Menurut Andrewartha dan Birch (1974), komponen hidup hewan terdiri atas 4
komponen yaitu: cuaca, makanan, organisme dan hewan lain termasuk preditor
dan parasit, serta tempat hidup hewan tersebut.
Memperhatikan dan meneliti perubahan iklim mikro yang mendadak dan tanggap
yang diwujudkan serangga. Termasuk diantaranya kemungkinan pendugaan
perubahan iklim di masa depan.
Dalam memahami hubungan antara cuaca dan iklim dengan serangga yang lebih
penting adalah memahami keadaan iklim mikro di dalam pertanaman tempat
serangga itu hidup.
Krebs (1978) mengatakan bahwa sebaran geografik suatu organisme dibatasi oleh
faktor-faktor fisik yaitu : suhu, kelembapan, air dan cahaya di habitatnya.
Faktor-faktor iklim yang diduga berpengaruh terhadap hama menurut Kisimoto
dan Dyck (1976) di antaranya adalah suhu, kelembapan relatif, curah hujan dan
angin.
1. Curah hujan/presipitasi
Hujan adalah gejala gerak konveksi udara yang kemudian mengalami pendinginan
(di dalam atmosfer) sehingga terjadi kondensasi dan akhirnya jatuh sebagai titik
air. Unsur-unsur penting dari hujan yang berhubungan dengan pertumbuhan hama
adalah jumlah volume curah hujan, jumlah hari hujan dan intensitas hujan.
2. Suhu Udara
Pengaruh suhu udara terhadap hama dan penyakit tumbuhan antara lain
mengendalikan perkembangan, kelangsungan hidup dan penyebaran serangga
(Massenger, 1976). Suhu dinyatakan dalam derajat panas, sumber pada
permukaan tanah berasal dari radiasi matahari. Tinggi rendahnya intensitas
cahaya matahari berbanding lurus dengan tinggi rendahnya suhu udara.
Zona suhu tinggi inaktif atau estivasi: daerah suhu dimana serangga masih dapat
bertahan hidup tapi tak lagi aktif atau bergerak dan tak pula mati karena proses
fisiologis organ-organ tubuh masih bekerja. Beristirahat/tidurnya serangga dalam
melakukan aktivitas kehidupan diebut estivasi/diapuze. Jika suhu udara turun
sampai titik tertentu maka serangga akan aktif kembali dan hidup normal.
Zona suhu optimum atau efektif, daerah suhu dimana serangga hidup secara
normal dan segala aktivitas berlangsung secara lancar dan optimal sehingga
perkembangan serangga terjadi maksimal.
Zona suhu rendah inaktif/hibernasi, daerah dimana serangga masih dapat hidup
tapi tak aktif atau bergerak karena keadaan terlampau dingin. Serangga tidak mati
karena proses fisiologis organ-organ tubuhnya masih bekerja, hal ini disebut
hibernisasi. Jika suhu udara meningkat sampai titik panas tertentu maka serangga
akan aktif kembali dan hidup normal.
Zona suhu minimum, daerah dimana serangga tak dapat bertahan hidup atau
menyesuaikan diri lagi terhadap lingkungan sehingga mati kedinginan.
Kebutuhan serangga akan air sangat dipengaruhi dan berhubungan erat dengan
keadaan lingkungan hidupnya terutama kelembapan dan ketersediaan air. Untuk
menyatakan kandungan air di udara tau kelembapan udara dilakukan dengan cara
antara lain lengas udara mutlak, lengas udara spesifik, lengas udara nisbi dan
tekanan uap.
Ngengat serangga noktural akan aktif di malam hari, sedangkan belalang kembara
(Locusta migratoria manilensis) arah mengembaranya mengikuti langsung arah
cahaya matahari dan berkumpulnya mengikuti arah berputarnya matahari.
Belalang kembara dewasa gregraria terbang pada siang hari dan malamnya akan
berkumpul pada tanaman untuk makan, kawin dan meletakkan telur. Sedangkan
yang soliter terbang pada malam hari dan siangnya tinggal di pepohonan.
Perubahan faktor lingkungan fisik, iklim atau cuaca akan sangat berpengaruh
terhadap penyakit pada saat patogen di luar jaringan tanaman (pre penetrasi).
Pada waktu tersebut patogen sangat peka dan menentukan apakah iklim atau
cuaca cukup menentukan perkembangan.
Dalam meninjau pengaruh iklim atau cuaca terhadap perkembangan penyakit
maka yang paling penting adalah bagaimana menjelaskan perilaku iklim mikro
sekitar pertanaman atau bahkan pada lapisan yang lebih tipis di sekitar daun atau
batang yang disebut boundary layer. Perubahan lingkungan fisik lapisan tipis atau
di sekitar pertanaman itulah yang sangat menentukan keberhasilan patogen
menimbulkan penyakit. Dalam beberapa hal masalah tersebut sulit diteliti
sehingga diperlukan pengertian mengenai hubungan antara pola iklim makro dan
iklim mikro di sekitar tanaman.
1. Kelembapan Udara
Contoh pada kasus penyakit cara teh. Penyakit ini dapat secara drastis dikurangi
tingkat serangannya dengan cara mengurangi kelembapan sekitar tanaman
melalui pemotongan atau pengurangan tanaman pelindung.
Air yang dimaksud adalah air bebas yang sangat besar peranannya dalam
perkembangan penyakit. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker kina yang
disebabkan Phytopthora cinnamoni atau penyakit penyakit lanas tembakau
(Phytopthora nocotiane) dapat tersebar luas terbawa air hujan. Air gutasi juga
dapat membantu timbulnya penyakit seperti pada Xanthomonas campestris yang
menyerang kol.
Embun juga dapat berperan dalam perkembangan spora dan infeksi. Penyebab
penyakit bulai pada jagung (Sclerospora maydis) hanya dapat membentuk spora
pada waktu malam jika daun berembun.
3. Angin
4. Suhu lingkungan
Ketinggian tempat dari permukaan laut akan memberikan suhu tertentu
kebanyakan penyakit hanya merugikan pada tempat-tempat dengan ketinggian
tertentu. Penyakit bulai pada jagung, penyakit karat daun kopi dan cendawan akar
merah pada teh (Ganoderma pseudofrreum) hanya merugikan pada tempat-
tempat rendah yang suhunya relatif tinggi. Sedangkan penyakit tepung, cacar teh,
bercak bergaris pada padi (P. oryzae) dan cendawan akar merah bata
(Poriahypolateritia) serta cendawan akar hitam (Roselliniaarcuata) pada teh hanya
merugikan pada tempat yang tinggi yang suhu lingkungan relatif lebih rendah.
Pada keadaan tertentu, suhu pada malam hari bersama-sama kelembapan dapat
berpengaruh terhadap penyakit dengan pembentukan embun dan terjadinya
gutasi. Suhu lingkungan sangat menentukan terutama pada masa prapenetrasi.
5. Radiasi surya
Sumber:
Yonny Koesmaryono. 1991. Pengaruh Iklim terhadap Hama dan Penyakit Tanaman
dalam Kapita Selekta Agrometeorologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor.