Anda di halaman 1dari 230

EMAS ISBN: 978-602-9105-07-0

DI INDONESIA

Geologi,
Eksplorasi dan
Pemanfaatannya

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


BADAN GEOLOGI
EMAS
DI INDONESIA

Geologi,
Eksplorasi dan
Pemanfaatannya

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


BADAN GEOLOGI
2014
TIM PENYUSUN

R. Sukhyar
Calvin Karo Karo Gurusinga
Prima Muharram Hilman
Sabtanto Joko Suprapto
Rahardjo Hutamadi
Rudy Gunradi
Dwi Nugroho Sunuhadi
Kusdarto
Machali Muchsin
Muta’alim
Mangara P Pohan
Danny Z Herman
Eddie Kurnia Djunaedi
Sutrisno
Bambang Nugroho Widhi
Denni Widhiyatna
Rina Wahyuningsih
Nixon Juliawan
Yuman Pertamana
Candra

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


Penasihat
Kepala Badan Geologi

Pengarah
Kepala Pusat Sumber Daya Geologi

Penanggungjawab
Prima Muharram Hilman

Redaktur
Rina Wahyuningsih
Denni Widhiyatna
Rahardjo Hutamadi
Bambang Nugroho Widhi

Editor
Sabtanto Joko Suprapto
Rudy Gunradi
Kusdarto
Nixon Juliawan
Dwi Nugroho Sunuhadi
Herry Rodiana Eddi
Yuman Pertamana

Desain Grafis
Candra
Rizki Novri Wibowo

Sekretariat
Hartati

Diterbitkan oleh :
Pusat Sumber Daya Geologi - Badan Geologi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Jl. Soekarno Hatta No.444 Bandung 40254,
Telp (022) 5202698, 5226270

ISBN : 978-602-9105-07-0

Cetakan Ke 2
KATA PENGANTAR

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng bumi yaitu


Lempeng Eurasia, India-Australia dan Pasifik. Proses pertemuan
lempeng tersebut diantaranya menghasilkan mineralisasi logam di
beberapa tempat. Mineral logam emas merupakan salah satu
komoditas yang tersebar di beberapa tempat di Indonesia.
Sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Geologi untuk
menginventarisasi potensi sumber daya geologi di Indonesia, maka
buku tentang potensi emas di Indonesia ini diterbitkan sebagai
upaya mensosialisasikan data dan informasi salah satu potensi
sumberdaya mineral logam kepada masyarakat. Buku ini berisi
tentang pengenalan dan sejarah pertambangan emas di Indonesia,
aspek geologi., eksplorasi, penambangan dan pengolahan,
keterdapatan emas di Indonesia, pemanfaatan dan konservasi serta
nilai tambah emas.
Seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat akan manfaat emas sebagai perhiasan dan alat
investasi maka terbitnya buku ini akan lebih memperkaya wawasan
masyarakat tentang sisi lain dari keunikan mineral logam ini. Saya
berharap Semoga buku ini dapat memberikan kontribusi yang besar
dalam pengelolaan sumber daya mineral di Indonesia.
Selanjutnya, saya ucapkan terimakasih kepada Tim Publikasi
Khusus yang terdiri dari redaktur, editor, dan sekretariat yang telah
bekerja keras menghimpun data, berbagi pengetahuan dan
pengalaman untuk menyusun buku ini.

Bandung, 2014

Kepala Badan Geologi

R. Sukhyar

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB 1. PENGENALAN TENTANG EMAS


1.1. Pendahuluan ............................................................................ 2
1.2. Sejarah Penambangan Emas di Indonesia .............................. 6
1.3. Kegunaan/Pemanfaatan ........................................................... 15

BAB 2. GEOLOGI
2.1 Metalogenik - Busur Magmatik Indonesia ................................. 22
2.2. Mula Jadi ................................................................................... 39
2.3. Tipe Mineralisasi ........................................................................ 41

BAB 3. EKSPLORASI
3.1. Tahapan Eksplorasi ................................................................... 58
3.2. Sistem Pengambilan Conto ....................................................... 72
3.3. Analisis Laboratorium ................................................................ 80
3.4. Metode Perhitungan Cadangan/Estimasi Sumber Daya ........... 96

BAB 4. PENAMBANGAN
4.1. Tambang Permukaan ................................................................ 106
4.2. Tambang Bawah Permukaan (Underground Mining) ................ 114

BAB 5. PENGOLAHAN
5.1. Pengecilan Ukuran (kominusi) .................................................. 129
5.2. Konsentrasi ............................................................................... 132
5.3. Persiapan Pemurnian (Prapemurnian) ...................................... 141
5.4. Pemurnian ................................................................................. 149

BAB 6. KONSERVASI SUMBER DAYA MINERAL


6.1. Sumber Daya Emas Berkadar Rendah / Marginal ................... 152
6.2. Sumber Daya/cadangan Mineral Tertinggal ............................. 154
6.3. Mineral Lain .............................................................................. 156
6.4. Mineral Ikutan ........................................................................... 157
6.5. Tailing ....................................................................................... 157
6.6. Nilai Tambah ............................................................................ 162
6.7. Pengelolaan Lingkungan ......................................................... 162
6.8. Reklamasi ................................................................................ 164

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


ii
Daftar Isi

BAB 7. KETERDAPATAN EMAS DI INDONESIA


7.1. Sumatera ................................................................................ 171
7.2. Jawa ....................................................................................... 183
7.3. Nusa Tenggara ....................................................................... 188
7.4. Kalimantan .............................................................................. 190
7.5. Sulawesi ................................................................................. 199
7.6. Kepulauan Maluku .................................................................. 209
7.7. Papua ..................................................................................... 211

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 214

iii
BAB 1
PENGENALAN
TENTANG EMAS
BAB 1
PENGENALAN TENTANG EMAS

1.1. Pendahuluan

Emas adalah unsur kimia yang dalam tabel periodik merupakan


bagian kelompok B dari famili I dengan simbol Au (Bahasa Latin:
'aurum') dan nomor atom 79 bersama dengan perak dan tembaga.
Emas merupakan logam transisi (trivalen dan univalen) yang kuning,
mengkilap, lunak, lentur, berat, dan mudah ditempa sampai dengan
ketebalan 0,00001 mm. Emas tidak bereaksi dengan kebanyakan
zat kimia lainnya tetapi permukaannya dapat menjadi kusam oleh
klorin dan fluorin. Logam ini banyak terdapat sebagai bungkal
(nugget) emas atau serbuk dalam batuan dan pada endapan aluvial
serta merupakan salah satu logam yang dapat dijadikan mata uang
(coinage). Kode ISO untuk emas adalah XAu. Emas dapat melebur
°
pada suhu sekitar 1.000 C.
Kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 dalam skala Mohs
sebanding dengan mineral kalsit. Emas biasanya berasosiasi
dengan mineral pengotor (gangue minerals) antara lain kuarsa,
karbonat, turmalin, dan fluorit. Secara alamiah, emas terdapat dalam
bentuk emas native, emas telurida, elektrum yang merupakan jenis
lain dari emas native dengan kandungan perak lebih besar dari 20%
dan sejumlah paduan emas dengan unsur-unsur belerang, antimon,
dan selenium. Selain itu mineral pembawa emas juga berasosiasi
dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Emas umumnya
terikat di dalam sulfida-sulfida logam dan hasil pelapukannya antara
lain pirit, kalkopirit, galenit, stibnit, tetrahedrit, sfalerit, arsenopirit
dan molibdenit.
Emas terbentuk dalam beraneka ragam campuran yang
terutama mengandung logam-logam perak (Ag), tembaga (Cu) dan
timbal (Pb). Beberapa telurida Au dan Au-Ag biasanya terbentuk
sebagai silvanit, calaverit, petzit, krennerit dan nagyagit. Antimonida,
aurostibit dan AuSb2 dalam cebakan-cebakan mengandung emas;
bersama dengan selenida emas mengandung Ag, fischesserit.
Ag3AuSe2, sulfida emas mengandung Ag, uytenbogaardit, bismuthid,
maldonit dan Au2Bi. Mineral-mineral bijih Au yang utama berupa
logam murni, aurostibit dan beraneka ragam telurida.
Berat Jenis emas bergantung pada perlakuannya, jenis dan
kandungan logam lain yang terpadu dengannya. Sebagai contoh
emas tuang mempunyai BJ 19,3, emas suling (distilled gold) 19,26,

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


2
Bab 1 Pengenalan Tentang Emas

drawn gold 19,25, cold rolled sheet 19,296 dan precipitated gold oleh
CH2O 19,29 (Tabel 1.1). Titik leburnya adalah 1.045°C dan titik
didihnya sekitar 2.500°C (McGraw Hill Encyclopedia of Science and
Technology).
Kandungan emas dalam kerak bumi rata-rata 0,005 ppm,
perbandingan Au dan Ag 0,07. Rata-rata kandungan Au dalam
batuan beku : 0,004 ppm dalam ultramafik; 0,007 ppm dalam gabro-
basalt; 0,005 ppm dalam diorit-andesit; dan 0,003 ppm pada granit-
riolit. Sementara kandungan Au dalam batuan sedimen : 0,03 ppm
dalam batupasir dan konglomerat; 0,004 ppm dalam serpih; dan
0,003 ppm dalam batugamping.
Warna emas secara alami bervariasi tergantung ukuran
partikelnya. Emas precipitated biasanya berwarna coklat, tetapi ada
juga yang mempunyai bayangan hitam, ungu, biru dan merah muda
(pink). Dalam lembaran tipis, biasanya tembus cahaya dan
memancarkan cahaya kehijauan. Sebagai paduan, warna kuningnya
bervariasi tergantung jenis logam paduannya. Paduan emas-perak
misalnya, membuat warna kuning emas menjadi lebih muda,
sedangkan dengan tembaga warna kuning tersebut akan menjadi
lebih tua atau agak kemerahan. Para ahli perhiasan menyebut emas
putih (monel) bila emas dipadukan dengan platinum sejumlah 25%
atau 12% paladium.
Kemurnian emas diukur dengan karat, menunjukkan seberapa
murni emas yang terkandung dalam suatu paduan. Satu karat sama
dengan 1/24 bagian emas atau 4,1667%. Emas 24 karat berarti
emas murni, sedangkan emas 18 karat mengandung 18 bagian
emas dan 6 bagian paduan. Bergantung pada daerahnya, emas
perhiasan di Indonesia bervariasi dalam ukuran karat, tetapi
umumnya berkisar antara 22 sampai dengan 24 karat. Inggris
menggunakan standar 22 karat koin emas setara dengan 91,67% Au
dan 8,33% Cu dengan warna agak kemerahan, sedangkan Amerika,
Jerman dan Italia membuat koin emas dengan perbandingan
77,78% Au dan 22,22% Cu.

Tabel 1.1. Karakteristik Emas

Aspek Sifat
Rumus Kimia Au
Warna Kuning, jingga, kuning keputihan, merah keputihan
Kilap Metalik
Goresan Kuning
Berat Jenis (g/cm3) 15,5 – 19,3

3
Kekerasan (Mohs) 2,5 – 3,0
Bentuk Kristal Isometrik, kristal jarang
Belahan Retakan kasar
Kelenturan Lunak dan mudah ditempa

Tabel 1.2. Kelompok Mineral Bijih Emas

Kelompok Mineral Bijih Emas Rumus Kimia

Native dan Campuran Emas native AuAg


Electrum AuAg (20 - 50%)
Auricuprida Cu3Au
Rozhkovit AuPd
Tetraauricuprida CuAu
Maldonit Au2Bi
Emas palladium AuPd
Emas iridic AuIr
Emas rhodian AuRb
Emas bismuthian AuBi
Emas cuprian AuCu
Cuprian electrum AuAgCu
Zvyagintsevit (Pd. Pt.Au)3(Pb.Sn)

Tellurida Calaverit (AuAg)Te2


Krenerit AuTe2
Montbrayit (AuSb) 2Te3
Muthmannit (AgAu)Te
Sylvanit (AuAg)Te4
Kostovit AuCuTe4
Nagyagit Pb5Au(TeSb4)S5
Bogdanovit Au5(CuFe)3(TePb) 2
Bessmertnovit Au4Cu(TePb)
Bilibinshit Au3Cu2Te2
Petzit Ag3Au2Te
Hesit AgTe2

Selenida, Sulfida dan Fischesserit Ag3AuSe2


Antimonida Uytenbogaardtit Ag3AuS2
Aurostibite Aub2
Sulfida (pirit dan arsenopirit
yang mengandung emas)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


4
Bab 1 Pengenalan Tentang Emas

Gambar 1.1. Emas sekunder dari rekahan pada cebakan emas primer,
Daerah Kelian, Provinsi Kalimantan Timur
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 1.2. Butiran emas aluvial dari endapan aluvial tua


Sungai Topo, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua.
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

5
1.2. Sejarah Penambangan Emas di Indonesia

Sejarah penambangan emas di Indonesia ini telah dimulai sejak


lebih dari seribu tahun lalu dengan kedatangan imigran dari Cina
yang menambang emas di beberapa wilayah, dilanjutkan pada
Jaman Hindu, pendudukan Belanda dan Jepang. Selama zaman
kolonial Belanda (1600 – 1942) perkembangan penambangan emas
sangat terbatas. Beberapa cadangan bijih emas yang ditemukan
pada periode ini berada di daerah Lebong, yaitu Lebong Donok dan
Lebong Tandai, Provinsi Bengkulu. Penemuan cebakan emas
lainnya yaitu di daerah Banten Selatan yang dikenal sebagai
tambang emas Cikotok milik PT. Aneka Tambang. Disamping itu
pula terdapat penemuan-penemuan cebakan emas lainnya dalam
jumlah yang relatif kecil.
Pada tahun 1939, produksi logam emas total tercatat sebesar
2,5 ton, yang setengahnya berasal dari Lebong Tandai. Selama
Perang Dunia II, semua tambang emas tersebut ditutup dan sesudah
perang hanya beberapa tambang yang dibuka kembali termasuk
Tambang Emas Cikotok. Produksi emas sejak berakhirnya Perang
Dunia II sampai pertengahan tahun 1980-an tidak menunjukkan
peningkatan yang berarti. Produksi total yang tercatat pada tahun
1985 berjumlah sekitar 2,6 ton, dengan lebih dari 90% dari jumlah
tersebut merupakan produk sampingan konsentrat tembaga yang
dihasilkan PT. Freeport Indonesia di Papua (dahulu Irian Jaya),
sedangkan sisanya berasal dari produksi PT. Aneka Tambang di
Cikotok.
Di Pulau Sumatera, emas sudah lama diusahakan oleh rakyat.
Kegiatan penambangan emas modern ditandai dengan
dibukanya tambang Lebong Donok, Bengkulu pada tahun
1899. Jenis cebakan yang dikerjakan adalah cebakan emas primer.
Usaha itu disusul oleh pembukaan tambang-tambang lain, seperti
Simau (1910), Salida (1914), Lebong Simpang (1921) dan Tambang
Sawah (1923). Tambang Mangani di Sumatera Barat mulai
berproduksi pada tahun 1913, tambang yang diusahakan oleh
perusahaan Equator ini bertahan sampai tahun 1931, kemudian beralih
kepemilikan dan dibuka kembali pada tahun 1939 oleh Marsman's
Algemeen Exploratie Maatschappij atau lebih dikenal MAEM.
Tambang-tambang lain yang dibuka sesudah era 1930-an yaitu
daerah Belimbing, Gunung Arum pada tahun 1935 dan dikelola
oleh perusahaan Barisan, daerah Bulangsi dikelola oleh Sumatra
Goldmijn Ltd dan Muara Sipongi pada 1936. Selain menambang bijih

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


6
Bab 1 Pengenalan Tentang Emas

emas primer, MAEM juga mengusahakan emas berasal dari endapan


aluvial (sekunder) di Meulaboh, Aceh yang dibuka pada tahun
1941 dan berlangsung hingga pecahnya Perang Dunia II. Tambang
emas aluvial lain terdapat di Logas Riau dan diusahakan oleh
perusahaan Bengkalis.
Di Kalimantan Barat, orang-orang Cina sejak dulu sudah
melakukan penambangan emas, akan tetapi hasilnya kurang
memadai dibandingkan dengan hasil tambang emas di Sumatera.
Tambang-tambang emas yang berkembang merupakan tambang-
tambang berskala kecil yang diusahakan oleh rakyat. Hal yang sama
juga berlangsung di Sulawesi Utara.
Cebakan bijih emas primer yang ditemukan di daerah Cikotok
mulai diproduksi pada 1940 dan diusahakan oleh perusahaan Zuid
Bantam (Anonim, 1998). Pembangunan tambang emas cikotok
dilakukan oleh N.V. Mynbouw Maatschappy Zuid Bantam
(NV.MMZB) dari tahun 1936 sampai 1939, pada saat itu pabrik di
Pasirgombong untuk pertama kalinya berproduksi. Cadangan bijih
emas pada waktu itu adalah sebesar 569.041 ton dengan kadar Au
8,4 g/ton dan Ag 481 g/ton. Tambang emas Cikotok dan Cikondang
dan sejumlah tambang emas di Sumatera (Simau, Lebong
Simpang, Mangani, Logas dan Meulaboh) serta tambang emas di
Sulawesi Utara (Tapaibekin) tetap berjalan walaupun pecah Perang
Dunia II.
Di zaman Jepang, tambang-tambang tersebut tetap beroperasi dan
dikelola oleh Perusahaan Jepang bernama Mitsui Kosha Kabunshiki
Kaisha dengan tujuan utamanya mengambil timah hitam dari tambang
Cirotan untuk kebutuhan militer. Antara tahun 1945 – 1948, yang
merupakan tahun perjuangan kemerdekaan, tambang emas Cikotok
dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia dibawah pengawasan
Jawatan Pertambangan Pusat Republik Indonesia.
Selama masa aksi militer Belanda ke-2 pada tanggal 23 Desember
1948, Tambang Cikotok kembali dikuasai oleh Belanda sampai
pengakuan kedaulatan pada akhir tahun 1949. Sementara itu
NV.MMZB telah kembali untuk meneruskan usahanya, tetapi
tambang dan pabrik mengalami kerusakan berat selama
pendudukan Jepang dan selama tahun-tahun revolusi selanjutnya.
Setelah mengetahui bahwa untuk merehabilitasi dan membangun
kembali tambang tersebut membutuhkan biaya besar sekali, maka
perusahaan tadi memutuskan untuk menjual tambang tersebut
kepada NV. Perusahaan Pembangunan Pertambangan (NV.PPP).

7
NV. Perusahaan Pembangunan Pertambangan kemudian
melakukan rehabilitasi tambang pada tahun 1954 dan mulai
berproduksi pada tahun 1957. Pengelola terakhir tambang ini adalah
Unit Pertambangan Emas Cikotok, namun dengan semakin
menipisnya cadangan sehingga tidak ekonomis untuk
dieksploitasi, maka pada akhir tahun 1994 produksinya dihentikan
dan pada Januari 1995 statusnya berubah menjadi Proyek Eksplorasi
dan Pengembangan Emas dan Perak Cikotok yang dikelola oleh PT.
Aneka Tambang.
Umumnya dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1970-an usaha
pertambangan emas hanya melakukan atau merehabilitasi sisa
perusahaan tambang emas sebelum perang dunia ke-2. Kegiatan
pencarian emas pada saat itu belum optimal karena undang-
undang/peraturan, kebijakan pemerintah tentang emas, harga dan lain-
lain kurang mendukung pembukaan tambang emas baru.
Tambang emas sebelum perang dunia ke-2 yang direhabilitasi
kembali oleh NV. PPP anak perusahaan Bank Industri Negara adalah
Tambang Cikotok dan Logas di Riau. Beberapa bekas tambang sebelum
perang diusahakan oleh rakyat dalam bentuk pertambangan rakyat,
seperti di Bengkulu, Kalimantan dan Sulawesi Utara. Minat swasta, baru
meningkat sesudah tahun 1970-an dengan membaiknya harga emas
antara tahun 1974-1975. Hampir semua daerah yang mengandung
potensi emas, Kuasa Pertambangan-nya (KP) telah dipegang oleh
swasta nasional atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dari 369 KP
Eksplorasi yang tercatat di tahun 1980, terdapat 56 KP Eksplorasi emas
yang terdiri atas 22 KP dimiliki oleh BUMN dan 34 KP dimiliki oleh swasta
nasional. Sedang KP Eksploitasi waktu itu baru berjumlah 2 buah yang
dimiliki PT. Aneka Tambang (BUMN). Tahun 1982 terdapat 8 KP
Eksploitasi, diantaranya 3 KP milik swasta nasional dan sisanya milik
BUMN. Umumnya KP emas yang ditangani Swasta Nasional berjalan
kurang lancar karena kekurangan modal, ketrampilan dan teknologi.
Hasil kegiatan eksplorasi yang dilakukan pada periode 1980-an,
pada saat ini sebagian perusahaan tambang emas masih berproduksi
tetapi beberapa telah ditutup karena cadangan bijihnya sudah habis.
Pada tahun 1990 produksi emas dan perak dihasilkan oleh PT.
Aneka Tambang, PT. Lusang Mining, PT. Ampalit Mas Perdana, PT.
Monterado Mas Mining, PT. Aratutut, PT. Bakri Hadis Perdana, PT.
Tambang Timah Perkasa dan tambang rakyat. Selain dari
perusahaan-perusahaan tersebut, emas dan perak juga dihasilkan
sebagai produk samping dalam konsentrat tembaga PT. Freeport
Indonesia (PT. FI) dan mulai tahun 2000, PT. Newmont Nusa

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


8
Bab 1 Pengenalan Tentang Emas

Tenggara juga menghasilkan emas dan perak yang terkandung


dalam konsentrat tembaga yang diolahnya.
Penemuan mineral emas yang penting di Indonesia antara
tahun 1967 sampai dengan 2011 tertera pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.3. Penemuan mineral emas di Indonesia antara tahun 1967


sampai dengan 2011

Cebakan/Endapan Tahun Tahun


No Komoditas Metode Penemuan
(Ditemukan oleh) Penemuan Produksi

1 Ertsberg, Provinsi Papua Cu/Au 1967 1972 Prospeksi konvensional


(PT. Freeport Indonesia)
2 Ertsberg, Provinsi Papua Cu/Au 1975 1980 Pemboran dari adanya
(PT. Freeport Indonesia) singkapan malakit
3 DOM, Provinsi Papua (PT. Cu/Au 1976 Pemboran dari adanya
Freeport Indonesia) singkapan malakit
4 Cabang Kiri, Provinsi Cu/Au 1976 Pemercontoan sedimen
Gorontalo (PT. Tropic sungai
Endeavour/Kennecot)
5 Kelian, Provinsi Au 1979 1992 Adanya kegiatan
Kalimantan Timur (CRA) tambang emas aluvial
oleh rakyat, selanjutnya
melakukan emercontoan
sedimen sungai dan
tanah
6 Kayubulan Ridge, Provinsi Cu/Au 1979 Pemercontoan sedimen
Sulawesi Utara sungai
(PT. Tropic Endeavour)
7 Ampalit, Provinsi Au 1985 1988 Laporan adanya
Kalimantan Tengah aktivitas penambangan
(PT. Pelsart) lokal yang dilanjutkan
dengan propeksi
konvensional.
8 Mirah, Provinsi Au/Ag 1986 1995 Foto Infra
(PT. Pelsart) Merah/anomali SLAR
yang diikuti oleh
prospeksi konvensional
9 Gunung Muro, Provinsi Au/Ag 1986 1994 Laporan adanya
Kalimantan Tengah aktivitas penambangan
(Duval/Penzoil) lokal yang dilanjutkan
oleh propeksi
konvensional.
10 Lerokis, Provinsi Maluku Au/Ag 1987 1991 Pemercontohan BLEG
Utara. (CSR) dan sedimen sungai
11 Grasberg, Provinsi Papua Cu/Au 1988 1989 Prospeksi konvensional
(PT. Freeport Indonesia)
12 Pongkor, Provinsi Jawa Au/Ag 1988 1994 Laporan adanya
Barat (PT. ANTAM) mineralisasi pada
batuan hanyutan yang
dilanjutkan dengan
pemercontohan
sedimen sungai.

9
Cebakan/Endapan Tahun Tahun
No Komoditas Metode Penemuan
(Ditemukan oleh) Penemuan Produksi

13 Messel, Provinsi Sulawesi Au 1988 1995 Prospeksi konvensional


Utara (PT. Newmont dari adanya bekas
Minahasa Mineral) penambangan Belanda.
14 Batu Hijau, Provinsi Nusa Cu/Au 1991 1998 Pemercontohan
Tengara Barat (PT. sedimen sungai
Newmont Nusa Tenggara)
15 Kali Kuning, Provinsi Au/Ag 1990 1994 TM anomali yang
Maluku (PT. BHP) dilanjutkan dengan
prospeksi konvensional.
16 Bukit Tembang, Provinsi Au/Ag 1987 Laporan Belanda yang
Sumatera Selatan (PT. dilanjutkan dengan
RIO TINTO) pemercontohan
sedimen sungai dan
tanah
17 Big Gossan, Provinsi Cu/Au 1991 Prospeksi konvensional
Papua (PT. Freeport
Indonesia)
18 Gosowong, Provinsi Au/Ag 1993 2005
Maluku Utara (PT. Nusa
Halmahera Mineral)
19 Midas, Provinsi Maluku Au/Ag 2000
Utara (PT. Nusa
Halmahera Mineral)
20 Toguraci, Provinsi Maluku Au/Ag 2000
Utara (PT. Nusa
Halmahera Mineral)
21 Kencana, Provinsi Maluku Au/Ag 2003
Utara (PT. Nusa
Halmahera Mineral)
22 Bombana, Provinsi Au/Ag
Sulawesi Tenggara
23 Tumpang Pitu, Provinsi Au/Ag
Jawa Timur
24 Likupang, Minahasa Utara Au/Ag
(PT. Mearest Soputan
Mining)
25 Toka tindung, Provinsi Au/Ag
Sulawesi Utara (PT.
Meares Soputan Mining)
26 Poboya, Provinsi Sulawesi Au/Ag
Tengah (PT. Citra Palu
Mineral)
27 Monterado, Provinsi Au/Ag
Kalimantan Barat (PT.
Monterado Emas Mining)
28 Horas Nauli, Provinsi Au/Ag
Sumatera Utara
(PT. Agincourt)
29 Bolaang Mongondow, Au/Ag
Provinsi Sulawesi Utara
(PT. Avocet)
30 Cibaliung, Provinsi Banten Au/Ag
(PT. Antam)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


10
Bab 1 Pengenalan Tentang Emas

Cebakan/Endapan Tahun Tahun


No Komoditas Metode Penemuan
(Ditemukan oleh) Penemuan Produksi

31 Arinem, Provinsi Jawa Au/Ag


Barat. (PT. Antam)
32 Cikotok, Provinsi Banten Au/Ag

Hingga saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara


yang memiliki cadangan emas terbesar di dunia, dengan produksi
emas Indonesia pada tahun-tahun tertentu.

