Anda di halaman 1dari 19

Nama: KOKO SATRIA ANDIKHA

NPM: 1102019108

TUGAS MANDIRI SKENARIO 2 BLOK MP2

Sasaran Belajar

1.Memahami & Menjelaskan Vektor Malaria

1.1 Siklus Hidup Vektor

Siklus Hidup Vektor

Anopheles mengalami metamorfosis sempurna yaitu stadium telur, larva,kepompong, dan


dewasa yang berlangsung selama 7-14 hari . Tahapan ini dibagi ke dalam 2 (dua)
perbedaan habitatnya yaitu lingkungan air (aquatik) dan di daratan (terrestrial).

● Air

Tingkat kehidupan yang berada di dalam air ialah:


a. Telur

Nyamuk betina meletakkan telurnya sebanyak 50-200 butir sekali bertelur. Telur-telur itu
diletakkan di dalam air dan mengapung di tepi air. Telur tersebut tidak dapat bertahan di
tempat yang kering dan dalam 2-3 hari akan menetas menjadi larva.

b. Larva

Jentik yang baru keluar dari telur masih sangat halus seperti jarum. Larva nyamuk
memiliki kepala dan mulut yang digunakan untuk mencari makan, sebuah torak dan
sebuah perut. Mereka belum memiliki kaki.Dalam pertumbuhannya jentik anopheles
mengalami pelepasan kulit sebanyak empat kali ( dikenal Stadium I sampai IV ).
Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan jentik antara 8-10 hari tergantung pada suhu,
keadaan makanan serta spesies nyamuk.

c. Pupa

Kepompong terdapat dalam air dan tidak memerlukan makanan tetapi memerlukan udara.
Pada kepompong belum ada perbedaan antara jantan dan betina. Kepompong menetas
dalam 1-2 hari menjadi nyamuk dewasa.

● Luar udara/darat

Setelah nyamuk bersentuhan dengan udara, tidak lama kemudian nyamuk tersebut telah
mampu terbang, yang berarti meninggalkan lingkungan berair untuk meneruskan
hidupnya di darat atau udara. Dalam meneruskan keturunannya. Nyamuk betina
kebanyakan hanya kawin satu kali selama hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi setelah
24 -48 jam dari saat keluarnya dari kepompong.

1.2 Morfologi Vektor

Perbedaan ciri morfologi telur dan larva nyamuk Aedes, Anopheles, Culex, Mansonia
dapat dilihan pada Tabel 1

Perbedaan Telur dan Larva Nyamuk


Nyamuk berukuran kecil (4-13 mm) dan rapuh. Kepalanya mempunyai

probiosis halus dan panjang yang melebihi panjang kepala. Pada nyamuk betina probiosis
dipakai sebagai alat untuk mengisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan untuk
mengisap bahan-bahan cair seperti cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan juga
keringat. Di kiri kanan probiosis terdapat palpus yang terdiri atas 5 ruas dan sepasang
antena yang terdiri atas 15 ruas. Antena pada nyamuk jantan berambut lebat (
pleumose) dan pada nyamuk betina jarang (pilose).

Sebagian besar toraks yang tampak ( mesonotum), diliputi bulu halus. Bulu tersebut
berwarna putih/ kuning dan membentuk gambaran yang khas untuk masing-masing
spesies.

Posterior dari mesonotum terdapat skutelum yang pada anophelini bentuknya


melengkung (rounded) dan pada culicini membentuk tiga lengkungan (trilobus).

Sayap nyamuk panjang dan langsing, mempunyai vena yang permukaannya ditumbuhi
sisik-sisik sayap ( wing scales ) yang letaknya mengikuti vena. Pada pinggir sayap
terdapat sederetan rambut yang disebut umbai (fringe).

