DOSEN PENGAMPUH:
Prof. Dr. H. BASRI MODDING, SE., M.Si
Di Susun Oleh:
NAMA
NIM
: 0005-04-19-2015
KELAS
: MAKSI II
MAGISTER AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, saya selaku penulis memanjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratNya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya,
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Kepemimpinan Islam
Vs Sekuler
Selama ini ada kerancuan pemahaman di kalangan Ummat Islam. Sebagian
orang memandang, bahwa setiap pemimpin yang beragama Islam, KTP-nya tertulis
Islam, atau ia dikenal publik sebagai Muslim; dia diposisikan sebagai ulil amri yang
ditaati setelah Allah dan Rasul-Nya. Adab-adab perlakuan terhadap Khalifah Islam
wajib diterapkan kepada pemimpin seperti itu. Meskipun yang bersangkutan jelasjelas menganut idelogi sekularisme. Atas dasar inilah saya sebagai penulis ingin
menjelaskan lebih lanjut mengenai kepemimpinan islam vs sekuler. Sehingga
nantinya pembaca dapat mengetahui bagaimana kepemimpinan islam dan
bagaimana pula kepemimpinan sekuler.
Terlepas dari semua itu, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah Kepemimpinan Islam vs Sekuler
ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pandangan Umum Mengenai Kepemimpinan ..............................
1. Khalifah ....................................................................................
2. Imamah ....................................................................................
11
iii
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup,
manusia selalau berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia
hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.
Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi
kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati &
menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah
impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah
tugas manusia
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibanding makhluk Tuhan
lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk
memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan
itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik. Tidak
hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan sosial manusia
pun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk
memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok &
lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang
relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam
mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu makalah ini membahas mengenai perbandingan kepemimpinan islami
dengan kepemimpinan sekuler, dimana dalam makalah ini akan membahas
bagaimana kepemimpinan islam dan bagaimana islam menyikapi kepemimpinan
sekuler.
B. Rumusan Masalah.
1. Apa yang dimaksud dengan Pemimpin?
2. Apa saja peranan pemimpin?
3. Apa saja term pemimpin dalam islam?
4. Apa saja kriteria pemimpin yang ideal dalam islam?
5. Bagaimana perbandingan kepemimpinan islam dengan kepemimpinan
sekuler?
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
membujuk
pengikut
dengan
berbagai
cara,
seperti
2. Peranan Kepemimpinan
Tiap organisasi yang memerlukan kerjasama antar manusia dan
menyadari
bahwa
masalah
manusia
yang
utama
adalah
masalah
Kemudian
bakat
tersebut
dikembangkan
melalui
Selain ketiga teori tersebut, muncul pula teori keempat yaitu Teori
Kontigensi atau Teori Tiga Dimensi. Penganut teori ini berpendapat bahwa,
ada tiga faktor yang turut berperan dalam proses perkembangan seseorang
menjadi pemimpin atau tidak, yaitu: (1) Bakat kepemimpinan yang
dimilikinya. (2) Pengalaman pendidikan, latihan kepemimpinan yang pernah
diperolehnya, dan (3) Kegiatan sendiri untuk mengembangkan bakat
kepemimpinan tersebut. Teori ini disebut dengan teori serba kemungkinan
dan bukan sesuatu yang pasti, artinya seseorang dapat menjadi pemimpin
jika memiliki bakat, lingkungan yang membentuknya, kesempatan dan
kepribadian, motivasi dan minat yang memungkinkan untuk menjadi
pemimpin.
Menurut Ordway Tead, bahwa timbulnya seorang pemimpin, karana : (1)
Membentuk diri sendiri (self constituded leader, self mademan, born leader),
(2) Dipilih oleh golongan, artinya ia menjadi pemimpin karena jasa-jasanya,
karena kecakapannya, keberaniannya dan sebagainya terhadap organisasi.
(3) Ditunjuk dari atas, artinya ia menjadi pemimpin karena dipercaya dan
disetujui oleh pihak atasannya (Imam Mujiono, 2002: 18).
untuk
lebih
maju
dan
mensejahterahkan
orang
yang
dipimpinnya.
Menurut Abu al-A'la al-Maududi, khalifah adalah bentuk pemerintahan
manusia yang benar, menurut pandangan al-Quran, adalah pengakuan
negara akan kepemimpinan dan kekuasaan Allah dan Rasul-Nya di bidang
perundang-undangan,
menyerahkan
segala
kekuasaan
legislatif
dan
2. Imamah
Term immah berasal dari kata imm. Dalam Maqyis al-Lughah
dijelaskan bahwa term imm pada mulanya berarti pemimpin shalat. Imm
juga berarti orang yang diikuti jejaknya dan didahulukan urusannya,
demikian juga khalifah sebagai imam rakyat, dan al-Qur'an menjadi imam
kaum muslimin. Imam juga berarti benang untuk meluruskan bangunan.
