Anda di halaman 1dari 8

Pengaruh Islamophobia Terhadap Politik Luar Negeri di Prancis

Shely Salsadila1, Gonda Yumitro2


1,2
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang

Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis politik luar negeri yang ada di Prancis setelah
adanya islamophobia yang diciptakan oleh pemimpin Prancis dengan menyebar kebencian
terhadap Islam kepada masyarakat Prancis hingga membuat kebijakan tentang keagamaan
sehingga menjadi berpengaruh terhadap politik luar negeri di Prancis. Penelitian ini
menggunakan teori kebijakan luar negeri dan metode kualitatif. Penulis menemukan bahwa
adanya pengaruh Islamophobia di Perancis berdampak pada kebijakan luar negeri dan
kerjasama dengan negara lain terutama negara Islam. Islamophobia di Perancis telah lama
terjadi dan adanya kontroversi mengenai muslim dari publikasi menjadikan perubahan
pandangan pemerintahan Prancis terhadap umat muslim disana. Isu yang terjadi mempunyai
kaitan dengan Islamophobia yang anti Islam atau muslim dalam semua aspek. Dalam analisis
ini ditemukan bahwa identitas antara kelompok muslim dan nonmuslim di Prancis telah
berkembang menjadi Islamophobia. Akibatnya, kejadian tersebut membuat pemerintahan
Perancis memiliki perbedaan keadaan politik luar negeri sehingga diketahui akan sulit
menjalin kerjasama-kerjasama dengan negara-negara Islam.
Kata Kunci: Islamophobia; Politik Luar Negeri; Prancis.

Pendahuluan
Beberapa kejadian di atas memaksa Presiden Macron untuk merancang undang-
undang anti-separatisme guna mencegah peningkatan radikalisasi. Selain itu, Pemerintah
meyakini bahwa undang-undang tersebut bertujuan untuk memperkuat sistem sekuler
Prancis. Namun, para kritikus berpendapat bahwa UU tersebut menyudutkan umat Islam dan
mempengaruhi kebebasan beragama (Rossi Handayani, 2021). Hal ini serontak membuat
umat Muslim di Prancis hingga seluruh dunia merasa dirugikan. Fateh Kimouche, seorang
pendiri blog Muslim terkemuka di Prancis mengatakan bahwa Presiden Macron tidak dapat
membedakan antara teroris dan Islam (Maya Vidon-White, 2015). PBB memberikan kritik
terhadap Prancis yang dinilai menargetkan Muslim dengan kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan Pemerintah Prancis karena dinilai melanggar hak asasi manusia (Rayhan Uddin,
2021). Wajar apabila negara-negara Muslim didunia menyerukan keresahan atas perilaku dan
kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Prancis. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan,
menyampaikan kritiknya pada siaran televisi berbunyi “ada penindasan terhadap Muslim di
Prancis.”. Beliau sangat tidak terima dan marah serta menyerukan kepada dunia untuk
memboikot produk-produk Prancis (BBC News, 2020). Hal ini merugikan proses kerjasama
Perancis dengan beberapa negara-negara Islam dunia pada saat itu.
Keadaan politik luar negeri Prancis setelah muncul Islamophobia disana sebenarnya
begitu besar kontribusi dan kerjasama yang dilakukan dengan negara muslim. Seperti halnya
Prancis melakukan kegiatan ekspor obat-obatan ke negara OKI (Organisasi Kerjasama Islam)
dan dinobatkan oleh State of The Global Islamic Economy sebagai pengekspor obat-obatan
terbesar ke dunia di negara Islam dan menjadi mitra dagang terbesar Organisasi Kerjasama
Islam. Namun setelah adanya permasalahan mengenai muslim di Prancis banyak negara
Islam yang menggalang aksi boikot produk-produk buatan Prancis. Mengetahui adanya
permasalahan seperti itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron membenarkan bahwa tindakan
penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW dan menyebutkan tindakan ini sebagai
kebebasan berbicara (Soraya Alvi Dea, 2020). Respon Macron terhadap hinaan Nabi
Muhammad tersebut membuat umat muslim di seluruh dunia marah terhadap tanggapan dari
seorang Presiden Prancis. Dan sebagai pemimpin di Prancis Macron sangat berantusias dalam
perdamaian namun menurut Macron bahwasannya memakai gambar animasi dari Nabi
Muhammad tidaklah salah karena tidak sama sekali menciptakan kebencian dan
mengutamakan martabat seluruh individu dan hal itu menjadi nilai-nilai universal.
