Anda di halaman 1dari 15

http://dx.doi.org/10.35137/jmbk.v8i3.

479
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Muhammad Reza Aulia
Tanggal Upload: 08 Desember 2020

Tan
p-ISSN: 2338 – 4794
e-ISSN: 2579-7476
Vol.8. No. 2, Mei-Agustus 2020

PENGARUH KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP


KINERJA USAHA KEDAI KOPI SKALA MIKRO DAN KECIL
DI KOTA MEDAN

Muhammad Reza Aulia *)


*) Program Studi Agribisnis, F. Pertanian, Unika St. Thomas
m.reza19.mr@gmail.com

Abstract: This research aims to analyze the influence of entrepreneurial competency


towards the business performance of micro and small scale coffee shop in Medan City.
Entrepreneurial competency reflected by managerial skill, conceptual skill, social skill,
decision making skill and time managerial skill. Business performance reflected by income,
profit and sales volume. This research used 60 data samples of coffee shop consist of 30
unit micro scale and 30 unit small scale that were collected through snowball sampling in
Medan City from February 2020 until March 2020. The data were analyzed by SEM-PLS
analysis with SMART PLS 3 software. The result showed that the business performance was
influenced by entrepreneurial competency both in micro and small scale model.

Keywords: Entrepreneurial competency and business performance

PENDAHULUAN
Peran UMKM dalam menggerakkan bawah, kopi dijual dengan harga Rp.4000
roda perekonomian nasional bukan hanya per cangkir. Namun kini hadirnya kedai
sebagai benih dari tumbuhnya bisnis besar, kopi dengan konsep-konsep yang menarik
tapi juga sebagai penyedia produk maupun memikat kalangan menengah atas meski
jasa yang tidak mampu diproduksi usaha dijual lima kali lipat lebih mahal. Tidak
besar karena kurang efisien dalam hal hanya menarik, kedai kopi tumbuh dengan
biaya. UMKM yang saat ini sedang aset yang lebih besar, mereka
berkembang salah satunya adalah bisnis menggunakan mesin kopi dan berbagai
kedai kopi. Kedai kopi tumbuh dengan furniture yang tidak murah, masyarakat
berbagai konsep. Kedai kopi dewasa ini Indonesia pun sudah familiar dengan model
tidak hanya kita jumpai dipinggir jalan saja, kedai kopi seperti ini.
tapi juga ada di mall dan gedung Gambar 1 menunjukkan konsumsi
perkantoran. Tidak hanya menjual kopi dan kopi di Indonesia dari tahun 1990 sampai
makanan ringan, kini kedai kopi juga 2017 yang mengalami trend meningkat
menjual suasana nyaman dan sentuhan secara signifikan. Berdasarkan Gambar 1
emosi yang dihadirkan seperti gengsi, dapat dikatakan bahwa masyarakat
kebanggaan maupun kehangatan. Hal ini Indonesia senang mengkonsumsi kopi dan
mendapat animo yang baik dari pecinta merupakan potensi bagi usaha yang
kopi serta menjadi gaya hidup masyarakat menjadikan kopi komoditas utama dalam
perkotaan. bisnisnya. Hal ini diperkuat hasil riset ICO
Kedai kopi skala mikro yang 2017 yang menyatakan bahwa
biasanya terletak di pinggir jalan pertumbuhan konsumsi kopi Indonesia
bermodalkan tenda dan bangku biasanya lebih besar dua persen dibandingkan
dinikmati oleh masyarakat menengah ke dengan pertumbuhan dunia.

100 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Muhammad Reza Aulia

Gambar 1 Konsumsi Kopi Indonesia 1990-2017 dalam Kg


Sumber: International Coffee Oraganization (ICO) 2017
Pada tahun 2015 muncul film juta rupiah (skala kecil) tentu berdampak
berjudul filosofi kopi yang menceritakan pada kedai kopi tradisional yang biasanya
tentang kecintaan terhadap kopi dan betapa hanya mempunyai asset dibawah 50 juta
berharganya kopi Indonesia. Hal ini (skala mikro). Kedai kopi skala mikro
memotivasi anak-anak muda untuk terjun tentunya memenuhi kebutuhan masyarakat
kedalam dunia wirausaha untuk menengah kebawah. Tingginya tingkat
meningkatkan perkopian Indonesia. Hal kompetisi dalam memancing konsumen-
inilah yang menyebabkan kedai kopi konsumen baru untuk datang tentu akan
modern muncul dengan menawarkan hal- berdampak pada berkurangnya konsumen
hal menarik, didominasi oleh kaula muda kedai kopi skala mikro.
baik pemilik maupun pelanggannya. Tidak Pesatnya pertumbuhan kedai kopi dan
hanya sukses di kota besar, kedai kopi efek film filosofi kopi memunculkan
dengan aset yang besar sudah sampai ke paradigma baru, dimana tempat yang
daerah-daerah. Kedai kopi yang selama ini nyaman untuk berkumpul, gengsi, status
kita kenal hanya menawarkan fasilitas sosial menjadi sebuah kebutuhan bahkan
sederhana kini sudah mampu menawarkan sudah merembes pada masyarakat
hal-hal mewah dan menarik. Ekspansi menengah ke bawah. Hal ini menunjukkan
kedai kopi modern sungguh cepat dan luas bahwa pengunjung kedai kopi sudah
dikarenakan adanya sistem franchise mengalami disorientasi, dimana pada tahun
(waralaba). Tidak perlu repot memikirkan 1990-an kedai kopi memiliki dimensi sosial
bagaimana menjalankan usaha karena tempat untuk diskusi, membicarakan
semua bahan input bahkan sistem sudah masalah negeri maupun lingkungan sekitar
disediakan oleh pemilik perusahaan dan sebagai gudang informasi. Dewasa ini
sehingga mitra hanya perlu menyediakan banyak mahasiswa, anak sekolah,
modal saja. karyawan dengan pendapatan rendah
Euromonitor melaporkan bahwa datang ke kedai kopi modern bukan untuk
pertumbuhan kedai kopi Indonesia berdiskusi dan membincangkan
mencapai angka 16 persen per tahun. Kedai permasalahan negeri, tapi hanya untuk
kopi yang menyumbang pertumbuhan berkumpul dan bersenang-senang.
tersebut tentu kedai kopi modern dengan Pelanggan kopi terpaksa harus memesan
aset yang jauh lebih besar dari pada kedai secangkir kopi dengan harga yang jauh
kopi tradisional. Menjamur nya kedai kopi lebih mahal dari pada kedai kopi tradisional
modern yang minimal memerlukan aset 50 demi untuk mencoba hal-hal baru dan
101 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Muhammad Reza Aulia