Batasan yang sama, dikemukakan juga oleh al-As fah ni bahwa (al-imm
adalah yang diikuti jejaknya, yakni orang yang didahulukan urusannya, atau
perkataan-nya atau perbuatannya, imam juga berarti kitab atau semisalnya.
Jamak kata al-imm tersebut adalah aimmah).
Term immah dalam konteks Sunni dan Syah berbeda pengertiannya.
Dalam dunia Sunn, immah tidak dapat dibedakan dengan khilfah.
Sedangkan dalam dunia Sy, imamah bukan saja dalam konotasi lembaga
pemerintahan, tetapi mencakup segala aspek. Hal ini disebabkan predikat
imam bagi kaum Syah tidak saja terkait dengan aspek politik, tetapi juga
mencakup aspek agama secara keseluruhan: akidah, syariah, mistik, dan
yang disepakati oleh kaum Syah ialah bahwa imam harus berasal dari ahl
al-bayt dengan garis keturunan Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian kaum
Syah memahami bahwa konotasi imam erat sekali dengan dimensi
keagamaan dan menjadi kurang tepat bila dikaitkan dengan aspek politik
saja. Dari sinilah sehingga konotasi imam harus tetap mengacu pada
pengertian pemimpin spiritual atau keagamaan.
Dengan
analisis
seperti
ini
di
atas,
maka
konsep
imamah
mempunyai
kekuasaan
mengatur
sesuatu
urusan
dalam
3. Shiddiq
Membenarkan dan meyakini apa saja yang diwahyukan Allah kepada RasulNya sekalipun tidak dapat difahami oleh akal. Tokoh pemimpin berkarakter
ini, adalah Abu Bakar Ashiddiq. Seorang Shidiq sanggup berkata jujur,
berani menyampaikan al-haq dengan segala resikonya
4. Fathonah
Artinya
pintar,
cerdas,
cermat,
cepat
mengambil
keputusan,
tepat
biasa,
Rasulullah
karena
sangat
keterbatasan
pemaaf
walaupun
pengetahuan
kesalahan
dan
kemampuan.
sebagian
sahabat-
10
sekularisme
adalah
pemisahan
antara
agama
dan
politik.
12
beliau
menyamakan
sekularisme
sebagai:
Jahiliyah
dan
kepemimpinan yang dijalaninya adalah sekuler. Tetapi jika dia mau menerima
kedaulatan Kitabullah dan Sunnah, berarti dia adalah pemimpin Islami. Dalilnya
jelas, bahwa Nabi Saw tidak mengakui kepemimpinan Abdullah bin Ubay di
Madinah, padahal dia adalah seseorang yang mengaku Muslim dan hendak
diangkat menjadi raja rakyat Madinah. Nabi juga tidak tunduk kepada Saad bin
Muadz Ra. dan Saad bin Ubadah Ra., yang keduanya adalah pemimpin kabilah
terbesar di Madinah, Aus dan Khazraj. Padahal keduanya Muslim, para pemuka
kaum Anshar. Kalau menyebut setiap pemimpin yang beragama Islam sebagai
ulil amri, meskipun ideologinya sekuler, nasionalis, demokrasi, kapitalisme, dan
sebagainya; akan timbul fitnah yang luas. Konsekuensinya, kita akan mengakui
Mustafa Kemal At Taturk sebagai ulil amri; begitu pula dengan Jamal Abdun
Nashir di Mesir, Ben Bella di Aljazair, Hafezh Assad di Syria sebagai ulil amri,
dan lain-lain. Secara formal mereka beragama Islam, tetapi sikap politiknya anti
Islam. Nanti kita juga akan mengakui para bupati, wedana, dan lainnya di jaman
penjajahan Belanda yang diangkat dari orang Muslim lokal, sebagai ulil amri.
Para antek penjajah, selama Muslim dan menjadi pejabat, mereka bisa disebut
ulil amri. Naudzubillah wa naudzubillah min dzalik.
Secara umum, sekularisme bertingkat-tingkat. Ada yang ekstrem seperti di
Turki dan negara-negara Komunis. Ada juga yang lunak seperti di Indonesia.
Sekularisme lunak tidak otomatis dianggap sepi dari masalah. Justru ada sisi
bahayanya, yaitu ketika masyarakat merasa kepemimpinan itu telah mengadopsi
nilai-nilai Islam, lalu mereka menganggap hal itu sudah cukup, dan mereka pun
melupakan akar kesesatan ajaran sekularisme itu sendiri. Padahal dalam Fatwa
MUI tentang Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme, ketiganya adalah
HARAM.
