Anda di halaman 1dari 55

PANDUAN PELAYANAN

BEDAH PLASTIK REKONSTRUKSI DAN ESTETIK


PADA MASA PANDEMI COVID-19

Edisi Pertama

PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS


BEDAH PLASTIK REKONSTRUKSI DAN ESTETIK
INDONESIA
April, 2020
TIM PENYUSUN

1. dr. Sitti Rizaliyana, Sp.BP-RE(K)


2. dr. Yuanita Safitri Dianti, Sp.BP-RE(K)
3. dr. Donna Savitry, Sp.BP-RE(K)
4. dr. Budiman, Sp.BP-RE(K), MARS, MH

Editor:
dr. Irena Sakura Rini, MARS, Sp.BP-RE(K)
dr. Gwendy Aniko, Sp.BP-RE(K)

Desain Sampul:
dr. Ahmad Fawzy, Sp.BP-RE

1
2
3
DAFTAR ISI

halaman
Sampul depan
Halaman judul
Tim Penyusun ……………………………………………………………… 1
Himbauan …………………………………………………………………… 2
Rekomendasi PERAPI ……………………………………………………. 3
Daftar Isi ……………………………………………………………………. 4
Prakata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Plastik 6
Rekonstruksi dan Estetik Indonesia ……………………………………...
Sambutan Ketua Kolegium Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik 7
Indonesia ……………………………………………………………………
Sambutan Ketua Majelis Kehormatan PERAPI ………………………... 8
Bab 1 Pendahuluan ……………………………………………………... 9
Bab 2 Definisi Operasional ……………………………………………... 11
2.1 Kasus Konfirmasi ………………………………………… 11
2.2 Pasien Dalam Pengawasan (PDP) ……………………. 11
2.3 Orang Dalam Pemantauan (ODP) …………………….. 12
2.4 Orang Tanpa Gejala (OTG) ………………………......... 13
2.5 Kontak erat ……………………………………………...... 14
2.6 Negara / wilayah yang melaporkan transmisi lokal ...... 15
2.7 Karantina ………………………………………………..... 16
2.8 Pencegahan dan pengendalian infeksi berkaitan 17
dengan pelayanan kesehatan …………………………
2.9 Pencegahan pada level individu ……………………… 19
2.10 Pencegahan pada level masyarakat …………………. 20
Bab 3 Pelayanan Rawat Jalan Bedah Plastik Rekonstruksi dan 22
Estetik ……………………………………………………………..
Bab 4 Penundaan Operasi Elektif di bidang Bedah Plastik 23
Rekonstruksi dan Estetik ………………………………………..
Bab 5 Pelaksanaan Operasi Gawat Darurat dan Operasi Urgensi di 26
bidang Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik ………………
Bab 6 Pelayanan di Klinik Utama Bedah Plastik Rekonstruksi dan 28
Estetik ……………………………………………………………..
Bab 7 Pelaksanaan Konsultasi dengan Telemedicine di bidang 30
Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik ……………………….
Daftar Pustaka ……………………………………………………………... 31
Lampiran 1 WHO: 5 moment of hand hygiene ……………………… 33
Lampiran 2 WHO: How to handwash ………………………………... 34
Lampiran 3 WHO: How to handrub …………………………………... 35
Lampiran 4 Kemenkes: Etika batuk ………………………………….. 36
Lampiran 5 Kemenkes: Cara memakai masker yang benar ………. 37
Lampiran 6 Kemenkes: Jenis APD berdasarkan lokasi, petugas dan 39
jenis aktivitas ……………………………………………...
Lampiran 7 Preoperative screening for COVID-19 risk ……………. 41
Lampiran 8 WHO: How to don and remove non-sterile gloves …… 43
Lampiran 9 WHO: How to don and remove sterile gloves ………… 44

4
Lampiran 10 WHO: Surgical hand preparation technique with an 46
alcohol-based handrub formulation …………………….
Lampiran 11 CDC: Sequence for putting on and remove Personal 48
Protective Equipment (PPE) …………………………….
Lampiran 12 Kemenkes: Cara pemakaian dan pelepasan APD 51
Coverall ........................................................................
Lampiran 13 Kemendagri: Protokol kedatangan sampai di rumah dari 53
bepergian ………………………………………………….

5
PRAKATA

KETUA UMUM
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH PLASTIK
REKONSTRUKSI DAN ESTETIK INDONESIA

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, dengan Rakhmat dan
IjinNya telah disusun Buku Panduan Pelayanan Pasien Bedah Plastik Rekonstruksi
dan Estetik pada masa Pandemi Covid -19 dengan lengkap.
Pengurus Perhimpunan beserta Kolegium Bedah Plastik Rekonstruksi dan
Estetik Indonesia (PERAPI) menyusun Buku Panduan ini agar dapat dipelajari dan
dijadikan pegangan oleh para dokter spesialis bedah 6lastic rekonstruksi dan estetik
Indonesia dalam memberikan pelayanan terhadap pasien dimasa Pandem iCovid -19
ini terutama pada kasus yang berkaitan dengan bidang Bedah Plastik rekonstruksi
dan estetik.
Seperti kita ketahui bahwa Pandemi Covid -19 ini telah berkembang dengan
cepat dan merenggut banyak korban jiwa serta akan berdampak terhadap berbagai
aspek vital baik aspek kesehatan, perekonomian, sosial, budaya, pendidikan dan
bahkan sistim pertahanan dan keamanan Bangsa. Para dokter bersama sama dengan
tenaga kesehatan lainnya sebagai garda terdepan tentu saja memiliki tugas yang
sangat berat dengan risiko tertular yang sangat tinggi oleh karena berkontak langsung
dengan pasien Covid -19 yang dengan atau tanpa gejala klinis, sebelum dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang diagnostiK yang valid.
Gerakan dokter semesta yang dicanangkan oleh IDI menuntut setiap dokter
tidak terkecuali bidang spesialisnya untuk dapat menangani pasien terkait covid -19
ini sesuai dengan standar keselamatan dan kualitas pelayanan yang baik, beretika
dan menghormati hak -hak pasien.
Buku panduan yang lengkap dan praktis, serta pelatihan singkat diperlukan
agar teman sejawat bedah plastik rekonstruksi dan estetik dapat turun ke lapangan
memenuhi panggilan kemanusiaan ini dengan baik, aman dan selamat.
Semoga Teman Sejawat, dimana pun berada dan bertugas selalu diberikan
kesehatan, keselamatan dan kesuksesan dalam menghadapi, mencegah, mengobati
dan menghentikan wabah ini bersama sama dengan tenaga kesehatan lain dan
komponen bangsa lainnya.
Aamiin Ya Robbal Aalamiin.

Jakarta, 15 April 2020

dr. Budiman, SpBP-RE(K), MARS, MH


Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis
Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Indonesia

6
SAMBUTAN
KETUA KOLEGIUM BEDAH PLASTIK REKONSTRUKSI DAN ESTETIK
INDONESIA

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, buku Panduan Pelayanan Pasien Bedah
Plastik Rekonstruksi dan Estetik pada masa pandemi Covid-19 telah dapat
diselesaikan. Buku ini sangat penting sebagai pengetahuan yang perlu diketahui dan
sebagai panduan bagi seluruh Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan
Estetik dalam memberikan pelayanannya. Juga bagi para peserta Program
Pendididkan Dokter Spesialis (PPDS) Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik yang
sedang menempuh pendidikan di Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Bedah Plastik
Rekonstruksi dan Estetik Indonesia.
Dalam situasi pandemi ini dokter merupakan ujung tombak pemberantasan dan
penanganan Covid-19 sehingga berpotensi tertular Covid-19. Dokter merupakan
profesi yang harus terus memberi pelayanan kepada orang sakit di saat bencana, baik
untuk kasus bidang spesialisasinya yang non Covid-19 maupun kasus Covid-19.
Kewaspadaan tinggi sangat diperlukan, sehingga alat pelindung diri (APD) sifatnya
sangat esensial untuk melindungi diri. Dokter dalam menjalankan tugas profesinya
punya risiko yang membahayakan dirinya tertular Covid-19 terutama dari pasien yang
positif namun tidak ada gejala.
Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik sebaiknya bukan
merupakan garda terdepan dalam pelayanan pasien COVID-19, melainkan sebagai
lapisan kedua, kecuali dalam menangani pasien bedah plastik rekonstruksi dan estetik
emergensi yang disertai Covid-19. Telah diserukan agar para Dokter Spesialis Bedah
Plastik Rekonstruksi dan Estetik Indonesia walaupun tidak menangani Covid-19
secara langsung, dapat mengurangi layanan elektif kecuali emergensi dengan
mengenakan APD yang memadai.
Buku ini memuat informasi tentang berbagai hal yang terkait dengan Covid-
19, yang penting diketahui dalam memberikan pelayanan di masa pandemi ini. Juga
berbagai dampak dan juga pembatasan yang perlu dilakukan menyikapi dengan
situasi yang ada. Diharapkan dengan adanya buku ini seluruh dokter yang terkait pada
pelayanan dan juga pendidikan dapat bekerja dengan sebaik-baiknya dengan tetap
menjunjung azas kehati-hatian, agar tidak tertular dan menjadi sakit akibat kurang
waspada dalam memberikan pelayanan yang terbaik. Semoga Allah SWT selalu
melindungi kita semua.
Saya sampaikan penghargaan yang tinggi pada tim penyusun buku Panduan
ini yang telah bekerja dan meluangkan waktunya dalam proses penyelesaian buku ini.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sebagai bagian dari upaya untuk
memberikan pelayanan yang profesional, sesuai harapan masyarakat dan ikut
berjuang membantu memberantas Covid-19 pada masa pandemi ini.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Surabaya, 15 April 2020


Prof. Dr. dr. David Sontani Perdanakusuma, SpBP-RE(K)
Ketua Kolegium Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Indonesia

7
SAMBUTAN
KETUA MAJELIS KEHORMATAN PERAPI

Para Anggota PERAPI dan PPDS Program Studi Dokter Spesialis Bedah Plastik
Rekonstruksi dan Estetik.

