Anda di halaman 1dari 15

Nawal El Saadawi Tempat,Tanggal Lahir Kafr Tahla di tepi Sungai Nil, Profesi Penulis Riwayat Hidup Nawal El Saadawi

adalah seorang dokter bangsa Mesir. Ia terkenal di seluruh dunia sebagai novelis dan penulis wanita pejuang hak-hak wanita. Dilahirkan di sebuah desa bernama Kafr Tahla di tepi Sungai Nil, ia memulai prakteknya di daerah pedesaan, kemudian di rumah sakit-rumah sakit di Kairo, dan terakhir menjadi Direktur Kesehatan Masyarakat Mesir. Tahun 1972, sebagai akibat diterbitkannya buku nonfiksinya yang pertama, Women and Sex, ia dibebastugaskan dari jabatannya sebagai direktur dan juga sebagai Pemimpin Redaksi, Majalah Health. Tapi Saadawi tidak dapat dihalangi, ia melanjutkan menerbitkan buku-bukunya tentang status, psikologi dan seksualitas wanita. Karya-karyanya, yang disensor oleh badan sensor Mesir dan dilarang di Saudi Arabia dan Libya, sekarang diterbitkan di Lebanon. The Hidden Face of Eve adalah bukunya yang pertama diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Karya-karyanya antara lain: Women and Sex, Women and Psychological Conflict (buku-buku mengenai wanita); The Chant of the Children Circle, Two Women in Love; God Dies by the Nile, Memoirs of a Lady Doctor (novel); A Moment of Truth , Litte Sympathy (cerita pendek). Ali Ahmad Baktsiir (1910-1969) Jumat, 03 Juni 2011 03:36 | Ditulis oleh Administrator | | |

Ali Ahmad Baktsiir al-Kindi, lahir di Surabaya, Indonesia, tahun 1910 M. Ayah dan ibunya dari Hadromaut. Ayahnya, Syeikh Ahmad bin Muhammad Baktsiir, seorang pedagang yang banyak melakukan perjalanan niaga, merniliki dua orang istri. Seorang istrinya tinggal di Hadramaut dan seorang istrinya lagi tinggal di Surabaya. Ali Ahmad Baktsiir menghabiskan masa kecilnya di Surabaya. Pada usia 8 tahun ia dikirim ayahnya ke Hadramaut untuk belajar ilmu agama dan bahasa Arab mulai dari tingkat Kuttab, kemudian melanjutkan ke Ma 'had ad-Dimiy. Sejak usia 13 tahun ia sudah mulai menulis puisi. Setelah lulus Bakaloreat di kota Siwuun, Hadromaut, pada tahun 1934 ia masuk Fakultas Adab Universitas Mesir, mengambil jurusan Sastra Inggris, dan tamat tahun 1939. Kemudian masuk Ma 'had Tarbiyyah Li al-Mu'allimim, tamat tahun 1940. Sebelum masuk ke Universitas Mesir ia melakukan safari di Afrika, dimulai dengan mengunjungi Aden, kemudian ke Somalia, Gibuti, dan Addis Abeba. Sejak tahun 1954, ia kembali melakukan lawatan ke Prancis, Rumania, Uni Sovyet (1956), Tasckent (1958), Bagdad, Turki, London dan sebagainya (1969). Pada tanggal 10 November 1969, Ali Ahmad Baktsiir wafat dan dimakarnkan di Mesir. Karya-karya Ali Ahmad Baaktsiir dilatari oleh berbagai pengalaman dan lawatan yang dilakukannya ditambah dengan bacaannya terhadap warisan-warisan sastra Arab dan Barat. Karya-karya sastranya meliputi karya-karya dalam prosa dan puisi. Karya-karya prosanya meliputi novel dan naskah drama. Naskah-naskah dramanya mengangkat masalah-masalah sosial, politik dan sejarah. Di antara novel-novelnya adalah : Salaamah al-Qoss, Waa Jslaamaah, Lailah an-Nahr, Ats-Tsaair alAhmar, dan Siiroh Syujaa'. Di anatara naskah-naskah dramanya adalah : Hamaam au fii 'Ashimah alAhqoof, Ad-Duklur Haazim, Ad-Dunyaa Faudloo, Qithoth wa Fiiroon, Mismaar Juha, Az-Za'iim al-Auhad, Hahl al-Ghosiil, Amharathuuriyah fn al-Mazaad, 'Audah al-Firdauus, Ma'saat Uudih, Sya'h Alloh alMukhtaar, llaah IsrooiU, Syuluuk al-Jadiid, Ad-Duudah wa ats-Tsa'haan, lbroohiim Baasyaa, Umar al-

Mukhtaar, Faaris al-Balqoo' (Ahuu Muhjin ats-Tsaqifi, Akhnatuun wa Nifritiitii, Ooshr al-Haudaj, AIFir'aun al-Mau'uud, As-Silsilah wa al-Gufroon, Al-Falaah al-Fashiih, dan Malhamah Umar. Pemutakhiran Terakhir (Jumat, 03 Juni 2011 04:40) Najib Mahfudh (1911 - ) Jumat, 03 Juni 2011 03:33 | Ditulis oleh Administrator | | |

Najib Mahfudh (Naguib Mahfouz) dilahirkan di Jamaliyah, Mesir tanggal 11 Desember 1911 Ayahnya pensiunan pegawai negeri yang bekerja di sebuah toko di Jamaliyah. Najib Mahfudh adalah putra terkecil (bungsu) dari empat saudara perempuan dan dua saudara laki-laki dengan jarak kelahiran antara kakak kandung terkekatnya (kakang ragil) sekitar sembilan tahun. Pada tahun 1918, ketika Najib berusia enam tahun, keluarganya pindah ke daerah Abbasiyah. Di tempat itulah ia tumbuh dan dewasa. Perjalanan pendidikan Najib mahfudh, seperti halnya anak-anak Mesir waktu itu, dimulai dengan belajar di Kuttab di mana Najib belajar membaca dan menghafal AI-Qur'an dan ilmu pengetahuan agama dagar, sebelum kemudian melanjutkan ke sekolah lhlidcliyah dan ke tingkat lanjutan. Pada tahun 1930 Najib masuk Fakultas Sastra Universitas Fuad I (sekarang : Universitas Kairo) dan mengambil jurusan Falsafat, tamat tahun 1934. Sejak tahun 1936, ia bekerja di Universitas Kairo sampai tahun 1939. Kemudian dipindahkan ke Kementrian Agama dan bekerja di instansi ini selama 15 tahun. Sejak tahun 1954 ia bekerja pada Kementrian Penerangan di Departemen Kebudayaan; kemudian menjabat sebagai Kepala Bagian Perfilman Nasional. Sejak tahun 1965 menjadi anggota Dewan Perlindungan Seni dan Sastra, kemudian menjadi Penasehat Mentri Kebudayaan sampai ia pensiun pada tahun 197120 dan selanjutnya bekerja di aural k&ba.rAl-Ahroom. Najib Mahfudh menikah dalam usia 40 tahun. Istrinya bernama Ati'allah. Dan perkawinannya itu ia dikaruniai dua orang putri, yaitu Ummu Kultsum dan Fathimah. Ketika Najib Mahfudh mendapat Hadiah Nobel untuk sastra, kedua putrinya itulah yang mewakilinya menghadiri penyerahan hadiah tersebut. Pergumulan Najib dalam dunia sastra dimulai ketika ia masih kanak-kanak. Sejak usia 10 tahun, ketika masih duduk di sekolah ihtidaiyah, ia mulai tertarik dengan sastra. Karya sastra yang pertama kali dibacanya berjudul : lhn Junsun, yang ia pinjam dari Yahya Shaqr, kawannya Sejak saat itu ia terus mernbaca buku-buku sastra Arab karya para sastrawan pendahulunya, termasuk karya Al-Manfaluthi, 'aqqod, Thaha Husain, Salamah Musa, Taufiq El-Hakim dan yang lainnya. Setelah ia menguasai bahsa Inggris dan Perancis, bacaannya semakin meluas pada karya-karya sastra asing dalam kedua bahasa itu, sehingga di samping ia membaca karya-karya dalam bahasa Arab, ia juga mernbaca karya-karya sastra dalam bahasa Prancis dan Inggris, di antaranya ia membaca karya Charles Garfis, Rider Hegard, Joyce, Huxley, Orwel, Faukiner, Hemingway, Balzac, Sartre, Proust, Camus, Shakespeare, Tolstoy, Dickens, Wells, Thackeray, Shaw, Galsworthy, Lawrenc, Zola dan Dostoyevsky.