Abdomen berbentuk silinder dan terdiri atas 10 ruas. Dua ruas terakhir berubah menjadi
alat kelamin. Nyamuk memiliki tiga pasang kaki (heksapoda) yang melekat pada toraks
dan tiap kaki terdiri atas satu ruas femur, satu ruas tibia dan lima ruas tarsus.
1.3 Bionomik / Perilaku Hidup Vektor

Nyamuk Anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang
berbeda-beda menurut spesiesnya. Kebiasaan makan dan istrahat nyamuk Anopheles
dapat dikelompokkan menjadi :

1. Endofilik : suka tinggal dalam rumah/bangunan.

2. Eksofilik : suka tinggal diluar rumah.

3. Endofagi : menggigit dalam rumah/bangunan.

4. Eksofagi : menggigit diluar rumah/bangunan.

5. Antroprofili : suka menggigit manusia.

6. Zoofili : suka menggigit binatang


Jarak terbang nyamuk Anopheles adalah terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari
tempat perkembangbiakan. Bila ada angin yang kuat nyamuk Anophelesbisa terbawa
sampai 30 km. Nyamuk Anopheles dapat terbawa pesawat terbang atau kapal laut dan
menyebarkan malaria ke daerah yang non endemik

Nyamuk Anopheles menggigit penderita malaria dan menghisap juga parasit malaria
yang ada di dalam darah penderita. Parasit malaria berkembang biak di dalam tubuh
nyamuk Anopheles (menjadi nyamuk yang infektif). Nyamuk Anopheles yang infektif
menggigit orang yang sehat (belum menderita malaria). Sesudah +12-30 hari (bervariasi
tergantung spesies parasit) kemudian, bila daya tahan tubuhnya tidak mampu meredam
penyakit ini maka orang sehat tsb berubah menjadi sakit malaria dan mulai timbul gejala
malaria.

2. Memahami & Menjelaskan Upaya Pengendalian Vektor Malaria

Pengendalian vektor memiliki tujuan untuk membatasi kontak antara manusia dan vektor
dan untuk mengurangi populasi vektor atau harapan hidup mereka sehingga mereka tidak
dapat menularkan penyakit.

Pengendalian vektor malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan, Rasioanal, Efektif,


Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering disingkat RESSA yaitu :

a) Rational : Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang


terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi kriteria
yang ditetapkan, antara lain : Wilayah pembebasan : desa dan ditemukan
penderita indegenius dan wilayah pemberantasan PR > 3% .

b) Effective : Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian vektor


atau kombinasi dua metode yang saling menunjang dan metode tersebut
dianggap paling berhasil mencegah atau menurunkan penularan, hal ini perlu
didukung oleh data epidemiologi dan Laporan masyarakat.

c) Sustainable : Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus


dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan
tertentu dan hasil yang sudah dicapai harus dapat dipertahankan dengan
kegiatan lain yang biayanya lebih murah, antara lain dengan penemuan dan
pengobatan penderita.

d) Acceptable : Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung


oleh masyarakat setempat (Depkes RI, 2005)
Pengendalian vektor terbagi menjadi yaitu pengendalian natural dan pengendalian
buatan.

Pengendalian Natural :

a) Adanya gunung, lautan, danau dan sungai yang luas yang merupakan
rintangan bagi penyebaran serangga

b) Ketidakmampuan mempertahankan hidup beberapa spesies serangga di


daerah yang terletak di ketinggian tertentu dari permukaan laut.

c) - Perubahan musim yang dapat menimbulkan gangguan pada beberapa


spesies serangga.

- Iklim yang panas, udara kering dan tanah tandus tidak memungkinkan
perkembangbiakan sebagian besar serangga. Iklim yang panas atau yang dingin
untuk beberapa spesies tertentu tidak sesuai dengan kelestarian hidupnya.

- angin besar dan curah hujan yang tinggi dapat mengurangi jumlah
populasi serangga di suatu daerah.

d) Adanya burung, katak, cicak, binatang lain yang merupakan pemangsa


serangga.

e) penyakit serangga.

Pengendalian Buatan :

a) Pengendalian Lingkungan

Pengendalian dilakukan dengan cara mengelola lingkungan , yaitu memodifikasi atau


memanipulasi lingkungan, sehingga terbentuk lingkungan yang tidak cocok (kurang baik)
yang dapat mencegah atau membatasi perkembangan vektor.