Tabel 1.4.
Data Produksi Emas di Indonesia antara Tahun 1996 s/d 2011

Tahun Produksi Emas (Kg)


1996 83.564
1997 86.928
1998 123.862
1999 127.768
2000 109.612
2001 148.528
2002 140.246
2003 138.475
2004 86.855
2005 142.894
2006 138.992
2007 117.854
2008 64.390
2009 140.488
2010 119.726
2011 64.381
2012* 66.000
2013* 59.000
2014* 87.000
*Data Direktur Jenderal Mineral dan Batubara

11
Gambar 1.3.
Dokumen peresmian tambang Mas Cikotok
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 1.4
Pintu masuk ke lubang vertikal di Cikotok
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


12
Bab 1 Pengenalan Tentang Emas

Gambar 1.5.
Lubang tambang tua di Lebong Tandai, Bengkulu, tampak mineralisasi
malakit dan azurit (Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 1.6.
“Slag” yang merupakan limbah pengolahan bijih emas
Zaman Pendudukan Belanda di Buladu, Kecamatan Sumalata,
Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi.Gorontalo
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

13
Gambar 1.7
Terowongan bekas penambangan Belanda yang telah runtuh di daerah
Kinandam, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 1.8.
Bekas alat penggilingan bijih emas di daerah Kinandam,
Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


14
Bab 1 Pengenalan Tentang Emas

Gambar 1.9.
Lubang tambang emas PT. Aneka Tambang di Cikidang, Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten (Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

1.3. Kegunaan / Pemanfaatan


Sejak dulu, emas dikenal orang sebagai bahan perhiasan, lambang
kemakmuran atau disimpan untuk dana moneter. Keinginan orang
untuk memiliki emas telah menyebabkan terjadinya barter, invasi,
penguasaan kolonisasi dan eksplorasi di beberapa tempat di dunia
seperti di India, Asia, Afrika, dan Iberia. Emas juga menjadi
pendorong yang kuat ditemukannya benua Amerika. Keserakahan para
Conquistadore terhadap emas sering rnengakibatkan terjadinya
penjarahan, perampokan bahkan pembunuhan. Di samping itu,
"demam" emas juga menimbulkan terjadinya komunitas masyarakat
baru yang disertai dengan hadirnya industri-industri penunjang lainnya.
Kegunaan emas yang utama adalah untuk dana moneter yang
diwujudkan dalam bentuk bulion sebagai cadangan untuk setiap uang
kertas yang dikeluarkan. Karena sifatnya yang lunak sehingga mudah
ditempa, emas digunakan sebagai perhiasan. Paduan emas dengan
logam lain seperti tembaga, perak, nikel atau paladium menjadikan
adanya istilah emas putih, hijau, dan kuning dalam dunia perhiasan.
Emas juga digunakan sebagai bahan pelapis, dekorasi pada gelas dan
keramik, bahan penyepuh, book binding, aksara, dan dekorasi lainnya.

15
Selain itu, emas juga diperlukan sebagai bahan dalam industri kimia,
pembuatan gelas dan kedokteran gigi (Wahyudi, 1995).
Sejarah penggunaan emas merupakan hal yang penting dikaji :
mulai dari awal sejarah umat manusia sampai sekitar 1000 SM,
penggunaan emas terutama hanya terbatas sebagai ornamen
(hiasan), dekorasi dan simbol kekuasan para raja. Hal ini sering
disebut era ornamentatif dalam sejarah logam mulia. Setelah tahun
1000 SM, emas memasuki era barunya sebagai alat tukar (uang)
dan tersirkulasi secara bebas sampai sekitar tahun 1916 M. Tahap
ini disebut era moneter dalam sejarah logam ini, walaupun dalam
jumlah tertentu penggunaannya sebagai hiasan masih berlanjut.
Setelah Perang Dunia I penggunaan emas sebagai alat tukar
dikurangi dan pada akhirnya dibatasi di banyak negara kecuali untuk
kebutuhan perhiasan, periode ini berlanjut sampai sekarang.
Walaupun demikian di sejumlah negara, warga negara diizinkan
memiliki emas dalam perdagangan logam. Sejak tahun 1950 terjadi
peningkatan penggunaan emas dalam industri, hal itu menjadi tanda
bahwa emas memasuki tahap berikutnya yakni era industri dalam
sejarah logam.
Secara khusus, penggunaan emas sangat tergantung pada
fungsi tradisionalnya sebagai : ukuran keuangan (monetary
measure) oleh pemerintah dan bank sentral dalam pembayaran
internasional; nilai intrinsiknya sebagai logam yang paling
cantik/indah; sifat kimianya yang inert (tidak bereaksi); sifat mampu
dibentuk (malleability), serta sifat menghantarkan listrik dan panas
yang sangat baik. Pada dunia moneter internasional emas
digunakan dalam bentuk batangan emas murni, tablet dan koin
dengan spesifikasi kandungan emas tertentu. Untuk fungsi lain,
emas digunakan dalam bentuk murni atau berupa campuran dengan
logam lain seperti perak, tembaga dan platina.
Sulit bagi kita menentukan secara tepat komposisi penggunaan
emas tahunan di antara begitu banyaknya jenis penggunaan emas.
Terdapat banyak alasan untuk ini, di antaranya kecenderungan
lembaga keuangan tertentu dan individu untuk menjadikannya logam
ini sebagai simpanan. Kelangkaannya juga menjadi salah satu
penyebab terjadinya penimbunan ini sehingga menurunkan
pemakaian untuk bidang lain. Jual-beli emas, selain untuk perhiasan,
tujuan industri dan sebagainya adalah dilarang secara hukum di
banyak negara, walaupun demikian penimbunan emas secara
tradisional terjadi di negara-negara Asia, Eropa, Amerika Utara dan
Amerika Selatan. Diperkirakan sekitar 20% produksi emas tahunan

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


16
Bab 1 Pengenalan Tentang Emas

dunia masuk ke pemerintah-pemerintah dan bank sentral sebagai


cadangan moneter, sekitar 5% masuk ke tangan perseorangan atau
perusahaan, dan sisanya 75% atau sekitar 36 juta oz digunakan
dalam pembuatan (pabrikasi) barang-barang tertentu. Dari bagian
terakhir itu sekitar 60% dikonsumsi oleh industri pembuatan gigi
palsu, perhiasan dan koin; sisanya digunakan dalam sejumlah besar
alat-alat elektronik dan industri lain.
Emas adalah logam ornamen/hiasan para raja dan kaum
bangsawan dengan warna alami yang menggoda, berkilau dan
bertekstur seperti sutra. Sejak zaman kuno logam cantik ini secara
tradisi telah dinikmati sebagai perhiasan pribadi, khususnya dalam
bentuk cincin dan bermacam-macam perhiasan lainnya. Sejumlah
emas digunakan dalam mata pena, medali, jam tangan dan gigi
palsu. Emas juga telah digunakan sejak zaman permulaan sejarah
dalam pembuatan piala, cangkir, vas bunga, peti jenazah dan
barang-barang lainnya. Dari semua penggunaan tersebut, emas
umumnya dipadukan dengan tembaga atau perak, kemurnian emas
paduan dinyatakan dalam ’karat’. Emas murni dikatakan ’emas 24
karat’.
Emas murni atau emas dengan kandungan perak dan tembaga
yang kecil dapat ditempa hingga membentuk lembaran sangat tipis
dengan ketebalan 0,000005 inchi. Dalam bentuk lembaran tipis ini
emas telah digunakan untuk banyak tujuan dekorasi bangunan,
patung, dan benda lain semenjak zaman pra-Injil. Lapisan tipis emas
di-las ke logam-logam dasar seperti nikel, tembaga atau perunggu
serta dapat dibalutkan membuat bentuk-bentuk yang rumit tanpa
memecahkan lapisan tipis emas tersebut. Material ini disebut
piringan berisi emas (gold- filled plate)dan digunakan secara luas
dalam berbagai jenis perhiasan, rangka jam, rangka kacamata, dan
lain-lain.
Penggunaan emas di bidang industri pada dasarnya bergantung
pada karakteristik emas berikut : sifat lunak, sifat mudah membentuk
paduan dengan perak, tembaga dan platina, sifat ductility dan
malleability yang sangat baik, sifat menghantarkan listik dan panas
yang sangat baik, serta sifat kimianya yang inert sehingga tahan
terhadap korosi oleh oksigen, sulfur dan senyawa-senyawa kimia
termasuk hampir semua asam tunggal. Hampir semua emas di
bidang industri dikonsumsi oleh industri elektronik dan industri
rekayasa listrik, produk-produknya mempunyai cakupan yang luas
mulai pelapis pipa vakum, material khusus kontak listrik, kawat listrik,
konduktor kualitas tinggi, untuk mencetak sirkuit dalam komputer,

17
radio dan televisi. Dalam jumlah yang banyak, emas juga digunakan
oleh industri dalam pembuatan paduan logam tungku temperatur
tinggi, bahan pelapis khusus alat kimia dan nuklir, inframerah dan
reflektor panas pada pesawat terbang dan pesawat ruang angkasa
serta sebagai pelindung panas untuk pesawat jet dan mesin roket.
Kaca jendela berlapis emas untuk bangunan pada iklim panas, kaca
mobil dipanaskan listrik (windscreens heated electrically) mempunyai
lapisan tipis emas transparan dan konduktif (bersifat menghantarkan
panas), pesawat terbang, kapal laut dan lokomotif. Emas juga
dikonsumsi oleh industri pencetakan (printing) dan furnitur dalam
bentuk cat emas dan industri keramik dalam bentuk ’emas cair’
organik untuk aplikasi tanah liat (pottery) dan barang-barang gelas
(Glassware). Pada firing dan proses perlakuan lain, campuran emas
organik direduksi meninggalkan suatu film tipis emas yang terikat
secara kuat pada perangkat keramik atau gelas. Sejumlah kecil
emas juga dipakai untuk mewarnai gelas, sedikit garam emas
digunakan pada proses fotografi tertentu dan persiapan medis.
Apabila kita tinjau ke belakang, setidaknya 5000 tahun terakhir
sejarah emas, kita melihat bahwa logam yang paling berharga dan
paling cantik/indah ini telah memainkan peran yang luar biasa
bahkan kadang-kadang dominan dalam pengalaman/sejarah
manusia dan kemajuannya, pertama sebagai perhiasan, kemudian
sebagai alat tukar (uang logam), selanjutnya sebagai media/alat
tukar internasional dan sekarang sebagai unsur yang harus ada
dalam industri. Kita juga melihat bahwa emas telah memancing
manusia melakukan pekerjaan baik dan buruk. Pada sisi pertama,
keinginan memiliki logam ini memberi kita banyak sekali penemuan
baik pada bidang kimia maupun geografi; pada sisi kedua demam
emas (auri sacra fames) telah memicu penaklukan, penjajahan dan
perbudakan berbagai bangsa, pertengkaran penduduk dan
perlakukan keji manusia.
Prospek emas di masa depan, kita melihat sebuah industri
dimana emas akan memainkan peran yang meningkat dalam
produksi komputer kecepatan tinggi, telekomunikasi, wahana ruang
angkasa, farmasi dan ribuan barang-barang hasil kecerdasan
manusia pada peradaban masa depan. Kita juga memahami bahwa
manusia tidak akan kehilangan pesonanya terhadap logam yang
telah lama dikaguminya karena kecantikan alamiah dan kualitasnya
yang tahan lama.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


18
Bab 1 Pengenalan Tentang Emas

Gambar 1.10
Emas dan perak batangan yang berfungsi sebagai investasi

Gambar 1.11.
Penggunaan emas untuk perhiasan berupa kalung, cincin, gelang dan
anting yang umum dipadukan dengan berlian, batu mulia dan mutiara.

19
BAB 2
GEOLOGI
BAB 2
GEOLOGI

2.1 Metalogenik - Busur Magmatik Indonesia


Di Indonesia teridentifikasi lima belas busur magmatik yang
terbentuk pada Akhir Mesozoik sampai Kenozoik dengan panjang
pelamparan berupa daratan sekitar 15.000 km.
Dari data estimasi sumber daya/cadangan dan sejarah produksi
pertambangan, lebih dari 98% keberadaan potensi bahan galian
emas dan tembaga dihasilkan hanya dari enam busur yang
terbentuk pada umur Tersier atau yang lebih muda. Di Indonesia
panjang total busur tersebut mencapai 7.000 km dan masih menerus
ke arah negara tetangga, yaitu Papua New Guinea, Filipina dan
Malaysia, dimana di negara tersebut juga merupakan busur utama
sebagai daerah prospek mineralisasi logam.
Tujuh busur yang lainnya telah mengalami erosi sangat kuat
dan sampai saat ini hanya sedikit data kegiatan eksplorasinya,
sedangkan dua lainnya yaitu Busur Talaud dan Busur Pantai Irian
Jaya masih cukup spekulatif untuk dilakukan penyelidikan.

Gambar 2.1.
Sebaran sumber daya emas dan tembaga di Indonesia. (A) Sebaran pada
busur magmatik dan (B) Tipe cebakan (Carlile, dan Mitchell, 1994)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


22
Bab 2 Geologi

1. Busur Sumatera-Meratus (Kapur Tengah-Akhir)


Tataan Geologi
Busur ini merupakan busur kontinen yang memanjang pada
ujung bagian selatan Paparan Sunda dari utara Sumatera melewati
ujung timur Jawa Barat menerus ke arah timur Kalimantan.
Paparan Sunda bersifat kontinen masif dengan batuan dasar
berumur Paleosen atau lebih tua menerus ke arah utara melalui
Semenanjung Malaysia ke arah Thailand, Myanmar dan Indocina.
Paparan Sunda menjadi busur kontinen tunggal pada Akhir Trias
atau Awal Yura, pada Trias dan diperkirakan sampai Awal Yura
terjadi tumbukan sepanjang lepas pantai timur laut Sumatera ke arah
Kalimantan, dan kemungkinan melewati tengah Sumatera (Hamilton,
1979; Hutchison, 1989; Mitchell, 1992). Tumbukan secara langsung
maupun tidak langsung menghasilkan jalur kaya timah di Asia
Tenggara dan pembentukan jalur potensi emas Mesotermal pada
bagian tengah Malaysia dan Thailand.
Sejak Yura Tengah sampai Akhir Kapur, tepian selatan Paparan
Sunda diperkirakan merupakan margin kontinen yang pasif, di
Sumatera ke arah barat dan Kalimantan ke arah utara, pada Akhir
Kapur terjadi perputaran ke arah berlawanan jarum jam pada bagian
timur Paparan Sunda dan berarah jarum jam pada bagian barat
Paparan Sunda (Fuller dkk., 1991) terhadap posisi pada saat ini.
Bagian busur oseanik berupa Grup Woyla pada bagian barat
Pulau Sumatera merupakan hasil proses pengangkatan ke arah
selatan pada margin kontinen dari Paparan Sunda (Cameron dkk.,
1980; Wajzer dkk., 1991). Kemungkinan hal ini terjadi pada Awal
sampai Akhir Kapur, busur batuan basa berarah utara mengalami
tumbukan yang menyebabkan terbentuknya batuan ofiolit dan
selanjutnya terangkat menempati pada bagian dari tepian selatan
Paparan Sunda, membentuk Grup Woyla pada bagian utara
Sumatera, batuan yang sama terdapat pada bagian barat Sumatera
Selatan, batuan ofiolit di Jawa bagian baratdaya dan ofiolit Meratus
dan Formasi Alino di Kalimantan bagian tenggara. Kondisi yang
mirip terjadi sebelum Kapur Tengah dimana batuan basa dan ofiolit
terangkat menempati pada tepian bagian barat Paparan Sunda di
Mianmar (Mitchell, 1992).
Bagian busur magmatik mulai mengalami proses pembalikan
tektonik setelah pembentukan Kelompok Woyla. Penunjaman ke
arah utara menyebabkan pembentukan busur magmatik pada Awal
Kapur sampai Akhir Kapur yang melampar melewati Pulau Sumatera

23
(Cameron dkk., 1980; W. McCourt, 1991) dan Laut Jawa (Hutchison,
1989) terobosan-terobosan berasosiasi dengan kelompok batuan
volkanik Manunggal di Pegunungan Meratus (Sikumbang, 1990), di
Sumatera, termasuk Pluton Ulai, Batolit Manunggal dan Batolit
Sikuleh (Aspden dkk., 1982b; Aldiss dkk., 1983). Intrusi-intrusi
tersebut umumnya menerobos Grup Woyla, akan tetapi di Jalur Bukit
Barisan Sumatera Selatan intrusi granit secara struktural menempati
bagian lebih rendah, pada Awal Mesozoik atau batuan lebih tua dari
batuan dasar kontinen. Batuan granitik tersebut melampar melewati
bagian barat Mianmar (Mitchell, 1992) dan kemungkinan ke arah
barat melalui Batolit Gandise yang mempunyai umur sama dengan
batuan granitik yang ada di Tibet.
Berhentinya proses magmatik di Pulau Sumatera pada akhir
Kapur (W. McCourt, 1992) bertepatan dengan proses magmatisme
yang terjadi di Myanmar bagian barat, dimana terjadi proses
deformasi dan pembentukan batuan bancuh yang mengisyaratkan
adanya busur kepulauan dengan tumbukan berarah timur laut.

Mineralisasi
Pada busur ini sedikit ditemukan adanya mineralisasi logam,
hal ini kemungkinan akibat dari pengangkatan dan erosi yang sangat
intensif pada jaman Tersier. Temuan adanya mineralisasi emas
kurang 1% dari sumber daya emas di Indonesia serta potensi
tembaga yang sangat kecil. Di Sumatera, terbentuk beberapa
mineralisasi logam berupa cebakan-cebakan skarn bijih besi dan
logam dasar dalam dimensi kecil (Beddoe-Stephens dkk., 1987),
sebagian mengandung emas dan perak, dan emas-tembaga dengan
rasio perbandingan Ag : Au rendah. Beberapa prospek emas di
daerah Meratus pada segmen Timburu dan Sungai Keruh dimana
terdapat urat-urat kuarsa dan kuarsa-karbonat serta veinlet
merupakan bentukan tipe epitermal, beberapa intrusi dan asosiasi
mineralisasi emas diperkirakan menerus pada busur Selat Sunda.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


24
Bab 2 Geologi

Gambar 2.2.
Perbandingan sebaran sumber daya emas dan tembaga pada beberapa
busur magmatik di Indonesia. (A) Emas di Busur Sunda-Banda, (B) Emas di
Busur Kalimantan Tengah, (C) Emas pada segmen kontinen di bagian barat
Busur Sunda-Banda, (D) Emas pada busur kepulauan, bagian timur Busur
Sunda Banda, (E) Emas dan tembaga di Busur Sulawesi-Mindanao Timur,
(F) Emas dan tembaga di busur Irian Jaya Tengah

25
2. Busur Sunda-Banda (Neogen)
Tataan Geologi
Busur Sunda-Banda merupakan busur paling panjang di
Indonesia, melampar dari utara Pulau Sumatera melewati Pulau
Jawa ke arah timur dan berakhir di Pulau Banda. Segmen barat
terdiri dari Sumatera, Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah, dan
terbentuk pada tepian selatan Paparan Sunda, bagian timur dari
Jawa Tengah ditafsirkan sebagai busur kepulauan terbentuk pada
kontinen yang tipis atau kerak intermedier.
Kegiatan tektonik Paleogen dan diikuti tektonik Akhir Kapur
dimana kegiatan volkanisme di Busur Sumatera-Meratus berakhir.
Margin Kontinen posisi pasif dari Paparan Sunda pada Akhir Eosen
(Hamilton, 1979; Daly dkk., 1991) telah melampar ke arah Pulau
Sumatera, dimana intrusi kalk-alkali terjadi dengan umur antara 52
sampai 57 juta tahun, dan kemungkinan lebih muda (N. Cameron,
pers. commun., 1991; Wajzer dkk., 1991) menggambarkan adanya
penunjaman secara lambat ke arah utara pada awal sampai
pertengahan Eosen.
Deformasi bersifat kompresif di lepas pantai Pulau Sumatera
bagian barat (Daly dkk., 1991), dan berakhirnya penunjaman
Paleogen, merupakan gambaran saat terbentuknya ofiolit pada
bagian utara dan busur kepulauan yang bertepatan dengan
terbentuknya ofiolit Oligosen di Jalur Indo-Burma (Sengupta dkk.,
1990), dan terbentuknya juga formasi batuan bancuh dengan
fragmen ofiolit pada kepulauan di sebelah barat Sumatera (Harbury
and Kallagher, 1991). Di bagian timur Pulau Sumatera, ofiolit dan
batuan Paleogen, termasuk basal di Jawa, merupakan bagian dari
margin Sunda sebelum Akhir Oligosen.
Tumbukan terjadi pada Oligosen diikuti penunjaman dengan
arah kebalikannya, dan pembentukan Busur Sunda-Banda. Pada
Akhir Miosen, Busur Sunda-Banda bagian timur, mengalami migrasi
ke arah timur mengarah pada Laut Banda (Hamilton, 1979), atau
jauh ke arah timur pada suatu tempat di barat posisi sekarang,
memperangkap kerak lebih tua dari selatan Laut Banda (Hamilton,
1988). Pada Akhir Miosen sampai Pliosen, busur tersebut
mengalami tumbukan dengan Tanimbar pada posisi tepian dari
Kontinen Australia-New Guinea. Zona tumbukan melampar arah
barat dari Pulau Sumba, dengan balik busur penunjaman di utara
dari daerah Wetar-Flores (Hamilton, 1979).

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


26
Bab 2 Geologi

Menurut W. McCourt (1993), pada Akhir Oligosen sampai Akhir


Miosen, busur magmatik yang melampar luas pada sebagian besar
Pulau Sumatera, membentuk formasi batuan yang oleh van
Bemmelen (1949) disebut Formasi Andesit Tua. Busur ini secara
stratigrafis setempat terpisah dari batuan yang lebih muda yaitu
batuan yang lebih muda dari Neogen, yang dicirikan oleh batuan
endapan laut, termasuk didalamnya batulumpur. Sampai sekarang,
belum ada umur pengendapan batuan yang dapat untuk
dikorelasikan dengan busur Tersier tengah tersebut, posisinya
bersamaan dengan busur Neogen.
Busur andesitik berumur Miosen dengan pelamparan yang
sama dengan volknaik Kuarter, melampar sepanjang Bukit Barisan
(e.g., Aspden dkk., 1982b; Aldiss dkk., 1983) dan menerus ke Jawa
dan bagian barat dari Busur Banda sampai Damar. Di luar sebaran
tersebut, ke arah timur, hanya dijumpai pulau-pulau dengan endapan
volkanik Kuarter dan tidak didapatkan data bahwa pada saat Neogen
melampar sampai daerah tersebut. Batuan magmatik pada busur
tersebut dominan batuan eruptif, termasuk juga batuan intrusi
berumur 12 dan 13 juta tahun di Sumatera (Aspden dkk., 1982) dan
intrusi di Jawa. Tidak dijumpai batolit dalam ukuran besar pada
Neogen. Riolit dan ignimbrit riolitik berumur Kuarter dijumpai di Pulau
Sumatera dan Pulau Jawa. Magmatisme pada Neogen terkait
dengan penunjaman pada atau dekat tunjaman di Pulau Jawa saat
ini.
Di Pulau Sumatera, batuan gunungapi dominan terbentuk pada
lingkungan darat dan umumnya menumpang pada batuan berumur
Miosen Awal berupa batuan gunungapi, batulumpur, dan batuan
dasar berumur Miosen dan Paleozoik termasuk juga batuan ofiolit
Mesozoik Akhir dari Grup Woyla, serta batuan plutonik busur
magmatik Kapur Akhir. Pada kubah Bayah di Jawa Barat pada Awal
Pliosen retas-retas andesitik menerobos batuan sedimen berumur
Miosen Tengah serta tufa andesitik yang menumpang pada Gabro.
Pengangkatan pada saat kegiatan volkanisme aktif pada Kenozoik
Akhir ditandai oleh adanya batuan lumpur yang terbentuk pada
lingkungan laut menempati ketinggian sampai 1.100 meter di Bukit
Barisan, dan batuan sedimen endapan laut berumur Miosen Tengah
pada Kubah Bayah berada dengan ketinggian diatas 900 meter.
Pada bagian timur Jawa Tengah dijumpai batuan pra-Tersier,
dan busur ini kemungkinan menumpang pada kerak tipis yang
terbentuk saat pemekaran pada Akhir Kenozoik. Volkanisme Neogen

27
pada busur kepulauan terjadi pada lingkungan darat dan laut
dangkal, dan tidak mengindikasikan disertai dengan pengangkatan.

