penderita maka lakukan
dengan posisi terlentang). Jika harus membalikkan posis
seminimal mungkin gerakan pada leher dan kepala

3. Pembukaan jalan napas


i obstruksi jalan napas akibat leher
Bayi dan anak yang tidak sadar mudah mengalam
muntahan. Penolong harus segera
tertekuk, lidah jatuh ke belakang maupun aspirasi
ka dengan beberapa teknik berikut:
membuka dan mempertahankan jalan napas tetap terbu
ya trauma: lakukan teknik head tilt-
Pada korban yang tidak sadar dan tidak dicurigai adan
dagu karena akan menyebabkan
chin lift. Hindari menekan jaringan lunak dibawah
dan anak jangan melakukan posisi
sumbatan jalan napas (Gambar 5). Pada bayi
napas.
hiperekstensi karena akan menyebabkan obstruksi jalan
~~~
Gambar 5. Tekhnik buka jalan napas (head tilt-chin lift)

teknik Jaw-thrust untuk


Pada korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan
kkan 2 - 3 jari dibawah
membuka jalan napas. Penolong berdiri di sisi kepala anak, meleta
keluar. Jika terdapat dua
angulus mandibula kemudian mengangkat dan mengarahkannya
servikal (Gambar 6).
penolong maka penolong yang lain melakukan imobilisasi tulang

11.. • ~

' >'

,1
al (jaw-thrust)
Gambar 6. Teknik buka jalan napas pada kecurigaan trauma servik

4. Penilaian ada tidaknya usaha napas


hanya dengan melihat cepat
Panduan AHA 2020 merekomendasikan penilaian usaha napas
apakah anak apnea atau
pergerakan dinding dada. Sambil membuka jalan napas, nilai
gasping. Jika anak tidak sadar namun bernapas normal,
posisikan anak pada posisi

pemulihan
salah satu sisi, lengan dan
Posisi pemulihan dilakukan dengan cara: pasien dimiringkan ke
kan di bawah pipi, dan
tungkai sisi atas ditekuk ke depan tubuh, punggung tangan diletak
terbuka. Pada kecurigaan
kepala agak didongakkan (ekstensi ringan) agar sudut leher
sa dilakukan (misalnya risiko
cedera kepala, hindari melakukan mobilisasi ini. Apabila terpak
mempertahankan leher anak
aspirasi karena anak muntah), penolong yang lain membantu
r pada posisi pemulihan
tetap sejajar dengan kepala saat dimiringkan dan tetap sejaja
(Gambar 7).
I

Gambar 7. Posisi pemulihan (recovery position)

Jika pemapasan tidak normal (apnea atau gasping, agonal, tidak efektif) berikan 5 kali
bantuan napas (rescue breath) dimana satu bantuan napas diberikan tiap 2 - 3 detik.

5. Pemberlan bantuan napas


Bantuan napas yang diberikan akan efektif bila dilakukan menggunakan bag valve mask
(BVM) oleh dua penolong. Penolong pertama melekatkan sungkup ke wajah pasien dengan
kedua tangan untuk mencegah kebocoran ventilasi yang diberikan, sementara penolong
kedua memberikan ventilasi tekanan positif. Apabila hanya ada satu penolong yang
melakukan bantuan napas, pelekatan sungkup ke wajah dilakukan menggunakan satu
tangan dengan teknik CE-clamping (Gambar 8). Pilih ukuran sungkup (masker) yang sesuai
sehingga menutup mulut, hidung.
Amati dan pastikan pengembangan dada setiap kali pemberian bantuan napas. Bila dada
tidak mengembang, perbaiki posisi kepala, eek pelekatan sungkup di wajah, kalau perlu
coba berikan tekanan ventilasi yang lebih besar. Apabila dada tetap tidak mengembang,
pikirkan kemungkinan sumbatan jalan napas.

C.

Gamber 8. Ukuran dan posisi sungkup yang benar (A), bantuan napas dengan alat (B,C)

6. Perlksa tanda kehidupan


Setelah memberikan 5 bantuan napas, lihat apakah pasien menunjukkan tanda-tanda
kehidupan, yaitu anak bergerak, terbatuk-batuk atau kembali bemapas normal. Apabila anak
I

tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan setelah pemberian bantuan napas, segera


lakukan resusitasi jantung paru sembari kembali menghubungi/memanggil bantuan. Apabila
tersedia monitor EKG, segera pasang monitor untuk menilai ritme jantung sambil mulai
lakukan resusitasi jantung paru.

