Anda di halaman 1dari 12

Sejarah dan Teori Kepemimpinan, Apakah Masih Relevan atau

Membutuhkan Improvisasi?
Oleh: Nurus Sofia, Manajemen/Semester V/G73217089.

Apakah Kepemimpinan Itu?


Dalam masyarakat dewasa ini kepemimpinan bukanlah istilah yang asing dalam
kehidupan sehari-hari. Banyak orang mengaitkan istilah kepemimpinan dengan istilah
pemimpin, kegiatan manajerial, politik, maupun orang yang memiliki jabatan atau kekuasaan
tertentu. Sedangkan dalam lingkup yang lebih sempit kepemimpinan di kaitkakan dengan
seseorang yang memiliki jiwa seorang pemimpin atau mampu mempengaruhi orang lain
dalam mengarahkan tingkah laku untuk mencapai tujuan yang sama. Beberapa teori dan
kajian keilmuan yang mendefinisikan istilah kepemimpinan memiliki berbagai aspek yang
luas dan sudut pandang yang berbeda-beda. Bahkan teori-teori tersebut ada yang saling
kontradiktif antara yang satu dengan yang lainnya atau bahkan memiliki kesamaan antara
yang satu dengan yang lain. Kepemimpinan merupakan kata yang mengandung makna yang
luas. Masing-masing orang tentu berbeda pendapat dalam memahami istilah kepemimpinan.
Jika kita buka catatan sejarah, orang terdahulu dan bahkan suku pedalaman pun mengetahui
arti kepemimpinan yang erat kaitannya dengan seorang pemimpin. Pemimpin menurut
mereka adalah orang yang mereka angkat dan dipercaya bisa memandu mereka ke jalan yang
lebih baik. Pemimpin bisa dikatakan pula sebagai orang yang paling berpengaruh diantara
yang lainnya. Istilah pemimpin dan kepemimpinan telah dikenal di Indonesia sejak zaman
kerajaan terdahulu dan erat kaitannya dengan sejarah kearifan lokal. Istilah kepemimpinan
dikaitkan dengan pemimpin kepala suku adat istiadat, pemimpin agama, dan lain sebagainya.
Sedangkan pada abad ke-16 pada zaman kerajaan Hindu-Buddha telah tercermin jiwa
kepemimpinan dari tokoh-tokoh yang tangguh, arif dan bijaksana seperti patih Gajah Mada
yang merupakan panglima perang kerajaan Majapahit yang diangkat menjadi patih pada
pemerintahan Sri Jayanegara dan menjadi mahapatih (Menteri Besar) pada pemerintahan
Ratu Tribhuwanatunggadewi hingga mencapai masa kejayaannya pada masa Amangkubumi.
Patih Gajah Mada merupakan tokoh yang memiliki jiwa kepemimpinan yang tangguh dan
pemberani. Patih Gajah Mada sebagai pemimpin panglima perang sukses dalam menyatukan
wilayah Nusantara melalui sumpah Palappa yang tercatat dalam kitab Pararaton. Begitu
luasnya aspek pemahaman akan istilah kepemimpinan sehingga menjadikan pemahaman
akan kepemimpinan menjadi suatu kajian ilmu yang pelik, dinamis dan terus berkembang
sepanjang waktu.
Berbagai kajian keilmuan telah mendefinisikan istilah kepemimpinan, baik dalam
bidang keilmuan manajemen, seni, sosial dan lain sebagainya. Kepemimpinan memiliki arti
dan cakupan yang sangat luas. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kepemimpinan
mengandung arti perihal „pemimpin atau cara memimpin‟. Dalam buku manajemen Stephen.
P. Robbins (2005) mengartikan pemimpin sebagai seseorang yang mampu mempengaruhi
orang lain dan memiliki wewenang manajerial. Sedangkan pengertian kepemimpinan
menurut Ordway Tead (1935) The Art of Leadership; ”Leadership is the activity of
influencing people to coorperate toward some goal which come to find desirable”
Kepemimpinan adalah aktivitas atau kegiatan mempengaruhi orang - orang agar mau bekerja
sama dalam rangka mencapai tujuan yang mereka inginkan. Dalam bahasa inggris
kepemimpinan disebut Leadership yang berasal dari kata leader yang berarti pemimpin dan
digunakan pada awal tahun 1300-an. sedangkan akar katanya to Lead yang artinya
(memimpin). Kata lead berasal dari kata Anglo Saxon yang artinya jalur perjalanan kapal
yang mengarahkan pelaut. yang mengandung arti membimbing, menuntun dan
menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya. Paul Halsey dan Kenneth H. Blanchard
(1982); “Leadership is the process of influencing the activities of an individual or a group
in efforts toward goal achievement in a given situation.” Menyatakan definisi
kepemimpinan merupakan sebuah proses dalam mempengaruhi kegiatan individu atau
kelompokn dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. John C. Maxwell
(1967); menyatakan bahwa pemimpin adalah pengaruh. Kepemimpinan adalah suatu
kehidupan yang mempengaruhi kehidupan orang lain.
Dari beberapa definisi para ahli di atas dapat disimpulkan beberapa pengertian
kepemimpinan yang mudah dipahami sebagai berikut:
- Kepemimpinan adalah proses pengaruh sosial dalam; hubungan antar
interpersonal, penetapan keputusan, dan pencapaian tujuan.
- Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dan mengarahkan perilaku orang
lain ke arah pencapaian tujuan bersama.
