Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SOSIOLOGI ISLAM
“KEPEMIMPINAN DI INDONESIA MENURUT
PANDANGAN ISLAM”
Dosen Pengampu: Ellya Rosana, S.Sos., M.H

Disusun Oleh Kelompok 9


1. Alfarizi (2231050037)
2. Olga Yonata ( 22310500
3. Vindi Arindia (2231050034)

KELAS B
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TA 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas taufiq, rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kepemimpinan di Indonesia Menurut Pandangan Islam” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Islam. Dan
tidak lupa, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ellya Rosana, S.Sos.,
M.H selaku dosen pengampu mata kuliah Sosiologi Islam dan terima kasih juga
kepada semua pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada penulis khususnya, serta kepada semua pihak yang
membaca makalah ini demi kemajuan ilmu pengetahuan. Amiin Ya
Rabbal‘Alamiin.

Bandar Lampung, 22 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh


pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial,
sebab prinsip-prinsip dan rumusanya diharapkan dapat mendatangkan manfaat
bagi kesejahteraan manusia. Kepemimpinan yang efektif harus memberikan
pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan
organisasi. Tanpa kepemimpinan atau bimbingan, hubungan antara tujuan
perseorangan dan tujuan organisasi mungkin menjadi renggang (lemah). Keadaan
ini menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan
pribadinya. Sementara itu keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam
pencapaian sasaran-sasarannya.1 Pengertian kepemimpinan dapat dilihat dari
berbagai sisi kepemimpinan itu sendiri, kepemimpinan mengandung dua segi,
yaitu:

a) Pemimpin formal, orang yang secara resmi diangkat dalam jabatan


kepemimpinannya, teratur dalam organisasi secara hirarki. Kepemimpinan
formal ini disebut dengan istilah “kepala”.
b) Pemimpin informal, yaitu kepemimpinan ini tidak mempunyai dasar
pengangkatan resmi, tidak nyata terlihat dalam hirarki kepemimpinan
organisasi.2

Sebagai kedudukan, kepemimpinan merupakan suatu kompleks dari hak-


hak dan kewajiban- kewajiban yang dapat dimiliki oleh seseorang atau badan.
Sebagai suatu proses, kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan
oleh seseorang atau sesuatu badan yang menyebabkan gerak dari warga
masyarakat. Kepemimpinan seseorang (pemimpin) harus mempunyai sandaran-
1
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi., Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm 3.
2
sandaran kemasyarakatan atau social basis. Pertama-tama kepemimpinan erat
hubungannya dengan susunan masyarakat. Masyarakat-masyarakat yang agraris
dimana belum ada spesialisasi, biasanya kepemimpinan meliputi seluruh bidang
kehidupan masyarakat. Kekuatan kepemimpinan ditentukan oleh suatu lapangan
kehidupan masyarakat yang suatu saat mendapat perhatian khusus dari masyarakat
yang disebut cultural focus. Cultural focus dapat berpindah-pindah, misalnya
pada suatu waktu di lapangan politik, lain waktu pada lapangan ekonomi,
kemudian lapangan hukum dan seterusnya. Apabila dalam suatu saat cultural
focus beralih, maka si pemimpin pun harus mampu mengalihkan titik berat
kepemimpinannya pada cultural focus yang baru.3

2. Konsep Kepemimpinan Dalam Politik Di Indonesia

Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem pemerintahan


presidensial. Berbeda dengan sistem kepartaian yang tidak diatur secara tegas oleh
konstitusi, UUD 1945 secara tegas dan rinci mengatur sistem pemerintahan yang
mengacu pada sistem presidensial. Pengaturan tersebut terdapat di dalam Bab III
tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara dan Bab IV tentang Kementrian Negara.

Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dipilih melalui pemilu yang


terpisah dengan pemilu legislatif. Sebelum dilakukan amandemen UUD 1945
presiden dan wakil presiden dipilih melalui pemilihan oleh anggota MPR. Pada
rejim Orde Baru pemilihan presiden seolah-olah tidak memberikan kesan yang
berarti bagi republik karena setiap sidang umum untuk memilih presiden dapat
dipastikan anggota MPR secara aklamasi memilih kembali Presiden Suharto.
Pemilihan presiden dan wakil presiden yang terjadi di Gedung DPR/MPR pada
tahun 1999 kembali menjadi sorotan publik masyarakat Indonesia dan
internasional. Pertama kalinya anggota MPR memilih presiden dan wakil presiden
melalui pemungutan suara.

