Oleh :
BSA A
Semester 6
2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1798, Napoleon datang ke Mesir beserta para sarjana orientalis,
misionaris, dan diikuti dengan pendirian percetakan, telah membuka era baru bagi
kehidupan kebudayaan bangsa Arab. Sebenarnya, tujuan kedatngan Napoleon tersebut
semuala bersifat politik dan pragmatik, namun tidak disangka pengaruhnya kemudian
sangat luas pada kehidupan bangsa Arab. Karena itu kedatangan Napoleon dapat
dipandang sebagai awal penyerapan budaya Barat ke dunia Arab, dan sebagai penyebab
proses modernisasi dengan segala permasalahannya, baik positif maupun negatif.
Walaupun sikap terhadap Barat berbeda-beda -terkadang dibenci sebagai ancaman dan
pada saat yang sama juga dikagumi sebagai model- kenyataannya Barat senantiasa hadir
dalam kesadaran bangsa Arab hingga kini. Mulai dari sinilah terjadi proses yang
melibatkan serangkaian perubahan-perubahan dalam kehidupan politik, sosial dan
termasuk sastra di dunia Arab.1
Oleh karena itu, para sastrawan mulai bangkit dan muncul untuk mengambalikan
semangat kenegaraan mereka dan menjunjung kembali tanah air mereka. Maka dari
banyak tema-tema dalam puisi mereka itu yang menjunjung patriotisme dan
nasionalisme. Salah satunya Ahmad Syauqi –Sastrawan Mesir- yang sangat mencintai
negerinya itu yang tergambarkan dalam puisi-puisinya.
B. RUMUSAN MASALAH
Masalah yang akan diteliti dalam makalah ini adalah berkaitan dengan salah satu
tokoh sastrawan Mesir dalam bidang puisi yaitu Ahmad Syauqi. Dalam makalah ini
penulis akan menyorot pemikiran puisi nya yang bertemakan patriotisme dan pendidikan
keagamaan.
Untuk menliti rumusan masalah diatas, penulis akan melakukan pendekatan sosiologi
sastra dengan menggunakan teori strukturalisme genetic. Penulis akan menguraikan
1
Taufiq A Dardiri, Perkembangan Puisi Arab Modern, Adabiyyat, Vol.X, No.2, Desember 2011, hlm.
288.
terlebih dahulu apa yang terjadi di mesir pada tahun-tahun kelahiran Ahmad Syauqi dan
hubungan yang melatarbelakangi terciptanya puisi-puisinya itu lalu mengkaji pemikiran
Ahmad Syauqi terhadap puisi-puisi tersebut
2
3
BAB II
Pada tahun 1885, Ahmad Syauqi melanjutkan studi ke sekolah hukum. Ia masuk
di jurusan terjemah yang baru berdiri selama 2 tahun pada saat itu. Muhammad Al
Basiyuni adalah salah seorang penyair terkenal pada masa itu yang juga mengajarinya
bahasa Arab, sangat mengagumi Ahmad Syauqi. Karena usianya yang masih relatif
muda sudah mampu melantunkan puisi-puisi yang indah. Pada saat itu Muhammad Al
Basiyuni mengampu mata kuliah balagah di sekolah hukum. Sehingga tak heran jika
Syauqi sering diajaknya mengunjungi pertemuan-pertemuan sastra dan budaya
sebagai upaya kaderisasi.
Berita tentang kepiwaian Syauqi dalam bidang sastra, khususnya puisi telah
sampai ke telinga Taufiq Pasya. Pada tahun 1887 setelah ia menyelesaikan pendidikan
di jurusan terjemah, dirinya dikirim ke Prancis oleh Taufiq Pasya untuk mendalami
hokum dan kesusastraan. Ia belajar hokum di negeri tersebut selama 4 tahun, yaitu 2
tahun di Montpellier dan 2 tahun di Paris dan pada tahun 1893 dirinya memperoleh
ijazah di bidang hukum.