Sejak di bangku Tsanawiyah(SLTA.), Najib Mahfudh sudah mulai menulis cerita pendek. Pada tahun 1930, ketika ia mulai masuk perguruan tinggi, Najib Mahfudh mulai menulis artikel di samping cerpen dan karya-karyanya dirnuat di beberapa majalah dan koran harian AI-Ahroom. Karya pertarn yang diterbitkan dalam bentuk buku, berjudul Al-Mishr al-Qodiimah (1932) merupakan karya terjemahan dari bahasa Inggris. Kemudian rnuincul kumpulan cerpennya berjudul Hams al-Junuun (1938). Memasuki paro awal dekade 40-an, Najib Mahfudh mulai menulis novel dengan mengangkat sejarah Mesir Lama dari masa Firaun dan terbitlah novel-novelnya : 'Abs al-Aqdaar (1939), Raadubies (1943) dan Kifah Thiihah (1944). Karya-karya Najib yang muncul pada tahun-tahun tersebut menunjukkan bahwa ia masih begitu terpenmgaruh oleh romantisme. Memasuki tahun-tahun selanjutnya, Najib mulai mengarah pada realisme dengan tema-tema sekitar Mesir modern dan problematika rnasyarakat kontemporer. Di antara novel-novel realisnya adalah Al-Qohiroh al-Jadiidah (1945), Khon Kholili (1946), Zuqoq Midaq (1947), As-Saroob (1948) dan Triloginya yang merupakan karya monumentalnya, yaitu : Baina al-Qoshrom (1956), Qoshrasy-Syauq (1957) danAs-Sukariyah (1957). Pada tahun-tahun selanjutnya (dekade 60-an dan seterusnya), karya-karya Mahfudh memasuki dunia simbolisme dan mengandung nuansa falsafat. Di antara karya-karyanya yang demikian itu adalah : Al-Lishsh wa al-Kilaah (1961), dan As-Suman wa al-Khoriif (1965). Kemudian menyusul karya-karya bernuansa shufisme, seperti dalam Layaalu Alf Lailah wa Lailah (1982) dan Rihiah lhn Fatuthoh (1983). Dalam perjalanan hidupnya sebagai novelis dan cerpenis, Najib Mahfudh menerima beberapa hadiah penghargaan sastra, yaitu : Hadiah dan penghargaan Quut al-QuIuub ad-Damardasy, atas novel Radubies (1943); hadiah dan penghargaan Kementrian Pendidikan atas novel Kifaah Thubah (1944); hadiah dan penghargaan Lembaga Bahasa Arab atas novel Khoon Kholili (1946); hadiah dan penghargaan Tingkat Nasional atas novel Qoshr asy-Syauq (1957); Gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Jerman (1984); Hadiah Nobel Sastra (1988); dan Gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Kairo (1989). Karya-karya Najib Mahfudh meliputi cerpen, novel, naskah drama dan senario film. Beberapa cerpen dan novelnya ada yang difilmkan, seperti Triloginya (Baina al-Qoshroin, Qoshr asy-Syauq dan asSukariyah). Bebeapa karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, di antaranya ke dalam bahasa Inggris, Jerman, Swedia, Prancis Cina dan Indonesia. Pemutakhiran Terakhir (Jumat, 03 Juni 2011 07:35) Najib AI-Kailani (1931-1995) Jumat, 03 Juni 2011 03:35 | Ditulis oleh Administrator | | |

Najib lbrahim bin Abd al-Lathiif aI-Kailani dilahirkan tanggal 10 Juni 1931 di Syarsyabah, suatu desa di wilayah bagian barat Republik Arab Mesir, sebagai anak pertama dari keluarga petani. Ketika meletus Perang Dunia II, ia berusia 8 tahun. Perang Dunia II menimbulkan pengaruh buruk pada kehidupan di Mesir, termasuk di tanah kelahirannya, Syarsyabah. Mesir dilanda krisis ekonomi ditambah dengan tekanan penjajah Inggris yang rnembuat para petani menanggung berbagai derita. Demikianlah Najib aI-Kailani lahir dan tumbuh dalam situasi politik dan ekonomi yang sangat sulit. Pendidikan Najib aI-Kailani, sebagaimana kebanyakan anak-anak di Mesir, dimulai di Kuttah, di