Mineralisasi
Pada busur ini berpotensi terjadinya mineralisasi emas dan
tembaga, sebanyak 20% emas dan 14 % tembaga di Indonesia
dihasilkan dari busur ini. Segmen kontinen bagian barat dicirikan
oleh banyak dijumpainya cebakan epitermal sistem urat tipe sulfidasi
rendah. Mineralisasi emas dengan batuan induk (hostrock) sedimen
dalam sekala kecil dijumpai di Cikotok, Jawa Barat, akan tetapi
eksplorasi antara tahun 1970 sampai 1980-an di luar dari wilayah ini
belum menemukan adanya mineralisasi Cu-Au tipe porfiri.
Indikasi perubahan tipe mineralisasi emas dijumpai pada bagian
timur dari busur kepulauan. Cebakan tembaga-emas porfiri dalam
dimensi besar dijumpai di Batu Hijau Sumbawa bagian barat
(Meldrun dkk, 1994) dan beberapa prospek dengan ciri-ciri
mineralisasi sulfidasi tinggi (HS) dijumpai di Lombok dan Sumbawa
(S.Turner, pers. Commun., 1992). Hal ini sangat berlainan dengan di
bagian barat yang melimpah dengan urat-urat sulfidasi rendah (LS)
dan tidak dijumpainya cebakan tembaga-emas porfiri yang
ekonomis. Lebih ke timur lagi dari busur ini dicirikan dengan
asoasiasi emas-perak-barit ± logam dasar. Pada daerah tersebut
mineralisasi emas-perak terbentuk berupa stratiform, horison barit
kadang berasosiasi dengan lensa-lensa mineralisasi tembaga
dalam bentuk sulfida masif, tubuh dari replacement dan stockworks.
Urat barit-logam dasar mengandung emas-perak dan stockwork
dijumpai pada bagian dari busur ini.

3. Busur Aceh (Neogen)


Tataan Geologi
Busur Aceh berbatasan dengan bagian utara dari Pulau
Sumatera. Stephenson dkk (1982) menggambarkan penunjaman di
lepas pantai bagian utara Pulau Sumatera dimana pada daerah ini
endapan gunungapi muda berhubungan dengan yang terdapat di
daratan. Penunjaman tersebut kemungkinan juga aktif pada awal
Miosen Tengah, diduga bahwa penunjaman ke arah selatan dari
Cekungan Mergui yang bersifat oseanik menunjam di bawah batuan
dasar bagian utara Sumatra dari Paparan Sunda.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


28
Bab 2 Geologi

Mineralisasi
Meskipun sedikit penyelidikan yang dilakukan, Busur Aceh
dengan jelas dapat dibedakan dengan bagian barat dari Busur
Sunda-Banda, serta dicirikan dengan terdapatnya tembaga-
molibdenum porfiri (van Leeuwen dkk., 1987) dan lebih dominannya
mineralisasi epitermal sulfidasi tinggi dibandingkan mineralisasi
sulfidasi rendah.

4. Busur Kalimantan Tengah (Tersier Tengah)


Tataan Geologi
Busur kontinen ini melampar dari Kalimantan bagian timur laut
ke arah selatan melewati Kalimantan Tengah dan Barat dan
menerus ke Serawak. Batuan berumur sebelum Kapur termasuk hal
ini sedimen Mesozoik berada di atas sekis dan filit berumur
Paleozoik dimana terbentuk pada saat orogenesa yang terjadi pada
awal Mesozoik (Hutchinson, 1989). Busur ini terakhir diintrusi oleh
oleh granit pada Trias akhir, kemungkinan berlangsung juga
pembentukan jalur timah putih di Asia Tenggara pada awal Mesozoik
dimana diintrusi juga oleh pluton berumur awal Kapur seperti dapat
dijumpai pada Pegunungan Schwaner. Pada pertengahan Eosen
terbentuk tufa riolit berumur 49,7 dan 48,6 juta tahun (Baharuddin
dkk. 1990). Sebelum Eosen Atas sampai Oligosen terbentuk batuan
sedimen. tufa riolit tersebut tidak merupakan daerah mineralisasi
logam, hal ini kemungkinan akibat dari kondisi saat itu berupa
pemekaran yang berkaitan dengan pembentukan laut Sulawesi.
Busur magmatik di tengah Pulau Kalimantan diketahui pada
beberapa tahun terakhir dari sisa-sisa erosi batuan andesitik sampai
trahit-andesitik dari volkanik fasies sentral yang berumur Oligosen
akhir sampai awal Miosen, pada beberapa tempat berasosiasi
dengan cebakan emas dan beberapa daerah prospek logam. Batuan
volkanik tersebut termasuk juga trahit-andesit yang berumur 23 juta
tahun tersingkap dekat tambang Kelian (van Leeuwen, dkk., 1990),
batuan terobosan andesit dan basal berumur 14,4 – 24,0 juta tahun
di antara Kelian dan Gunung Muro (van de Weerd dkk., 1987). Busur
ini dapat dikaitkan dengan Busur Kalimantan Barat dimana tonalit
berumur 21 dan 27,8 juta tahun di Serantak dan prospek emas Banyi
(S. Bugg, pers. com, 1992) merupakan yang termuda dan
kemungkinan terbentuk setelah terobosan-terobosan pra-
mineralisasi.

29
Pada utara pusat volkanik Atan, busur menerus melewati
intrusi-intrusi granodiorit dan granit berumur 26 Juta tahun di Long
Laai (Hutchinson, 1989) dan granodiorit di daerah Kujau. Ke arah
utara akhirnya busur menghilang di bawah sistem busur Neogen di
daerah Sabah. Akhir dari jalur volkanisme terjadi 20 juta tahun,
diindikasikan adanya tumbukan dengan fragmen dari zona kontinen
di Sarawak barat laut (Hutchinson, 1989).
Hal tersebut dapat memberikan gambaran bahwa busur Tengah
Kalimantan berkaitan dengan penunjaman ke arah selatan pada
Oligosen-Awal Miosen, jalur tunjaman umumnya terletak pada atau
barat laut Serawak. Jalur sedimen pada cekungan di Ketungau,
Melawi dan Mandali bagian tengah Kalimantan yang terbentuk pada
Akhir Eosen Oligosen, (Williams dkk, 1988) menggambarkan bahwa
endapan terbentuk pada cekungan busur luar.
Basal terbentuk pada Akhir Miosen sampai Kuarter, banyak
tersingkap di Kalimantan yang merupakan batuan eruptif paling
muda, hal tersebut berkaitan dengan retas-retas basal yang
memotong busur batuan gunungapi Tersier tengah dan endapan flis,
batuan basal setempat-setempat berasosiasi dengan adanya
mineralisasi emas berupa urat-urat kuarsa seperti di Long Laai.

Mineralisasi
Pada bagian timur dan tengah dari busur tersebut mengandung
hampir 10% dari sumber daya emas dan tembaga di Indonesia. Ada
empat pusat mineralisasi emas epitermal, yaitu Kelian yang
merupakan tambang emas terbesar di Indonesia pada saat produksi,
terbentuk pada transisi antara epitermal dan mineralisasi porfiri (van
Leeuwen dkk, 1990).
Long Lai yang terletak pada bagian timur laut dari busur,
berbeda dengan pembentukan sistem epitermal, emas terbentuk
pada tipe greisen kasiterit dan skarn pada atau sekitar intrusi-instrusi
granodiorit (Hutchinson, 1989), urat mesotermal di Gunung Mas juga
berasosiasi dengan intrusi-intrusi granitik. Kehadiran timah putih dan
87 86
Sr/ Sr di daerah Long Laai mengindikasikan akan pembentukan
dari proses yang berhubungan dengan pelelehan, ini tidak umum
berasosiasi dengan mineralisasi emas.
Di daerah Bau, Serawak yang menerus sampai Kalimantan
bagian barat, dan menyambung pada busur Kalimantan Tengah
yang terletak di bagian barat dari busur ini hanya mengandung
mineralisasi emas dalam bentuk urat-urat kuarsa mesotermal
berukuran kecil umumnya berasosiasi dengan skarn dan proses

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


30
Bab 2 Geologi

erosi telah berlangsung intensif. Di Bau, mineralisasi berasosiasi


dengan batuan eruptif dan terobosan-terobosan dioritik telah
menghasilkan sekitar 40 ton emas, sebagian berasal dari tubuh bijih
dengan batuan samping sedimen pada batu gamping berumur akhir
Yura (Sillitoe dan Bonham, 1990). Di bagian barat busur ini tidak
dijumpai mineralisasi emas yang signifikan pada, meskipun prospek
logam dasar relatif banyak ditemukan.

5. Busur Sulawesi - Mindanao Timur (Neogen)


Tataan Geologi
Pada awal dan pertengahan Miosen, busur ini menerus dari
Sulawesi bagian barat daya melewati lengan utara Sulawesi terus ke
arah Pulau Sangihe sampai bagian timur dari Mindanao, Filipina.
Selama Akhir Mio-Pliosen dua zona dari busur dengan karakteristik
berbeda terbentuk, yaitu kalk-alkali di bagian timur laut (Kavalieris
dkk, 1992) dan busur sosonitik di barat daya (van Leeuwen dkk,
1990, Priadi dkk, 1991).
Di bagian utara Pulau Sulawesi terindikasi pada Akhir Paleogen
sampai awal Miosen batuan gunungapi marin dan batuan sedimen
terangkat ke arah utara menumpang pada batuan dasar yang lebih
tua pada Awal Miosen. Kegiatan magmatik pada Awal Miosen
menunjukkan umur berdasarkan K/Ar pada granit dan granodiorit
pada 18,5 juta tahun dan 22,2 juta tahun di dekat Gorontalo dan
Soroya (Bellon dan Rangin, 1991), dan diorit menerobos batuan
andesitik pada 16 juta tahun di Tapadaa (Lowder dan Dow, 1977).
Kavalieris dkk (1992) menggambarkan adanya jalur tubuh
granodioritik yang luas terbentuk pada Awal Miosen, yaitu Pluton
Bone yang menerus melalui bagian utara dari Sulawesi Tengah.
Umur 15,6 juta tahun pada Pulau Kawio utara Sangihe (Morrice dkk,
1983) menunjukkan menerusnya busur pada Awal Miosen ke arah
Mindanao. Batuan penyusun busur yang lebih tua tidak terkait
secara genesa dengan pembentukan mineralisasi logam, hal ini
karena erosi yang telah berlangsung sangat lanjut, meskipun
dimungkinkan batuan dasar sebagai batuan samping dari cebakan
hidrotermal yang lebih muda. Bagian selatan dari busur terbentuk
pada fragmen dari Paparan Sunda (Hamilton, 1979) dan bagian
tengah pada kontinen Australia-New Guinea. Bagian utara dari
lengan Sulawesi menumpang pada kerak dengan komposisi
intermedier, dapat dianalogikan dengan kondisi bagian timur
Mindanao di Filipina dimana kondisi tersebut menerus sampai

31
daerah ini (Mitchell dan Leach, 1991), yang kemungkinan termasuk
juga menumpang pada batuan malihan yang berumur Mesozoik.
Di Pulau Sulawesi bagian utara, batuan gungapi dan terobosan-
terobosan andesitik pada Miosen tengah sampai akhir terbentuk
dengan penyebaran cukup luas (Trait dkk., 1974) namun sebagian
dari batuan tersebut di Tombulilato (Perello, 1994) dan di Bulagidun
(Lubis dkk, 1994) terbentuk pada Miosen Akhir sampai Pliosen.
Batuan pada busur berumur Miosen Akhir sampai Pliosen di bagian
utara Sulawesi termasuk dalam hal ini anggota bagian tengah dari
batuan gunungapi Bilungala berumur 5,2 juta tahun K/Ar dari
andesit hornblende (Perrelo, 1994), dan terdapat empat umur
berbeda batuan granodiorit yaitu 4,1, 4,4, 6,9 dan 7,2 juta tahun dan
8,8 juta tahun (Bellon dan Rangin, 1991). Batuan gunungapi
Bilungala dengan sisipan batugamping berumur Awal Pliosen
ditumpangi secara tidak selaras oleh batuan gunungapi dasitik
Motomboto (Perello, 1994) yang berumur Akhir Pliosen, serta oleh
batuan Gunungapi Pinogu yang berumur Kuarter. Di Pulau Sangihe,
terobosan diorit berupa stock seumur dengan batuan gunungapi
andesitik berumur Neogen, dan ke arah utara Pulau Kawio (Morrice
dkk, 1983) melaporkan umur pada batuan sejenis 5,7 dan 2,05 juta
tahun.
Berdasarkan data seismik, zona dengan pola kemiringan ke
arah barat pada kedalaman 600 km di bawah Laut Sulawesi
menggambarkan adanya penunjaman pada kurun waktu sekitar
Miosen. Keberadaan penunjaman tersebut terkait dengan
keterjadian Busur Kepulauan Sangihe yang terbentuk pada
pertengahan Miosen sampai Awal Pliosen, serta batuan gunungapi
Bilungala bagian tengah dan atas dan kemungkinan juga Motomboto
di bagian utara Sulawesi. Batuan monzonitik di Sassak dapat
termasuk pada busur tersebut, meskipun kandungan potasnya
tinggi, mengindikasikan sudut kemiringan dari zona Benioff di bawah
segmen dari busur ini landai.
Diperkirakan busur volkanisme di lengan utara Pulau Sulawesi
pada Akhir Pliosen terbentuk oleh tumbukan dengan bagian ujung
timur segmen Sula-Buton-Bumbulan bagian dari kerak New Guinea,
dari kejadian ini segmen Buton-Bumbulan terpisah saat kerak New
Guinea bergerak ke arah utara pada saat Miosen. Akibat tubrukan
terbentuk pada balik busur dan penunjaman ke arah selatan pada
palung di Utara Sulawesi, menghasilkan batuan gunungapi Pinogu
yang berumur Kuarter.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


32
Bab 2 Geologi

Mineralisasi
Segmen busur kepulauan yang meliputi sebagain besar lengan
utara Pulau Sulawesi dan Pulau Sangihe, mengandung beberapa
jenis tipe cebakan dan memberikan kontribusi lebih dari 14% potensi
emas dan 11% tembaga di Indonesia. Cebakan-cebakan ini
termasuk juga kelompok tembaga-emas porfiri di Tombulilato,
mineralisasi tipe sulfidasi tinggi di Motomboto, dan cebakan emas
pada batuan sedimen (tipe Carlin) di Mesel, emas-perak-barite ±
logam dasar di Binebase, Sangihe dimana mirip dengan cebakan di
Pulau Wetar pada bagian timur Busur Sunda Banda.
Mineralisasi epitermal sulfidasi rendah hanya dijumpai secara
terbatas berupa urat-urat kecil dan stockwork di Ratatotok, termasuk
juga prospek di Doup (Kavalieris dkk, 1992), Ratatotok (Turner dkk,
1994) dan Lanut (Carlile dkk, 1990), dan cebakan emas berupa
stockwork kuarsa-karbonat di Bolangitang (D.W. Sumardiman, kom.
Pers, 1992). Mineralisasi emas tersebar dan mengisi rekahan di
Gunung Pani (Kavalieri dkk, 1990) terbentuk pada komplek kubah
batuan asam, namun mineralisasi emas yang ditemukan terbatas
pada prospek berupa urat-urat kecil berdampingan dengan tembaga-
emas porfiri Taware (Carlile dkk, 1990), Bulagidun (Lubis dkk, 1994),
dan Tombulilato (Perello, 1994) serta cebakan-cebakan berupa urat,
breksi, dan skarn logam dasar mengandung emas (Kavalieris dkk,
1992).
Di bagian barat lengan Pulau Sulawesi terdapat sedikit
mineralisasi logam berupa tembaga porfiri di Sassak (Taylor dan
Van Leeuwen, 1980) mineralisasi molibdenum porfiri di Malala (van
Leeuwen dkk, 1994) pada ujung barat dari lengan utara Pulau
Sulawesi, beberapa keterdapatan cebakan skarn dalam sekala kecil
dan cebakan kecil sulfida logam dasar tipe volkanogenik di
Sangkaropi.

6. Busur Halmahera (Neogen)


Tataan Geologi
Busur ini melampar dari Pulau Bacan di bagian Selatan
menerus ke arah bagian utara dari lengan Pulau Halmahera
menerus ke bagian barat Pulau Morotai. Batuan dasar tersingkap di
bagian selatan dari Busur Halmahera di Pulau Bacan terdiri dari
sekis, dengan batuan basaltik dan andesitik berumur Paleogen
terdapat di bagian utara (Sufni Hakim dan Hall, 1991). Batuan

33
Paleogen tersebut menumpang pada ofiolit dimana secara stratigrafi
menumpang di atas sekis Bacan.
Stratigrafi Pulau Halmahera dan Pulau Waigeo mirip dengan
bagian timur Mindanao (Hall dkk, 1991), kemungkinan daerah ini
pada saat Paleogen berada pada satu lempeng (Mitchell dan Leach,
1991), dan ofiolit Halmahera-Waigeo merupakan bagian dari ofiolit
New Guinea-bagian timur Pulau Sulawesi dan menerus ke daerah
Mindanao. Sekis Bacan merupakan batuan malihan sebagai batuan
dasar yang termasuk bagian Sula-Buton-Bumbulan bagian dari
kontinen New Guinea dan ofiolit Waigeo tersesarkan naik ke arah
selatan (Chariton dkk, 1991) dan menumpang pada Sekis Bacan
pada Oligosen. Setelah itu, dimana New Guinea bergerak ke arah
utara, Halmahera terputar dan kemungkinan bergerak ke arah barat
pada patahan Sorong, selama proses penunjaman di Laut Molucca
dengan arah timur.
Busur andesitik di Halmahera terdiri dari batuan terobosan dan
batuan gunung api Neogen yang setempat-setempat tertutup
endapan gunungapi Kuarter. Batuan eruptif Neogen terbentuk pada
Akhir Miosen atau Pliosen (Sufni Hakim dan Hall, 1991). Terobosan
tonalit di Bacan kemungkinan berumur lebih tua, terobosan tersebut
merupakan akibat adanya penunjaman ke arah selatan disertai
pembentukan ofiolit di Halmahera dan balik busur, dan hal ini
ekuivalen dengan pembentukan batuan Gunungapi Moon dan diorit
Utawa di Papua. Batuan gunungapi Akhir Neogen berhubungan
dengan penunjaman di Laut Maluku dimana Halmahera bergerak ke
arah barat. Eksplorasi pada busur ini sangat terbatas dilakukan dan
mineralisasi logam yang telah ditemukan terbatas pada cebakan
tembaga-emas porfiri Kaputusan di Bacan (Bering, 1986).

7. Busur Irian Jaya Tengah


Tataan Geologi
Busur tepi kontinen ini melampar dari leher kepala burung Irian
di Indonesia menerus ke arah Papua New Guinea. Hal ini
merupakan superimpos pada busur New Guinea yang bersifat mobil,
zona pada patahan naik dan perlipatan selatan dari jalur malihan
Rouffaer dan pada ofiolit New Guinea dimana pada kondisi secara
struktural lebih tinggi miring ke arah utara (Dow dkk., 1988). Kondisi
terdeformasi terdapat juga berupa endapan tebal lingkungan
paparan laut berumur Mesozoik Akhir terbentuk pada tepi kontinen
pasif, ditumpangi batugamping New Guinea. Batugamping tersebut

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


34
Bab 2 Geologi

merupakan batuan induk dari skarn Ertsberg dan batuan karbonat


klastik berumur Eosen dengan perselingan batulanau dan batupasir
pada bagian bawah (Potter dkk., 1991).
Pada pertengahan Miosen batuan volkanik Moon dan Diorit
Utawa (Dow dkk., 1988) terbentuk di busur bagian utara pada tepian
busur kontinen pasif. Selanjutnya pensesaran naik dengan gerakan
ke arah selatan menyertai terjadinya Orogenesa Melanesia pada
Miosen (Dow dkk., 1986, 1988), selama fase tersebut Diorit Utawa
menempati arah selatan dari patahan naik Weyland, dan batuan
gunungapi basaltik Mandi menumpang pada batuan Gunungapi
Moon. Pengulangan penunjaman dengan arah selatan disertai
dengan tumbukan menghasilkan volkanisme andesitik pada Akhir
Miosen dan Pliosen di jalur tengah busur Papua.
Kemungkinan busur yang tertabrak dan Rangkaian Pantai utara
Papua atau busur Mamberamo merupakan dua busur kepulauan
yang terpisah sebelum terjadi tubrukan (Daly dkk., 199.1; Harnish,
1990). Bagian utara New Guinea bertubrukan dengan daratan utama
pada awal Miosen Akhir, yang selanjutnya pada Pliosen terjadi
penunjaman ke arah selatan pada atau dekat palung New Guinea.
Beberapa daerah dimana bertubrukan dengan New Guinea pada
Kuarter saat ini berada di bawah Busur Pantai.
Batuan magmatik terkait dengan penunjaman ke arah selatan
yaitu batuan terobosan berupa stock pada daerah mineralisasi
Ertsberg yang berumur Akhir Pliosen (MacDonald and Arnold, 1994;
Mertig dkk., 1994) dan batuan eruptif dan terobosan pada daerah-
daerah tersebar menerus ke arah timur ke daerah Papua New
Guinea, pada daerah busur berumur Miosen Akhir dan Pliosen ini
telah dilakukan eksplorasi secara ekstensif dan telah terdata secara
baik. Keberadaan batuan gunungapi Pliosen di daerah kepala
burung Irian menggambarkan tentang struktur yang sangat komplek
pada daerah tersebut, termasuk juga adanya kekuatan tektonik
berupa pemekaran dengan arah utara pada Palung Ayu (Milsom
dkk., 1992).

Mineralisasi
Lebih dari 50% potensi emas dan 70% potensi tembaga
Indonesia berada pada empat daerah prospek Grasberg yang
merupakan satu dari cebakan tembaga-emas porfiri terbesar di
dunia, dan tiga tubuh cebakan bijih skarn berukuran besar berada
2
pada satu daerah seluas 100 km dikenal dengan tambang Ertsberg
berada pada ujung barat dari busur (MacDonald and Arnold, 1994;

35
Mertig dkk., 1994). Pelamparan ke arah sampai Papua New Guinea
juga terdapat cebakan kelas dunia yang besar yaitu Porgera (Henry,
1988; Handley and Henry, 1990) dan Ok Tedi (Rush and Seegers,
1990). Ketiadaan temuan mineralisasi logam lain di Papua pada
daerah sekitar Ertsberg kemungkinan akibat keterbatasan untuk
melakukan eksplorasi secara sistematis karena daerahnya sangat
terpencil dan sulitnya medan. Kegiatan eksplorasi yang sekarang
sedang berlangsung menggambarkan kemungkinan adanya daerah
mineralisasi logam yang lain pada daerah busur ini (D. Potter, kom.
pers., 1993).

8. Busur Pegunungan Schwaner (Awal Kapur)


Di Pegunungan Schwaner dan sebelah utaranya, busur kalk-
alkali yang luas ke arah timur, dominan berupa batolit tonalit sampai
granodioritik, mengindikasikan adanya busur magmatik pada Awal
Kapur (Williams dkk., 1988). Beberapa cebakan tipe skarn dijumpai
berasosiasi dengan pluton Kapur Bawah hanya saja keterdapatan
prospek mineral kurang signifikan dibandingkan dengan
magmatisme Tersier Tengah yang berasosiasi dengan Busur
Kalimantan Tengah.

9. Busur Paparan Sunda (Akhir Kapur)


Data tentang busur ini relatif kurang, terdapat pluton granit yang
terpencar-pencar. Granit dijumpai mulai umur 85 juta tahun di
Kepulauan Anambas dan monzonit kuarsa Akhir Kapur di Kepulauan
Tambelan sampai 74 juta tahun berupa granit-granodiorit di Pulau
Karimata (Hutchinson, 1989). Granit dan granit alkali di bagian
baratdaya Pegunungan Schwaner berumur 91 sampai 86 juta tahun,
dan batuan gunung api Akhir Kapur berumur 60 sampai 70 juta
tahun (Williams dkk., 1988), merupakan satu jalur. Meskipun begitu
busur ini kemungkinan menerus ke selatan dari Pegunungan
Schwaner menjadi dasar dari Cekungan Barito dan kemungkinan
juga beberapa pluton yang berada di bagian timur Pegunungan
Meratus.
Tidak dijumpai laporan tentang adanya mineralisasi logam di
daerah kepulauan pada Paparan Sunda, namun adanya indikasi
mineralisasi emas pada segmen Meratus dari busur Sumatera -
Meratus dapat dimungkinkan karena kemenerusan busur tersebut..

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


36
Bab 2 Geologi

10. Busur Moon-Utawa (Miosen Tengah)


Pada busur ini termasuk batuan gunungapi Moon berumur
Miosen Tengah yang terdapat pada bagian utara Kepala Burung dan
Diorit Utawa berumur Miosen Tengah pada bagian leher menerus ke
arah tenggara. Batuan Volkanik Moon, batuan sedimen Mesozoik
Akhir yang termasuk dalam Paparan New Guinea (Dow dkk., 1986,
1988) diterobos oleh stok-stok diorit. Ubahan hidrotermal terdapat
cukup melimpah di batuan Volkanik Moon tetapi hanya daerah Alpha
merupakan satu-satunya yang prospek sampai saat ini. Di daerah
tersebut mineralisasi emas dan logam dasar terbentuk pada zona
yang mengalami silisifikasi dan argilik yang ekstensif mengandung
urat-urat kuarsa dan stockwork (M.J. Andrews, kom. pers., 1993).
Kegiatan eksplorasi pada busur ini masih terbatas, namun cukup
menjanjikan akan ditemukannya potensi emas mengingat dijumpai
pelamparan batuan eruptif andesitik dan terobosan-terobosan
Neogen menempati daerah sepanjang 80 km.

