Anda di halaman 1dari 3

Lubna dari Cordoba

Lubna dari Cordoba, Muslimah Pejuang Literasi


Andalusia- Pada masa pemerintahan Sultan Abdur al-
Rahman III di Kerajaan Andalusia pada abad ke-10 M,
yakni pada tahun 984 M, istana memiliki sekitar 500
ribu buku. Saat itu buku-buku itu tersimpan di sebuah
perpustakaan yang merupakan salah satu terpenting di
dunia.
Lubna selama masa hidupnya bekerja sebagai sekretaris
khalifah, juru tulis dan juga sebagai sekretaris pribadi
putra Abd al-Rahman II Ibn Abdur Rahman. Lubna
adalah seorang budak yang dipekerjakan di istana.

(Ilustration’s Copyright: © Manuel Cohen)

Hanya karena tidak banyak catatan sejarah yang diketahui tentang Lubna, sehingga
banyak yang meragukan pengetahuan dan keahliannya. Lubna, tidak hanya menulis dan
menerjemahkan, tetapi dia juga seorang ahli matematika dan dikenal telah mengajarkan
kepada anak-anak jalanan. Yang lebih dahsyat, ia ditugaskan oleh Khalifah untuk menyalin
pelbagai teks termasuk Euclid dan Archimedes.
Berawal dari menulis kaligrafi dan kata-kata indah, Lubna telah mengarang sajak-
sajak untuk mengembangkan ilmu literasi. Sayangnya, catatan-catatan tentang Lubna banyak
bercampur dalam halaman-halaman sejarah, sehingga hasil karya sajak-sajaknya tidak
terbukukan secara pribadi.
Ada pendapat yang menganggap bahwa Lubna adalah 2 perempuan yang berbeda,
tetapi memiliki kemampuan dan keterampilan yang sama. Selain Lubna, ada juga yang
menyebut Fatima. Ini karena catatan hidupnya telah bercampur, apalagi Lubna masih dari
garis keturunan budak.
Namun spekulasi anggapan ini tidak dapat menyangkal, bahwa perempuan Andalusia
ini memiliki bakat dan ilmu yang luar biasa. Karena peran Lubna sebagai seorang
pustakawati, sehingga karya-karya tulisnya langsung dimasukkan dalam daftar pustaka di
perpustakaan istana.
Mengapa kehidupan Lubna menjadi penting, karena perempuan ini memiliki
kecerdasan literasi yang luar biasa. Meski ia sebagai budak tetapi menjadi seorang pejuang
perkembangan ilmu di Andalusia.
Lubna menjadi salah satu tokoh penting istana Cordoba pada era Bani Umayyah. Hal
ini sebagaimana dari beberapa temuan ringkasan sejarah (salah satunya yang disadur oleh
sanad media, tahun 2020. Begitu juga beberapa referensi media yang memiliki konsep catatan
yang sama (seperti Republika.co.id, tahun 2020).
Jika di atas disebutkan masa khalifah, yaitu tidak lain seorang figur yang sangat
masyhur dalam membela nilai-nilai keilmuan dan kebudayaan, dia adalah Al-Hakam II alias
Abu al-Ash al-Muntashir Billah putra dari Abdurrahman III yang memerintah Andalusia dari
610 M hingga 976 M.
Di perpustakaan, Lubna bertugas merapikan, menulis dan menerjemahkan begitu
banyak naskah, bersama seorang berbangsa Yahudi yakni Hasdai ibn Syabruth. Hanya saja
tidak banyak peran yang masuk dalam riwayat catatan tentang temannya ini.
Masa kejayaan dan gemilang dari perpustakaan yang bernama Medinah Azzahra,
tidak terlepas dari keuletan seorang Lubna. Sehingga ini menjadi kegemilangan Islam dalam
khazanah pustaka dalam catatan sejarah.
Dalam bingkai sejarah panjang bangsa Arab, masa Khalifah Al-Hakam II merupakan
masa yang terkenal, karena mempekerjakan 170 perempuan muslim terpelajar di istana.
Meskipun keberadaan perempuan pada posisi penting di istana, namun yang lebih ditonjolkan
potensi keilmuan perempuan. Dan andil ini tidak terlepas dari peran Lubna yang begitu besar.
Di antara sekian banyak pekerja perempuan di istana, kecemerlangan seorang Lubna
begitu menonjol. Ini karena sisi intelektualitas Lubna, tidak hanya mengurusi perpustakaan
istana. Ia juga sering dilibatkan untuk berdiskusi dengan beberapa politisi pada masa itu.
Dalam kilas balik Andalusia, pada abad ke-10 M ada tradisi jual beli budak yang
memang sudah berlangsung turun-temurun. Sehingga Lubna sebagai seorang budak, awalnya
bukan menjadi catatan sejarah penting. Dalam versi lain, dia bernama Lubana al-Qurthuba.
Ada juga yang menyebutnya sebagai Lubna al-Qurthubiyyah sebagaimana Lubna pernah
dilukis oleh Jose Luis Munoz.
Sejarawan Ibn Basykuwal (tahun 1183 M) dalam kitab Al-Shillah (Kairo, 2008), Vol.
2: 324, beliau menyebutkan bahwa “Lubna sangat mahir dalam hal tulis-menulis, menjadi
penyalin naskah kuno, mahir bahasa Arab, menulis syair indah, hitungan matematikanya juga
sangat luas dan dia juga mahir dalam ilmu lainnya. Tidak ada orang di istana Umayyah yang
mulia seperti dia.”
Berkat kontribusinya yang dilakukan selama hidupnya, Lubna diingat sebagai wanita
muslimah yang hebat dari Andalusia. Sayangnya, berbagai catatan sejarah tidak menyebutkan
kapan dan di mana Lubna berada saat meninggal.
Tentunya hal yang menjadi penting dalam perkembangan sejarah Islam, ada banyak
tokoh yang meninggalkan pengetahuan serta hasil karya keilmuan yang sampai kini masih
terus dikembangkan dan menjadi sumber-sumber nilai kemanusiaan dan agamis. Sumber-
sumber ini tentunya juga harus dikorelasikan pada al-Qur’an dan hadits.

Penulis : Widaad Rahma Sofia


Oktober 2022 14

Anda mungkin juga menyukai