Bahtsul kutub
Pengertian Jinayat
Jinayat yang menjadi bentuk jama’ dari lafadz “jinayah” mencakup pada bentuk membunuh,
memotong anggota badan atau melukai.
Macam-Macam Pembunuhan
Pembunuhan ada tiga macam, tidak ada yang ke empat.
-pertama- pembunuhan ‘amdun mahdun (murni sengaja). Lafadz ‘amdun adalah bentuk masdar dari
fi’il madli “’amida” satu wazan dengan lafadz “dlaraba”, dan maknanya adalah sengaja.
-kedua dan ketiga- khatha’ mahdlun (murni tidak sengaja), dan ‘amdun khatha’ (sengaja namun
salah).
Mushannif menjelaskan tafsiran al ‘amdu di dalam perkataan beliau,
‘Amdun Mahdun
Al ‘amdu al mahdu adalah pelaku sengaja memukul korban dengan menggunakan sesuatu yang
biasanya bisa membunuh.
Dalam sebagian redaksi menggunakan bahasa, “di dalam kebiasaannya.”
Dan pelaku sengaja untuk membunuh korban dengan sesuatu tersebut.
Dan ketika demikian, maka sang pelaku wajib di-qishash.
Penjelasan mushannif bahwa harus mempertimbangkan kesengajaan untuk membunuh adalah
pendapat yang lemah. Sedangkan pendapat yang kuat adalah tidak perlu ada kesengajaan untuk
membunuh.
Penetapan qishash disyaratkan bahwa orang yang terbunuh atau terpotong anggota badannya harus
islam atau memiliki ikatan aman.
Sehingga untuk kafir harbi dan orang murtad, maka tidak ada kewajiban qishash ketika dibunuh oleh
orang islam.
Kemudian, jika korban memaafkan pelaku di dalam kasus ‘amdun mahdlun, maka pembunuh wajib
membayar diyat mughaladhah (yang diberatkan) dengan seketika dan diambilkan dari harta si
pembunuh.
Mushannif akan menyebutkan tentang penjelasan taghlidh diyat tersebut,
Khatha’ Mahdun
Khatha’ mahdlun adalah seseorang melempar sesuatu seperti binatang buruan, namun kemudian
mengenai seorang laki-laki hingga menyebabkan meninggal dunia.
Maka tidak ada kewajiban qishash bagi orang yang melempar, akan tetapi ia wajib membayar diyat
mukhaffafah (yang diringankan) yang dibebankan kepada ahli waris ashabah si pelaku dengan cara
ditempo selama tiga tahun. Dan mushannif akan menyebutkan penjelasannya,
Setiap satu tahun dari masa itu diambil kira-kira sepertiga dari seluruh diyat.
Bagi waris ashabah yang kaya dan memiliki emas, maka setiap akhir tahun wajib membayar setengah
dinar. Dan bagi yang memiliki perak wajib membayar enam dirham sebagaimana yang telah jelaskan
oleh imam al mutawalli dan yang lain.
Yang dikehendaki dengan al ‘aqilah adalah ahli waris ashabah si pelaku, bukan orang tua atau anak-
anaknya.
‘Amdul Khatha’
‘Amdul Khatha’ adalah pelaku sengaja memukul korban dengan menggunakan sesuatu yang biasanya
tidak sampai membunuh seperti si pelaku memukul korban dengan tongkat yang ringan, namun
kemudian korban yang dipukul meninggal dunia.
Maka tidak ada kewajiban had atas si pelaku, akan tetapi wajib membayar diyat mughalladhah
(diberatkan) yang dibebankan kepada waris ‘aqilah si pelaku dengan cara ditempo selama tiga tahun.
Dan mushannif akan menyebutkan penjelasan sisi berat diyat tersebut.
Kemudian mushannif beranjak menjelaskan tentang orang yang berhak mendapatkan qishash. Qishash
diambil dari iqtishashul atsar yang bermakna meneliti jejak, karena sesugguhnya (keluarga) korban
akan meneliti kasus kriminal kemudian akan mengambil balasan sepadannya. Mushannif berkata,