Sehinga pengertian kepemimpinan merupakan suatu keterampilan praktis yang dimiliki
seseorang untuk mempengaruhi dan mengarahkan tingkah laku, orang lain, kelompok, tim,
atau seluruh organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Dari beberapa aspek definisi tersebut
maka terdapat beberapa komponen yang terkandung dalam kepmimpinan yakni sebagai
berikut; (a). Pengaruh, (b) Legitimasi, dan (c) tujuan.
a. Pengaruh
Kepemimpinan adalah pengaruh; dimana kegiatan kepmimpinan adalah untuk
mempengaruhi orang lain dan tercipta karena adanya proses pengaruh. Dalam konteks
ini pemimpin dapat mengarahkan orang lain, anggotanya, bawahan atau pengikut
kearah yang diinginkannya.
b. Legitimasi
Kepemimpinan merupakan legitimasi. Legitimasi dalam konteks pengakuan,
pengukuhan, atau pengesahan kedudukan yang diakui oleh anggotanya. Legitimasi
juga merupakan posisi formal dari kekuasaan (Power) dalam organisasi. Pemimpin
yang memiliki legitimasi institusional atau legitimimasi personal dapat mempengaruhi
atau memerintah bawahan atau pengikutnya dan mereka rela untuk dipengaruhi
ataupun diperintah oleh pemimpin yang terlegitimasi.
c. Tujuan
Kepemimpinan adalah usaha untuk melakukan pencapaian tujuan; dimana pemimpin
berurusan dengan tujuan-tujuan yaitu (1) tujuan individu, (2) tujuan kelompok, (3)
tujuan organisasi.
Pemimpin juga memiliki wewenang manajerial walaupun demikian pemimpin dan
manajer tidaklah sama. Terdapat beberapa perbedaan antara keduanya. Pemimpin memiliki
orientasi yang lebih luas kedepan dan berorientasi pada jangka waktu yang panjang yakni
menciptakan inovasi dan visi organisasi sedangkan manajer berfokus untuk melakukan tugas
manajerial dan lebih berorientasi pada jangka waktu yang pendek. Manajer memastikan
bahwa rencana dapat terlaksana dan tujuan dapat tercapai serta tidak berani mengambil risiko
melainkan mengelola risiko sedangkan pemimpin tidak takut mengambil risiko dan
cenderung melakukan inovasi untuk mencapai kondisi yang lebih baik dimasa yang akan
datang walaupun dapat mempengaruhi sistem yang ada akibat perubahan yang dilakukan
tersebut. Walaupun demikian sejatinya pemimpin dan manajer juga melakukan kegiatan
manajerial hanya memiliki konteks yang berbeda.
Bagaimana Sejarah Kepemimpinan Dimulai?
Kepemimpinan adalah suatu gejala universal yang secara Defacto sudah ada sejak
waktu yang lama dalam sejarah umat manusia dan dijalankan dalam kurun waktu yang
panjang. Dalam konsep sosiologi konsep kepemimpinan muncul seiring dengan dimulainya
peradaban manusia sejak zaman dahulu dimana orang-orang berkumpul bersama dan bekerja
bersama untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Mengingat manusia merupakan
makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan memerlukan orang lain dalam memenuhi
kebutuhannya serta dalam menyelesaikan segala permasalahan hidup yang pelik dan tidak
ada habisnya. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling tinggi di anugerahi kemampuan
untuk berpikir dan memilah mana yang baik dan mana yang buruk dengan demikian manusia
dapat mengelola lingkungannya dan dapat hidup berdampingan dengan individu lainnya.
Manusia sebagai makhluk sosial akan saling berinteraksi antara individu yang satu dengan
yang lainnya serta membentuk kelompok, baik kelompok besar maupun kelompok kecil.
Dalam kelompok tersebut terdapat seseorang yang memiliki pengaruh atas oranglain untuk
mencapai tujuan tertentu. Sejak saat itu lah terjadi kerjasama antar manusia didunia dan
munculnya konsep kepemimpinan. Oleh karena itu kepemimpinan telah dikenal sejak
dimulainya peradaban manusia sebab manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan
berkelompok dan membutuhkan seorang pemimpin. Courtois menyatakan “Kelompok tanpa
pemimpin seperti tubuh tanpa kepala, mudah menjadi sesat, panik, kacau dan anarki”.
Organisasi tanpa pemimpin bagaikan kapal tanpa nahkoda” Bahkan dalam aspek Islam
manusia diciptakan sebagai khalifah dibumi yang akan memimpin dan konsep khalifah
tersebut telah dikenal sejak zaman Nabi.
Dari sudut pandang seni, dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah seni yang
usianya setua usia manusia di bumi dan telah dipraktikkan sepanjang sejarah manusia yakni
sejak zaman kuno oleh penguasa-penguasa kerajaan tertua di dunia seperti Mesopotamia,
Persia, Mesir klasik di Timur Tengah, India, Tiongkok, Jepang klasik di Timur, Indian Inka
di Amerika Latin, penguasa zaman masehi, di Eropa termasuk negara-negara baru seperti
Pranciss, Jerman, inggris dan sebagainya. Konsep kepemimpinan yang telah di praktekkan
oleh tokoh-tokoh penguasa dunia yang terkenal dan berkiprah dalam segala bidang kehidupan
menunjukkan bahwa konsep kepemimpinan telah lama ada sejak zaman dahulu. Seperti tokoh
raja Mesir kuno yaitu Raja Fir‟aun yang terkenal dengan peradabannya yang maju dengan
peninggalan berupa piramid, spinx dan mumi. Selain itu terdapat pula tokoh Raja Babylon
yang sezaman dengan Abraham sampai ahli seni Sun Tzu di Tiongkok dan filsuf klasik
Yunani seperti Plato, Aristoteles dan Socrates, Sidharta Gautama, Kebenaran tentang
kepemimpinan yang telah dipraktekkan dalam sepanjang sejarah diperkuat dan dipertegas
oleh Bernard M. Bass yang menyatakan “The study of leadership is an ancient art.
Discussion of the subject will be found in Plato, Caesar and Plutarch, just to mention a few
of classical era. The chinese classics are filled with hortatory advice to the county’s leaders.