Dalam menghadapi wabah COVID-19 ini PERAPI telah membuat pedoman bertindak
hati-hati dalam menjalankan tugas kita.
Profesi kita bekerja karena pengertian yang rasional dalam menghadapi apapun yang
terjadi berdasarkan fakta yang relevan dan mempunyai pengaruh. Dengan mengikuti
prosedur maka wabah COVID-19 ini kita hadapi secara berhati-hati tanpa rasa takut
dan tidak gegabah sehingga jangan juga terlalu berani, dan mengabaikan petunjuk
yang sudah ada.
Semoga petunjuk ini efektif melindungi kita dalam bekerja.

Surabaya, 15 April 2020

Prof. Dr. dr. Djohansjah Marzoeki, Sp.B., SpBP-RE(K)


Ketua Majelis Kehormatan PERAPI

8
BAB 1
PENDAHULUAN

Pada awal tahun 2020 dunia dihebohkan dengan adanya kasus pneumonia dengan
etiologi yang tidak jelas yang mulai berkembang di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina.
Kasus ini terus berkembang hingga didapatkan adanya kematian dan adanya
penyebaran kasus serupa di luar Cina. Kasus ini diidentifikasi disebabkan oleh
Coronavirus, yaitu SARS-CoV-2.

Pada tanggal 30 Januari 2020 World Health Organization (WHO) menetapkan


Coronavirus disease (COVID-19) sebagai Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC) / Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia
(KKMMD). Penambahan jumlah kasus COVID-19 berlangsung cukup cepat dan
sudah terjadi penyebaran antar Negara. Pada tanggal 2 Maret 2020 Indonesia
melaporkan kasus konfirmasi COVID-19 yang pertama, sebanyak 2 kasus, dan pada
tanggal 11 Maret 2020, WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi.

Gejala umum infeksi COVID-19 ini antara lain berupa gangguan pernafasan seperti
demam, batuk dan sesak nafas. Masa inkubasi infeksi ini rata-rata 5-6 hari dengan
masa inkubasi terpanjang hingga 14 hari. Kasus infeksi COVID-19 yang berat dapat
menyebabkan pneumonia, sindrom gagal nafas akut, gagal ginjal, dan bahkan
kematian. Tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar kasus adalah
demam, kesulitan bernafas, dan hasil penunjang radiologis menunjukkan infiltrat
pneumonia luas di kedua paru.

Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui
percikan batuk / bersin (droplet), tidak melalui udara. Orang yang paling berisiko
tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19 termasuk
yang merawat pasien COVID-19. Rekomendasi standar yang dianjurkan oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah mencegah penyebaran infeksi
dengan cara:
- Melakukan cuci tangan secara teratur menggunakan sabun dan air bersih yang
mengalir;
- Menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut;
- Menerapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut dengan
lengan atas bagian dalam atau tisu, lalu membuang tisu ke tempat sampah;
- Memakai masker medis jika memiliki gejala pernafasan dan melakukan
kebersihan tangan setelah membuang masker;
- Menjaga jarak (minimal 1 meter) dari orang yang mengalami gejala gangguan
pernafasan;
- Menghindari kontak secara langsung dengan ternak dan hewan liar serta
menghindari kontak dekat dengan siapapun yang menunjukkan gejala penyakit
pernafasan seperti batuk dan bersin.

Untuk mengantisipasi terjadinya pandemi COVID-19 maka Perhimpunan Dokter


Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Indonesia (PERAPI) memberikan
panduan kepada seluruh anggota PERAPI berkaitan dengan pandemi COVID-19.

9
1. Pandemi COVID-19 diakibatkan oleh virus SARS-CoV-2 (severe acute
respiratory syndrome corona virus 2) dimana hingga tanggal 15 April 2020,
sesuai data WHO telah dikonfirmasi positif infeksi sebanyak 2.013.581 kasus
dan 127.587 kematian terkonfirmasi di hamper semua negara di seluruh dunia.
Di Indonesia, hingga tanggal 15 April 2020 terdapat 5.136 kasus konfirmasi
positif, dan 468 kasus kematian di 34 provinsi di Indonesia.

2. Penanggulangan pandemi COVID-19 memerlukan tindakan yang terkoordinasi


secara baik dan terpadu termasuk dalam lingkup pelayanan bedah plastik
rekonstruksi dan estetik oleh anggota PERAPI, oleh karena itu PERAPI beserta
seluruh anggotanya wajib turut berperan serta mendukung usaha pemerintah
Republik Indonesia dalam menghadapi pandemi COVID-19.

3. Penanggulangan pandemi COVID-19 salah satunya meliputi pencegahan


penyebaran virus dari masyarakat ke tenaga medis dan pencegahan
penyebaran virus dari tenaga medis ke masyarakat. Hal ini berkaitan dengan
pelaksanaan pelayanan bedah plastik rekonstruksi dan estetik di rawat jalan
maupun rawat inap serta pada kasus kegawatdaruratan, kasus urgensi dan
kasus elektif.

4. PERAPI sangat menyarankan setiap anggotanya untuk bekerja dalam kondisi


lingkungan kerja yang aman, menggunakan peralatan APD (Alat Perlindungan
Diri) sesuai rekomendasi WHO pada saat memberikan pelayanan kepada
pasien di rawat jalan, rawat inap dan unit gawat darurat. Penggunaan peralatan
APD sesuai rekomendasi WHO dilaksanakan pula pada proses operasi urgensi
dan operasi gawat darurat.

5. PERAPI akan terus menyampaikan dan merilis informasi yang relevan dan
kredibel berkaitan dengan COVID-19 melalui berbagai media yang ada kepada
setiap anggota. Informasi yang dirilis meliputi:
a. Panduan penundaan operasi elektif yang berkaitan dengan kemungkinan
meningkatkan risiko penyebaran virus baik pada pasien maupun dokter
berkaitan dengan kebijakan physical distancing dan menghindari
kerumunan (social distancing). Panduan penundaan operasi elektif yang
mempertimbangkan penggunaan sumber daya rumah sakit seperti
kapasitas rawat inap, unit perawatan intensif (ICU), alat ventilator dan
pendukung kehidupan lain yang diperlukan bila terjadi penanganan pasien
terinfeksi COVID-19.
b. Panduan operasi urgensi dan operasi gawat darurat pada pasien tidak
terdiagnosa positif COVID-19 dan pada pasien positif COVID-19.
c. Panduan pelayanan bedah plastik rekonstruksi dan estetik di rawat jalan.
d. Panduan manajemen praktek yang efektif dan aman termasuk penggunaan
konsultasi secara telemedicine yang sesuai dengan etik profesi dan tidak
melanggar undang-undang.
e. Advokasi berbagai hal dalam pelayanan kesehatan di bidang bedah plastik
rekonstruksi dan estetik.

10
BAB 2
DEFINISI OPERASIONAL

2.1 Kasus Konfirmasi


Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes positif melalui
pemeriksaan PCR.

2.2 Pasien Dalam Pengawasan (PDP)


1. Orang dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yaitu demam
(≥380C) atau riwayat demam, disertai salah satu gejala / tanda penyakit
pernafasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit tenggorakan/pilek/pneumonia
ringan hingga berat DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran
klinis yang meyakinkan DAN pada akhir 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang
melaporkan transmisi lokal;
2. Orang dengan demam (≥380C) atau riwayat demam atau ISPA DAN pada
14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi COVID-19;
3. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan
di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis
yang meyakinkan.

ISPA Berat atau pneumonia berat adalah:


a. Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam pengawasan
infeksi saluran nafas, ditambah satu dari: frekuensi nafas >30 x/menit,
distress pernafasan berar, atau saturasi oksigen (SpO2) <90% pada
udara kamar.
b. Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernafas, ditambah
setidaknya tu dari berikut ini:
- sianosis sentral atau SpO2 <90%
- distres pernafasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding dada
yang berat)
- tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusu atau minum,
letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang
- tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnea (usia
<2 bulan: ≥60 x/menit; usia 2-11 bulan: ≥50 x/menit; usia 1-5 tahun:
≥40 x/menit; usia >5 tahun: ≥30 x/menit)

Kegiatan surveilans terhadap PDP dilakukan selama 14 hari sejak mulai


munculnya gejala. Terhadap PDP dilakukan pengambilan spesimen pada hari
ke-1 dan ke-2 untuk pemeriksaan RT-PCR (reverse transcription polymerase
chain reaction). Pengambilan specimen dilakukan oleh petugas laboratorium
setempat yang berkompeten dan berpengalaman baik di fasyankes atau lokasi
pemantauan.

Jika tidak tersedia fasilitas pemeriksaan RT-PCR, dilakukan pemeriksaan


Rapid Test. Apabila hasil pemeriksaan Rapid Test pertama menunjukkan

11
hasil:

a. Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah sesuai kondisi: ringan (isolasi
diri di rumah), sedang (rujuk ke RS Darurat), berat (rujuk ke RS
Rujukan); pemeriksaan ulang pada 10 hari berikutnya. Jika hasil
pemeriksaan ulang positif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan RT-
PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut, di Laboratorium
pemeriksa yang mampu melakukan pemeriksaan RT-PCR.
b. Positif, tatalaksana selanjutnya adalah adalah sesuai kondisi: ringan
(isolasi diri di rumah), sedang (rujuk ke RS Darurat), berat (rujuk ke RS
Rujukan). Pada kelompok ini juga akan dikonfirmasi dengan
pemeriksaan RT-PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut, di
Laboratorium pemeriksa yang mampu melakukan pemeriksaan RT-
PCR.

