Anda di halaman 1dari 9

Mikoriza (Interaksi Jamur dengan Akar Tanaman)

          Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan tingkat tinggi dan
miselium cendawan tertentu. Nama mikoriza pertama kali dikemukakan oleh ilmuwan Jerman
Frank pada tanggal 17 April 1885. Tanggal ini kemudian disepakati oleh para pakar sebagai titik
awal sejarah mikoriza. Nuhamara (1993) mengatakan bahwa mikoriza adalah suatu struktur yang
khas yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara suatu
autobion/tumbuhan tertentu dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu.
Struktur yang terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum
yang sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun penyebaranya.
Mikorisa tersebar dari artictundra sampai ke daerah tropis dan dari daerah bergurun pasir sampai
ke hutan hujan yang melibatkan 80% jenis tumbuhan yang ada.
            Berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dapat
digolongkan menjadi 2 kelompok besar (tipe) yaitu ektomikoriza dan endomikoriza (Rao, 1994).
Namun ada juga yang membedakan menjadi 3 kelompok dengan menambah jenis ketiga yaitu
peralihan dari 2 bentuk tersebut yang disebut ektendomikoriza. Pola asosiasi antara cendawan
dengan akar tanaman inang menyebabkan terjadinya perbedaan morfologi akar antara
ektomikoriza dengan endomikoriza. Pada ektomikoriza, jaringan hipa cendawan tidak sampai
masuk kedalam sel tapi berkembang diantara sel kortek akar membentuk "hartig net dan mantel
dipermukaan akar. Sedangkan endomikoriza, jaringan hipa cendawan masuk kedalam sel kortek
akar dan membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesicle dan sistem
percabangan hipa yang disebut arbuscule, sehingga endomikoriza disebut juga vesicular-
arbuscular micorrhizae (VAM)
   Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji juga cocok untuk
perkecambahan spora mikoriza. Demikian pula kindisi edafik yang dapat mendorong
pertumbuhan akar juga sesuai untuk perkembangan hifa. Jamu mikoriza mempenetrasi epidermis
akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas enzim, yang selanjutnya tumbuh menuju korteks.
Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui
epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak
memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi
mendukung funsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara lainnya kedalam spora,
selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman
(Pujianto, 2001)
Atmaja (2001) mengatakan bahwa pertumbuhan Mikoriza sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti:
1. Suhu
Suhu yang relatif tinggi akan meningkatka aktifitas cendawan. Untuk daerah tropika
basah, hal ini menguntungkan. Proses perkecambahan pembentukkan MVA melalui tiga tahap
yaitu perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel akar dan perkembangan hifa
didalam konteks akar. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung
jenisnya. Beberapa Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida, diwilayah subtropika mengalami
perkecambahan paling baik pada suhu 34°C, sedangkan untuk spesies Glomus yang berasal dari
wilayah beriklim dingin, suhu optimal untuk perkecambahan adalah 20°C. Penetrasi dan
perkecambahan hifa diakar peka pula terhadap suhu tanah. Pada umumnya infeksi oleh
cendawan MVA meningkat dengan naiknya suhu. Schreder (1974) dalam Atmaja (2001)
menemukan bahwa infeksi maksimum oleh spesies Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida
terjadi pada suhu 30-33°C. Suhu yang tinggi pada siang hari (35°C) tidak menghambat
perkembangan dan aktivitas fisiologis MVA. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu diatas
40°C. Suhu bukan merupakan faktor pembatas utama dari aktifitas MVA. Suhu yang sangat
tinggi berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang. MVA mungkin lebih mampu bertahan
terhadap suhu tinggi pada tanah bertekstur berat dari pada di tanah berpasir.
2. Kadar air tanah
Untuk tanaman yang tumbuh didaerah kering, adanya MVA menguntungkan karena dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang kurang air
(Vesser et el,1984dalam Pujianto, 2001). Adanya MVA dapat memperbaiki dan meningkatkan
kapasitas serapan air tanaman inang. Ada beberapa dugaan mengapa tanaman bermikoriza lebih
tahan terhadap kekeringan diantaranya adalah:
