Anda di halaman 1dari 3

KASUS MARSINAH

Marsinah adalah nama yang sering bergaung dalam kasus-kasus hak asasi manusia di Indonesia.
Selasa 8 Mei lalu adalah tepat 25 tahun kepergian Marsinah, perempuan pemberani dan sangat kritis
terhadap sistem perburuhan yang timpang, dan yang menjadi korban penghilangan paksa serta
penyiksaan di rezim Orde Baru.Seperempat abad telah berlalu, keadilan belum juga dicapai dalam
kasus Marsinah. Bahkan kasusnya masih dianggap sebagai tindak kriminal biasa yang memiliki waktu
kedaluwarsa. Padahal apa yang dialami Marsinah sudah masuk dalam kategori pelanggaran hak
asasi berat karena adanya unsur tindakan opresi aparat berupa penghilangan paksa, penyiksaan,
dan pemerkosaan.

Siapa Marsinah?

Lahir pada 10 April 1969 di Desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur, Marsinah adalah anak kedua dari
tiga bersaudara dari keluarga petani sederhana. Sejak bangku sekolah dasar, Marsinah dikenal
sebagai anak yang kritis dan rajin membaca, meskipun prestasi akademisnya tidak menonjol. Lulus
SMA, ia ingin kuliah di jurusan Hukum namun karena tidak ada biaya, ia kemudian pindah ke
Surabaya untuk mencari pekerjaan. Selain menjadi pekerja di pabrik plastik di Sidoarjo, ia juga
berjualan nasi bungkus di sekitar perusahaan.Pada 1990, Marsinah bekerja sebagai buruh di PT.
Catur Putra Surya (PT. CPS), sebuah pabrik alroji di daerah Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Di
perusahaan ini, Marsinah dan kawan-kawannya menuntut berdirinya serikat pekerja, serta mendesak
perusahaan mematuhi aturan gubernur yang telah menaikkan upah buruh. Pada 3 Mei 1993, para
buruh pabrik PT. CPS, berikut Marsinah, mogok kerja. Aksi berjalan damai namun pergerakan buruh
membuat gusar pihak penguasa yang berujung pada pembunuhan Marsinah.

Apa yang terjadi?

Pada 4 Mei 1993, perundingan antara perwakilan buruh PT. CPS dengan pihak perusahaan dan
Departemen Tenaga Kerja berhasil menyepakati 11 poin persetujuan. Namun ada beberapa hal yang
belum terpenuhi dalam kesepakatan itu, seperti Tunjangan hari Raya (THR) dan uang makan.
Esoknya, 13 buruh PT. CPS yang dituding sebagai aktor utama pemogokan diinterogasi Komando
Daerah Militer (Kodim) 0816 Sidoarjo. Para buruh ini membawa catatan tertulis yang dibuat Marsinah
sebagai petunjuk jawaban ketika ditanyai Kodim. Ke-13 rekan Marsinah tersebut dipaksa untuk
menandatangani surat pengunduran diri di markas Kodim 0816. Marsinah beserta empat rekannya
kemudian mendatangi markas Kodim untuk menolak tindakan semena-mena itu dan berniat untuk
mengadukan tindakan Kodim pada pengadilan.Belum juga sampai ke meja pengadilan, malam itu
saat dalam perjalanan menuju rumah rekan sesama buruh PT. CPS, Marsinah menghilang. Tiga hari
kemudian, pada 8 Mei 1993, jenazahnya ditemukan di sebuah gubuk di Dusun Jegong, Desa
Wilangan, Nganjuk, dalam keadaan mengenaskan. Ada luka terbuka pada labia minora kiri, tulang
kemaluan bagian kiri patah berkeping-keping, tulang kemaluan kanannya patah, tulang usus kanan
tengah patah terpisah, dan tulang selangkang kanan patah seluruhnyDalam bukunya Indonesia X-
Files, dokter ahli forensik Abdul Mun’im Idries, saksi ahli dalam persidangan kasus Marsinah 
menceritakan kesaksiannya pada persidangan Marsinah, mengatakan bahwa luka-luka tersebut
terjadi karena tembakan.

Anda mungkin juga menyukai