Di Prancis, Syauqi mulai bergelut dengan dunia teater. Ia terkadang pergi ke kota
Paris hanya sekedar menonton teater sastra dan pertunjukan drama. Kerap kali dirinya
bertemu tokoh teater dan sastrawan besar Prancis. Ia menyempatkan diri untuk
mempelajari sastra Prancis dengan baik selama 4 bulan sebelum dirinya
meninggalkan Paris. Dirinya juga banyak menelaah karya-karya sastra dari para
penulis dan penyair terkemuka di negeri itu.
Syauqi kembali ke Mesir pada tahun 1891. Kegemarannya adalah membaca karya
sastra Arab, seprti kumpulan puisi Abu Nuwas, Abu tammam, al Bukhturi, dan al
Mutanabbi. Sekembalinya di Mesir, ia diangkat menjadi pimpinan departemen
terjemah oleh Abu Helmi Pasya. Jabatan ini diembannya selama 20 tahun.
Pada tahun 1894, Syauqi diutus mewakili pemerintah Mesir untuk menghadiri
kongres orientalis di Genewa, Swiss. Setelah kongres itu selesai, ia tidak langsung ke
Mesir tetapi tinggal di Swiss selama sebulan dan kemudian mengunjungi Belgia.
Kunjungan di kedua Negara itu semakin memperkaya dirinya dalam pengetahuan dan
peradaban Eropa.
Ketika Inggris menduduki Mesir pada Perang Dunia I, Syauqi dianggap penjajah
sebagai seseorang yang sangat berbahaya. Akibatnya, ia diasingkan ke Spanyol
selama beberapa tahun sampai perang dunia berakhir. Di tempat pengasingan itu, ia
menyempatkan diri berkunjung ke beberapa kota untuk menyaksikan peninggalan
megah bangsa Arab dahulu kala. Diantara kota yang dikunjunginya adalah Cordoba,
Seville, dan Granada.
Syauqi kembali ke Mesir negeri yang dirindukannya pada tahun 1920. Ia disambut
oleh masyarakat dengan sambutan yang hangat. Ribuan orang berkumpul untuk
memberikan ucapan selamat datang. Sekembalinya di Mesir, tokoh sastra yang intelek
itu menyenandungkan puisi-puisi kerakyatan. Dirinya menyuarakan kebebasan dan
kemerdekaan. Melepaskan diri dari para penguasa, bagai burung yang bebas berkicau
keluar dari sangkar emas. Ia menjadi seorang penyair yang dielukan rakyat Mesir
sekaligus penerjemah yang jujur.
Syauqi dalam kariernya pernah terpilih sebagai ketua perhimpunan Jama’ah
Apollo. Akan tetapi baru sebulan menjabat, dirinya meninggal dunia pada tanggal 13
Oktober 1932.2
1. ( الهندي و لدجاجsalah satu hikayat fabel dari 56 hikayat yang dimuat dalam surat
kabar al Ahram pada tahun 1892).
2
Achmad Atho’illah Fathoni, Leksikon Sastrawan Arab Modern, (Yogyakarta: Datamedia, 2007), hlm.
32.
4
2. Pada tahun 1927 Syauqi menerbitkan antologi puisi yang berjudul الشوقيات.
Kumpulan puisinya itu terus bertambah menjadi empat jilid sesuai dengan
semakin banyaknya puisi yang digubahnya. Dalam melaunching karya
tersebut diselenggarakan sebuah pertemuan besar yang dihadiri para sastrawan
besar dari berbagai wilayah Arab. Sejak saat itulah Syauqi dikukuhkan sebagai
Amir asy Syu’ara’ (pemimpin para pujangga).
