Anda di halaman 1dari 4

FENOMENA KEPEMIMPINAN

AHMAD ARIF ALWAN


3B PASCA SARJANA

Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh


pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara
alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan
praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi.
Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan
pengajaran/instruksi.
Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif
mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma,
pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas.[3] Dan memang, apabila kita
berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln,
Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus mengakui bahwa
sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan untuk
mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Tiap oraganisasi yang memerlukan kerjasama antar manusia dan menyadari
bahwa masalah manusia yang utama adalah masalah kepemimpinan. Kita melihat
perkembangan dari kepemimpinan pra ilmiah kepada kepemimpinan yang ilmiah.
Dalam tingkatan ilmiah kepemimpinan itu disandarkan kepada pengalaman intuisi,
dan kecakapan praktis. Kepemimpinan itu dipandang sebagai pembawaan seseorang
sebagai anugerah Tuhan. Karena itu dicarilah orang yang mempunyai sifat-sifat
istimewa yang dipandang sebagai syarat suksesnya seorang pemimpin. Dalam
tingkatan ilmiyah kepemimpinan dipandang sebagai suatu fungsi, bukan sebagai
kedudukan atau pembawaan pribadi seseorang. Maka diadakanlah suatu analisa
tentan gunsur-unsur dan fungsi yang dapat menjelaskan kepada kita, syarat-syarat
apa yang diperlukan agar pemimpin dapat bekerja secara efektif dalam situasi yang
berbeda-beda. Pandangan baru ini membawa pembahasan besar. Cara bekerja dan
sikap seorang pemimpin yang dipelajari. Konsepsi baru tentang kepemimpinan
melahirkan peranan baru yang harus dimainkan oleh seorang pemimpin. Titik berat
beralihkan dari pemimpin sebagai orang yang membuat rencana, berfikir dan
mengambil tanggung jawab untuk kelompok serta memberikan arah kepada orang-
orang lain. Kepada anggapan, bahwa pemimpin itu pada tingkatan pertama adalah
pelatih dan koordinator bagi kelompoknya. Fungsi yang utama adalah membantu
kelompok untuk belajar memutuskan dan bekerja secara lebih efisien dalam
peranannya sebagai pelatih seorang pemimpin dapat memberikan bantuan-bantuan
yang khas. Yaitu :
 Pemimpin membantu akan terciptanya suatu iklim sosial yang baik.
 Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur-prosedur kerja.
 Pemimpim membantu kelompok untuk mengorganisasi diri.
 Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan sama dengan
kelompok.
 Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari
pengalaman.

Ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk
mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah
agama maupum masalah sehari hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan
maupun sosial kemasyarakatan. Makna sebenarnya dalam bahasa Arab adalah
ilmuwan atau peneliti, kemudian arti ulama tersebut berubah ketika diserap
kedalam Bahasa Indonesia, yang maknanya adalah sebagai orang yang ahli dalam
ilmu agama Islam.

Pengertian ulama secara harfiyah adalah “orang-orang yang memiliki ilmu”. Dari
pengertian secara harfiyah dapat disimpulkan bahwa ulama adalah:

1. Orang Muslim yang menguasai ilmu agama Islam


2. Muslim yang memahami syariat Islam secara menyeluruh (kaaffah) sebagaimana
terangkum dalam Al-Quran dan ''as-Sunnah''
3. Menjadi teladan umat Islam dalam memahami serta mengamalkannya.
Beberapa waktu terakhir Indonesia dipertunjukan akan sebuah pemandangan
yang telah lama tidak terjadi di negeri ini. Fenomena tersebut adalah sebuah
fenomena kepemimpinan kaum ulama.
Saat ini nampak jelas bahwa para ulama muncul sebagai sosok ideal di mata
masyarakat yang dapat dijadikan sebagai rujukan dan lokomotif dalam menentukan
arah pandangan dan pergerakan sosial politik berbangsa dan bernegara.

Saat ini tingkat kepercayaan masyarakat pada ulama sedang tinggi-tingginya. Bahkan
saat ini terlihat jelas bahwa para ulama jauh lebih mampu menyerap aspirasi,
mengorganisir, dan mengarahkan masyarakat menuju titik ideal jauh lebih baik dari
para politisi, praktisi, apalagi pejabat negara. Para ulama dinilai memiliki
kemampuan dan kemauan dalam menganalisa, memperbaiki, dan meremedialisir
kesimpangsiuran dan kekeliruan yang terjadi di negara ini. Hal tersebut ditengarai
karena ulama dinilai memiliki kualitas tinggi dalam kecerdasan intelektual,
emosional, dan spiritual. Keseimbangan ketiga faktor kecerdasan tersebut yang
membuat para ulama dapat menganalisa dan menyelesaikan segala permasalahan di
negara ini secara holistik. Ditambah lagi kepribadian dan penampilan ulama yang
simpatik dan good looking membuat pesona para ulama ini semakin menjerat hati
masyarakat.
Standarisasi masyarakat tentang variabel ideal pembentuk sosok pemimpin pun
bergeser mengimitasi sosok ulama. Sosok pemimpin yang dianggap terbaik saat ini
adalah sosok yang dekat dengan agama, memiliki kualitas kesholehan yang baik, dan
menunjukan pembelaan kepada agama.
Fenomena ini menimbulkan sebuah new curiousity di dalam masyarakat. Apakah
sudah saatnya menyerahkan kepemimpinan negara ini kembali kepada para ulama?
Setidaknya ada 2 hal yang dapat mengamini hipotesa tersebut. Pertama, ulama
memimpin bangsa Indonesia bukanlah hal yang baru. Para ulama sudah teruji dalam
memimpin negeri ini. Bahkan yang memimpin pergerakan perjuangan kemerdekaan
ini adalah para ulama. Perlawanan kaum ulama terhadap kolonial pada abad 16,
perang sabil yang merupakan perlawanan ulama dan petani terhadap sistem tanam
paksa 1830, perang Diponegoro 1825-1830, fatwa jihad KH Hasyim Ashari pada
1945, hingga sejarah kemenangan bangsa Indonesia melawan Inggris pada agresi
militer 1949 juga dipimpin oleh para ulama. Bahkan TNI sendiri terbentuk dari
Hisbullah yang merupakan cikal bakal TKR BKR yang kemudian membentuk dalam
wujud TNI. Kedua, ulama di Indonesia saat ini dinilai memiliki kecakapan politik dan
administrasi yang handal. Terbukti dari kualitas pendidikan para ulama yang
didominasi level Doktor dan Profesor, juga dilihat dari kenyataan para ulama saat ini
rata-rata berhasil memimpin organisasinya yang terbukti berkembang secara
ekonomi dan pengkaderan.

Kembali kepada pertanyaan, apakah kaum ulama siap memimpin kembali negera ini
menuju kesebuah peradaban bangsa yang ideal? Mungkin pertanyaan yang lebih
penting adalah, apakah bangsa dan negara ini siap dipimpin kembali oleh para
ulama?

Anda mungkin juga menyukai