Membutuhkan Improvisasi?
Oleh: Nurus Sofia, Manajemen/Semester V/G73217089.
Dalam sejarah kearifan lokal telah tercatat bahwa aspek kepemimpinan telah
tercermin sejak zaman prasejarah sampai zaman sejarah kerajaan - kerajaan terdahulu di
Indonesia, yakni kerajaan Hindu-Budha yang telah dimulai sejak abad ke-16 maupun
sampai pada kerajaan Islam. Selain itu warisan budaya, nilai-nilai agama dan
keanekaragaman suku adat dan istiadat juga mengandung beragam konsep kepemimpinan
yang diwariskan untuk generasi selanjutnya untuk dipelajari dan dilestarikan. Pengertian
istilah local wisdom atau kearifan lokal merupakan suatu nilai-nilai, pandangan atau
gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam
sejak zaman dahulu kala dan merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang dan
diikuti oleh anggota masyarakat setempat. Kearifan lokal erat kaitannya dengan budaya
lokal dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat disuatu wilayah tertentu yang
berbeda dengan budaya yang dimiliki masyarakat yang berada ditempat atau wilayah lain.
Keanekaragaman budaya, suku, adat-istiadat dan nilai-nilai luhur mewariskan kekayaan
kearifan lokal tentang konsep kepemimpinan diberbagai daerah di Indonesia.
Beberapa kearifan lokal di Indonesia yang memiliki konsep kepemimpinan yang
dapat dipelajari antara lain budaya jawa yang menyimpan nilai luhur yang mulia. Dalam
konsep kepemimpinan orang jawa memiliki semboyan dan pandangan hidup yang selalu
harus dilaksanakan agar kepemimpinannya dapat berjalan dengan baik karena diiringi
dengan sikap-sikap yang arif dan bijaksana. Sikap dan pandangan itu antara lain ialah
seorang pemimpin harus dapat hamangku, hamengku, hamengkoni. Hamangku diartikan
sebagai sikap dan pandangan yang harus berani bertanggung jawab terhadap
kewajibannya, hamengku diartikan sebagai sikap dan pandangan yang harus berani
ngrengkuh (mengaku) sebagai kewajibannya dan hamengkoni dalam arti selalu bersikap
berani melindungi dalam segala situasi. Jadi, seorang pemimpin dalam pandangan
masyarakat Jawa itu harus selalu berani bertanggung jawab, mengakui rakyatnya sebagai
bagian dari hidupnya dan setiap saat harus selalu melindungi dalam segala kondisi dan
situasi (Wahyudi, 2011). Selain itu terdapat konsep kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro
yang mengandung filosofi jawa dengan slogannya yaitu ”Ing Ngarsa Sung Tuladha”
berarti dari depan memberikan teladan. Pemimpin harus menjadi teladan yang baik bagi
anggotanya sehingga anggotanya akan mematuhi perintah dan arahan pemimpin. ”Ing
Madya Mangun Karsa” berarti di tengah menggugah semangat. Pemimpin ketika berada di
tengahtengah yang dipimpin harus bisa mendelegasikan pekerjaan dan membimbing
dalam pencapaian tujuan organisasi. Mendelegasikan disini tentu saja sesuai dengan
kapasitas dan kemampuan anak buah. Melalui proses pelatihan dan pembimbingan yang
tepat, pendelegasian tugas dan kewenangan dapat menggugah semangat kerja dan
motivasi anak buah. Menjadi pemimpin yang partisipatif tentu saja berarti berani dan mau
menggulungkan lengan baju untuk memberikan dukungan yang diperlukan dan
memecahkan masalah yang dihadapi. Seorang pemimpin harus bisa merangkul yang
dipimpinnya, mau menerima kritik dan saran, serta mampu menggugah semangat
bersama untuk meraih visi bersama. Saat di tengah-tengah pemimpin harus bisa membuat
atmosfer organisasi menjadi positif, sehingga akan muncul semangat bersama untuk
saling memotivasi dalam mencapai tujuan yang diinginkan. ”Tut Wuri Handayani” berarti
dari belakang memberikan dorongan. Seorang pemimpin juga harus bisa menempatkan diri di
belakang untuk memotivasi dan mendorong individu-individu dalam organisasi yang
dipimpinnya berada di depan untuk memperoleh kemajuan dan prestasi.
