Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini nantinya akan menguji viabilitas dan kemampuan dalam
mendukung pertumbuhan awal tanaman inang yaitu jagung. Penelitian sebelumnya
sudah ada yang membahas mengenai interaksi FMA dengan tanaman inang yaitu
jagung. Adapula hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuridayati et al., (2019) yang
membahas mengenai perbanyakan FMA salah satunya pada tanaman jagung
mendapatkan hasil bahwa spora mikoriza tertinggi terdapat pada tanaman inang
jagung manis dan jenis spora mikoriza Glomus sp. sebesar 1320 spora 100 g-1 tanah.
Koloni FMA pada akar tanaman inang jagung manis sebesar 86% dengan jenis
spora Glomus. Berdasarkan hasil uji korelasi jumlah spora mikoriza dengan
pertumbuhan tanaman inang jagung manis (tinggi tanaman, jumlah daun, bobot
segar, bobot kering dan panjang akar) memiliki hubungan lemah (jumlah spora
mikoriza dengan tinggi tanaman, bobot segar, bobot kering dan panjang akar) dan
sedan (jumlah spora mikoriza dengan jumlah daun). Jumlah spora dengan
pertumbuhan tanaman inang Jagung Manis (tinggi tanaman, jumlah daun, bobot
segar, bobot kering dan panjang akar) memiliki nilai korelasi berturut-turut sebesar
0,11; 0.97; 0,08; 0,07; dan 0,13.
Selain tanaman jagung sebagai inang terdapat juga tanaman lainnya. Tanaman
yang dipakai sebagai inang memiliki kriteria tertentu dimana yang pertama adalalah
inang harus berpotensi tinggi untuk membentuk mikoriza. Yang kedua adalah
mampu tumbuh baik dalam ruang pertumbuhan maupun rumah kaca dan yang
terakhir adalah memiliki sistem perakaran yang ekstensif dan solit akan tetapi
memiliki kadar ligninya rendah bahkan tanpa lignifikasi (Herryawan, 2012).
Terdapat juga penelitian mengenai interaksi FMA dengan tanaman inang lainnya
yang terdiri dari (jagung, kangkung, kacang ruji, sentro dan kalopo) diteliti oleh
Ekamawanti dan Astiani (2007) menunjukkan bahwa kolonisasi FMA pada akar
lima tanaman tersebut menunjukkan asosiasi pada FMA dan tanaman. Akan tetapi
yang paling cocok untuk memproduksi spora FMA yang diambil dari area bekas

Uji Viabilitas dan Respon..., Arifiyanto Syamsudin, F Pertanian UMP 2020


tambang adalah tanaman jagung dan kacang ruji dari pada tanaman kangkung,
sentro dan kalopo.
Penelitian Fikrinda et al., (2016) menunjukkan hasil bahwa tanaman jagung
dari berbagai varietas mendukung keanekaragaman FMA di inseptisol. Kolonisasi
FMA yang paling tinggi dijumpai pada rizofer jagung hibrida varietas Bisi 2. Spora
FMA dari hasil kultur trapping dengan menggunakan sorgum sebagai tanaman
inang memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolasi langsung.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nuridayati et al., (2019) meneliti
mengenai perbanyakan berbagai jenis FMA di beberapa jenis tanaman inang.
Tanaman inang yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah kacang hijau,
jagung dan rumput odot dengan parameter pengamatan adalah jumlah spora, koloni
FMA pada ajar, pH tanah, P-tersedia, P-total tanah, tinggi tanaman, jumlah daun,
panjang akar, bobot segar dan bobot kering tanaman. Dengan hasil penelitian
sebagai berikut:
1. Jumlah spora: tertinggi pada tanaman inang jagung dengan jenis spora Glomus
sp, sebesar 1320 spora 100g-1 tanah. Dan pada jenis spora Acaulospora sp,
paling tinggi terdapat pada tanaman inang jagung sebesar 148 spora 100g-1
tanah.
2. Koloni FMA pada akar tanaman tertinggi terdapat pada jenis Glomus sp,
dengan tanaman inang jagung manis sebesar 86%, sedangkan spora jenis
Acaulospora sp, koloni FMA tertinggi pada tanaman inang jagung manis
sebesar 47%.
3. Tinggi tanaman secara umum meningkat dari 14-56 HST. Tinggi tanaman
memiliki perbedaan anatara tanaman satu dengan tanaman yang lainnya yang
dipengaruhi oleh jenis spora yang ada.
4. Jumlah daun yang tertinggi adalah rumput odot sedangkan yang terendah
adalah tanaman jagung manis.
5. Panjang akar yang terpanjang adalah tanaman rumput odot setelah itu kacang
hijau dan yang terakhir jagung manis. Dengan perlakuan jenis tanaman yang
sama dengan spora yang berbeda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada
panjang akar tanaman.

