Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PERBANDINGAN MADZHAB

“‫القصاص‬ ‫”الكتاب‬

Dosen Pengampu: Drs. Abdul Aziz, M.Ag.

Disusun Oleh:

1. Muh. Yufidz Anwar Ibrahim (172131045)


2. Abdul Latif Al-Qoharudin (172131046)
3. Muhammad Ishlahuddin R (172131047)
4. Is Miftahul Hasanah (172131081)
KITAB QISHOSH

Kitab ini terbagi menjadi dua bagian: Pertama: pembahasan tentang qishash pada jiwa.
Kedua: pembahasan qishash pada luka. Maka kita harus mulai dari qishash pada jiwa.

KITAB QISHOSH JIWA

Pembahasan dalam kitab ini terlebih dahulu terbagi menjadi dua bagian: pembahasan
tentang hal-hal yang mengharuskan (maksudnya, yang mengharuskan adanya qishash) dan
pembahasan tentang kewajiban tersebut (maksudnya, qishash itu sendiri) dan tentang
penggantinya jika memiliki pengganti. Maka terlebih dahulu kita memulai dengan pembahasan
tentang hal-hal yang mengharuskan qishash.

‫القول في شروط القاتل‬

“SYARAT-SYARAT PEMBUNUH YANG DIKENAKAN QISHASH”

Ulama bersepakat bahwa pembunuh yang diqishash dengan syarat: Berakal, baligh,
berdasarkan keinginannya sendiri (tanpa ada paksaan dari orang lain). Akan tetapi, terdapat
ikhtilaf ulama’ tentang orang yang dipaksa untuk membunuh dan orang yang memaksa untuk
membunuh. Adapun orang yang menyuruh dan orang yang melakukannya langsung, hukumnya
bersifat global:

‫ إهنم اتفقوا علي أن القاتل الذي يقاد منه يشرتط فيه باتفاق أن يكون عاقل بالغا خمتارا للقتل‬:‫فنقول‬
,‫ و باجلملة آلمر واملباشر‬,‫ واختلفوا يف املكره واملكره‬.‫مباشرا غري مشارك له فيه غريه‬

1. Menurut Imam Malik, Syafi’i, Ats-Tsauri, Ahmad, Abu Tsaur, dan sekelompok ulama
mengatakan bahwa hukuman bunuh (Qishash) tersebut dibebankan kepada orang yang
melakukannya langsung, bukan orang yang menyuruhnya, sedangkan orang yang
menyuruhnya dikenakan hukuman.

.‫ القتل علي املباشر دون ألمر ويعاقب آلمر‬:‫فقال مالك والشافعي والثوري وأمحد وأبوثور ومجاعة‬

2. Sedangkan, sekelompok ulama lain berpendapat bahwa keduanya sama-sama dibunuh,


ini juga tidak ada paksaan dan tidak ada kekuasaan bagi orang yang menyuruh kepada
orang yang disuruh.
.‫ وهذا إذا مل يكن هنالك إكراه وال سلطان لآلمر علي املأ مور‬,‫ يقتالن مجيعا‬:‫وقالت طائفة‬

Tetapi, jika orang yang menyuruh memiliki kekuasaan atas orang yang disuruh maka
terdapat tiga perbedaan pendapat:

.‫ فاهنم اختلفوا يف ذلك علي ثالثة أقوال‬,‫أعين املباشر‬ ,‫وأما إذا كان لآلمر سلطان علي املأمور‬

1. Sekelompok ulama berpendapat orang yang menyuruh membunuh, bukan orang yang
disuruh, sedangkan orang yang disuruh diberikan hukuman. Pendapat ini dikemukakan
oleh Daud, dan Abu Hanifah. Dan, ini juga salah satu pendapat Syafi’i.

‫ وه و أح د ق ويل‬,‫ وب ه ق ال داود وأب و حنيف ة‬,‫ ويع اقب املأمور‬,‫ يقت ل اآلم ردون املأمور‬:‫فق ال ق وم‬

.‫الشافعي‬

2. Sekelompok ulama mengatakan, orang yang disuruh tetap dibunuh, bukan orang yang
menyuruhnya. Ini adalah salah satu dari dua pendapat Syafi’i.

.‫الشافعي‬ ‫ وهو أحد قويل‬،‫ يقتل املأمور دون اآلمر‬:‫وقال قوم‬

3. Sekelompok ulama lain mengatakan, keduanya sama-sama dibunuh. Pendapat ini


dikemukakan oleh Imam Malik.

،‫ وبه قال مالك‬،‫ يقتالن مجيعا‬:‫وقال قوم‬

Ulama yang tidak mewajibkan hukuman bunuh kepada orang yang disuruh, karena
mempertimbangkan pengaruh paksaan dalam menggugurkan sebagian besar kewajiban, karena
orang yang dipaksa sama dengan orang yang tidak memiliki pilihan (kehendak).
‫فمن مل ي وجب ح دا علي املأمور اعت رب ت أثري األك راه يف إس قاط كث ري من الواجب ات فالش رع لك ون‬

.‫املكره يشبه من ال اختيارله‬

Kemudian, apabila dalam suatu pembunuhan diikuti oleh orang yang sengaja membunuh
dan orang yang melakukannya karena bersalah, atau orang yang mukallaf dan orang yang bukan
mukallaf, seperti orang yang sengaja dan anak kecil, orang gila, atau orang yang merdeka dan
budak dalam pembunuhan seorang budak. Menurut ulama yang tidak menyatakan adanaya
Qishash dari seorang merdeka karena membunuh budak. Dalam hal ini ulama berbeda pendapat:

‫ وقد يكون القاتل مكلفا وغري‬،‫ فقد يكون القتل عمدا وخطأ‬،‫وأما املشارك للقاتل عمدا يف القتل‬

‫ وأما إذا اشرتك يف القتل عامد وحنطيء أو مكلف‬.‫ وسنذكر العمد عند قتل اجلماعة بالواحد‬،‫مكلف‬

،‫ مثل عامد وصيب أو جمنون أو حر وعبد يف قتل عبد عند من اليفيد من احلر با العبد‬،‫وغري مكلف‬

،‫فأن العلماء اختلفو يف ذلك‬

1. Malik dan Syafi’i berpendapat bahwa orang yang melakukannya dengan sengaja
dikenai hukuman qishash, sedangkan orang yang bersalah dan anak kecil dikenai
diyat. Hanya saja Imam Malik membebankan diyat tersebut kepada keluarganya,
sedangkan Syafi’i membebankan pada hartanya. Kedua ulama’ tersebut juga
mengatakan bahwa seorang yang merdeka dan budak yang keduanya membunuh
seorang budak dengan sengaja, maka budak yang membunuh tersebut dibunuh,
sedangkan orang yang merdeka dikenai separuh harga. Begitu juga kondisi pada
seorang muslim dan kafir dzimmi, keduanya dibunuh.
‫ إال أن ما لكا جيعله‬،‫ وعلي املخطئ والصيب نصف الدية‬،‫ علي العامد القصاص‬:‫وقال مالك والشافعي‬

‫ والشافعي يف ماله علي ما يأيت وكذ لك قال يف احلر والعبد يقتالن العبد عمدا أن العبد‬,‫علي العاقلة‬

.‫ وكذ لك احلال يف املسلم والذي يقتالن مجيعا‬,‫ وعلي احلر نصف القيمة‬,‫يقتل‬

2. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat jika orang yang wajib dikenai qishash, ikut
serta dengan orang yang tidak wajib dikenai qishash , maka tidak ada hukuman
qishash bagi salah satu dari keduanya dan keduanya wajib dikenakan diyat.