Berbeda dengan negara Islam yang menanggapi Presiden Macron tentang
Islamophobia yang terjadi di negaranya. Negara Islam mengambil tindakan protes dan
memboikot bahwasannya hal itu telah menjadi hinaan terhadap Nabi Muhammad dan seluruh
umat muslim dunia. Negara-negara Islam seperti Kuwait melakukan pertemuan dengan duta
besar Prancis yang diwakili oleh Menteri luar negeri yang menegaskan bahwa perlunya
menghindari penghinaan agama yang dinyatakan secara politik dan diunggah pada media
karena hal tersebut termasuk pelecehan dan penghinaan agama yang bisa menimbulkan
kebencian dan permusuhan. Sehingga atas kejadian ini Kuwait menarik semua produk-
produk Prancis dari pasar mereka. Dan pemerintah kuwait telah mengeluarkan kecaman yang
mengatakan bahwa jika hinaan tentang Islam dan Nabi Muhammad masih terulang Kuwait
akan menghapus seluruh produk dari Prancis. Tidak hanya negara Kuwait saja yang
melakukan boikot produk dari Prancis tetapi negara Yordania juga telah menyatakan
pernyataan yang sangat membenci tindakan dari Prancis karena publikasi dari media yang
mempengaruhi masyarakat di sana dan hinaan terhadap muslim dan Nabi Muhammad. Sama
hal nya dengan negara-negara lain yang memboikot produk dari Prancis, Yordania pun ikut
turut memboikot produk-produk Prancis melalui kampanye-kampanye karena tidak ada yang
namanya kebebasan berekspresi dengan menggunakan nama Nabi dan hal itu termasuk
pelecehan agama.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kepada politik luar negeri yang ada
di Perancis setelah terjadinya islamophobia disana. Terjadinya insiden baru-baru ini yang
menimbulkan kemarahan bagi seluruh Muslim di Prancis, seperti larangan-larangan memakai
simbolis keagamaan tidak hanya agama Islam tetapi seluruh agama seperti contoh seorang
muslim tidak diperbolehkan memakai hijab, Yahudi dilarang memakai topi ibadah dan
Agama Kristen tidak boleh memakai aksesoris salib. Hal itu menyebabkan masyarakat
Prancis memiliki pikiran seperti membenci orang-orang beragama karena didoktrin oleh
media dan kebijakan dari pemerintah. Dengan begitu dorongan masyarakat sangat
berpengaruh kepada kebijakan pemerintah untuk negara muslim. Dalam penelitian ini,
Penulis berusaha untuk memperoleh kesimpulan terkait pengaruh islamophobia terhadap
politik luar negeri di Prancis, apakah benar islamophobia berpengaruh pada kebijakan politik
luar negeri Prancis. Oleh sebab itu penulis menganalisa dengan rumusan masalah
“Bagaimana islamophobia berpengaruh pada politik luar negeri Prancis?”
Metodologi
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada artikel adalah metode
kualitatif, yang mana data berasal dari kumpulan buku, jurnal, hingga berita resmi yang dapat
dari Google Scholar, Scopus, Sagepub dan Researchgate dengan bantuan aplikasi Harzing
Publish or Perish sebagai alat pencariannya agar memudahkan menganalisis data untuk
memperoleh informasi yang relevan dengan judul. Kemudian referensi yang didapat
dimasukan pada program Mendeley untuk memanajemen daftar referensi agar mudah dalam
proses analisis data. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif naratif, karena
data yang dikumpulkan merupakan sebuah deskripsi peristiwa atau kejadian yang kemudian
bisa disusun menjadi artikel. Ditinjau dari jenis datanya, metode artikel yang digunakan
dalam artikel ini adalah metode kualitatif yang mana data-data tersebut dikumpulkan dari
hasil pengamatan, dan literatur seperti jurnal, buku, serta portal berita resmi. Dari kumpulan
data tersebut akan didapatkan hasil berupa deskripsi mengenai Islamophobia dan
permasalahan yang terjadi di Prancis.
