'
tingkat survivalitas juga semakin rendah (17,1% remaj
a, 13,2 % anak dan 4,9% bayi). 2•3
Sehubungan deng an rendahnya survivor yang mengalami
henti jantung OHCA, diperlukan
pengetahuan dan penerapan transportasl bayi dan anak
sakit kritls baik di dalam rumah
sakit (intra-hospital) maupun antar fasilitas kesehatan dan
rumah sakit (inter-hospital). 4
Penyebab, tata laksana dan luaran henti jantung pada anak
berbeda dengan dewasa. 5 Pada
anak, henti jantu ng sangat jaran g disebabkan penyebab
primer dari penyakit jantung, tetapi
karena penyebab sekun der yaitu hipoksia. Hipoksia terjad
i pada keadaan henti napas atau
masalah respirasi yang patologis seperti asfiksia,
inhalasi benda asing, pneumonia,
bronkiolitis, atau asma. Henti nepas dapa t terjadi sekun
der karena disfungsi neurologis yang
disebabkan oleh berbagai penyebab seperti kejang,
keracunan, peningkatan tekanan
intrakranial (misalkan karena cedera kepala atau ensef
alopati). Penyebab henti jantung
lainnya pada anak adalah akibat kegagalan sirkulasi
atau syok. Gagal sirkulasi sering
dlakibatkan oleh kehllangan cairan atau darah (conto
h: gastroenteritis, Iuka bakar, atau
trauma), atau dari maldistribusi cairan dalam sirkulasi
seperti pada sepsis atau anafilaksis.
Pada kondlsl gaga! slrkulasl, organ tubuh akan kekur
angan nutrisl esensial dan oksigen.
Kondisi syok yang berlanjut akan menyebabkan henti jantung, yang pada akhimya
menyebabkan hipoksia jaringan dan asidosis karena kegagalan pernapasan. 5,6
Henti jantung pada anak tidak memandang apa pun sebabnya, akan menimbulkan
insufisiensi respirasi yang kemudian berlanjut menjadi hipoksia dan asidosis respiratorik.
Kombinasi hipoksia dan asidosis akan memicu terjadinya kerusakan miokard yang dapat
menyebabkan henti jantung, kerusakan fungsi organ yang sensitif, seperti otak, hati, ginjal
dan akhimya kematian. 1-5
Luaran henti jantun~ ~ada anak umumnya buruk. Pada survivor, tidak sedikit yang
mengalami defisit neurologis permanen. Luaran paling buruk adalah pada bayi dan anak
yang mengalami henti jantung di luar rumah sakit (OHCA) dan tiba di rumah sakit pada
keadaan tidak bemapas (apneu). Umumnya bayi dan anak dengan kondisi tersebut, akan
mengalami gangguan sistem neurologis, terutama pada kasus yang telah dilakukan upaya
resusitasi kardiopulmonar lebih dari 20 menit. Beberapa faktor yang dapat menjadi
pertimbangan untuk meneruskan resusitaef atau tidak antara lain lama resusitasi yang telah
dilakukan, penyebab henti jantung, kondisi medis penyerta, usia, lokasi terjadi henti jantung,
apakah kejadian henti jantung disaksikan atau tidak, durasi henti jantung sebelum tindakan
resusitasi, gangguan irama jantung. Oleh karena itu, sangatlah panting untuk melakukan
stabilisasi dan upaya tata laksana pasca resusitasi jantung paru (post-resuscitation care). 6
KEPUSTAKAAN
1. Merchant MR, Topijan AA, Panchal AR, Cheng A, Aziz K, ~erg ~M, et a1. Ex;(cutiv~
Summary: 2020 AHA Guidelines for CPR and ECC. C1rculat1on. 2020 ;14 supp
2):S337-S357. DOI: 10.1161/CIR.0000000000000918. . . .
2. Topijan AA, Raymond TT, Atkins D, Chan M, Duff J~,dJo_yner ~l, etCaPI.RPed1atdnc BEaCsC,c
and Advanced life Support: 2020 AHA Gu, e1mes ,or an .
Circulation.2020; 142(suppl 2):S469-S523. DOI: 10.1161/CIR.0000000000~00901.
3. Maconochie IK, Aickin R, Atkins DL, Bingham R, Coutco Td~· Gui ergueryna;e:u~~i:~i~~
Pediatric life Support. 2020 International Consensus on ar 1opu mona .
and Emergency Cardiovascular Care Science With Treatment Recommendations.