Munurut Jimly bahwa sistem pemilihan presiden dan wakil presiden yang
dilakukan oleh anggota MPR sampai tahun 1999 dinilai kurang demokratis dan
3
Kamanto Sunarto, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, Erlangga, Jakarta,
2011, hal.138
tuntutan untuk pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung pada saat
itu semakin kuat. Akhirnya pada tahun 2001 terjadi amandemen ketiga terhadap
UUD 1945, salah satu materi yang diamandemen adalah presiden dan wakil
presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Akhirnya, pada
tahun 2004 rakyat Indonesia pertama kali memilih kepala negara secara langsung.
4
Pemilu presiden secara langsung ini ditujukan untuk mendapatkan pemimpin
pemerintahan dan negara yang memiliki legitimasi yang kuat karena dipilih dan
didukung secara langsung oleh mayoritas rakyat Indonesia. Pemilu presiden dan
wakil presiden 2004 menghasilkan pemerintahan yang memiliki legitimasi yang
kuat. Namun persoalan lain yang muncul adalah pemerintah terpilih tidak mampu
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa.
Ketidakmampuan pemerintah mengimplementasikan kebijakan-kebijakan publik
disebabkan karena pemilu presiden secara langsung tidak menghasilkan
pemerintahan yang efektif, kuat dan stabil.

3. Kepemimpinan Dalam Islam

Kepemimpinan negara dalam terminologi Islam disebut dengan khalifah,


yaitu penguasa dan pemimpin tertinggi rakyat. Pemimpin mempunyai posisi
sentral dalam rangka menentukan kebijakan negara dan melaksanakan dengan
segenap sumber daya kekuasaannya yang terorganisasikan sejalan dengan
program yang telah ditunjukkan Islam demi tegaknya kehidupan yang lebih layak
untuk perbaikan, kesejahteraan dan kemakmuran umat manusia.5 Selain kata
khalifah disebut juga Ulil Amri yang satu akar dengan kata amir sebagaimana di
atas. Kata Ulil Amri berarti pemimpin tertinggi dalam masyarakat Islam.

Konsep kepemimpinan dalam Islam memiliki dasar-dasar yang sangat kuat


dan kokoh yang bukan saja dibangun dari nilai-nilai ajaran Islam, namun telah
dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu oleh nabi Muhammad SAW, para
4
Mahfud MD., "Pemilihan Langsung Presiden dan Wakil Presiden ecar Langsung Perspektif
Politik dan Hukum Tatanegara", dalam Jurnal Unisia, No. 51/ XXVIII/2004- Januari-
Maret 2004 hlm. 9
5
Ali as-Salus, Imamah dan Khalifah dalam Tinjauan Syar'i, Alih bahasa Asmuni Solihan
Zamakhsyari (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm. 15.
Shahabat dan al-Khulafa' al-Rosyidin. Bersumber dari al-Qur'an dan al-Sunnah,
Berkembang dinamis karena dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik dan budaya.

Dalam Islam sendiri di dalam sejarah mengalami pasang surut pada sistem
kepemimpinannya. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman pemimpinannya
terhadap masa depan mengenai bagaimana mengatur strategi dalam
memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh umat dalam segala posisi kehidupan
untuk menentukan langkah sejarah. Untuk itu kepemimpinan sangatlah
mempengaruhi bagi kesejahteraan umat, apakah akan mencapai suatu kejayaan
atau bahkan suatu kemunduran. Karena bukan rahasia umum lagi bahwa Islam
pernah mencapai suatu masa kejayaan ketika abad-abad perkembangan awal
Islam.