-  adanya mikoriza resitensi akar terhadap gerakan air menurun sehingga transfer iar ke akar
meningkat.
-  Tanaman kahat P lebih peka terhadap kekeringan, adanya MVA menyebabkan status P tanaman
meningkat sehingga menyebabkan daya tahan terhadap kekeringan meningkat pula.
- Adanya hifa eksternal menyebabkan tanaman ber-MVA lebih mampu mendapatkan air daripada
yang tidak ber-MVA tetapi jika mekanisme ini yang terjadi berarti kandungan logam-logam
lebih cepat menurun. Penemuan akhir-akhir ini yang menarik adanya hubungan antara potensial
air tanah dan aktifitas mikoriza. Pada tanaman bermikoriza jumlah air yang dibutuhkan untuk
memproduksi 1gram bobot kering tanaman lebih sedikit daripada tanaman yang tidak
bermikoriza.
-   Tanaman mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena pemakaian air yang lebih ekonomis.
-   Pengaruh tidak langsung karena adanya miselin eksternal menyebabkan MVA efektif didalam
mengagregasi butir-butir tanah sehingga kemampuan tanah menyimpan air meningkat.
3. pH tanah
Cendawan pada umumnya lebih tahan lebih tahan terhadap perubahan pH tanah.
Meskipun demikian daya adaptasi masing-masing spesies cendawan MVA terhadap pH tanah
berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran
mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman. Glomus fasciculatus berkembang biak pada pH
masam. Pengapuran menyebabkan perkembangan G. fasciculatus menurun (Mosse, 1981 dalam
Atmaja, 2001). Demikian pula peran G.fasciculatus di dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman pada tanah masam menurun akibat pengapuran (Santoso, 1985). Pada pH 5,1 dan 5,9 G.
fasciculatus menampakkan pertumbuhan yang terbesar, G. fasciculatus memperlihatkan
pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan tanaman justru kalau pH 5,1 G. Mosseae
memberikan pengaruh terbesar pada pH netral sampai alkalis (pH 6,0-8,1).
Perubahan pH tanah melalui pengapuran biasanya berdampak merugikan bagi
perkembangan MVA asli yang hidup pada tanah tersebut sehingga pembentukan mikoriza
menurun (Santosa, 1989). Untuk itu tindakan pengapuran dibarengi tindakan inokulasi dengan
cendawan MVA yang cocok agar pembentukan mikoriza terjamin.
4. Bahan organik
Bahan organic merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting disamping
air dan udara. Jumlah spora MVA tampaknya berhubungan erat dengan kandungan bahan
organic didalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung
bahan organic 1-2 persen sedangkan pada tanah-tanah berbahan organic kurang dari 0,5 persen
kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001). Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan
MVA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk
mempertahankan generasi MVA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah akar tersebut
mengandung hifa,vesikel dan spora yang dapat menginfeksi MVA. Disamping itu juga berfungsi
sebagai inokulasi untuk tanaman berikutnya.
5. Cahaya dan ketersediaan hara
Bjorman dalam Gardemann (1983) dalam Atmaja (2001) menyimpukan bahwa dalam
intensitas cahaya yang tinggi kekahatan sedang nitrogen atau fosfor akan meningkatkan jumlah
karbohidrat di dalam akar sehingga membuat tanaman lebih peka terhadap infeksi cendawan
MVA. Derajat infeksi terbesar terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai kesuburan yang rendah.
Pertumbuhan perakaran yang sangat aktif jarang terinfeksi oleh MVA. Jika pertumbuhan dan
perkembangan akar menurun infeksi MVA meningkat.
Peran mikoriza yang erat dengan peyediaan P bagi tanaman menunjukkan keterikatan
khusus antara mikoriza dan status P tanah. Pada wilayah beriklim sedang konsentrasi P tanah
yang tinggi menyebabkan menurunnya infeksi MVA yang mungkin disebabkan konsentrasi P
internal yang tinggi dalam jaringan inang (Santosa, 1989).
Hayman (1975) dala Atmaja (2001) mengadakan studi yang mendalam mengenai
pemupukan N dan P terhadap MVA pada tanah di wilayah beriklim sedang. Pemupukkan N (188
kg N/ha) berpengaruh buruk terhadap populasi MVA. Petak yang tidak dipupuk mengandung
jumlah spora 2 hingga 4 kali lebih banyak dan berderajat infeksi 2 hingga 4 kali lebih tinggi
dibandingkan petak yang menerima pemupukkan. Hayman mengamati bahwa pemupukkan N
lebih berpengaruh daripada pemupukkan P, tetapi peneliti lain mendapatkan keduanya memiliki
pengaruh yang sama.