Teori yang dipakai menggunakan teori politik luar negeri dan merupakan sikap dan
komitmen negara terhadap politik eksternal dan dalam beberapa keputusan yang telah
dibentuk dalam kebijakan luar negeri, sehingga dapat menganalisis politik luar negeri
Prancis. adapu n pengertian dari teori politik luar negeri menurut Plano dan Roy Olton adalah
tindakan yang terus diterapkan dalam pembuatan keputusan yang ditujukan ke negara lain
dalam mencapai tujuan nasional, dan dalam pelaksanaan politik luar negeri terdapat sebuah
proses dalam tindakan untuk mencapai kebijakan luar negeri. Tujuan politik luar negeri
sendiri adalah untuk mewujudkan tujuan nasional dan memenuhi kebutuhan negaranya (Yani
Mochamad Yanyan, 2010). Konsep identitas nasional digunakan karena dapat menjadi
penanda suatu negara dengan negara lain yang memiliki konsep tersendiri. Dan setiap negara
pasti memiliki karakteristik identitas nasional masing-masing. Identitas Prancis telah menjadi
sifat yang khas dari Prancis adalah telah lama Prancis membuat peraturan-peraturan seperti
tidak boleh memakai aksesoris ibadah dan sudah sejak lama negara ini tidak menyukai agama
yang ditunjukan melalui islamophobia.
Display Data

Dalam artikel ini untuk menghasilkan visualisasi data menggunakan program NVIVO
versi terbaru yang mana analisa data dan modelnya dengan memanfaatkan fitur-fitur yang ada
di NVIVO. Dari kumpulan referensi yang ada akan dianalisa dan dikumpulkan diurutkan
berdasarkan parent/child nodes-nodes yang memiliki keterhubungan. Dari nudes-nudes
tersebut akan diklasifikasi dan menghasilkan unit observasi atau biasa disebut dengan cases.
Beberapa dari penjabaran proses tersebut menghasilkan visualisasi data seperti diatas.
Berdasarkan referensi yang didapatkan bisa diketahui bahwa kata-kata yang sering muncul
adalah muslim, Islam, Islamophobia, dan Prancis hal itu disebabkan terdapat pada referensi
yang didapat menyesuaikan dengan judul dan tujuan dari artikel sehingga wajar jika kata-kata
tersebut muncul. Kemudian kata-kata lainnya merupakan kata-kata yang sering muncul.

Hasil dan Pembahasan


A. Kerjasama Prancis dengan negara-negara Islam
Prancis sendiri merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di Eropa yakni
sekitar 8.8% dari jumlah populasi di Prancis atau sekitar 5,7 juta orang (Conrad Hackett,
2017). Sebagian besar umat Muslim di Prancis adalah orang-orang dari negara Alegria yang
merupakan salah satu imigran. Peningkatan ini mendorong terjadinya gerakan rasis terhadap
islam di sana atau disebut Islamophobia. Menurunnya kualitas kerjasama luar negeri Perancis
dengan negara-negara Islam berawal dari pidato yang dilakukan oleh Presiden Prancis
Emmanuel Macron pada 2 Oktober 2020 yang menyebut bahwa Islam sebagai “Agama dalam
krisis di seluruh dunia” serta mengklaim bahwa “Muslim di Prancis memiliki ideologi
membela ide-ide separatis”. Aksi pemerintah Prancis ini berkelanjutan dengan menutup 73
masjid, sekolah swasta dan tempat kerja pada awal tahun dan Menteri Dalam Negeri Prancis,
Gerald Darmanin mengatakan bahwa dia terganggu oleh makanan halal di pasar karena
dinilai menentang kebebasan berkeyakinan (Ahmed Dursun & Enes Canli, 2020).