Circulation. 2020;142(suppl 1):S140-S184. DOI: 10.11_61/CIR.00000000~0g::~~e
4. Seaton SE, Ramnarayan P, Davies P, Hudson E, Mo~! P:g:~i~~ ~~ ~ritically ill
taken by paediatric critical care transport teams to rea e e
children affect survival? A retrospective cohort study from England and Wa1es.
2 9
https://doi.org/10.1186/s12887~20-0 ~ ~-Lucas N Martinez-Mejias A, Biarent D, et al.
5. Van de Voorde P, Turner NM, DJak~w ' . . . Paediatric Life Support.
European Resuscitation C<:>un_cll Gu1dehnes 2021 ·
https://doi.?rg/10. ~ 0~ 6/j.resus~itat~on; O~~ ~~-~c,· Bingham R, Couto TB, et al. Pediatric
6. Maconochte IK, A1ckm R, Hazinski ~ • us on Cardiopulmonary Resuscitation and
Life Support. 202~ International on;~~~ce With Treatment Recommendations.
Emergency Cardiovascular C~re
https://doi.org/10.1016/j.resuscltation .2020.09.01 3
OVERVIEW:
THE INDONESIAN PEDIATRIC RESUSCITATION GUIDELINES
OBYEKTIF:
1. Bantuan hidup dasar pada anak
2. High quality CPR
3. Bantuan hidup lanjut pada anak
4. Tatalaksana pasca resusitasi
PENDAHULUAN
Bantuan hidup atau yang sering disebut resusitasi terdiri dari bantuan hidup dasar
dan lanjut. Tahapan resusitasi yang dikenal dengan pediatric chain survival berbeda
antara henti jantung di dalam (intrahospital cardiac arrest/ /HCA) atau luar rumah
sakit (outhospital cardiac arrest/ OHCA). Perbedaan mendasar terdapat pada tahap
pertama dari rantai tersebut. Pebedaan ini dapat dilihat pada Gambar 1.
'
_..._.....,
R""1',ery
Terdapat 3 prinsip dasar dalam melakukan proses resusitasi yaitu pengenalan awal
anak yang memerlukan resusitasi, melakukan resusitasi yang berkualiatas (high
quality CPR) serta pemantauan pasca resusitasi. Ketiga prinsip ini dicapai dalam
panduan resusitasi yang direkomendasikan oleh International Liaison Committee on
resuscitation (ILCOR) serta semua komite resusitasi yang tergabung di dalamnya
seperti American Hearth Association (AHA)
dan European Resuscitation Council
(ERC) tahun 2021 .
~7
' Gam bar 2. Cara memegang sungkup dengan 2
[ Pendekatan HATI
Hubungi bantuan
Amankan diri dan lingkungan
Tidak membahayakan pasien
Investigasi ABC
[ Airway
Buka jalan napas
Tidak bemapas
atau napas tidak
Breathing adekuat
5 bantuan napas
(oleh 2 orang)
RJP 15:2
Pasang monitor/AED
KESIMPULAN
1. Bantuan hidup dasar dan lanjut pada anak dilakukan secara berkesinambungan
dengan metode resusitasi yang berkualitas
2. Pada anak yang mengalami atau dicurigai terinfeksi COVID 19, resusitasi
dilakukan dengan memakai APO level 3 dan segera lakukan intubasi bila
memungkinkan
3. Tujuan akhir resusitasi bukan hanya menghidupkan kembali tetapi
mengoptimalkan fungsi berbagai organ tubuh sehingga tumbuh kembang anak
bisa tercapai dengan baik
KEPUSTAKAAN
1. Van de Voorde P, Turner NM, Djakow J, de Lucas N, Martinez-Mejias A, Biarent D,
dkk. European resuscitation council guidelines 2021: Paediatric life support.
Resuscitation 2021 :1-61.
2. Topjian A, Raymond T, Atkins D, Chan M, Duff J, Joyner B, d_kk_. Pediat~ic ~asic and
advanced life support: 2020 American heart assoc1at1on gu1deh~es _for
cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care. Circulation
2020; 142:8469-S523.