- Modifikasi Lingkungan cara ini berkaitan dengan mengubah sarana fisik yang ada dan
hasilnya bersifat permanen. sebagai contoh:

● pengaturan sistem irigasi

● mengisi lubang dan mengeringkan daerah banjir

● mengubah rawa menjadi sawah atau perumahan


- Manipulasi Lingkungan cara ini berkaitan dengan pembersihan atau pemeliharaan
sarana fisik yang telah ada supaya tidak terbentuk tempat-tempat perindukan atau tempat
istirahat serangga, dan hasilnya bersifat tidak permanen, sehingga harus dilakukan secara
terus menerus. sebagai contoh:

● membersihkan tanaman air yang mengapung di danau

● mengatur kadar garam di lagoon yang dapat menekan


populasi An. sundaicus dan An.subpictus.

● melestarikan kehidupan tanaman bakau membatasi tempat


perindukan An.sundaicus.

● melancarkan air dalam got yang tersumbat agar tidak


menjadi tempat perindukan culex.

b) Pengendalian Kimiawi

Untuk pengendalian ini digunakan bahan kimia yang berkhasiat membunuh serangga
(insektisida) atau hanya untuk menghalau serangga saja (repellent). kebaikan cara
pengendalian ini ialah dapat dilakukan dengan segera, meliputi daerah yang luas,
sehingga dapat menekan populasi serangga dalam waktu singkat. keburukannya kerena
cara pengendalian ini hanya bersifat sementara, dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan, kemungkinan timbul resistensi serangga terhadap insektisida dan
mengakibatkan matinya beberapa pemangsa dan organisme yang bukan termasuk target.
contoh cara ini ialah:

● menuangkan solar atau minyak tanah di permukaan tempat


perindukan sehingga larva serangga tidak dapat mengambil oksigen dari
udara.

● penggunaan insektisida berupa residual spray untuk nyamuk


dewasa.

c) Pengendalian Mekanik

Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan alat yang langsung dapat membunuh,
menangkap atau menghalau, menyisir, mengeluarkan serangga dari jaringan tubuh.
contoh cara ini ialah:

● menggunakan pakaian pelindung yang sesuai

● menggunakan kelambu saat tidur

● memasang kawat kasa di jendela, pintu, dan titik masuk lainnya


d) Pengendalian Fisik cara fisik yang digunakan untuk menangkap lalat,
serangga, dan nyamuk seperti:

● perangkap terbang listrik otomatis

● lampu yang menghasilkan penerangan kuning

e) Pengendalian Biologik

Dengan memperbanyak pemangsa dan parasit sebagai musuh alami bagi serangga, dapat
dilakukan pengendalian serangga yang menjadi vektor atau hospes perantara

● ikan guppies (cupang)

● ikan gembusa affinis

● copepoda kecil dari genus mesocylopas digunakan untuk


pengendalian biologik Aedes Aegypti

● larva toxorrhynchites digunakan untuk menekan larva Aedes


Aegypti

● bacillus thuringiensis adalah bakteri untuk menekan populasi larva


nyamuk, agar tidak terinfeksi

● romanomermis adalah nematoda yang digunakan untuk


menginfeksi larva

● jamur entomopatogenik menghasilkan spora infeksi (konidia) yang


menempel dan menembus kutikula nyamuk, melepaskan racun yang
menyebabkan kematian nyamuk

f) Pengendalian Genetika pengendalian yang bertujuan mengganti populasi


serangga yang berbahaya dengan populasi yang baru yang tidak merugikan.
Dengan cara:

● memodifikasi nyamuk jantan sehingga tidak bisa memproduksi


keturunan yang layak

● memodifikasi nyamuk jantan dan betina sehingga mereka melawan


penyakit tertentu atau tidak mampu menularkannya

g) Pengendalian Legislatif
Untuk mencegah tersebarnya serangga berbahaya dari satu daerah ke daerah lain atau dari
luar negeri ke Indonesia, diadakan peraturan dengan sanksi pelanggaran oleh pemerintah.
contoh cara ini ialah :