dianggap menarik. Berbeda pada kedai pelanggan, walaupun sudah mulai


kopi skala mikro, dimana masih banyak berkurang. Pada gambar-2, tumbuhnya
ditemukan orang-orang berdiskusi baik kedai kopi ternyata tidak sebanding dengan
dengan pemilik maupun ke sesama konsumsi perkapita masyarakat Indonesia.

Gambar-2: Konsumsi Kopi Per Kapita 2002-2016


Sumber : International Coffee Organization (ICO), 2017
Kedai kopi skala kecil di kota Medan kewirausahaan terhadap kinerja usaha
mengalami kenaikan, sementara kedai kopi kedai kopi skala mikro dan kecil di Kota
skala mikro relatif stagnan. Kedai kopi Medan.
skala kecil banyak dimanfaatkan oleh Pada tahun 1990-an orang-orang
masyarakat kota untuk keperluan datang ke kedai kopi bertujuan untuk
menikmati kopi sekaligus hiburan dimana bersilaturahmi, berdiskusi dan mencari
pelanggan dapat menikmati suasana informasi. Namun dewasa ini orientasi
nyaman sambil bercengkrama dan istirahat pelanggan kedai kopi sudah berbeda,
melepas penat. Jumlah kedai kopi skala kebanyakan datang ke kedai kopi lebih
kecil setiap tahunnya semakin bertambah, untuk mencari kenyamanan, gengsi dan
tapi di sisi lain kedai kopi skala mikro tidak prestisi. Kedai kopi skala mikro dan kecil
banyak bertambah karena beberapa faktor. tentu memiliki perbedaan diantaranya
Beberapa faktor tersebut diantaranya kedai adalah perbedaan kompetensi
kopi skala mikro sudah mulai sepi dan kewirausahaan dan hal-hal yang
banyak ditinggalkan karena pelanggan memengaruhinya. Semakin besar skala
telah mengalami disorientasi terhadap usaha, semakin tinggi pula kompetensi
kedai kopi, sebelumnya kedai kopi kewirausahaannya (Bergevoet, et al. 2004).
memiliki tempat sebagai tempat diskusi dan Mengidentifikasi kompetensi wirausaha
gudang informasi, tapi kini orientasi merupakan isu penting untuk mempercepat
pelanggan lebih ke gengsi dan prestisi. pengembangan kewirausahaan (Rahman et
Selain itu para pelaku usaha kedai kopi al. 2016). Kompetensi kewirausahaan
diduga memiliki masalah-masalah berhubungan dengan kinerja, daya saing,
kompetensi kewirausahaan seperti pertumbuhan dan kesuksesan perusahaan
rendahnya kemampuan pelaku usaha dalam (Tehsen dan Ramayah, 2015). Karakter
mengelola sistem informasi bisnis, seorang wirausaha, kompetensi umum dan
manejemen keuangan dan manajemen kompetensi khusus serta motivasi yang
pemasaran. Maka dari itu perlu dilakukan dimiliki berpengaruh secara positif
penelitian terkait pengaruh kompetensi terhadap pertumbuhan usaha (Baum et al.

