Anda di halaman 1dari 5

Anggota pengerjaa tugass SKI

 Ira febriani  Sri Rahayu


 A'fi dah Munte  Tia Aminah Sipahutar
 Nabil Khoirun unasa  Nur Hasanah
 Nesya Mutiah Anjani  Indah Wahyuni
 Ayu Dina Pratiwi hsb  Puan Azizah tanjung
 Laura pebriana  Herma Wati Pohan
 Rahma Sabrina  Aulia lestari
 Putri Linda hakiti  Yulia raini Pohan

Perjalanan marcopolo

Versi otoritatif dari buku Marco Polo tidak ada dan mustahil ada, karena naskah-naskah
awalnya memperlihatkan cukup banyak perbedaan antara satu sama lain, dan
rekonstruksi karya tulis aslinya hanya dapat dilakukan lewat penerapan ilmu kritik teks.
Sejauh yang sudah diketahui, ada 150 salinan buku Marco Polo dalam berbagai bahasa.
Sebelum penemuan mesin cetak, kerap terjadi kekeliruan dalam proses penyalinan dan
penerjemahan, sehingga muncul banyak perbedaan antara satu salinan dengan salinan
lain.[60][61]

Marco menguraikan pengalaman-pengalamannya secara lisan kepada Rustichello da


Pisa saat keduanya mendekam di penjara Republik Genova. Rustichello membukukan
uraian-uraian tersebut dalam bahasa Prancis-Venesia dengan judul Devisement du
Monde (Gambaran Dunia).[62] Mungkin mereka berniat menerbitkan semacam buku
panduan bagi para saudagar, khususnya menyangkut bobot, ukuran, dan jarak tempuh.
[63]

Naskah tertua yang masih lestari adalah naskah dalam bahasa Prancis Lama yang sarat
dengan bumbu-bumbu bahasa Italia. Isi naskah ini dinamakan teks "F".[64] Bagi
sarjana Italia, Luigi Foscolo Benedetto, teks "F" adalah teks dasar asli, yang ia koreksi
sesudah membandingkannya dengan teks Italia yang agak lebih terperinci dari Giovanni
Battista Ramusio dan sebuah naskah Latin yang tersimpan di Biblioteca Ambrosiana.
Sumber-sumber awal lain yang juga penting adalah teks "R" (terjemahan ke dalam
bahasa Italia yang dikerjakan Ramusio, cetak perdana tahun 1559) dan teks "Z" (sebuah
naskah Latin dari abad ke-15, tersimpan di Toledo, Spanyol). Ada pula naskah tua lain
dalam bahasa Prancis, yang dipertanggalkan sekitar tahun 1350, dan kini tersimpan di
Perpustakaan Nasional Swedia.[65]
Iter Marci Pauli Veneti (Perjalanan Marco Polo Orang Venesia), salah satu naskah
terawal, adalah hasil terjemahan ke dalam bahasa Latin yang dikerjakan Padri
Dominikan Francesco Pipino pada tahun 1302, hanya beberapa tahun sesudah Marco
bebas dan pulang ke Venesia. Karena ketika itu bahasa Latin merupakan bahasa
kebudayaan yang otoritatif dan bahasa yang paling banyak digunakan di Eropa, diduga
teks Rustichello diterjemahkan ke dalam bahasa Latin atas keputusan tarekat
Dominikan, dan inilah faktor yang turut berjasa menyebarluaskannya ke seluruh Eropa.
[19]

Terjemahan pertama ke dalam bahasa Inggris adalah versi bahasa Inggris zaman Ratu
Elizabeth yang dikerjakan John Frampton dan diterbitkan tahun 1579 dengan judul The
most noble and famous travels of Marco Polo, didasarkan atas terjemahan ke dalam
bahasa Kastila (versi pertama dalam bahasa Kastila) yang dikerjakan Santaella dan
diterbitkan pada tahun 1503.[66]