● protokol karantina untuk hewan di pelabuhan laut dan pelabuhan


udara

● penyemprotan insektisida di kapal yang berlabuh atau kapal


terbang yang mendarat di pelabuhan udara

3. Memahami & Menjelaskan Istilah-istilah Epidemiologi Malaria

Malaria dapat ditemukan di daerah mulai dari belahan bumi utara (Amerika Utara sampai
Eropa dan Asia) ke belahan bumi selatan sampai lintang selatan (Amerika Selatan).
Daerah yang sejak semula bebas dari malaria adalah daerah Pasifik Tengah dan Selatan
(Hawai dan Selandia Baru). Di daerah tersebut tidak dapat berlangsung siklus hidup
nyamuk anophelles akibat kondisi iklim atau temperatur yang tidak sesuai. Di Asia
Tenggara, negara yang termasuk wilayah endemi malaria adalah Bangladesh, Bhutan,
India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal, Srilangka dan Thailand. Di Indonesia
malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan derajat dan berat infeksi yang
bervariasi.

Malaria di suatu daerah dapat ditemukan secara autokton, impor, induksi, introduksi, dan
reintroduksi. 

Pada daerah yang autokton, siklus hidup parasit malaria dapat berlangsung karena adanya
manusia yang rentan, nyamuk dapat menjadi vektor dan ada parasitnya. Introduksi
malaria timbul karena adanya kasus kedua yang berasal dari kasus impor. Malaria
reintroduksi yaitu bila kasus malaria muncul kembali yang sebelumnya sudah dilakukan
eradikasi malaria. Malaria impor terjadi bila infeksinya berasal dari luar daerah (daerah
endemi malaria). Malaria induksi yaitu bila kasus berasal dari transfusi darah, suntikan
atau kongenital yang tercemar malaria.

Derajat endemitas dapat diukur dengan berbagai cara seperti angka limpa, angka parasit,
dan angka sporozoit yang kemudian disebut angka malariometri. Angka limpa adalah
presentase orang dengan pembesaran limpa dalam suatu masyarakat. 

Average Enlarge Spleen (AES) adalah rata-rata pembesaran limpa yang dapat teraba.

Istilah- istilah Epidemiologi Malaria:


1. AGENT

Element hidup atau tidak hidup yang kehadirannya akan      memudahkan terjadinya
suatu penyakit. Yang berperan sebagai agent pada malaria adalah Parasit Plasmodium sp.

2. HOST (Hospes)

 Host Intermediate / Hospes perantara, yang berperan adalah manusia karena tidak
terjadinya perkembangbiakan seksual.

 Host Definitif / Hospes Definitif, yang berperan adalah nyamuk Anopheles betina,
karena terjadi perkembangbiakan seksual.

3. LINGKUNGAN

 Lingkungan Fisik (Kelembaban udara, suhu, curah hujan, angin, dll)

 Lingkungan Biologik (Segala unsur flora & fauna yang berada disekitar manusia)

 Lingkungan Sosial Budaya (Bnetuk kehidupan sosial, budaya dan ekonomi)

4. Memahami & Menjelaskan Program Pemerintah dalam Upaya Eliminsai Malaria

Menurut keputusan Menteri Kesehatan No.293 tahun 2009, Eliminasi Malaria adalah
suatu upaya untuk menghetikan penularan malaria di suatu wilayah. Tahap – tahap
eliminasi malaria terdiri dari 3, yaitu:

1.) Akselerasi

Kegiatan yang dilakukan adalah kampanye kelambu anti nyamuk masal, penyemprotan
dinding rumah, dan penemuan dini pengobatan yang tepat. Biasanya akselerasi dilakukan
diwilayah endemis tinggi ( Papua, Maluku dan NTT).

2.) Intensifikasi

Kegiatan yang dilakukan adalah pemberian kelambu anti nyamuk didaerah beresiko
tinggi, penyemprotan dinding rumah pada lokasi KLB malaria, dan penemuan kasus
aktif. Biasanya intensifikasi dilakukan di wilayah luar kawasan Timur Indonesia ( Daerah
tambang, Pertanian, Kehutanan, Transmigrasi, dan Pengungsian).