102 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Muhammad Reza Aulia

2001). Hal ini menunjukkan bahwa sangat dan berapa skala kecil.
diperlukan kompetensi kewirausahaan Kondisi di lapangan mengharuskan
untuk meningkatkan kinerja usaha. Kajian untuk menggunakan teknik snowball
dan penelitian tentang kompetensi sampling, karena kesulitan mendapatakan
kewirausahaan kedai kopi menjadi hal yang data, sehingga sulit menentukan siapa yang
penting. Perlu diteliti bagaimana pengaruh harus diteliti. Melalui teknik snowball
kompetensi kewirausahaan terhadap kinerja sampling, responden dalam penelitian ini
usaha kedai kopi skala mikro dan kecil. berjumlah 60 orang yang terdiri dari 30
Oleh karena itu perlu untuk melakukan orang pelaku usaha skala mikro dan 30
penelitian ini. orang pelaku usaha skala kecil. Hal ini
sesuai dengan ukuran sampel yang
LANDASAN TEORI direkomendasikan Ghozali dan Latan,
2015) bahwa dalam penggunaan metode
Kompetensi Kewirausahaan PLS (partial least square) sampel
Kompetensi kewirausahaan adalah sebaiknya minimal 30-100 sampel.
pengetahuan, kemampuan, sikap, Variabel penelitian merupakan
keterampilan yang memengaruhi kinerja konsep yang dapat diukur. Variabel-
usaha. Indikator kompetensi usaha dalam variabel yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah kemampuan penelitian ini terdiri dari variabel laten dan
manajerial, kemampuan konseptual, variabel manifest sebagai indikator dari
kemampuan sosial, kemampuan membuat variabel laten. Untuk dapat mengukur
keputusan, dan kemampuan mengatur variabel laten dibutuhkan variabel
waktu. indikator. Variabel indikator atau variabel
manifest merupakan variabel yang
Kinerja Usaha menjelaskan atau mengukur variabel laten.
Kinerja usaha adalah gambaran Contohnya yaitu variabel kompetensi
mengenai hasil yang sudah dicapai dalam kewirausahaan tidak dapat diukur secara
menjalankan usaha. Indikator kinerja usaha langsung, dibutuhkan variabel lainnya yang
adalah pendapatan, keuntungan, dan dikenal dengan sebutan variabel indikator
volume penjualan. yang dapat menjelaskan kondisi
kompetensi kewirausahaan. Pada penelitian
METODE PENELITIAN ini, kompetensi kewirausahaan dijelaskan
oleh variabel kemampuan manajerial,
Penelitian ini dilakukan di kota kemampuan konseptual, kemampuan
Medan dalam jangka waktu selama 2 bulan sosial, kemampuan membuat keputusan
dari bulan Februari 2020 hingga Maret dan kemampuan mengatur waktu. Variabel
2020. Populasi sasaran yang dituju dalam manisfest atau indikator dari kompetensi
penelitian ini adalah seluruh wirausaha kewirausahaan dapat dilihat pada tabel-1.
kedai kopi Kota Medan, baik skala mikro variabel manifest atau indikator kinerja
maupun skala kecil. Belum diketahui usaha dapat dilihat pada tabel -2.
jumlah pasti berapa kedai kopi skala mikro

Tabel-1: Variabel Indikator Kompetensi Kewirausahaan


Variabel Keterangan
Kemampuan Manajerial Kemampuan mengatur atau mengelola
(X.1) dalam menjalankan usaha untuk mencapai
tujuan.

103 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Muhammad Reza Aulia

Kemampuan dalam mengelola sistem


informasi bisnis.
Kemampuan dalam mengelola sumber daya
manusia.
Kemampuan dalam mengelola produksi.
Kemampuan dalam mengelola pemasaran.
Kemampuan dalam mengelola keuangan.
Kemampuan Konseptual Kemampuan untuk melihat gambar kasar
(X.2) untuk mengenali adanya unsur penting
dalam situasi memahami di antara unsur-
unsur itu.
Mempunyai tujuan yang jelas, visi dan misi
dalam berwirausaha.
Mempunyai strategi yang baik dalam
menjalankan usaha.
Berorientasi pada masa depan.
Berorientasi pada tugas.
Berorientasi pada hasil.
Kemampuan Sosial (X.3) Kemampuan wirausaha untuk
berkomunikasi efektif dengan orang lain.
Memiliki kemampuan komunikasi yang
baik dengan orang lain.
Mampu dalam bekerja sama.
Aktif dalam menggunakan media sosial.
Kemampuan Membuat Kemampuan memilih alternative atau cara
Keputusan (X.4) tertentu dari beberapa alternative yang ada.
Mampu merumuskan masalah yang
dihadapi.
Mampu merencakan solusi dan solusi
alternatif.
Mampu mengamil keputusan yang terbaik.
Kemampuan Mengatur Suatu perencanaan, pengorganisasian,
Waktu (X.5) penggerakan dan controlling (pengawasan)
produktivitas waktu.
Memiliki jadwal terstruktur dalam bekerja.
Menjalankan pekerjaan sesuai jadwal.
Konsisten tepat waktu dalam menjalankan
pekerjaan.
Sumber: Moeheriono 2009; Nurhayati, et al 2011; dan Isa, 2013

Tabel-2: Variabel Indikator Kinerja Usaha


Variabel Keterangan
Penerimaan (Y.1) Total omset yang diterima
Keuntungan (Y.2) Total penerimaan dikurangi total pengeluaran
Volume penjualan (Y.3) Total produk yang terjual
Sumber : Kuratko dan Hodgerss 2007, Muharastri 2013
104 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Muhammad Reza Aulia