6. Logam berat dan unsur lain


Pada percobaan dengan menggunakan tiga jenis tanah dari wilayah iklim sedang
didapatkan bahwa pengaruh menguntungkan karena adanya MVA menurun dengan naiknya
kandungan Al dalam tanah. Aluminium diketahui menghambat muncul jika ke dalam larutan
tanah ditambahkan kalsium (Ca). Jumlah Ca didalam larutan tanah rupa-rupanya mempengaruhi
perkembangan MVA. Tanaman yang ditumbuhkan pada tanah yang memiliki derajat infeksi
MVA yang rendah. Hal ini mungkin karena peran Ca2+ dalam memelihara integritas membran
sel.
Beberapa spesies MVA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng
(Zn), tetapi sebagian besar spesies MVA peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada
beberapa penelitian lain diketahui pula bahwa strain-strain cendawan MVA tertentu toleran
terhadap kandungan Mn, Al dan Na yang tinggi.

7. Fungisida
Fungisida merupakan racun kimia yang diracik untuk membunuh cendawan penyebab
penyakit pada tanaman, akan tetapi selain membunuh cendawan penyebab penyakit fungisida
juga dapat membunuh mikoriza, dimana pemakainan fungisida ini menurunkan pertumbuhan dan
kolonisasi serta kemampuan mikoriza dalam menyerap P.

Gambar 1 Mikoriza
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza
adalah sebagai berikut (Rahayu dan Akbar, 2003):
- Meningkatkan penyerapan unsur hara
Tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada yang tidak bermikoriza, dapat
meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan beberapa unsure hara mikro. Selain itu akar
tanaman yang bermikoriza dapat menyerap unsure hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia
untuk tanaman (Serrano, 1985 dalam Suhardi, 1992 dalam Rahayu dan Akbar, 2003).
De la Cruz (1981) dalam Atmaja (2001) melaporkan lebih banyak lagi unsure hara yang
serapannya meningkat dari adanya mikoriza. Unsure hara yang meningkat penyerapannya adalah
N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn dan Zn. Hubungan antara MVA dengan organisme tanah tidak bias
diabaikan, karena secara bersama-sama keduanya membantu pertumbuhan tanaman.
- Tahan terhadap serangan pathogen
Mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya infeksi patogen akar.
Mekanisme perlindungan ini bias diterangkan sebagai berikut:
☺ adanya lapisan hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai pelindung fisik untuk masuknya pathogen
☺ mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehinga
tidak cocok bagi patogen.
☺ fungi mikoriza dapat melepaskan antibiotik yang dapat menghambat perkembangan patogen.
- Sebagai konservasi tanah
Fungi mikoriza yang berasosiasi dengan akar berperan dalam konservasi tanah, hifa tersebut
sebagai kontributor untuk menstabilkan pembentukan struktur agregat tanah dengan cara
mengikat agregat-agregat tanah dan bahan organic tanah.
- Mikoriza dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh
Fungi mikoriza dapat memberikan hormon seperti auxin, sitokinin, giberellin, juga zat pengatur
tumbuh seperti vitamin kepada inangnya.
- Sebagai sumber pembuatan pupuk biologis.
-Fungi ini dapat diisolasi, dimurnikan dan diperbanyak dalam biakan monnesenil.
- Isolat-isolat tersebut dapat dikemas dalam bentuk inokulum dan sebagai sumber material pembuat
pupuk biologis yang dapat beradaptasi pada kondisi daerah setempat (Setiadi, 1994).
- Sinergis dengan mikroorganisme lain
Keberadaan mikoriza juga bersifat sinergis denagn mikroba potensial lainnya seperti bakteri
penambat N dan bakteri pelarut fosfat.
- Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan
Fungi mikoriza berperan dalam mempertahankan stabilitas keanekaragaman tumbuhan dengan
cara transfer nutrisi dari satu akar tumbuhan ke akar tumbuhan lainnya yang berdekatan melalui
struktur yang disebut Bridge Hypae.
            Dalam kaitan dengan pertumbuhan tanaman, Plencette et al dalam Munyanziza et al
(1997) mengusulkan suatu formula yang dikenal dengan istilah "relatif field mycorrhizal
depedency" (RFMD) :

RFMD =     [ (BK. tanaman bermikoriza - BK. tanaman tanpa mikoriza) / BK. Tanaman tanpa
mikoriza ] x 100 %  

            Namun demikian, respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh karakteristik tanaman dan
cendawan, tapi juga oleh kondisi tanah dimana percobaan dilakukan. Efektivitas mikoriza
dipengaruhi oleh faktor lingkungan tanah yang meliputi faktor abiotik (konsentrasi hara, pH,
kadar air, temperatur, pengolahan tanah dan penggunaan pupuk/pestisida) dan faktor biotik
(interaksi mikrobial, spesies cendawan, tanaman inang, tipe perakaran tanaman inang, dan
kompetisi antar cendawan mikoriza). Adanya kolonisasi mikoriza tapi respon tanaman yang
rendah atau tidak ada sama sekali menunjukkan bahwa cendawan mikoriza lebih bersifat parasit
(Solaiman dan Hirata, 1995).