11. Busur Barat Sulawesi (Miosen Akhir-Pliosen)


Busur ini melampar pada bagian barat Pulau Sulawesi dimana
volkanisme sosonitik (Leterrier dkk., 1990) terkait dengan gerakan
penunjaman ke arah timur di palung Tolo (Rehault dkk., 1991),
kemungkinan disertai dengan pemekaran pada Teluk Bone.
Di bagian utara dan barat dari Teluk Bone terdapat jalur pluton
37 86
grnit yang tidak menerus sepanjang 400 km Sr/ Sr, dan granit
Dondo yang menerus arah timur laut pada arah leher Sulawesi
(Priadi dkk.,1991 and Kavalieris dkk., 1992). Granit Dondo berumur
6,5 sampai 3,8 juta tahun kemungkinan merupakan petunjuk adanya
pelelehan kerak selama adanya pergerakan pensesaran naik ke
arah barat saat tubrukan pada Akhir Miosen di bagian barat
Sulawesi (Priadi dkk. 1991). Batuan ini tidak ekuivalen dengan
batuan volkanik sosonitik tersebut (van Leeuwen dkk., 1994).

12. Busur Barat Laut Borneo (Miosen Tengah)


Busur ini berumur Miosen Tengah ditandai dengan adanya
batuan andesitik yang tersebar pada beberapa daerah di barat laut
Kalimantan dan bagian timur Serawak (Hutchison, 1989).
Mineralisasi logam yang signifikan tidak dijumpai pada busur yang di
Indonesia maupun Serawak, daerah Bau cenderung merupakan
bagian dari busur ini dibandingkan kemungkinannya masuk pada
busur Tengah Kalimantan.

37
13. Busur Sumba-Timor (Palaeogen)
Busur ini merupakan busur magmatik minor berumur sekitar
Paleogen, dijumpai di segmen Sumba-Palelo-Lolotai di Sumba dan
Timor. Di Daerah Sumba, batuan volkanik dan terobosan andesit
porfiri menempati pada daerah sempit di bagian tenggara, tengah
dan barat daya Pulau Sumba.

14. Pantai Irian Jaya (umur tidak diketahui)


Di busur ini dijumpai batuan diorit dengan mineralisasi porfiri di
jalur Mamberamo dekat pantai utara Papua, terbentuk pada umur
Neogen, terobosan kecil yang lain dijumpai juga pada busur ini (D.
Bennett, kom. pers., 1993).

15. Busur Talaud (Neogen)


Pada busur ini di daratan hanya terwakili oleh batuan volkanik
andesitik Miosen di Pulau Talaud dan bongkah andesit pada batuan
bancuh di timur laut Pulai Sulawesi) dan terbentuk pada lingkungan
laut (Simandjuntak, 1986).

Gambar 2.3.
Blok kerak utama dan busur magmatik di Indonesia. Garis sumbu tebal
merupakan busur dengan dengan kandungan cebakan emas dan atau
tembaga berdasarkan data produksi dan estimasi sumber daya berdasarkan
hasil pemboran, busur dengan garis sumbu tipis mengandung prospek emas
dan tembaga namun tidak tersedia data produksi dan sumber daya.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


38
Bab 2 Geologi

2.2. MULA JADI


2.2.1 Kristalisasi Magma, Sublimasi dan Metasomatisme Kontak
Magma mempunyai sifat selalu bergerak ke segala arah
(mobile), salah satu pergerakannya adalah intrusi yaitu penerobosan
magma pada lapisan batuan/kulit bumi yang menuju ke permukaan
bumi dan mengisi retakan-retakan/celah-celah batuan yang ada di
kulit bumi. Dalam perjalanan ini, intrusi magma akan mengalami
penurunan suhu dan tekanan yang mengakibatkan terjadinya
kristalisasi mineral-mineral silikat. Proses kristalisasi berakibat pada
terbentuknya mineral-mineral silikat dan mineral-mineral sisa cairan
magma, termasuk emas porfiri (kasar) yang mengkristal akibat
pembekuan magma di dalam.
Sublimasi merupakan proses pengendapan langsung dari uap
atau gas. Pembentukan mineral ini merupakan proses kecil bila
dibandingkan dengan proses-proses lainnya. Prinsip proses tersebut
terletak pada penurunan suhu maupun tekanan. Endapan terjadi
akibat reaksi dua atau lebih gas. Cebakan emas sublimasi terbentuk
karena terbawa oleh uap atau gas yang bereaksi.
Proses intrusi magma menyisakan larutan dan gas bersuhu
tinggi dan apabila bersentuhan dengan dinding batuan bercelah
mengakibatkan reaksi yang menghasilkan mineral-mineral baru.
Pembentukan bijih emas pada proses ini diakibatkan oleh magma
kaya bijih bersentuhan dengan batuan samping yang reaktif
(metasomatisme kontak), sehingga terbentuk emas yang biasanya
mempunyai tekstur kasar.

2.2.2 Proses Hidrotermal

Hasil akhir proses pembekuan magma yang mengintrusi adalah


cairan sisa magma yang mengandung konsentrasi logam-logam
termasuk emas. Cairan ini disebut larutan hidrotermal yang
membawa logam-logam ke tempat pengendapan baru. Endapan
hidrotermal pada umumnya berkaitan dengan alterasi atau proses
ubahan - terjadi perubahan susunan baik mineral maupun kimiawi
batuan akibat pengaruh cairan hidrotermal. Perubahan yang terjadi
dapat berupa rekristalisasi, penambahan mineral baru, larutan
mineral yang telah ada, penyusunan kembali komponen kimiawinya
atau perubahan sifat fisik seperti permeabilitas clan porositas
batuan. Zona ubahan dapat dibagi menjadi empat yaitu:

39
• zona potasik, dicirikan oleh terbentuknya ortoklas sekunder dan
biotit atau ortoklas-klorit dan ortoklas-biotit-klorit;
• zona filik, dicirikan oleh kumpulan mineral kuarsa-serisit-pirit,
klorit, illit, rutil, piropilit, karbonat, anhidrit dan serisit;
• zona argilik, dicirikan oleh mineral lempung;
• zona propilitik, dicirikan oleh klorit, pirit, kalsit, epidot, biotit,
hornblende, karbonat, dan plagioklas.
Sistem hidrotermal dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
temperatur dan pH fluida. Berdasarkan kedua faktor tersebut,
mineral alterasi dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu silika,
alunit, kaolinit, ilit, klorit dan kalk-silika. Endapan mineral hidrotermal
terbentuk secara berurutan (paragenesis). Mineral-mineral ikutan
diendapkan lebih dahulu diikuti mineral oksida dan yang paling akhir
mengkristal adalah mineral sulfida termasuk emas dan asosiasinya.
Urutan mineral dengan jelas diperlihatkan pada endapan yang
mengisi celah (cavity filling). Mineral-mineral yang terbentuk
kemudian, termasuk emas, akan diendapkan di atas mineral yang
terbentuk terlebih dahulu sehingga terlihat seperti lapisan-lapisan
atau overprint.

Gambar 2.4.
Konsep dasar sistem hidrotermal (Sumber : Hydrotermal Mineral Deposits in
Arc Setting ; “The Basic Model”, Kingston Morison)

2.2.3. Bentuk cebakan


Secara umum, emas dapat terbentuk dalam bentuk tersebar
(disseminated) dan urat (vein). Cebakan berbentuk tersebar

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


40
Bab 2 Geologi

(disseminated) merupakan bentuk cebakan yang dapat


menghasilkan bahan galian yang berjumlah besar. Cebakan dapat
ditambang dengan cara tambang terbuka. Contoh penambangan
yang dilakukan di Indonesia antara lain tambang terbuka Grasberg
oleh PT. Freeport Indonesia Corp dan tambang terbuka Batu Hijau
oleh PT. Newmont Nusa Tenggara.
Cebakan berbentuk urat (vein) merupakan bentuk cebakan
seperti batang yang umumnya jumlah bijihnya relatif lebih sedikit
dibanding bentuk tersebar namun berkadar tinggi. Metode
penambangan yang umumnya dapat dilakukan berupa tambang
bawah permukaan (underground mining), walaupun pada beberapa
tempat dapat dilakukan secara tambang permukaan. Contoh
penambangan bentuk cebakan urat yang dilakukan di Indonesia
antara lain tambang bawah permukaan Kencana oleh PT. Nusa
Halmahera Minerals dan di Pongkor oleh PT. Aneka Tambang,
sedangkan contoh tambang permukaan pada bentuk cebakan urat
antara lain di PT. Barisan Tropical Mining dan di PIT Toguraci oleh
PT. Nusa Halmahera Minerals.

2.3. TIPE MINERALISASI


2.3.1 Emas-Tembaga Porfiri dan Skarn
Emas-tembaga pada porfiri umumnya terletak di lingkungan
busur kepulauan (island arc). Daerah tersebut mengalami
penunjaman (subduction) yang kuat sehingga terjadi pengendapan
mineralisasi porfiri (kasar). Sebagai contoh misalnya busur magmatik
PNG-Papua. Asosiasi emas dengan tembaga porfiri dibentuk secara
umum oleh kalk-alkalin sampai alkalin pada busur volkanik.
Umumnya busur tersebut berasosiasi dengan penunjaman.
Cebakan skarn terbentuk pada daerah magmatisme yang
mengintrusi batugamping. Intrusi umumnya berhubungan dengan
deposit-deposit porfiri dari diorit, kuarsa, tonalit, monzonit, dan
granodiorit. Intrusi ini umumnya menjadi batuan beku dalam (stock)
vertikal (1 - 2 km). Kebanyakan deposit emas-tembaga porfiri dan
skarn terjadi pada sekitar 2 juta tahun yang lalu (Tersier-Miosen).
Tatanan tektonik skarn banyak berhubungan dengan sistem porfiri
pada batas pemekaran lempeng (convergent plate margin), terutama
batas benua yang aktif bergerak (active continental margin). Pada
busur kepulauan, magma berkomposisi menengah (intermediate)-
basa yang berasosiasi dengan batugamping terumbu sering
menghasilkan cebakan skarn kaya magnetit.

41
Jenis cebakan emas yang dapat terjadi pada model cebakan ini
adalah lode emas kuarsa, tersebar (disseminated) dan mineral
ikutannya. Lode emas kuarsa terdiri dari berbagai jenis endapan.
Walaupun demikian, semua endapan lode adalah urat-urat kuarsa-
emas berasal dari pengendapan larutan hidrotermal baik berupa
penggantian (replacement) unsur-unsur pada dinding batuan
maupun pengisian rongga-rongga terbuka (cavity filling) di
sepanjang zona rekahan. Pada endapan emas tersebar
(disseminated) terdiri dari butiran-butiran halus emas yang tersebar
di dalam batugamping lempungan dan batugamping dolomitan. Bijih
ini terbentuk karena proses penggantian oleh larutan hidrotermal
terhadap unsur-unsur pada batuan induk sedangkan endapan emas
ikutan terbentuk sebagai unsur ikutan dalam bijih logam dasar dan
hanya bisa diperoleh bila konsentrat logam dasar tersebut dilebur
dan dimurnikan.
Contoh cebakan emas yang berasosiasi dengan tembaga pada
porfiri dan skarn adalah Ertzberg dan Grasberg (Papua), Batu Hijau
(NTB), Tombolilato (Sulawesi Utara) Kaputusan, Pulau Bacan, Kai
laka, Sayoang, Raroang, Raiau, Pigaraja (Maluku) dan Tapanuli
Selatan (Sumatera Utara).

Gambar 2.5.
Skema model sistem hidrotermal yang berhubungan dengan pembentukan
endapan mineral tipe porfiri sulfida rendah (Giggenbach, 1992).

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


42
Bab 2 Geologi

Gambar 2.6.
Singkapan batuan mikrodiorit yang teralterasi Prophylit – phylic, dengan
mineralisasi malakit, azurit dan pirit menyebar di Daerah Kali Sanen,
Jember, Provinsi Jawa Timur (Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 2.7.
Bijih porfiri Cu - Au, Batu Hijau, Sumbawa
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

2.3.2 Emas-Tembaga Sulfida Tinggi (Au-Cu High Sulfidation)


Model endapan ini sama dengan model endapan porfiri yaitu
terdapat di jalur gunung api dan hanya sedikit ditemukan di busur
belakang. Emas-tembaga sulfida tinggi terbentuk ketika larutan
asam panas yang didominasi oleh gas reaktif yang berasal dari

43
magma, uap dan gas (H2O, CO2, SO, HCl, HF) naik dan berpindah
secara vertikal dan lateral melalui patahan/ struktur dan
permeabilitas batuan dan bereaksi dengan batuan serta
pencampuran larutan. Endapan jenis ini berasosiasi dengan batuan
volkanik bersifat alkali (kalk-alkali), jenis cebakannya adalah lode
emas kuarsa dan epitermal.
Endapan emas epitermal berupa urat - urat hidrotermal kuarsa,
karbonat, barit dan fluorit yang mengandung emas native atau emas
telurida serta sejumlah perak. Endapan ini terbentuk sebagai akibat
pengisisan rongga-rongga oleh larutan hidrotermal dan umumnya
banyak terjadi pada batuan-batuan volkanik Tersier yang mengalami
proses alterasi kuat. Kenampakan di lapangan umumnya terbentuk
pada batuan andesit dan riodasit memperlihatkan daerah ubahan
yang luas umumnya beberapa km persegi. Daerah yang prospek
untuk model cebakan mineralisasi logam ini terdapat di Miwah,
Bagian Kepala Burung dan Bomberai (Papua), dan Rinca dan
Watuasa (NTT).

Gambar 2.8.
Model endapan emas epitermal sulfidasi tinggi. (Bonham, 1989)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


44
Bab 2 Geologi

Gambar 2.9
Bijih emas tipe High sulphidation mengandung enargit (abu abu gelap),
Motomboto, Gorontalo

2.3.3 Emas Sulfida Rendah (Au Low Sulfidation)


2.3.3.1 Emas-Kuarsa Sulfida Rendah (Au-Quartz Low
Suffidation)
Emas-kuarsa sulfida rendah terbentuk pada tatanan tektonik
yang sama dengan sistem porfiri yaitu umumnya terbentuk di busur
volkanik dan hanya sedikit ditemukan di busur belakang, terbentuk
pada tahap akhir sistem porfiri atau proses intrusi yang terdapat di
sekeliling intrusi porfiri. Kenampakan di lapangan berupa urat kuarsa
maupun breksi dengan tebal beberapa sentimeter - beberapa meter.
Kuarsa pada sistem ini biasanya kasar dan banyak mengandung
sulfida ( > 1°) seperti pirit, kalkopirit, galena, sfalerit, arsenopirit,
hematite dan magnetit dengan bentuk kristal yang bagus.
Emas diendapkan dengan proses pemanasan (boiling) maupun
oleh pencampuran larutan sisa magma dengan air meteorik (air
dalam batuan) dan jenis endapan emasnya adalah lode emas
kuarsa dan epitermal. Contoh cebakan jenis ini di Indonesia ada di
Arinem (Garut), Cikondang (Cianjur), Jampang (Jawa Barat),
Bengkayang (Kalimantan Barat) dan Kokap (Kulon Progo).

45
Gambar 2.10
Skema model sistem hidrotermal berhubungan dengan pembentukan
endapan mineral epitermal “sulfidasi tinggi” (jalur a dan b) dan “sulfidasi
rendah (Jalur c). Sistem sulfidasi rendah pada sisi kanan diasumsikan
berada pada sisi struktur vulkanik. Garis titik-titik menunjukkan jalur
penguapan bermuatan gas, sedangkan garis putus memperlihatkan aliran
perlahan ke bawah udara teroksidasi air sulfat asam (Giggenbach, 1992)

Gambar 2.11
Tekstur Banded pada singkapan cebakan Low Sulfidation di Mopuya,
Kabupaten Suwawa, Provinsi Gorontalo.
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


46
Bab 2 Geologi

2.3.3.2 Emas dan Logam Dasar Dalam Batuan Karbonat


(Carbonate Base Metal Au)
Emas logam dasar karbonat terbentuk pada busur volkanik dan
busur belakang serta letaknya lebih dekat ke permukaan dari intrusi
porfiri. Endapan biasanya berasosiasi dengan diatrema tufaa atau
breksi hidrotermal atau pada kubah akibat tektonik (endogenous
dome).
Breksi merupakan batuan yang sangat penting karena biasanya
selalu berasosiasi dengan pembentukan bijih emas. Breksi berupa
batuan klastik yang disusun oleh fragmen batuan yang diikat oleh
matriks. Mineral-mineral hidrotermal biasanya mengisi rongga-
rongga antar fragmen. Model endapan ini terbentuk karena
pencampuran larutan sisa magma dengan air dalam batuan yang
kaya CO2 dekat permukaan. Kenampakan di lapangan berupa
stockwork dan breksi yang mengandung karbonat. jenis endapan
yang biasa terjadi pada model cebakan ini di antaranya lode emas
kuarsa dan epitermal. Cebakan yang prospek pada endapan model
ini terdapat di Kelian (Kalimantan Timur) dan Ajibarang (Jawa
Tengah).

Gambar 2.12
Butiran Emas Carbonate Base Metal Gold
(Koleksi PT KEM)

47
2.3.4 Endapan Epitermal Emas-Perak-Kuarsa-Adularia Sulfida
Rendah (Epithermal Low Sulfidation Au Ag-Quartz
Adularia)
Sistem ini sangat umum terbentuk pada busur belakang dan
daerah pengangkatan (rift), serta berasosiasi dengan intrusi felsik
(batuan beku terang/bersifat asam). Model endapan ini sangat jauh
hubungannya dengan sistem porfiri atau intrusi. Meskipun kuarsa,
adularia, ilit/serisit pada sistem ini diduga terbentuk oleh air dalam
batuan yang bersirkulasi dalam sistem hidrotermal, namun
kemungkinan besar emas dan perak berasal dari kejadian magmatik.
Kenampakan di lapangan berupa urat kuarsa dan mendekati
permukaan berkembang menjadi zona urat (stockwork) dan breksi.
Emas pada umumnya diendapkan oleh proses pencampuran
larutan sisa magma dengan air meteorik, namun beberapa cebakan
mengindikasikan proses pemanasan. Emas umumnya muncul dalam
bentuk elektrum, telurida atau terikat oleh mineral sulfida.
Jenis endapan yang biasa terjadi pada model cebakan ini di
antaranya adalah lode emas kuarsa dan epitermal. Cebakan ini
(terutama pada tipe urat) biasanya berkadar emas tinggi (10 - 30
g/ton) dan banyak yang telah ditambang. Contoh cebakan model ini
di Indonesia terdapat di Gosowong (Maluku Selatan), Gunung
Pongkor dan Tasikmalaya (Jawa Barat), Gunung Muro (Kalimantan
Timur), Mangani, Gunung Arum, Salida, Bulangsi, Sungai Pagu, dan
Balimbing (Sumatera Barat), Lebong Tandai, Lebong Sulit, Lebong
Simpang, Tambang Sawah, dan Lebong Donok (Bengkulu),
Cibaliung, Cikotok, Cirotan (Banten), Puruk Cahu (Kalimantan
Tengah), Bukit Kelian (Kalimantan Timur), Mamuju (Sulawesi
Selatan), Paleleh, Bolang Mou Palu, Topak dan Sumalata (Sulawesi
Utara).

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


48
Bab 2 Geologi

Gambar 2.13
Skema model endapan Au-Ag tipe mata air panas bersifat sulfidasi rendah
(Bonham, 1989)

2.3.5 Emas Dalam Batuan Sedimen (Au Sedimentary Hosted)


Disebut juga endapan tipe Carlin (Carlin style) yang terbentuk
oleh interaksi antara sistem hidrotermal dengan struktur dan litologi
tempat terendapkannya emas. Model endapan ini merupakan
endapan emas halus tersebar (disseminated) pada batuan sedimen
(host rock) dan telah diusahakan di Amerika Serikat pada 1960-an.
jenis endapan emas ini biasanya berkadar sangat rendah untuk
ditambang sehingga tidak ekonomis. Rendahnya harga emas dan
kurangnya teknologi untuk memprosesnya merupakan suatu kendala
untuk mengambil emas berbutir halus ini sehingga di Indonesia
walaupun endapan jenis ini ada pengusahaannya tidak dilakukan
secara besar-besaran.
Prospek emas tipe ini yang dapat dikembangkan di Indonesia di
antaranya terdapat di Cikotok. Bayah, dan Gunung Limbung (Jawa
Barat), Tanjung Balit (Riau), Paleleh (Sulawesi Utara) dan Pantai
Ayah, Kebumen (Jawa Tengah) yang terbentuk dalam batuan induk
berupa batuan sedimen. Model cebakan di daerah ini yang selama
ini diusahakan adalah model cebakan emas epitermal.
Selain jenis endapan tersebut di atas, terdapat juga endapan
emas di dalam laut seperti volcanogenic massive sulfide (VMS) yang
terjadi karena adanya kegiatan gunungapi bawah laut membawa
larutan hidrotermal ke air laut. Batuannya umumnya bersifat
menengah hingga felsik dan logam yang terbentuk umumnya

49
berasosiasi dengan sulfida masif. Endapan ini dapat dikatakan
sebagai sumber emas yang cukup ekonomis. jenis ini di Indonesia
terdapat di Pulau Wetar, Flores. Bila tererosi, jenis endapan di atas
akan menghasilkan emas letakan (placer) yang biasanya berasosiasi
dengan material pasir dan kerikil baik terkonsolidasi ataupun tidak.
Emas letakan terbentuk di sepanjang lembah sungai atau pada
teras-teras sungai lama. Endapannya bisa berupa endapan kipas
aluvium, kerikil bar (pada endapan sungai), endapan channel,
endapan limpasan banjir dan endapan pantai. Apabila endapan
letakan tersebut terbentuk dalam rentang waktu yang lama, maka
terbentuk jenis endapan emas fosil yang umumnya berumur Pra
Kambrium (570 juta tahun) serta telah mengalami proses pembatuan
(litifikasi) menjadi batuan konglomerat yang merupakan bagian dari
batuan dasar (bed rock). jenis endapan emas ini terdapat di Tanah
Gayo dan Tapak Tuan (NAD), Bengkalis (Riau), Singkawang dan
Selamantan (Kalimantan Barat), Tumbang Terusan, Panawan,
Hurang, Menan, Tumbang Tukun, Lumbung, Kubuaran, Kab.
Katingan, Kamanto, Tumbang Kanan, Kecamatan Marikit dan lain-
lain.

Gambar 2.14.
Jasperoid dalam cebakan emas Carlin Type
di Pantai Ayah, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


50
Bab 2 Geologi

Gambar 2.15.
Silica Replacement pada batugamping di Pantai Ayah,
Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 2.16.
Model mineralisasi emas (Dimodifikasi dari Corbet and Leach, 1997)

51
2.3.6 Emas Aluvial
Emas dalam bentuk cebakan di alam dijumpai dalam dua tipe,
yaitu cebakan emas primer dan emas sekunder. Cebakan emas
primer umumnya terbentuk oleh aktifitas hidrotermal yang
membentuk tubuh bijih dengan kandungan utama silika. Cebakan
emas primer mempunyai bentuk sebaran berupa urat atau dalam
bentuk tersebar pada batuan.
Proses oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada
cebakan emas primer pada atau dekat permukaan menyebabkan
disintegrasi penyusun bijih emas primer. Proses tersebut
menyebabkan juga lepas dan terdispersinya emas. Terlepas dan
tersebarnya emas dari ikatan bijih primer dapat terendapkan kembali
pada rongga-rongga dari pori batuan atau rekahan pada tubuh bijih
dan sekitarnya, membentuk kumpulan butiran emas dengan tekstur
permukaan kasar. Akibat proses tersebut, butiran-butiran emas pada
cebakan emas sekunder cenderung lebih besar dibandingkan
dengan butiran pada cebakan primernya (Boyle, 1979).
Proses erosi, transportasi dan sedimentasi yang terjadi
terhadap hasil disintegrasi cebakan emas primer menghasilkan
cebakan emas letakan/aluvial. Emas letakan dapat berada pada
residual soil dari cebakan emas primer, sebagai endapan koluvial,
kipas aluvial, dan umumnya terdapat pada endapan fluviatil.
Emas aluvial dapat terbentuk dengan sumber daya yang besar,
apabila permukaan tubuh bijih yang tererosi sebagai sumber dispersi
luas. Tubuh bijih yang potensial untuk menghasilkan cebakan emas
letakan/aluvial ekonomis harus mempunyai dimensi sebaran besar
dan luas. Cebakan emas aluvial dapat merupakan hasil dispersi dari
cebakan bijih emas primer atau hasil redeposisi dari cebakan emas
aluvial yang lebih tua.
Karakteristik dari tipe endapan emas aluvial akan menentukan
metoda dan sistematika inventarisasi. Beberapa karakteristik
endapan emas aluvial yang dapat dipergunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam melakukan inventarisasi meliputi : tipe
endapan, sebaran endapan emas aluvial dan bahan penyusun
endapan emas aluvial.

Tipe Endapan Emas Aluvial


Pada umumnya endapan emas aluvial ditemukan dalam bentuk
endapan kipas aluvial, endapan gravel bars, endapan channel,
endapan dataran banjir, dan endapan pantai.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


52
Bab 2 Geologi

a. Endapan kipas aluvial


- Terbentuk pada sungai dengan kemiringan relatif curam dan
gradiennya berubah secara tiba-tiba menjadi landai.
- Bentuk endapan berpola seperti kipas, biasanya terdiri dari
endapan gravel yang tidak terkonsolidasi, terpilah buruk,
dengan kandungan lempung sedang sampai tinggi.
- Butiran emas pada umumnya berukuran halus, pipih, dan
dijumpai dari permukaan sampai batuan dasar.
b. Beting kerikil (Gravel Bars)
- Gravel bars mengandung gravel dengan pemilahan sedang,
pasiran dan lepas,
- Lapisan tipis kaya emas (paystreak) sering tidak berlanjut
dan terbatas berupa akumulasi dekat permukaan bidang
erosi,
- Butiran emas berukuran halus, pipih dapat mengapung di
atas air, sangat mudah tertransport oleh air.
c. Endapan alur (Channel Deposit)
- Endapan berlapis, lepas, pasiran, gravel sangat mudah
terendapkan sampai pada batuan dasar,
- Butiran emas berukuran halus pada bagian dekat
permukaan dan bertambah besar maupun berat di atas
batuan dasar,
- Butiran emas berbentuk pipih, kasar dan berupa nuggets
kadang-kadang dijumpai dalam rekahan pada batuan dasar.
d. Endapan dataran banjir (Flood Plain Deposit)
- Endapan mempunyai pemilahan buruk dengan kekompakan
sedang,
- Perlapisan gravel mengandung matriks lempung dan lanau
sampai pada batuan dasar.
- Emas sebagian besar berukuran halus, pipih dan beberapa
berukuran kasar pada batuan dasar.
- Emas berupa nugget (peringkil)kemungkinan dapat juga
ditemukan.
e. Endapan pantai
- Endapan bersifat lepas, pasiran dengan pemilahan sedang.
- Paystreak sering ditemukan
- Emas pada umumnya berukuran halus sampai agak kasar
- Emas nugget (peringkil) sering dijumpai pada paystreak.