‫ إذا اشرتك من جيب عليه القص اص م ع من ال جيب علي ه القصاص فال قصاص علي‬:‫وقال اب و حنيف ة‬

.‫واحد منهما وعليهما الدية‬

‫واما صفة الذي يجب به القصاص‬

SIFAT PEMBUNUHAN

‫ واختلفوا يف هل‬.‫ و خطأ‬,‫ عمد‬:‫فا تفقوا علي انه العمد وذلك أهنم أمجعو علي ان القتل صنفان‬

‫وسط أم ال؟‬
ْ ‫بينهما‬

Tentang sifat pembunuhan yang mengharuskan adanya hukuman qishash, para ulama
sepakat bahwa pembunuhan tersebut adalah pembunuhan dengan sengaja. Dan, mereka
bersepakat bahwa pembunuhan itu ada dua macam: sengaja dan bersalah. Mereka beda pendapat,
apakah ada pembunuh tengah-tengah diantara keduanya atau tidak?

,‫األمصار‬ ‫ فقال به مجهور فقهاء‬,‫وهو الذي يسمونه شبه العمد‬ .1


Yaitu yang mereka namakan dengan syibh ‘amd (semi sengaja). Hal ini dinyatakan oleh
jumhur fuqoha berbagai negeri.

,‫ واملشهور عن مالك نفيه إال يف االبن مع ابيه‬2

Sedangkan yang mashur dari pendapat Malik yaitu tidak adanya hal itu, kecuali pada
seorang anak yang dibunuh bapaknya. Pendapat lain darinya mengatakan bahwa
kesimpulannya dalam hal itu ada.
 Abu Hanifah mengatakan bahwa semua arat selain besi seperti kayu, api dan yang
semisalnya adalah syibh ,amd (semi sengaja).
 Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan bahwa syibh 'amd yaiu, alat-alat yang tidak
digunakan untuk membunuh.
 Syaf i mengatakan bahwa syibh ,amd yaifi yang sengaja dalam memukul dan salah dalam
pembunuhan (maksudnya, pukulan yang tidak bertujuan untuk membunuh, tetapi
berakibat pada pembunuhan). Sedangkan pembunuhan bersalah yaitu pembunuhan yang
salah pada kedua-duanya. Dan pembunuhan sengaja yaitu pembunuhan yang sengaja
pada kedua-duanya. Dan ini pendapat yang bagus.
 Pembunuhan semacam ini menurut ulama yang tidak menetapkan adanya syibh 'amd
mengharuskan qishash. Sedangkan menurut ulama yang menetapkan adanya syibh 'amd
mengharuskan diyat
 madzhab Maliki tidak ada perbedaan pendapat bahwa pukulan yang terjadi dengan
bentuk kemarahan dan permusuhan mengharuskan adanya qishash