The ancient Egyptians attributed three qualities of divinity to their king. They said of
himauthoritative utterness is in thy mouth, perception is in thy heart, and thy tongue is the
shrine of justice. The egyptians demanded of their leader qualities of authority,
discrimination, and just behavior.”. dari pernyataan Bernard M Bass diatas dapat diketahui
bahwa kepemimpinan merupakan seni kuno yang telah ada sejak zaman peradaban sejarah
kuno diseluruh penjuru dunia seperti Mesir Kuno, Klasik China dan lain sebagainya serta
bersifat universal. Dalam sejarah di dunia Barat istilah kepemimpinan yang biasa disebut
Leader telah ada dalam kamus bahasa inggris sejak tahun 1300. Sedangkan konsep
kepemimpinan klasik Timur telah dilakukan upaya penerapan walaupun sama-sama belum
ada kajian keilmuan yang ilmiah terkait konsep kepemimpinan tersebut.
Apa Saja Teori-Teori Kepemimpinan itu?
Teori kepemimpinan merupakan suatu teori yang mengkaji konsep kepemimpinan
dan berisi hal-hal dasar tentang konsep kepemimpinan. Banyak teori yang membahas tentang
kepemimpinan dan memiliki sudut pandang yang berbeda-beda ataupun sama antara teori
yang satu dengan yang lainnya. Berikut ini teori-teori awal yang mendasari teori
kepemimpinan yang menjelaskan tentang sejarah awal kemunculan pemimpin, antara lain:
1. Teori genetis
Teori genetis merupakan teori awal yang menjelaskan sejarah awal kepemimpinan
yang ada sejak zaman Yunani Kuno. Teori genetis menyatakan bahwa pemimpin itu
tidak diciptakan melainkan dilahirkan “Leader Are Born And Not Made” artinya
pemimpin itu tidak diciptakan/dilatih melainkan dilahirkan dengan bakat-bakat alami
sejak lahir yang diwariskan oleh faktor genetik dan keturunan dari keluarganya dan
Menurut pandangan teori ini pemimpin merupakan “takdir” yang dibawa nya sejak ia
lahir melalui sifat-sifat kepemimpinan yang dimilikinya. Teori genetis kemudian
mendasari adanya “Great Man Theory” dan “Trait Theory”. Bagi penganut teori ini
percaya bahwa sesorang yang memiliki bakat alamiah dan sifat-sifat kepemimpinan
sejak lahir serta memiliki faktor keturunan seorang pemimpin akan efektif menjadi
seorang pemimpin. Contoh pemimpin - pemimpin dunia yang keberadaan dan
kepmimpinannya karena faktor genetik/keturunan antara lain; kaisar Hirohito,
Napoleon Benaporte, Gamal Abdul Naser, Hitler dan sebagainya.
2. Teori sosial/Teori Perilaku
Kemudian selanjutnya muncul Teori sosial yang kontradiktif dengan teori genetis.
Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin itu diciptakan melalui latihan.
Dengan demikian setiap orang berpotensi menjadi pemimpin dengan dilatih dan
dididik menjadi seorang pemimpin. Dalam teori ini dijelaskan bahwa setiap orang
memiliki kesempatan yang luas untuk menjadi seorang pemimpin dengan berbagai
pelatihan dan pendidikan terkait kepemimpinan secara intensif dan terarah. Seperti
mempelajari tentang efektivitas kepemimpinan, ciri – ciri kepemimpinan, gaya
kepemimpinan, fungsi – fungsi dan peranan seorang pemimpin maka seseorang yang
telah dibekali oleh pendidikan kepemimpinan akan mampu menjadi seorang
pemimpin yang efektif. Teori ini menekankan bahwa pemimpin itu dipersiapkan.
3. Teori ekologis atau sintesis
Teori ekologis atau sintesis merupakan perbaduan antara teori genetis dan teori sosial
yang menyatakan bahwa seseorang akan sukses menjadi pemimpin apabila sejak lahir
ia telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan dan sifat alamiah kepemimpinan, lalu
bakat-bakat yang dimiliki tersebut dikembangkan melalui pengalaman –
pengalamannya dan terus diasah dengan pelatihan dan pendidikan kepemimpinan
serta sesuai dengan tuntutan lingkungan ekologisnya atau berada pada lingkungan
yang mendukungnya menjadi seorang pemimpin maka ia akan menjadi seorang
pemimpin yang sukses.
Kesimpulan dari tiga teori kepemimpinan tersebut adalah : (1) pemimpin itu dilahirkan,
(2) pemimpin itu dididik (di sekolahkan dan/atau dilatih), dan (3) pemimpin itu dilahirkan
dan dididik. Teori pertama menganut paham naturalism atau nativisme, kedua menganut
empirisme, dan ketiga menganut konvergenisme. teori pertama menyatakan pemimpin
dilahirkan, tidak dididik dan dilatih (Leaders are born, not built). Orang percuma saja dilatih
kepemimpinan karena tidak punya bakat kepemimpinan. Contohnya adalah Napoleon,
Alexander the Great, Lincoln Gandhi, Mao Tse Tung, Hitler, Churchill, Napolen,
Washington, Trubman, Rosevelt, Teresa, Mandela, Gates, Mao Tse Tung, dan Winfrey.
Teori yang kedua menyatakan bahwa pemimpin dididik dan/dilatih bukan dilahirkan
(Leaders are built, not born). teori ini beranggapan setiap orang dapat menjadi pemimpin
asalkan setelah mendapat pengalaman melalui pendidikan dan/ pelatihan kepemimpinan.
Mazhab yang ketiga menyatakan pemimpin dilahirkan dan/ dididik dan dilatih (Leaders are
born and built). Teori ini beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan dan dididik serta
dilatih.