3.) Eliminasi

Kegiatan yang dilakukan adalah penemuan dini pengobatan yang tepat, penguatan
surveilans migrasi, dan penguatan rumah sakit rujukan. Biasanya eliminasi dilakukan di
wilayah endemis rendah.
5. Memahami & Menjelaskan Protokol Layanan Malaria selama Pandemi Covid-19

PROTOKOL LAYANAN MALARIA DALAM MASA PANDEMI COVID-19

Coronavirus disease 2019 (COVID-19) telah dinyatakan oleh WHO sebagai pandemi dan
Indonesia telah menetapkan sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM)
berdasarkan Keppres Nomor 11 Tahun 2020 dan berdasarkan Keppres No.12 tahun 2020
menetapkan bencana non alam COVID-19 sebagai bencana nasional, sehingga wajib
dilakukan pencegahan penyebaran dan percepatan penanganan COVID-19 . Penyakit
malaria berpotensi KLB sehingga layanan malaria tetap harus dilaksanakan dalam situasi
pandemi COVID-19. Pada daerah endemis terdapat risiko terjadi ko-infeksi malaria dan
COVID-19 dan diperlukan rencana mitigasi apabila terjadi peningkatan kasus Malaria
pada situasi pandemi COVID-19. Penyebaran COVID-19 di Indonesia saat ini sudah
semakin meningkat dan meluas hingga ke daerah endemis malaria, maka dengan ini kami
sampaikan protokol atau prosedur layanan malaria untuk menjaga agar tidak terjadi
peningkatan kasus dan kematian malaria pada saat pandemi COVID-19 , sebagai berikut :

1. Pencegahan Penularan COVID-19 Dalam Layanan Malaria

Penyakit malaria memiliki beberapa gejala yang mirip dengan COVID-19 seperti:
demam, sakit kepala, dan nyeri otot. Penderita malaria dapat terinfeksi penyakit
lainnya termasuk COVID-19. Dalam upaya perlindungan terhadap petugas
layanan malaria dari penularan COVID-19 maka setiap petugas yang melakukan
layanan malaria diwajibkan menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai
standar protocol pencegahan penularan COVID-19 serta mengupayakan physical
distancing (jaga jarak fisik) dalam menjalankan aktivitasnya. Masyarakat juga
menjalankan protocol pencegahan penularan COVID-19 (menggunakan masker
kain, cuci tangan pakai sabun (CTPS), menghindari kerumunan lebih dari 5 orang,
dan jaga jarak fisik). Untuk menghindari penumpukan pasien di fasyankes dan
agar pasien tidak terlalu lama berada di fasyankes (mengurangi risiko tertular
penyakit lain), maka pemeriksaan diagnostik malaria dilakukan dengan RDT dan
diberikan pengobatan bila positif. Sehingga diperlukan penyesuaian perhitungan
kebutuhan RDT di fasyankes. Pembuatan sediaan darah tetap dilakukan untuk
konfirmasi hasil RDT.
2. Manajemen

Program pengendalian malaria dan fasyankes harus tetap mempertahankan


kondisi yang optimal untuk mendukung layanan malaria pada situasi pandemi
COVID-19. Pada situasi pandemi COVID-19 harus dipastikan kebutuhan dan
ketersediaan obat, dan logistik layanan malaria tersedia pada setiap jenjang.
Perencanaan kebutuhan logistik terutama RDT dan obat anti malaria (OAM) di
fasyankes disiapkan untuk mencukupi dalam 2-3 bulan kedepan dengan
memperhatikan analisis situasi epidemiologi dan diharapkan fasyankes
mengajukan permintaan sesuai kebutuhan tersebut. Petugas dinas kesehatan
provinsi, kabupaten/kota wajib memantau dan mengantisipasi layanan malaria
pada saat diberlakukan pembatasan sosial atau karantina wilayah. Strategi
komunikasi dan promosi kesehatan pengendalian malaria tetap dilakukan untuk
mencegah peningkatan morbiditas dan mortalitas malaria serta responsif untuk
situasi pandemi COVID-19. Dengan mempertimbangkan jaga jarak aman, hindari
pengumpulan banyak orang pada satu waktu, maka perlu manfaatkan media yang
potensial untuk sosialisasi pencegahan dan pelayanan malaria ke masyarakat
seperti jejaring sosial, misal: pesan melalui SMS, radio, televisi, media sosial,
poster, baliho, penyiar kota, megafon, dan lain-lain.