SYARAT ORANG YANG TERBUNUH

 Malik, Syaf i, Al-Laits, Ahmad dan Abu Tsaur berpendapat bahwa seorang yang merdeka
tidak boleh dihukum mati karena membunuh seorang budak.
 Sedangkan Abu Hanifah dan para pengikutnya berpendapat bahwa seorang yang merdeka
dihukum mati karena membunuh seorang budak kecuali budak miliknya.
 Sekelompok ulama lain berpendapat bahwa seorang yang merdeka dihukum mati karena
membunuh seorang budak, baik dia itu budak si pembunuh atau bukan. Pendapat ini
dikemukakan oleh AnNakha'i.
 sekelompok ulama berpendapat bahwa seorang mukmin tidak boleh dihukum mati karena
membunuh seorang kafir. Di antara ulama yang mengemukakan pendapat ini ialah Syaf i,
Ahmad, Daud dan sekelompok ulama lain.
 Sekelompok ulama lain berpendapat, dibunuh karena telah membunuhnya. Di antara
ulama yang mengemukakan pendapat ini ialah Abu Hanifah, para pengikutnya dan Ibnu
Abi Laila.
 Malik dan Al-Laits berpendapat, tidak boleh dibunuh karena telah membunuhnya, kecuali
jika membunuhnya dengan khianat (membunuh dengan cara khianat yaitu merebahkan
tubuhnya, lalu menyembelihnya, khususnya untuk merampas hartanya).
 Jumhur fuqaha berbagai negeri mengatakan, sekelompok orang itu harus dihukum mati
karena membunuh satu orang. Di antara mereka yaitu Malik, Abu Hanifah, Syaf i, Ats-
Tsauri, Ahmad, Abu Tsaur dan lainnya. Baik kelompok tersebut be{umlah banyak atau
sedikit. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Umar, sampai diriwayatkan bahwa dia
mengatakan, "Andaikan penduduk Shan'a sepakat untuk mernbunuhnya, niscaya akan
saya bunuh mereka semua."
 Sedangkan Daud dan ahli zhahir mengatakan, sekelompok orang tidak dihukum mati
karena membunuh satu orang. Ini adalah pendapat Ibnu Zubair dan pendapat ini juga
dikemukakan oleh AzZuhri dan diriwayatkan dari Jabir. Dan menurut kelompok ini juga
tangan-tangan tidak dihukum potong karena memotong satu tangan (maksudnya, jika
diikuti oleh dua orang atau lebih pada potong tangan). Malik dan Syaf i mengatakan,
tangan-tangan itu dipotong karena memotong satu tangan.
 Para ulama madzhab Hanafi membedakan antara jiwa dengan anggota badan, mereka
mengatakan bahwa jiwa-jiwa itu dihukum mati karena membunuh jiwa yang lain,
sedangkan anggota badan tidak dipotong kecuali hanya satu anggota badan. Akan ada
penjelasan di dalam bab qishash terhadap angota badan.
 Malik berpendapat bahwa seorang bapak tidak diqishash karena membunuh anaknya,
kecuali jika seorang bapak tersebut merebahkannya, lalu membunuhnya, tetapi jika
memukulnya dengan kepala pedang atau tongkat, lalu menyebabkan dia mati, maka
berarti dia tidak membunuhnya. Begitujuga menurutnya seorang kakek terhadap cucunya.
 Abu Hanifah, Syaf i dan Ats-Tsauri mengatakan bahwa seorang bapak tidak boleh
diqishash karena membunuh anaknya, tidak pula seorang kakek karena membunuh
cucunya, jika membunuh dengan cara pembunuhan yang disengaja bagaimanapun.
pendapat ini juga dikemukakan oleh jumhur ulama.

TENTANG KEWAJIBAN DALAM QISHAH

 Malik berpendapat tidak ada keharusan bagi wali kecuali harus melakukan qishash atau
memberikan maaf tanpa harus membayar diyat, kecuali jika si pembunuh rela untuk
memberikan diyat. Ini adalah riwayat Ibnu Al Qasim darinya dan pendapat ini juga
dikemukakan oleh Abu Hanifah, Ats-Tsauri, Al Auza'i dan sekelompok ulama.
 Syaf i, Ahmad, Abu Tsaur, Daud dan kebanyakan para fuqaha Madinah yang termasuk
para pengikut Malik dan ulama lainnya berpendapat bahwa wali orang yang terbunuh
dibolehkan memilih; antara melakukan qishash dan mengambil diyat, baik si pembunuh
rela atau tidak. Pendapat ini diriwayatkan oleh Asyhab dari Malik, hanya saja pendapat
yang masyhur dari Malik yaitu riwayat yang pertama.
TENTANG PEMBERIAN MAAF