Selanjutnya perkembangan kajian keilmuan tentang teori kepemimpinan telah
diidentifikasi oleh seorang ilmuwan Profesor Dr. J. Robert Clinton dari Fuller Theological
Seminary, School of Inter-Cultural Studies. Dalam hasil risetnya tersebut Profesor Clinton
mengidentifikasikan perkembangan keilmuan konsep kepemimpinan dan
mengklasifikasikannya kedalam 5 Era Klasifikasi tersebut didasarkan pada literatur-literatur
yang ada dan trend penelitian oleh pakar-pakar dalam mengkaji keilmuan terkait konsep
kepemimpinan. Klasifikasi perkembangan ilmu kepemimpinan tersebut antara lain:
1. Great Man Era, yang meliputi tahun 1841-1904
menunjuk kepada inti teori yang menegaskan bahwa pemimpin terlahir sebagai
pemimpin dengan bawaan lahir serta faktor keluarga dan lingkungan yang
mendukungnya. Berdasarkan keyakinan bahwa pemimpin adalah orang yang luar biasa,
dilahirkan dengan kualitas bawaan, ditakdirkan untuk memimpin. Penggunaan 'pria-Men'
istilah itu disengaja karena hingga pada akhir abad kedua puluh kepemimpinan dianggap
sebagai sebuah konsep terutama berhubungan dengan laki-laki, misalnya pemunculannya
di militer dan dunia Barat (Bolden,dkk 2003). Munculnya tokoh besar seperti Napoleon,
George Washington, atau Martin Luther, yang telah berpengaruh besar pada masyarakat
(Wart, 2003).Anggapan bahwa para pemimpin dilahirkan, telah memiliki warisan sifat-
sifat kepemimpinan seperti halnya pada jaman raja-raja di Asia. Teori ini juga
mendorong pemunculan teori sifat, dimana seorang pemimpin dibandingkan dengan
yang bukan pemimpin memiliki ciri-ciri yang berbeda. Diantara teori kepemimpinan
yang memiliki kedekatan klasifikasi dengan teori genesis adalah teori sifat (Suryadi,
2010)
2. Trait Era, yang meliputi tahun 1904-1948.
menunjuk kepada faktor karakteristik, yang menjelaskan bahwa pemimpin memiliki
karakteristik khas, yang merupakan bawaan lahir serta kepribadiannya. Sedangkan
menurut Sondang P. Siagian (1994:75-76), bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki
ciri-ciri ideal diantaranya :
a. Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas,
pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, dan orientasi masa depan.
b. Sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan,
ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik,
kapasitas integratif.
c. Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas,
membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik dan berkkomunikasi
secara efektif.
3. Behavior Era, yang meliputi tahun 1948-1967.
menunjuk kepada kesadaran tentang adanya interaksi pengaruh antara pemimpin,
bawahan dan situasi. Faktor interaksi ini sangat ditentukan oleh pengaruh serta perilaku
pemimpin dalam kepemimpinan.
4. Contingency Era, yang meliputi tahun 1967-1980.
mengakui adanya pengaruh yang kontingen antara faktor kelahiran atau keluarga,
lingkungan pembesaran, karakteristik serta faktor pengaruh interaktif lainnya yang
mempengaruhi pemimpin dan kepemimpinan.
5. Complexity Era, yang meliputi tahun 1980-1986. Dst.
mengakui pengaruh dari semua faktor yang disinggung di atas, dengan kesadaran bahwa
kepemipinan dapat dipelajari. Complexity Era menyadari dan mengakui adanya
perkembangan ilmu kepemimpinan yang terjadi dengan begitu pesat terbukti
mempengaruhi segala bidang hidup. Perkembangan dan pengaruh ini nampak dalam
indikator fenomenal pada masa kini, dimana pemimpin dan kepemimpinan tidak sekedar
diedintifikasi dengan sebutan tradisional seperti kepemimpinan atau pemimpin visioner,
kharismatik, reformatif, transformatif, futuristik, dan sebagainya, tetapi juga disebut
dengan kepemimpinan serta pemimpin pos-mo, informatif, global, dan seterusnya, yang
dipengaruhi berbagai faktor yang kompleks.

Bass menerima pandangan bahwa kepemimpinan pada dasarnya adalah melakukan


apa yang pemimpin ingin lakukan. Disebutkan di dalam bukunya, Bass and Stogdill's
Handbook of Leadership (1990), bahwa kepemimpinan adalah "an interaction between two
or more members of a group that often involves a structuring or restructuring of the situation
and the perceptions and expectations of the members". Pemimpin adalah agen perubahan,
yaitu seseorang yang bertindak mempengaruhi orang lain lebih dari tindakan orang lain
mempengaruhi dirinya. Kepemimpinan terjadi ketika satu anggota kelompok mengubah
motivasi atau kompetensi orang lain dalam kelompoknya tersebut.Bernard M. Bass (1990)
membagi kepemimpinan menjadi dua tipe, yaitu kepemimpinan transformasional dan
transaksional. Karakteristik dari kedua kepemimpinan tersebut tergantung pada standar
perilaku, nilai, dan moral dari individu pemimpin. Pada kepemimpinan transaksional,
terdapat transaksi atau pertukaran dalam hubungan antara pemimpin dan bawahannya.
