Anda di halaman 1dari 5

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan dan gizi merupakan unsur yang sangat penting dalam peningkatan

produktivitas nasional dan perbaikan kualitas hidup penduduk. Penyediaan

pangan harus memenuhi kebutuhan gizi, keamanan pangan dan terjangkau seluruh

individu setiap saat. Kondisi global yang memiliki format perdagangan bebas

melalui World Trade Center (WTO), mengganggu kapasitas produksi pertanian

dan pertumbuhan harga pangan yang menyebabkan masih tingginya masalah gizi

di Indonesia (Ketahanan,… 2012. www.depkes,go.id)

Di zaman globalisasi sekarang ini, kebutuhan protein hewani yang berasal dari

daging, ikan, telur, susu semakin meningkat dan semakin tidak terjangkau oleh

masyarakat luas terutama masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah

kebawah. Harga bahan pokok yang juga semakin mahal membuat masyarakat sulit

untuk mendapatkan sumber gizi yang cukup.

Protein adalah senyawa yang terdapat dalam setiap sel hidup. Setengah

dari berat kering dan 20% dari berat total tubuh manusia dewasa merupakan

protein. Hampir setengahnya terdapat didalam otot, seperlimanya didalam tulang

dan kartigo, sepersepuluhnya dalam kulit dan sisanya pada jaringan-jaringan lain

serta cairan tubuh. Semua enzim yang terdapat dalam tubuh merupakan protein

(Muchtadi, Deddy. 2009).


2

Protein dapat memerankan fungsi sebagai bahan struktural, protein

memiliki rantai yang panjang dan juga dapat mengalami cross-linking dan lain-

lain. Selain itu protein juga dapat berperan sebagai biokatalis untuk reaksi-reaksi

kimia dalam sistem makhluk hidup. Makromolekul ini mengendalikan jalur dan

waktu metabolisme yang kompleks untuk menjaga kelangsungan hidup suatu

organisma. Suatu sistem metabolisme akan terganggu apabila biokatalis yang

berperan di dalamnya mengalami kerusakan (Hertadi, 2008).

Protein dibedakan menjadi protein hewani dan protein nabati. Protein yang

berasal dari hewan seperti daging, ikan, ayam, telur, susu, dan lain-lain disebut

protein hewani, sedangkan protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti

kacang-kacangan, tempe, dan tahu disebut protein nabati. Dahulu, protein hewani

dianggap berkualitas lebih tinggi dari pada menu seimbang protein nabati, karena

mengandung asam-asam amino yang lebih komplit.( Proverawati, Atikah. 2010 )

Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah mengkonsumsi telur,

daging, susu, dan ikan, belut (Monopterus Albus) termasuk spesies ikan, protein

pada ikan sendiri terdiri dari serat-serat pendek yang mengandung protein utama,

yaitu miosin, aktin, aktomiosin dan tropomiosin. Miosin dan aktin merupakan

protein struktural. Aktomiosin bersifat labil, mudah berubah selama

pengolahan/penyimpanan, misalnya menjadi tidak larut (Muchtadi, Deddy. 2009).

Di kabupaten Pringsewu terdapat pedagang yang menjual belut ini

menunjukan bahwa tingkat konsumsi daging belut di daerah tersebut lebih tinggi

dari daerah lain, selain itu harga yang terjangkau membuat daging belut digemari

didaerah tersebut.
3

Belut merupakan sumber protein hewani yang tinggi hal ini dapat dilihat

dari komposisi gizinya, belut mempunyai nilai energi yang cukup tinggi yaitu 303

kkal per 100 gram daging. Nilai energi belut jauh lebih tinggi dibandingkan telur

(162 kkal/ 100 gram tanpa kulit) dan daging sapi (207 kkal per 100 gram).

(Khasiat… 2014.www.smallcrab.com)

Nilai protein pada belut (14,0 g/ 100 g daging) setara dengan protein

daging sapi (18,8 g/ 100g), tetapi lebih tinggi dari protein telur (12,8 g/100 g).

Seperti jenis ikan lainnya, nilai cerna protein pada belut juga sangat tinggi,

sehingga sangat cocok untuk sumber protein bagi semua kelompok usia

(Direktorat Gizi, Depkes RI, 1971).

Bila ditinjau dari segi nutrisi, belut memang sangat baik jika dikonsumsi

sebagai lauk-pauk pelengkap makan pagi, siang, atau malam karena belut

mengandung zat-zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh. Selain sebagai lauk-pauk,

belut juga dapat dijadikan makanan ringan (misalnya, keripik belut atau goreng)

(Warisno dkk, 2010)

Belut biasanya diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Cara

pengolahan yang dilakukan bergam seperti direbus, dipanggang, digoreng, dan

lain sebagainya. Rendahnya tingkat ketidak tahuan masyarakat tentang cara

pengolahan yang baik menyebabkan tingkat serapan zat gizi protein menjadi

semakin menurun akibat dari cara pengolahan makanan yang salah, terutama saat

proses pemanasan.
4

Dengan demikian perlakuan pemanasan dalam bahan makanan memang

perlu dilakukan untuk mempersiapkan bahan sehingga sesuai dengan selera

konsumen. Namun pemanasan yang berlebihan atau perlakuan lain mungkin akan

merusak protein apabila dipandang dari sudut gizinya (sudarmadji, 2010).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis melakukan penelitian

dengan judul “Identifikasi Cara Pengolahan Terhadap Protein Pada Belut

(Monopterus Albus) ”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Berapakah kadar protein pada belut ( Monopterus Albus ) berdasarkan

cara pengolahan ?

2. Apakah ada pengaruh pengolahan terhadap kadar protein belut ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kadar protein pada Belut (Monopterus Albus) setelah

pengolahan (dikukus, dipanggang, digoreng).

2. Mengetahui persen penurunan kadar protein pada Belut (Monopterus

Albus) setelah proses pengolahan (dikukus, dipanggang, digoreng).

3. Mengetahui pengaruh pengolahan terhadap kadar protein daging Belut


5

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat member manfaat :

1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk

mengaplikasikan kompetensi yang dimiliki sebagai analis kesehatan

2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi

tentang sumber protein hewani yaitu belut (Monopterus Albus) dan

menginformasikan kepada masyarakat tentang bahan pangan alternatif

yang mengandung protein selain protein hewani.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Bidang kajian yang akan diteliti adalah Kimia Makanan dan Minuman

(Kimia Amami). Penelitian ini dibatasi hanya untuk mengetahui kadar

protein pada belut dengan proses pengolahan. Dan diperiksa secara

kuantitatif dengan menggunakan metode Gunning.

Anda mungkin juga menyukai