Data yang yang telah dikumpulkan, langsung. Perlu dikaji factor-faktor yang
dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. memengaruhi variabel laten tersebut
Analisis kualitatif menggunakan analisis diantaranya karakteristik individual,
deskriptif, sedangkan analisis kuantitatif karakteristik psikologis, kompetensi
menggunakan analisis PLS (Partial Least kewirausahaan, kinerja usaha. PLS
Square). Data berupa kuesioner yang telah merupakan metode dengan pendekatan
diisi oleh responden. Partial Least Square varian yang bersifat predictive model,
merupakan metode analisis yang digunakan sedangkan SEM yang berbasis kovarian
untuk menganalisis hal yang cukup umumnya menguji teori (Ghozali dan Latan
kompleks yang menggabungkan regresi 2015).
dengan path analysis untuk menguji Dalam PLS terdapat model
hipotesis mengenai hubungan langsung pengukuran dan model struktural. Model
maupun tidak langsung antara variabel pengukuran merupakan hubungan antara
yang diamati dan variable laten. butir yang diobservasi dengan variabel
Kompetensi kewirausahaan dan laten, sedangkan model struktural
kinerja usaha tidak dapat diukur langsung, penjelasan hubungna antar variabel laten.
maka diperlukan varibael manifest. Model pengukuran harus valid dan reliabel,
Variabel manisfest dari kompetensi sedangkan model struktural dinilai dengan
kewirausahaan adalah X1, X2, X3. X4, dan mengevaluasi daya penjelas (explanatory
X5. Variabel manisfest dari kinerja usaha power) dan tingkat signifikansi koefisien
adalah Y1,Y2 dan Y3. Persamaan jalur. Pengujian ini dilakukan dengan
pemodelan PLS menggambarkan semua melihat R-square, Q-square, Goodnes of fit
hubungan variabel dependen dan variabel (GoF) dan F-square. R-square digunakan
independen didalam suatu analisis. Analisis untuk menilai pengaruh variabel laten
PLS dilakukan dengan bantuan program dependen apakah mempunyai pengaruh
SMART PLS 3. Program ini mampu substantif (Latan dan Ghozali 2015). Q-
menggambarkan hubungan-hubungan yang square digunakan untuk mengukur
dibangun dalam model berdasarkan teori, seberapa baik nilai observasi yang
sehingga mampu menganalisis faktor- dihasilkan oleh model. Nilai yang harus
faktor yang memengaruhi karakteristik dicapai dapat dilihat pada tabel-6. Rule of
kewirausahaan, kompetensi kewirausahaan thumb adalah sebuah standar untuk
dan kinerja usaha, serta hubungan dan menghasilkan model yang baik. Semua
pengaruhnya. Metode PLS dipilih syarat harus mampu dipenuhi untuk
berdasarkan pertimbangan bahwa seluruh mencapai hasil yang baik.
variabel laten tidak dapat diukur secara

Tabel-3: Rule of Thumb


Kriteria Rule of Thumb
R-square 0.75 : kuat ; 0.5 : moderat; 0.35 :kecil
Q-square > 0 berarti baik, < 0 berarti tidak baik
GoF 0.26 : besar, 0.13 : medium, 0.02 : kecil
F-square 0.35 : besar, 0.15: medium, 0.02 : kecil
Sumber : Latan dan Ghozali 2015

Dalam model PLS, model yang diuji pengukuran boleh berupa nominal,
dapat menggunakan asumsi; data tidak ordindal, interval dan rasio; indikator
harus berdistribusi normal; Skala boleh relfektif maupun formatif; dan tidak
105 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Muhammad Reza Aulia

harus berdasarkan teori (Latan dan Ghozali Keterangan;