Uji Viabilitas dan Respon..., Arifiyanto Syamsudin, F Pertanian UMP 2020


6. Bobot basah dan bobot kering tanaman inang yang tertinggi adalah rumput odot
dengan berat 115,67 g (bobot basah) dan 15,71 g (bobot kering).
7. P-tersedia dalam tanah mengalami penurunan dari semua perlakuan, penurunan
paling tinggi terdapat pada tanaman jagung manis yaitu yang awalanya 6,43
ppm menjadi 4,86 ppm.
8. P-total dalam tanah menunjukkan bahwa dari setiap jenis tanaman memiliki
perbedaan, yang paling tinggi terdapat pada tanaman inang rumput odot
sebesar 309,80 ppm.
9. pH tanah mengalami penurunan, dan jagung manis memiliki pH yang paling
rendah dari awalnya pH 5,24 menjadi 4,7.
B. Deskripsi Fungi Mikoriza Arbuskula
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) adalah fungi yang berasosiasi dengan
perakaran tanaman tingkat tinggi pada sebagian besar tumbuhan termasuk
Angiospermae, Gymnospermae,dan Plevidovila atau suatu bentuk hubungan
simbiosis mutualisme antara jamur (mykes) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat
tinggi. Mikoriza berguna untuk meningkatkan kemampuan tanaman untuk
menyerap unsur hara dan air yang tidak tersedia lagi bagi tanaman. Selain itu FMA
juga berguna sebagai kontrol biologi dan meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap kekeringan (Pranata, 2010). Manfaat Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
secara umum, dalam kondisi eksperimental dengan mikoriza individual berkaitan
dengan tingkat dan perluasan pembentukan FMA. Namun, terlihat jelas adanya
indikasi bahwa proses ini tidak dapat dilakukan pada semua mikoriza. Hal yang
penting untuk memperoleh manfaat pertumbuhan tanaman yaitu dengan
menentukan waktu pembentukan di lapangan. Mikoriza ini mulai ditemukan pada
profil tanah sekitar kedalaman 20 cm tetapi walaupun demikian juga, masih
terdapat pada kedalaman 70-100 cm. FMA tersebar secara aktif dan tersebar secara
pasif dimana FMA tersebar dengan angin, air atau mikroorganisme dalam tanah
(Delvian, 2006). Mikoriza tersebut dapat ditemukan hampir pada sebagian besar
tanah dan pada umumnya tidak mempunyai inang yang spesifik. Namun tingkat
populasi dan komposisi jenis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh karakteristik
tanaman dan sejumlah faktor lingkungan seperti suhu, pH, kelembaban tanah,