Pemimpin memberi janji dan imbalan untuk kinerja yang baik atau ancaman dan hukuman
untuk kinerja yang buruk kepada bawahan. Pada kepemimpinan transformasional, hubungan
antara pemimpin dan bawahan lebih condong pada timbal balik dan berdasarkan pada
kepercayaan. Pemimpin meluaskan dan mengangkat minat bawahan dengan memberikan
motivasi dan perhatian yang tinggi dan juga dengan membangkitkan kesadaran bagi
bawahan. Bass (1990) membagi kepemimpinan menjadi dua, yaitu kepemimpinan
transformasional dan kepemimpinan transaksional. Berikut ini adalah karakteristik-
karakteristik yang dapat disimpulkan dari kedua kepemimpinan tersebut:
1. Kepemimpinan Transaksional
a. Imbalan kontingensi, yaitu adanya kontrak pertukaran imbalan untuk berbagai
upaya yang dilakukan bawahan, seperti menjanjikan imbalan untuk kinerja yang
baik dalam menyelesaikan tugas-tugas.
b. Manajemen dengan pengecualian secara aktif (active management by exception),
yaitu kecenderungan pemimpin untuk mengamati dan mencari berbagai
penyimpangan dari standar dan prosedur, dan untuk mengambil tindakan koreksi
untuk kelompok yang dipimpinnya.
c. Manajemen dengan pengecualian secara pasif (passive management by exception),
yaitu kecenderungan dari pemimpin untuk turun tangan atau mengintervensi
hanya ketika prosedur dan standar tidak terpenuhi.
d. Laissez-faire, yaitu perilaku para pemimpin untuk menghindari pembuatan
keputusan atau melepaskan tanggung jawab mereka.
2. Kepemimpinan Transformasional
a. Karisma atau pengaruh ideal, di mana pemimpin memberi sense of mission dan
sense of vision, menanamkan rasa bangga dan memperoleh rasa hormat dan
kepercayaan.
b. Kepemimpinan inspirasional, di mana pemimpin memberikan ide-ide yang jelas
dan harapan yang tinggi, menyimbulkan upaya sebagai fokus, dan memiliki
kemampuan untuk mengekspresikan tujuan-tujuan penting dalam berbagai cara
yang sederhana.
c. Stimulasi intelektual, di mana pemimpin mendorong kecerdasan, rasionalitas dan
penyelesaian masalah.
d. Pertimbangan individual, di mana pemimpin memberikan perhatian personal,
melatih, menasihati para pengikut, dan memperlakukan setiap pengikut secara
individual.
Bass (1990) berargumentasi bahwa kepemimpinan transformasional lebih efektif
dibanding kepemimpinan transaksional dipandang dari sisi kontribusi pemimpin
transformasional yang lebih banyak dalam memotivasi para anggota kelompoknya
dibandingkan dengan pemimpin transaksional. Relatif terhadap bawahan, pemimpin
transformasional memberikan lebih banyak kepuasan dibanding pemimpin transaksional
karena para bawahan tidak hanya membutuhkan untuk dibayar setelah menyelesaikan
pekerjaan, tetapi mereka juga membutuhkan perhatian, stimulasi intelektual dan nasihat yang
diperoleh dari pemimpin mereka. Relatif terhadap isu gender, Bass (1999) menulis bahwa
perempuan cenderung untuk lebih transformasional dibanding laki-laki. Berdasarkan pada
penelitian, pemimpin perempuan memberikan efektivitas dan kepuasan lebih jika
dibandingkan dengan laki-laki menurut para bawahan.
Bass (1999) juga menggarisbawahi pengaruh pengembangan moral dan personal serta
pelatihan dan pendidikan dalam kepemimpinan transformasional. Pengembangan moral dan
personal sebagaimana orang tua menerapkan standar moral yang tinggi, memberikan
perhatian dan tantangan, dan kegiatan-kegiatan extra curricular yang memberikan
kesempatan-kesempatan untuk bertindak sebagai anak muda dewasa yang mempengaruhi
orang lain untuk menjadi transformasional. Dengan memberikan teori implisit tentang
pemimpin ideal, pelatihan dan pendidikan dapat mempengaruhi kemauan dan kemampuan
individu untuk menjadi pemimpin transformasional.

Teori tipologi kepemimpinan


Teori tipologi kepemimpinan menjelaskan tentang tipe-tipe kepemimpinan yang dikenal
dewasa ini antara lain sebagai berikut:
1. Tipe otoriter
Tipe kepemimpinan otoriter adalah tipe pemimpin dalam berbagai kegiatan dan
dalam menetapkan keputusan dilakukan sepihak oleh pemimpin itu sendiri tidak
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk ikut serta dalam menetapkan
keputusan.
2. Tipe demokratis
Tipe kepemimpinan demokratis adalah tipe pemimpin yang dalam berbagai kegiatan
dan dalam menetapkan keputusan ditentukan bersama – sama antara pemimpin
dengan bawahan. Dengan kata lain memberi kesempatan kepada bawahannya untuk
berpartisipasi dalam menetapkan keputusan.
3. Tipe liberal
Tipe kepemimpinan liberal adalah tipe pemimpin yang dalam berbagai kegiatan atau
dalam menetapkan keputusan lebih banyak diserahkan pada bawahannya.
Memberikan kebebasan kepada bawahannya untuk menetapkan keputusan.
4. Tipe populis
Tipe kepemimpinan populis adalah tipe pemimpin yang dalam berbagai kegiatan
dapat membangun rasa solidaritas pada bawahannya atau pengikutnya.
5. Tipe kharismatik
Tipe kepemimpinan kharismatiks adalah tipe pemimpin yang memiliki ciri-ciri khas
kepribadian yang istimewa atau berwibawa yang tinggi sehingga tipe pemimpin ini
sangat dikagumi dan memiliki pengaruh yang besar terhadap bawahannya.