3. Diagnostik dan Tatalaksana Pasien COVID-19 dengan Malaria

Pada situasi pandemi COVID-19, pasien COVID-19 yang tinggal atau berasal
atau mempunyai riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria patut diduga
terinfeksi malaria pula. Perlu segera dilakukan pemeriksaan menggunakan RDT
untuk penegakan diagnostik malaria. Pemeriksaan mikroskopis diperlukan untuk
konfirmasi.

Tatalaksana Malaria Pada Kasus COVID-19


A. Pengobatan malaria pada pasien COVID-19 pada anak (usia 0-18 tahun) tidak
ada perubahan dan mengikuti pedoman tatalaksana malaria atau KMK No.556
tentang PNPK Tatalaksana Malaria.

B. Pengobatan malaria pada pasien COVID-19 dewasa termasuk untuk ibu hamil
sebagai berikut:
a. Pasien konfirmasi (+)Covid-19 dan (+)Malaria
1) Gejala Covid-19 Ringan dengan Infeksi Malaria

- Klorokuin/hidroksiklorokuin, azitromisin, piperakuin (salah satu komponen obat


DHP) dan primakuin dapat memperpanjang interval QTc oleh karena itu perlu
dilakukan pemeriksaan EKG untuk melihat interval QTc sebelum diberikan untuk
pengobatan.
- Jika hasil pemeriksaan EKG diperoleh QTc > 500mdet maka pemberian
DHP tidak diperbolehkan diganti dengan artesunate injeksi selama
7 hari.
- Jika hasil pemeriksaan EKG dengan QTc <500 mdet maka untuk
pengobatan malaria diberikan DHP oral.
- Apabila penderita COVID-19 tidak dilakukan pemeriksaan EKG dan
mendapat klorokuin/hidkroksiklorokuin dan azitromisin maka untuk
pengobatan malaria tidak diberikan DHP oral , namun artesunate injeksi
selama 7 hari.
- Pemberian Primakuin ditunda sampai kondisi pasien membaik dan
pengobatan COVID-19 selesai.
- Bila terjadi komplikasi malaria, penderita dirujuk ke RS.

2) Gejala COVID-19 Sedang dan Gejala Berat dengan Infeksi Malaria


- Pemberian obat malaria menggunakan artesunate injeksi selama 7 hari.
- Pada penderita Malaria dengan COVID-19 pemberian Primakuin ditunda
sampai kondisi pasien membaik dan pengobatan COVID-19 selesai.

Catatan :
- Untuk gejala ringan, bila terdapat komorbid terutama yang terkait jantung
sebaiknya pasien dirawat.
- Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb intravena.
- Harap dipantau, dicatat dan dilaporkan efek samping obat yang timbul pada
pengobatan Malaria dengan COVID-19 ke dinas kesehatan setempat.
b. Pasien Belum Terkonfirmasi COVID-19 dengan Infeksi Malaria
Pengobatan malaria mengikuti pedoman tatalaksana malaria atau KMK No.556
tentang PNPK Tatalaksana Malaria.

C. Di daerah endemis tinggi malaria saat dilakukan pemeriksaan COVID-19


(dengan
rapid test ataupun PCR) juga dilakukan pemeriksaan darah malaria dengan RDT
termasuk pada orang tanpa gejala (OTG). Di daerah endemis tinggi sering
ditemukan
malaria tanpa gejala (asimptomatis). Di daerah fokus Malaria dan eliminasi
malaria
maka skrining malaria dilakukan pada orang yang mempunyai gejala malaria atau
indikasi tertular malaria.