Uji Viabilitas dan Respon..., Arifiyanto Syamsudin, F Pertanian UMP 2020


kandungan fosfor dan nitrogen. Suhu terbaik untuk perkembangan FMA adalah
pada suhu 30 °C, tetapi untuk kolonisasi miselia yang terbaik adalah pada suhu 28-
35 °C (Budiman dan Saraswati, 2007).
FMA dapat berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman dimana tiap jenis
tanaman dapat juga berasosiasi dengan satu atau lebih jenis FMA. Tetapi tidak
semua jenis tumbuhan dapat memberikan respon pertumbuhan positif terhadap
inokulasi FMA. Konsep ketergantungan tanaman akan FMA adalah relatif dimana
tanaman tergantung pada keberadaan FMA untuk mencapai pertumbuhannya.
Tanaman yang mempunyai ketergantungan yang tinggi pada keberadaan FMA,
biasanya akan menunjukkan pertumbuhan yang nyata terhadap inokulasi FMA, dan
sebaliknya tidak dapat tumbuh sempurna tanpa adanya asosiasi dengan FMA
(Yassir dan Mulyana, 2006).
C. Mekanisme Kolonisasi Akar
Kolonisasi akar merupakan bentuk proses simbiosis antara akar tanaman
inang dan FMA. Cruz et al. (2004) menyatakan bahwa FMA menginfeksi sistem
perakaran tanaman inang kemudian FMA akan memproduksi jaringan hifa
eksternal yang dapat tumbuh secara ekspansif dan menembus lapisan subsoil,
sehingga FMA dapat meningkatkan kapasitas akar pada saat menyerap hara dan air.
Mekanisme yang terjadi adalah FMA melakukan kolonisasi menembus akar
tanaman inang. Sehingga tanaman inang dapat menjalankan fungsi pertumbuhan
secara sempurna (Koide dan Schreiner 1992). Kolonisasi akar terjadi melalui dua
cara, yaitu primer dan sekunder. Infeksi primer terjadi ketika FMA berinteraksi
pertama kali dengan akar tanaman inang. Dan infeksi sekunder terjadi antara FMA
dengan akar lainnya pada tanaman Menurut Baptista et al. (2011) proses kolonisasi
akar terbagi menjadi 4 proses yaitu pertama sebelum infeksi, kedua penetrasi hifa
terjadi pada akar tanaman inang, ketiga hifa mulai tumbuh dan berkembang pada
sel akar dan proses yang terakhir FMA dapat menjalankan fungsinya membantu
penyerapan hara dan air untuk tanaman inang. Setelah terjadi kolonisasi, FMA akan
menginfeksi secara terus menerus terhadap akar tanaman inang (Smith dan Read,
2008). Terdapat enam tahap infeksi akar oleh FMA menurut Mosse (1981), yaitu:

Uji Viabilitas dan Respon..., Arifiyanto Syamsudin, F Pertanian UMP 2020


1. FMA merespon eksudat yang berupa flavonoid yang dikeluarkan oleh akar, dan
ketika terdapat kesesuaian maka terdapat reaksi pada tabung spora berupa
pembesaran ketika berdekatan dengan akar.
2. Tabung spora yang sudah mengalami pembesaran semakin lama akan
menempel pada permukaan akar, pada 2-3 hari setelah itu mulai tumbuh hifa
dan membesar membentuk apresorium pada permukaan rambut akar.
3. Permukaan akar tumbuh membentuk percabangan hifa.
4. Hifa terus tumbuh hingga menembus ke dalam sub epidermis.
5. Pertumbuhan hifa menyebar pada sel korteks melalui sel intra selular sel dan
intraseluler, yang nantinya terbentuklah arbuskula dan setelah itu terbentuk
versikula.
6. Infeksi sekunder yang terjadi dari perkembangan hifa eksternal yang bertemu
dengan akar segar lainnya, setelah itu hifa akan tumbuh secara vegetatif pada
umur 2-3 minggu.
Tanaman yang dikolonisasi FMA dicirikan karena adanya struktur-struktur
meliputi hifa, arbuskula, vesikel dan/atau sel auksiliari (Brundrett et al., 1996). Hifa
terbentuk dari perkecambahan spora, yang berperan dalam menyerap unsur hara
dan air dari luar kemudian masuk ke dalam akar dan digunakan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman inang. Struktur arbuskula memiliki
bentuk seperti pohon yang terbentuk dari cabang-cabang hifa intradikal, terletak
antara dinding sel dan membran sel. Arbuskula memiliki peran sebagai tempat
pertukaran unsur hara dan karbon antara FMA dengan tanaman inang serta tempat
penyimpanan sementara mineral, nutrisi, dan gula. Sedangkan vesikula terbentuk
dari pembengkakan pada ujung hifa yang memiliki dinding tipis, berbentuk bulat,
lonjong, atau tidak teratur. Vesikula memiliki peran sebagai organ penyimpan
cadangan makanan seperti lipid dan dalam kurun waktu tertentu dapat berperan
sebagai spora yang merupakan alat pertahanan kehidupan FMA. Menurut Gafur
(2014) dan Smith dan Read (2008) menyatakan bahwa perbedaan tingkat kolonisasi
FMA pada beberapa tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor abiotik, umur dan
fenologi, ketergantungan mikoriza, tanah rizosfer dan variasi-variasi genetik di