2015). Pengujian hipotesis dinilai KK = variabel laten endogen
berdasarkan nilai t-statistik. Kriteria untuk kompetensi kewirausahaan
menolak dan menerima hipotesis yang KU = variabel laten endogen kinerja
diajukan dinilai berdasarkan perbandingan usaha
nilai t-hitung dan t-tabel. Apabila nilai t- X1, …... n = variabel manifest pada
hitung lebih besar dari pada t-tabel, maka
variable laten eksogen
hipotesis diterima. Namun apabila t-hitung
lebih kecil dari pada t-tabel, maka hipotesis Y1, …... n = variabel manifest pada
ditolak. Untuk mengetahui persentasi variable laten endogen
pengaruh variabel independen terhadap 𝜆𝑥.1, ... n = muatan faktor variable pada
variabel dependen dapat dengan melihat laten eksogen
nilai R-square. Nilai R-square yang 𝜆𝑦.1,… n = muatan faktor variable pada
mendekati 1 memiliki pengaruh yang laten endogen
sangat besar, sedangkan yang mendekati 0 δ, ε = error pada model hubungan
memiliki pengaruh yang sangat kecil. variabel
Model PLS terdiri dari variabel laten
endogen, variabel laten eksogen dan Variabel laten eksogen dalam
indikator. Model PLS pada penelitian ini penelitian ini yaitu kompetensi
terdiri dari satu variabel laten eksogen, satu kewirausahaan (KK), dan variabel laten
variabel laten endogen dan 8 indikator. endogen, yaitu kinerja usaha. Indikator
Variabel laten eksogen yaitu hubungan kompetensi usaha dalam penelitian ini
antar variabel serta model struktural dan adalah kemampuan manajerial (X.1),
model pengukurannya digambarkan dalam kemampuan konseptual (X.2), kemampuan
bentuk diagram lintas (path diagram), sosial (X.3), kemampuan membuat
sedangkan variabel laten endogen adalah keputusan (X.4), dan kemampuan
variabel terikat yang dipengaruhi oleh mengatur waktu (X.5), sedangkan indikator
variabel laten eksogen. Model hubungan kinerja usaha adalah pendapatan (Y.1),
antar variabel laten dibuat berdasarkan teori keuntungan (Y.2). dan volume penjualan
yang telah dijelaskan pada kerangka (Y.3).
pemikiran. Variabel laten kompetensi Penting untuk dievaluasi, apakah di
kewirausahaan memiliki pengaruh pada dalam model pengukuran variabel
variabel kinerja usaha. Notasi matematik manifestnya dapat mengukur variabel laten
dari model PLS dalam penelitian ini, yaitu (konstruk) dengan benar. Salah satu yang
model pengukuran variabel laten endogen dapat dilakukan adalah dengan cara menilai
kompetensi kewirausahaan (KK) dan tingkat validitas variabel manifest
model pengukuran variabel laten endogen berdasarkan nilai loading factor (λ), apakah
kinerja usaha (KU) adalah sebagai berikut; lebih besar atau lebih kecil dari 0.5. Jika
X.1 = 𝜆x.1 KK + 𝜀x.1 ………. (1) nilai loading factor menunjukkan lebih
X.2 = 𝜆x.2 KK + 𝜀x.2 ………. (2) besar dari 0.5, maka variabel manifest
X.3 = 𝜆x.3 KK + 𝜀x.3 ………. (3) dinyatakan baik (valid) untuk mengukur
X.4 = 𝜆x.4 KK + 𝜀x.4 ………. (4) variabel laten. Namun jika menunjukkan
X.5 = 𝜆x.5 KK + 𝜀x.5 ………. (5) angka lebih kecil dari 0.5, maka variabel
Y.1 = 𝜆𝑦.1 KU + 𝜀𝑦.1 ……… (6) manifest harus dibuang karena tidak baik
Y.2 = 𝜆𝑦.2 KU + 𝜀𝑦.2 ……… (7) untuk mengukur variabel laten.
Y.3 = 𝜆𝑦.3 KU + 𝜀𝑦.3 ………… (8) Dalam model PLS, model yang diuji
dapat menggunakan asumsi; data tidak

106 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Muhammad Reza Aulia

harus berdistribusi normal; skala motivasi, kebutuhan berprestasi dan


pengukuran boleh berupa nominal, kekosmopolitan yang tinggi.
ordindal, interval dan rasio; indikator Tingkat pendidikan juga terdapat
boleh relfektif maupun formatif; dan tidak perbedaan antara skala mikro dan skala
harus berdasarkan teori (Latan dan Ghozali, kecil dimana 66,67 persen skala kecil
2015). Pengujian hipotesis dinilai adalah diploma dan sarjana sedangkan
berdasarkan nilai t-statistik. Kriteria untuk skala mikro 63,33 persen adalah tamat
menolak dan menerima hipotesis yang SMA. Hal ini menunjukkan tingkat
diajukan dinilai berdasarkan perbandingan pendidikan responden skala mikro masuk
nilai t-hitung dan t-tabel. Apabila nilai t- dalam kategori rendah dibanding skala
hitung lebih besar dari pada t-tabel maka kecil. Tingkat pendidikan yang rendah
hipotesis diterima. Namun apabila t-hitung menggambarkan kemampuan sumber daya
lebih kecil dari pada t-tabel, maka hipotesis manusia yang relatif rendah. Pelaku usaha
ditolak. Pada penelitian ini menggunakan yang pernah mengikuti pelatihan hanya
alpha 5 persen. Nilai t-tabel untuk aplha pelaku usaha skala kecil. Hal ini
5% adalah 1,96. menujukkan masih kurangnya minat pelaku
HASIL PENELITIAN DAN usaha skala mikro untuk meningkatkan
kemampuan diri.
PEMBAHASAN Orang yang senang datang ke kedai
kopi skala mikro biasanya masyarakat
Hasil Penelitian menengah ke bawah, seperti ojek online,
supir angkot, karyawan dengan gaji kecil
Identitas responden dan mahasiswa. Mayoritas pengguna kedai
Dari 60 orang responden, terdapat kopi skala mikro berjenis kelamin laki-laki.
beberapa karakteristik yang diteliti yaitu Umunya pengunjung yang datang untuk
jenis kelamin didominasi oleh laki-laki (85 menikmati segelas kopi dengan mie instan
persen), pada usia responden tedapat atau roti bakar. Kedai kopi skala kecil lebih
perbedaan antara skala mikro dan skala disenangi oleh masyarakat menengah ke
kecil dimana pada skala kecil 96,67 persen atas seperti pengusaha, karyawan bergaji
adalah kaum muda (dewasa awal) dengan besar dan mahasiswa yang mempunyai
rentang usia 18-40 tahun sedangkan skala pendapatan besar. Tidak hanya laki-laki,
mikro didomasi 60 persen dewasa madya para wanita juga senang datang ke tempat
dengan rentang usia 40-60 tahun. ini.
Umumnya kaum muda memiliki
pengalaman yang rendah, namun memiliki
Nilai loading factor