Menyikapi pemimpin sekuler, jelas berbeda dengan menyikapi Khalifah
Islami. Kewajiban kita atas pemimpin sekuler adalah: meluruskan mereka,
memperbaiki pemikiran dan ideologi mereka, mendakwahkan konsep Islam
kepada mereka, mengajak mereka rujuk kepada Kitabullah dan Sunnah, serta
mencegah mereka dari kemungkaran sekuat kemampuan. Adapun adab-adab
yang banyak disebut dalam hadits terhadap Khalifah atau Sulthan Islami jelas
tidak tepat dialamatkan kepada para penguasa sekuler. Para Khalifah Islami
diangkat, memerintah, dan diberhentikan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah.
Jelas sangat berbeda dengan pemimpin sekuler yang diangkat, memerintah,
14
kepemimpinan
sekuler
yang
muncul
setelah
menghapuskan
sudah
sekuler;
hukumnya,
ia
perlu
diperbaiki
agar
menjadi
15
tentang
penguasa-penguasa
zhalim
seperti
Firaun,
Qarun,
Namrudz, Abrahah, kaum Jabbarin di Palestina, Abu Jahal, Abu Lahab, Abdullah
bin Ubay, dan lainnya. Andai faktor dzat kekuasaan yang dijadikan patokan,
untuk apa Allah mengutus Nabi-nabi agar mengingatkan para penguasa itu?
Sudah saja para penguasa itu didaulat menjadi ulim amri, sebab mereka
memiliki kekuasaan? Hingga dalam Al Quran ada istilah khusus untuk para
penguasa zhalim itu, yaitu jabbarin anid (para penguasa keras kepala,
sewenang-wenang dan menolak kebenaran).
Begitu pula, untuk melihat apakah kepemimpinan itu Islami atau tidak,
patokannya bukan agama formal di KTP. Tetapi ideologi, pemikiran, kebijakan,
serta garis politik pemimpin tersebut. Identitas agama di KTP tidak menjadi
penentu sifat kepemimpinan yang ditegakkannya. Misalnya, Jamal Abdun Nashir
di Mesir. Secara formal dia Muslim, tetapi akidahnya adalah nasionalisme Arab.
Toh, kalau mau jujur, di jaman Nabi Saw dan Salafus Shalih, manusia dihukumi
berdasarkan amalannya, bukan berdasarkan KTP-nya. (Waktu itu belum ada
KTP lagi)
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara etimologi pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi serta
membujuk pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama,
sehingga dengan demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat
proses kelompok. Peranan Pemimpin dalam suatu kelompok sebagai orang yang
membuat rencana, berfikir, dan mengambil tanggung jawab untuk kelompok serta
memberikan arah kepada orang lain, adapun seorang pemimpin dapat memberikan
bantuan seperti: (a) Pemimpin membantu akan terciptanya iklim social yang baik,
(b) Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur-prosedur kerja,
(c) Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisasi diri, (d) Pemimpin
bertanggung jawab dalam mengambil keputusan sama dengan kelompok,
(e) Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari
pengalaman.
Kepemimpin dalam islam, merujuk pada 3 term yaitu khalfah, immah dan lu
amr. Istilah khalifah dikenal dalam dunia Sunn, dan imamah dikenal dalam dunia
Sy'ah, yakni sebuah bentuk kepemimpinan yang mengurus masalah keagamaan
agama dan pemerintahan. Sedangkan istilah ulul amr adalah, bentuk kepemimpinan
dalam pemerintahan bangsa, negara, dan masyarakat. Adapun sifat-sifat pemimpin
yang ideal dalam islam yaitu: bertaqwa kepada Allah SWT, amanah, Shiddiq,
fathonah, tabligh, tegas dan teguh pendirian, lemah lembut, pemaaf, senang
bermusyawarah, dan bertawakal kepada Allah.
Definisi dan penerapan dari sekularisme, khususnya masalah keagamaan dalam
masyarakat, sangat berbeda antara negara dengan muslim dan negara-negara di
Eropa dan Amerika Serikat. Istilah sekularisme sering digunakan untuk menjelaskan
pemisahan antara kehidupan bermasyarakat dan segala yang berhubungan dengan
pemerintahan dari masalah keagamaan, atau secara sederhana sekularisme adalah
pemisahan
antara
agama
dan
politik.
Sekularisme
dalam
Islam
sering
18
DAFTAR PUSTAKA
http://kuliahnyata.blogspot.co.id/2013/05/kepemimpinan-dalam-perspektif-islam.html
https://emperordeva.wordpress.com/about/makalah-tentang-kepemimpinan/
https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_dan_Sekularisme
http://shalehsuratmin.blogspot.co.id/2013/05/pemimpin-perspektif-al-quran.html
https://abisyakir.wordpress.com/2009/06/25/menyikapi-kepemimpinan-sekuler/