1. Arab Saudi
Prancis merupakan salah satu negara yang mengimplementasikan ideologi
sekularisme yakni sebuah negara yang memisahkan urusan pemerintahan dengan urusan
keagamaan. Namun, hal tersebut tidak menutup kemungkinan Prancis untuk menjalin
hubungan kerjasama dengan negara-negara Muslim di dunia. Seperti misalnya Saudi Arabia
merupakan negara Islam yang menjalin kerjasama dengan Prancis pada tahun 1839 dalam
misi diplomatik pertamanya di Jeddah (Jonathan Gornal, 2020). Hubungan kedua negara
didasarkan pada kepentingan keamanan wilayah, komitmen memerangi terorisme dan
pandangan tentang krisis regional (Ministry for Europe and Foreign Affairs, 2022). Kedua
negara mengadakan forum pertama kalinya yang membahas peluang bisnis dan
mempromosikan investasi dan komersial bilateral pada 10-12 April 2013 di Paris. Lima tahun
kemudian pada April 2018, Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengunjungi Paris
bersama Presiden Macron untuk membahas kerjasama strategis Arab Saudi - Prancis dalam
bidang politik, pertahanan, keamanan, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya (Abdel Aziz,
2021). Selain itu, hasil dari pertemuan tersebut adalah Arab Saudi meminta dukungan dari
Perancis terkait pengembangan pusat kota, lembaga budaya dan pariwisata di wilayah Al-Ula
serta situs arkeologi Mada’in Saleh Nabatean dan berbagai kerjasama yang merupakan
strategi dalam Saudi Arabia’s Vision 2030 dengan beberapa syarat atau kriterianya yaitu:
technology transfer, “Saudization”, jobs & training (Ministry for Europe and Foreign Affairs,
2022).
Pada bulan Maret 2020, Presiden Prancis Emmanuel Macron menghadiri pertemuan
luar biasa G20 secara virtual yang diselenggarakan oleh Raja Salman dengan para pemimpin
dunia untuk membahas pandemi virus corona (COVID-19) (jonathan Gornal, 2020). Sejak
saat itu lah, semua negara di dunia berfokus pada pemberantasan virus corona untuk segera
keluar dari pandemi ini. Sampai pada akhirnya, di bulan Oktober 2020 semenjak Presiden
Macron menyatakan bahwa Islam dalam keadaan “krisis” dan maraknya kartun yang
menyinggung Nabi Muhammad serta segala perbuatan perihal Islamophobia, Arab Saudi
mengutuk hal tersebut dan menolak hubungan antara Islam dengan terorisme. Berbagai
negara Islam di dunia menyerukan pendapat tidak setuju terhadap pernyataan Presiden
Macron hingga memboikot produk-produk Prancis dan menarik delegasi negara dari Prancis.
Namun, yang dilakukan oleh Arab Saudi hanya menyampaikan rasa tidak setuju terhadap
yang terjadi saat itu dan Pemerintah Arab Saudi tidak berkeinginan untuk melakukan boikot
terhadap produk prancis di negaranya (The National, 2021).
Pada tahun 2021, Prancis dan Arab Saudi bersama sepakat untuk membantu penduduk
Lebanon dalam memecahkan perselisihan diplomatik dan mendorong agar pemerintahan
Lebanon kembali berjalan semestinya (News Wires, 2021). Hal ini juga merupakan salah satu
usaha yang dilakukan Pemerintah Prancis untuk dapat memperbaiki hubungan diplomasi
dengan negara-negara Islam utamanya Arab Saudi setelah kejadian tidak nyaman yang
dilakukan pada tahun sebelumnya.
2. Turki
Selain Saudi Arabia, Prancis juga menjalin hubungan kerjasama dengan negara Turki.
EU-Turkey Customs Union merupakan perjanjian perdagangan antara Turki dan Uni Eropa
yang dibentuk pada 31 Desember 1995. Akibat dari perjanjian ini, nilai perdagangan bilateral
meningkat lebih dari empat kali lipat. Sekitar 30% dari PDB Turki berasal dari kerjasama
perdagangan. Prancis merupakan mitra dagang terbesar ketiga bagi Turki semenjak adanya
perjanjian dagang 1995 (European Commission). Pada Januari 2014 Presiden Prancis
Hollande mengunjungi Turki setelah 22 tahun kunjungan pertamanya ini menegaskan
kemauan berpolitik bersama dengan menjalin hubungan bilateral tingkat tertinggi. "Deklarasi
Politik Bersama tentang Pembentukan Kerangka Kerja Strategis untuk Kerjasama Turki dan
Prancis" ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri dari kedua negara sebagai landasan
kelembagaan dalam hubungan bilateralnya (Republic of Turkey Ministry of Foreign Affairs).