Edisi-edisi buku Marco yang diterbitkan dikerjakan dengan mengandalkan satu naskah
saja, dengan memadukan beberapa versi, atau dengan menambahkan catatan penjelasan,
misalnya di dalam edisi bahasa Inggris yang dikerjakan Henry Yule. Edisi bahasa
Inggris terbitan tahun 1938 yang dikerjakan A. C. Moule dan Paul Pelliot didasarkan
atas naskah Latin yang ditemukan di perpustakaan Gereja Katedral Toledo pada tahun
1932, dan 50% lebih panjang dibanding versi-versi lain.[67] Terjemahan populer yang
keluaran penerbit Penguin Books pada tahun 1958 dikerjakan oleh R. E. Latham yang
berusaha memadukan beberapa teks guna menghasilkan satu versi yang enak dibaca
secara keseluruhan.[68]
Buku Marco diawali dengan mukadimah yang meriwatkan perjalanan ayah dan
pamannya ke Bolgar, kota kediaman Pangeran Berke Khan. Setahun kemudian,
keduanya berangkat ke Ukek[69] lalu meneruskan perjalanan ke Bukhara. Di kota itu,
seorang duta dari Syam mengundang mereka untuk bertatap muka dengan Kubilai Khan
yang belum pernah melihat orang Eropa.[70] Pada tahun 1266, mereka sampai ke kota
kediaman Kubilai Khan, Dadu (sekarang Beijing). Kubilai Khan menyambut keduanya
dengan ramah-tamah dan menanyakan berbagai hal menyangkut sistem hukum dan
politik Eropa.[71] Ia juga bertanya tentang Sri Paus dan Gereja di Roma.[72] Sesudah
mendengar jawaban-jawaban mereka, Kubilai Khan menitipkan nawala yang ditujukan
kepada Sri Paus, meminta 100 orang Kristen yang mahir dalam tujuh macam ilmu (tata
bahasa, retorika, logika, geometri, aritmetika, musik, dan astronomi). Kubilai Khan juga
meminta dikirimi duta yang membawa minyak dari lampu di Yerusalem.[73] Sede
vacante yang berlarut-larut sepeninggal Paus Klemens IV pada tahun 1268 menghalangi
kedua saudagar bersaudara itu untuk selekasnya memenuhi permintaan-permintaan
Kubilai Khan. Mereka menuruti anjuran Theobald Visconti, utusan paus untuk negeri
Mesir ketika itu, dan pulang ke Venesia pada tahun 1269 atau 1270 sembari menunggu
terpilihnya paus baru, sehingga Marco berkesempatan berjumpa dengan ayahnya untuk
pertama kalinya saat berumur lima atau enam belas tahun.[74]
Pada tahun 1271, Niccolò, Maffeo, dan Marco Polo berangkat meninggalkan Venesia
dengan maksud memenuhi permintaan Kubilai Khan. Mereka berlayar ke bandar Akko,
kemudian menempuh jalur darat dengan mengendarai unta ke bandar Hormuz di Persia.
Mereka berniat untuk berlayar langsung ke Tiongkok, tetapi kapal-kapal di Hormuz
tidak laik laut, oleh karena itu mereka memutuskan untuk menempuh jalan darat
melalui Jalur Sutra sampai ke istana musim panas Kubilai Khan di Shangdu, dekat
Zhangjiakou sekarang. Dalam perjalanan, mereka pernah bergabung dengan
serombongan kafilah saudagar keliling yang kebetulan berpapasan dengan mereka.
Malangnya, tidak lama kemudian kafilah dagang itu diserang segerombolan penyamun
yang memanfaatkan badai pasir untuk menyamarkan pergerakan mereka. Niccolò,
Maffeo, dan Marco Polo berhasil melawan dan meloloskan diri ke kota terdekat, tetapi
banyak anggota kafilah dagang tewas terbunuh atau ditawan dan dijadikan budak
belian.[75] Sesudah tiga setengah tahun meninggalkan Venesia, ketika Marco berumur
kira-kira 21 tahun, mereka akhirnya berkesempatan menghadap Kubilai Khan di
istananya.[29] Tanggal kedatangan mereka di Shangdu tidak diketahui, tetapi menurut
estimasi para sarjana, mereka tiba antara tahun 1271 sampai 1275.[nb 1] Pada
kesempatan itu, mereka mempersembahkan minyak suci dari Yerusalem dan surat-surat
dari Sri Paus kepada Kubilai Khan.[28]