Perbaikan Struktur Tanah. Cendawan mikoriza melalui jaringan hipa eksternal dapat
memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam
organik dan lendir oleh jaringan hipa eksternal yang mampu mengikat butir-butir primer menjadi
agregat mikro. "Organic binding agent" ini sangat penting artinya dalam stabilisasi agregat
mikro. Kemudian agregat mikro melalui proses "mechanical binding action" oleh hipa eksternal
akan membentuk agregat makro yang mantap. Wright dan Uphadhyaya (1998) mengatakan
bahwa cendawan VAM mengasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi
dengan peningkatan kemantapan agregat. Konsentrasi glomalin lebih tinggi ditemukan pada
tanah-tanah yang tidak diolah dibandingkan dengan yang diolah. Glomalin dihasilkan dari
sekresi hipa eksternal bersama enzim-enzim dan senyawa polisakarida lainnya. Pengolahan tanah
menyebabkan rusaknya jaringan hipa sehingga sekresi yang dihasilkan sangat sedikit.

Pembentukan struktur yang mantap sangat penting artinya terutama pada tanah dengan tekstur
berliat atau berpasir. Thomas et al (1993) menyatakan bahwa cendawan VAM pada tanaman
bawang di tanah bertekstur lempung liat berpasir secara nyata menyebabkan agregat tanah
menjadi lebih baik, lebih berpori dan memiliki permeabilitas yang tinggi, namun tetap memiliki
kemampuan memegang air yang cukup untuk menjaga kelembaban tanah.. Struktur tanah yang
baik akan meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah, yang pada
akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian mereka beranggapan
bahwa cendawan mikoriza bukan hanya simbion bagi tanaman, tapi juga bagi tanah.

Serapan Air dan Hara. Jaringan hipa ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan
air dan hara. Disamping itu ukuran hipa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan
hipa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hipa bisa menyerap air
pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Killham, 1994). Serapan air yang lebih besar
oleh tanaman bermikoriza, juga membawa unsur hara yang mudah larut dan terbawa oleh aliran
masa seperti N, K dan S. sehingga serapan unsur tersebut juga makin meningkat. Disamping
serapan hara melalui aliran masa, serapan P yang tinggi juga disebabkan karena hipa cendawan
juga mengeluarkan enzim phosphatase yang mampu melepaskan P dari ikatan-ikatan spesifik,
sehingga tersedia bagi tanaman.

Mikorisa juga diketahui berinteraksi sinergis dengan bakteri pelarut fosfat atau bakteri pengikat
N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat (PSB) dan mikorisa dapat meningkatkan serapan P oleh
tanaman tomat (Kim et al,1998) dan pada tanaman gandum (Singh dan Kapoor, 1999). Adanya
interaksi sinergis antara VAM dan bakteri penambat N2 dilaporkan oleh Azcon dan Al-Atrash
(1997) bahwa pembentukan bintil akar meningkat bila tanaman alfalfa diinokulasi dengan
Glomus moseae. Sebaliknya kolonisasi oleh jamur mikoriza meningkat bila tanaman kedelai juga
diinokulasi dengan bakteri penambat N, B. japonicum.

Proteksi Dari Patogen dan Unsur Toksik. Mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
melalui perlindungan tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Imas et al (1993) menyatakan
bahwa struktur mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya patogen akar.
Mekanisme perlindungan dapat diterangkan sebagai berikut :

1. Adanya selaput hipa (mantel) dapat berfungsi sebagai barier masuknya patogen.
2. Mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat lainnya,
sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok untuk patogen.
3. Cendawan mikoriza dapat mengeluarkan antibiotik yang dapat mematikan patogen.
4. Akar tanaman yang sudah diinfeksi cendawan mikoriza, tidak dapat diinfeksi oleh
cendawan patogen yang menunjukkan adanya kompetisi.

            Namun demikian tidak selamanya mikoriza memberikan pengaruh yang menguntungkan
dari segi patogen. Pada tanaman tertentu, adanya mikoriza menarik perhatian zoospora
Phytopthora, sehingga tanaman menjadi lebih peka terhadap penyakit busuk akar.

Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti
logam berat (Killham, 1994). Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun
yang diberikan mikorisa dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau
penimbunan unsur tersebut dalam hipa cendawan. Khan (1993) menyatakan bahwa VAM dapat
terjadi secara alami pada tanaman pioneer di lahan buangan limbah industri, tailing tambang
batubara, atau lahan terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan yang cocok dapat mempercepat
usaha penghijauan kembali tanah tercemar unsur toksik. 

Anda mungkin juga menyukai