BANTUAN HIDUP DASAR
OBYEKTIF
PENDAHULUAN
Angka kejadian henti jantung pada anak dilaporkan masih tinggi di seluruh dunia. Di
Amerika Serikat, kejadian henti jantung pada bayi dan anak dilaporkan mencapai 20.000
kasus setiap tahunnya. 14 Data Emergency Medical Service (EMS) tahun 2015 melaporkan
lebih dari 7000 kasus henti jantung pada pada bayi dan anak terjadi di luar rumah sakit (Out
of Hospital Cardiac Arrest - OHCA) dengan angka kesintasan hanya 11,4% dan terendah
dilaporkan pada kelompok usia bayi (4,9%). Sementara itu, insiden henti jantung di rumah
sakit (In-Hospital Cardiac Arrest - IHCA) dilaporkan 12,66 per 1000 pasien yang dirawat,
dengan angka kesintasan lebih baik yaitu 41, 1%4 dan luaran neurologis baik mencapai
47%. 5
Epidemiologi, patofisiologi dan etiologi henti jantung pada anak berbeda dengan pada
dewasa. Henti jantung pada anak umumnya merupakan hasil akhir dari kegagalan respirasi
atau sirkulasi. 4 Penyebab tersering terjadinya henti napas dan jantung pada bayi adalah:
sindrom bayi mati mendadak (Sudden Infant Death Syndrome - SIDS), penyakit
pernapasan, sumbatan saluran napas (termasuk aspirasi benda asing), tenggelam, sepsis
dan penyakit neurologis. Pada anak usia lebih dari 1 tahun penyebab terbanyak adalah
cedera/trauma seperti kecelakaan lalu lintas, sepeda, kebakaran, senjata api dan
tenggelam. Meskipun luaran penanganan IHCA pada bayi dan anak terus membaik dalam
20 tahun terakhir (tahun 2000 - 2018) yaitu dari 19% menjadi 38% dengan angka
kesintasan 0,67% per tahun namun peningkatan angka kesintasan OHCA tidak
menunjukkan peningkatan yang bermakna, yaitu dari 6,7% menjadi 10,2% (tahun 2007-
2012).4
Pengenalan dini, resusitasi jantung paru kualitas tinggl (high quality CPR) dan perawatan
pasca henti jantung panting untuk meningkatkan kesintasan gagal jantung paru pada bayi
dan anak. Di tingkat masyarakat, edukasi mengenai pencegahan terhadap penyebab-
penyebab tersering henti jantung paru, pengenalan dini gagal jantung paru dan pelatihan
bantuan hidup dasar juga merupakan strategi penting untuk menurunkan angka mortalitas
4
dan morbiditas.
European Resuscitation Council (ERC) mengeluarkan panduan
tentang Pediatric Basic Life
) yang secara berkala
Support (PBLS) dan Pediatric Advanced Life Support (PALS
2015 dan terbaru adalah
diperbaharui, yaitu pada tahun 1994, 1998, 2000, 2005, 2010,
Association (AHA) yaitu
2021. Panduan resusitasi juga dikeluarkan oleh American Heart
terkini yang dikeluarkan
pada tahun 1995, 2000, 2005, 2010 dan 2015. Panduan
disusun sesederhana
disesuaikan dengan kajian bukti ilmiah dan klinis namun tetap
67
mungkin agar dapat diterapkan. •
• Oropharyngealairway(OPA)/guedef
untuk menyangga lidah
Oropharyngeal airwa y digunakan pada pasien yang tidak sadar
tidak direkomendasikan
agar tidak jatuh ke dinding posterior faring. Pemasangan OPA
merangsang muntah.
pada pasien dengan refleks gag dan batuk yang baik karena dapat
i angulus mandibula
Ukuran OPA optimal adalah jarak antara insisivus sentral sampa
kan langsung dengan
(Gambar 1). Pemasangan OPA pada bayi dapat dilaku
teknik rotasi 90 derajat.
menggunakan spatula lidah, sedangkan pada anak dengan
Tek "k
ni.memutar OPA 180 derajat sangat tidak dianjurkan karena dapat merusak jaringan
orofanng dan menyebabkan lidah terdorong ke belakang.
. .,,.,,l"Utr~. . .•-'I,
~ 1 ...
Ukuran OPA yang sesuai akan memberikan ujung OPA yang sejajar dengan glottis
yang terbuka (A,B). Jika terlalu besar akan mengakibatkan obstruksi akibat ujung OPA
mendoro ng epiglottis ke bawah (C,D). Jika kekecilan akan mengakibatkan obstruksi
akibat ujung OPA mendorong lidah ke belakang (E,F).