 Malik berpendapat bahwa anak-anak peranpuan dan saudara perempuan tidak berhak
mengeluarkan pendapat ketika ada beberapa anak laki-laki dan saudara laki-laki dalam
urusan qishash atau kebalikannya. Dan perkataan mereka tidak diperhitungkan ketika ada
kaum lelaki. Begitujuga unrsannya mengenai suami dan istri.
 Abu Hanifah, Ats-Tsauri, Ahmad dan Syaf i berpendapat bahwa setiap orang yang
mendapatkan warisan perkataannya diperhitungkan dalam menggugurkan qishash dan
menggugurkan bagiannya dari diyat serta untuk mengambil diyat'
 Syaf i berpendapat orang yang tidak hadir di antara mereka dan orang yang hadir serta
orang yang masih kecil dan orang yang sudah dewasa sama kedudukannYa.
 Sekelompok ulama berpendapat bahwa jika orang yang terbunuh memberikan maaf dari
menuntut jiwanya dalam pembunuhan sengaja, maka hal itu telah berlalu. Di antara
ulama yang mengemukakan pendapat ini ialah Malik, Abu Hanifah, Al Auza,i dan ini
juga merupakan salah satu dari dua pendapat Syafi,i.
 Sekelompok ulama lain berpendapat bahwa pemberian maafirya tidak menjadi keharusan
dan bagi para wali berhak melakukan qishash atau memberikan maaf. Di antara ulama
yang mengemukakan pendapat ini ialah Abu Tsaur dan Daud, ini adalah pendapat Syaf i
ketika berada di Iraq.
 Malik, Syaf i, Abu Hanifah dan jumhur fuqaha berbagai negeri berpendapat bahwa
pemberian maafrrya adalah pada sepertiganya, kecuali jika ahli warisnya membolehkan
hal itu.
 Sekelompok ulama lain berpendapat bahwa hal itu dibolehkan pada semua hartanya. Di
antara ulama yang menyatakan pendapat ini ialah Thawus dan Al Hasan.
 Para ulama berbeda pendapat jika orang yang terluka memberikan maaf atas luka yang
menimpanya, lalu orang tersebut meninggal dunia akibat luka tersebut, apakah para wali
berhak menuntut jiwanya atau tidak?

1. Malik berpendapat bahwa mereka berhak melakukan hal itu, kecuali jika orang yang terluka
itu mengatakan, saya memberikan maaf dari menuntut luka dan apa yang diakibatkan oleh luka
tersebut.

2. Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat bahwa jika dia memberikan maaf dari luka dan
meninggal dunia, maka tidak ada hak bagi mereka dan pernberian maaf dari menuntut luka
adalah pemberian maaf dari menuntut jiwa

3. Sekelompok ulama berpendapat bahwa mereka harus menuntut diyat jika dia memberikan
maaf dari menuntut luka secara mutlak. Dan mereka ini berbeda pendapat:
Di antara mereka ada yang mengatakan, orang yang melukai harus membayar diyat
semuanya. Pendapat ini dipilih oleh Al Muzani dari beberapa pendapat Syaf i. Ada juga yang
mengatakan, orang yang melukai harus membayar diyat atas luka yang masih ada, setelah
menggugurkan diyat luka yang dimaafkan. Ini adalah pendapat Ats-Tsauri.

 Para ulama berbeda pendapat jika orang yang terluka memberikan maaf atas luka yang
menimpanya, lalu orang tersebut meninggal dunia akibat luka tersebut, apakah para wali
berhak menuntut jiwanya atau tidak?

1. Malik berpendapat bahwa mereka berhak melakukan hal itu, kecuali jika orang yang terluka
itu mengatakan, saya memberikan maaf dari menuntut luka dan apa yang diakibatkan oleh luka
tersebut.

2. Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat bahwa jika dia memberikan maaf dari luka dan
meninggal dunia, maka tidak ada hak bagi mereka dan pernberian maaf dari menuntut luka
adalah pemberian maaf dari menuntut jiwa

3. Sekelompok ulama berpendapat bahwa mereka harus menuntut diyat jika dia memberikan
maaf dari menuntut luka secara mutlak. Dan mereka ini berbeda pendapat: f,Q Di antara mereka
ada yang mengatakan, orang yang melukai harus membayar diyat semuanya. Pendapat ini dipilih
oleh Al Muzani dari beberapa pendapat Syaf i. [l Ada juga yang mengatakan, orang yang
melukai harus membayar diyat atas luka yang masih ada, setelah menggugurkan diyat luka yang
dimaafkan. Ini adalah pendapat Ats-Tsauri.

Anda mungkin juga menyukai