mana ia belajar mernbaca dan menulis, menghafal banyak surat-surat dari Al-Qur'an, Perjalanan Hidup Nabi saw, dan kisah-kisah para Nabi lainnya. Kemudian ia melanjutkan pelajaran ibtidaiyyahnya di Sinbath, dan Tsanawiyahnya (5 tahun, setingkat dengan SLTP-SLTA) di Thontho. Pada tahun 1951, ia melanjutkan studinya di Fakultas Kedokteran Universitas Fuad I (sekarang Universitas Kairo). Pada tahun keempat di fakultas tersebut, Najib aI-Kailani diajukan ke pengadilan, berkenaan keterlibatannya dalam masalah politik (ia bergabung dengan gerakan lkhwanul Muslimin) dan divonis hukurnan penjara selarna 10 tahun, tapi setelah menjalani hukuman selarna 3,5 tahun, ia dikeluarkan. Setelah keluar dari penjara ia menyelesaikan kuliahnya. Pada tahun 1960, ia kembali dirnasukan penjara selama 1,5 tahun. Setelah tamat dari Fakultas Kedokteran, Najib aI-Kailani bekerja sebagai dokter pada Kernentrian Perhubungan dan Jawatan Kereta Api Mesir. Pada tahun 1967, ia meninggalkan Mesir dan bekerja sebagai dokter di Kuwait, kemudian di Dubai. Selanjutnya ia berpindah-pindah dari satu jabatan ke jabatan lain, terakhir ia menjabat sebagai Dirtektur Departemen Budaya pada Kementrian Kesehatan Persatuan Emirat Arab, di samping menjadi angota panitia-panitia yang bergerak dalam bidang kesehatan masyarakat untuk negara-negara teluk. la telah banyak menghadiri berbagai muktamar para Menteri Kesehatan negara-negara Arab ia kembali ke Kairo pada tahun 1992. Kiprah Najib aI-Kailani dalam dunia sastra sebagai cerpenis, novelis dan penyair, bermula dari kegemarannya membaca, terutama membaca majalah-majalah sastra yang terbit pada masa itu, seperti Ar-Risalah, Ats-Tsaqofah, Al-hilaal, dan Al-Muqtathof. Melalui majalah-majalah tersebut, ia dapat berkenalan dengan banyak para sastrawan, seperti Sayyid Quthb, Mushthofa Shodit} ar-Rofi'i, Al-'Aqqod, AI-Mazini, AI-Manfaluthi, Thaha Husain dan Taufiq El-Hakim. Najib AI-Kailani menulis puisi sejak di Tsanawiyah. Ketika dipenjara ia menulis beberapa novel. Di antara novel-novelnya adalah : Ardlu al-Anbiyaa, Hikayat Jaad Alloh, Hamamah Salaam, Damm li Fathir Shaky uun, Alladziina Yahtariquun, Ro's asy-Syaithoon, Ar-Robii' al-'Ashif, RMah lfa Alloh, Romadloun HahUbii, Ath-Thoriq ath-ThowiU, Tholai' al-Fajr, Adh-Dhillu al-Aswad, 'Adzroo' Jakarta, 'Alaa Abwaah Khoibar, 'Amaliqoh asy-Syamaal, Fi adh-Dholaam, Qootil Hamzah, Layaalii Turkistaan, Lail alKhothooyaa, Marookib al-Ahroor, An-Nidaa ' al-Khoolid, Nuur Alloh, AI-Yaum al-Mau 'uud, Imroat 'Abdal-Mutajalli, danAr-RoJulAlladziiAamana. Di antara antologi-antologi cerpennya adalah : lhtisaamah fi Qolh asy-Syaithoon, Ardl al-Asywaaq, Amir oh al-Jahal, Ar-Rooyaat as-Suud., 'Adzroo ' al-Qoryah, Al-Ka'sal-Farighoh, Liqoo' 'IndaZamzam, Lailal'Abiid, Yaumiyyaat. Al-Kalb Syamluul, Duma ' al-Amiir, Hikaayaat Thobiib, Inda ar-Rohiil, Faaris Hawaazm, Mao 'idunaa Ghodan, dan Al- 'Alam adl-Dloyyiq. Di antara antologi puisi-puisinya adalah : 'Ashr asy-Syahiid (1971), Aghooni al-Ghurobaa ' (1972), KaifaAlqooka (1980), dan adiinah al-Kabaa-lr (1988). Najib Al-Kailani termasuk sastrawan Arab penggagas Sastra Islam dan Teater Islam Di sarnping cerpen dan novel dan bahasan tentang sastra, Najib Al-kailani juga menulis karya-karya ilmiah dalam bidang kedokteran, keagamaan dan politik. Di antara karya karya ilmiahnya adalah : Haula ad-Diin wa ad-Daulah, Ath-Thoriiq ilaa lttihaad Islaami, Nahnu wa al-islaam, Tahia Rooyal al-islam, AlMujlama ' al-Mariidl, lqbaal asy-Syaa 'ir ats-Tsaair, Syauqiifii Rokh al-Khoolidiin, Fi Rihaab ath-Thibb an-

Nahawi, Ash-Shoum wa ash-Shihhah, dan Mistaqbal al- 'Alamfii Shihhah ath-Thifl. Berbagai hadiah dan penghargaan ilmiah dan sastra yang diterimanya, di antaranya yang terpenting adalah : (1) Hadiah Kementrian Pendidikan dan Pengajaran atas novelnya : Ath-Thoriiq ath-ThowiU (1957). (2) Hadiah Kementrian Pendidikan dan Pengajaran atas novelnya : Fii adh-Dholaam (1958). (3) Hadiah Kementrian Pendidikan dan Pengajaran atas bukunya : lqbaal asy-Syaa'ir ats-Tsaair (1958). (4) Hadiah Mentri Pendidikan dan Pengajaran atas bukunya : Syauqy fii Rokb al-Khoolidiin (1958). (5) Hadiah Kementrian Pendidikan dan Pengajaran atas bukunya : Al-Mujtama' al-Mariidl (1958). (6) Hadiah Klab Novel dan Medali Emas dari Thaha Husain atas kumpulan cerpennya : Mao'iduna Ghodan (1959). (7) Hadiah Majlis A'laa untuk Perlindungan Seni dan Sastra atas novelnya : Al-Yaum al-Mau'uud (1960). (8) Hadiah Kementrian Pendidikan dan Pengajaran atas antologi cerpennya : Dumuu' al-Amiir. (9) Hadiah Majma' al-Lughoh al-'Arobiyah atas novelnya : Qootil Hamzah (1972). (10) Medali Emas dari Presiden Pakistan, Ziaul Haqq, atas bukunya : lqbaal asy-Sya'ir ats-Tsaair (1980)~. Beberapa karyanya telah diterjemahkan ke dalamberbagai bahasa, di antaranya ke dalam bahasa Inggris, Itali, Rusia, Turki dan Indonesia. Pemutakhiran Terakhir (Jumat, 03 Juni 2011 04:41) Gibran Kahlil Gibran (Jibran Khalil Jibran) dilahirkan pada tanggal 6 Januari 1883 di Bisyirri, sebuah desa di gunung EI-Urz, Libanon. Ayahnya bernama Khalil Jibran dan ibunya bernama Kamilah, wanita cantik, terpelajar, dan pekerja keras yang menguasai bahasa Arab, Inggris dan Perancis, seorang musisi yang mewariskan berbagai keahliannya pada Gibran. Gibran lahir dan tumbuh dalam keluarga yang hidup di bawah tekanan krisis ekonomi yang terjadi di Libanon waktu itu. Ibunya mengahantarkan Gibran menjadi seorang sastrawan dan pelukis. Sejak ia masih kecil, ibunya telah memperkenalkan padanya karya-karya sastra dari khazanah sastra masa kejayaan Islam dan mengenalkannya pada karya-karya para pelukis terkenal kaliber dunia, seperti Leonardo da Vinci dan Michel Angelo. Perjalanan pendidikan Gibran dimulai di rumah di bawah asuhan ibunya, kemudian pada usia lima tahun dimasukkan ke Sekolah Dair Mar El Yasya', dekat Bisyirri. Di samping belajar tulis-baca iajuga belajar bahasa Arab dan Suryani. Pada tahun 1895, karena tekanan ekonomi di tanah kelahirannya, Gibran yang baru berusia 12 tahun bersama saudara-saudaranya, Petrus, Maryana dan Sulthonah, dibawa ibunya bermigrasi ke Boston, Amerika Serikat, dan mereka tinggal di Pecinan. Di Boston, Kamilah dan Petrus berjualan, Maryana dan Sulthonah bekerja sebagai pernbantu rumah tangga, dan Gibran dimasukkan sekolah. Gibran menghabiskan banyak waktunya untuk belajar, membaca novel-novel berbahasa Inggris yang dipilihkan oleh guru Bahasa Inggrisnya, dan melukis Pada tahun 1896, Gibran dikirirn pulang ke Libanon untuk masuk sekolah di Beirut, di bawah asuhan Joseph Debs. Di sekolah itulah Gibran mernpelajari bahasa Perancis, bahasa Arab dan sastranya. la menamatkan belajarnya di Beirut pada tahun 1901, dalarn usia 18 tahun. Sejak tahun 1898, Gibran telah memimpin majalah sastra dan falsafat "Al-Haqiqot". Setelah lulus Bacaloreat (BA) Gibran melakukan tour, mengunjungi berbagai tempat bersejarah di Sirya dan Libanon yang membuatnya semakin mencintai seni dan tanah airnya. Ketika tinggal di Beirut ia berhubungan erat dengan Halla Dhahir yang menjadi kekasihnya, sebagaimana terabadikan dalarn aI-Ajmhah al-Mulakassirah. Pada tahun 1902, Gibran kembali ke Amerika untuk berkumpul kembali dengan ibu dan saudara-saudaranya. Tetapi dia tidak bisa lama bersama mereka, karena pada bulan April 1902, Sulthonah, saudara putrinya meninggal, belurn mencapai setahun kemudian pada bulan Februari 1903, Petrus, kakak laki-lakinya yang seibu, meninggal, disusul tiga bulan