53
Pada umumnya pertambangan emas aluvial di Indonesia jarang
dilakukan pada endapan pantai, sehingga pedoman ini lebih
dititikberatkan pada endapan hasil aktifitas sungai (fluvial) yaitu :
endapan kipas aluvial, gravel bars deposit, channel deposit,
endapan dataran banjir.

Sebaran Endapan Emas Aluvial


Endapan emas aluvial pada umumnya menempati cekungan
Kuarter, berupa lembah sungai yang membentuk morfologi dataran
atau undak. Endapan berupa bahan bersifat lepas, atau belum
terkonsolidasi secara sempurna, berukuran pasir – kerakal, dapat
berselingan dengan lapisan lempung dan atau lanau.
Lapisan pembawa emas, berbentuk lapisan tunggal atau perulangan
ke arah vertikal dan lateral teratur sampai tidak teratur, kemiringan
relatif datar, ketebalan hingga beberapa meter dengan kedalaman
relatif dangkal. Biasanya butiran emas tersebar secara vertikal dan
lateral tidak teratur (erratic).
Endapan emas aluvial pada lingkungan fluvial dapat berupa
endapan sungai tidak aktif dan sungai aktif.
a. Kondisi endapan emas pada sungai tidak aktif
- Batas sebaran endapan emas aluvial insitu, lokasi bekas
tambang dan sisa hasil pengolahan masih mudah
diidentifikasi,
- Tekstur dan struktur lapisan relatif masih jelas, sehingga
memudahkan untuk membedakan bahan galian insitu
dengan hasil pengolahan.
- Endapan pembawa emas umumnya mempunyai lapisan
penutup.
b. Kondisi endapan emas pada endapan sungai aktif
- Batas sebaran bahan galian endapan insitu, pit dan sebaran
tailing pada wilayah bekas tambang di lembah sungai aktif
dipengaruhi oleh aktifitas sungai sehingga sulit diidentifikasi,
- Endapan pembawa emas umumnya tanpa lapisan penutup.
Endapan pembawa emas aluvial tersusun atas fragmen dan
matriks bersifat lepas dan terpilah buruk sampai baik. Fragmen
berukuran kerikil sampai kerakal, kadang disertai berangkal sampai
bongkah, umumnya berbentuk membulat. Matriks berukuran pasir,
terdiri dari mineral berat dan mineral ringan. Jenis mineral berat
tergantung pada jenis batuan induk serta tipe mineralisasi dari

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


54
Bab 2 Geologi

endapan emas primernya, umumnya berupa magnetit dan ilmenit,


dan dapat disertai monasit, pirit, arsenopirit, kasiterit, wolframit, shilit,
sinabar, bismuth, galena, platinoid, turmalin, garnet, kromit, rutil,
barit, korundum, zirkon dan limonit. Jenis mineral ringan umumnya
feldspar dan kuarsa.

Gambar 2.17
Dataran aluvial mengandung emas, di daerah Bungotebo, Provinsi Jambi
(Gurniwa & Suprapto, 1993)

Gambar 2.18
Nuggets emas aluvial, Legare, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua (Koleksi :
Pusat Sumber Daya Geologi)

Eksplorasi yang telah dikerjakan di Indonesia dilakukan


berdasarkan model klasik, dengan asumsi bahwa akumulasi emas
terjadi oleh proses secara gravitasi dan mekanis. Sementara

55
menurut Seeley dan Sender (dalam van Leeuwen, 1994)
menyebutkan bahwa pada beberapa cebakan emas aluvial di Pulau
Kalimantan mempunyai genesa berbeda, dispersi emas dalam
bentuk koloid asam organik yang berasal dari daerah endapan teras,
membentuk agregasi emas dari koloid tersebut pada daerah aluvial
sebagai akibat air tanah bersifat asam tersebut tercampur dengan air
permukaan.

Gambar 2.19
Sebaran cebakan emas aluvial hasil dispersi dari cebakan emas primer,
Gunung Pani, Provinsi Gorontalo
(modifikasi dari Gunradi dkk, 2003 dan Suhandi dkk, 2005).

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


56
BAB 3
EKSPLORASI
BAB 3
EKSPLORASI

Secara umum, eksplorasi adalah suatu aktivitas untuk


mengetahui keadaan suatu daerah, ruang ataupun suatu wilayah
yang sebelumnya tidak diketahui keberadaannya. Istilah eksplorasi
geologi yang dipergunakan adalah mengetahui keberadaan suatu
objek geologi, yang pada umumnya berupa cebakan bahan galian.
Namun objek geologi itu tidak terbatas pada bahan galian, batubara
maupun akumulasi minyak dan gasbumi, tetapi juga gejala geologi
yang bermanfaat bagi kesejahteraan manusia maupun mempunyai
dampak negatif, seperti adanya sesar, jenis batuan tertentu
keberadaannya perlu diketahui secara mendetail untuk penempatan
bangunan konstruksi seperti suatu bendungan, terowongan dsb.
Sistem eksplorasi adalah cara yang secara fisik menentukan
langsung ataupun tidak langsung keberadaan adanya suatu gejala
geologi yang dapat berupa tubuh suatu endapan bahan galian
ataupun satu atau lebih gejala geologi. Sistem eksplorasi
berkembang pesat dengan munculnya teknologi baru dalam bidang
sistem eksplorasi seperti dalam sistem geofisika, geokimia maupun
dengan munculnya komputerisasi.
Tujuan eksplorasi bahan galian adalah menemukan serta
mendapatkan sejumlah maksimum dari cebakan bahan galian
ekonomis baru dengan biaya seminimal mungkin dalam waktu
seminimal mungkin.
Berbeda dengan usaha ekonomi lainnya, eksplorasi adalah
suatu aktivitas ekonomi yang berisiko tinggi sehingga memerlukan
perencanaan yang seksama untuk meminimalkan risiko dan
menekan pada manfaat-biaya. Risiko ini adalah risiko geologi, risiko
teknologi, risiko ekonomi (pasaran) dan risiko politik. Semua risiko ini
harus diperhitungkan sebelum diputuskan untuk melaksanakan
suatu projek eksplorasi. Risiko geologi adalah risiko yang paling
besar karena merupakan faktor dalam membuat keputusan.

3.1. Tahapan Eksplorasi


Secara umum tahapan eksplorasi dibagi menjadi :
A. Penyelidikan Umum
1) Survei Tinjau
2) Prospeksi

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


58
Bab 3 Eksplorasi

B. Eksplorasi
1) Eksplorasi Umum
2) Eksplorasi Rinci

A. Penyelidikan Umum
1. Tahap Survei Tinjau
Tahap eksplorasi untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang
berpotensi bagi keterdapatan mineral pada skala regional terutama
berdasarkan hasil studi geologi regional, di antaranya :
1. Studi Pendahuluan, meliputi : studi literatur, geologi regional,
studi citra landsat, interpretasi foto udara, sintesa-sintesa
geologi;
2. Rancangan eksplorasi menyangkut pengajuan model
eksplorasi sebagai hipotesa kerja, penentuan petunjuk-
petunjuk geologi yang akan digunakan, penentuan strategi
dan pentahapan dan pemilihan sistem eksplorasi;
3. Penilaian daerah berdasarkan pustaka dan data yang ada;
4. Tinjauan Daerah meliputi :
• Survei dari udara; survei dan analisa foto udara, survei
dan analisa aeromagnetik.
• Survei tinjau; pelintasan-pelintasan yang menyeluruh
seluruh daerah, dengan sistem geologi atau sistem non-
geologi. Prospeksi batuan dan/atau prospeksi sungai dsb
(peta sekala 1 : 100.000 – 250.000). tahapan ini
menghasilkan daerah-daerah prospek.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi daerah-daerah
anomali atau pemineralan yang prospektif untuk diselidiki lebih
lanjut. Perkiraan kuantitas sebaiknya hanya dilakukan apabila
datanya cukup tersedia atau ada kemiripan dengan endapan lain
yang mempunyai kondisi geologi yang sama.
Hasil evaluasi dan perhitungan jumlah bahan galian dari
tahapan ini berupa sumber daya hipotetik (hipotetic).

2. Tahap Prospeksi
Tahap eksplorasi yang dilakukan untuk menentukan daerah
prospek (daerah yang mengandung cebakan yang potensial).
Sistem yang digunakan adalah :
• Pemetaan geologi semi rinci (sekala 1 : 100.000 – 1 :
10.000);

59
• Survei geokimia seperti : pemercontoan sedimen sungai,
pemercontoan tanah, pendulangan, pemetaan apungan
batuan, pemercontoan batuan, apabila diperlukan dilakukan
pemercontoan pada sumur-uji/paritan atau pemboran
dangkal;
• Survei geofisika dengan metode magnetik dan/atau
Polarisasi Terimbas/Induced Polarisation (IP).
Tujuannya yaitu untuk mengidentifikasi suatu cebakan mineral
yang akan menjadi target eksplorasi selanjutnya. Estimasi kuantitas
dihitung berdasarkan interpretasi data geologi, geokimia dan
geofisika.
Hasil evaluasi dan perhitungan jumlah bahan galian dari
tahapan ini berupa sumber daya tereka (Inferred).

B. Eksplorasi
1. Tahap Eksplorasi Umum
Tahapan eksplorasi untuk menentukan gambaran geologi suatu
cebakan mineral berdasarkan indikasi sebaran, perkiraan awal
mengenai ukuran, bentuk, sebaran, kemenerusan (continuity),
kuantitas, dan kualitasnya. Kegiatan yang dilakukan antara lain :
• Pemetaan geologi sekala 1 : 10.000 – 1 : 2.000,
• pembuatan paritan dan sumur-uji,
• survey geofisika rinci dengan kisi,
• survei geokimia rinci (soil sampling) dengan kisi (grid),
• beberapa pemboran pengambilan contoh.
Tingkat ketelitian sebaiknya dapat digunakan untuk menentukan
apakah studi kelayakan tambang dan eksplorasi rinci diperlukan.
Hasil evaluasi dan perhitungan jumlah bahan galian dari
tahapan ini berupa sumber daya terunjuk (indicated)

2. Tahap Eksplorasi Rinci


Tahapan eksplorasi untuk mendeliniasi secara rinci dalam 3
dimensi terhadap cebakan mineral yang telah diketahui dari
pencontohan singkapan, paritan, lubang bor, shafts dan terowongan.
Penyelidikannya meliputi :
• Pemetaan geologi rinci sekala 1 : 200- 1 : 500,
• pengambilan contoh sistematis,
• perapatan paritan dan sumur uji,
• program pemboran yang terperinci dan sistematik

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


60
Bab 3 Eksplorasi

• pembuatan terowongan uji.


Jarak pencontohan sedemikian rapat sehingga ukuran, bentuk,
sebaran, kemenerusan, kuantitas dan kualitas serta ciri-ciri yang lain
dari endapan mineral tersebut dapat ditentukan dengan tingkat
ketelitian yang tinggi.
Perlu ditekankan disini dalam mendesain strategi tahapan-
tahapan ini tidak perlu diikuti secara dogmatis, tetapi disesuaikan
dengan konsep eksplorasinya. Bisa saja dipilih suatu strategi dimana
tahapan survei tinjau dilewati dan langsung memilih tahapan
eksplorasi detail, jika memang sudah ada target/prospek yang
sesuai dengan konsep eksplorasi.
Hasil evaluasi dan perhitungan jumlah bahan galian dari
tahapan ini berupa sumber daya terukur (measured).

Rincian penyelidikan pada tahap eksplorasi rinci adalah


sebagai berikut :

1. Pemetaan Geologi
Di daerah yang diperkirakan terdapatnya sesuatu macam
endapan bahan galian perlu dilakukan penyelidikan/pemetaan
terperinci dengan sekala 1 : 200 - 1 : 500 yang diamati adalah jenis
batuan, struktur detil serta umur batuan. Jenis dan umur batuan
dianalisis di laboratorium termasuk analisis mineralogi/petrologi.
Struktur geologi diukur di lapangan, kemudian semua data tersebut
ditafsirkan untuk menentukan mula jadinya bahan galian. Dengan
mengetahui hal-hal tersebut pencarian endapan bahan galian dapat
lebih terarah.

2. Pemetaan Geokimia
Seperti juga pada pemetaan geologi, untuk pemetaan
geokimia dengan pembuatan kisi-kisi rintisan untuk pengambilan
contoh tanah yang berjarak 50 sampai dengan 250 meter dengan
sekala 1 : 500 - 1 : 200. Conto tanah dianalisis di laboratorium untuk
penentuan unsur-unsur kimia pada contoh tanah tersebut. Setelah
hasil analisis diperoleh, nilai unsur dituliskan pada peta sesuai
dengan nomor conto, kemudian dibuat zona anomali geokimia.

3. Penyelidikan/Survei Geofisika
Setelah dilakukan penyelidikan geologi dan geokimia yang
menunjukkan adanya zona anomali emas, maka dilakukan

61
penyelidikan secara geofisika untuk mengetahui penyebaran
cebakan emas di bawah permukaan. Dari hasil penyelidikan
geofisika ini bisa diketahui bentuk cebakan, misalnya yang
berbentuk korok (dike), urat (vein), atau tersebar (disseminated).
Untuk mineral logam sulfida, biasanya dilakukan penyelidikan cara
potensial diri (self potential), tahanan jenis (resistivity) dan polarisasi
terimbas. Disamping itu, dapat dilakukan penyelidikan cara magnet
dan gaya berat untuk mengetahui struktur geologi, zona alterasi dan
batuan intrusi.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


62
Tabel 3.1.
Hubungan antara Tahapan Eksplorasi dengan Sistem Penyelidikan,
Kerapatan Titik Pengamatan dan Klasifikasi Sumber Daya dan Cadangan

Eksplorasi Pengembangan
(Penyelidikan Umum) (Eksplorasi)
Tahapan Studi
Eksplorasi Konstruksi
Survei Tinjau Prospeksi Eksplorasi Rinci Kelayakan
Umum
Sistem • Kepustakaan • Pemetaan geologi • Geologi rinci, • Geologi rinci,
Eksplorasi • Survei udara semi rinci, 1:10.000 – 1:2.000 • 1:200 – 1: 500
(Penyelidikan) • Pemetaan 1:100.000 - • Geokimia • Sumur/parit uji
geologi regional, 1:10.000 • Geofisika • Pemboran rinci
1:250.000 - • Geokimia • Sumur/parit uji • Terowongan uji
1:100.000 • Geofisika • Pemboran geologi
• Geokimia

Sampai beberapa Terbatas (beberapa Sangat terbatas


Luas wilayah Sangat luas
ratus km² puluh km²) (beberapa km²)
Tidak terpola, pada Terpola, 1–10 km² Terpola (grid), Makin rapat, mis.
Kerapatan titik
lokasi-lokasi yang percontoh endapan interval 100-25 m sumur uji interval
pengamatan
menarik sungai aktif contoh tanah 10 m dan titik bor
Cadangan
Cadangan
Klasifikasi Sumber daya Sumber daya Sumber daya Sumber daya terkira
Siap
Sumber Daya hipotetik tereka tertunjuk terukur (probable)
Tambang
dan Cadangan (hypotetic) (inferred) (indicated) (measured) atau terbukti
(mineable)
(proven)
Bab 3 Eksplorasi

63
Gambar 3.1.
Survei geologi yang dilakukan di daerah Ciarinem, Kabupaten Garut,
Provinsi Jawa Barat yang mempunyai prospek mineralisasi emas.
(Arif, R, 2007)

Gambar 3.2
Aeromagnetik survai untuk mengetahui letak daerah prospek. (Puslitbang
Tekmira )

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


64
Bab 3 Eksplorasi

Gambar 3.3
Survei geokimia regional dengan menggunakan helikopter
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 3.4
Kegiatan survai geokimia
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

65
Gambar 3.5
Pengukuran tahanan jenis batuan, survai geomagnet untuk mengetahui
akumulasi bijih emas dan penelitian seismik bias dangkal
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

3. Studi Kelayakan (Feasibility Study)


Studi kelayakan adalah pengkajian mengenai aspek teknik dan
prospek ekonomi suatu proyek penambangan dan merupakan dasar
untuk penentuan keputusan investasi. Kajian ini merupakan
dokumen yang memenuhi syarat dan dapat diterima untuk keperluan
analisis bank (bankable document) dalam kaitannya dengan
pelaksanaan investasi atau pembiayaan proyek. Studi kelayakan
juga dimaksudkan untuk mengetahui layak atau tidak, serta
menguntungkan atau tidaknya pengusahaan potensi cadangan
bahan tambang, dalam hal ini emas. Aspek-aspek yang harus
diperhatikan dalam studi kelayakan selain kegiatan eksplorasi antara
lain kegiatan penambangan, pengolahan, infrastruktur,
organisasi/tenaga kerja, analisis ekonomi, lingkungan,
hukum/perundang-undangan serta sosial terkait lainnya.

A. Kegiatan Eksplorasi, Penambangan, Infrastruktur dan


Pengolahan
Dalam evaluasi studi kelayakan yang menyangkut kegiatan
eksplorasi, hal yang harus diperhatikan adalah aspek geologi,
topografi, pemboran, sumur dan parit uji, cadangan dan kualitas.
Evaluasi ini dimaksudkan untuk menilai apakah sudah memadai
dipakai sebagai salah satu persyaratan peningkatan ke tahap

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


66
Bab 3 Eksplorasi

eksploitasi. Selain kegiatan eksplorasi, evaluasi studi kelayakan juga


mencakup kegiatan penambangan yaitu evaluasi terhadap aspek
studi geoteknik, hidrologi, tata letak (layout), rencana dan kapasitas
produksi, sistem penambangan, peralatan tambang, peralatan
penunjang, recovery, jadwal penambangan, pemasaran dan umur
tambang. Penyediaan infrastruktur dalam pengusahaan tambang
merupakan hal penting untuk dikaji kelayakannya. Hal ini berkaitan
dengan fakta bahwa segala macam sarana di lingkungan tambang
akan mempermudah pengusahaan tambang dan akan berakibat
pada peningkatan kualitas yang dihasilkan. Penyediaan infrastruktur
menyangkut pembuatan jalan tambang, kantor, perumahan, gedung
dan lain lain. Pengolahan merupakan aspek yang kelayakannya
harus dievaluasi juga. Sebagai kegiatan inti dalam suatu
pengusahaan tambang emas, perencanaan pengolahan perlu betul-
betul dikaji agar produk yang dihasilkan maksimum. Aspek-aspek
studi kelayakan yang harus dievaluasi pada kegiatan ini adalah studi
metalurgi, sistem pengolahan, bagan alir pengolahan, perolehan
(recovery) dan kapasitas.

B. Hukum dan Perundangan, Organisasi/Tenaga Kerja,


Lingkungan dan K-3
Penilaian suatu kegiatan proyek pertambangan perlu dilandasi
perangkat hukum maupun perundangan yang berlaku. Hal ini
dilakukan agar kelak dikemudian hari tidak terjadi permasalahan
ataupun bila ada-risiko yang timbul bisa diperkecil sedemikian rupa.
Hukum dan perundangan yang berlaku dalam evaluasi kelayakan
adalah hukum yang berlaku secara nasional, namun keberadaan
hukum adat perlu juga dipertimbangkan sebagai referensi penilaian.
Selain masalah hukum, struktur organisasi dan tenaga kerja yang
jelas merupakan hal penting dalam peningkatan usaha tambang.
Tanpa organisasi yang jelas dan personil yang kurang memadai
akan menjadi faktor penghambat dalam peningkatan kualitas usaha
tambang.
Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang bersih,
terutama di negara-negara maju, semakin tinggi. Dalam penilaian
usaha pertambangan, isu lingkungan menjadi sangat penting untuk
dievaluasi karena kegiatan pertambangan akan menimbulkan
dampak-dampak yang tidak dikehendaki. Penanganan lingkungan
yang tidak jelas dan tidak profesional berdampak kepada munculnya
citra buruk perusahaan tambang tersebut. Oleh sebab itu, dalam

67
pengusahaan tambang harus disusun suatu rencana tentang
pencegahan dan penanggulangan masalah lingkungan yang akan
timbul akibat kegiatan penggalian, pemboran, jalan eksplorasi dan
lainya. Hal ini juga perlu untuk informasi tentang K-3.

Gambar 3.6.
Bagan Alir Study Kelayakan Pengusahaan Potensi Cadangan Mineral
(Sumber : Puslitbang TEKMIRA)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


68
Bab 3 Eksplorasi

C. Analisis Ekonomi
Dalam industri penambangan emas, jika syarat teknis sudah
terpenuhi, maka perlu pula dievaluasi berdasarkan pertimbangan
ekonomi. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk memilih sistem
penambangan yang menguntungkan. Aspek yang digunakan untuk
evaluasi ekonomi adalah:
- Analisis pasar, analisis subtitusi/pesaing serta analisis sarana
dan prasarana penunjang sebagai masukan dalam melakukan
penelitian;
- Analisis harga, untuk melakukan strategi harga bagi suatu
komoditi emas;
- Studi pola distribusi, persediaan, alokasi, dan saluran-saluran
pemasaran dalam menjaga kelancaran pengiriman sampai ke
pengguna akhir (customer plant, gold trader);
- Analisis finansial, untuk menentukan kelayakan pengusahaan
pertambangan dari segi pengusaha dengan kriteria-kriteria
keuntungan (profitability indicator) seperti net present value
(NPV), profitability index (PI), benefit cost ratio (BCR), internal
rate of return (IRR) dan pay back period.

1. Net Present Value (NPV)


NPV merupakan selisih antara penerimaan (benefit) dengan
pengeluaran (cost) yang telah memiliki nilai sekarang. Kriteria ini
menyatakan bahwa proyek akan dipilih apabila NPV > 0. Jika suatu
proyek atau kegiatan investasi mempunyai NPV < 0 artinya tidak
layak untuk dijalankan. Seperti telah dikemukakan bahwa tujuan
penambangan adalah memperoleh keuntungan, maka kriteria NPV
pada dasarnya diturunkan dari konsep keuntungan ini dengan
memperlihatkan faktor waktu (periode waktu) dan interest rate (i).
NPV untuk interest rate (i) dengan periode waktu (n) ditampilkan
dalam bentuk persamaan:
n n
N PV = Σ Bt (1 + i) - Σ Ct (1 + i)
I=1 t-0

NPV : nilai bersih (keuntungan) saat sekarang pada interest rate i


per tahun
Bt : total penerimaan (benefit) dan periode waktu t
Ct : total biaya (cost) yang dikeluarkan untuk usaha
tambang pada waktu t

69
(1 +i) : faktor sekarang (present worth factor) atau discount factor
(CF) yang merupakan faktor koreksi pengaruh waktu terhadap nilai
uang pada periode t dengan interest rate i per tahun.
Dari NPV ini dapat diketahui bahwa usaha tambang memenuhi
kelayakan ekonomis jika NPV lebih besar dari nol.

2. Benefit Cost Ratio (BCR) dan Profitability Index (PI)


Kriterianya hampir sama dengan NPV, yaitu mengukur
perbandingan antara manfaat nilai sekarang dari usaha tambang
dan nilai sekarang biaya yang dikeluarkan untuk membiayai usaha
tambang tersebut. Suatu usaha tambang dikatakan mempunyai
keuntungan apabila perbandingan antara manfaat dan biaya lebih
besar dari satu, dengan kata lain nilai manfaat lebih besar daripada
nilai biaya.
Sebagai contoh, jika BCR = 1,5 maka BCR tersebut mempunyai
pengertian bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan pada usaha
tambang akan menghasilkan hasil sebesar 1,5 rupiah. Perhitungan
profitability index (PI) hampir sama dengan BCR, hanya faktor
pembaginya bukan besarnya cost yang dikeluarkan tetapi besarnya
jumlah investasi yang dikeluarkan.

3. Internal Rate of Return (IRR)


IRR adalah interest rate yang membuat nilai sekarang dari arus
penerimaan tambang dan pengeluarannya menuju nol, dengan kata
lain nilai interest rate (i) yang membuat hingga nilai NPV sama
dengan nol. IRR sering disebut juga sebagai rate of return (ROR)
yang merupakan indeks keuntungan (profitability indicator). Dalam
hal penambangan, suatu besaran IRR dapat digunakan sebagai
suatu kriteria untuk menunjukkan sejauh mana nilai IRR dari suatu
usaha tambang tersebut berbeda dengan minimum attractive rate of
return (MARR) yang diharapkan, sehingga dapat diperkirakan
seberapa besar tingkat keuntungan usaha tambang tersebut. Secara
praktis nilai IRR dinyatakan mengambil selang nilai (O<IRR<1).
Penentuan nilai IRR ini biasanya dilakukan secara trial and error
karena tidak diketahui secara pasti di mana letak IRR usaha
tambang tersebut yaitu berapa nilai interest rate (i) yang membuat
NPV=0. Suatu usaha tambang dianggap memenuhi kekayaan
ekonomis dalam artian mampu memberikan keuntungan jika nilai
IRR usaha tambang tersebut lebih besar dari MARR yang
diharapkan atau diinginkan. Dalam prakteknya karena IRR hanya

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


70
Bab 3 Eksplorasi

rnerupakan suatu indeks tingkat keuntungan, sebaiknya


dikombinasikan dengan NPV dan PI karena NPV mampu
rnenggambarkan tingkat keuntungan usaha tambang dalam nilai
uang (nilai sekarang) dan BCR dalam bentuk nilai ratio
(perbandingan).