Apabila PDP yang terkonfirmasi menunjukkan gejala perburukan maka:


a. Jika gejala ringan berubah menjadi sedang, dilakukan isolasi di RS
darurat 

b. Jika gejala sedang berubah menjadi berat, dilakukan isolasi di RS
rujukan 


Kegiatan surveilans terhadap PDP ringan dan PDP sedang dilakukan berkala
untuk mengevaluasi adanya perburukan gejala selama 14 hari. Petugas
kesehatan dapat melakukan pemantauan melalui telepon atau melalui
kunjungan secara berkala (harian) dan dicatat. Pemantauan dilakukan dalam
bentuk pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala harian. Pemantauan
dilakukan oleh petugas kesehatan layanan primer dan berkoordinasi dengan
dinas kesehatan setempat. Orang dalam pemantauan yang sudah dinyatakan
sehat yang tidak memiliki gejala terkait COVID-19, ditetapkan melalui surat
pernyataan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan.

2.3 Orang Dalam Pemantauan (ODP)


1. Orang yang mengalami demam (≥380C) atau riwayat demam, atau gejala
gangguan sistem pernafasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan
DAN pada akhir 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal;
2. Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernafasan seperti
pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.

Kegiatan surveilans terhadap ODP dilakukan selama 14 hari sejak mulai


munculnya gejala. Terhadap ODP dilakukan pengambilan spesimen pada hari
ke-1 dan ke-2 untuk pemeriksaan RT-PCR. Pengambilan spesimen dilakukan
oleh petugas laboratorium setempat yang berkompeten dan berpengalaman
baik di fasyankes atau lokasi pemantauan.

Jika tidak tersedia fasilitas pemeriksaan RT-PCR, dilakukan pemeriksaan


Rapid Test. Apabila hasil pemeriksaan Rapid Test pertama menunjukkan hasil:
a. Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah isolasi diri di rumah;

12
pemeriksaan ulang 
pada 10 hari berikutnya. Jika hasil pemeriksaan
ulang positif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan RT-PCR sebanyak
2 kali selama 2 hari berturut-turut, di Laboratorium pemeriksa yang
mampu melakukan pemeriksaan RT-PCR. 

b. Positif, tatalaksana selanjutnya adalah isolasi diri di rumah. Pada
kelompok ini juga akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT-PCR
sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut, di Laboratorium pemeriksa
yang mampu melakukan pemeriksaan RT-PCR.


Apabila ODP yang terkonfirmasi menunjukkan gejala perburukan maka:


a. Jika gejala sedang, dilakukan isolasi di RS darurat 

b. Jika gejala berat, dilakukan isolasi di RS rujukan 


Kegiatan surveilans terhadap ODP dilakukan berkala untuk mengevaluasi


adanya perburukan gejala selama 14 hari. Petugas kesehatan dapat
melakukan pemantauan melalui telepon atau melalui kunjungan secara berkala
(harian) dan dicatat. Pemantauan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu
tubuh dan skrining gejala harian. Pemantauan dilakukan oleh petugas
kesehatan layanan primer dan berkoordinasi dengan dinas kesehatan
setempat. Orang dalam pemantauan yang sudah dinyatakan sehat yang tidak
memiliki gejala terkait COVID-19, ditetapkan melalui surat pernyataan yang
diberikan oleh Dinas Kesehatan.

2.4 Orang Tanpa Gejala (OTG)


Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari orang
konfirmasi COVID-19. Orang tanpa gejala (OTG) merupakan kontak erat
dengan kasus konfirmasi COVID-19.

Kegiatan surveilans terhadap OTG dilakukan selama 14 hari sejak kontak


terakhir dengan kasus positif COVID-19. Terhadap OTG dilakukan
pengambilan spesimen pada hari ke-1 dan ke-14 untuk pemeriksaan RT-PCR.
Dilakukan pemeriksaan Rapid Test apabila tidak tersedia fasilitas pemeriksaan
RT-PCR, apabila hasil pemeriksaan pertama menunjukkan hasil:
a. Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah karantina mandiri dengan
menerapkan PHBS dan physical distancing; pemeriksaan ulang pada 10
hari berikutnya. Jika hasil pemeriksaan ulang positif, maka dilanjutkan
dengan pemeriksaan RT-PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-
turut, di Laboratorium pemeriksa yang mampu melakukan pemeriksaan
RT-PCR.
b. Positif, tatalaksana selanjutnya adalah karantina mandiri dengan
menerapkan PHBS dan physical distancing; Pada kelompok ini juga
akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT-PCR sebanyak 2 kali selama
2 hari berturut-turut, di Laboratorium pemeriksa yang mampu melakukan
pemeriksaan RT-PCR.

Apabila OTG yang terkonfirmasi positif menunjukkan gejala demam (≥38 0C)
atau batuk/pilek/nyeri tenggorokan selama masa karantina maka:
a. Jika gejala ringan, dapat dilakukan isolasi diri di rumah 


13
b. Jika gejala sedang, dilakukan isolasi di RS darurat 

c. Jika gejala berat, dilakukan isolasi di RS rujukan 


Kegiatan surveilans terhadap OTG dilakukan berkala untuk mengevaluasi


adanya perburukan gejala selama 14 hari. Petugas kesehatan dapat
melakukan pemantauan melalui telepon atau melalui kunjungan secara berkala
(harian) dan dicatat. Pemantauan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu
tubuh dan skrining gejala harian. Pemantauan dilakukan oleh petugas
kesehatan layanan primer dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan
setempat. Orang tanpa gejala yang tidak menunjukkan gejala COVID-19,
ditetapkan melalui surat pernyataan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan.

2.5 Kontak Erat


Seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada dalam ruangan atau
berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus pasien dalam pengawasan
atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari
setelah kasus timbul gejala.
Termasuk kontak erat adalah:
a. Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan
membersihkan ruangan di tempat perawatan kasus tanpa
menggunakan APD sesuai standar.
b. Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus
(termasuk tempat kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari
sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul
gejala.
c. Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan segala jenis
alat angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan
hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.

2.6 Negara / Wilayah yang Melaporkan Transmisi Lokal

180 Negara terjangkit transmisi lokal:


1. Afrika Selatan 61. Hungaria 121. Niger
2. Albania 62. India 122. Norwegia
3. Algeria 63. Indonesia 123. Oman
4. Amerika Serikat 64. Israel 124. Pakistan
5. Andorra 65. Irak 125. Palestina
6. Anguilla 66. Iran 126. Panama
7. Antigua & Barbuda 67. Irlandia 127. Pantai Gading
8. Arab Saudi 68. Islandia 128. Paraguay
9. Argentina 69. Italia 129. Perancis
10. Armenia 70. Jamaika 130. Peru
11. Aruba 71. Jepang 131. Polandia
12. Australia 72. Jerman 132. Polinesia Perancis
13. Austria 73. Jersey 133. Portugal
14. Azerbaijan 74. Kaledonia Baru 134. Puerto Rico
15. Bahamas 75. Kamboja 135. Qatar
16. Bahrain 76. Kamerun 136. Republik Afrika Tengah
17. Bangladesh 77. Kanada 137. Republik Arab Suriah
18. Barbados 78. Kazakhstan 138. Republik Ceko
19. Belize 79. Kepulauan Cayman 139. Republik Dominikan
20. Benin 80. Kepualauan Faroe 140. Republik Demokratik Kongo
21. Bermuda 81. Kepulauan Man 141. Republik Korea
22. Belgia 82. Kepulauan Marina Utara 142. Republik Moldova
23. Belanda 83. Kepulauan Turks & Caicos 143. Republik Tanzania

14
24. Belarusia 84. Kepulauan Virgin Amerika Serikat 144. Reunion
25. Bhutan 85. Kepulauan Virgin Inggris 145. Rumania
26. Bolivia 86. Kenya 146. Rusia
27. Bosnia & Herzegovania 87. Kongo 147. Rwanda
28. Brazil 88. Kolombia 148. Saint Lucia
29. Brunei Darussalam 89. Kosta Rika 149. San Marino
30. Bulgaria 90. Kosovo 150. Selandia Baru
31. Burkina Faso 91. Kroatia 151. Senegal
32. Burundi 92. Kuba 152. Serbia
33. Cabo Verde 93. Kuwait 153. Singapura
34. Chad 94. Kyrgyztan 154. Siprus
35. Chili 95. Lao PDR 155. Slovakia
36. Cina 96. Latvia 156. Slovenia
37. Denmark 97. Lebanon 157. Somalia
38. Djibouti 98. Liberia 158. Spanyol
39. Dominika 99. Libya 159. Sri Lanka
40. Ekuador 100. Lituania 160. Sudan
41. El Savador 101. Luksemburg 161. Suriname
42. Eritrea 102. Madagaskar 162. Swedia
43. Estonia 103. Makedonia Utara 163. Swiss
44. Ethiopia 104. Malawi 164. Thailand
45. Fiji 105. Malaysia 165. Tunisia
46. Filipina 106. Maldives 166. Turki
47. Finlandia 107. Mali 167. Trinidad & Tobago
48. Georgia 108. Malta 168. Togo
49. Ghana 109. Maroko 169. Uganda
50. Gibraltar 110. Matinik 170. UK
51. Grenada 111. Mauritius 171. Ukraina
52. Guam 112. Mayotte 172. Uni Emirat Arab
53. Guatemala 113. Meksiko 173. Uruguay
54. Guadeloupe 114. Mesir 174. Uzbekistan
55. Guemsey 115. Monako 175. Venezuela
56. Guinea 116. Montenegro 176. Vietnam
57. Guinea Khatulistiwa 117. Mozambik 177. Yordania
58. Guyana 118. Myanmar 178. Yunani
59. Guyana Prancis 119. Naminia 179. Zambia
60. Honduras 120. Nepal 180. Zimbabwe

Wilayah Indonesia dengan transmisi lokal:


1. DKI Jakarta
2. Sumatera Utara Kota Medan
3. Sumatera Barat a. Kabupaten Pesisir Selatan
b. Kota Padang
c. Kota Bukittinggi
4. Riau Kota Pekanbaru
5. Sumatera Selatan Kota Prabumulih
6. Jawa Barat a. Kabupaten Bogor
b. Kabupaten Karawang
c. Kabupaten Bekasi
d. Kota Bogor
e. Kota Bandung
f. Kota Bekasi
g. Kota Depok
7. Jawa Tengah a. Kota Surakarta
b. Kota Semarang
8. Jawa Timur a. Kabupaten Kediri
b. Kabupaten Malang
c. Kabupaten Sidoarjo
d. Kabupaten Magetan
e. Kota Surabaya
9. Banten a. Kabupaten Tangerang
b. Kota Tangerang
c. Kota Tangerang Selatan
10. Bali a. Kabupaten Jembrana
b. Kabupaten Gianyar
c. Kabupaten Bangli

15
d. Kabupaten Karang Asem
e. Kabupaten Buleleng
f. Kota Denpasar
11. Kalimantan Barat Kota Pontianak
12. Kalimantan Tengah Kota Palangka Raya
13. Kalimantan Selatan Kota Banjarmasin
14. Kalimantan Timur Kota Balikpapan
15. Sulawesi Utara Kota Manado
16. Sulawesi Selatan a. Kabupaten Gowa
b. Kabupaten Maros
c. Kota Makasar
17. Sulawesi Tenggara Kota Kendari
18. Papua a. Kabupaten Mimika
b. Kota Jayapura

2.7 Karantina
Karantina merupakan pembatasan seseorang atau sekelompok orang dalam
suatu wilayah termasuk wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau
terkontaminasi untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau
kontaminasi.

Kegiatan karantina sesuai kondisi dan status pasien


Bentuk Karantina Rumah (Isolasi Karantina Fasilitas Khusus / Karantina Rumah
Karantina Diri) RS Darurat COVID-19 Sakit
Status OTG, ODP, PDP gejala  ODP usia diatas 60 tahun PDP gejala berat
ringan dengan penyakit penyerta
yang terkontrol
 PDP gejala sedang
 PDP ringan tanpa fasilitas
karantina rumah yang tidak
memadai
Tempat Rumah sendiri/fasilitas Tempat yang disediakan Rumah Sakit
sendiri pemerintah (Rumah sakit
darurat COVID-19)
Pengawasan  Dokter, perawat dan/atau  Dokter, perawat dan/atau  Dokter, perawat
tenaga kesehatan lain tenaga kesehatan lain dan/atau tenaga
 Dapat dibantu oleh kesehatan lain
Bhabinkabtibnas,
Babinsa dan/atau
Relawan
Pembiayaan  Mandiri  Pemerintah: BNPB,  Pemerintah:
 Pihak lain yang bisa Gubernur, Bupati, Walikota, BNPB,
membantu (filantropi) Camat dan Kades Gubernur,
 Sumber lain Bupati, Walikota,
Camat dan
Kades
 Sumber lain
Monitoring Dilakukan oleh Dinas Dilakukan oleh Dinas Dilakukan oleh
dan Evaluasi Kesehatan setempat Kesehatan setempat Dinas Kesehatan
setempat
Catatan: tempat perawatan kasus mempertimbangkan kondisi klinis, risiko penularan, dan kapasitas.

2.8 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berkaitan dengan Pelayanan


Kesehatan
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi untuk mencegah dan
membatasi penularan di tempat layanan kesehatan meliputi:

16
1. Menjalankan langkah pencegahan standar untuk semua pasien, meliputi:
a. Kebersihan tangan dan pernafasan
 Petugas kesehatan harus menerapkan 5 momen kebersihan
tangan sesuai rekomendasi WHO (lampiran 1)
 Kebersihan tangan mencakup:
- Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir (lampiran 2)
atau menggunakan antiseptik berbasis alkohol (lampiran 3)
sesuai dengan 6 langkah cuci tangan yang direkomendasikan
oleh WHO,
- Cuci tangan dengan sabun dan air ketika terlihat kotor,
- Kebersihan tangan juga diperlukan ketika menggunakan dan
terutama ketika melepas APD.
 Orang dengan gejala sakit saluran pernafasan harus:
- Menerapkan kebersihan/etika batuk (lampiran 4),
- Menggalakkan kebiasaan cuci tangan,
- Menggunakan masker (lampiran 5),
- Menjauhkan setidaknya 1 meter dari pasien lain.

b. Penggunaan APD sesuai risiko


Penggunaan APD disesuaikan dengan kewaspadaan kontak,
droplet, dan airborne. Jenis alat pelindung diri (APD) terkait
COVID-19 berdasarkan lokasi, petugas dan jenis aktivitas
(lampiran 6).

c. Pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik

d. Pengelolaan limbah yang aman

e. Pembersihan lingkungan, dan sterilisasi linen dan peralatan


perawatan pasien.
Membersihkan permukaan lingkungan dengan air dan detejen
serta memakai disinfektan yang biasa digunakan (hipoklorit 0,5%
atau etanol 70%).

2. Memastikan identifikasi awal dan pengendalian sumber


Penggunaan triase klinis untuk tujuan identifikasi dini pasien yang
mengalami ISPA untuk mencegah transmisi patogen ke tenaga
ksehatan dan pasien lain.
Area selama triase perlu memperhatikan hal sebagai berikut:
- Pastikan ada ruang yang cukup untuk triase, setidaknya ada jarak 1
meter antara staf skrining dan pasien/staf yang masuk
- Sediakan pembersih tangan alkohol dan masker (serta sarung
tangan medis, pelindung mata dan gaun untuk digunakan sesuai
penilaian risiko)
- Kursi pasien di ruang tunggu harus terpisah jarak setidaknya 1 meter
- Pastikan agar alur gerak pasien dan staf tetap satu arah
- Petunjuk jelas tentang gejala dan arah
- Anggota keluarga harus menunggu di luar area triase untuk
mencegah area triase menjadi penuh.

17
3. Menerapkan pengendalian administratif
Pengendalian adminitratif meliputi:
- Penyediaan infrastruktur dan kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI) yang berkesinambungan
- Pembekalan pengetahuan petugas kesehatan
- Mencegah kepadatan pengunjung di ruang tunggu
- Menyediakan tempat khusus untuk orang sakit
- Mengorganisir pelayanan kesehatan agar persediaan perbekalan
digunakan dengan benar
- Adanya prosedur surveilans ISPA diantara petugas kesehatan
- Pemantauan kepatuhan

4. Menggunakan pengendalian lingkungan dan rekayasa


Pengendalian ini ditujukan untuk memastikan bahwa ventilasi
lingkungan cukup memadai di semua area di dalam fasilitas pelayanan
kesehatan, serta kebersihan lingkungan yang memadai.

5. Menerapkan langkah pencegahan tambahan empiris atas kasus pasien


dalam pengawasan dan konfirmasi COVID-19
a. Kewaspadaan kontak dan droplet
- Batasi jumlah petugas kesehatan memasuki kamar pasien
COVID-19 jika tidak terlibat dalam perawatan langsung, dan
pertimbangkan kegiatan gabungan.
- Idealnya pengunjung tidak diijinkan tetapi jika tidak
memungkinkan, batasi jumlah pengunjung dan batasi waktu
kunjungan.
- Tunjuk tim petugas kesehatan keterampilan khusus untuk
menjaga kesinambungan pencegahan dan pengendalian serta
mengurangi peluang ketidakpatuhan menjalankannya yang
dapat mengakibatkan tidak adekuatnya perlindungan terhadap
pajanan.
- Tempatkan pasien pada kamar tunggal.
- Jika memungkinkan, gunakan peralatan sekali pakai atau yang
dikhususkan untuk pasien tertentu. Jika tidak memungkinkan,
sebelum dan sesudah digunakan harus dibersihkan dan
didesinfeksi.
- Petugas kesehatan harus menahan diri agar tidak
menyentuh/menggosok mata, hidung atau mulut dengan sarung
tangan yang berpotensi tercemar atau dengan tangan telanjang.
- Hindari membawa dan memindahkan pasien keluar dari ruangan
atau daerah isolasi kecuali diperlukan secara medis.
- Pastikan bahwa petugas kesehatan yang membawa/mengangkut
pasien harus memakai APD yang sesuai dengan antisipasi
potensi pajanan dan membersihkan tangan sesudah
melakukannya.
- Memberi tahu daerah/unit penerima agar dapat menyiapkan
kewaspadaan pengendalian infeksi sebelum kedatangan pasien.
- Bersihkan dan disinfeksi permukaan peralatan yang bersentuhan
dengan pasien setelah digunakan.

