Koronologi
Marsinah bersama rekan-rekannya menggelar aksi mogok pada 3-4 Mei 1993 di
pabriknya, menuntut PT CPS menaikkan upah buruh sesuai Surat Edaran
Gubernur KDH Tingkat I, Jawa Timur Nomor 50 Tahun 1992.
Tak puas dengan jawaban personel Kodim Sidoarjo, Marsinah kemudian mencari
rekannya, dan bertemu dengan 4 rekannya. Berdasarkan keterangan mereka,
keempat rekannya diberhentikan karena dianggap sebagai motor unjuk rasa di
PT CPS.
Rabu malam, 25 tahun lalu itulah menjadi akhir bagi rekan-rekannya melihat
Marsinah. Baru kemudian, pada 8 Mei 1993, jenazah Marsinah ditemukan di gubuk
di pinggiran hutan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur.
Sejak semula kasus Marsinah juga tak mulus berjalan. Usaha untuk mengusut
kasus Marsinah dengan lebih serius baru dimulai dengan pembentukan Tim
Terpadu Bakorstanasda Jatim pada September 1993.
Delapan belas hari kemudian, keberadaan 8 orang yang ditangkap tim tersebut
diketahui sudah ditahan di Polda Jawa Timur. Saat itu, Pengacara Yudi Susanto,
Trimoelja D Soerjadi menyebut upaya tersebut sebagai rekayasa aparat Kodim
untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.
Namun secara resmi, tim terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang
yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Satu di antaranya adalah
anggota TNI. Hasil penyelidikan polisi kala itu menyebutkan Suprapto (pekerja
bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan menggunakan motor di dekat
rumah kos Marsinah.
Buruh perempuan muda itu lantas dibawa ke pabrik menggunakan Suzuki Carry
putih ke rumah pemilik PT CPS Yudi Susanto di Jalan Puspita Surabaya. Marsinah
kemudian dieksekusi oleh satpam CPS bernama Suwono setelah disekap tiga
hari.