3. Prosa seperti: عذراء الهندي, novel ال دياس, novel ورقة اآلس, dan novel أسواق الذهب.
4. Tujuh buah drama liris, diantaranya adalah dua drama bertemakan sejarah
Mesir kuno berjudul مصرع كليوباتراdan ( قمبيزCarnbyses) dan satu drama
bertemakan sejarah Islam berjudul مجنون ليلى, satu drama bertemakan sejarah
Arab kuno berjudul عنترة, dan satu drama bertemakan sejarah Mesir masa
Utsmani berjudul علي بك الكبم. Selain itu ia juga menulis dua drama humor yaitu
الست هنديdan البخيلة.3
5. Dalam bentuk Maqalat (artikel), karya ini merupakan tulisan-tulisannya yang
dikumpulkan dan dihimpun dalam sebuah kitab yang diberi nama :
a. Binta’ur, adalah kitabnya yang terdiri dari kumpulan maqalat. Kitab ini
berisi kritik sosial yang ditulis dalam bentuk sajak.
b. Aswaq az Zahab, yang dihimpun dan diterbitkan pada tahun 1932 Masehi.
Kitab ini merupakan kumpulan maqalatnya yang berisi berbagai macam
tema, diantaranya tentang kebangsaan, kemerdekaan, terusan Suiz,
piramida dan kematian.4
C. KRITIK TERHADAP TOKOH
Bangsa Arab pada masa pemerintahan Muhammad ‘Ali dimana Syauqi hidup
senantiasa menjadi sasaran penjajahan bangsa Eropa, yakni pada tahun (1907-1912).
Prancis menguasai Maroko, Libanon dan Syiria (1918-1920), sementara tahun (1911,
1917, dan 1920) secara berturut-turut Inggris menguasai Libya, Irak, dan Yordania
bagian Timur. Kenyataan itu telah membuat tumbuhnya nasionalisme bangsa Arab
sehingga mereka tidak lagi berkiblat pada kerajaan Ottoman di Turki akan tetapi
mereka berusaha untuk mengusir penjajah dari negeri mereka. Semangat
Nasionalisme dan kesadaran politik bangsa arab semakin bertambah setelah terjadinya
pemberontakan ‘Urabi Pasha (1881-1882). Mereka mulai berani menuntut
3
Ibid, hlm. 33.
Juwariyah, Pendidikan Moral dalam Puisi Imam Syafi’I dan Ahmad Syauqi, (Yogyakarta: Bidang
4
Akademik, 2008), hlm 157. Lihat Abd Majid al Hurr, Ahmad Syauqi Amir Asy Syu’ara, hlm. 253.
5
kemerdekaan, system perwakilan, dan undang-undang yang berpihak pada rakyat
banyak. Namun tuntutan itu baru direalisasikan pada masa penjajahan Mesir oleh
Inggris dimana Sa’ad Zaghlul (1857-1927) salah seorang murid ‘Urabiy Pasha
memimpin gerakan nasionalisme Mesir. Dan Zaglhlul inilah yang kemudian menjadi
motor penggerak kemerdekaan Mesir dari penjajahan Inggris.
Dalam situasi politik dan kondisi masyarakat seperti itulah Syauqi hidup dan
berkembang, sudah barang tentu kondisi yang ada ketika itu sangat mempengaruhi
pola hidup dan pemikirannya. Apalagi Syauqi sebagai sosok sastrawan yang memiliki
6
kepekaan yang tinggi tentu semua factor yang melingkupi kehidupannya sangat
berpengaruh dalam melahirkan karya-karya sastranya berupa puisi.5
Ahmad Syauqi juga merupakan salah satu pelopor aliran neoklasik dalam puisi
arab (al Muhafidzun) bersama dengan Mahmud Sami al Barudi. Kemunculam aliran
ini mulanya sebagai reaksi atas kedatangan Napoleon ke Mesir pada tahun 1798, yang
menandai masuknya budaya Prancis ke dunia Arab.7
Kebangkitan dunia Arab modern bukan datang dengan tiba-tiba, akan tetapi dia
terwujud setelah melalui perjuangan panjang dengan berbagai pengorbanan.