Uji Viabilitas dan Respon..., Arifiyanto Syamsudin, F Pertanian UMP 2020


antara spesies, dan kapasitas populasi propagul mikoriza yang berada di tanah untuk
membentuk asosiasi mikoriza.
D. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan FMA
Review penelitian terdahulu menunjukkan berbagai jenis respon FMA
tehadap tanaman inang baik tanaman inang jagung maupun yang lainnya.
Perbedaan tersebut biasanya dipengaruhi oleh faktor- faktor tertentu salah satunya
adalah jenis spora yang dipakai maupun media tanam. Masih banyak juga faktor
yang mempengaruhi perkembangan FMA, menurut Kivlin et al., (2011) faktor
tersebut terdiri dari karakteristik tanah, jenis tanaman inang dan sistem pengelolaan
lahan. Keberadaan spora FMA dapat dipengaruhi suhu, tanah, kadar air tanah, pH,
bahan organik tanah, intensitas cahaya dan ketersediaan hara, logam berat dan
fungisida. Berikut ini faktor tersebut diuraikan satu persatu antara lain:
1. Suhu
Suhu yang paling berpengaruh dalam produksi inokulum mikoriza adalah
suhu pada tanah dibandingkan suhu pada udara. Untuk produksi inokulum mikoriza
paling baik menggunakan suhu di atas optimun tanaman inang. Untuk daerah
tropika memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan inokulasi
mikoriza. Kelembaban tanah yang tinggi pada tanah yang basah akan memicu
perkecambahan spora dan pembentukan kolonisasi pada tanaman inang (Delvian,
2004). Proses perkecambahan pembentukan FMA melalui 3 tahap yaitu
perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel akar dan perkembangan
hifa di dalam korteks akar. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat
beragam tergantung pada jenisnya (Mosse, 1981). Suhu yang paling baik digunakan
untuk perkembangan FMA yaitu pada suhu 30oC dan suhu yang paling baik untuk
koloni miselia adalah 28-34 dan yang terakhir untuk perkembangan vesikula paling
baik pada suhu 35oC (Schenk dan Schroder, 1974).
2. Kadar Air tanah
Kadar air tanah memiliki pengaruh baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh secara langsung berguna untuk memperbaiki dan
meningkatkan kapasitas serapan air. Tanaman yang tumbuh di daerah yang kering
memiliki keuntungan tersendiri yaitu dapat meningkatkan kemampian tanaman

Uji Viabilitas dan Respon..., Arifiyanto Syamsudin, F Pertanian UMP 2020


dalam pertumbuhan dan bertahan terhadap kondisi air yang kurang. Menurut
Delvian (2003), curah hujan yang berkurang akan meningkatkan jumlah spora.
Cekaman air menjadi perangsang bagi pembentukan spora FMA, dan pada musim
kering FMA aktif untuk bersporulasi membentuk spora dan ketika musim hujan
terjadi sebaliknya (Rainiyati, 2007). Rotwell (1984) menyatakan bahwa ada
beberapa dugaan mengapa tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan
antara lain:
a. Adanya mikoriza menyebabkan resistensi akar terhadap gerakan air menurun
sehingga transport air ke akar meningkat.
b. Tanaman kahat P lebih peka terhadap kekeringan, adanya FMA menyebabkan
status P tanaman meningkat sehingga menyebabkan daya tahan terhadap
kekeringan meningkat pula.
c. Adanya hifa ekternal menyebabkan tanaman ber-FMA lebih mampu
mendapatkan air daripada yang tidak ber-FMA, tetapi jika mekanisme ini yang
terjadi berarti kandungan logam-logam tanah lebih cepat menurun. Penemuan
akhir-akhir ini yang menarik adalah adanya hubungan antara potensial air tanah
dan aktivitas mikoriza. Pada tanaman bermikoriza jumlah air yang dibutuhkan
untuk memproduksi 1 gram bobot kering tanaman lebih sedikit dari pada
tanaman yang tidak bermikoriza.
d. Tanaman mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena pemakaian air yang
lebih ekonomis.
e. Pengaruh tidak langsung karena adanya miselium ekternal menyebabkan FMA
mampu dalam mengagregasi butir-butir tanah sehingga kemampuan tanah
menyimpan air meningkat.
3. pH tanah
Cendawan pada umunya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun
demikian daya adaptasi masing-masing spesies cendawan FMA terhadap pH tanah
berbeda-beda karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan
peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman (Mosse, 1981). Kondisi pH tanah
juga mempengaruhi kolonisasi FMA. Spora FMA di dalam tanah terjadi pada
kisaran pH 3,8-8,0. Toleransi dan kemampuan tanaman tumbuh pada tanah masam