~)}
Gambar 2. Cara penentuan panjang NPA
ALUR BANTUAN HIDUP DASAR
Alur tata laksana (algoritma) henti jantung dapat dilihat pada Gambar 3. Dalam aplikasin
ya,
alur BHD dapat disesuaikan dengan level kompetensi penolong (awam atau
terlatih/kompeten), jumlah penolong, kemungkinan risiko penularan infeksi, dan
ketersediaan alat bantu/penunjang (bag valve masklBVM).s-7
Tidak bernapas
atau napas tidak
adekuat
Breathin g
5 bantuan napas
( oleh 2 orang)
, R)P 15:2
1. Pemerlksaan kesadaran
Periksa kesadaran pada bayi dan anak dilakukan dengan memberi stimulasi verbal
dan/atau
.
taktil (Gambar 4) . Pad a bay1· pemenksaa n kesadaran dilakuk
sed k an dengan menggosok dengan
hati-hati dada bayi atau sentil kakinya .
• ang an pada anak dilakukan den a
apakah anak memb 'kg n meman~91I
anak dengan suara yang keras dan jelas dan lihat en an respon. J1ka
korban tidak b ukann ya pada p .
erespon, guncang bahu anak namun hati-hati melak as1en
dengan kecurigaan cedera servikal.
an menjawab dan/atau bergerak
Korban yang sadar akan terbangun/berespon deng
mencari kemungkinan cedera da~
Selanjutnya, lakukan pemeriksaan dengan cepat untuk
yang adekuat korban tidak berespon
pe~gobatan yang diperlukan. Apabila dengan stimulasi
sebelum membuka jalan napas.
artmya korban tidak sadar. Lakukan pendekatan HATI
~~/ A B
2. Pendekatan HATI
- Hubungi bantuan
- Amankan diri dan lingkungan
- Tidak membahayakan pasien
n pada tempat yang datar, keras
- lnvestigasi ABC (dilakukan dengan menempatkan korba
i penderita maka lakukan
dengan posisi terlentang). Jika harus membalikkan posis
seminimal mungkin gerakan pada leher dan kepala
11.. • ~
' >'
,1
al (jaw-thrust)
Gambar 6. Teknik buka jalan napas pada kecurigaan trauma servik
pemulihan
salah satu sisi, lengan dan
Posisi pemulihan dilakukan dengan cara: pasien dimiringkan ke
kan di bawah pipi, dan
tungkai sisi atas ditekuk ke depan tubuh, punggung tangan diletak
terbuka. Pada kecurigaan
kepala agak didongakkan (ekstensi ringan) agar sudut leher
sa dilakukan (misalnya risiko
cedera kepala, hindari melakukan mobilisasi ini. Apabila terpak
mempertahankan leher anak
aspirasi karena anak muntah), penolong yang lain membantu
r pada posisi pemulihan
tetap sejajar dengan kepala saat dimiringkan dan tetap sejaja
(Gambar 7).
I
Jika pemapasan tidak normal (apnea atau gasping, agonal, tidak efektif) berikan 5 kali
bantuan napas (rescue breath) dimana satu bantuan napas diberikan tiap 2 - 3 detik.
C.
Gamber 8. Ukuran dan posisi sungkup yang benar (A), bantuan napas dengan alat (B,C)
Bantuan hidup dasar dilakukan dengan prinsip resusitasi dengan kualitas baik (high quality
CPR) yaitu push hard and fast yang dilakukan secara efektif dengan kedalaman kompresi
mencapai 1/3 diameter anteroposterior rongga toraks atau kedalaman 4 cm pada bayi dan 5
cm pada anak. Frekuensi kompresi diberikan dengan kecepatan 100-120 kali per menit.
Pastikan dada kembali mengembang penuh (complete recoil) untuk mengoptimalkan aliran
balik ke jantung (venous return) pada fase dekompresi dan isi sekuncup pada fase kompresi
berikutnya. Usahakan tanpa atau minimal interupsi selama melakukan resusitasi. Selama
resusitasi jantung, hindari hiperventilasi yang akan menghambat venous return.
Beberapa hal juga perlu diperhatikan saat melakukan kompresi: penolong meletakkan anak
di permukaan yang datar dan keras dan melakukan kompresi dari sisi samping pasien.
Apabila tersedia, papan resusitasi (resuscitation board/papan resusitasi) dapat digunakan
sebagai alas.
Resusitasi dapat dihentikan apabila pasien tetap asistole setelah 30 menit melakukan
resusitasi optimal, atau ketika penolong telah mengalami kelelahan. Pada sarana atau
fasilitas kesehatan, bila orang tua menolak dan menandatangani surat penolakan, maka
resusitasi jantung paru boleh tidak dilakukan, terutama pada pasien dengan penyakit
terminal atau kelainan genetik yang bersifat letal.
Tanda khas sumbatan jalan napas oleh benda asing adalah terjadinya distress napas tiba-tiba
yang berhubungan dengan batuk, gagging atau stridor. Tanda dan gejala yang sama juga
dapat ditemukan pada laringitis atau epiglotitis dimana tatalaksananya tentunya berbeda
dengan tatalaksana sumbatan jalan napas oleh benda asing. Kecurigaan sumbatan jalan napas
oleh benda asing jika ditemukan tanda dan gejala yang tiba-tiba dan tidak terdapat penyakit
sebelumnya.
Pada obstruksi ringan atau parsial anak tampak masih sadar dan bersuara/menjawab bahkan
batuk dengan kuat. Pada keadaan ini, penolong bersikap konservatif, mengupayakan anak
tetap batuk secara efektif dalam upaya menciptakan tekanan positif intratoraks yang akan
menyebabkan benda asing terdorong keluar dari jalan napas. Pada obstruksi berat/total jalan
napas, anak akan mengalami kesulitan melakukan inspirasi yang adekuat untuk menghasilkan
ekspirasi/batuk yang efektif, bicara/batuk tanpa suara, terlihat sesak dan gelisah. Pada
keadaan ini, penolong melakukan manuver back blows dan thrust untuk menciptakan tekanan
positif di jalan napas dalam upaya membebaskan jalan napas Apabila obstruksi tidak teratasi,
hipoksia berkepanjangan akan menyebabkan anak mengalami kegagalan jantung dan paru.
oleh benda asing
Kecurigaan sumbatan jalan napas
Ses ak atau terbatuk-batuk
Kejadian tiba-tiba
Riwayat bermain/makan benda kecil
an jalan napas
Ga mb ar 9 Alu r tata laksana sumbat
t
an jala n napas adalah sebagai beriku
Pen jela san alu r tata lak san a sumbat
uk dengan efektif
1. Pad a ana k sad ar dan masih bisa bat
kondisi ana k
ara efektif sambil terus me ma nta u
• Up aya kan ana k tetap bat uk sec
uar lanjut pantau kondisi ana k
• Apa bila ben da asi ng berhasil kel
ngalami penurunan
ktif, ana k me nja di sianosis dan me
• Apa bila bat uk me nja di tida k efe
sesuai
kes ada ran , lan jutk an lan gka h yan g
ma sih sad ar
2. Pa da ana k bat uk tida k efe ktif nam un
l thrusts
ber ika n 5 ma nuv er bac k blo ws diikuti oleh 5 chest (bayi)labdomina
• Seg era
(anak).
rap
nuv er bac k blo ws dila kuk an den gan meletakkan bayi tengku
• Pa da bay i: ma
rendah dar i
ga ole h len gan baw ah dan pah a pen olo ng dan pos isi kepala lebih
dis ang
it
i 5 puk ula n di ant ara ked ua bel ika t den gan menggunakan tum
pad a bad an. Ber
dilanjutkan
pen olo ng kem udi an bal ik bad an bay i ke posisi terlentang unt uk
tan gan
seperti pad a
. Chest thrusts pad a bay i dila kuk an
den gan me lak uka n 5 che st thrusts
satu det ik) dan
ih lam bat (satu kom pre si dal am
kom pre si jan tun g lua r nam un leb
Gambar 10. Manuver back blows (A) dan chest thrust (B) pada bayi, dan back blows (C) dan
abdominal thrust/Heimlich posisi supine (D) pada anak
Situasi pandemi memengaruhi keberhasilan resusitasi dan angka kesintasan henti jantung
secara umum. Meningkatnya kasus henti jantung akibat kegagalan respirasi, keterlambatan
keluarga mencari pertolongan karena kuatir akan situasi pandemi, serta keterlambatan
I resusitasi karena penggunaan Alat Pelindung Diri
{APO) dan keengganan penolong
melakukan resusitasi terkait risiko penularan infeksi.
KEPUSTAKAAN