Marco sendiri menguasai empat bahasa, dan anggota-anggota keluarga Polo sudah
mengumpulkan berbagai pengetahuan dan banyak pengalaman yang berguna bagi
Kubilai Khan. Kemungkinan besar Marco diangkat Kubilai Khan menjadi pejabat
negara,[29] karena ia mencatat berbagai lawatan kenegaraan ke provinsi-provinsi di
kawasan selatan dan kawasan timur Tiongkok, ke daerah-daerah yang lebih jauh lagi di
selatan, dan ke negeri Birma.[76] Mereka sangat dihormati dan memikat hati banyak
orang di lingkungan istana bangsa Mongol, sehingga Kubilai Khan berulang kali
menolak mengabulkan permohonan mereka untuk meninggalkan Tiongkok. Lama
kelamaan mereka mulai khawatir tidak dapat pulang dengan selamat ke tanah air.
Menurut hemat mereka, andaikata Kubilai Khan mangkat, musuh-musuhnya akan
berbalik melawan mereka lantaran terlampau dekat dengan Kubilai Khan. Pada tahun
1292, cucu dari adik Kubilai Khan yang memerintah Persia ketika itu, mengirim
perutusan ke Tiongkok untuk mencari calon permaisuri. Para utusan dari Persia
meminta ketiga anggota keluarga Polo untuk menemani mereka, dan oleh karena itulah
Niccolò, Maffeo, dan Marco Polo diizinkan mengantar calon permaisuri bersama para
utusan tersebut ke Persia. Tahun itu juga mereka bertolak dari bandar Zaitun di kawasan
selatan Tiongkok, dalam iring-iringan armada yang terdiri atas 14 jung. Armada
berlayar ke bandar Singapura,[77] kemudian putar haluan ke utara menuju Sumatra,[78]
memutari ujung selatan Anak Benua India,[79] dan akhirnya melintasi Laut Arab
menuju bandar Hormuz. Pelayaran yang berlangsung selama dua tahun itu tidak luput
dari berbagai marabahaya. Dari enam ratus penumpang (tidak termasuk awak kapal),
hanya delapan belas orang (termasuk Niccolò, Maffeo, dan Marco Polo) yang berhasil
selamat sampai tujuan.[80] Sesudah mendarat di bandar Hormuz, Niccolò, Maffeo, dan
Marco Polo berpisah dengan rombongan pengantar calon permaisuri dan menempuh
jalur darat menuju bandar Trebizon (sekarang Trabzon) di tepi Laut Hitam.[29]
Sejak diterbitkan, buku Marco sudah ditanggapi dengan sikap skeptis oleh sebagian
pihak.[91] Pada Abad Pertengahan, ada pihak-pihak yang menganggap buku Marco
sekadar sebuah roman atau fabel, lantaran uraian-uraian Marco tentang peradaban
canggih di Tiongkok benar-benar berbeda dengan uraian-uraian yang lebih awal dari
Giovanni da Pian del Carpine dan William dari Rubruck, yang menyifatkan bangsa
Mongol sebagai orang-orang barbar yang terkesan hidup di 'alam lain'.[91] Pada abad-
abad selanjutnya, berbagai pihak meragukan kebenaran narasi Marco Polo tentang
petualangan-petualangannya di Tiongkok, misalnya lantaran Marco tidak menceritakan
apa-apa tentang Tembok Besar Tiongkok, dan khususnya karena banyak nama tempat
yang disebutkannya sukar diidentifikasi[92] (kendati semenjak saat itu mayoritas nama
tempat di dalam buku Marco sudah teridentifikasi).[93] Banyak pihak yang ragu kalau
Marco benar-benar sudah mendatangi tempat-tempat yang ia ceritakan, malah
berprasangka kalau Marco cuma menceritakan pengalaman-pengalaman ayah dan
pamannya atau musafir-musafir lain seakan-akan semua itu ia alami sendiri, bahkan
sebagian pihak ragu kalau Marco benar-benar sudah menjejakkan kakinya di negeri
Tiongkok, dan andaikata dia memang pernah sampai ke Tiongkok, mungkin saja dia
tidak pernah bepergian keluar kota Khanbaliq (Beijing).[92][94]

Meskipun demikian, uraian-uraian Marco Polo mengenai Tiongkok sudah terbukti lebih
akurat dan terperinci dibanding uraian musafir-musafir lain pada zaman itu. Adakalanya
Marco membantah fabel-fabel dan legenda-legenda 'ajaib' yang termaktub di dalam
karya-karya tulis Eropa lainnya, dan kendati mengandung kekeliruan dan keterangan
yang berlebih-lebihan, uraian-uraian Marco mengandung relatif lebih sedikit keterangan
tentang keajaiban-keajaiban yang tidak masuk akal. Dalam banyak kasus yang ada
(kebanyakan terdapat pada bagian pertama sebelum ia sampai ke Tiongkok, semisal
uraian-uraian tentang mukjizat-mukjizat Kristen), ia perjelas dengan keterangan bahwa
keajaiban-keajaiban tersebut ia ketahui dari omongan orang, tidak ia saksikan dengan
mata kepala sendiri. Hampir semua uraian Marco juga bebas dari kekeliruan-kekeliruan
besar yang terdapat di dalam uraian-uraian lain, misalnya uraian musafir Maroko Ibnu
Batutah yang mencampuradukkan Sungai Kuning dengan Terusan Besar maupun
terusan-terusan lain, dan menyangka porselen terbuat dari batu bara.[95]

Kajian-kajian modern sudah membuktikan bahwa keterangan-keterangan terperinci di


dalam buku Marco, misalnya keterangan tentang mata uang yang dipakai serta produksi
dan pendapatan dari penjualan garam, akurat dan unik. Keterangan-keterangan
terperinci semacam itu tidak terdapat di dalam sumber-sumber non-Tiongkok lain, dan
keakuratannya didukung bukti arkeologis maupun catatan-catatan bangsa Tionghoa
yang ditulis sesudah Marco meninggalkan Tiongkok. Oleh karena itu kecil
kemungkinannya keterangan-keterangan Marco didapatkan dari tangan kedua.[96]
Keterangan-keterangannya yang lain juga sudah terbukti benar. Misalnya, saat
berkunjung ke Zhenjiang di Jiangsu, Tiongkok, Marco mendapati ada banyak gereja
berdiri di kota itu. Keterangan ini diteguhkan sebuah karya tulis bangsa Tionghoa dari
abad ke-14 yang menyebutkan bahwa orang Sogdia bernama Mar-Sargis asal
Samarkand membangun enam gedung Gereja Nestorian di kota itu dan satu lagi di
Hangzhou pada seperdua akhir abad ke-13.[97] Ceritanya tentang pengantaran Putri
Kokocin dari Tiongkok ke Persia untuk menjadi permaisuri Ilkhan juga diteguhkan
sumber-sumber Persia maupun Tiongkok yang tidak berkaitan satu sama lain.[98]

Anda mungkin juga menyukai