Berbeda hubungan diplomasi dengan Arab Saudi, hubungan Prancis dengan Turkey
berjalan tidak selancar itu. Hal Itu terjadi karena penolakan Turkey untuk bergabung dengan
Uni Eropa karena negosiasi yang sulit. Atas hal Itu kerjasama kedua negara tidak berjalan
dengan baik karena terhambat oleh beberapa peraturan UE yang mana Prancis merupakan
anggota dari Itu dan kegigihan Turkey dengan pemerintahannya. Selain Itu, Turkey sebagai
anggota dari NATO (North Atlantic Treaty Organization) pun juga mengalami keadaan naik-
turun. Seperti misalnya penolakan Turkey terhadap Inginnya Swedia bergabung dengan
NATO karena Swedia mendukung organisasi yang dilabeli teroris oleh Turkey yaitu Partai
Pekerja Kurdistan (Marc Pierini & Sinan Ulgen, 2022). Dilain sisi, Presiden Prancis Macron
dalam konferensi pers bersama di KTT NATO di London tahun 2019 menuduh Turkey
bekerja sama dengan organisasi teroris ISIS dalam melakukan operasi militer di Suriah (CNN
Indonesia, 2019). Sempat juga Pemerintah Prancis menutup misi kerjasama diplomatiknya
terhadap Turkey dengan alasan kekhawatiran keamanan karena terjadinya pengeboman
dibeberapa tempat di Turkey (News Wires, 2016). Pasca memingkatnya Islamophobia di
Prancis pada tahun 2020, Turkey menyuarakan kepada seluruh dunia untuk memboikot
produk-produk Prancis dan kerjasama kedua negara pun terkena dampaknya (Elaine Ganley,
2020). Keadaan semakin memanas ketika beberapa bulan terakhir pada tahun tersebut terjadi
permasalahan mencakup pertempuran yang terjadi di Suriah & Libya.
B. Kebijakan luar negeri prancis setelah terjadinya Islamophobia
Dalam memerangi teroris Presiden Perancis membuat kebijakan luar negeri bersama
dengan 200 diplomat, dengan berkumpulnya para diplomat ini Prancis membahas tentang
upaya mengatasi dan memerangi terorisme menjadi prioritas utama dalam kebijakan luar
negerinya (Ericssen, 2017). Disisi lain, Prancis menghadapi reaksi keras dari dalam dan luar
negeri terhadap rancangan undang-undang untuk menekan "radikalisme" dengan
memperketat aturan tentang pendidikan berbasis agama, aturan dalam penggunaan busana
yang tidak menunjukkan karakter keagamaan dsb. Menteri Luar Negeri Prancis mengatakan
bahwa kebijakan yang dikeluarkan Prancis telah disalahpahami sebagai bagian dari melawan
Islam atau anti-Islam (Aljazeera, 2020). Prancis juga terlibat dalam berbagai usaha menahan
ancaman dari teroris asing dengann bergabung dalam Global Counterterrorism Forum
(GCTF) (France Diplomacy, 2022).

Daftar Pustaka
Abdelkader, E. (2017). A Comparative Analysis of European Islamophobia: France, UK,
Germany, Netherlands, and Sweden. UCLA Journal of Islamic and Near Eastern Law,
16. https://doi.org/10.5070/N4161038735
Ahmed, S. (2021, March 17). France Vs. Muslims: How The French Government Is
Normalising Islamophobia Through Their Anti-Radicalism Bill — Human Rights Pulse.
Human Right Pulse. https://www.humanrightspulse.com/mastercontentblog/france-vs-
muslims-how-the-french-government-is-normalising-islamophobia-through-their-anti-
radicalism-bill
Aljazeera. (2020, October 29). Timeline: A series of attacks in France amid a debate over
Islam. https://www.aljazeera.com/news/2020/10/29/timeline-how-muslim-anger-
towards-france-flared
Aziz, A. (2021). Saudi Arabia-France partnership to flourish in wake of Macron’s visit.
https://www.arabnews.com/node/1982611
BAYRAKLI, E., & HAFEZ, F. (2017). EUROPEANISLAMOPHOBIAREPORT.
https://www.setav.org/en/european-islamophobia-report-2017/
Boniface, P. P. (2020, December 22). Beyond Islamophobia: France’s policies toward the
Arab world | IRIS. IRIS. https://www.iris-france.org/153125-beyond-islamophobia-
frances-policies-toward-the-arab-world/
CAGE. (2020, March 4). Anti-Muslim policies in France reach “threshold of persecution.”