4. Payback Period
Payback period biasanya disebut juga pay out time yaitu kriteria
tingkat pengembalian pendapatan, dengan maksud untuk
mengetahui periode waktu sehingga terjadi titik impas (break even
point) pada usaha tambang tersebut. Dengan demikian, penentuan
jangka waktu pengembalian didasarkan pada berapa lama setelah
usaha tambang berjalan NPV = 0 dapat tercapai (arus nilai sekarang
dari penerimaan sama dengan nilai sekarang pengeluaran). Dengan
kata lain, untuk menentukan suatu kegiatan investasi yang akan
dipilih yaitu kegiatan yang dapat paling cepat mengembalikan biaya
investasi, makin cepat pengembaliannya makin baik. Rumus
payback periode yang sering digunakan adalah:
Payback period = I/Ab
I : besarnya investasi yang diperlukan.
Ab : keuntungan bersih yang dapat diperoleh setiap tahunnya.

5. Analisis Kepekaan
Jika ada sesuatu kesalahan atau perubahan dalam dasar
perhitungan biaya atau keuntungan, dilakukan analisis kepekaan
yang berguna untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil
analisis proyek. Dalam analisis kepekaan setiap kemungkinan harus
dicoba, artinya setiap kali harus diadakan analisis kembali. Hal ini
perlu sekali khususnya untuk sektor pertambangan emas, karena
analisisnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung
banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi diwaktu yang
akan datang. Ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu terdapatnya
cost over run, misalnya kenaikan dalam biaya produksi dan
perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum
misalnya penurunan harga hasil produksi perlu dianalisis bagi
kegiatan usaha dengan umur ekonomis yang panjang dan dalam
ukuran besar, serta naiknya tingkat suku bunga pinjaman.

71
3.2. Sistem Pengambilan Conto
Suatu tubuh bijih merupakan campuran dari berbagai mineral
yang bervariasi dengan kandungan logam yang tidak sama pada
setiap bagiannya. Untuk dapat mewakili nilai kandungan logam
dalam tubuh bijih, dibutuhkan suatu sistem pengambilan conto yang
sistimatis disesuaikan dengan karakteristik tubuh bijih tersebut.
Contohnya pada tubuh bijih porfiri yang kandungan logamnya
tersebar, maka jumlah conto yang diambil bisa lebih sedikit
dibandingan dengan pada cebakan tipe urat.
Sistem pengambilan conto yang sistematis dapat mengatasi
kesalahan yang mungkin terjadi. Pengambilan conto yang banyak
tetapi tidak sistematis letaknya tidak akan memperkecil kesalahan,
malahan justru sebaliknya. Jadi ketelitian pengambilan conto itu
tergantung dari jumlah conto yang diambil dan lokasi
pengambilannya yang tersebar secara baik di seluruh tubuh
endapan bijih yang bersangkutan. Hal–hal berikut ini patut
diperhatikan waktu pengambilan conto :

1. Lokasi pengambilan conto harus dicatat koordinatnya dan diplot


ke dalam peta secara tepat;
2. Sistem pengambilan conto paritan (channel sampling) maka
lebar dan kedalaman paritan tersebut supaya unifom;
3. Lebar dari setiap conto (sample width) harus selalu dicatat;
4. Permukaan batuan yang akan diambil contonya harus bersih
dan segar, kalau perlu harus disikat dengan sikat kawat dan
disemprot air untuk menghilangkan bagian-bagian yang lapuk
dan endapan garam (RG).

3.2.1. Metode Pemercontoan


Metode Pemercontoan terdiri dari 4 (empat), yaitu :

A. Alur (Channel Sampling);


Cara ini yang paling banyak di lakukan, terutama sangat cocok
untuk deposit mineral yang berlapis, banded, dan deposit jenis urat
(vein), dimana terdapat variasi yang jelas dalam ukuran butir dan
warna, yang kemungkinan juga berbeda dalam komposisi dan kadar
(grade) dari bahan-bahan berharga yang di kandungannya. Sistem
Channelling ini dapat dilakukan pada deposit mineral baik yang
tersingkap dibawah permukaan maupun yang tersingkap dibawah
permukaaan pada dinding-dinding cross-cut, raise, sisi-sisi stope,

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


72
Bab 3 Eksplorasi

ataupun pada dinding sumuran uji (testpit). Sebaiknya jangan


melakukan Chanel Sampling pada lantai terowongan, karena bagian
tersebut biasanya kotor dengan bermacam-macam bahan jatuhan
yang dapat mengisi rekahan-rekahan yang ada. Kalau terpaksa
harus membuat paritan pada lantai, maka lantai harus di bersihkan
dulu dari rekahan-rekahan yang ada, kemudian permukaanya di buat
benar-benar bersih, baru paritan dapat buat secara biasa.
Conto paritan diambil dengan lebar sekitar 4 sampai 6 cm dan
dalamnya sekitar 3 sampai 4 cm, dengan arah biasanya tegak lurus
jurus dari formasi. Jarak antara satu parit dan parit lainnya
tergantung dari keseragaman dari pada bahan galiannya. Untuk
kebanyakan deposit, jarak antara parit kira-kira satu setengah meter,
akan tetapi untuk deposit bijih yang kaya dan tersebar setempat-
setempat jarak tersebut dapat hanya sekitar sepertiga meter saja.
Sebaliknya contoh pada penyelidikan eksplorasi pendahuluan
(preliminary), jarak paritan tersebut dapat sejauh enam meteran.
Satu conto pada umumnya sudah cukup untuk mewakili sepanjang 2
meter dari parit yang dibuat.

Gambar 3.7.
Pengambilan conto channel cebakan emas teras alluvial, Bungo – Jambi
(Sumber : Gurniwa dan Sabtanto, 1995)

73
Gambar 3.8.
Pengambilan conto channel cebakan emas primer, Cihideung, Provinsi
Garut (Sumber : Sabtanto, 1996).

Pada kegiatan pengambilan contoh diikuti dengan pencatatan


yang langsung dilakukan di lapangan, yaitu meliputi antara lain
nomor, jenis, lokasi dan dimensi contoh, tanggal, sketsa
pengambilan contoh, serta hasil pemerian endapan mineral dan
batuan.

B. Paritan (Trenching Sampling);


Trenching perlu dibuat selain untuk menemukan bahan galian
juga untuk memperoleh data-data selain mengenai keadaan tubuh
batuan (ore body) yang bersangkutan, seperti ketebalan, sifat-sifat
fisik, keadaan batuan disekitarnya (country rocks), jurus dan
kemiringan dan sebagainya.
Cara pengambilan conto dengan trenching ini paling cocok
dilakukan pada tubuh bahan galian yang terletak dangkal di bawah
permukaan tanah, yaitu dimana lapisan penutup (over burden)
kurang dari setengah meter. Trench yang dibuat sebaiknya
diusahakan dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Dasar parit supaya dibuat miring, sehingga kalau ada air dapat
mengalir dan mengeringkan sendiri (self drained), dengan
demikian tidak diperlukan adanya pompa;
b. Kedalaman parit (trench) diusahakan sedemikian rupa sehingga
para pekerja masih sanggup mengeluarkan hasil bahan
galiannya cukup dengan dilemparkan saja;

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


74
Bab 3 Eksplorasi

c. Parit dibuat tegak lurus (strike) dari tubuh bahan galian, dengan
demikian akan memotong perlapisan yang ada.
Cara trenching ini sering juga dikombinasikan dengan cara test
pitting.

C. Sumuran (Test Pitting Sampling);


Cara ini dilakukan manakala overburden atau lapisan penutup
tidak tebal (lebih besar dari setengah meter), sehingga cara
trenching menjadi tidak praktis karena pembuatan selokannya harus
agak dalam sehingga menimbulkan masalah pada pembuangan
tanah hasil galian dan masalah pembuangan air yang mungkin
menggenang pada selokan, disamping akan memakan waktu yang
lebih lama. Dalam seperti ini maka dipakai cara pembuatan sumuran
uji (tes pit) untuk mengambil conto bahan galian. Pada umumnya
2
ukuran lobang test pit 1 x 1 m dan kedalamannya dapat mencapai
35 meter, akan tetapi untuk jenis over burden yang lepas-lepas
seperti pasir, lobang test pit harus dibuat lebih besar untuk
2
menghindari longsornya dinding, misalnya 4 x 4 m . Demikian juga
kalau kedalaman test pit besar, maka ukuran lobang harus dibuat
lebih besar, kemudian setelah kedalaman sampai setengahnya,
ukuran lobang diperkecil. Kalau lapisan penutup sangat lepas-lepas,
maka dinding test pit harus dibuat miring, sedang untuk material
yang kompak, dindingnya dapat dibuat tegak saja dengan ukuran 1 x
2
1m .
Untuk penghematan biaya dan keberhasilan pembuatan test pit,
maka hal-hal dibawah ini supaya diperhatikan :
a. Test pit hendaknya bebas dari batu bongkah (boulders), karena
kalau terhalang oleh batu bongkah pembuatan test pit itu akan
memakan waktu yang lama sehingga biaya pembuatannya
akan semakin mahal;
b. Kalau diperlukan penyanggaan, maka penyanggaan ini supaya
diusahakan seminimum mungkin, pada batuan yang kompak
tidak perlu dibuat penyanggaan, sedang pada batuan yang
lepas-lepas penyanggaan mutlak perlu.
c. Untuk menghindari genangan air dalam lobang sehingga
diperlukan pompa air untuk mengeringkannya, maka sebaiknya
pembuatan test pit dilakukan pada musim kemarau.
Sumuran uji yang dibuat lebih dalam daripada test pit kadang-
kadang diperlukan, baik pada pekerjaan eksplorasi maupun
eksploitasi, sumuran semacam itu dinamakan shaft dan pekerjaan
pembuatannya disebut shaft sinking. Jadi dikenal adanya exploration

75
shaft untuk keperluan eksplorasi dan exploitation on shaft untuk
keperluan eksploitasi.
Pembuatan shaft adalah mahal, sehingga cara shaft sinking
pada eksplorasi dilakukan manakala cara-cara lain tak dapat
dikerjakan. Pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan
adalah pertimbangan teknis dan ekonomis, keduanya harus dapat
dipenuhi.
Pekerjaan shaft sinking dilakukan dengan mengingat hal-hal
seperti disebutkan di bawah ini :
• Pekerjaan supaya dilakukan tetap dalam ore body, ini terutama
dilakukan bila ore body-nya besar, akan tetapi bila tubuh
endapannya kecil shaft tersebut dibuat miring dan sejajar
dengan tubuh endapan, terutama dalam eksploitasinya.
• Pekerjaan permulaan dari shaft sinking supaya dimulai dari
daerah yang jelas bahan galiannya tersingkap, jadi dari daerah
yang sudah diketahui, baru kemudian pekerjaan diteruskan ke
daerah yang belum diketahui

Gambar 3.9.
Sumur uji (test pit) (Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

D. Pemboran (Borehole Sampling).


Pekerjaan pengambilan conto batuan dengan pemboran ini
dapat dibagi menjadi dua berdasarkan tenaga penggerak dari
bornya, yaitu cara pemboran tangan (hand auger) dan cara
pemboran mesin (core drilling). Cara pemboran tangan sangat cocok
untuk endapan bahan galian yang tidak begitu kompak dan terletak
dangkal, misalnya endapan aluvial pasir besi di daerah pantai

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


76
Bab 3 Eksplorasi

Cilacap. Jarak antara satu pemboran dan pemboran lainnya


tergantung keadaan, sedang harga kadar rata-ratanya makin baik
kalau pemboran makin rapat.
Sebaliknya dalam pengambilan conto batuan dengan bor mesin
supaya diperhatikan faktor-faktor di bawah ini:
− Keadaan medan. Untuk keadaan medan yang berbukit-bukit,
sebaiknya dipakai mesin bor yang ringan atau dapat dilepas-
lepas, agar mudah membawanya, atau yang dapat bergerak
sendiri karena mekanisme mesinnya sendiri;
− Kedalaman endapan. Untuk endapan yang dangkal cukup
dipakai bor tangan atau bor Bangka, sedang untuk yang dalam
digunakan bor inti (core drill);
− Sifat-sifat fisis batuan;
− Sumber air;
Keadaan peralatan seperti keadaan pahat, stang bor, pipa
casing dan sebagainya. Juga harus diperhatikan tenaga
operatornya, terlatih baik atau tidak.

Gambar 3.10.
Pemercontohan dengan bor bangka manual
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

77
Gambar 3.11
Pemboran inti, Arinem, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat
(Sumber : Sabtanto, 1996)

Gambar 3.12
Percontoh inti bor PT.Freeport Indonesia

3.2.2. Cara Pemercontoan


Cara pemercontoan terdiri dari 3 (tiga) cara, yaitu :
- Cara comot/raih (grab sampling).
- Cara keping (chip sampling).
- Cara ruah (bulk sampling).

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


78
Bab 3 Eksplorasi

• Cara Comot/Raih(Grab Sampling);


Teknik pengambilan conto dengan mengambil sejumlah kecil
material yang dipilih secara acak pada berbagai titik yang
merupakan bagian dari sejumlah besar ruah, kemudian dicampurkan
menjadi suatu conto akhir.
Pengambilan conto ini dilakukan pada suatu tambang yang
sedang beroperasi, yaitu dengan cara diambil langsung dari
hancuran yang masih segar pada stoping, diambil dari alat angkut
(tram, lori) atau diambil pada saat hasil produksi sedang atau akan
diangkut keluar dari daerah pertambangan ke pabrik pengolahan.
Cara comot adalah cara yang kurang sesuai untuk eksplorasi
dan sebaiknya dihindari, karena volume/berat yang diwakili oleh
conto yang diambil tidak dapat diperkirakan dengan baik, sedang
pada dua cara yang lainnya, volume/berat yang diwakili oleh conto
dapat diperkirakan dengan lebih baik. Pengambilan conto dilakukan
dengan perencanaan lebih dahulu, dengan sekop berukuran standar
sehingga diperoleh volume conto yang tetap untuk setiap lori. Lori
yang diambil contonya dipilih berdasarkan pada daerah yang
ditambang sehingga dapat mewakili macam-macam grade yang ada.
Conto yang disekop dari lori-lori diusahakan supaya mengandung
bagian yang sama antara yang halus (kecil) dengan pecahan-
pecahan kasar (besar). Kadang-kadang untuk pengambilan
dilakukan untuk setiap interval tertentu, misalnya untuk setiap lori ke-
5 atau ke -10, cara ini lazim pula disebut decimating.

• Cara Keping (Chip Sampling).


Pengambilan conto dari kepingan-kepingan batuan yang keras
dan kecil dengan bentuk tidak teratur atau hancuran yang berasal
dari batuan asli.
Cara ini dipakai untuk pengambilan conto pada cebakan bijih
yang keras dan seragam, sedangkan pembuatan paritan sangat
sukar karena kerasnya batuan. Conto diambil dengan cara dipecah
dengan palu dalam ukuran-ukuran yang seragam dan tempat
pengambilan tersebut dibuat secara teratur dipermukaan batuan.
Jarak dari setiap titik pengambilan tersebut dibuat secara horizontal
maupun vertikal supaya dibuat sama (seragam) dan besarnya
tergantung keadaan dari cebakannya sendiri.

79
• Cara Ruah (Bulk Sampling).
Pemercontoan batuan atau endapan bahan galian yang
diambil dalam jumlah besar dengan interval yang teratur.

3.2.2. Pola Pemercontoan


Pola pemercontoan terdiri dari 2 (dua) macam :
- Pola acak (random).
Teknik pemercontoan batuan secara acak dengan anggapan
bahwa setiap anggota populasi mempunyai kemungkinan sama
untuk dipilih menjadi anggota conto.
- Pola kisi (grid)
Pola pemercontoan yang berbentuk segi empat dengan jarak
yang tetap teratur.

3.3. Analisis Laboratorium


Analisis laboratorium untuk menentukan kadar mineral emas
dilakukan dalam usaha pertambangan baik dalam kaitannya dengan
eksplorasi, penambangan, proses pengolahan dan uji mutu mineral
emas. Sebelum conto dianalisis terlebih dahulu dilakukan proses
preparasi, proses tersebut berbneda antara preparasi untuk analisis
kimia mineral dan fisika mineral. Metode analisis yang umum
dilakukan dengan memakai instrument analisis dengan metode
analisis kimia mineral dan analisis fisika mineral. Analisis kimia
mineral menggunakan instrument antara lain AAS (Atomic
Absorbtion Spectrometry), fire assay, dan ICP-AES atau ICP-MS
(Inductively Coupled Plasma Atomic Emission Spectroscopy atau
Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry), sedangkan
analisis fisika mineral menggunakan metoda dan instrument antara
lain mineragrafi (mikroskopi bijih), petrografi batuan, mineralogi butir,
analisis inklusi fluida, XRD (X-Ray Diffraction), dan PIMA (Portable
Infrared Mineral Analyzer).

3.3.1. Preparasi Conto


A. Preparasi Conto Analisis Kimia Mineral
Preparasi conto untuk keperluan analisis kimia mineral
dilakukan agar conto berupa serbuk (powder) dengan ukuran antara
80 sampai 100 mesh kehalusannya.Untuk menjadikan conto batuan
yang semula berupa bongkahan atau kerakalan menjadi conto
dengan butiran halus sampai sangat halus dilakukan penggerusan

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


80
Bab 3 Eksplorasi

dan penggilingan dengan alat preparasi conto berupa jaw crusher


dan disk mill. Setelah itu conto dilakukan proses homogitas dengan
alat blending machine agar conto merata, kemudian dilakukan
penyaringan dengan alat vibrator sieve.

Gambar 3.13
Jaw crusher untuk penggerusan conto batuan
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 3.14
Disk mill untuk penggilingan conto batuan
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

81
Gambar 3.15
Blending machine untuk penggilingan conto batuan
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 3.16
Vibrator sieve untuk alat penggilingan conto batuan
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

B. Preparasi Conto Analisis Fisika Mineral


Preparasi conto untuk keperluan analisis fisika mineral agar
conto dapat dianalisis oleh mikroskop, conto batuan dari berupa
bongkah atau kerakal terlebih dahulu dilakukan pemotongan batuan
dengan gergaji batu. Untuk keperluan analisis mineragrafi
(mikroskopi bijih), conto batuan dipotong sesuai keperluan analisis
dan dilakukan pemolesan pada bagian permukaannya, sedangkan

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


82
Bab 3 Eksplorasi

untuk keperluan analisis petrografi batuan, perlu dilakukan sayatan


tipis, yaitu conto batuan dibuat setipis mungkin sampai ukuran 2 mm
kemudian disimpan pada preparat gelas. Conto batuan yang berupa
butiran untuk dilakukan analisis mineralogi butir, proses preparasi
dengan cara dibersihkan dari pengotor lainnya setelah dilakukan
pencucian terlebih dahulu. Untuk keperluan analisis XRD (X-Ray
Difraction) dan analisis PIMA (Portable Infrared Mineral Analyzer)
dilakukan penggerusan conto hingga halus.

Gambar 3.17
Alat potong conto batuan ukuran bongkah
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 3.18
Alat potong conto batuan ukuran kerakal
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

83
Gambar 3.19
Alat poles conto batuan (Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 3.20
Alat untuk membuat sayatan tipis batuan
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


84
Bab 3 Eksplorasi

3.3.2. Analisis Conto


3.3.2.1. Analisis Conto Kimia Mineral
A. AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry)
Cara kerja dari instrument AAS (Atomic Absorbtion
Spectrometry) adalah dengan menganalisis energi sisa yang
dipancarkan lampu katoda setelah diserap (diabsorpsi) oleh atom.
Jika suatu larutan yang mengandung suatu logam diaspirasikan atau
disemprotkan ke dalam nyala (misalnya udara-asetilen) umumnya
akan terbentuk uap atom dari mineral yang dianalisis tersebut.
Sebagian atom dari mineral dapat naik ke tingkat energi yang cukup
tinggi untuk memancarkan radiasi karakteristiknya.
AAS bukan suatu cara analisis mutlak (absolute), hasil analisis
diperoleh dengan cara membandingkan absorbans larutan conto
mineral emas dengan larutan standard. Dalam beberapa hal perlu
membandingkan pula susunan matrix dan susunan reagens dari
conto mineral emas dan standard agar pengaruh gangguannya
dapat diimbangi karena itulah pembuatan larutan standard dengan
teliti harus semudah mungkin. Larutan standar kerja biasanya dibuat
dari larutan standard yang lebih pekat, umumnya dari standard 1.000
ppm yang dapat disimpan sampai waktu 6 bulan.
Dalam penentuan kadar emas perconto hasil preparasi
dilarutkan ke dalam aqua regia dan komplek chloro aurat yang
terbentuk disarikan ke dalam Metil Iso-Butil Keton (MIBK) sebelum
dilakukan pengukuran dengan instrument AAS. Pereaksi yang umum
digunakan antara lain asam klorida, asam nitrat, asam bromida, Metil
Iso-Butil Keton (MIBK) dan larutan pencuci (aquadest, asam bromida
dan asam chlorida pekat) dan larutan standar emas. Jika kadar
emas sangat tinggi, maka dilakukan pengambilan sebagian larutan
(aliquoting) sari MIBK atau mengambil aliquot yang lebih sedikti
untuk penyarian mula.
Hasil analisis yang didapatkan berupa jumlah kadar emas yang
terkandung didalam conto emas tersebut dalam satuan ppm (part
per million) atau % (prosen), untuk menganalisis kadar emas yang
lebih kecil (ppb dan ppt) menggunakan instrument ICP-AES atau
ICP-MS (Inductively Coupled Plasma Atomic Emission Spectroscopy
atau Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry).

85
Gambar 3.20
Atomic Absorption Spectrometry (AAS) untuk analisis
kadar emas dan logam-logam dasar lainnya
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

C. Fire Assay
Prinsip analisis emas dengan menggunakan metode fire assay
yaitu setelah conto dicampur dengan bahan imbuh (flux) dilebur
dalam cawan lempung (fire clay) pada suhu sampai 1.200° C dan
waktu tertentu. Penambahan bahan imbuh tergantung pada jenis
dan berat conto. Setelah dilebur, seluruh cawan dituangkan ke
dalam cetakan besi yang berbentuk kerucut. Setelah Pb Button dan
slagnya dipisahkan, Pb Button yang mengandung emas dan perak
kemudian dikupelasi, Oksida yang terbentuk akan diserap oleh
kupel, sedangkan emas dan peraknya akan tetap tinggal sebagai
bead atau prill di atas kupel. Penentuan kandungan emasnya diukur
dengan instrument AAS (Atomic Absorbtion Spectrometry).
Pereaksi yang dipergunakan dalam metode analisis fire assay
antara lain Litharge (PbO dengan kadar Au maksimum 0,02 ppm),
Soda Abu (Na2CO3 anhidrat), Silika (SiO2 dengan kemurnian
minimum 95% dan fobs ayakan 150 mesh), Boraks (Na2BaO7), Argol
(Kalium bitartrat, KHC4O6), Asam Nitrat (HN03), Asam Khlorida
(HCI), Aqua regia, larutan Perak Nitrat, Aquadest dan MIBK pa.
Peralatan yang dipergunakan antara lain : timbangan, tungku
muffle dengan suhu maksimum sampai 1.200° C yang dilengkapi
dengan penangkap debu atau uap logam, baju, sarung tangan, dan
helm tahan panas yang terbuat dari asbes, penjepit cawan, cawan
lempung (fire clay), kupel (cawan yang terbuat dari tulang), cetakan
dari besi yang berbentuk kerucut, palu untuk memisahkan Pb Button
dengan slag, pinset untuk memindahkan prill ke dalam labu ukur,
labu ukur 25 ml, tabung reaksi, cawan porselen dan instrument AAS
(Atomic Absorbtion Spectrometry).

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


86
Bab 3 Eksplorasi

Hasil analisis kadar emas yang didapatkan hampir sama


dengan analisis menggunakan instrument AAS (Atomic Absorbtion
Spectrometry).

Gambar 3.21
Instrument fire assay untuk menguji kadar emas
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

C. ICP-AES atau ICP-MS (Inductively Coupled Plasma Atomic


Emission Spectroscopy atau Inductively Coupled Plasma
Mass Spectrometry)
Inductively Coupled Plasma adalah alat untuk mengukur
kandungan unsur-unsur logam dalam conto dengan menggunakan
plasma sebagai sumber energinya. Setiap atom mempunyai
beberapa kemungkinan tingkat energi. Transisi elektron dari tingkat
energi yang lebih tinggi ketingkat energi yang lebih rendah
menghasilkan spektrum yang sesuai dengan aturan dalam mekanika
kuantum. Jika sejumlah energi dikarenakan pada atom, maka akan
tereksitasi dan elektron dari kulit terluar akan pindah ke tingkat
energi yang lebih tinggi dan akan kembali satu tingkat atau lebih ke
tingkat energi dasar. Instrument ICP dengan komponennya antara
lain sample introduction system, nebulizer, spray chamber, torch,
electric generator, optical system, signal processing system, dan
spectralink, dapat menganalisis rentang konsentrasi yang lebar
(wide dynamic range concentration) dari ppb sampai % (prosen).
Untuk mendapatkan hasil yang akurat maka perlu mengkalibrasi
kembali setelah n kali pengukuran.

87
Instrument Inductively Coupled Plasma (ICP) dapat
menganalisis perconto terhadap mineral untuk mengetahui kadar
emas atau logam sampai satuan ppb (part per billion) dan ppt (part
per trilyun). Metode analisis ini dilakukan untuk perconto yang
memiliki kadar emas yang rendah. Instrument ICP-AES dapat
menganalisis sampai satuan terkecil ppb, sedangkan instrument
ICP-MS dapat menganalisis sampai satuan terkecil ppt.