7. Resusltasi jantung paru


Resusitasi jantung paru dilakukan dengan rasio 15:2 oleh dua penolong. Terdapat beberapa
perbedaan teknik kompresi pada bayi dan anak. Titik kompresi dada pada bayi adalah 1 jari
di bawah garis imajiner intermamae sedangkan pada anak pada pertengahan bawah
sternum. Teknik kompresi pada bayi dapat dilakukan dengan menggunakan dua jempol atau
dua jari dari satu tangan Gari telunjuk dan tengah), sedangkan pada anak teknik kompresi
dilakukan menggunakan satu atau dua tangan. Teknik kompresi menggunakan dua tangan
lebih optimal dari pada kompresi satu tangan.

Bantuan hidup dasar dilakukan dengan prinsip resusitasi dengan kualitas baik (high quality
CPR) yaitu push hard and fast yang dilakukan secara efektif dengan kedalaman kompresi
mencapai 1/3 diameter anteroposterior rongga toraks atau kedalaman 4 cm pada bayi dan 5
cm pada anak. Frekuensi kompresi diberikan dengan kecepatan 100-120 kali per menit.
Pastikan dada kembali mengembang penuh (complete recoil) untuk mengoptimalkan aliran
balik ke jantung (venous return) pada fase dekompresi dan isi sekuncup pada fase kompresi
berikutnya. Usahakan tanpa atau minimal interupsi selama melakukan resusitasi. Selama
resusitasi jantung, hindari hiperventilasi yang akan menghambat venous return.

Beberapa hal juga perlu diperhatikan saat melakukan kompresi: penolong meletakkan anak
di permukaan yang datar dan keras dan melakukan kompresi dari sisi samping pasien.
Apabila tersedia, papan resusitasi (resuscitation board/papan resusitasi) dapat digunakan
sebagai alas.

Resusitasi dapat dihentikan apabila pasien tetap asistole setelah 30 menit melakukan
resusitasi optimal, atau ketika penolong telah mengalami kelelahan. Pada sarana atau
fasilitas kesehatan, bila orang tua menolak dan menandatangani surat penolakan, maka
resusitasi jantung paru boleh tidak dilakukan, terutama pada pasien dengan penyakit
terminal atau kelainan genetik yang bersifat letal.

TATA LAKSANA SUMBATAN JALAN NAPAS

Pengenalan dini sumbatan jalan napas oleh benda asing


Kejadian tersedak sangat sering ditemukan pada anak. Benda-benda yang sering menjadi
penyebab sumbatan jalan napas adalah kacang, permen, kelereng, jarum pentul, dan benda-
benda kecil lainnya. Saat benda asing masuk jalan napas, anak akan bereaksi segera dengan
batuk sebagai upaya untuk mengeluarkannya. Batuk spontan lebih efektif dan aman
dibandingkan berbagai manuver yang dilakukan oleh penolong. Namun, ketika batuk tidak ada
atau tidak efektif, benda asing akan menyumbat jalan napas sehingga bayi dan anak dengan
segera akan mengalami asfiksia. Pada kondisi ini, harus dilakukan intervensi aktif segera.

Tanda khas sumbatan jalan napas oleh benda asing adalah terjadinya distress napas tiba-tiba
yang berhubungan dengan batuk, gagging atau stridor. Tanda dan gejala yang sama juga
dapat ditemukan pada laringitis atau epiglotitis dimana tatalaksananya tentunya berbeda
dengan tatalaksana sumbatan jalan napas oleh benda asing. Kecurigaan sumbatan jalan napas
oleh benda asing jika ditemukan tanda dan gejala yang tiba-tiba dan tidak terdapat penyakit
sebelumnya.

Tata laksana sumbatan jalan napas oleh benda asing


Kemungkinan sumbatan jalan napas dipikirkan pada kasus bayi/anak yang tiba-tiba mengalami
sesak atau terbatuk-batuk dengan adanya riwayat bermain atau makan benda-benda kecil. Alur
tata laksana sumbatan jalan napas oleh benda asing dapat dilihat pada Gambar 9. Pilihan
langkah bantuan yang diberikan didasarkan pada penilaian tingkat kesadaran dan efektivitas
batuk.