Selain itu konsep kepemimpinan yang merupakan warisan kerajaan Hindu-
Buddha antara lain sikap dermawan yang di miliki oleh Raja Mulawarman dari kerajaan
Kutai yang mencapai masa kejayaannya, pada kala itu masyarakat hidup dengan makmur
dan sejahtera. Selain itu kerajaan Kalingga yang bercorak budha mencapai masa kejayaan
pada pemerintahan Ratu Sima. Ratu sima merupakan sosok pemimpin yang tegas,
bijaksana dan adil serta menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Pemimpin panglima
perang dari kerajaan Majapahit yaitu patih Gajah Mada yang memiliki keberanian dan
tekad yang kuat serta sikap nasionalisme yang tinggi dan mampu menyatukan sebagian
besar wilayah Nusantara melalui sumpah palappa yang tercatat dalam kitab pararaton.
Selain itu ada tokoh Raja yang masyhur yaitu Prabu Siliwangi dari kerajaan paku
pajajaran yang menjadi pusat perdagangan komoditas rempah-rempah dan memiliki akses
perdagangan yang luas hingga sampai ke afrika. Lima sikap kepemimpinan yang
diwariskan oleh Prabu Siliwangi yakni (1). Kasuran (pengabdian terhadap sesama, alam
dan Tuhan YME), (2). Kadiran (Tangguh salam strategi politik). (3). Kawanen (berani
bertindak), (4) Ngaping Seweu Putu (Mampu melayani rakyat) (5)Ngemplong Taya
Aling-Aling (keterbukaan diplomatik dalam membuka hubungan internasional seluas-
luasnya). Dalam pola Ucapan (budi bahasa) Prabu Siliwangi berkarakter : 1. Ajen
Wewesen (Berbudi luhur, sehingga mampu mentransformasi visi dan missi bersama),
2. Teas Perep Lemes Usap (Disiplin dan teguh dalam mempertahankan komitmen),
3. Pageuh Kepel, Lega Awur (Hemat/tidak boros tapi sekaligus dermawan, dengan
langkah yang efektif dan efisien). Dalam Pola Sikapnya, Eyang Prabu Siliwangi memilik
karakter: 1. Satria Nupinandita(Kesatria militant yang dapat dipercaya dan shaleh seperti
pendeta), 2. Mawusana Panya Trawan (menghentikan permusuhan), 2. Mitra
Samaya (saling bekerjasama), 3. Pribhaksa(menghindari Dendam).
Konsep kepemimpinan yang diwariskan dalam kearifan lokal indonesia oleh
tokoh-tokoh nasionalis, raja-raja yang tersohor dari kerajaan zaman dahulu serta nilai-
nilai luhur budaya setempat memiliki nilai-nilai kearifan, keteladanan dan kemuliaan
yang patut dikembangkan dan dikaji lebih lanjut. Sebab konsep kepemimpinan tidak
hanya berasal dari kajian keilmuan barat namun berasal banyak nilai-nilai kepemimpinan
yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa kita dan patut untuk diteladani sebagai
identitas bangsa kita.
Apakah Teori-Teori yang Ada Relevan Atau Tidak? Perlukah Melakukan Improvisasi
Dalam Kepemimpinan?
Improvisasi adalah melakukan sesuatu tanpa persiapan. Biasanya terjadi secara serta
merta karena di dukung oleh kondisi dan keadaan. Improvisasi bersifat spontan dan
refleks. Improvisasi membutuhkan spontanitas, kreatifitas, daya cipta, daya khayal serta
kepiawaian dalam menguasai keadaan. Seseorang yang berjiwa terbuka, rileks dan percaya
diri lebih mudah melakukan improvisasi dari pada mereka yang cenderung pemalu, penakut,
dan selalu negatif thinking. Dalam konsep teori kepemimpinan yang ada telah mengalami
banyak perkembangan antara teori kepemimpinan yang satu dengan yang lain tentu saja
untuk menjadi seorang pemimpin yang sukses kita haruslah memahami konsep dan teori
kepemimpinan yang ada. Namun beberapa teori kepemimpinan sudah tidak sesuai dengan
kondisi peradaban dunia yang semakin maju dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi seperti
sekarang ini, sehingga konsep kepemimpinan yang telah usang tidak cocok untuk
diimplementasikan pada masa sekarang oleh karena itu, pemimpin yang cerdas harus mampu
melakukan improvisasi terhadap skill kepemimpinan yang dimilikinya untuk menghadapi
kondisi yang kian kompleks. Kemampuan dan bakat kepemimpinan haruslah diasah agar
peran kepemimpinan dapat dijalankan sesuai dengan kondisi sekarang dan tujuan organisasi
atau kelompok dapat dicapai. Selain itu diperlukan improvisasi yang tetap meneladani konsep
kepemimpinan yang telah diwariskan oleh sejarah kearifan lokal yang dimiliki dengan
mengkaji ulang konsep yang cocok untuk diterapkan dalam kondisi sekarang. Pemimpin
harus inovatif dan mampu mampu melakukan improvisasi dalam kondisi yang kompleks dan
mudah berubah-ubah seperti saat ini, agar mampu menghadapi konflik dan kendala yang
kian rumit. Sebab jika tidak maka kelangsungan organisasi akan terancam dan tujuan tidak
akan tercapai. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan inovasi dan improvisasi
dalam peran kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1. Memiliki visi. Ini adalah syarat mutlak bagi pemimpin manapun. Inovasi lahir dari
visi dan misi yang jelas, terukur dan memiliki tujuan/sasaran. Share visi Anda kepada
anak buah dengan gamblang karena hal ini mengilhami mereka untuk mencari cara
demi meraihnya dan menyiapkan solusi untuk menghadapi tantangannya.