18
- Semua orang yang masuk kamar pasien harus dicatat (untuk
tujuan penelusuran kontak).
- Ketika melakukan prosedur yang berisiko terjadi percikan ke
wajah dan/atau badan, pemakaian APD harus ditambah dengan
masker bedah dan pelindung mata/ kacamata, atau pelindung
wajah; gaun dan sarung tangan.

b. Kewaspadaan airborne pada prosedur yang menimbulkan aerosol


Suatu prosedur/tindakan yang menimbulkan aerosol didefinisikan
sebagai tindakan medis yang dapat menghasilkan aerosol dalam
berbagai ukuran, termasuk partikel kecil (<5 mkm), seperti
intubasi trakea, ventilasi non-invasif, trakeostomi, resusistasi
jantung paru, venitilasi manual sebelum intubasi dan
bronkoskopi.
- Memakai respirator partikulat seperti N95 sertifikasi NIOSH,
EU FFP2 atau 
setara. Ketika mengenakan respirator
partikulat disposable, periksa selalu kerapatannya (fit test).
- Memakai pelindung mata (yaitu kacamata atau pelindung
wajah).
- Memakai gaun lengan panjang dan sarung tangan bersih,
tidak steril (beberapa prosedur ini membutuhkan sarung
tangan steril).
- Memakai celemek kedap air untuk beberapa prosedur dengan
volume cairan yang tinggi diperkirakan mungkin dapat
menembus gaun.
- Melakukan prosedur di ruang berventilasi cukup, yaitu di
sarana-sarana yang dilengkapi ventilasi mekanik, minimal
terjadi 6 sampai 12 kali pertukaran udara setiap jam dan
setidaknya 160 liter/ detik/ pasien di sarana–sarana dengan
ventilasi alamiah.
- Membatasi jumlah orang yang berada di ruang pasien sesuai
jumlah minimum 
yang diperlukan untuk memberi dukungan
perawatan pasien.

2.9 Pencegahan pada Level Individu


1. Upaya kebersihan personal dan rumah
- Mencuci tangan lebih sering dengan sabun dan air setidaknya 20 detik
atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol (hand
sanitizer), serta mandi atau mencuci muka jika memungkinkan,
sesampainya rumah atau di tempat bekerja, setelah membersihkan
kotoran hidung, batuk atau bersin dan ketika makan atau
mengantarkan makanan.
- Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang
belum dicuci
- Jangan berjabat tangan
- Hindari interaksi fisik dekat dengan orang yang memiliki gejala sakit

19
- Tutupi mulut saat batuk dan bersin dengan lengan atas bagian dalam
atau dengan tisu lalu langsung buang tisu ke tempat sampah dan
segera cuci tangan
- Segera mengganti baju/mandi sesampainya di rumah setelah
berpergian
- Bersihkan dan berikan desinfektan secara berkala pada benda-benda
yang sering disentuh dan pada permukaan rumah dan perabot,
gagang pintu, handphone, komputer, botol air reusable, kunci mobil,
setir mobil, dan lain-lain. 


2. Peningkatan imunitas diri dan mengendalikan komorbid


- Konsumsi gizi seimbang
- Aktifitas fisik/senam ringan
- Istirahat cukup
- Suplemen vitamin
- Tidak merokok
- Mengendalikan komorbid (missal: diabetes mellitus, hipertensi,
kanker). 


2.10 Pencegahan pada Level Masyarakat


1. Pembatasan interaksi fisik dan pembatasan sosial (physical distancing dan
social distancing)
Pembatasan sosial adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam
suatu wilayah.

Pembatasan sosial berskala besar bertujuan untuk mencegah meluasnya


penyebaran penyakit di wilayah tertentu, paling sedikit meliputi: meliburkan
sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Selain itu, meminta
masyarakat untuk mengurangi interaksi sosialnya dengan tetap tinggal di
dalam rumah maupun pembatasan penggunaan transportasi publik.

Pembatasan sosial dalam hal ini adalah jaga jarak fisik (physical
distancing), yang dapat dilakukan dengan cara:
- Dilarang berdekatan atau kontak fisik dengan orang mengatur jarak
minimal 1 meter, tidak bersalaman, tidak berpelukan dan berciuman.
- Hindari penggunaan transportasi publik (seperti kereta, bus, dan
angkot) yang 
tidak perlu, sebisa mungkin hindari jam sibuk ketika
berpergian.
- Bekerja dari rumah (Work from Home), jika memungkinkan dan kantor
memberlakukan ini.
- Dilarang berkumpul massal di kerumunan dan fasilitas umum.
- Hindari bepergian ke luar kota/luar negeri termasuk ke tempat-tempat
wisata.
- Hindari berkumpul teman dan keluarga, termasuk berkunjung /
bersilaturahmi 
tatap muka dan menunda kegiatan bersama. Hubungi
mereka dengan telepon, 
internet, dan media sosial.

20
- Gunakan telepon atau layanan online untuk menghubungi dokter atau
fasilitas 
lainnya.
- Jika anda sakit, Dilarang mengunjungi orang tua/lanjut usia. Jika anda
tinggal satu rumah dengan mereka, maka hindari interaksi langsung
dengan mereka.
- Untuk sementara waktu, anak sebaiknya bermain sendiri di rumah.
- Untuk sementara waktu, dapat melaksanakan ibadah di rumah.

Semua orang harus mengikuti ketentuan ini. Kami menghimbau untuk


mengikuti petunjuk ini dengan ketat dan membatasi tatap muka dengan
teman dan keluarga, khususnya jika Anda:
- Berusia 60 tahun keatas
- Memilik penyakit komorbid (penyakit penyerta) seperti diabetes
melitus, hipertensi, kanker, asma dan Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) dan lain- lain
- Ibu hamil

2. Menerapkan etika batuk dan bersin


- Jika terpaksa harus bepergian, saat batuk dan bersin gunakan tisu lalu
langsung buang tisu ke tempat sampah dan segera cuci tangan.
- Jika tidak ada tisu, saat batuk dan bersin tutupi dengan lengan atas
bagian dalam. 


21
BAB 3
PELAYANAN RAWAT JALAN
BEDAH PLASTIK REKONSTRUKSI DAN ESTETIK

1. Kegiatan pelayanan di rawat jalan tetap memperhatikan tindakan physical


distancing dan social distancing sebagai upaya untuk menurunkan risiko
penyebaran COVID-19.

2. Melakukan anamnesis yang relevan untuk identifikasi kemungkinan kontak atau


penularan COVID-19 dengan melakukan sesuai Preoperative Screening for
COVID-19 Risk (Lampiran 7) pada saat pendaftaran pasien.

3. Penggunaan APD yang dianjurkan sesuai rekomendasi WHO:


a. Pada pemeriksaan pasien dengan keluhan saluran nafas yaitu masker
medis, sarung tangan, tutup kepala, pelindung mata dan pelindung wajah.
Pasien harus menggunakan masker medis pada saat di ruang tunggu dan
ruang pemeriksaan.
b. Pada pemeriksaan pasien tanpa keluhan saluran nafas menggunakan APD
sesuai universal precautions, berupa sarung tangan, pelindung mata dan
pelindung wajah. Pasien harus menggunakan masker medis pada saat di
ruang tunggu dan ruang pemeriksaan.

4. Melakukan seleksi pasien apabila dibutuhkan tindakan / operasi urgensi atau


elektif. Keputusan pelaksanaan operasi urgensi atau elektif. Keputusan
pelaksanaan operasi urgensi atau elektif didasarkan pada kebutuhan medis pasien
sesuai diagnosis dengan tetap mempertimbangkan sumber daya rumah sakit yang
ada.

22
BAB 4
PENUNDAAN OPERASI ELEKTIF
DI BIDANG BEDAH PLASTIK REKONSTRUKSI DAN ESTETIK

1. Melakukan tindakan physical distancing dan social distancing sebagai upaya untuk
menurunkan risiko penyebaran COVID-19.

2. Melakukan anamnesis yang relevan untuk identifikasi kemungkinan kontak atau


penularan COVID-19 dengan melakukan sesuai Preoperative Screening for
COVID-19 Risk (Lampiran 7) pada saat pendaftaran pasien.

3. Rumah sakit dan dokter spesialis bedah plastik rekonstruksi dan estetik
direkomendasikan untuk melakukan manajemen pasien dengan seksama untuk
mengulas semua rencana operasi yang sudah terjadwalkan atau akan
dijadwalkan. Hasil ulasan akan digunakan sebagai dasar untuk meminimalkan,
menunda atau membatalkan rencana operasi elektif yang terjadwal termasuk
prosedur non-invasif lainnya. Hal ini dilakukan hingga melewati predicted inflection
point pada grafik eksposur sehingga infrastruktur layanan kesehatan dapat
menangani kebutuhan pelayanan medis pada pasien kritis. Hal-hal yang menjadi
dasar pertimbangan penundaan operasi elektif:
a. Keadaan jumlah kasus COVID-19 saat ini dan proyeksi waktu yang akan
datang pada daerah tempat fasilitas kesehatan.
b. Suplai dan ketersediaan APD di fasilitas kesehatan.
c. Ketersediaan staf yang didedikasikan untuk perawatan pasien COVID-19.
d. Ketersediaan alokasi tempat tidur dan ICU yang didedikasikan untuk
perawatan pasien COVID-19.
e. Ketersediaan ventilator dan kemungkinan penggunaan ventilator paska
operasi yang berkaitan dengan ventilator yang didedikasikan pada pasien
COVID-19.
f. Usia dan keadaaan kesehatan secara umum pasien yang berkaitan dengan
adanya risiko penularan virus COVID-19 dalam proses administrasi rawat
inap, selama operasi dan selama pemulihan paska operasi.
g. Adanya unsur urgensi dari prosedur operasi yang direncanakan.
h. Lokasi operasi di area kepala dan leher memiliki risiko yang lebih tinggi
berkaitan dengan penularan melalui droplet dan aerosolisasi.
i. Pasien yang dalam prosedur pembiusan menggunakan face mask lebih
berisiko menularkan dengan cara aerosol daripada pasien yang diintubasi.