kemudian, ibunya meninggal. Tahun-tahun 1902-1903 bagi Gibran merupakan tahun perkabungan, karena satu-persatu orang-orang yang dicintainya pergi untuk selama-lamanya. Pada tahun 1904, Gibran mengadakan pameran lukisan perdananya. Dalarn pameran inilah dia berkenalan dengan seorang wanita kaya, Mary Elizabeth Haskel, yang kemudian membiayai Gibran mendalami seni rupa di Le Cole des Beaux Arts di Paris selama tiga tahun (1908-1910). Selama tiga tahun Gibran berada di Paris, tinggal di Kampung Orang Latin, berkenalan dengan para sastrawan dan seniman, terutama dengan perupa dan pemahat terkenal, August Rodin dan berkunjung ke kota-kota di Prancis, dan musium-musium di Italia, Belgia dan Inggris. Sekambalinya dari Paris, Gibran menetap di New York, menghabiskan sebahagian besar waktunya untuk menulis dan melukis. Setahun sekali dia pulang ke Boston untuk berlibur di tempat Maryana, satu-satunya saudara kandung yang masih hidup. Pada tahun 1920, bersarna para penulis Arab yang ada di Amerika (Arab Mahjar), Gibran mendirikan Perhimpunan Penulis/Sastrawan Arab dengan nama "Ar-Rohithahal-Qolamiyah" di New York. Gibran mengabdikan dirinya pada perhimpunan itu sampai meninggal dunia pada hari Jurn'at, tanggal 10 April 193 M dalam usia 48 tahun, di Rumah Sakit Santo Vinsets, New York. Jenazahnya dimakamkan di tanah kelahirannya, Libanon. Sampai meninggal, Gibran tetap membujang, walau semasa hidunya banyak dikelilingi wanita-wanita yang mencintainya. Di antara wanita-wanita yang pernah berhubungan erat dengan Gibran adalah : Barbara Young, Emilie Micheline. Hala Daher, Mary Elizabeth Haskel, Mary Chury, dan May Zyada. Di antara karya-karya Gibran dan tahun terbitnya adalah : Al-Musiiqoo (1905), 'Aroois al-Muruuj (1905), Al-Arwaah al-Mutamarridah (1908), Al-Ajnihah al-Mutakassiroh (1912), Dam'ah wa lhtisamah (1914), AI-Mcljnuun (1918, dalam bahasa Inggris), Al-Mawaakih (1919), Al-'Awaashifdan As-Saabiq (1920, dalam bahasa Inggris), Al-Bada-i' wa ath-Thoroo-if (1921), An-Nahly (1923, dalam bahasa Inggris), Roml wa Zubd (1926, dalam bahasa Inggris), Yasun' lhn a1-Insaan (1928) dan Aalihat al-Ardl (1926). Karya yang diterbitkan setelah dia meninggal adalah : At-Taa-ih (1932, dalam bahasa Inggris) dan Hadiiqot an-Nahiy (1932, dalam bahasa Inggris). Pemutakhiran Terakhir (Jumat, 03 Juni 2011 04:42) Thaha Husain dilahirkan pada tahun 1889 di sebuah desa di pedalaman Mesir dekat kota Magaga yang terletak di pinggiran Nil sebelah kiri. Ayahnya orang Mesir asli, pegawai rendahan pada suatu Serikat Perkebunan Tebu. Ayahnya berputra banyak, Thaha Husain adalah putranya yang ketujuh. Pada usia tiga tahun dia mengalami kebutaan untuk selamanya. Meski buta, dia dianugrahi kecerdasan, ketajaman pikiran dan daya ingat yang kuat. Oleh karena itu dalam perjalanan pendidikannya dia menempuhjalur pencicikan normal. Pendidikannya dimulai di Kuttab, dengan materi pelajaran hafalan Al-Qur'an. Setelah hafal AI-Qur'an dia menghafal Majmu' al-Mufuun, dan membaca sebahagian kitab-kitab dan puisi-puisi Arab Lama sebagai persiapan untuk masuk ke AI-Azhar, di mana kakaknya sudah lebih dahulu belajar di sana. Dan pada usia 13 tahun, Thaha Husain mengikuti kakaknya belajar di Al-Azhar. Di AlAzhar, Thaha Husain mendalami ilmu pengetahuan agama dan bahasa Arab. Dia dikagumi oleh Syeikh Sayyid al-Marshofi, guru sastranya yang membimbingnya mengkaji kitab-kitab : Al-Kamil karya AIMubarrod, AI-Amali karya Abu Ali al-Qoli dan Hammaasah karya Abu Tammarn. Selang beberapa lama kemudian, dia menceburkan dirinya ke dalam gerakan refoprmasi yang diserukan oleh murid-murid Muhammad Abduh, semisal Qosim Amin yang menyerukan emansipasi wanita, dan Luthfi Sayyid yang