2. Terbuka terhadap perubahan. Perubahan adalah kebutuhan, bukan hambatan.
Pemimpin inovatif tidak mudah puas dengan hasil yang didapat dan selalu berambisi
untuk berbuat lebih baik. Perlihatkan a better future painting, untuk menularkan
optimisme dan keyakinan Anda bahwa perubahan yang Anda inginkan akan
berbuah sukses, layak dilakukan dan tidak akan sia-sia.
3. Langgar aturan main. Maksudnya untuk tidak terlalu terpaku pada aturan yang
berlaku dan dapat melakukan sedikit „improvisasi‟. Inovasi, terutama yang radikal
berarti melakukan sesuatu yang berbeda dari yang pernah ada. Oleh karena itu, pikiran
lateral yang menghasilkan cara-cara baru dalam menciptakan dan menjalankan
inovasi sangat dibutuhkan.
4. Mencari alternatif. Himbaulah diri Anda dan anak buah untuk melakukan dua hal,
pertama melakukan pekerjaannya dengan seefektif mungkin dan yang kedua dengan
cara baru. Arahkan mereka untuk berpikir dan mempertanyakan kembali peranan dan
cara kerja mereka sehingga pikiran mereka lebih terbuka dan mampu melihat hal lain
yang tak terpikirkan sebelumnya.
5. Siap menghadapi kegagalan. Bahkan innovator terbesar pun pernah merasakan
kegagalan. Tanamkan pada diri sendiri dan orang lain bahwa kegagalan merupakan
jalan menuju sukses.
6. Ujicobakan inovasi Anda. Selalu uji cobakan inovasi Anda terlebih dahulu untuk
melihat respon dan hasilnya. Usahakan melakukannya langsung kepada sasaran agar
lebih representatif dan mencerminkan hasil sebenarnya.
7. Selalu bersemangat. Fokus pada hal-hal yang ingin diubah dan tantangan yang akan
dihadapi. Tularkan semangat dan energi Anda pada anak buah agar mereka turut
mendukung Anda dengan sepenuh hati dan tenaga. Selalu tunjukkan antusiasme dan
keyakinan Anda dan sebarkan setiap kali Anda berkomunikasi.
Referensi:
Bass, B.M. (1990). Bass & Stodgill's Handbook of Leadership: Theory, Research, and
Managerial Applications. Third Edition. New York: The Free Press.
Bass, B.M. (1990). From transactional to transformational leadership: learning to share
vision. Organizational Dynamics, 18(3), 19-31.
Robbins, Stephen P, dan Mary Coulter. (2010). Manajemen ed.kesepuluh jilid 2. Jakarta:
Erlangga
Soekarso, Iskandar Putong (2015). Kepemimpinan Kajian Teoritis dan Praktis (Volume I dari
kepemimpinan edisi I). Jakarta: Penerbit Erlangga
http://newindahsusilawati.blogspot.com/2015/12/teori-tipe-dan-gaya-kepemimpinan.html
Jurnal SETIA dari PERSETIA (Persekutuan Antar Sekolah-sekolah Teologi di Indonesia),
oleh Pdt. Dr. Yakob Tomatala.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655982/pendidikan/modul-kepemimpinan-ii.pdf
https://ahmadsamantho.wordpress.com/2017/09/16/warisan-kearifan-dan-keteladanan-prabu-
siliwangi/
http://newindahsusilawati.blogspot.com/
https://www.mditack.co.id/2017/10/04/konsep-gaya-kepemimpinan-dari-ki-hajar-dewantara/