Tabel-4: Nilai Loading Factor (λ) Model Skala Kecil


Variabel Laten Variabel Manifest Λ Keterangan
Kompetensi Kemampuan Manajerial (X.1) 0.926 Valid
kewirausahaan Kemampuan Konseptual (X.2) 0.966 Valid
Kemampuan Sosial (X.3) 0.959 Valid
Kemampuan Membuat
0.938 Valid
Keputusan (X.4)
Kemampuan Mengatur Waktu
0.953 Valid
(X.5)
Kinerja usaha Penerimaan (Y.1) 0.991 Valid
Keuntungan (Y.2) 0,992 Valid
107 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Muhammad Reza Aulia

Volume Penjualan (Y.3) 0.993 Valid

Tabel-5: Nilai Loading Factor (λ) Model Skala Mikro


Variabel Laten Variabel Manifest Λ Keterangan
Kompetensi Kemampuan Manajerial (X.1) 0.781 Valid
Kewirausahaan Kemampuan Konseptual (X.2) 0.922 Valid
Kemampuan Sosial (X.3) 0.879 Valid
Kemampuan Membuat
0.883 Valid
Keputusan (X.4)
Kemampuan Mengatur Waktu
0.849 Valid
(X.5)
Kinerja Usaha Penerimaan (Y.1) 0.982 Valid
Keuntungan (Y.2) 0,989 Valid
Volume Penjualan (Y.3) 0,984 Valid

Berdasarkan hasil evaluasi model semua variabel indikator dalam model ini
pengukuran ini dapat diketahui bahwa dapat menjelaskan variabel latennya.

Nilai AVE dan compose reliability

Tabel-6: Nilai AVE dan Compose Reliability Model Skala Mikro


Average Variance Compose
Variabel laten Keterangan
Extracted (AVE) Reliablity
Kompetensi Baik
0.747 0.936
kewirausahaan
Kinerja usaha 0.971 0.990 Baik

Berdasarkan tabel-6, seluruh variabel model yang reliable adalah model yang
memiliki nilai AVE diatas 0.5 dan compose memiliki nilai AVE dan compose reliability
reliability di atas 0.7, model kedai kopi lebih dari 0.5 dan 0.7. Model yang
skala mikro dinyatakan memiliki memiliki realibilitas yang cukup baik
reliabilitas yang baik. Pada model final artinya seluruh indikator yang digunakan
memberikan hasil yang reliable. Syarat dapat dipercaya mengukur konstruknya.

Tabel-7: Nilai AVE dan Compose Reliability Model Skala Kecil


Average Variance Compose
Variabel Laten Keterangan
Extracted (AVE) Reliablity
Kompetensi
0.984 0.978 Baik
kewirausahaan
Kinerja usaha 0.900 0.995 Baik

Pada tabel-7, seluruh variabel yang baik. Tahap selanjutnya pada evaluasi
memiliki nilai AVE diatas 0.5 dan compose model pengukuran adalah menguji
reliability di atas 0.7, model kedai kopi unidimensionalitas dari model dengan
skala kecil dinyatakan memiliki reliabilitas menggunakan indikator alpha cronbach
108 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Muhammad Reza Aulia

dengan indikator apabila di atas 0.7, dinyatakan baik.

Cronbach alpha

Tabel-8: Cronbach Alpha Model Skala Mikro


Variabel laten Cronbach Alpha Keterangan
Kompetensi
0.915 Baik
kewirausahaan
Kinerja usaha 0.985 Baik

Pada tabel-8, nilai cronbach alpha atas 0.7, model dinyatakan memiliki
model skala mikro pada seluruh variabel di unidimensionalitas yang baik.

Tabel-9: Cronbach Alpha Model Skala Kecil


Variabel Laten Cronbach Alpha Keterangan
Kompetensi
0.972 Baik
kewirausahaan
Kinerja usaha 0.992 Baik

Berdasarkan tabel-9, nilai cronbach discriminant validity dapat menggunakan


alpha model skala kecil di atas 0.7, seluruh metode Fornell dan Larcker (1981) yang
variabel memiliki unidimensionalitas yang menjelaskan discriminant validity dapat
baik. Selanjutnya adalah mengevaluasi dilihat melalui nilai cross loading yang
dengan melihat discriminant validity. harus lebih besar dari 0.50, artinya minimal
Tahap ini adalah untuk memastikan 50 persen variasi dari indikator dapat
konstruk yang berbeda harusnya tidak dijelaskan.
berkorelasi dengan tinggi. Cara menguji

Nilai cross loading

Tabel-10: Nilai Cross Loading


Skala kecil Skala mikro
Variabel laten Cross Cross
Keterangan Keterangan
Loading Loading
Kompetensi 0.928 Valid 0.613 Valid
kewirausahaan
Kinerja usaha 0.992 Valid 0.985 Valid