4. Meminimalkan segera segala penggunaan ICU, peralatan APD, suplai agen


pembersih dan ventilator. Hal ini penting oleh karena banyak pasien asimptomatik
yang dapat berpotensi menyebarkan virus secara tidak sadar kepada pasien rawat
inap lainnya, pasien rawat jalan dan tenaga medis sehingga dapat mengakibatkan
peningkatan penyebaran infeksi COVID-19.

5. Penggunaan APD sesuai rekomendasi WHO untuk tenaga medis yang merawat
pasien tanpa keluhan saluran nafas yaitu APD yang sesuai dengan standar
perlindungan universal (universal precaution) yaitu masker medis, sarung tangan,

23
pelindung wajah dan selalu melakukan standar higiene perorangan minimal
dengan 6 langkah cuci tangan yang direkomendasi oleh WHO.

6. Tenaga kesehatan dan dokter selama perawatan pasien dan pelaksanaan operasi
disarankan untuk:
a. Melaksanakan keselamatan kerja, prosedur perlindungan universal
(universal precaution), meminimalkan risiko eksposur pada tenaga
kesehatan lain dan ikut terlibat dalam pelatihan yang diberikan oleh fasilitas
kesehatan.
b. Melaksanakan protokol yang telah ditetapkan pada perawatan pasien di
rawat inap.
c. Melakukan perawatan pada pasien dengan rasa hormat, sepenuh hati dan
berperikemanusiaan dengan tetap menjaga kerahasiaan pasien.
d. Melakukan tahapan pemakaian, penggunaan dan pelepasan APD dengan
baik dan benar serta membuang APD sebagai bahan infeksius dengan
benar.
e. Melakukan pengawasan terhadap diri sendiri terhadap tanda-tanda infeksi
COVID-19, melakukan isolasi terhadap diri sendiri dan melaporkan kepada
penanggung jawab unit fasilitas kesehatan.
f. Memberikan informed consent secara lisan dan tertulis sesuai dengan
prosedur Rumah Sakit tentang segala aspek yang berkaitan dengan
keadaan penyakit, risiko penularan, pencegahan penularan, rencana terapi,
komplikasi, perawatan pasca operasi, perawatan di rumah, tempat kontrol
paska perawatan, dan lain-lain.
g. Melakukan advokasi kepada manajemen fasilitas kesehatan apabila
ditemukan gejala stres mental dan gangguan kesehatan mental yang
membutuhkan intervensi suportif pada petugas kesehatan.

7. Pembatasan kunjungan oleh pendamping atau pembesuk ke pasien-pasien di


rawat inap dengan keluhan saluran nafas maupun tanpa keluhan saluran nafas,
dan melakukan pembatasan kunjungan secara ketat pada pasien COVID-19.

8. Pemilihan secara selektif pasien poliklinik yang bersifat urgen untuk prosedur
diagnostik dan prosedur pembedahan.

9. Perencanaan untuk pasien yang sakit berat / kritis dengan diagnosis


permasalahan bedah plastik rekonstruksi dan estetik dengan menyiapkan ruangan
terpisah di IGD, ICU dan ruang perawatan lainnya untuk pasien konfirmasi positif
atau suspek COVID-19, memisahkan pasien konfirmasi positif atau suspek
COVID-19 dari pasien lain dan menyiapkan staf medis yang didedikasikan khusus
untuk merawat pasien COVID-19.

10. Pelayanan pembedahan untuk pasien konfirmasi positif atau suspek COVID-19
dilakukan dalam kamar operasi bertekanan negatif.

11. Pelayanan bedah plastik rekonstruksi dan estetik pada daerah yang ditetapkan
sebagai daerah terinfeksi wajib berkonsultasi dan mengikuti panduan dari Gugus
Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Pemerintah Republik Indonesia.

24
12. Pemilihan dan pelaksanaan tindakan anestesi untuk operasi harus dibicarakan
dengan dokter spesialis anestesiologi dengan mengikuti Rekomendasi
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia
(PERDATIN) dalam penatalaksanaan pasien dalam pengawasan (PDP), pasien
tersangka atau pasien konfirmasi positif COVID-19.

13. Menolak suatu kerja sama operasi rekonstruksi yang bersifat elektif (joint operation
dengan bedah plastik) dapat menjadi hak seorang dokter bedah plastik apabila
standar keselamatan yang terkait dengan pencegahan penularan sesuai dengan
butir tersebut di atas tidak terpenuhi. Hal tersebut sesuai dengan salah satu azaz
bahwa keselamatan orang banyak merupakan hokum yang utama (salus populi
suprema lex esto).

25
BAB 5
PELAKSANAAN OPERASI GAWAT DARURAT DAN OPERASI URGENSI
DI BIDANG BEDAH PLASTIK REKONSTRUKSI DAN ESTETIK

1. Pelaksanaan operasi gawat darurat dan operasi urgensi dilakukan berdasarkan


kepentingan keselamatan pasien dengan tetap memperhatikan aspek
keselamatan petugas medis dan administrasi rumah sakit yang terlibat. Tindakan
physical distancing dan social distancing tetap dilaksanakan sebagai upaya untuk
menurunkan risiko penyebaran COVID-19.

2. Melakukan anamnesis yang relevan untuk identifikasi kemungkinan kontak atau


penularan COVID-19 dengan melakukan sesuai Preoperative Screening for
COVID-19 Risk (Lampiran 7) pada saat pendaftaran pasien.

3. Pelaksanaan operasi gawat darurat dan urgensi harus dilaksanakan bersamaan


dengan upaya mencegah kemungkinan penyebaran infeksi COVID-19.

4. Penggunaan APD sesuai rekomendasi WHO untuk pasien dengan COVID-19


konfirmasi positif:
a. Tenaga medis yang melakukan prosedur yang menghasilkan aerosol
pasien konfirmasi positif COVID-19 wajib menggunakan: respirator N95
atau FFO2 standard atau yang setara, tutup kepala, gaun, sarung tangan,
pelindung mata (googles atau face shield), tutup kepala dan apron.
b. Tenaga medis yang merawat pasien COVID-19 langsung wajib
menggunakan masker medis, tutup kepala, gaun, sarung tangan, pelindung
mata (googles atau face shield)
c. Petugas pembersih yang membersihkan ruangan operasi dan ruang rawat
inap pasien COVID-19 wajib menggunakan masker medis, tutup kepala,
gaun, sarung tangan heavy duty, pelindung mata (googles atau face shield)
dan boot tertutup
d. Pengunjung pasien COVID-19 wajib menggunakan masker medis, tutup
kepala, gaun dan sarung tangan.

5. Tenaga kesehatan selama perawatan pasien dan pelaksanaan operasi disarankan


untuk:
a. Melaksanakan keselamatan kerja, prosedur perlindungan universal
(universal precaution), meminimalkan risiko eksposur pada tenaga
kesehatan lain dan ikut terlibat dalam pelatihan yang diberikan oleh fasilitas
kesehatan.
b. Melaksanakan protokol yang telah ditetapkan pada perawatan pasien di
IGD, proses triase dan perawatan pasien di rawat inap.
c. Melakukan perawatan pada pasien dengan rasa hormat, sepenuh hati dan
berperikemanusiaan dengan tetap menjaga kerahasiaan pasien.
d. Melakukan tahapan pemakaian, penggunaan dan pelepasan APD dengan
baik dan benar serta membuang APD sebagai bahan infeksius dengan
benar.

26
e. Melakukan pengawasan terhadap diri sendiri terhadap tanda-tanda infeksi
COVID-19, melakukan isolasi terhadap diri sendiri dan melaporkan kepada
penanggung jawab unit fasilitas kesehatan.
f. Melakukan advokasi kepada manajemen fasilitas kesehatan apabila
ditemukan gejala stress mental dan gangguan kesehatan mental yang
membutuhkan intervensi supportif pada petugas kesehatan.

6. Pelayanan pembedahan untuk pasien konfirmasi positif atau suspek COVID-19


dilakukan dalam kamar operasi bertekanan negatif.

7. Pelayanan bedah plastik rekonstruksi dan estetik pada daerah yang ditetapkan
sebagai daerah terinfeksi wajib berkonsultasi dan mengikuti panduan dari Gugus
Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Pemerintah Republik Indonesia.

8. Pemilihan dan pelaksanaan tindakan anestesi untuk operasi harus dibicarakan


dengan dokter spesialis anestesiologi dengan mengikuti Rekomendasi
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia
(PERDATIN) dalam penatalaksanaan pasien dalam pengawasan (PDP), pasien
tersangka atau positif COVID-19.

9. Risiko penularan dengan cara airborne paling tinggi terjadi pada saat tindakan
intubasi dan esktubasi sehingga petugas kesehatan lainnya selain tim anestesi
sebaiknya menunggu di luar kamar operasi pada saat dilakukan tindakan tersebut.
Petugas kesehatan lainnya baru diperbolehkan masuk lebih kurang 15 menit
setelah tindakan intubasi dan esktubasi dilakukan, dengan pertimbangan bahwa
kemampuan standar kamar operasi rat-rata untuk membersihkan sirkulasi udara
adalah 15 – 20 menit.

27
BAB 6
PELAYANAN DI KLINIK UTAMA
BEDAH PLASTIK REKONSTRUKSI DAN ESTETIK

1. Melakukan tindakan physical distancing dan social distancing sebagai upaya untuk
menurunkan risiko penyebaran COVID-19.

2. Memanfaatkan konsultasi secara virtual / telemedicine apabila memungkinkan


sehingga mengurangi lamanya tatap muka antara dokter dengan pasien.

3. Melakukan anamnesis yang relevan untuk identifikasi kemungkinan kontak atau


penularan COVID-19 dengan melakukan sesuai Preoperative Screening for
COVID-19 Risk (Lampiran 7) pada saat pendaftaran pasien.