Jika ditinjau dalam pandangan Islam, maka kepemimpinan yang baik


harus berlandaskan Al-Qur’an dan hadis. Atau dengan kata lain, menjadikan Al-
Qur”an dan hadits sebagai pedoman dalam menjalankan kepemimpinannya.
Usaha yang paling praktis adalah mencontoh akhlak atau perilaku Rasulullah
Muhammad Saw. Dalam memimpin ummat Islam. Meneladani akhlak terpuji
Rasulullah saw. merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Membiasakan akhlak
terpuji dalam kehidupan sehari-hari, termasuk salah satu bukti cinta kita kepada
Rasulullah saw. Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk terbaik
ciptaan-Nya, yang layak dijadikan khalifah di muka bumi. Kekhalifahan manusia
di bumi merupakan tujuan penciptaan manusia, dan memang hanya manusia yang
mau dan mampu menerima amanat dari Allah sebagai khalifah, dengan etika
religius bahwa manusia bebas memilih dan berkehendak untuk mengikuti perintah
perintah Allah. Tugas manusia sebagai pemimpin di bumi ini ialah memakmurkan
alam sebagai manifestasi dari rasa syukur manusia kepada Allah dan pengabdian
kepada-Nya. Tugas kekhalifahan diberikan kepada setiap manusia. 6 Seperti yang
dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Shad ayat 26:

6
Dr. M. Sobry Sutikno, Pemimpin Dan Kepemimpinan. ( Lombok: Holistica, 2018), hal 69
‫َٰي َد اُوۥُد ِإَّنا َج َع ْلَٰن َك َخ ِليَف ًة ِفى ٱَأْلْر ِض َف ٱْح ُك م َبْيَن ٱلَّن اِس ِب ٱْلَح ِّق َو اَل‬
‫َتَّتِبِع ٱْلَهَو ٰى َفُيِض َّلَك َع ن َس ِبيِل ٱِهَّللۚ ِإَّن ٱَّلِذ يَن َيِض ُّلوَن َع ن َس ِبيِل ٱِهَّلل‬
‫َلُهْم َع َذ اٌب َش ِد يٌۢد ِبَم ا َنُسو۟ا َيْو َم ٱْلِح َس اِب‬
Artinya: Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di
muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari
jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat
azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.

4. Bentuk Kepemimpinan Negara Dalam islam

Negara merupakan satu perangkat instrumental bagi pelaksanaan tata


pemerintahan. Hal ini telah disadari oleh umat Islam, tatkala Islam mulai
mengalami perkembangan, baik itu dalam hal jumlah kaum Muslimin maupun
pada sektor wilayah kekuasaan Islam yang semakin meluas. Hal tersebut cukup
memberi satu alasan penting untuk menumbuhkan kesadaran dikalangan umat
Islam tentang perlunya penataan sistem ketatanegaraan yang lebih rapih dan
terkordinasi. Terdapat sebuah kaitan antara Islam sebagai suatu rancangan
yang menyeluruh untuk menata kehidupan umat manusia, dengan politik sebagai
satu-satunya alat yang dipakai untuk menjamin ketaatan universal terhadap
rancangan tersebut.7 Konsep ini telah dipahami oleh Nabi Muhammad SAW,
sebagai sebuah cara untuk membangun peradaban Islam dalam bidang Politik
Ketatanegaraan. Dan itu tampak pada keberhasilannya dalam meletakkan landasan
sebuah negara yang berdasarkan ajaran-ajaran Islam pada masa pemerintahan
Islam waktu itu. Kata Negara merupakan pemakaian istilah dari ketata bahasaan
Indonesia yang memiliki arti: pertama, organisasi disuatu wilayah yang
mempunyai kekusaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh seluruh rakyat; kedua,
kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi
7
Hamit Enayat, Reaksi Politik Sunni dan Syi’i: Pemikiran Politik Modern Menghadapi
Abad Ke-XX, (Bandung: Pustaka, 1998), hlm.1.
dibawah lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai kesatuan
politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Sementara itu
istilah ‘negara’ dalam ilmu politik dapat berarti agency (alat) dari masyarakat
yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan manusia dalam
masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Secara
ringkas negara adalah suatu wilayah yang di dalamnya terdapat kesatuan
penduduk yang diperintah oleh sekelompok orang (yang berkuasa) untuk
mencapai suatu kedaulatan.8

4. Pandangan Islam Terhadap Kepemimpinan Di Indonesia

8
Kamaruzzaman, Relasi Islam Dan Negara; Perspektif Modernis dan Fundmentalis,
(Magelang: IndonesiaTERA, 2001), hlm.28.

Anda mungkin juga menyukai