Model skala mikro dan kecil Setelah memenuhi semua


diperoleh nilai cross loading seluruh persyaratan, model dinyatakan menjadi
variabel lebih besar dari 0.500 yang dapat model final. Berdasarkan model final,
dilihat pada Tabel-10. Hal ini menunjukkan diperoleh variabel manifest yang
bahwa tidak ada masalah discriminant memenuhi syarat. Pada model skala kecil
validity pada seluruh model yang telah diperoleh variabel yang memenuhi syarat,
dievaluasi ini. yaitu variabel laten kompetensi
kewirausahaan direfleksikan oleh
109 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Muhammad Reza Aulia

kemampuan manajerial (Y.1), kemampuan Evaluasi model struktural


konseptual (Y.2), kemampuan sosial (Y.3), Model struktural dapat dievaluasi
kemampuan membuat keputusan (Y.4) dan dengan melihat R-square (R2) pada variabel
kemampuan mengatur waktu (Y.5). endogen dan nilai estimasi koefisien
Variabel laten kinerja usaha direfleksikan parameter jalur (Stone 1974 dan Giesser
oleh pendapatan (Y.1). keuntungan (Y.2) 1975 dalam Ghozali 2012). Model yang
dan volume penjualan (Y.2). Hal in juga kuat adalah model yang memiliki R-square
berlaku pada model skala mikro. sebesar 0.75 sedangkan model yang lemah
jika memiliki R-square sebesar 0.25.

Tabel-11: Sebaran Nilai R-square


Variabel Laten R-square
Endogen Skala kecil Skala mikro
Kinerja usaha 0.862 0.376

Nilai R-square variabel kinerja usaha square skala mikro = 1 - (1 - 0.376) = 1 -


model kedai kopi skala kecil adalah 0.862 0.624 = 0.476.
(kuat) dan dapat dilihat pada Tabel-11, Hasil perhitungan Q-square model
yang artinya faktor-faktor yang digunakan skala kecil adalah 0.962 yang berarti model
untuk mengukur kompetensi dapat menjelaskan 96.2 persen dari
kewirausahaan dan kinerja usaha, mampu fenomena yang terjadi dan sisanya
menjelaskan keragaman nilai kinerja usaha dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada
sebesar 86.2 persen, sisanya dijelaskan oleh dalam model. Q-square model skala mikro
variabel lain yang tidak ada di dalam adalah 0.476 yang berarti model dapat
model. Nilai R-square variabel kinerja menjelaskan 47.6 persen dari fenomena
usaha kedai kopi model skala mikro adalah yang terjadi dan sisanya dijelaskan oleh
0.376 (medium), yang artinya faktor-faktor variabel lain yang tidak ada dalam model.
yang digunakan untuk mengukur
kompetensi kinerja usaha, mampu Model final pengaruh kompetensi
menjelaskan keragaman nilai kinerja usaha kewirausahaan terhadap kinerja usaha
sebesar 37.6 persen, sisanya dijelaskan oleh Setelah memenuhi semua
variabel lain yang tidak ada di dalam persyaratan maka model dinyatakan
model. menjadi model final. Berdasarkan model
Tahap selanjutnya adalah melihat final maka diperoleh variabel manifest
nilai Q-square (predictive relevance) untuk yang memenuhi syarat. Variabel laten
mengukur seberapa baik nilai observasi kompetensi kewirausahaan baik model
yang dihasilkan model serta estimasi skala mikro dan skala kecil direfleksikan
paramaternya. Nilai Q-square lebih besar oleh kemampuan manajerial (X1.1),
dari 0 berarti model memiliki predictive kemampuan konseptual (X1.2),
relevance dan sebaliknya apabila Q-square kemampuan sosial (X1.3), kemampuan
lebih kecil dari 1, maka model kurang membuat keputusan (X1.4) dan
memiliki precitive relevance. Nilai Q- kemampuan mengatur waktu (X1.5).
square memiliki rentang antara 0 sampai 1 Variabel laten kinerja usaha baik skala
dimana semakin mendekati 1 maka mikro maupun skala kecil direfleksikan
semakin baik. Q-square skala kecil = 1 - (1 oleh keuntungan (Y1.1) dan volume
- 0.862) = 1 - 0.138 = 0.962, sedangkan Q-
110 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Muhammad Reza Aulia

penjualan (Y1.2). Model final dapat dilihat dalam gambar-1 dan gambar-2.

Gambar-1: Model Final Kedai Kopi Skala Kecil

Gambar-2: Model Final Kedai Kopi Skala Mikro

Nilai koefisien jalur kompetensi dan gambar-2. Hal ini mengindikasikan


kewirausahaan terhadap kinerja usaha pada bahwa kompetensi kewirausahaan model
model skala kecil (coffee shop) lebih tinggi skala kecil lebih kuat mempengaruhi
dibandingkan skala mikro (warung kopi) kinerja usaha dibandingkan model skala
dengan nilai masing masing 0.928 dan mikro.
0.613 yang dapat dilihat dalam gambar-1

Pengaruh kompetensi kewirausahaan terhadap kinerja usaha

Tabel-12:. T-hitung Model Skala Kecil


Hipotesis t-hitung p-value Keterangan
Kompetensi Kewirausahaan -->
47.565* 0.000* Signifikan
Kinerja usaha
Keterangan: *p-value <0,05 = signifikan, *t(0.05): 1.96

Tabel-13: T-hitung Model Skala Mikro


Hipotesis t-hitung p-value Keterangan
Kompetensi Kewirausahaan -->
5.171* 0.000* Signifikan
Kinerja Usaha
Keterangan: *p-value <0,05 = signifikan, *t(0.05): 1.96