4. Klinik Utama bedah plastik rekonstruksi dan estetik direkomendasikan untuk


melakukan manajemen pasien dengan seksama untuk mengulas semua rencana
operasi yang sudah terjadwalkan atau akan dijadwalkan. Hasil ulasan akan
digunakan sebagai dasar untuk meminimalkan, menunda atau membatalkan
rencana operasi yang terjadwal termasuk prosedur non-invasif. Hal-hal yang
menjadi dasar pertimbangan penundaan operasi di Klinik:
a. Keadaan jumlah kasus COVID-19 saat ini dan proyeksi waktu yang akan
datang di wilayah Klinik tersebut berada.
b. Suplai dan ketersediaan APD di Klinik.
c. Ketersediaan staf yang didedikasikan untuk perawatan pasien COVID-19.
d. Ketersediaan ruangan yang dapat memenuhi physical distancing dan social
distancing.
e. Usia dan keadaaan kesehatan secara umum pasien yang berkaitan dengan
adanya risiko penularan virus COVID-19 dalam proses konsultasi, selama
operasi dan selama kontrol paska operasi.
f. Adanya unsur urgensi dari prosedur operasi yang direncanakan.
g. Lokasi operasi di area kepala dan leher memiliki risiko yang lebih tinggi
berkaitan dengan penularan melalui droplet dan aerosolisasi.

5. Penggunaan APD sesuai rekomendasi WHO untuk tenaga medis yang merawat
pasien tanpa keluhan saluran nafas yaitu APD yang sesuai dengan standar
perlindungan universal (universal precaution) yaitu masker medis, tutup kepala,
sarung tangan dan selalu melakukan standar higiene perorangan minimal dengan
6 langkah cuci tangan yang direkomendasi oleh WHO.

6. Melakukan tahapan pemakaian, penggunaan dan pelepasan APD dengan baik


dan benar serta membuang APD sebagai bahan infeksius dengan benar.

7. Memberikan informed consent secara lisan dan tertulis sesuai prosedur di Rumah
Sakit tentang segala aspek yang berkaitan dengan keadaan penyakit, risiko
penularan, pencegahan penularan, rencana terapi, komplikasi, perawatan pasca
operasi, perawatan di rumah, tempat kontrol post perawatan, dan lain-lain.

28
8. Pengaturan waktu kunjungan pasien dan pengantar agar memenuhi physical
distancing.

9. Pelayanan klinik utama bedah plastik rekonstruksi dan estetik pada daerah yang
ditetapkan sebagai daerah terinfeksi (episentrum) wajib berkonsultasi dan
mengikuti panduan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19
Pemerintah Republik Indonesia.

10. Menghentikan aktifitas klinik selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Bersekala


Besar (PSBB), kecuali penanganan pasien kontrol yang memerlukan tatap muka
dengan dokter, tindakan angkat jahitan dan tindakan urgent lainnya dengan tetap
memperhatikan aspek-aspek pencegahan penularan seperti yang telah
disebutkan.

29
BAB 7
PELAKSANAAN KONSULTASI DENGAN TELEMEDICINE
DI BIDANG BEDAH PLASTIK REKONSTRUKSI DAN ESTETIK

1. Kegiatan konsultasi dengan telemedicine sebaiknya dilindungi dalam asuransi


profesi yang memberikan oerlindungan terhadap kemungkinan malpraktik akibat
konsultasi dengan telemedicine.

2. Kegiatan konsultasi dengan telemedicine harus tetap memperhatikan undang-


undang praktek kedokteran serta etik profesi untuk mencegah malpraktik.

3. Kegiatan konsultasi dengan telemedicine wajib melakukan dokumentasi yang


sama dengan praktik tatap muka langsung. Dokumentasi meliputi waktu tanggal,
riwayat keluhan atau penyakit, catatan konsultasi dan segala informasi yang
digunakan sebagai dasar keputusan medis dalam pasien. Dokumentasi harus
diberi catatan bahwa konsultasi dilakukan melalui telemedicine.

4. Kegiatan konsultasi dengan telemedicine dapat menggunakan berbagai media


seperti telepon, video call dan video conference dengan tetap memperhatikan
ketersediaan teknologi dan kebutuhan interaksi dokter dengan pasien.

5. Kegiatan konsultasi dengan telemedicine harus bersifat selektif terhadap pasien.


Pasien dengan keluhan tanda-tanda kegawatdaruratan atau urgensi sebaiknya
tidak dilakukan konsultasi dengan telemedicine.

30
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons, 2020. COVID-19: Consideration for Optimum Surgeon


Protection – Before, During and After Operations. http://www.facs.org/covid-
19/clinical-guidance/considerations-for-optimum-surgery-protection. Diakses
10 April 2020.

American College of Surgeons, 2020. COVID-19: Consideration for Optimum Surgeon


Protection – Before, During and After Operations. http://www.facs.org/covid-
19/clinical-guidance/considerations-for-optimum-surgery-protection. Diakses
10 April 2020.

American College of Surgeons, 2020. COVID-19: Elective Case Triage Guidelines for
Surgical Care. http://www.facs.org/covid-19/elective-case-triage-guidelines-
for-surgical-care. Diakses 10 April 2020.

American Society of Plastic Surgeons, 2020. ASPS Statement on Breast


Reconstruction in the face of COVID-19 Pandemic.
http://www.plasticsurgery.org/

Direktorat Jeneral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia, 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Coronavirus Disease (COVID-19). http://www

Joseph, T., & Moslehi, M.A., 2020. International Pulmonologist’s Consensus on


COVID-19,

World Health Organization (WHO), 2009. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health
Care: First Global Patient Safety Challenge Clean Care is Safer Care,
http://www.who.int/gpsc/tools/who-guidelines-hand-hygiene-in-health-care.
Diakses 10 April 2020.

World Health Organization (WHO), 2020. Advice on the use of masks in the context
of COVID-19. http://www.who.int/publications-detail/advice-on-the-use-of-
masks-in-the-context-of-COVID-19. Diakses 10 April 2020.

World Health Organization (WHO), 2020. Coronavirus disease (COVID-19) outbreak:


rights, roles and responsibilities of health workers including key considerations
for occupational safety and health. http://www.who.int/publications-
detail/coronavirus-disease-outbreak-rights-roles-and-responsibilities-of-health-
workers-including-key-considerations-for-occupational-safety-and-health.
Diakses 10 April 2020.

World Health Organization (WHO), 2020. Infection prevention and control during
health care when COVID-19 is suspected. http://www.who.int/publications-
detail/infection-prevention-and-control-during-health-care-when-novel-
coronavirus-(nCoV)-infection-is-suspected. Diakses 10 April 2020.

31
World Health Organization (WHO), 2020. Operational considerations for case
management of COVID-19 in health facility and community.
http://www.who.int/publications-detail/operational-considerations-for-case-
management-for-COVID-19-in-health-facility-and-community. Diakses 10 April
2020.

World Health Organization (WHO), 2020. Rational use of personal protective


equipment (PPE) for coronavirus disease (COVID-19).
http://www.who.int/publications-detail/rational-use-of-personal-protective-
equipment-(PPE)-for-coronavirus-disease-COVID-19. Diakses 10 April 2020.

32
Lampiran 1:

WHO: 5 moment of hand hygiene

33
LAMPIRAN 2:

WHO: How to handwash

34
Lampiran 3:

WHO: How to handrub

35
Lampiran 4:

Kemenkes: Etika batuk

36
Lampiran 5:

Kemenkes: Cara Memakai Masker Yang Benar

37
Jenis masker:
Masker bedah (3- N95 atau Facepiece
Masker kain
ply) ekuivalen respirator

Kegunaan Bagi masyarakat Bagi masyarakat: Bagi tenaga Untuk pekerjaan


sehat: digunakan di ada gejala flu / medis yang harus yang memiliki
tempat umum dan influenza (batuk, kontak erat risiko tinggi
fasilitas lainnya, tetap bersin-bersin, langsung terpapar gas-gas
menjaga jarak 1-2 hidung berair, menangani kasus berbahaya
meter. demam, nyeri dengan tingkat
tenggorokan). infeksius tinggi
Bagi tenaga medis:
tidak disarankan, 40- Bagi tenaga medis:
90% partikel dapat di fasilitas layanan
menembus masker. kesehatan
Idealnya
dikombinasikan
dengan pelindung
wajah
Perlindungan
terhadap Ya Ya Ya Ya
droplet
Perlindungan
terhadap Tidak Tidak Ya Ya
airborne
Pencegahan
keluar Ya / Tidak Ya Ya Ya
droplet
Efektivitas 3 mikron 0,1 mikron 0,1 mikron 0,1 mikron
filtrasi 10 – 60% 30 – <95% ≥95% ≥99%
Kebocoran Ada Ada Tidak Tidak
Dipakai
Ya Tidak Tidak* Ya
berulang
Catatan:
- 1 mikron = 1000 nm, ukuran SARS-CoV-2 = 50 – 200 nm
- Jika stok sedikit, masker N95 dapat dipakai berulang. Semakin sering dipakai ulang, kemampuan filtrasi akan
menurun. Jika akan menggunakan metode pemakaian kembali, masker yang sudah dipakai dapat dikeringkan
tanpa terkena sinar UV secara langsung selama 3 – 4 hari.
- Penggunaan berulang facepiece respirator dilakukan dengan membersihkan facepiece menggunakan
disinfektan secara benar