mulai menyerukan tolok-tolok ukur baru dalam masalah politik, akhiak dan sosial. Dengan segera dia pun beralih menjadi murid setia Abduh dan menimba berbagai ilmu darinya. Pada tahun 1908 dibuka Universitas Swasta (AI-Jami'ah AI-Ahliyyah). Thaha Husain masuk ke universitas itu dan menimba ilmu dari para dosen dari Mesir, seperti Syeikh AI-Mahdi, Muhammad AI-Khudlori dan Hifni Nashif, juga dari para dosen dari kalangan orientalis, seperti Nalino dan Juweidi, yang membukakan cakrawala baru padanya dalam kajian dan penelitian sastra, berkat metode ilmiah dalam kritik sastra yang dia serap dari guru-guru besar dari kalangan orang-orang Eropa. Dia pun berusaha keras untuk mempelajari bahasa Prancis pada sekolah-sekolah malam di bawah asuhan sebahagian para pengajar yang handal, sehingga dia mampu memahami kuliah-kuliah yang disampaikan dengan bahasa itu. Kecerdasan dan ketekunannya membuahkan hasil. Belum sampai pada tahun 1914, dia sudah berhasil meraih gelar Doktor di universitas itu dengan desertasi tentang Abu al-'Ula, dengan keluluskan mengagurnkan. Desertasinya itu kemudian diterbitkan dengan judul : Dzikro Ahi al- 'Ula. Atas kecemerlangannya, AI-Jami'ah AI-Ahliyyah mengirimnya ke Perancis untuk rnengkaji llmu Pengetahuan Sejarah di Universitas yang ada di Monville. Dia tinggal di sana selama satu tahun. Setelah tiga bulan berada di Mesir, dia dikirim kembali ke Perancis, tapi bukan ke Monville, melainkan ke Paris. Di sana dia mengikuti berbagai kuliah dalam berbagai bidang ilmu dari para sejarawan dan para sastrawan di Universitas Sorbon dan Colledge de Franca. Di tengah-tengah kesibukannya mengikuti berbagai kuliah itu, dia juga menyempatkan diri untuk mempelajari bahasa Yunani dan Latin. Dalam berbagai kegiatannya itu dia ditemani oleh seorang gadis Perancis yang kemudian menjadi istrinya. Sekembalinya dari Perancis, Thaha Husain aktif memberi kuliah, menulis, menjadi redaktur sastra dan di organisasi. Sementara karya-karyanya pun bermunculan, di antaranya : Dzikro Abi Al-'Uia (desertasi di Al-Jami'ah Al-Ahliyyah), Shuhuf Mukhtaroh mm asy-Syi'ri at-Tamtsili Inda al-Yuunaan, Nidhoom alAttimyyimhAristhothiliis, Qoshosh Tamtsiliyah (1924), Falsafahlhn Kholduun al-ljtimcla'iyyah (desertasi di Sorbon), Ruuh af.-Tarhiyyah (terjemahan, 1922), Oodah al-Fiki' (1925), Fi asy-Syi'ri al-Jaahili (1926) yang kemudian diterbitlan lagi dengan judul: Fi al-Adah clI-JclClhili, Al-Ayyaam (otobiografi, 1929 dalam bentuk novel) yang dirnuat secara bersambung dalam majalah AI-Hilaal (pendirinya '. Jurji Zaidan), Fi ash-Shoif (1932), Hafidh wa Syauqi (1933), Mm Haditsi asy-Syi'ri wa an-Natsri (1934), Ma'a alMutanahhi' (1936), Mustaqbalu ats-Tsaqofah (1939), Fushuul fi al-Adah wa an-Naqd (kumpulan essai), Shoutu Bariis, dan Lahadhoot (keduanya merupakan pandangan-pandangan analisisnya terhadap novel-novel dan naskah-naskah drama Perancis), Al-Mu 'adzdzibuunafi al-Ardl (kumpulan cerpen). Jabatan-jabatan akademis dan non akademis yang pernah diembannya di antaranya: Dekan Fakultas Adab Jami'ah Hukumiyah (Universits Negeri, dulunya al-Jami'ah aI-Ahliyyah), Mentri Fendidikan dan Fengajaran (1950), redaktur sastra pada Surat Kabar As-Siyaasah, terbitan Fartai AI-Ahroor adDusturiyyiin (Kemerdekaan Berundang-undang), Femimpin Redaksi Surat Kabar Al-Waadii (setelah bergabung dengan Fartai Al-Wafd). Gelar Doktor Honoris Causa diterimanya dari Universitas-universitas : Roma, Athena, Leon, Madrid dan Oxford. Thaha Husain wafat pada tahun 1973. Mushthofa Luthfi Al-Manfaluthi' dilahirkan tahun 1876 di Manfaluth, suatu distrik di Asyuth. Pendidikannya di mulai di Kuttab (di Indonesia sama dengan TPA/TKA) di tempat mana ia menghafal AI-

Qur'an. Pada usia I I tahun ia dikirim ayahnya belajar di AI-Azhar. Setelah belajar di AI-Azhar selama 10 tahun, ia berjumpa dengan Muhammad Abduh yang mengajar para mahasiswa dalam mata kuliah Tafsir AI-Qur'an dan Balaghoh (Retorika Arab). Dia sangat kagum terhadap gurnya yang satu ini, sehingga dia memutuskan untuk meninggalkan Al-Azhar dan belajar padanya. Tampaknya diajenuh dengan metode pengajaran yang berlaku di AI-Azhar, sehingga ia memilih bergabung dengan Abduh. Selanjutnya dia tidak mendalami masalah keagamaan, tetapi lebih mengarahkan perhatiannya pada pelajaran sastra. Mulailah ia mengikuti pelajaran Muhammad Abduh dan mengkaji berbagai karya sastra arab Lama, baik prosa, puisi, maupun karya para kritisi sastra Arab Lama, semisal karya-karya lbnu alMuqoffa', al-Jahidh, Badi'uzzaman al-Hamadzani, AI-Amadi, AI-Baqillani dan yang lainnya, di samping membaca semua tulisan Muhammad Abdudh, guru yang sangat dikaguminya. Dengan aktifitasnya itu dia menempa dirinya untuk menjadi penulis dan kolumnis piawai. Al-Manfaluthi kembali ke tanah kelahirannya setelah Muhammad Abduh wafat. Dia menetap di sana selama dua tahun dengan kegiatan menulis untuk koran Al-Muayyad. Setelah itu dia kembali lagi ke Kairo dan diangkat menjadi pegawai di Kementrian Pendidikan dan Pengajaran oleh Saad Zaghiul, Mentri Pendidikan dan Pengajaran waktu itu dan ketika Zaghiul pindah jabatan menjadi Mentri Keadilan, AI-Manfaluthi pun dibawanya pindah. Setelah Zaghiul keluar dari kementrian, AI-Manfaluthi pun berhenti jadi pengawai dan kembali aktif menulis di berbagai media, sampai kemudian berdiri Parlemen di Mesir pada tahun 1923 dan dia diangkat oleh Saad (Zaghiul) sebagai wakil dari para penulis dalam Majlis asy-Syuyukh. Tapi dia tidak lama menjadi anggota majlis tersebut, pada tahun 1924 dia wafat. Aktifitas kesastrawanan AI-Manfaluthi sudah dimulai sejak dia masih aktif sebagai mahasiswa di AIAzhar. Ketika itu dia pernah menulis puisi yang berisi caci-maki terhadap Abbas, penguasa masa itu. Karena puisinya itu, dia ditangkap dan dipenjara cukup lama, sehingga dia benar-benar merasakan pahit getirnya di balik teralis besi. Pengalaman dalam penjara dan ketakcocokan dalam kehidupan, terutama menyaksikan penderitaan rakyat Mesir di bawah kekejaman penjajah Inggris waktu itu, menorehkan luka-luka penderitaan yang sangat pedih dan getir dalam jiwanya. Penderitaan bangsanya dan penderitaan dirinya sendiri yang luluh menyatu dalam diri AI-Manfaluti, melahirkan tangis getir dan rintih pilu dalam tulisan-tulisannya. Al-Manfaluthi tidak menguasai bahasa asing dengan baik. Tetapi hal itu tidak menghalanginya untuk menggumuli penerjemahan dan memperluas wawasan semampu mungkin. Dia punya obsesi untuk menerjemahkan novel-novel dan naskah lakon(naskah drama) dari Barat. Tapi sayang, bahasa Perancis dia kurang lancar dan demikian pula bahasa-bahasa Barat lainnya. Tapi hal itu tidak membuatnya mundur. Dia minta kawan-kawannya yang mumpuni untuk menerjemahkan sebahagian karya sastra Barat ke dalam bahasa Arab, kemudian dengan bebas dia alih ulang karya terjemah mereka itu ke dalam stil bahasa Arab yang indah, sehingga hasilnya seakan dia melahirkan suatu karya baru. Di antara karya-karyanya yang demikian itu adalah yang dilakukannya terhadap Paul wa Perginia karya Bernardine de San Pierre yang kemudian diberi judul AI-Fadlilah; novel Magdalena atau Tahia DhUali clz-Zizefon karya Alfonso Care; novel Asy-Syaa'ir atau Syrano de Bergrac karya Edmond Rustand; dan novel Fii Sabiili at-Taaj karya Francois Coubethe. Cerpen-cerpen olahan dari bahasa asing dan cerpencerpen karya asli dihimpun dalam antologi cerpennya berjudul Al-'Abaroot. Dari judulnya saja orang