Sejarah dan Local Wisdom Dalam Kepemimpinan Indonesia
Pada dasarnya konsep kepemimpinan di Indonesia telah dikenal sejak zaman dahulu
kala sejak dimulainya peradaban manusia yang selaras dengan teori sosiologi yang
menyatakan bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok dengan
manusia lainnya. selain itu sejarah konsep kepemimpinan dari barat telah diperkenalkan
sejak zaman dahulu oleh bangsa-bangsa eropa maupun pedagang arab yang singgah ataupun
menetap di Indonesia dalam melakukan aktivitas perdangan. Selain itu juga tak luput dari
sejarah penjajahan Jepang maupun penjajahan kolonial Belanda yang pernah memerintah
Indonesia. Hubungan kepemimpinan dan kekuasaan adalah suatu hal yang saling terikat dan
tak terpisahkan. Namun disamping itu, sejarah kajian ilmu yang terkait dengan konsep
kepemimpinan di Indonesia baru dimulai sejak pemerintahan penjajahan kolonial Belanda
yakni dibedakan menjadi tiga fase perkembangan:
1. Fase pertama ; Fase Mandor atau disebut Fase Klerek yang merupakan masa kolonial
Belanda dan terjadi sampai tahun 1953. Masa tersebut diperkenalkan peranan
admisnistrasi dalam kepemimpinan atau dikenal sebagai “masa primadona
administrasi” (Administratie) dimana administrasi memegang peranan penting dalam
hal ini kolonial Belanda yang cenderung otokratis menempatkan para pemimpin
Inlander hanya pada level mandor, klerek, kopral atau sersan dan sebagainya. Yang
menjelaskan bahwa pemimpin tersebut hanya sampai pada tingkat operasional.
Pemimpin pada tingkat operasional hanya berperan sebagai “Middle Administrator”
atau “Supervisor Kerja” saja bukanlah Manajer atau Top Leader, karena Top Leader
hanyalah kelompok kolonial yang diyakini oleh mereka bahwa mereka lahir untuk
memimpin.
2. Fase Kedua (1953-1980); Fase Perkembangan Administrasi Manajemen. Pada fase ini
terjadi perkembangan ilmu administrasi dan manajemen. Pada fase tersebut ilmu
administrasi menjadi sangat populer di Indonesia yang ditandai dengan adanya
akademi-akademi Administrasi dan kesekretariatan. Dalam bidang pemerintahan
terdapat Lembaga Administrasi Negara atau disingkat LAN dan memegang peranan
utama dalam mengembangkan pemimpin untuk bidang pemerintahan. Masa ini
ditandai pula dengan munculnya ilmu manajemen di Indonesia, mulai dengan ilmu
manajemen klasik, manajemen berdasarkan sasaran, manajemen performansi tinggi,
manajemen perencaraan strategis, sampai dengan manajemen total kualitas. Pada
tataran ini para pemimpin Indonesia (setidak-tidaknya segelintir kelompok elit) telah
mahir menggunakan ilmu menajemen dimana mereka berperan besar sebagai para
entrepreneur (wirausahawan/ wati) walau pun dalam jumlah yang terbatas. Ilmu
manajemen ini telah diterapkan dalam bidang militer, pemerintahan, perbankan,
bisnis, politik, pendidikan, dan sebagainya yang dilakukan secara khas pula yang
menandakan dipraktekkannya penggunaan majemen secara umum.
3. Fase Ketiga (1980-2000); Fase Kepemimpinan Baru atau disebut Fase
Kepemimpinan Global. Fase ini terjadi sampai sekarang dan diawali dengan adanya
upaya mengembangkan ilmu yang disebut Manajemen Sumberdaya Manusia (Human
Resources Management yang dibedakan dengan Personnel Management pada era
sebelumnya). Pada sisi lain, secara umum terlihat bahwa bidang studi kepemimpinan
mulai marak berkembang dalam masyarakat Indonesia, yang tersebar dari bidang
umum sampai pada bidang-bidang khusus, seperti keagamaan (termasuk pendidikan
teologi), perusahan swasta, pendidikan umum, dan sebagainya. Perkembangan
selanjutnya terlihat pada adanya pendidikan serta pelatihan kepemimpinan (formal,
non-formal dan informal) yang marak dalam segala bidang kerja. Dan lagi, kenyataan
menunjuk kepada pemunculan begitu banyak pemimpin baru dalam segala bidang
kehidupan yang menandakan bahwa Indonesia sedang berada dalam Era Baru, Era
Global, dengan persaingan kepemimpinan yang cukup ketat yang terjadi pada semua
aras di tengah percaturan masyarakat yang super kompleks.

Dalam sejarah kearifan lokal telah tercatat bahwa aspek kepemimpinan telah
tercermin sejak zaman prasejarah sampai zaman sejarah kerajaan - kerajaan terdahulu di
Indonesia, yakni kerajaan Hindu-Budha yang telah dimulai sejak abad ke-16 maupun
sampai pada kerajaan Islam. Selain itu warisan budaya, nilai-nilai agama dan
keanekaragaman suku adat dan istiadat juga mengandung beragam konsep kepemimpinan
yang diwariskan untuk generasi selanjutnya untuk dipelajari dan dilestarikan. Pengertian
istilah local wisdom atau kearifan lokal merupakan suatu nilai-nilai, pandangan atau
gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam
sejak zaman dahulu kala dan merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang dan
diikuti oleh anggota masyarakat setempat. Kearifan lokal erat kaitannya dengan budaya
lokal dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat disuatu wilayah tertentu yang
berbeda dengan budaya yang dimiliki masyarakat yang berada ditempat atau wilayah lain.
Keanekaragaman budaya, suku, adat-istiadat dan nilai-nilai luhur mewariskan kekayaan
kearifan lokal tentang konsep kepemimpinan diberbagai daerah di Indonesia.