Pada obstruksi ringan atau parsial anak tampak masih sadar dan bersuara/menjawab bahkan
batuk dengan kuat. Pada keadaan ini, penolong bersikap konservatif, mengupayakan anak
tetap batuk secara efektif dalam upaya menciptakan tekanan positif intratoraks yang akan
menyebabkan benda asing terdorong keluar dari jalan napas. Pada obstruksi berat/total jalan
napas, anak akan mengalami kesulitan melakukan inspirasi yang adekuat untuk menghasilkan
ekspirasi/batuk yang efektif, bicara/batuk tanpa suara, terlihat sesak dan gelisah. Pada
keadaan ini, penolong melakukan manuver back blows dan thrust untuk menciptakan tekanan
positif di jalan napas dalam upaya membebaskan jalan napas Apabila obstruksi tidak teratasi,
hipoksia berkepanjangan akan menyebabkan anak mengalami kegagalan jantung dan paru.
oleh benda asing
Kecurigaan sumbatan jalan napas
Ses ak atau terbatuk-batuk
Kejadian tiba-tiba
Riwayat bermain/makan benda kecil

Ba tuk tidak efe ktif Batuk tidak efektif

Tidak bersuara Menangis, dapat menjawab


Batuk tanpa suara (silent secara verbal
cough) Batuk kuat
Sul it bem apa s Mampu melakukan inspirasi
Sianosis sebelum batuk
Penurunan kesadaran Sad arp enu h

Tid ak sad ar Sad ar Upayakan batuk


Upayakan anak tetap batuk
5 bac k blo ws efektif
Alg orit me BH D 5 thrusts (chest Observasi dan re-evaluasi
Buk a jala n nap as thrusts pad a perburukan/
kemungkinan
5 ban tua n nap as bayi; abdominal batuk menjadi tidak efektif,
RJ P thrusts pada
atau sampai sumbatan jalan
ana k) napas teratasi

an jalan napas
Ga mb ar 9 Alu r tata laksana sumbat

t
an jala n napas adalah sebagai beriku
Pen jela san alu r tata lak san a sumbat
uk dengan efektif
1. Pad a ana k sad ar dan masih bisa bat
kondisi ana k
ara efektif sambil terus me ma nta u
• Up aya kan ana k tetap bat uk sec
uar lanjut pantau kondisi ana k
• Apa bila ben da asi ng berhasil kel
ngalami penurunan
ktif, ana k me nja di sianosis dan me
• Apa bila bat uk me nja di tida k efe
sesuai
kes ada ran , lan jutk an lan gka h yan g
ma sih sad ar
2. Pa da ana k bat uk tida k efe ktif nam un
l thrusts
ber ika n 5 ma nuv er bac k blo ws diikuti oleh 5 chest (bayi)labdomina
• Seg era
(anak).
rap
nuv er bac k blo ws dila kuk an den gan meletakkan bayi tengku
• Pa da bay i: ma
rendah dar i
ga ole h len gan baw ah dan pah a pen olo ng dan pos isi kepala lebih
dis ang
it
i 5 puk ula n di ant ara ked ua bel ika t den gan menggunakan tum
pad a bad an. Ber
dilanjutkan
pen olo ng kem udi an bal ik bad an bay i ke posisi terlentang unt uk
tan gan
seperti pad a
. Chest thrusts pad a bay i dila kuk an
den gan me lak uka n 5 che st thrusts
satu det ik) dan
ih lam bat (satu kom pre si dal am
kom pre si jan tun g lua r nam un leb

menghentak (Gambar 12).


• Pada anak: manuver back blows dilakukan dengan memposisikan anak setengah
berdiri dengan penolong berada di belakang anak dan menyangga tubuh anak
dengan lengannya. Berikan 5 back blows kemudian baringkan anak terlentang di
alas yang datar dan keras dan lanjutkan dengan 5 abdominal thrusts (Heimlich) di
titik pertengahan antara xyphoid dan umbilikal dengan (Gambar 13).