Kedatangan Napoleon ke Mesir tahun 1798 turut punya andil bagi terwujudnya
Nasionalisme bangasa Arab (Mesir). Karena betapapun licik siasat Napoleon, ada
keuntungan yang dapat dipetik pihak Mesir, yakni menyatunya sebagian tentara
Muhammad Ali (1770-1849) yang kemudian setelah kepergian Napoleon mereka
bersekutu untuk melawan Inggris dan kerajaan Ottoman sekaligus. Sehingga sebagian
orang-orang Prancis yang tinggal di Mesir pada masa pemerintahan Muhammad Ali
masuk Islam dan kemudian membangun mesir modern dengan memperbaharui
sistem politik dan militer yanga ada. Diantara mereka ada seorang colonel bernama
Seve, lalu dipanggil Sulaiman Basya, dialah yang memeperbaharui bidang kemiliteran
5
Ibid, hlm. 125. Lihat Al Hurr, Ahmad Syauqi, hlm. 33.
6
Ibid, hlm 137.
7
Taufiq A Dardiri, Perkembangan Puisi Arab Modern, Adabiyyat, Vol.X, No.2, Desember 2011, hlm.
290.
7
dengan sistem modern. Dan seorang lagi angkatan laut Prancis yang kemudian
membangun armada angkatan laut.
Dan pada kondisi pemerintahan yang tidak stabil itulah Ahmad Syauqi hidup dan
mengembangkan bakatnya sebagai seorang sastrawan, profil yang memiliki kepekaan
yang tinggi terhadap situasi dan kondidi riil yang dihadapi, karena itu tidak
mengherankan jika gubahan puisi-puisi yang dihasilkannya menunjukkan rasa
kebangsaan yang mendalam.8
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Syauqi merupakan salah satu
pelopor aliran neoklasik yang dilatarbelakangi oleh kedatangan Napoleon ke Mesir.
Maka secara global salah satu karakteristik puisi aliran ini adalah bahwa para penyair
mengangkat tema-tema puisi Arab klasik serta mengusung tema-tema baru dengan
cara merespons tuntutan zamannya seperti tema patriotism dan tema-tema sosial. Ini
sesuai dengan beberapa tema puisi Syauqi yang mengusung patriotisme.9
ٌ خو
ان َ ِاالآلم إ
ِ ق َو الفُصحى بَنُو َرحم *** َو نَحنُ في ال َجرحِ و َّ َو نَحنُ فِي ال
ِ شر
8
Juwariyah, Pendidikan Moral dalam Puisi Imam Syafi’I dan Ahmad Syauqi, (Yogyakarta: Bidang
Akademik, 2008), hlm. 139. Lihat Al Hurr, Ahmad Syauqi, hlm. 11-12.
9
Taufiq A Dardiri, Perkembangan Puisi Arab Modern, Adabiyyat, Vol.X, No.2, Desember 2011, hlm.
292.
8
Dunia Timur itu sebuah keluarga atau kerabat
Selain patriotisme dan nasionalisme terhadap negaranya Mesir, puisi karya Syauqi
pun banyak berisi mengenai komitmen tinggi terhadap agamanya, pendidikan dan
akhlak mulia. Sebagai contoh dibawah ini dikutip bait puisinya yang mengisyaratkan
bahwa perdamaian yang menjadi dambaan setiap orang, hanya akan tercipta dengan
akhlak karimah bukan dengan yang lainnya. Dalam hal ini ia mengatakan :
10
Juwariyah, Pendidikan Moral dalam Puisi Imam Syafi’I dan Ahmad Syauqi, (Yogyakarta: Bidang
Akademik, 2008), hlm. 142. Lihat Al Hurr, Ahmad Syauqi, hlm. 130.
11
Juwairiyah Dahlan, Puisi Syauqi dalam Patriotisme Mesir dan Kerukunan Umat Beragama, (Surabaya:
Sumbangsih Yogyakarta, 2012), hlm 1.