Beberapa kearifan lokal di Indonesia yang memiliki konsep kepemimpinan yang
dapat dipelajari antara lain budaya jawa yang menyimpan nilai luhur yang mulia. Dalam
konsep kepemimpinan orang jawa memiliki semboyan dan pandangan hidup yang selalu
harus dilaksanakan agar kepemimpinannya dapat berjalan dengan baik karena diiringi
dengan sikap-sikap yang arif dan bijaksana. Sikap dan pandangan itu antara lain ialah
seorang pemimpin harus dapat hamangku, hamengku, hamengkoni. Hamangku diartikan
sebagai sikap dan pandangan yang harus berani bertanggung jawab terhadap
kewajibannya, hamengku diartikan sebagai sikap dan pandangan yang harus berani
ngrengkuh (mengaku) sebagai kewajibannya dan hamengkoni dalam arti selalu bersikap
berani melindungi dalam segala situasi. Jadi, seorang pemimpin dalam pandangan
masyarakat Jawa itu harus selalu berani bertanggung jawab, mengakui rakyatnya sebagai
bagian dari hidupnya dan setiap saat harus selalu melindungi dalam segala kondisi dan
situasi (Wahyudi, 2011). Selain itu terdapat konsep kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro
yang mengandung filosofi jawa dengan slogannya yaitu ”Ing Ngarsa Sung Tuladha”
berarti dari depan memberikan teladan. Pemimpin harus menjadi teladan yang baik bagi
anggotanya sehingga anggotanya akan mematuhi perintah dan arahan pemimpin. ”Ing
Madya Mangun Karsa” berarti di tengah menggugah semangat. Pemimpin ketika berada di
tengahtengah yang dipimpin harus bisa mendelegasikan pekerjaan dan membimbing
dalam pencapaian tujuan organisasi. Mendelegasikan disini tentu saja sesuai dengan
kapasitas dan kemampuan anak buah. Melalui proses pelatihan dan pembimbingan yang
tepat, pendelegasian tugas dan kewenangan dapat menggugah semangat kerja dan
motivasi anak buah. Menjadi pemimpin yang partisipatif tentu saja berarti berani dan mau
menggulungkan lengan baju untuk memberikan dukungan yang diperlukan dan
memecahkan masalah yang dihadapi. Seorang pemimpin harus bisa merangkul yang
dipimpinnya, mau menerima kritik dan saran, serta mampu menggugah semangat
bersama untuk meraih visi bersama. Saat di tengah-tengah pemimpin harus bisa membuat
atmosfer organisasi menjadi positif, sehingga akan muncul semangat bersama untuk
saling memotivasi dalam mencapai tujuan yang diinginkan. ”Tut Wuri Handayani” berarti
dari belakang memberikan dorongan. Seorang pemimpin juga harus bisa menempatkan diri di
belakang untuk memotivasi dan mendorong individu-individu dalam organisasi yang
dipimpinnya berada di depan untuk memperoleh kemajuan dan prestasi.
Selain itu konsep kepemimpinan yang merupakan warisan kerajaan Hindu-
Buddha antara lain sikap dermawan yang di miliki oleh Raja Mulawarman dari kerajaan
Kutai yang mencapai masa kejayaannya, pada kala itu masyarakat hidup dengan makmur
dan sejahtera. Selain itu kerajaan Kalingga yang bercorak budha mencapai masa kejayaan
pada pemerintahan Ratu Sima. Ratu sima merupakan sosok pemimpin yang tegas,
bijaksana dan adil serta menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Pemimpin panglima
perang dari kerajaan Majapahit yaitu patih Gajah Mada yang memiliki keberanian dan
tekad yang kuat serta sikap nasionalisme yang tinggi dan mampu menyatukan sebagian
besar wilayah Nusantara melalui sumpah palappa yang tercatat dalam kitab pararaton.
Selain itu ada tokoh Raja yang masyhur yaitu Prabu Siliwangi dari kerajaan paku
pajajaran yang menjadi pusat perdagangan komoditas rempah-rempah dan memiliki akses
perdagangan yang luas hingga sampai ke afrika. Lima sikap kepemimpinan yang
diwariskan oleh Prabu Siliwangi yakni (1). Kasuran (pengabdian terhadap sesama, alam
dan Tuhan YME), (2). Kadiran (Tangguh salam strategi politik). (3). Kawanen (berani
bertindak), (4) Ngaping Seweu Putu (Mampu melayani rakyat) (5)Ngemplong Taya
Aling-Aling (keterbukaan diplomatik dalam membuka hubungan internasional seluas-
luasnya). Dalam pola Ucapan (budi bahasa) Prabu Siliwangi berkarakter : 1. Ajen
Wewesen (Berbudi luhur, sehingga mampu mentransformasi visi dan missi bersama),
2. Teas Perep Lemes Usap (Disiplin dan teguh dalam mempertahankan komitmen),
3. Pageuh Kepel, Lega Awur (Hemat/tidak boros tapi sekaligus dermawan, dengan
langkah yang efektif dan efisien). Dalam Pola Sikapnya, Eyang Prabu Siliwangi memilik
karakter: 1. Satria Nupinandita(Kesatria militant yang dapat dipercaya dan shaleh seperti
pendeta), 2. Mawusana Panya Trawan (menghentikan permusuhan), 2. Mitra
Samaya (saling bekerjasama), 3. Pribhaksa(menghindari Dendam).
Konsep kepemimpinan yang diwariskan dalam kearifan lokal indonesia oleh
tokoh-tokoh nasionalis, raja-raja yang tersohor dari kerajaan zaman dahulu serta nilai-
nilai luhur budaya setempat memiliki nilai-nilai kearifan, keteladanan dan kemuliaan
yang patut dikembangkan dan dikaji lebih lanjut. Sebab konsep kepemimpinan tidak
hanya berasal dari kajian keilmuan barat namun berasal banyak nilai-nilai kepemimpinan
yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa kita dan patut untuk diteladani sebagai
identitas bangsa kita.

Apakah Teori-Teori yang Ada Relevan Atau Tidak? Perlukah Melakukan Improvisasi
Dalam Kepemimpinan?
