Anda di halaman 1dari 5

5 ALAT MUSIK TRADISIONAL

1. GAMELAN – JAWA TENGAH

Jenis alat musik ini berasal dari Jawa Tengah. Cara memainkan gamelan
yaitu dengan dipukul dengan alat pemukul. Gamelan terdiri dari himpunan
alat musik seperti Kendang, Bonang Barung, Bonang Penerus, Demung,
Saron, dan Rebab.Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa, “gamel”
yang berarti memukul atau menabuh, diikuti akhiran “an” yang menjadikannya
kata benda. Alat musik tradisional gamelan di Indonesia banyak ditemukan di
pulau Jawa, Madura, Bali dan Lombok dalam berbagai jenis ukuran dan
bentuk himpunan alat music

2. ANGKLUNG – JAWA BARAT

Alat musik ini berasal dari Jawa Barat. Cara memainkan angklung yaitu
dengan menggerakkan tangan kita. Alat musik ini telah mendunia hingga
banyak warga asing yang tertarik dengan alat musik ini. Angklung terbuat dari
bambu yang dibunyikan dengan cara digoyangkan dengan tangan. Setelah
digoyang, bunyi akan keluar yang disebabkan oleh benturan badan pipa
bambu. Bunyi yang bergetar menghasilkan susunan nada 2, 3, sampai 4
nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil.Meskipun berasal dari
Jawa Barat tetapi ada banyak jenis angklung di Indonesia, seperti Angklung
Bali, Angklung Banyuwangi, Angklung Gubrag dan lain-lain.

3. SERUNE KALE - ACEH

Serune Kale merupakan alat musik tradisional yang berasal dari Aceh. Alat
musik ini telah lama berkembang dan dihayati oleh masyarakat Aceh. Selain
itu, musik ini juga populer di daerah Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar, dan Aceh
Barat.Biasanya alat musik ini dimainkan bersamaan dengan Rapai dan
Gendrang pada acara-acara hiburan, tarian, penyambutan tamu kehormatan.
Bahan dasar Serune Kale ini berupa kayu, kuningan, dan tembaga. Bentuk
alat musik ini ternyata hampir menyerupai seruling bambu. Warna dasarnya
hitam yang fungsinya sebagai pemanis atau penghias musik tradisional
Aceh.
4. SASANDO – NUSA TENGGARA TIMUR

Alat musik tradisional selanjutnya berasal dari Pulau Rote, Nusa Tenggara
Timur yaitu Sasando yang cara memainkannya dengan dipetik. Kini dengan
sedikit modifikasi, ada sasando elektrik. Meski modern, alat musik ini tetap
mempertahankan bentuknya yang klasik, yaitu beresonansi daun lontar.
Di Indonesia sendiri sasando terbilang langka. Apalagi makin berkurangnya
minat anak muda yang memainkan alat musik itu. Padahal dengan modifikasi
elektrik tak tertutup kemungkinan bisa bersaing dengan alat musik masa kini.

5. KOLINTANG

Sejarah Dan Perkembangan Kolintang


Dahulu kala, tersebutlah sebuah desa yang indah bernama To Un Rano yang
sekarang dikenal dengan nama Tondano. Di desa yang terletak di daerah
Minahasa ini, ada seorang gadis yang kecantikannya sudah tersohor ke
seluruh pelosok desa. Maka banyaklah pemuda yang jatuh hati. Sang gadis
bernama Lintang, pandai menyanyi, dan suaranya pun nyaring serta merdu.
Pada suatu waktu, sebuah pesta muda-mudi diselenggarakan di desa To Un
Rano. Saat itu muncullah seorang pemuda gagah dan tampan yang
kemudian berkenalan dengan Lintang. Namanya Makasiga, memiliki keahlian
di bidang ukir-ukiran. Makasiga kemudian meminang Lintang, yang diterima
dengan satu syarat, yaitu: Makasiga harus mencari alat musik yang bunyinya
lebih merdu dari seruling emas.Lalu, Makasiga berkelana keluar-masuk hutan
untuk mencari alat musik yang diinginkan Lintang. Untuk menghangatkan
badan di malam hari, Makasiga membelah-belah kayu untuk kemudian
dijemurnya. Setelah kering, belahan-belahan kayu itu lalu diambil satu
persatu dan dilemparkannya ke tempat lain. Saat belahan-belahan kayu jatuh
membentur tanah, terdengar bunyi-bunyian yang amat nyaring dan merdu.
Makasiga senang bukan kepalang. Sementara di tempat lain, dua orang
pemburu juga mendengar bunyi-bunyian itu sehingga mencari
sumbernya.Singkat cerita, Makasiga jatuh sakit dan kurus kering karena
terlalu fokus mencari alat musik untuk Lintang, sehingga ia lupa makan dan
minum. Dua orang pemburu tadi menemukannya dan membawanya kembali
ke desanya. Namun karena sakitnya semakin parah, Makasiga pun
meninggal dunia. Mendengar Makasiga meninggal, Lintang pun sakit parah
dan menyusulnya ke alam baka.
Cerita di atas merupakan cerita rakyat Minahasa mengenai asal usul alat
musik kolintang, yang merupakan alat musik tradisional khas Minahasa.
Berbahan dasar kayu, namun jika dipukul akan menghasilkan bunyi-bunyi
yang nyaring dan merdu. Bunyi yang dihasilkan dapat mencapai nada-nada
tinggi maupun rendah. Jenis kayu yang digunakan untuk membuat kolintang
adalah kayu telur, bandaran, wenang, kakinik atau jenis kayu lain yang ringan
tetapi bertekstur padat dan serat kayunya tersusun rapi membentuk garis-
garis horizontal.
Kata “kolintang” berasal dari bunyi “tong” untuk nada rendah, “ting” untuk
nada tinggi, dan “tang” untuk nada tengah. Dahulu, orang Minahasa biasanya
mengajak bermain kolintang dengan mengatakan “Mari kita ber Tong Ting
Tang” atau dalam bahasa daerah Minahasa “Maimo Kumolintang”. Dari
kebiasaan itulah muncul istilah “kolintang”.
Alat musik kolintang pada awalnya hanya terdiri dari beberapa potong kayu
yang diletakkan berjejer di atas kedua kaki pemainnya yang duduk di tanah,
dengan posisi kedua kaki lurus ke depan. Dari waktu ke waktu, penggunaan
kaki pemain diganti dengan dua batang pisang. Sementara peti resonator
baru mulai digunakan sejak kedatangan Pangeran Diponegoro di Minahasa
pada tahun 1830.Dahulu, kolintang hanya terdiri dari satu melodi yang terdiri
dari susunan nada diatonis, dengan jarak nada dua oktaf. Sebagai pengiring,
digunakan alat-alat musik bersenar seperti gitar, ukulele dan bas. Namun
pada tahun 1954, kolintang sudah memiliki jarak nada dua setengah oktaf
dan masih tetap memiliki susunan nada diatonis. Pada tahun 1960,
berkembang lagi hingga mencapai tiga setengah oktaf dengan nada 1 kres,
naturel, dan 1 mol. Dasar nadanya masih terbatas pada tiga kunci (naturel, 1
mol, dan 1 kruis), jarak nadanya berkembang lagi menjadi  empat setengah
oktaf dari F sampai dengan C.Perkembangan alat musik kolintang masih
tetap berlangsung, baik dari segi kualitas alat, perluasan jarak nada, maupun
bentuk peti resonator
Bentuk Alat Musik Kolintang
Alat musik Kolintang merupakan jenis alat musik tradisional terbuat dari kayu
yang dipotong sesuai dengan ukuran dan disusun diatas alas kayu yang
berfungsi sebagai resonator. Kayu yang digunakan untuk balok Kolintang
biasanya terbuat dari kayu khusus yang agak ringan tapi cukup padat dan
serat kayunya tersusun sedemikian rupa membentuk garis-garis sejajar.
Alat Musik Kolintang dapat dikenali dari bentuknya yang unik, yakni
serangkaian bilah kayu yang disusun di atas sebuah rak dengan ukuran bilah
yang semakin menyusut (mengecil). Panjang pendeknya bilah ini
menyesuaikan dengan nada yang ingin dihasilkan. Pemain musik kolintang
diharuskan mempelajari bagaimana cara memegang tongkat pemukul dengan
baik dan benar, hal ini terkait dengan cara menghasilkan nada pada alat
musik ini, dimana terkadang, pemain musik kolintang diharuskan
menggunakan tiga buah nada( chord) dalam sebuah lagu. Untuk dapat
menghasilkan chord, pemain musik kolintang mau tidak mau menggunakan
tiga buah tongkat pemukul. Dalam sebuah rak bilah Kolintang, terdiri dari dua
baris bilan nada kayu, dimana tiap nada baik dirak atas maupun rak bawah
memiliki tinggi nada yang berbeda. Semakin banyak bilah nada yang
digunakan maka semakin lebar jangkauan nada yang dapat dihasilkan oleh
seorang pemain musik.
Jenis Alat Musik Kolintang
Pada saat ini alat musik Kolintang terbagi menjadi beberapa jenis yang
berbeda-beda. Perbedaan tersebut terlihat dari suara yang dihasilkannya.
Jenis alat musik Kolintang terdiri dari 9 jenis,
yaitu : loway (bass), cella(cello), karua (tenor 1), karua rua (tenor
2), uner (alto 1), uner rua (alto 2), katelu (ukulele), ina esa (melodi 1), ina
rua (melodi 2) dan ina taweng (melodi 3)

Anda mungkin juga menyukai