111 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Muhammad Reza Aulia

Berdasarkan tabel-12 dan tabel-13, kewirausahaan mendukung peningkatan


kompetensi kewirausahaan berpengaruh kinerja usaha kedai kopi skala kecil dan
signifikan terhadap kinerja usaha baik skala mikro. Kompetensi kewirausahaan kedai
mikro maupun skala kecil dengan nilai p- kopi skala kecil lebih mendukung
value < 0.05. peningkatan kinerja usaha dibandingkan
pada kedai kopi skala mikro.
Pembahasan
Kompetensi kewirausahaan Saran
mendukung peningkatan kinerja usaha baik Perlu dilakukan penelitian lanjutan
skala mikro maupun skala kecil. Hal ini mengenai kedai kopi skala kecil maupun
sesuai dengan hasil penelitian yang mikro pada aspek kewirausahaan yang lain,
dilakukan oleh Aliyu (2017) yang misalnya jiwa kewirausahaan, intensi
menyimpulkan bahwa kompetensi kewirausahaan, dan sebagainya.
kewirausahaan berpengaruh signifikan
terhadap kinerja usaha di Nigeria, DAFTAR PUSTAKA
sedangkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Tehsen dan Ramayah (2015), yang Aliyu, MS. 2017. Entrepreneurial
menyimpulkan bahwa kompetensi Competencies and the Performance
kewirausahaan berhubungan dengan kinerja of Small and Medium Enterprises
usaha, daya saing, pertumbuhan dan (SMEs) in Zaria Local Government
kesuksesan perusahaan. Penelitian ini Area of Kaduna State. International
didukung juga hasil penelitian yang Journal of Entrepreneurial
dilakukan oleh Radzi et al. (2017) yang Development, Education and Science
meneliti tentang pengaruh faktor internal Research (IJEDESR). 4(2):116-138.
yang terdiri dari entrepreneurial Baum, J. Robert, Edwin A. Locke dan Ken
competency, marketing capability, financial G. Smith, 2001. A Multidimensional
resources, technology usage dan Model Of Venture Growth. Academic
knowledge sharing terhadap business Management Journal. 44(2):292-303.
succees. Penelitian tersebut membuktikan Bergevoet RHM, Ondersteizin CJM,
bahwa hanya kompetensi kewirausahaan Saatkamp HW, Woerkum Van CMJ,
yang berpengaruh positif terhadap Huirme RBM. 2004.
keberhasilan usaha. Entrepreneurship Behavior pf Dutch
Dairy Farmer Under Milk Quota
KESIMPULAN DAN SARAN System Goal, Objectives dan
Attitudes. Wageningen (NL):
Kesimpulan Elsevier. 80(1): 1-21.
Kompetensi kewirausahaan kedai Ghozali I, Latan H. 2015. Partial Least
kopi skala kecil dan mikro dapat Square, Konsep, Teknik dan Aplikasi
ditingkatkan melalui kemampuan Menggunakan Program SmartPLS
manajerial, kemampuan konseptual, 3.0 Untuk Penelitian Empiris.
kemampuan sosial, kemampuan membuat Semarang: Badan Penerbit
keputusan, dan kemampuan mengatur Universitas Diponegoro
waktu. Di antara lima indikator tersebut, International Coffee Organization. 2017.
kompetensi kewirausaan yang paling Konsumsi Kopi Indonesia. Jakarta :
mempengaruhi adalah kemampuan ICO.
konseptual pada kedua model. Kompetensi
112 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.
Jurnal Manajemen Bisnis Krisnadwipayana Muhammad Reza Aulia

Isa M. 2013. Analisis Kompetensi


Kewirausahaan, Orientasi
Kewirausahaan dan Kinerja Industri
Mebel. Jurnal Manajamen dan
Bisnis.
Kuratko FD, Hogetts MR. 2007.
Entrepreneurship: Theory, Process
and Practice. Canada (US):
Thomson South-Western.7.
Nurhayati P, Heny KS, Tintin S, Yanti NM.
2011. Analisis Pengaruh
Karakteristik Kewirausahaan
Terhadap Kinerja Wirausaha Pada
Unit UMKM Di Kabupaten Bogor.
Bogor: Prosiding Seminar Unggulan
Departemen Agribisnis.
Muharastri Y. 2013. Karakteristik
Wirausaha, Kompetensi
Kewirausahaan dan Kinerja Usaha
Peternakan Sapi Perah di KTTSP
Kania Bogor. Tesis. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
Moeheriono. 2009. Pengukuran Kinerja
Berbasis Kompetensi. Jakarta
(ID):Ghalia Indonesia.
Rahman SA, Ahmad NH, Taghizadeh SH.
2016. Entrepreneurial Competencies
of BoP Entrepreneurs in Bangladesh
to Achieve Business Success. Journal
of General Management. 42(1):45-
63.
Tehseen, S., and Ramayah, T. 2015.
Entrepreneurial Competencies and
SMEs Business Success: The
Contingent Role of External
Integration. Mediterranean Journal
of Social Sciences. 6 (1):50-61.

113 | P a g e

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.

Anda mungkin juga menyukai