sudah dapat merasakan, bahwa cerpen-cerpen di dalamnya penuh dengan tangis dan derai air mata (al'aharoot). Sebagai kolumnis dan essais piawai, AI-Manfaluthi melahirkan essai-essai sosial yang ditulis dan dirnuat pada koran Al-Muayyad, pada awal abad ke-20, yang kemudian dibukukan dengan judul An-Nadhoroot, yang terdiri dari tigajilid. Syauqi Dioif menyatakan bahwa keistimewaan An-Nadhoroot terletak pada bentuk dan tema. Bentuknya menampilkan bahasa Arab murni (fushhaa) menyiratkan referensi yang menjadi rujukan AI-Manfaluthi dari sumber kejayaan bahasa Arab pada masa-masa Abbasiyah. Tema yang diangkatnya adalah berbagai problema kehidupan sosial yang ada dalam lingkungan di sekitar AIManfaluthi sendiri. Dengan pengaruh Muhammad Abduh, gurunya, AI-Manfaluthi berupaya mengumandangkan reformasi sosial. Dia berulang-ulang meneriakkan pendapat-pendapat para reformis di sekitarnya, dan menyampaikannya dengan bahasanya yang khas, yang mernukau pendengar dan meresap di hat Bahaa Taher (1935 - ) Jumat, 03 Juni 2011 03:54 | Ditulis oleh Administrator | | |

Bahaa Taher lahir dilahirkan di Kairo. Karya fiksinya mulai diterbitkan pada tahun 1964. Karya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Aunt Safiyya and the Monastery ini merupakan salah satu karya yang pernah diterbitkan di Mesir pada tahun 1991. Taher besar dan bersekolah di Kairo hingga memiliki ikatan kuat dengan kota asal kedua orangtuanya, Luxor. Karya pertamanya dipersembahkan untuk sang ibu yang seorang pendongeng dan menurunkan bakat bercerita kepadanya. Selain itu, dia juga merupakan seorang pengamat sekitar yang kemudian menuangkannya ke dalam cerita. Dia menulis pengalaman orang Mesir mulai dari kisah kehidupan sulit sehari-hari hingga persoalan emigran di Eropa, serta dalam hal konflik etika dan tradisi di pedesaan Mesir Utara. Karya sastranya dimulai pada tahun 1952 bertepatan dengan masa Revolusi, peralihan monarki menuju kebangkitan Gamal Abdel Nasser tahun 1954. Pada saat itu Taher merupakan mahasiswa Universitas Kairo. Pada bagian pendahuluan novel, dia menggambarkan demonstrasi politik yang sempat diikutinya dalam rangka melawan monarki dan korupsi. Taher menuliskan seputar sukacitanya juga rekanrekannya ketika revolusi ditegakkan dan memunculkan rezim baru. Masa itu dipenuhi kebingungan para pendukung revolusi yang meyakini idealisme sosialis. Di satu sisi, Taher dan teman-temannya meyakini revolusi dan prinsip yang akan berdiri tegak apabila diarahkan pada tujuan memperbaiki Mesir dan menolak campur tangan Barat, dalam hal ini adalah kendali Inggris yang menyetir penguasa monarki. Di sisi lain, bagi yang mengharapkan bahwa revolusi akan melahirkan sistem kenegaraan baru, tentu akan kecewa. Pemerintahan Nasser penuh dengan kebobrokan pribadi dan kelompok yang ingin mengkhianati rezim. Pada saat itu merupakan reformasi sosial dan termasuk pengusiran dan pembatasan radio. Pada bagian Pendahuluan, Taher memperlihatkan kontradiksi antara loyalitas dan ketakutan yang dialami olehnya juga orang lain. Dalam suasana itulah dia bercerita. Banyak orang yang mulai menulis sastra tanpa memahami waktu dan kebingungan mereka

sendiri. Taher mempertanyakan apakah mereka mendapatkan cara pandang yang lebih baik di antara konflik. Karya-karya Taher sekitar tahun 1960 memaparkan rasa frustrasi di masa itu. Para tokohnya menginginkan harapan akan masa depan cerah dan maju, atau malah justru mundur ke belakang. Tokoh-tokohnya digambarkan tidak berdaya, ketika semua usaha untuk mengembalikan keadaan berhadapan dengan perlawanan dan berakhir dengan putus asa. Pembaca dapat merasakan analogi harapan dan kekecewaan masyarakat Mesir di tahun 1952. Kritik sosial Mesir mengalir dengan bahasa kiasan sampai satir yang diungkapkan dalam fiksi. Beberapa penulis Mesir seperti Yusuf Idris dan Naguib Mahfouz merupakan penulis Mesir yang terkenal di luar Arab karena kerasnya sistem sensor terhadap kebebasan berekspresi. Pada pertengahan tahun 1970 (di bawah pemerintahan Anwar Sadat), Taher dipecat dari pekerjaannya di sebuah stasiun radio dan juga dilarang menerbitkan tulisannya. Semua itu diceritakan pada bagian Pendahuluan. Karyanya kerap berisi kritik atas sistem politik secara terang-terangan, tapi dengan suasana pelik, terlalu sulit untuk menyampaikan sebuah realita. Memberi gambaran merah dalam kehidupan Mesir akan cepat menarik perhatian kritikus yang bernaung untuk sebuah penegakan. Para kritikus mempergunakan metode yang mengingatkan kembali pada era McCathy dan menyebut para sastrawan sebagai komunis. Akibat kerasnya tekanan kritik yang berimbas langsung pada karir, Taher pun meninggalkan Mesir. Dia hijrah ke Jenewa pada tahun 1981 dan diberi kehormatan sebagai penerjemah untuk PBB. Meski demikian, Taher tetap menjadikan menulis sebagai pekerjaan utama. Taher adalah seorang pengamat sosial. Hasil pengamatannya secara langsung disatukan dengan cerita penuh bahasa yang sederhana tapi memiliki penegasan yang kuat. Dia memaparkannya dalam bahasa yang gamblang. Ada banyak ruang bagi analisis. Para pembaca dipancing untuk ingin tahu lebih banyak dengan keterlibatan penulis dalam setiap peristiwa hingga menghadapkan pada keterbatasan sudut pandang. Kesederhanaan prosa Taher menjauhkan adanya makna ambigu. Hal ini diungkapkan dalam karakterisasi tokoh novel maupun cerpennya. Mereka tidak disebut sebagai orang-orang polos, jujur, korumtor, ambisius, penipu, atau lainnya. tokoh-tokoh itu juga tidak menyebutkan dengan tegas soal sistem nilai benar-salah atau baik-buruk yang absolut. Dengan kata lain, Taher mempertanyakan sesuatu yang berdasar dari sebuah problematika dengan cara yang ringan untuk dipertimbangkan oleh pembaca hingga terdapat tujuan yang jelas dalam benak. Dia sama sekali tidak memberikan resolusi rapi atau menghilangkan kesimpulan. Dalam sebuah cerpennya, terjadi pertemuan antar ekspatriat Mesir di Eropa dan orang Eropa asli. Cerita dimulai saat tokoh protagonis masuk ke sebuah taman yang dibuat secara khusus untuk tempat anjing berjalan-jalan. Ketika menyadari keberadaannya, dia pun kaget lalu marah ketika terpikir olehnya begitu banyak anak-anak Mesir yang dapat diberi makan dengan uang yang dihabiskan untuk membeli makanan anjing. Sebelum beranjak pergi, dia terlibat percakapan dengan seorang perempuan tua yang tengah membawa anjingnya ke sana. Berulangkali dia mencoba mengakhiri percakapan dan perempuan tua itu menyadari kekeliruannya terhadap orang asing secara umum dan orang Mesir secara