9
Melalui puisinya diatas Syauqi telah menjadikan akhlak sebagai pelita dan
petunjuk bagi kehidupan manusia, karena hanya dengannya manusia akan menemui
kebaikan, kedamaian dan keberuntungan dari dunia sampai akhirat, sebab jika hilang
akhlak dari seseorang, maka akan sirna pula kebaikan darinya.12
Selain itu ada pula puisinya yang menunjukkan kecintaannya terhadap ilmu
pengetahuan yang telah membuatnya rela menghaabiskan sebagian besar waktunya
untuk menuntut ilmu, karena ia melihat bahwa menuntut ilmu merupakan upaya
pengabdian tinggi. Dalam hal ini Syauqi berkata :
لم كَال ِعبَادَةِ فِى أَبْ *** َع ِد غَايَتِ ِه إِلَى هللاِ أَدنَى
َ َوأ َ َرى ال ِع
Syauqi mengetahui bahwa tujuan penciptaan manusia diyakini oleh umat Islam
adalah penghambaan kepada Allah, sebaimana tertera dalam firman Allah surah az
Zariyat ayat 56 yang artinya :
“Dan tidaklah Aku (Allah) ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”
Karena itu untuk memberikan semangat kepada umat Islam agar mereka gigih
menuntut ilmu maka melalui puisinya dia tegaskan bahwa ilmu memliki nilai
pengabdian yang tinggi dibandingkan dengan ibadah-ibadah yang lain. Gubahan
puisinya itu dilatarbelakangi keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat dimana ia
hidup ketika itu, yang sudah lama tertidur lelap dalam kebodohan, mereka kehilangan
semangat untuk berjihad menuntut ilmu, sehingga kejumudan dalam berbagai bidang
ilmu pengetahuan telah menyelimuti kehidupan mereka. Karena itu dengan
kepiawaiannya, sebagai seorang sastrawan Syauqi menawarkan ide-idenya tentang
pendidikan yang mengantarkan manusia menjadi berilmu dan berakhlak. Diantara ide-
ide itu adalah: (1) Ilmu sebagai sarana utama mencapai kemajuan; (2) Pendidikan
akhlak merupakan prasyarat bagi tegak teguhnya suatu bangsa.13
12
Juwariyah, Pendidikan Moral dalam Puisi Imam Syafi’I dan Ahmad Syauqi, (Yogyakarta: Bidang
Akademik, 2008), hlm.138. Lihat Al Hurr, Ahmad Syauqi, hlm. 143.
13
Ibid, hlm 149.
10
Ada beberapa orang yang berpengaruh dalam hidup Ahmad Syauqi diantaranya
merupakan teman-teman dekatnya. Adapun mereka yaitu :
11
bersamanya dengan senang hati, karena kepribadian Sa’ad menurut saya
cukup menarik dan ramah.14
14
Juwairiyah Dahlan, Puisi Syauqi dalam Patriotisme Mesir dan Kerukunan Umat Beragama,
(Surabaya: Sumbangsih Yogyakarta, 2012), hlm 4.
12
13
BAB III
KESIMPULAN
Kedatangan Napoleon ke Mesir pada saat itu sangat berpengaruh terhadap negeri itu.
Terjadinya pencampuran kebudayaan antara budaya Prancis dengan budaya Arab membuat
para penyair atau sastrawan berupaya untuk mengembalikan kembali semangat kenegaraan
bangsanya tersebut. Terlihat dari puisi-puisi mereka yang bertemakan patriotisme dan
nasionalisme. Begitu pula dengan Ahmad Syauqi yang menjunjung tinggi negerinya itu.
Sehingga dalam karya-karya nya itu –sebut saja dalam Asy Syauqiyyat- terdapat tema dimana
ia banyak menyoroti tentang Mesir dalam hal politik, sejarah, sosial serta situasi yang terjadi
pada saat itu. Tidak hanya itu ia juga menyoroti pendidikan Mesir yang terjebak dalam
kejumudan dalam hal ilmu. Itu menunjukkan bahwa ia sangat mencintai dan memperhatikan
negaranya itu, sehingga ia berhak disebut sebagai penyair patriotisme Mesir dan ia juga
mendapat gelar sebagai Amir Asy Syu’ara (pemimpin para pujangga) karena puisinya itu.
14
DAFTAR PUSTAKA
Al Hurr, Abd Majid. Ahmad Syauqi Amir asy Syu’ara wa Nagam al Lahn wa al Gina.
1992. (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah).
Dahlan, Juwairiyah. Puisi Syauqi dalam Patriotisme Mesir dan Kerukunan Umat
Beragama. 2012. (Surabaya: Sumbangsih Yogyakarta).