Gambar 3.22
ICP -AES untuk analisis kadar rendah emas dan Rare Earth Elements (REE)
sampai satuan terkecil ppb
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 3.23
ICP -MS untuk analisis kadar rendah emas dan Rare Earth Elements (REE)
sampai satuan terkecil ppt (Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


88
Bab 3 Eksplorasi

3.3.2.2. Analisis Fisika Mineral


A. Mineragrafi (mikroskopi bijih)
Analisis mineragrafi/mikroskopi bijih adalah suatu kegiatan
analisis fisika mineral dengan mempergunakan alat jenis mikroskop.
Di dalam kegiatan analisis mineragrafi dihasilkan jumlah prosentase
jenis mineral logam. Deskripsi analisis mineragrafi adalah uraian dari
setiap hasil pengamatan sayatan poles batuan dan mineral
mengenai kenampakan secara umum, jenis mineral, prosentase
mineral, tekstur dan struktur untuk memberikan nama jenis mineral
serta hubungan keterjadian antar mineral. Bahan yang dianalisis
yaitu conto mineral yang telah dilakukan preparasi menjadi sayatan
poles.

B. Petrografi Batuan
Analisis petrografi batuan adalah analisis terhadap batuan
dengan mempergunakan alat jenis mikroskop yang dihasilkan jumlah
prosentase komposisi kandungan mineral pembentuk batuan.
Deskripsi analisis petrografi batuan adalah uraian dari setiap hasil
pengamatan sayatan tipis batuan dan mineral mengenai
kenampakan secara umum, jenis mineral, prosentase mineral,
tekstur dan struktur untuk memberikan nama jenis batuan dan
mineral. Bahan yang dianalisis yaitu batuan yang telah dipreparasi
menjadi sayatan tipis.
Peralatan yang dipergunakan terdiri dari seperangkat mesin
pemotong batuan, object glass, carborundum 120 mesh, 150 mesh,
240 mesh, 300 mesh, 400 mesh, 600 mesh, 1.200 mesh, epoxide
hardner, entellan, polioshing alumina 0,05 mikron, 0,1 mikron, 0,3
mikron, 0,5 mikron, 1 mikron, 3 mikron, 5 mikron, kain wol, paper
grit 400 mesh dan diamond pasta, mikroskop polarisasi refleksi,
serta kamera dan mineral standard untuk pembanding.

89
Gambar 3.24
Orthoplan Microscope yang dilengkapi dengan alat fotomikrografi,
peralatan untuk analisis mineragrafi dan petrografi batuan
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 3.25
Butiran emas berwarna kuning, lokasi Daerah Cikondang, Kecamatan
Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


90
Bab 3 Eksplorasi

Gambar 3.26
Emas di dalam arsenopirit, lokasi Daerah Tumpang Titi,
Provinsi Kalimantan Barat
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

C. Mineralogi Butir
Analisis mineralogi butir adalah identifikasi mineral berdasarkan
sifat fisiknya yang meliputi berat jenis, warna, kilap, bentuk butir,
bentuk kristal, belahan, kekerasan, kelenturan (plasticity),
transparansi, translusen dan sifat magnet. Pengelompokkan mineral
berdasarkan berat jenis dilakukan dengan menggunakan larutan
kimia tertentu (bromoform). Pengelompokkan mineral berdasarkan
sifat kemagnetan dilakukan dengan cara menggunakan magnet.
Prosedur analisis mineral butir meliputi beberapa tahapan mulai dari
persiapan analisis, pemeriksaan conto, pemotretan, sampai dengan
proses pengolahan data.
Peralatan yang dipergunakan terdiri dari :
− 1 (satu) buah mikroskop binokuler.
− Kamera mikroskop.
− Lampu penerang.
− Petridis.
− Kuas.
− Pinset tembaga.
− Kaca arloji.
− Plat seng.
− Kertas berskala (backing grid).
− Mineral standar untuk pembanding.

91
Gambar 3.27
Stereomikroskop Binokuler yang dilengkapi dengan alat fotomikrografi untuk
analisis butir. (Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 3.28
Butiran emas berwarna kuning metalik bentuk pipih-melebar, mineral lainnya
berupa zirkon, kuarsa dan rutil. Lokasi Kabupaten Nabire, Provinsi Papua.
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

D. Inklusi Fluida (Fluid Inclusion)


Fluid inclusion mempelajari fluida yang terperangkap dalam
mineral kuarsa atau silikat. Hasil analisis bisa mengungkapkan suhu,
tekanan dan kedalaman pembentukan mineral bijih.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


92
Bab 3 Eksplorasi

Gambar 3.29
Mikroskop polarisasi inklusi fluida yang dilengkapi dengan
Heating/Freezing Stage Linkam (Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

E. XRD (X-Ray Diffraction)


Instrument XRD (X-Ray Diffraction) adalah alat untuk
mengidentifikasi mineral-mineral dalam suatu conto batuan, dalam
bentuk bulk sample (tanpa preparasi) atau clay sample (hasil proses
preparasi). Hasil yang didapatkan dari instrument XRD berbentuk
diagram (peak) yang diinterpretasikan dengan menggunakan
software pada instrument XRD. Jenis mineral secara umum yang
dihasilkan dari analisis XRD seperti kuarsa (quartz), kalsit (calcite),
gibbsite, dll., sedangkan mineral ubahan yang dihasilkan adalah
monmorillonit, kaolinit, illit, klorit dan vermikulit. Kuantititas mineral
dapat mempengaruhi intensitas diagram (peak).

93
Gambar 3.30
Instrument XRD dan Cooling Water Circulation
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

F. PIMA (Portable Infrared Mineral Analyzer)


PIMA (Portable Infrared Mineral Analyzer) adalah spektrometer
shortwave infrared lapangan yang digunakan untuk mendeteksi
mineral-mineral ubahan seperti phylosilikat, lempung, karbonat dan
mineral sulfat tertentu.
Shortwave infrared mendeteksi energi yang ditimbulkan getaran
dalam ikatan molekuler. Ikatan-ikatan ini memiliki moda regangan
dan tekukan dalam kisaran 1.300-2.500 nm.
Conto yang dapat diukur bervariasi mulai dari batuan, lempung,
cutting sampai serbuk dengan ukuran berdiameter 1,5 cm dan conto
harus dikeringkan terlebih dahulu untuk menghindari kandungan air
yang menutupi permukaan conto.
Prosedur Pengukuran dengan menggunakan alat PIMA adalah :
- Peralatan dikalibrasi atau kalaupun tidak, akan secara
otomatis melakukannya.
- Conto yang telah kering ditempelkan pada peralatan atau
diletakkan diatasnya bila posisi alat berdiri.
- Conto diukur dengan menekan ”scan” pada software PIMA,
kemudian PIMA memancarkan sinar pada batuan dan setelah
selesai sinar infrared yang dipantulkan diserap PIMA dan
dibandingkan dengan standar.
- Melalui layar monitor, spectra mineral akan muncul dalam
bentuk grafik reflektansi terhadap panjang gelombang (1.300-
2.500nm).

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


94
Bab 3 Eksplorasi

- Spektra disimpan dalam .fos file setelah nama, jenis conto dan
kordinat (bila ada).
- Setiap conto diukur beberapa kali pada permukaan yang
berbeda untuk mengetahui representasi mineral yang ada
pada conto tersebut.
- Pada waktu tertentu, bila peralatan melampaui temperatur
tertentu peralatan selalu mengindikasikan perlunya kalibrasi.
- Untuk menghemat waktu, interpretasi dilakukan setelah
seluruh conto selesai diukur.

Interpretasi dari hasil analisis antara lain :


- Interpretasi dapat dilakukan secara manual maupun otomatis
dengan menggunakan berbagai jenis perangkat lunak,
terutama bila conto cukup banyak.
- TSG merupakan salah satu jenis perangkat yang dikeluarkan
oleh CSIRO, yang sampai saat telah mencapai versi 4.0.
- Sebelum dimasukkan dalam TSG, file spektra dalam format
.fos harus diubah terlebih dahulu menjadi format dsp
menggunakan software tertentu.
- Setelah menjadi format dsp, spektra tersebut dimasukkan
dalam TSG dan secara cepat akan dihasilkan interpretasinya
maksimal 2 jenis mineral dalam satu spektra.
- Interpretasi dilakukan dengan membandingkan spektra hasil
pengukuran dengan spektra standar yang ada dalam
software.
- Hasil interpretasi tersebut dapat ditransfer menjadi file dalam
format excel dan format jpg.

Gambar 3.31
Instrument PIMA (Portable Infrared Mineral Analyzer)
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

95
3.4. Metode Perhitungan Cadangan/Estimasi Sumber Daya
Estimasi cadangan dilakukan untuk mengetahui kuantitas,
kadar dan lokasi suatu cebakan emas agar bisa dievaluasi apakah
bisa dilanjutkan ke tahap penambangan atau tidak. Ukuran dan
kadar sebenarnya (real grade) suatu endapan tidak dapat diketahui
dengan pasti namun estimasi cadangan dibutuhkan dalam
perencanaan tambang. Jika perhitungan dilakukan dengan sistem
3
matrik, jumlah volume dalam m dikalikan dengan berat jenis mineral
emas akan menghasilkan tonase dalam metrik ton yang bisa
dijabarkan sebagai berikut:

T= V x Bj Emas

T : tonase (metrik ton)


V : volume (m3)
Bj : berat jenis (ton/m3)

Jika perhitungannya menggunakan sistem British ditentukan dengan


rumus sebagai berikut:

Tf = 2240 x Bj
62,5

Bj : berat jenis emas


Sekali faktor tonase (tonnage factor) ditentukan, berat jenis emas
atau mineral dianggap konstan, maka jumlah cadangan suatu
daerah ditentukan dengan jalan membagi volume dengan tonage
factor.

Cadangan = Volume
Tf

Sedangkan untuk menghitung cadangan emas berupa urat, dapat


juga digunakan rumus:

Wcb=A x t x r

Wcb : cadangan bijih (ton)


2
A : luas daerah pengaruh mineralisasi (m )
T : tebal rata-rata urat bijih atau zone mineralisasi (m)
3
r : berat jenis emas (ton/m )

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


96
Bab 3 Eksplorasi

Selanjutnya cadangan emas (We) dihitung dengan rumus sebagai


berikut:

We = K x Wcb

We . cadangan emas (kg)


K . kadar emas (g/ton)

Dalam perhitungan cadangan ini, luas daerah pengaruh


ditentukan berdasarkan panjang dan lebar pengaruh setiap titik data
yang diperoleh dari hasil penyelidikan dan profil penyebaran kadar
emas pada urat atau zona mineralisasi. Data tersebut berasal dari
hasil pemboran, singkapan urat, terowongan penambangan,
sumuran, dan informasi geologi lainnya.
Teknik estimasi cadangan terbagi menjadi dua kelompok utama
yaitu berdasarkan konsep perluasan (the concept of extention) dan
berdasarkan konsep kesalahan estimasi (concept of error
estimation). Konsep perluasan dapat didefinisikan sebagai suatu
teknik yang digunakan untuk memperluas nilai suatu area atau
volume yang mengelilingi titik contoh tersebut. Ada beberapa macam
sistem berdasarkan konsep perluasan di antaranya sistem
geometrik, pembobotan jarak dan geostatistik.

3.4.1. Metode Geometrik


Metode ini sudah digunakan sejak lama. Prinsip yang dianut
adalah filosofi nearest point, gradual change dan generalization.
Filosofi nearest point berarti nilai kadar suatu titik nilai dapat
mewakili suatu volume endapan sedangkan gradual change
mengasumsikan adanya suatu perubahan yang berangsur antara
titik contoh. Generalization adalah prinsip empiris yang meliputi
penentuan faktor-faktor koreksi dan ekstrapolasi. Metode geometrik
terdiri atas square blocks, rectangular uniform block, cross section,
triangular block; yang paling populer adalah metode poligon.

97
Gambar 3.32.
Beberapa model perhitungan cadangan cara geometric (1) Square Block,
(2) Rectangular Uniform Blocks, (3) Cross Section, (4) Triangular Block, (5)
Polygonal Block (Sumber : Puslitbang TEKMIRA)

Metode poligon mempunyai aturan perhitungan sebagai berikut:


• nilai setiap titik antara dua titik contoh adalah tetap dan sama
dengan nilai titik terdekat;
• nilai suatu contoh diperluas dengan diasumsikan setengah jarak
dua contoh.
Aturan tersebut digambarkan dengan membuat perpendicular
bisector ke garis yang menghubungkan setiap titik-titik contoh yang
kemudian dikenal sebagai daerah terpengaruh. Setiap titik dalam
daerah terpengaruh diasumsikan nilainya sama dengan nilai titik
contoh. Tonase mineral kemudian dihitung dengan mengalikan luas
daerah terpengaruh, ketebalan dan kadar titik contoh dan densitas
endapan. Tonase total adalah jumlah tonase semua area. Oleh
karena metode geometrik menggunakan area yang sederhana,
maka secara umum cara perhitungannya pun lebih mudah dan
sederhana dibandingkan dengan metode lainnya. Metode ini
menghitung cadangan mineral berdasarkan hubungan geometrik
antara titik-titik contoh, bukan berdasarkan karakteristik
mineralisasinya. Rumus untuk menghitungcadangan dengan
menggunakan metode poligon adalah sebagai berikut:

L = ½ S(XnYn+1 – Xn+1Yn)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


98
Bab 3 Eksplorasi

Metode penampang (cross section) digunakan dengan cara sebagai


berikut:
• membuat irisan penampang melintang memotong endapan
yang akan dihitung;
• tiap penampang dihitung terlebih dahulu luas masing-masing
endapan;
• beberapa rumus perhitungan pada metode penampang
digunakan setelah luas dihitung.
Beberapa rumus dalam metode penampang (cross section)
dapat diuraikan sebagi berikut: - mean area, digunakan untuk
endapan yang mempunyai geometri teratur dengan luas masing-
masing penampang tidak jauh berbeda. Rumusnya :

(S1 + S2)
V = L -----------------
2
S1,S2 . luas penampang
L jarak antar penampang
V . volume

- prismoida, digunakan untuk endapan yang mempunyai geometri


tidak teratur dengan luas masing-masing penampang tidak
teratur. Rumusnya :
(S1+4M+S2)
V = L----------------------------
6
S1,S2 . luas penampang ujung
M . luas penampang tengah
L . jarak antar S1 dan S2
V . volume

- kerucut terpancung, digunakan untuk endapan yang mempunyai


geometri seperti kerucut yang terpancung pada bagian
puncaknya. Rumusnya :
(S1 +S2 S1 S2)
V = L ---------------------
3
S1, S2 . luas penampang atas dan bawah
L . jarak antar S1 dan S2
V . volume

99
- rumus obeliks, digunakan untuk endapan yang mempunyai
geometri yang membaji percontohnya pada endapan
pneumatolitik. Rumusnya :

(a1+b2)(a2+b1)
V = L. S1 +S2 + -----------------------
3
S1 , S2 : luas penampang 1 dan 2
L : jarak antar S1 dan S2
V : volume

- trapezoidal, digunakan untuk endapan yang mempunyai geometri


dengan jarak antar lintasan (L) konstan. Rumusnya:

S1 + Sn
V = L ---------------- + S1 + S2 +... +Sn-1
3
S1 . luas penampang
L . jarak antar penampang (konstan)
V . volume

Menghitung cadangan dengan metode triangular diformulasikan


sebagai berikut:

S1 +Sn
V=------------------x Luas Segi Tiga
3
Rumus tersebut merupakan potensi seluruh blok yang sama
dengan jumlah seluruh tonase sedangkan kadar rata-rata seluruh
blok dihitung dengan pembobotan tonase.
Metode blok dilakukan dengan membentuk blok-blok yang
umumnya disesuaikan dengan cara penambangannya. Dimensi blok
dipilih sedemikian rupa sekecil mungkin sehingga ekstensi data
percontoh yang tersedia terhadap masing-masing blok masih dapat
dipertanggungjawabkan, dengan kata lain masih mempunyai varians
ekstensi yang kecil. Beberapa pakar mengasumsikan dimensi lateral
sebesar S! - ½ jarak per spasi percontoh sudah cukup baik
sedangkan dimensi vertikalnya disesuaikan dengan tinggi jenjang
(bench) penambangan.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


100
Bab 3 Eksplorasi

3.4.2. Metode Pembobotan Jarak


Sistem pembobotan jarak menjadi populer setelah
memasyarakatnya komputer, sehubungan dengan banyaknya
perhitungan berulang. Metode ini menggunakan kombinasi linier dari
nilai-nilai contoh di sekitarnya untuk mengestimasi suatu titik atau
blok. Gambar 15 menunjukkan contoh fungsi interpolasi jarak yang
banyak digunakan ketika suatu bobot digunakan pada setiap titik di
sekitarnya, yaitu seperjarak kuadrat antara titik dengan blok yang
akan diestimasi. Oleh karena itu, metode ini dikenal dengan nama
Inverse Distance Squared (IDS). Metode IDS dirumuskan sebagai
berikut:
n n
b b
Z* = (Σ 1/di x Zi) / (Σ 1/di )
i=1 i=1

di . jarak antara titik i dengan blok yang akan diestimasi


Zi . nilai suatu titik contoh
n . jumlah tertentu titik-titik yang mengestimasi blok
b . weighting power (umumnya 2)

IDS adalah metode geometrik yang menggunakan pembobotan


order kedua. Blok yang akan diestimasi tidak hanya dipengaruhi oleh
sebuah titik seperti pada metode poligon tetapi dipengaruhi oleh
beberapa titik di sekitarnya. Namun rnetode ini tidak
memperhitungkan interkorelasi antara titik-titik contoh di sekitarnya.
Perhitungan rumus tersebut biasanya menggunakan komputer
untuk menentukan jumlah titik yang akan mengestimasi dengan
menggunakan jarak pencarian dari blok yang akan diestimasi. Jarak
pencarian ini dapat diubah-ubah disesuaikan dengan kerapatan titik-
titik contoh. Metode ini dapat dikembangkan dengan menaikkan atau
mengurangi weighting power.

101
Gambar 3.33.
Metode Inverse Distance Square (IDS)
(Sumber : Puslitbang Tekmira)

3.4.3. Metode Geostatistik


Tidak seperti sistem konvensional, geostatistik
mempertimbangkan bahwa setiap contoh dalam suatu endapan
mineral berhubungan secara spatial antara satu dengan yang
lainnya. Hal ini berdasarkan konsep regionalized variable. Dalam
estimasi geostatistik yang berdasarkan teori regionalized variable,
nilai kadar suatu titik diestimasi sebagai suatu kombinasi rata-rata
semua contoh yang berada di sekitar suatu titik. Ada dua prosedur
utama didalam estimasi geostatistik, yaitu variogram dan krigging.

A. Variogram
Variogram adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara
besarnya kadar dengan jarak pada arah tertentu, dihitung dengan
suatu rumus sederhana yaitu perbedaan rata-rata antara dua titik
contoh dengan jarak tertentu. Variogram dapat mengamati derajat
kesinambungan suatu mineralisasi dan juga dapat diamati
karakteristik geologi lainnya. Di sini suatu model matematik
dibutuhkan untuk dicocokkan dengan variogram eksperimental.

B. Model Krigging
Prosedur geostatistik yang kedua adalah perhitungan kriging,
suatu sistem estimasi yang melibatkan faktor pembobotan terhadap
suatu titik contoh yang bergantung pada parameter-parameter
variogram tersebut di atas. Metode ini menggunakan weighted

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


102
Bab 3 Eksplorasi

average data contoh lubang bor di sekitar blok untuk menghitung


harga rata-rata blok yang ditaksir. Pembobotan tidak semata-mata
berdasarkan jarak, melainkan menggunakan korelasi statistik antar
contoh yang juga merupakan fungsi jarak. Cara ini dapat mendeteksi
anisotropik endapan yang akan ditaksir. Model ini juga disebut
sebagai model estimasi linier yang mengembangkan berat optimal
(a) untuk digunakan pada tiap contoh di sekitar blok yang akan
diestimasi.
Cara perhitungan dengan metode kriging kadang-kadang terlalu
kompleks untuk suatu komoditi tertentu. Hal ini sangat bermanfaat
jika dilakukan pada penentuan cadangan-cadangan yang mineable
dengan kadar rata-rata di atas cut off grade.

103
BAB 4
PENAMBANGAN
BAB 4
PENAMBANGAN

Secara umum kegiatan penambangan mencakup kegiatan


persiapan penambangan (development) dan penambangannya
sendiri. Kegiatan persiapan penambangan meliputi pembangunan
infrastruktur dan sarana penunjang lainnya (sarana transportasi,
pelabuhan dll).
Secara umum pelaksanaan penambangan menggunakan sistem
tambang permukaan (surface mining) dan tambang bawah
permukaan (underground mining). Penambangan emas dapat
diterapkan dengan cara kedua sistem tersebut sesuai dengan
keberadaan cebakannya dan hasil studi kelayakan. Unsur-unsur
kegiatan yang penting dalam penambangan secara umum terdiri dari
tiga unsur yaitu pembongkaran, pemuatan dan pengangkutan untuk
masing-masing sistem.
Pelaku penambangan dapat berupa perusahaan swasta maupun
pemerintah atau dapat pula perorangan. Di Indonesia para pelaku ini
berupa perusahaan negara (BUMN), swasta nasional dan swasta yang
dikategorikan sebagai perusahaan bermodal besar serta
perseorangan atau sekelompok penambang marjinal (penambangan
rakyat) yang bermodal kecil dan biasa beroperasi pada cadangan
yang relatif kecil. Penambang bermodal besar banyak menggunakan
peralatan mekanik (mesin) sedangkan untuk yang bermodal kecil
dilakukan secara sederhana.

4.1. Tambang Permukaan


Sesuai dengan sebutannya, sistem ini dilakukan di alam
terbuka. Metode tambang permukaan secara umum dilakukan
untuk menambang suatu endapan/cebakan yang keberadaannya
dekat permukaan bumi dan mempunyai nilai rendah dalam hal rasio
pengupasan (stripping ratio), baik untuk yang lebih besar dalam hal
luas maupun secara kelayakan dalam isi. Hal-hal penting yang
berhubungan dengan metode ini adalah ketebalan suatu
endapan/cebakan sehingga dikenal dengan sebutan open pit mining
(untuk cebakan/endapan tebal) yang menerapkan metode
penggalian secara mekanik. Secara umum, penambangannya
dilaksanakan dalam sistem jenjang atau tangga sedangkan untuk
endapan yang relatif tipis menggunakan sistem permuka tangga (single
face) seperti quarry, augering atau open pit mining. Selain itu harus
diperhatikan juga tanah penutup bijih (overburden) yang harus

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


106
Bab 4 Penambangan

dipindahkan sebelum dan selama penambangan berlangsung.


Aktivitas tambang terbuka akan mengubah morfologi permukaan
sehingga berakibat kepada perubahan lingkungan tempat penambangan
terjadi. Penanganan yang penuh perhitungan dan faktor ketelitian harus
menjadi prioritas utama dalam hal reklamasi bekas tambang di
kemudian hari.
Pengkajian geoteknik merupakan bagian yang cukup penting
dalam penambangan, khususnya yang berkaitan dengan tambang
terbuka karena menyangkut kestabilan lereng. Kestabilan lereng
dalam perhitungannya berkaitan dengan kondisi struktur geologi dan
hidrologi daerah tempat bahan galian tersebut berada, sehingga dapat
ditentukan dimensi suatu jenjang ataupun quarry. Hasil lain
pengkajian geoteknik ini adalah menentukan seberapa besar tanah
penutup (overburden) yang harus digali dan dipindahkan
(biasanya dikerjakan dalam persiapan penambangan/
development). Kajian ini berkaitan erat dengan keselamatan
kerja tambang dan terus dilakukan selama penambangan berlangsung
(Browner, 1988). Sama halnya dengan geoteknik, pengkajian
hidrologi diperlukan untuk keperluan aktivitas penambangan.
Kajian ini khusus mengkaji air permukaan yang berkaitan dengan
curah hujan, peresapan air, penguapan dan aliran air di
permukaan. Hasil kajiannya menentukan jumlah air di
penambangan yang harus diatasi dengan penirisan, menentukan
dimensi alat penyaluran air apakah paritan yang bisa mengalirkan air
secara gravitasi atau pompa sedot.
Pengabaian hasil kajian geoteknik dapat menimbulkan suatu
kecelakaan tambang yang berakibat kerugian baik material maupun
jiwa. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan pemantauan yang
dilakukan sepanjang aktifitas penambangan berlangsung.
Penerapan kajian geoteknik dapat dikatakan tidak pernah
dilaksanakan di tambang rakyat, apalagi pada tambang rakyat yang
dikategorikan sebagai PETI (Penambangan Tanpa Izin) yang
banyak dilakukan oleh masyarakat tanpa memenuhi kaidah
penambangan yang baik dan benar. Hal tersebut berakibat
kepada sering terjadinya kecelakaan tambang.

107
Gambar 4.1
Tambang terbuka bijih emas di Kelian, Kabupaten Kutai Barat Provinsi
Kalimantan Timur (Sumber : PT. KEM)

4.1.1 Tahapan Kegiatan Tambang Terbuka


A. Pembersihan Lahan (Land Clearing)
Kegiatan pembersihan lahan (land clearing) merupakan
pekerjaan yang sulit untuk dihitung secara tepat karena kegiatan ini
dari suatu tempat kerja ke tempat kerja lainnya tidak menentu
hasilnya. Land clearing ini sangat ditentukan oleh peralatan yang
digunakan serta cara yang diterapkan, di daerah tambang emas dapat
menggunakan bulldozer untuk perobohan pepohonan.