4. Surveilans Malaria
Kegiatan surveilans malaria dapat terus berjalan antara lain: surveilans kasus
malaria
terutama penemuan penderita dan penyelidikan epidemiologi (PE).
a. Penemuan Penderita
1) Penemuan penderita secara pasif tetap dilakukan di fasyankes dengan
memperhatikan protokol pencegahan penularan COVID-19 di semua daerah
endemis.
2) Pada daerah endemis tinggi yang memiliki kader terlatih untuk melakukan
kunjungan rumah secara rutin (ACD), pelaksanaannya mempertimbangkan
penularan COVID-19, kecukupan APD untuk kader dan kebijakan di daerah
tersebut.
3) Pada daerah endemis rendah dan bebas yang memiliki juru malaria desa (JMD)
untuk melakukan kunjungan rumah secara rutin (ACD), pelaksanaannya
mempertimbangkan penularan COVID-19, kecukupan APD untuk JMD, dan
kebijakan di daerah tersebut.
b. Penyelidikan Epidemiologi (PE) 1-2-5
Daerah tetap melakukan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya KLB
malaria dalam situasi pandemi COVID-19. Pada daerah endemis rendah dan
eliminasi setiap menemukan kasus positif malaria di fasyankes tetap dilakukan PE
pada penderita saat di fasyankes dan PE dilanjutkan dengan menggunakan
teknologi
komunikasi terhadap kasus kontak atau sesuai dengan bagan 2 dengan
memperhatikan situasi penularan COVID-19 dan mengikuti protokol pencegahan
penularan COVID-19.
Respon atau pencegahan penularan dari kasus positif pada daerah reseptif yang
melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) maka distribusi kelambu
dapat
diberikan pada saat penderita malaria mengunjungi fasyankes. Pada kasus
penularan setempat (indigenous) dan kasus impor di daerah reseptif serta adanya
indikasi KLB (peningkatan kasus) dilakukan penanggulangan
proteksi/pencegahan
penularan terhadap penduduk yang berisiko (diutamakan pemberian kelambu, IRS
bila kelambu tidak tersedia) dengan memperhatikan protokol pencegahan
penularan
COVID-19. Kegiatan larvasidasi ditunda atau disesuaikan dengan situasi COVID-
19
pada daerah setempat.

c. Pemantauan Faktor Risiko Lingkungan


Selama masa pandemi COVID-19 pada daerah dengan pembatasan sosial, maka
kegiatan pemantauan faktor risiko lingkungan dapat ditunda.
d. Surveilans Migrasi
Pada saat pandemi COVID-19 tetap perlu adanya kewaspadaan daerah endemis
rendah dan eliminasi malaria terhadap kemungkinan penduduk yang datang dari
daerah endemis malaria yang berpotensi menularkan malaria di daerahnya.
Pelaksanaan surveilans migrasi dapat dilaksanakan bekerja sama dengan tim
penanggulangan COVID-19. Bila pendatang dari daerah endemis malaria
memiliki gejala demam atau malaria diminta untuk melakukan pemeriksaan ke
fasyankes.

5. Upaya Pencegahan Malaria Menggunakan Kelambu Anti Nyamuk


Pada situasi pandemi COVID-19 upaya pencegahan COVID-19 dilakukan dengan
pembatasan aktifitas dan menghindari pengumpulan massa. Hal demikian ini yang
mengharuskan daerah melakukan adaptasi dan inovasi agar dapat dilakukan
pembagian kelambu anti nyamuk massal pada daerah dengan risiko peningkatan
penularan malaria bila kegiatan tidak dilaksanakan. Pembagian kelambu anti
nyamuk secara massal maupun massal fokus pada suatu daerah dapat tetap
dilaksanakan atau dilakukan penundaan berdasarkan analisis risiko penularan
malaria, risiko penularan COVID-19, capaian cakupan dan tahun terakhir
pembagian kelambu massal/massal fokus/IRS, serta kebijakan di wilayah/daerah
tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan jika tetap melaksanakan pembagian
kelambu anti nyamuk (baik secara massal maupun massal fokus) pada situasi
pandemi COVID-19 sebagai berikut :
a. Hindari pengumpulan massa dan pelibatan komunitas dalam jumlah banyak
(lebih dari 5 orang dalam satu waktu), seperti pengumpulan warga di titik
distribusi, pembekalan/pelatihan kader, pencanangan dengan upacara, dan
pertemuan, tetapi jika tetap dilaksanakan maka terapkan jaga jarak fisik (physical
distancing) dan gunakan APD sesuai protokol pencegahan penularan COVID-19.