• Setelah melakukan 5 back blows dan 5 thrusts, lakukan manuver cross finger untuk
membuka mulut dan finger sweeps untuk mengeluarkan benda asing. Finger sweeps
hanya dilakukan jika benda asing terlihat dan terjangkau di mulut korban, tidak
dilakukan pada anak sadar karena dapat merangsang "gag reflex" dan
menyebabkan muntah.
3. Anak batuk tidak efektif dan tidak sadar
lkuti alur Bantuan Hidup Dasar (BHD): panggil bantuan, tempatkan anak pada
permukaan yang rata dan keras, buka mulut dan upayakan untuk mengeluarkan
objek yang terlihat, mulai lakukan RJP.

Gambar 10. Manuver back blows (A) dan chest thrust (B) pada bayi, dan back blows (C) dan
abdominal thrust/Heimlich posisi supine (D) pada anak

RESUSITASI JANTUNG PADA PADA SITUASI PANDEMI

Situasi pandemi memengaruhi keberhasilan resusitasi dan angka kesintasan henti jantung
secara umum. Meningkatnya kasus henti jantung akibat kegagalan respirasi, keterlambatan
keluarga mencari pertolongan karena kuatir akan situasi pandemi, serta keterlambatan
I resusitasi karena penggunaan Alat Pelindung Diri
{APO) dan keengganan penolong
melakukan resusitasi terkait risiko penularan infeksi.

European Resuscitation Council menyatakan bahw


a keputusan RJP pada situasi pandemi
dilakukan dengan mempertimbangkan situasi kasu
s pada saat itu, kemungkinan apakah
pasien terinfeksi Covid-19, derajat beratnya kondisi
pasien dan manfaatnya bila resusitasi
tetap dilakukan, ketersediaan APO, dan pertimbang
an personal lainnya dari penolong
(komorbid, kompetensi). Alur resusitasi pada kasu
s/suspek Covid-19 berbeda dalam hal
penekanan pada upaya tambahan mencegah penu
laran, yaitu penggunaan APO level 3,
membatasi personil yg terlibat, dan meminimalisasi
paparan aerosol dengan menggunakan
filter.

KEPUSTAKAAN

1. Niles DE, Duval-Arnould J, Skellett S,K night


L, Su F, dkk; Characterization of
Pediatric In- Hospital Cardiopulmonary Resuscitation
Quality Metrics Across an Inter-
national Resuscitation Collaborative. Pediatr Crit Care
Med. 2018;19:421-32.
2. Sutton RM, Niles D, Nysaether J, Abella BS, Arbo
gast KB, dkk. Quantitative analysis
of CPR quality during in-hospital resuscitation of
older children and adolescents.
Pediatrics. 2009;124:494-99.
3. Niles D, Nysaether J, Sutton R, Nishisaki A,
Abella BS, dkk. Leaning is common
during in-hospital pediatric CPR, and decreased with
automated corrective feedback.
Resuscitation. 2009; 80:55 3-7.
4. Mc Innes AD, Sutton RM, Orioles A, Nishisaki
A, Niles D, dkk. The first quantitative
report of ventilation rate during in-hospital resus
citation of older children and
adolescents. Resuscitation. 2011; 82:1025-9.
5. Sutton RM, Reeder RW, Landis WP, Meert KL,
Yates AR, dkk. Ventilation Rates and
Pediatric In-Hospital Cardiac Arrest Survival Outc
omes. Crit Care Med. 2019;
47:1 627- 36.
6. Alexis A Topjian, Tia T Raymond, Dianne
Atkins, Melissa Chan, Jonathan P
Duff, dkk. Pediatric Basic and Advanced Life
Support: 2020 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Circ. 2020; 142:S469-523.
7. Van de Voorde P, Turner NM, Djakow J,
de Lucas N, Martinez-Mejias A, dkk.
European Resuscitation Council Guidelines
2021 : Paediatric Life Support.
Resusc 2021; 161 :327-87.
8. Latie f A, Pudjiadi A, Prawira Y, penyunting. Adva
nced Pediatric Resuscitation course.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2019.h.29-32.
9. Pudjiadi AH, Latie f A. Bidiwardhana N. Buku Ajar
Pediatrik Gawat Darurat. Jakarta:
Badan Penerbit lkatan Dokter Anak Indonesia; 2011
.

Anda mungkin juga menyukai