38
Lampiran 6:

Kemenkes: Jenis APD berdasarkan lokasi, petugas dan jenis aktivitas


Target petugas /
Lokasi Aktivitas Tipe APD dan Prosedur
pasien
Fasilitas Kesehatan
Ruang Rawat Inap
Ruang pasien Petugas kesehatan Memberikan Masker bedah
pelayanan kesehatan Gaun
secara langsung Sarung tangan
pada pasien COVID- Pelindung mata (google atau face shield)
19
Menerapkan Masker N95 atau FFP2 standar atau setara
prosedur/ tindakan Gaun

yang menimbulkan Sarung tangan
aerosol pada pasien Pelindung mata
COVID-19 Apron
Petugas kebersihan Masuk ke ruangan Masker bedah
pasien COVID-19 Gaun
Sarung tangan pemberat
Pelindung mata (jika berisiko terkena
percikan dari bahan organik atau bahan
kimia)
Sepatu boots atau sepatu tertutup
Pengunjung Masuk ke ruangan Masker bedah
pasien COVID-19 Gaun
Sarung tangan
Area transit Semua pekerja, Segala aktivitas yang Tidak perlu menggunakan APD
pasien lain termasuk petugas tidak melibatkan
(bangsal, kesehatan kontak dengan pasien
koridor) COVID-19
Triage Petugas kesehatan Pemeriksaan awal Menjaga jarak minimal 1 meter
yang tidak Tidak perlu menggunakan APD
memerlukan kontak
langsung
Pasien dengan Semua kegiatan Menjaga jarak minimal 1 meter
gangguan pernafasan Menggunakan masker bedah
Pasien tanpa Semua kegiatan Tidak perlu menggunakan APD
gangguan pernafasan
Laboratorium Petugas laboratorium Pengelolaan Masker bedah
specimen Gaun
Sarung tangan
Pelindung mata (jika berisiko terjadi
percikan)
Area Semua pekerja Kegiatan administrasi Tidak perlu menggunakan APD
administrasi termasuk petugas yang tidak melibatkan
kesehatan kontak dengan pasien
COVID-19
Ruang Rawat Jalan
Ruang Petugas kesehatan Pemeriksaan fisik Masker bedah
konsultasi pasien dengan Gaun
gangguan pernafasan Sarung tangan
Pelindung mata
Petugas kesehatan Pemeriksaan fisik APD sesuai dengan kewaspadaan standar
pasien tanpa dan penilaian risiko
gangguan pernafasan
Pasien dengan Semua kegiatan Menggunakan masker bedah
gangguan pernafasan
Pasien tanpa Semua kegiatan Tidak perlu menggunakan APD
gangguan pernafasan
Petugas kebersihan Setelah atau saat ada Masker bedah
konsultasi dengan Gaun
pasien dengan Sarng tangan pemberat
gangguan pernafasan Pelindung mata (jika berisiko terkena
percikan dari bahan organic)

39
Sepatu boots atau sepatu tertutup
Ruang tunggu Pasien dengan Semua kegiatan Menggunakan masker bedah
gangguan pernafasan Segera pindahkan pasien ke ruang isolasi
atau pisahkan dari yang lain; jika ini tidak
memungkinakn pastikan jarak minimal 1
meter dari pasien lain
Pasien tanpa Semua kegiatan Tidak perlu menggunakan APD
gangguan pernafasan
Area Semua perkerja, Kegiatan administrasi Tidak perlu menggunakan APD
administrasi termasuk petugas
kesehatan
Triage Petugas kesehatan Pemeriksaan awal Menjaga jarak minimal 1 meter
yang tidak Tidak perlu menggunakan APD
memerlukan kontak
langsung
Pasien dengan Semua kegiatan Menjaga jarak minimal 1 meter
gangguan pernafasan Menggunakan masker bedah
Pasien tanpa Semua kegiatan Tidak perlu menggunakan APD
gangguan pernafasan
Komunitas
Rumah Pasien dengan Semua kegiatan Menjaga jarak minimal 1 meter
gangguan pernafasan Menggunakan masker bedah
Area umum Orang tanpa gangguan Semua kegiatan Tidak perlu menggunakan APD
(seperti pernafasan
sekolah,
mall/pusat
perbelanjaan)

40
Lampiran 7:

Preoperative Screening for COVID-19 Risk


KRITERIA SKOR
RIWAYAT Demam 0 = tidak ada
(14 hari terakhir) Batuk / Pilek / Nyeri tenggorokan 1 = ada salah satu
Sesak napas 2 = ada ≥ 2
Diare / mual-muntah / nyeri perut 3 = jika kontak (+)
Anosmia / dysgeusia
Myalgia / atralgia
Perjalanan keluar negeri
Kontak dengan PDP / Kasus konfirmasi
GEJALA KLINIS Demam 0 = tidak ada
Batuk / Pilek / Nyeri tenggorokan 1 = ada salah satu
Sesak napas(RR > 30x/menit) 2 = ada ≥ 2
Diare / mual-muntah / nyeri perut 3 = jika desaturasi (+)
Anosmia / dysgeusia
Myalgia / atralgia
Ronchi / wheezing
Desaturasi (SpO2 ≤ 95% tanpa suplementasi oksigen
LABORATORIUM Leukopenia (< 5000/mm3) atau leukositosis (> 0 = tidak ada
10.000/mm3) 1 = ada salah satu
Limfositopenia (limfosit absolut <1500/mm3) 2 = ada ≥ 2
Neutrofil-Limfosit Ratio meningkat (NLR > 3,13)
C-reaactive protein (CRP) meningkat dengan
Procalcitonin (PCT) normal
Ureum / kreatinin meningkat (bukan pasien CKD)
SGOT / SGPT meningkat (tanpa sebab yang jelas)
RADIOLOGI Rontgen thorax: konsolidasi / infiltrate multifocal, 0 = tidak ada
unilateral/bilateral 3 = ada
TOTAL SKOR
Catatan:
Hasil pemeriksaan penunjang harus tidak lebih lama dari 2 hari sebelum operasi jika tidak ada
perburukan gejala klinis.
Jika terdapat perburukan gejala klinis, pemeriksaan penunjang sebaiknya yang terbaru (di hari
yang sama dengan jadwal operasi)

TOTAL SKOR < 3  Risiko rendah COVID-19


 Operasi dijalankan seperti biasa
 Jika intubasi/LMA, minimalkan potensi produksi aerosol
(gunakan aliranoksigen lebih rendah, minimalkan ventilasi
manual, jika memungkinkan RSI, hindari intubasi awake)
dan gunakan APD level 2
 Saat intubasi dan ekstubasi hindari batuk, minimalkan
orang di ruangan
 Pasien ditransfer dari ruang rawat menggunakan masker
bedah
 Saat di ruang pemulihan jika sadar penuh, gunakan
kembali masker bedah

41
TOTAL SKOR ≥ 3

CT THORAX
RAPID TEST

Patchy shadows, konsolidasi, crazt paving,


NORMAL/TEMUAN
ground glass opacities multifocal, bilateral,
TIDAK KHAS COVID-19 sebaran perifer dan lobus inferior
RAPID TEST (-) RAPID TEST (+)

 Diskusi antara anestesi, operator, DPJP,


 Status pasien menjadi PDP
radiologi dam SpP atau SpPD (kasus
probable)  Jika elektif, tunda operasi
 Jika urgent/emergency, operasi dilakukan di OT
 Operasi dijalankan dengan ‘precaution’
infeksius (tekanan negative) dengan anteroom
jika urgent/emergency, APD level 2
dan akses keluar dan masuk sendiri tanpa
 Pilih anestesi regional jika
melalui common area.
memungkinkan
 Minimalkan petugas dalam area dan
 Jika anestesi umum, intubasi dengan
menggunakan APD level 3
minimalkan aerosolisasi (RSI tanpa
 Pilih anestesi regional jika memungkinkan
bagging manual, video laringoskopi,
ekstubasi hindari batuk, gunakan  Saat intubasi & ekstubasi minimalkan petugas
headbox) dalam OT
 Pasien ditransfer dari ruangan  Airway management dengan minimal
menggunakan masker bedah aerosolisasi
 Di ruang pemulihan, pasien  Tentukan area pemakaian dan pelepasan APD
menggunakan masker bedah jika sadar level 3
penuh dan beri suplementasi oksigen  Pasien diantar ke OT menggunakan masker
aliran rendah bedah atau box
 Jarak antar bed pasien di ruang  Paska operasi ke ruangan/ICU isolasi, serah
pemulihan minimal 2 meter terima di ruang OT atau ICU

CT THORAX  Dsikusikan kembali antara anestesi, operator,


UNAVAILABLE DPJP, SpP dan/atau SpPD
(Waktu tidak memungkinkan,  Jika elektif sebaiknya tunda operasi hingga dapat
pasien menolak, wanita dilakukan CT Thorax
hamil)  Jika urgent/emergency, dan rapid test (+)
berlakukan status PDP, gunakan APD Level 3,
prosedur perioperatif sesuai PDP (lihat diatas)
 Jika urgent/emergency dan rapid test (-), operasi
dijalankan dengan precaution, gunakan APD level
2, anestesi regional jika memungkinkan,
minimalkan aerosolisasi (prosedur perioperatif
seperti pada kasus probable)
 Evaluasi ulang dengan CT Thoraks post operasi
jika memungkinkan

42
Lampiran 8:

WHO: How to don and remove non-sterile gloves

43
Lampiran 9:

WHO: How to don and remove sterile gloves

44
45
Lampiran 10:

WHO: Surgical hand preparation technique with an alcohol-based handrub


formulation

46
47
Lampiran 11:

CDC: Sequence for putting on and remove Personal Protective Equipment (PPE)

48
49
50
Lampiran 12:

Kemenkes: Cara pemakaian dan pelepasan APD Coverall

51
52
Lampiran 13:

Kemendagri: Protokol kedatangan sampai di rumah dari bepergian

53

Anda mungkin juga menyukai