b. Strategi komunikasi untuk sosialisasi kegiatan pembagian kelambu massal


dengan lebih memanfaatkan saluran komunikasi yang aman dan tidak
mengumpulkan massa seperti melalui radio, televisi, baliho, media sosial, dan
media cetak.

c. Pencatatan dan pelaporan tetap dilakukan sesuai juknis pendistribusian dan


penggunaan kelambu anti nyamuk. Beberapa contoh kegiatan adaptasi pembagian
kelambu yang dapat dilakukan pada situasi pandemi COVID-19 adalah:

a. Pembagian dari rumah ke rumah (door to door) oleh kader, ketua RT/RW atau
petugas lainnya.

b. Dilakukan pembagian kelambu di titik distribusi dengan penjadwalan


kedatangan masyarakat (tidak lebih dari 5 orang dalam satu waktu), masyarakat
yang datang diwajibkan menggunakan masker dan menerapkan jaga jarak fisik
c. Mengintegrasikan dengan kegiatan yang masih berjalan dalam penanggulangan
COVID-19 seperti penyemprotan disinfektan, pembagian sembako kepada target
sasaran sesuai perencanaan pembagian kelambu dalam mikroplanning. Bila
pembagian kelambu massal/massal fokus ditunda, dan agar masyarakat dapat
terlindungi dari penularan malaria, pembagian kelambu dapat mulai dilakukan
secara pasif di fasyankes kepada masyarakat yang datang berobat. Pada kegiatan
ini setiap orang yang mendapat kelambu harus dicatat di formulir tanda terima
kelambu untuk mencegah duplikasi penerimaan kelambu pada saat kampanye
kelambu massal/massal fokus dilaksanakan nantinya. Selanjutnya masyarakat
yang belum mendapatkan kelambu akan dibagikan kelambu pada saat kampanye
kelambu massal setelah situasi pandemi COVID-19 telah kondusif. Pembagian
kelambu rutin pada pelayanan integrasi ibu hamil di fasilitas pelayanan kesehatan
pada daerah endemis tinggi tetap harus dilaksanakan dan diperkuat dengan
inovasi agar capaian cakupan tinggi.

6. Pencatatan dan Pelaporan

Pecatatan dan pelaporan tetap dilakukan seperti biasanya mengguanakan


SISMAL. Pelaporan ini diperlukan untuk memantau dan mendeteksi
kemungkinan terjadinya peningkatan kasus malaria selama situasi pandemic
COVID-19 termasuk kemungkinan adanya kekurangan losgistik di lapangan.
Kegiatan validasi data, monitoring dan evaluasi tetap dilakukan secara rutin dan
berjenjang.

Daftar Pustaka:

Kementerian Kesehatan RI : Pedoman Pengendalian Vektor Malaria, Direktorat PPBB, Jakarta


2014

Astuty H, Pribadi W. 2005. Epidemiologi Malaria. Dalam Buku Parasitologi Kedokteran.


Penerbit FKUI, Jakarta. Hal: 237-241

Prof.dr. Gandahusada,Srisasi,dkk.2006.Parasitologi Kedokteran,Jakarta. Balai Penerbit FKUI

Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinik & Penanganan, cetakan I, 2000, editor
Dr. P.N. Harijanto, SpPD.

Kemenkes. 2016. Malaria. Pusat Data Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta

https://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/
Protokol_Layanan_Malaria_Dalam_Masa_Pandemi_Covid-19.pdf

Anda mungkin juga menyukai