Improvisasi adalah melakukan sesuatu tanpa persiapan. Biasanya terjadi secara serta
merta karena di dukung oleh kondisi dan keadaan. Improvisasi bersifat spontan dan
refleks. Improvisasi membutuhkan spontanitas, kreatifitas, daya cipta, daya khayal serta
kepiawaian dalam menguasai keadaan. Seseorang yang berjiwa terbuka, rileks dan percaya
diri lebih mudah melakukan improvisasi dari pada mereka yang cenderung pemalu, penakut,
dan selalu negatif thinking. Dalam konsep teori kepemimpinan yang ada telah mengalami
banyak perkembangan antara teori kepemimpinan yang satu dengan yang lain tentu saja
untuk menjadi seorang pemimpin yang sukses kita haruslah memahami konsep dan teori
kepemimpinan yang ada. Namun beberapa teori kepemimpinan sudah tidak sesuai dengan
kondisi peradaban dunia yang semakin maju dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi seperti
sekarang ini, sehingga konsep kepemimpinan yang telah usang tidak cocok untuk
diimplementasikan pada masa sekarang oleh karena itu, pemimpin yang cerdas harus mampu
melakukan improvisasi terhadap skill kepemimpinan yang dimilikinya untuk menghadapi
kondisi yang kian kompleks. Kemampuan dan bakat kepemimpinan haruslah diasah agar
peran kepemimpinan dapat dijalankan sesuai dengan kondisi sekarang dan tujuan organisasi
atau kelompok dapat dicapai. Selain itu diperlukan improvisasi yang tetap meneladani konsep
kepemimpinan yang telah diwariskan oleh sejarah kearifan lokal yang dimiliki dengan
mengkaji ulang konsep yang cocok untuk diterapkan dalam kondisi sekarang. Pemimpin
harus inovatif dan mampu mampu melakukan improvisasi dalam kondisi yang kompleks dan
mudah berubah-ubah seperti saat ini, agar mampu menghadapi konflik dan kendala yang
kian rumit. Sebab jika tidak maka kelangsungan organisasi akan terancam dan tujuan tidak
akan tercapai. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan inovasi dan improvisasi
dalam peran kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1. Memiliki visi. Ini adalah syarat mutlak bagi pemimpin manapun. Inovasi lahir dari
visi dan misi yang jelas, terukur dan memiliki tujuan/sasaran. Share visi Anda kepada
anak buah dengan gamblang karena hal ini mengilhami mereka untuk mencari cara
demi meraihnya dan menyiapkan solusi untuk menghadapi tantangannya.
2. Terbuka terhadap perubahan. Perubahan adalah kebutuhan, bukan hambatan.
Pemimpin inovatif tidak mudah puas dengan hasil yang didapat dan selalu berambisi
untuk berbuat lebih baik. Perlihatkan a better future painting, untuk menularkan
optimisme dan keyakinan Anda bahwa perubahan yang Anda inginkan akan
berbuah sukses, layak dilakukan dan tidak akan sia-sia.
3. Langgar aturan main. Maksudnya untuk tidak terlalu terpaku pada aturan yang
berlaku dan dapat melakukan sedikit „improvisasi‟. Inovasi, terutama yang radikal
berarti melakukan sesuatu yang berbeda dari yang pernah ada. Oleh karena itu, pikiran
lateral yang menghasilkan cara-cara baru dalam menciptakan dan menjalankan
inovasi sangat dibutuhkan.
4. Mencari alternatif. Himbaulah diri Anda dan anak buah untuk melakukan dua hal,
pertama melakukan pekerjaannya dengan seefektif mungkin dan yang kedua dengan
cara baru. Arahkan mereka untuk berpikir dan mempertanyakan kembali peranan dan
cara kerja mereka sehingga pikiran mereka lebih terbuka dan mampu melihat hal lain
yang tak terpikirkan sebelumnya.
5. Siap menghadapi kegagalan. Bahkan innovator terbesar pun pernah merasakan
kegagalan. Tanamkan pada diri sendiri dan orang lain bahwa kegagalan merupakan
jalan menuju sukses.
6. Ujicobakan inovasi Anda. Selalu uji cobakan inovasi Anda terlebih dahulu untuk
melihat respon dan hasilnya. Usahakan melakukannya langsung kepada sasaran agar
lebih representatif dan mencerminkan hasil sebenarnya.
7. Selalu bersemangat. Fokus pada hal-hal yang ingin diubah dan tantangan yang akan
dihadapi. Tularkan semangat dan energi Anda pada anak buah agar mereka turut
mendukung Anda dengan sepenuh hati dan tenaga. Selalu tunjukkan antusiasme dan
keyakinan Anda dan sebarkan setiap kali Anda berkomunikasi.
Referensi:
Bass, B.M. (1990). Bass & Stodgill's Handbook of Leadership: Theory, Research, and
Managerial Applications. Third Edition. New York: The Free Press.
Bass, B.M. (1990). From transactional to transformational leadership: learning to share
vision. Organizational Dynamics, 18(3), 19-31.
Robbins, Stephen P, dan Mary Coulter. (2010). Manajemen ed.kesepuluh jilid 2. Jakarta:
Erlangga
Soekarso, Iskandar Putong (2015). Kepemimpinan Kajian Teoritis dan Praktis (Volume I dari
kepemimpinan edisi I). Jakarta: Penerbit Erlangga
http://newindahsusilawati.blogspot.com/2015/12/teori-tipe-dan-gaya-kepemimpinan.html
Jurnal SETIA dari PERSETIA (Persekutuan Antar Sekolah-sekolah Teologi di Indonesia),
oleh Pdt. Dr. Yakob Tomatala.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655982/pendidikan/modul-kepemimpinan-ii.pdf
https://ahmadsamantho.wordpress.com/2017/09/16/warisan-kearifan-dan-keteladanan-prabu-
siliwangi/
http://newindahsusilawati.blogspot.com/
https://www.mditack.co.id/2017/10/04/konsep-gaya-kepemimpinan-dari-ki-hajar-dewantara/

Anda mungkin juga menyukai