10

Uji Viabilitas dan Respon..., Arifiyanto Syamsudin, F Pertanian UMP 2020


karena adanya asosiasi kolonisasi FMA dengan akar tanaman dan kemampuan
FMA beradaptasi terhadap kondisi pH yang rendah (Sieverding, 1991).
4. Bahan Organik
Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting
disamping bahan anorganik, air dan udara. Jumlah spora FMA tampaknya
berhubungan erat dengan kandungan bahan organik di dalam tanah. Jumlah
maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-
2 persen sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0.5 persen
kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001). Residu akar mempengaruhi
ekologi cendawan FMA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan
sarana penting untuk mempertahankan generasi FMA dari satu tanaman ke tanaman
berikutnya. Serasah tersebut mengandung hifa, vesikel dan spora yang dapat
menginfeksi FMA. Disaamping itu juga berfungsi sebagai inokulan untuk generasi
tanaman berikutnya.
5. Cahaya dan Ketersediaan Hara
Anas (1997) menyimpulkan bahwa intensitas cahaya yang tinggi dengan
kekahatan nitrogen ataupun fospor sedang akan meningkatkan jumlah karbohidrat
didalam akar sehingga membuat tanaman lebih peka terhadap infeksi oleh
cendawaan FMA. Derajat infeksi terbesar terjadi pada tanah-tanah yang
mempunyai kesuburan yang rendah. Pertumbuhan perakaran yang sangat aktif
jarang terinfeksi oleh FMA. Jika pertumbuhan dan perkembangan akar menurun
infeksi FMA meningkat. Peran mikoriza yang erat dengan penyedian P bagi
tanaman menunjukan keterikatan khusus antara mikoriza dan status P tanah. Pada
wilayah beriklim sedang konsentrasi P tanah yang tinggi menyebabkan
menurunnya infeksi FMA yang mungkin disebabkan konsentrasi P internal yang
tinggi dalam jaringan inang (Setiadi, 2001).
6. Pengaruh Logam Berat dan Unsur lain
Adanya logam berat dalam larutan tanah dapat mempengaruhi perkembangan
mikoriza. Beberapa spesies mikoriza arbuskular diketahui mampu beradaptasi
dengan tanah yang tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies mikoriza peka
terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula

11

Uji Viabilitas dan Respon..., Arifiyanto Syamsudin, F Pertanian UMP 2020


strain-strain fungi mikoriza tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al, dan Na
yang tinggi (Janouskuva et al., 2006).
7. Fungisida
Fungisida merupakan racun kimia yang dirakit untuk membunuh cendawan
penyebab penyakit pada tanaman. Rupa-rupanya disamping mampu memberantas
cendawan penyebab penyakit, fungisida Agrosan, Benlate, Plantavax meskipun
dalam konsentrasi yang sangat rendah (2,5 ug per gram tanah) menyebabkan
turunnya kolonisasi FMA yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan
tanaman dan pengambilan P. Pemakaian fungisida menjadi dilematis, di satu pihak
jika fungisida tidak di pakai maka tanaman yang terserang cendawan bisa mati atau
merosot hasilnya, tetapi jika dipakai membunuh cendawan FMA yang sangat
berguna bagi pertumbuhan tanaman. Pada masa depan perlu dicari satu cara untuk
mengendalikan penyakit tanaman tanpa menimbulkan pengaruh yang merugikan
terhadap jazad renik berguna di dalam tanah. Praktek pengendalian secara biologis
perlu mendapat perhatian lebih serius karena memberikan dampak positif yang
mampu bertindak sebagai pengendalian hayati yang aktif terhadap serangan
patogen Atmaja (2017).
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkecambahan spora
cendawan mikoriza. Kondisi lingkungan dan edapik yang cocok untuk
perkecambahan biji dan pertumbuhan akar tanaman biasanya juga cocok untuk
perkecambahan spora cendawan. Cendawan pada umumnya memiliki ketahanan
cukup baik pada rentang faktor lingkungan fisik yang lebar. Mikoriza tidak hanya
berkembang pada tanah berdrainase baik, tapi juga pada lahan tergenang seperti
pada-padi sawah (Solaiman dan Hirata, 1995). Bahkan pada lingkungan yang
sangat miskin atau lingkungan yang tercemar limbah berbahaya, cendawan
mikoriza masih memperlihatkan eksistensinya (Agangan et al., 1988). Sifat
cendawan mikoriza ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam upaya bioremidiasi
lahan kritis.

12

Uji Viabilitas dan Respon..., Arifiyanto Syamsudin, F Pertanian UMP 2020

Anda mungkin juga menyukai