Fian Panekenan
1704005
Dari hasil cerita legenda di atas diketahui bahwa Pupuk Soroba yang
menciptakan alat musik sasando pertama kali pada akhir abad ke XIII. Pupuk
soroba adalah anak dari pasangan Bapak Soroba Sera dan Ibu Koa Tande.
Pupuk soroba tidak meninggalkan turunan, namun alat musik ini terus
dilestarikan dari setiap generasi sampai dengan sekarang. (Menurut Pendeta St.
J. Merukh 1872).
Berdasarkan sejarah sasando mengalami berbagai perubahan mulai dari bentuk
hingga nada yang dihasilkan sesuai dengan perkembangan zaman sehingga
sasando saat ini menjadi tiga yaitu:
1. Sasando Gong
Sasando Gong mempunyai nada pentatonik yang dimainkan dengan irama
gong dan dinyanyikan dengan lagu khas Pulau Rote. Sasando gong
biasanya juga Sasando gong awalnya hanya berdawai 7 buah atau 7 nada
lalu berkembang menjadi 11 dawai.
2. Sasando Biola
Sasando jenis ini mengalami perkembangan dengan nada diatonis.
Bentuknya hampir sama dengan sasando gong tapi lebih besar
diameternya. Sasando biola berkembang pada abad ke-18. Sasando ini
memiliki 30 nada karena mirip dengan biola yang kemudian berkembang
menjadi 32 dan 36 dawai.
3. Sasando Elektrik
Sasando elektrik merupakan perkembangan dari sasando biola. Umumnya
memiliki 30 dawai yang ditambahkan alat teknologi. Sasando elektrik
dibuat oleh Amoldus Aden, ia adalah musisi Sasando yang mendapat
piagam penghargaan dari Gubernur Nusa Tenggara Timur pada tahun
2008.
Sasando biasanya dimainkan untuk mengiring nyanyian, mengiringi tari,
menghibur saat ada kedukaan dan acara-acara penduduk di Pulau Rote.
Sasando bisa dimainkan oleh siapapun.
Sasando memiliki bahan utama berupa bambu yang membentuk tabung
panjang dan pada bagian tengahnya melingkar dari atas ke bawah yang diberi
penyangga atau ganjalan yang disebut senda oleh penduduk Rote. Untuk
tempat senar atau dawainya direntangkan mengelilingi tabung bambu,
bertumpu dari atas ke bawah. Fungsi senda ini yaitu untuk memberikan nada
yang berbeda-beda ketika senar dipetik. Lalu diatur nadanya dengan
mengetoknya. Kemudian tabung sasando ditaruh dalam sebuah wadah yang
terbuat dari anyaman daun lontar atau disebut juga haik (bahasa pasar penduduk
setempat disebut tuak). Haik merupakan resonator untuk alat musik sasando.
cara pembuatan sasando yaitu: pertama, potong bambu sesuai ukuran yang
ditentukan, lalu tutup ujung bambu dengan kayu jati sehingga adanya rongga
didalam. Kedua, gambar atau lukis bambu agar menarik selanjutnya dilapisi
dengan pernis agar awet dam tidak luntur. Ketiga, bentuk daun lontar menjadi
setengah lingkaran. Gunakan lidi daun lontar yang diiris tipis sebagai tali
pengikat lembar satu dengan lembar lain. Kemudian biarkan selama 4 hari
sampai mengering dan menjadi keras. Terakhir, satukan tabung bambu yang
sudah dipasangkan sinar dengan daun lontar yang dirangkai sebelumnya.
Penduduk pulau Rote memakai daun lontar karena tanaman ini sangat banyak
dan mudah ditemukan.