TRTWORLD. https://www.trtworld.com/magazine/anti-muslim-policies-in-france-
reach-threshold-of-persecution-55280
Dogru, A. (2020, January 9). French government increases pressure on Muslims. Anadolu
Agency. https://www.aa.com.tr/en/europe/french-government-increases-pressure-on-
muslims/2037247
Dursun, A., & Canli, E. (2020). Muslim world unites against France.
https://www.aa.com.tr/en/world/muslim-world-unites-against-france/2020875
Faridah, F., Syamsul, H., & Asriadi, A. (2021). Analisis Perkembangan Islam Di Perancis.
RETORIKA : Jurnal Kajian Komunikasi Dan Penyiaran Islam, 3(1), 28–43.
https://doi.org/10.47435/retorika.v3i1.578
FRANCOIS, M. (2020, December 8). France’s Treatment of Its Muslim Citizens Is the True
Measure of Its Republican Values . TIME. https://time.com/5918657/frances-muslim-
citizens-republican-values/
Gornall, J. (2020). A history of Saudi-French relations.
https://www.arabnews.com/node/1704046/saudi-arabia
Gumilar, D. (2020). Eksploitasi Ruang Ketakutan: Analisis Peran Elit Politik dan Kelompok
Penekan Dalam Upaya Sekuritisasi Islamofobia Melalui Kebijakan Imigrasi Perancis.
Journal of International Relations, 6(2).
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jihi/article/view/26931
Hackett, C. (2017). 5 facts about the Muslim population in Europe.
https://www.pewresearch.org/fact-tank/2017/11/29/5-facts-about-the-muslim-population-
in-europe/
Ismoyo, P. J. (2017). ISLAMOFOBIA DI PRANCIS: DISKRIMINASI PEREMPUAN
MUSLIM MAGHRIBI. Cakrawala Jurnal Penelitian Sosial, 5(2).
https://ejournal.uksw.edu/cakrawala/article/view/667
Käsehage, N. (2021). No Country for Muslims? The Invention of an Islam Républicain in
France and Its Impact on French Muslims. Religions, 13(1), 38.
https://doi.org/10.3390/rel13010038
Latief, M. N., Idris, U., & Koswaraputra, D. (2020, June 22). ANALISIS: Islamofobia
semakin menguat di Eropa. Anadolu Agency.
https://www.aa.com.tr/id/berita-analisis/analisis-islamofobia-semakin-menguat-di-
eropa-/1885605
Nardiz, R. G. (2019). ISLAMOPHOBIA IN FRANCE [International Relations]. Universidad
Pontificia.
Nazeer, T. (2022, February 24). French Elections: Muslims in France Struggle with
Islamophobic Leaders. MEMO. https://www.middleeastmonitor.com/20220224-french-
elections-muslims-in-france-struggle-with-islamophobic-leaders/
News Wires. (2021). Macron announces Saudi-French initiative to solve diplomatic crisis
with Lebanon. https://www.france24.com/en/middle-east/20211204-macron-announces-
saudi-french-initiative-to-solve-diplomatic-crisis-with-lebanon
Pradipta, C. A. (2016). PENGARUH ISLAMOPHOBIA TERHADAP PENINGKATAN
KEKERASAN MUSLIM DI PERANCIS. Global & Policy: UPN Veteran Jatim, 4(2).
http://ejournal.upnjatim.ac.id/index.php/jgp/article/view/1920
Raisa Islamy, P., & Andriyani, L. (2021). ISLAMOPHOBIA DI JERMAN DAN PRANCIS.
Independen: Jurnal Politik Indonesia Dan Global, 2(2).
http://jurnal.umj.ac.id/index.php/independen
Ramazan, K. (2019). Islamophobia and Muslims in France. In Alien Citizens (pp. 107–128).
Cambridge University Press. https://doi.org/10.1017/9781108692649.005
Siddiqui, U. (2020, October 28). Muslim world’s falling-out with France deepens: Live news
. Aljazeera. https://www.aljazeera.com/news/2020/10/27/world-reaction-to-macron
The National. (2020). Saudi Arabia condemns ‘offensive’ French cartoons amid growing
boycott calls. https://www.thenationalnews.com/world/saudi-arabia-condemns-offensive-
french-cartoons-amid-growing-boycott-calls-1.1100321
Valfort, M.-A. (2020). Anti-Muslim discrimination in France: Evidence from a field
experiment. World Development, 135, 105022.
https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2020.105022
 

Anda mungkin juga menyukai