khusus. Tokoh perempuan itu digambarkan begitu simpatik, mewakili budaya yang oleh si tokoh lakilaki cukup asing. Ketika cerita mengalir dari si perempuan tua, saat itulah sisi protagonismenya terlihat sebagai objek dan rasa haru. Perasaan itu meluas hingga ke anjing peliharaan, meski si orang Mesir takut pada anjing dan tidak suka dengan perhatian berlebihan. Tulisan-tulisan Taher, seperti yang diceritakan di atas, menyinggung tentang perbedaan di antara manusia dengan beda budaya, bangsa, dan ideologi. Dia tidak menghadirkan solusi mudah untuk atas perpecahan masyarakat. Meski demikian, tokoh dalam novel maupun cerpennya memiliki karakter beragam yang tidak memperlihatkan kaitan satu sama lain agar mencirikan konsistensi seputar perbedaan. Karya-karyanya merefleksikan pengalaman pribadi, sebagai orang Mesir di negara sendiri, sebagai orang Mesir yang merantau ke tanah orang, dan orang Mesir yang kembali ke tanah airnya. Tulisan-tulisan Taher memunculkan tema-tema dan simbol-simbol Mesir kuno. Banyak tokoh protagonis yang berada dalam masa mencari jati diri dan pengalaman menemui hal-hal yang berkaitan dengan Mesir, dari mimpi, penjelajahan gurun, atau lainnya.[1] Pengulangan motif menitikberatkan pada gagasan identitas orang Mesir moderen yang tidak bisa lepas dari identitas budaya kunonya. Karyanya yang mengikuti kepindahan Taher ke Swiss (seperti cerita di atas) lagi-lagi memperlihatkan perbedaan pemahaman orang Timur dan Barat dari sudut pandang orang Mesir yang berusaha menyesuaikan diri dengan kehidupan Barat. Hal tersebut merupakan cuplikan rasa keterasingan pada tanah air dan negara baru. Berjuang dalam mengambil jalan tengahnya. Novel Safiyya ini didedikasikan untuk negaranya dan juga kedua putri tercinta. Sebelum ini, sudah diterbitkan novel Di Timur Kurma dan Duha Said bersamaan pada tahun 1985. Kedua novel tersebut menghadirkan narator seorang pemuda di Mesir yang sedang mencari jati diri sebagai orang Mesir dan Arab dalam kekacauan politik dan sosial. Kedua karakter merasa frustrasi dengan status quo penguasa atas masyarakat yang tidak memiliki masa depan untuk berekspresi. Dalam beberapa hal, novel-novel tersebut mengingatkan pada tulisan Taher tahun 1960, hanya saja lebih gamblang dengan pertanyaanpertanyaan sebagai orang Palestina dan perjuangan Mesir melawan Israel yang berimbas pada moral rakyat Mesir. Hal ini digali secara mendalam malalui transformasi yang dialami tokoh utama saat mengalami problematika.

[1] Salah satu cerpen (Pengadilan Pendeta Kai-Nun) yang bersetting pada abad ke 14 dan menyorot seorang pendeta yang dituduh bidah dengan menegakkan perdamaia ideal dan teologi Firaun Akhenaton setelah pergantian Tutankhamun dan mengembalikan Amun dan dewa-dewa kuno. Revolusi monoteis Akhenaton tidak diterima luas dan penyangkalan selanjutnya ada di bawah pengganti Tutankhamun memicu pembantaian atas sisa-sisa pengikut Akhenaton. Pemutakhiran Terakhir (Jumat, 03 Juni 2011 04:37)

Huseyn Hilmi Isik (1911-2001) Jumat, 03 Juni 2011 03:52 | Ditulis oleh Administrator | | |

Huseyn Hilmi Isik merupakan ulama Sunni asal Turki yang memperdalam ilmu keislaman pada ulama sufi Sayyid Abdulhakim Arwasi. Jumlah tulisannya mencapai 144 karya yang, terdiri dari: 60 karya dalam bahasa Arab, 25 karya dalam bahasa Persia, 14 karya dalam bahasa Turki. Sisanya buku-buku yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis, Jerman, Inggris, Russia, dan berbagai bahasa lainnya. Sebagai sosok ulama yang prihatin dengan makin gawatnya penyimpangan dalam Islam, maka ditulislah buku-buku sebagai usaha mengingatkan kembali umat pada jejak Rasulullah, pembawa ajaran Islam yang paling murni. Banyak buku-buku yang beredar dianggapnya sangat meresahkan dan berpotensi merusak moral umat. Selain buku-buku yang berasal dari kalangan Islam, ada pula tulisan dari umat non-Muslim yang bertujuan kurang-lebih sama. Pemutakhiran Terakhir (Jumat, 03 Juni 2011 04:38) Ghassan Fayiz Kanafani (1936-1972) Jumat, 03 Juni 2011 03:48 | Ditulis oleh Administrator | | |

Ghassan Fayiz Kanafani dilahirkan di Acre (Akka), Palestina pada tahun 1936. Ayahnya seorang pengacara. Ketika terjadi perang Arab-Israel tahun 1948, ia dan keluarganya mengungsi ke Damaskus dan tinggal disana. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Kanafani bekerja sebagai guru dan jurnalis di Syiria lalu pindah ke Kuwait. Di kemudian hari ia pindah ke Beirut, Libanon, dan menjadi wartawan di beberapa media cetak sebelum akhirnya ia bergabung dengan PFLP (Popular Front for the Liberation of Palestina/Front Pembebasan Rakyat Palestina) dan menerbitkan majalah Al-Hadaf pada tahun 1969. Ia menjadi editor pertama untuk majalah tersebut. Selain menulis, Kanafani adalah seorang aktivis yang aktif menyuarakan pembebasan tanah Palestina dari penjajahan Israel. Ia juga seorang novelis, esais, penulis cerpen, dan naskah drama. Semasa hidupnya, Kanafani telah menerbitkan delapan belas buku (berupa novel, kumpulan cerpen dan nonfiksi) dan ratusan artikel dalam bidang budaya, politik, dan perjuangan Rakyat Palestina. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 17 bahasa dan diterbitkan lebih dari 20 negara di dunia. Beberapa diadaptasi untuk drama radio dan pementasan teater di negara-negara Arab dan Eropa. Dua novelnya telah difilmkan. Kanafani meninggal pada 8 Juli 1972 pada usia 36 tahun. Ia bersama keponakannya, Lamis, dibunuh dalam sebuah ledakan bom mobil oleh dinas rahasia Israel. Anak adalah masa depan kita, demikian ia selalu berkata. Tak heran ia banyak menulis cerita dengan anak-anak sebagai tokoh utamanya. Karya-karyanya sangat menyentuh dan berisi nilai-nilai kemanusiaan yang universal, tak heran jika karya Ghassan Kanafani tetap hidup dan bahkan menginspirasi kesusteraan Arab modern dan dunia.

Qut al-Qulub al-Damrdashea (1892-1968) Jumat, 03 Juni 2011 03:51 | Ditulis oleh Administrator | | |

Qut al-Qulub al-Damrdashea adalah perempuan penulis Mesir. Namanya lebih populer di Prancis ketimbang di negerinya sendiri. Hal ini sebab Qut al-Qulub lebih banyak menulis novel-novelnya dalam bahasa tersebut. Beberapa karyanya kemudian diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa lainnya, seperti Turki, Jerman, Belanda, Inggris, dan Arab sendiri. Qut al-Qulub dilahirkan pada tahun 1892. Ia berasal dari keluarga aristokrat. Al-Damrdashea adalah marga yang kerap digunakan oleh para puak keluarga bangsawan. Moyang mereka berasal dari wilayah Kaukasus, yang datang ke Mesir bersama dengan para penguasa Ottoman-Turki pada 1517. Marga keluarga tersebut mulanya bernama Taymur Tash, namun seiring bergulirnya waktu dan percampuran dialek Arab, nama marga tersebut berubah menjadi Damrdash. Taymur Tash sendiri masih mempunyai keterikatan darah dengan Taymur Lenk, pendiri dinasti Taymuriyyah di Samarkand pada abad ke-14. Qut al-Qulub meninggal pada 1968 di Italia, di usianya yang ke-76. Bagi kalangan aristokrat Mesir, bahasa Prancis lebih lazim digunakan dari pada bahasa Arab, setidaknya sejak masa reformasi Khedive Ismail Pasha hingga masa revolusi 1952. Dari situlah Qut al-Qulub lantas lebih banyak menulis dalam bahasa lingkungannya. Ia sendiri mempunyai pusat kebudayaan [markaz tsaqfi], yang kala itu banyak didatangi oleh para cendikiawan, seniman, dan sastrawan terkemuka, baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam buku-ensiklopedi al-Adab al-'Arabi al-Maktb bi al-Faransiyyah [sastra Arab yang ditulis dalam bahasa Prancis], nama Qut al-Qulub termasuk di dalamnya, bersanding dengan nama-nama penulis terkemuka lainyang hidup sezaman dengannya, seperti Mei Ziyada, Abbas Aqqad, Zirzi Zaidan, Kahlil Gibran, Thaha Hussain, dan lain-lain. Qut al-Qulub mulai produktif menulis selepas ia berusia tiga puluh lima tahun. Pada waktu itu, di Mesir tengah marak gerakan pemberdayaan perempuan yang dipelopori oleh Qasim Amin, penulis buku monumental al-Mar'ah al-Jaddah [Perempuan Baru] dan Tahrr al-Mar'ah [Membebaskan Perempuan]. Qut al-Qulub sendiri ikut bergabung dengan gerakan tersebut. Ia adalah murid dari Qasim Amin, dan kawan seperjuangan Houda al-Syarawi dan Aisyah Taymuriyyah, penghulu gerakan perempuan Arab. Tetapi, Qut al-Qulub mengambil konsentrasi sastra, dengan banyak menulis memoar, puisi, cerita pendek, dan novel. Ia juga mempunyai yayasan sosial, seperti sekolah dan rumah sakit yang dihibahkan untuk rakyat. Karya pertamanya, Mushadafah al-Fikr, dipublikasikan oleh Dr al-Ma'rif pada 1937. Pada tahun yang sama, ia menulis novelnya, al-Harm [diterbitkan oleh Dr Glimr]. Novel-novelnya yang lain adalah Zannouba, Laylah al-Qadr, Ramzah, Hafnw al-R'i, dan lain-lain. Kesemua karya tersebut ditulis dalam bahasa Prancis. Novel-novel Qut al-Qulub mempunyai keistimewaan tersendiri. Ia lebih banyak menguak potret kehidupan perempuan Timur (Mesir dan Turki), terutama pergulatan lapisan kelas sosial antara kalangan

harem dengan kalangan bangsawan, antara proletar dan borjuis, serta sejauh mana tradisi Arab-Timur (catat: bukan Islam) demikian mengungkung kehidupan perempuan. Ia seolah hendak menceritakan sebuah ironi di dunia Arab-Timur. Ketika di sebuah sisi, "agama" menjadi hal yang sangat sakral dan menguasai pola kehidupan masyarakatnya, tetapi di sisi yang lain justru terpampang potret kehidupan yang mengerikan; penjualan jriyt (budak perempuan), berganti tuan untuk menjalani nasib yang sama. Sebagian status mereka ada juga yang berubah menjadi amat (budak seks), harm (istri selir), jawzah (istri resmi), atau bahkan dibebaskan (hurrah). Hal di atas juga dikuak dalam novelnya kali ini, Ramza , Ibnah al-Harm [diterjemahkan dari bahasa Prancis, Ramza, la Fille d'une Harem, oleh Dr. Dasuqi Said]. Edisi bahasa Prancis novel ini diterbitkan pada tahun 1944, sementara edisi bahasa Arabnya diterbitkan pada tahun 2004. Pemutakhiran Terakhir (Jumat, 03 Juni 2011 04:38) Samiroh Binti AI-Jaziroh AI-'Arobiyah (1943- ) Jumat, 03 Juni 2011 03:46 | Ditulis oleh Administrator | | |

Samiroh Binti AI-Jaziroh AI-'Arobiyah dilahirkan tahun 1943 di Makkah. Pendidikan Tsanawiyah(SMU)nya di Sekolah Inggris di lskandariyah, lulus tahun 1943. Kemudian melanjutkan studi di Fakultas Ekonorni Universitas lskandariyah, sarnpai lulus Bacaloreat (BE). Kebiasaan bangsa Arab, baik laki-laki maupun perempuan adalah membanggakan kemuliaan nenek moyang dan menisbatkan nama-nama mereka dengan leluhurnya untuk kebanggaan dan menjunjung tinggi nenek moyang. Oleh karena itu para pembaca terheran-heran ketika Samiroh menisbatkan namanya kepada Al-Jazirah Al-'Arobiyah (Binti Al-Jaziroph Al-'Arohiyah), pada novel pertamanya berjudul Wada'at Aamaalii (1958). Dia menyembunyikan nama aslinya di balik nama samarannya itu karena situasi keluarga dan masyarakat di negerinya. Dia merasa bangga dengan nama samarannya itu, sehingga dia gunakan dalam karya-karaya selanjutnya, hingga muncul karyanya berjudul Warooa adl-Dlohaah (1970), dan penerbit tidak dapat lagi menutupi nama aslinya, karena berbagai pertanyaan terus mengalir dari para pembaca. Maka pembaca pun tahu bahwa nama asli sastrawati yang karyanya memikat hati para itu adalah Samirob, istri Dr. Muhammad Khoosyqojii. Binti Al-Jaziroh Al-'Arobiyah menjadi idola para pemudi terpelajar Jazirah Arab. Mereka mendukung Sarniroh dalam upaya keluar dari tradisi Arab yang negatif, dan melakukan perubahan-perubahan, sehingga para pemudi di Jazirah Arab dapat berpartisipasi dalam kebangkitan dan perkernbangan masyarakatnya. Karya-karya sastra Samiroh adalah cerpen-cerpen dan ovel-novel realis yang diangkat dari panggung kehidupan masyarakat di Jazirah Arab. Dalam novel dan cerpennya selalu menampilkan wanita sebagai tokoh utamanya. Melalui cerpen dan novelnya, Samiroh menyeru kaum wanita untuk ikut berpartisipasi aktif dalam membangun dan mengembangkan masyarakatnya. Di antara karya-karyanya adalah : Wada'at Aamaalii (1958), Dzikriyyaat Daami'ah, Bariiqu 'Amaik(l963), Qothoroot min ad-Dumuu' (1967), Waadi ad-Dumuu' (1967, kumpulan cerpen), Wa Tamdlii al-Ayyaani (kumpulan cerpen), Fii Bilaadii, Warooa adl-Dlobaah (1970), dan Yaqdhoh al-Fataat al- 'Arobiyah~.

Pemutakhiran Terakhir (Jumat, 03 Juni 2011 04:39)

Anda mungkin juga menyukai