B. Pemindahan Lapisan Penutup (Soil Removal)


Kegiatan pemindahan lapisan penutup dilaksanakan setelah
terlebih dahulu dilakukan pembabatan dan pembersihan lahan
(land clearing). Pengupasan dapat menggunakan bulldozer dan
diawali dengan penggaruan untuk memotong akar-akar dan semak-
semak, sehingga pengupasan tanah penutup akan lebih mudah.
Tanah didorong dan digali mulai dari atas jenjang ke bawah
kemudian diangkut oleh alat angkut dan disimpan pada tempat
yang telah ditentukan untuk digunakan kembali pada saat
reklamasi lahan bekas tambang.
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah persiapan
penambangan atau development, yang dapat dikatakan sebagai
awal dimulainya pekerjaan suatu tambang atau tahap persiapan
sebelum penambangan awal dimulai. Kegiatannya mencakup

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


108
Bab 4 Penambangan

pembuatan prasarana dan sarana penambangan seperti


pengupasan tanah penutup, memindahkan dan
menempatkannya di luar area penambangan, menyediakan front
kerja pembongkaran yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan
oleh hasil kajian geoteknik dan hidrologi baik itu berupa jenjang
quarry serta fasilitas lain berupa peralatan untuk penambangan yang
ditempatkan sesuai dengan fungsinya.

C. Penggalian dan Peledakan Batuan (Digging and Blasting)


Penggalian atau pembongkaran suatu endapan dengan
penerapan sistem tambang terbuka dilaksanakan setelah melalui
penelitian dan evaluasi geoteknik yang menjadi acuan dalam
pelaksanaan penambangan baik berupa jenjang ataupun quarry,
penerapan kajian geoteknik berkaitan erat dengan keselamatan
kerja tambang. Unsur batuan, struktur geologi, air dan tanah yang
ada pada daerah yang akan ditambang berperan sangat penting
dalam pembuatan suatu desain tambang dan ini akan menentukan
dimensi suatu jenjang atau tangga (tinggi, lebar, panjang dan
kemiringan) agar dicapai hasil terbaik, ekonomis dan efisien.

D. Pembongkaran Secara Manual, Semi-Mekanis dan Mekanis


Pembongkaran secara manual dilakukan dengan
menggunakan palu (kecil atau besar), pahat, linggis, belincong serta
cangkul. Penggalian dilakukan pada singkapan (keras ataupun
lunak) sampai pada kedalaman tertentu. Cara manual
perolehannya relatif kecil dan ini cocok dilakukan pada
cadangan yang marjinal (kecil) yang biasa dilakukan oleh rakyat.
Prosedur kerja cara semi-mekanis sama dengan cara manual
yaitu memilih bagian batuan yang agak merekah (zona lemah)
untuk selanjutnya mendorong pick atau jack hammer yang
digerakkan dengan tekanan udara dari kompresor memungkinkan
batuan endapan bahan galian dapat pecah. Cara ini banyak
dilakukan di Indonesia oleh perusahaan tambang BUMN (Badan
Usaha Milik Negara), swasta ataupun rakyat. Penggalian
secara mekanik biasanya menggunakan alat-alat berat yang
mempunyai kapasitas operasi cukup efisien. Biasanya dilakukan
oleh perusahaan yang berskala cukup besar karena mampu
membeli/menyewa peralatan mahal seperti shovel, excavator,
backhoe dan dozer excavator. Hal ini berlaku untuk kondisi
batuan lunak-agak keras, lapuk.

109
Gambar 4.2
Kegiatan pembongkaran dan pengangkutan pada tambang terbuka
3
Grasberg dengan menggunakan shovel tipe 4100 kapasitas 42m dan dump
truck (PT. Freeport Indonesia Corp)

Gambar 4.3
Kegiatan penambangan terbuka pada PIT Toguraci, serta pengambilan
bijih/urat pada daerah BOD (bagian barat pada Pit Toguraci) di Halmahera
Utara (Situasi pada bulan Agustus 2005)
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

E. Peledakan
Ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan ketika
merencanakan peledakan, yaitu karakteristik sifat batuan yang

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


110
Bab 4 Penambangan

akan diledakkan, sifat bahan peledak, dan teknik peledakan yang


digunakan. Setiap faktor mempunyai peran besar dalam keberhasilan
dan pengembangan penambangan yang efisien karena perbandingan
antara bijih dengan bagian yang terbuang (waste) merupakan kontrol
kualitas yang penting untuk memaksimalkan produksi bijih.
Dibutuhkan peledakan terkontrol untuk menjaga dinding agar tetap
aman sebagai bagian dari rencana peledakan. Pelepasan bijih yang
bersatu dengan batuan terbuang bergantung pada efisiensi
pemisahan batuan yang ditentukan oleh fragmentasi yang baik dan
faktor mesiu (Browner, 1988).
Peledakan biasa dilakukan terhadap batuan mineral bijih yang
berada dalam batuan keras atau urat kuarsa yang keras. Pola
peledakan yang digunakan biasanya pola sejajar dalam bentuk
persegi panjang (jajaran genjang dengan lubang peledakan tegak
atau horisontal). Dalam kegiatan penambangan tambang terbuka
pekerjaan yang dilaksanakan berkaitan dengan peledakan adalah
menerapkan jenjang dengan lubang ledak vertikal atau hampir
vertikal yang dapat dilakukan menggunakan perhitungan
tertentu.

Gambar 4.4
Proses peledakkan pada tambang terbuka di Penambangan Emas Bolaang
Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara.
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

111
4.1.2. Jenis Tambang Permukaan
A. Penambangan Terbuka (Open Pit Mining)
Open pit mining, dalam bahasa Indonesia disebut tambang
terbuka yang menghasilkan bentuk morfologi cekung mengarah ke
bawah. Dalam tambang ini, pengupasan dan penambangan disalurkan
dari suatu rangkaian tangga/jenjang (benches). Cebakan bijih logam
yang tebal memerlukan beberapa tangga, karena alasan keamanan,
beberapa tangga yang berurutan dipotong menjadi berdiameter lebih
kecil. Tangga yang tunggal dibuat bila suatu endapan dan tanah
penutup relatif tipis (15 s.d 45 m). Penentuan banyaknya tangga untuk
penambangan merupakan jaminan bahwa permukaan yang cukup
panjang yang dibongkar diperbolehkan, supaya tidak
mengganggu produksi. Ketinggian jenjang dibatasi oleh suatu
jangkauan alat pembongkar (excavator) dalam hal ini power shovel
dapat memotong suatu tepian yang lebih tinggi dibandingkan
dengan front end loader atau hydraulic excavator. Lebar jenjang
harus bisa menahan batuan yang terbang dari suatu peledakan dan
menyediakan ruang gerak yang cukup untuk alat pembongkar
(excavator) serta unit pemuat (haulage). Prosedur yang harus dilakukan
pada penambangan cara ini adalah:
- perencanaan dan disain lubang (pit);
- nisbah pengupasan;
- pemilihan peralatan;
- penempatan batas pit.
Prosedur penambangan terbuka (open pit) di Indonesia
antara lain dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia di Papua, PT.
Nusa Halmahera Minerals di Halmahera Utara, PT. Newmont Nusa
Tenggara di Sumbawa.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


112
Bab 4 Penambangan

Gambar 4.5
Tambang terbuka (Open Pit Mining) di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
(Sumber : PT. Freeport Indonesia Corp)

B. Penambangan Aluvial
Penambangan aluvial terbagi atas penggalian hidrolik dan
penambangan keruk. Hydraulic dredgers atau penggalian hidrolik
diadaptasi dari penambangan aluvial pada penggalian alur parit.
Metode ini terdiri atas tipe suction yang dikhususkan untuk pasir dan
kerikil sedangkan cutterhead untuk material terkonsolidasi. Kedua tipe
perolehannya rendah sehingga penerapannya dibatasi hanya untuk
penambangan endapan letakan; sedangkan dredging mining (tambang
keruk) adalah suatu metode penggalian endapan letakan bawah air
dengan peralatan mekanis berupa kepala pemotong berputar beserta
pipa hisap atau dengan alat pipa keranjang pemotong. Alat ini
menggali, mengikis dan mengangkat kerikil atau lumpur dari dasar
sungai, danau atau kolam dan mengirimnya ke tempat/alat flotasi untuk
diproses. Material galian dicuci, disaring dan kandungan emas
diperoleh dengan cara konsentrasi gaya berat.
Sesuai fungsinya, dredgers dibagi menjadi:
- cutterhead dan suction pump (suction cutter dredgers);
- continuous bucket line atau bucket wheellevator;
- crane dan bucket (clamshell) atau shovel mekanik.
Peralatan yang digunakan secara umum dalam penambangan
endapan placer adalah bucket line dan suction - cutter dredgers
sedangkan clamshell dredgers karena jangkauannya terbatas, hanya
digunakan untuk menambang endapan kerikil lepas di bawah air.

113
Gambar 4.6
Metode Tambang Semprot pada penambangan emas aluvial
di Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

4. 2. T amb a n g Baw a h P er mu k a an (Un de rg rou n d


Mi n ing )
Berdasarkan karakteristik cebakan mineral yang
bersangkutan, pekerjaan persiapan penambangan bawah
permukaan secara garis besar terbagi menjadi tiga kategori, yaitu
tanpa penyanggaan (unsupported), dengan penyanggaan dan
ambrukan (caving). Tidak seperti tambang terbuka, penggalian di
sini akan lebih banyak mengenal istilah lubang bukaan baik
horizontal, vertikal atau miring. Pekerjaan yang dilaksanakan pada
persiapan penambangan ini berupa akses menuju cebakan
mineral dalam bentuk lubang bukaan untuk jalan masuk pekerja,
peralatan, jaringan listrik dan saluran air, juga merupakan
lubang yang digunakan dalam pekerjaan eksplorasi lanjutan (shaft
atau adit). Penempatan lubang bukaan ini biasanya dibuat menuju
tubuh bijih.
Lubang-lubang bukaan pengembangan bawah tanah diuraikan
dalam tiga kategori sesuai dengan kebutuhan, yaitu
- primer (bukaan utama: shaft, stope);
- sekunder (bukaan daerah atau tingkatan: drift, entry);
- tersier (bukaan mendatar/panel: ramp, crosscut).

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


114
Bab 4 Penambangan

4.2.1 Tahapan Kegiatan


A. Pembongkaran dan Peledakan
Pembongkaran dapat dilakukan dengan cara peledakan,
menggunakan alat mekanik (pick hammer) atau manual (pahat,
linggis, belincong). Peledakan dilakukan bila kondisi batuan
keras dan padat yang tidak mungkin dapat dilakukan baik dengan
alat mekanik atau manual. Berbeda dengan tambang terbuka, lubang
ledak untuk peledakan di tambang dalam bentuknya seperti piramid
(pada tambang terbuka berbentuk persegi atau paralel).
Peralatan yang diperlukan untuk ini berupa jack hammer (untuk
pembuatan lubang ledak), kompresor (untuk menggerakkan jack
hammer), blasting machine (untuk meledakkan) dan bahan peledak
(ANFO, gell, detonator). Meledakkan bahan peledak dalam
tambang harus diantisipasi efek yang ditimbulkannya, seperti
pecahnya batuan akibat gelombang getar dan ekspansi
gelembung gas yang efektif di tempat berbeda, bergantung pada
sifat bahan peledak dan batuan. Hal ini berkaitan dengan keselamatan
tambang. Pembongkaran cebakan bijih emas dengan peledakan
umumnya dilakukan oleh perusahaan tambang skala besar, walaupun
begitu beberapa tambang rakyat ada juga yang melakukannya.
Pembongkaran cara mekanis menggunakan jack hammer
dilakukan pada batuan kurang keras (moderat). Hal ini dilakukan baik
oleh penambang skala besar maupun kecil. Pada perusahaan besar,
cara ini hanya sebagai pelengkap saja sedangkan untuk yang
berskala kecil hanya dilakukan oleh satu atau dua penambang.
Cara sederhana diterapkan pada tambang rakyat di banyak
tempat. Dalam hal pembongkaran bijih emas ini selain dengan pahat,
linggis dan belincong kadang-kadang juga menggunakan pick
hammer dengan penggerak udara yang dihasilkan kompresor
terutama digunakan pada batuan yang agak keras. Penggunaan
pick hammer ini dilaksanakan sejak dibuatnya terowongan untuk
mencapai bijih (urat utama) hingga pembongkaran urat tersebut.

115
Gambar 4.7
Pembuatan terowongan utama (Decline Main shaft) di Kencana,
Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 4.8
Pembongkaran bijih emas pada lobang tambang dengan menggunakan
pahat di Kabupaten. Lebak Provinsi Banten.
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

B. Pemuatan dan Pengangkutan


Seperti halnya pada tambang terbuka, pemuatan di tambang dalam
ini menyangkut peralatan yang digunakan untuk mengangkut dan
memasukkan hasil tambang ke alat pengangkut. Pada tambang

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


116
Bab 4 Penambangan

berskala besar, alat pemuat ini umumnya bersifat mekanis


dimana penentuan jenis alat ini disesuaikan dengan target
pencapaian produksi di suatu permuka kerja berdasarkan pada
perhitungan kemampuan alat, efisiensi tenaga dan arti keekonomiannya.
Alat yang digunakan umumnya berupa overhead loader, front-
end loader, LHD unit. Dengan kemajuan teknologi, alat-alat muat
ini tidak dikendalikan oleh manusia tapi melalui remote control
(robotik). Untuk yang manual/konvensional digunakan sekop dan
keranjang (biasa dilakukan oleh tambang skala kecil).
Alat angkut bijih/endapan dalam bukaan tambang dapat
bersifat mekanis ataupun elektris. Alat angkut umumnya berupa
lori tetapi dapat juga ditarik menggunakan lokomotif. Lori
memerlukan tempat jalan berupa rel untuk skala besar. Dalam
pelaksanaan penambangan bawah tanah (tambang dalam) dapat
pula menggunakan dump truck sesuai dengan dimensi lubang
bukaan atau juga shrinkage hoisting. Untuk tambang rakyat, alat
angkut utama adalah mereka sendiri (orang), lori terbuat dari logam
(besi) dan dari kayu, keranjang. Pengangkutan dapat dilakukan dari
permuka kerja menuju permukan/tempat penimbunan.

Gambar 4.9
Alat angkut bijih emas berupa Loader pada tambang bawah tanah
DOZ (PT. Freeport Indonesia Corp)

117
Gambar 4.10
Alat angkut bijih emas berupa lori yang ditarik lokomotif pada tambang
bawah tanah Cirotan, Cikotok, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten
(PT. Aneka Tambang)

Gambar 4.11
Alat angkut bijih emas berupa gerobak dengan rel pada penambangan
rakyat dari tambang dalam di Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


118
Bab 4 Penambangan

Gambar 4.12
Alat angkut bijih emas berupa keranjang di lubang vertikal pada
penambangan rakyat dari tambang dalam di daerah Cineam,
Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

4.2.2 Jenis Tambang Bawah Permukaan


Tambang bawah permukaan terdiri dari 3 jenis yaitu
penambangan tanpa penyanggaan, penambangan dengan
penyanggaan dan caving.
Penambangan Tanpa Penyanggaan antara lain :
• Penambangan Shrinkage dan Penambangan Ruang dan Pilar (room
and pillar)
• Bukaan Sub Paras dan Penambangan Lombong dan Pilar (Sub level
Stoping )
• Lubang Tikus (Gophering) dan Lubang Besar (Glory Hole)
• Underhand, Overhand Open Stoping dan Resuing
Penambangan dengan Penyanggaan antara lain :
• Pelombongan Gali-Timbun dan Stull Stoping
• Pelombongan Sangga-Persegi (Square Set Stoping)
Ambrukan (Caving)
• Ambrukan Subparas (Sublevel Caving)
• Ambrukan Bongkah (Block Caving)
• Iris Atas (Top Slicing)

119
A. Penambangan Tanpa Penyanggaan
1. Penambangan Shrinkage dan Penambangan Ruang dan Pilar
Metode shrinkage stoping pada awalnya disebut vertical
stoping methods atau metode penambangan yang dilakukan pada
bijih yang berbentuk irisan mendatar, dibuat pada dasarnya dekat
bidang tegak dengan sudut lebih besar daripada sudut letak bijih
runtuhan. Sementara penambangan ruang dan pilar (room and pillar
mining) adalah penambangan bawah tanah dengan cara menyisakan
sebagian tubuh bijih sebagai pilar dengan jarak teratur untuk
menyangga atap. Pada prakteknya, metode penambangan tanpa
penyanggaan ini terbatas pada cebakan dengan karakteristik
tubuh bijih yang mendatar, tabular, relatif tipis dan seragam.

2. Bukaan Sub Paras dan Penambangan Lombong dan Pilar


Bukaan sub-paras (sub level stoping) adalah vertical stoping
methods yang dibuat datar tanpa penyanggaan temporer.
Pemboran lubang ledak dimunculkan dari sublevel untuk
memecah suatu bijih. Penambangan lombong dan pilar (stope
and pillar mining) sama seperti room and pilar hanya
penggunaannya lebih luas daripada metode room and pillar.
Pelaksanaannya dibuat secara mendatar dalam suatu endapan,
berpola acak pada bentuk pilar untuk penunjang bawah dengan skala
yang luas, baik untuk cebakan berbentuk datar (flat).

3. Lubang Tikus (Gophering) dan Lubang Besar (Glory Hole)


Merupakan suatu metode penambangan dengan cara
membuat terowongan sepanjang atau mengikuti arah urat bijih.
Ukurannya relatif kecil (kurang dari 1 meter) dan di Indonesia
biasanya diterapkan pada tambang rakyat. Lubang besar (glory hole)
adalah tambang dalam sebagai lanjutan dari tambang terbuka
dengan bukaan miring atau tegak pada cebakan bijih berbentuk
corong.

4. Underhand, Overhand Open Stoping dan Resuing


Underhand open stoping adalah cara penambangan pada bijih
dengan arah penambangan ke bawah tanpa penyanggaan sedangkan
overhand open stoping adalah suatu cara penambangan pada bijih
suatu endapan dengan arah penambangan menuju ke atas (kebalikan
dari underhand open stoping). Resuing merupakan cara

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


120
Bab 4 Penambangan

penambangan sistem tambang dalam tanpa penyanggaan pada


bijih dengan cara membuat lubang bukaan pada batuan samping
yang berfungsi sebagai cadangan bijih yang diterapkan pada
penambangan urat bijih berukuran relatif kecil (< 1 m).

Gambar 4.13
Metode penambangan dengan membuat Lubang Tikus atau Gophering di
Tambang Sergio di Distrik Topo, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 4.14
Lubang-lubang bekas penambangan di Gunung Pani,
Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

121
B. Penambangan Dengan Penyanggaan
Metode tambang bawah permukaan dengan penyanggaan
terdiri atas beberapa metode. Penerapan metode ini membutuhkan
sejumlah besar penyanggaan buatan untuk memelihara bukaan
eksplorasi dan pengawasan secara sistematis menyeluruh suatu
tambang. Metode ini digunakan pada kondisi tertentu jika metode
tanpa penyanggaan dan caving methods tidak dapat diterapkan.
Dalam mendesain suatu sistem penyanggaan buatan diperlukan
evaluasi mengenai jumlah penyangga yang lebih baik berdasarkan
kapasitas struktur batuan alami. Pendekatan terbaik adalah cara
empiris yang berupa penunjukan kualitas batuan berdasarkan
evaluasi pemboran inti. Metode penambangan dengan
penyangga terdiri dari pelombongan gali-timbun (cut and fill
stoping), stull stoping, square set stoping. Pelombongan gali-
timbun dan stull stoping diterapkan pada batuan berkemampuan
(mempunyai kekuatan/kekerasan) menengah sedangkan square set
stoping untuk batuan yang relatif lunak.

1. Pelombongan Gali-Timbun dan Stull Stoping


Pelombongan cara ini dilakukan dengan membongkar bijih
dalam suatu lombong dan menempatkan kembali limbahnya
sebagai pengisi. Pengisian dilakukan setelah seluruh operasi
penambangan selesai. Kesamaan dengan bukaan eksploitasi tegak
yaitu pada pelombongan gali-timbun secara umum dibatasi oleh pilar
penyangga besar di bagian bawah. Pada stull stoping,
penyanggaannya dapat dilakukan secara sistematis atau jarang.
Bentuk penyanggaannya sederhana (simple) yang dibuat sebagai
ground control. Penyangga biasanya berupa single post dan
dilakukan secara temporer. Bila dimodifikasi, metode ini menyerupai
pelombongan gali-timbun, bila penyangga menjadi lebih luas juga
menyerupai lombong dan penambangan pilar dilakukan pada
banyak cebakan horisontal. Stull stoping dibuat juga untuk pilar
perolehan kembali.

2. Pelombongan Sangga-Persegi (Square Set Stoping)


Pelombongan ini berpenyangga dengan bentuk persegi. Kondisi
ini dianggap kuno sehingga diperlukan kedudukan untuk wedge,
brace atau blok. Beberapa kepingan kayu ditempatkan untuk
melindungi keutuhan dan kekakuan struktur dalam set yang
berdiri dan merupakan poros suatu suku utama yang diorientasikan

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


122
Bab 4 Penambangan

sejajar pada tiga tekanan. Secara prinsip, metode pelombongan


sangga - persegi digunakan untuk limbah tertinggal atau bijih tingkat rendah
bagian belokan yang tidak ditambang.

C. Metode Ambrukan
Metode ambrukan (caving methods) didefinisikan sebagai
metode penambangan dengan cara membuat lubang bukaan yang
dilanjutkan dengan membuat ambrukan bijih, batuan penutup
atau keduanya secara bersamaan. Metode ini terdiri atas long wall
mining, sublevel caving dan block caving.

1. Ambrukan Subparas (Sublevel Caving)


Ambrukan sub-paras (sublevel caving) adalah penambangan
bawah tanah yang menyebabkan bagian atas ambruk karena bagian
bawah endapan ditambang secara bertahap. Dalam sublevel
caving method, semua proses penambangan mengarah ke bawah saat
bijih di antara sub-level yang terpukul hancur, lapisan atas batuan
waste (hanging wall atau atap) ambruk masuk ke suatu ruang
kosong yang dibuat untuk mengeluarkan bijih. Penambangan yang
dilaksanakan pada sub-level pada pengembangan lubang
sepanjang bijih (drifts) dan lubang bukaan menyilang (crosscut),
disambungkan dengan tempat pemuatan utama di lereng bawahnya
dengan jalur angkut (ramp), yaitu jalur untuk lewat bijih dan
lubang naik. Bila hanya batuan waste yang ambruk, bijih harus dibor
dan diledakkan biasa.
Parameter disain dalam merancang metode sub-level caving
merupakan fungsi mekanika ambrukan sebagai bagian dari
mekanika batuan yang dihubungkan dengan kerusakan dan
ambruknya material terkonsolidasi di suatu tempat dan dialirkan ke
bawah secara gaya berat. Semua yang dapat diterapkan termasuk
kenyamanan pada metode sub-level caving - seperti halnya semua
metode penambangan, ditentukan oleh kemampuan batuan atap dan
penerimaan surutnya permukaan. Keduanya merupakan faktor yang
menentukan keputusan akhir untuk menggunakan metode ini.
Pelaksanaan metode sub-level caving yang disusun secara
longitudinal masih dapat diterapkan untuk endapan sempit.
Dalam pengembangan suatu sub-levelcaving untuk memecahkan
bijih, galian yang melintang dibuat memotong endapan pada hanging
wall atau batas ambruk. Metode sub-level caving yang lebih
modern menjadi mungkin dengan cara mengadopsi penyebarannya

123
secara luas dan penambangan bukan batubara dengan peralatan
mekanis yang bergerak.

2. Ambrukan Bongkah (Block Caving)


Metode ambrukan bongkah (block caving) adalah penambangan
bawah tanah dengan cara membuat lubang bukaan di bawah blok
dan melanjutkannya dengan meruntuhkan blok di atasnya.
Metode ini meloloskan pecahan bijih turun ke bagian bawah. Bila
endapan dilapisi penutup (tudung) atau dibatasi oleh dinding atas,
gua tersebut juga mendobrak ke dalam ruangan kosong/hampa. Dalam
metode sub-level caving, hanya bijihnya yang diambrukkan tetapi pada
metode block caving - bijih dan waste sama-sama ikut ambruk.
Banyak faktor yang terkait dalam menggunakan metode ini yang dapat
diklasifikasikan sebagai faktor alami dan faktor teknik. Faktor alami
termasuk geologi, petrografi, mineralisasi mekanika batuan, hidrologi
dan ekonomi. Adapun faktor teknik berupa dimensi, penempatan area
penurunan, kelangsungan penambangan, kecepatan pemecahan dan
penirisan tambang. Semua faktor dianalisis menggunakan sistem
komputer sehingga rencana kontrol penurunan bagi pengaturan
produksi bijih dapat dilakukan. Mekanika ambrukan memberikan
suatu dasar pengertian dalam pengontrolan faktor pengoperasian
ambrukan bongkah. Kehandalan metode untuk meramalkan
kapabilitas suatu badan bijih perlu dan harus diterapkan dalam suatu
perencanaan tahap awal. Terjadinya studi kapabilitas mempengaruhi
tidak hanya rencana penambangan dan biaya pemecahan suatu
badan bijih tetapi juga bagian rangkaian biaya untuk peledakan
sekunder, pemuatan pengangkutan dan pengolahan mineral.
PT. Freeport Indonesia Corp melakukan metode tambang bawah
tanah dengan cara ambrukan bongkah (Block Caving) di lokasi Deep Ore
Zone (DOZ) dan direncanakan untuk melakukan dengan cara tersebut
pada bijih bawah tanah Grasberg dan Kucing Liar. Block Caving
merupakan cara dengan biaya rendah untuk melakukan penambangan
bawah tanah, dimana blok-blok besar bijih bawah tanah dipotong dari
bawah sehingga bijih runtuh akibat gaya beratnya sendiri. Setelah runtuh,
bijih yang dihasilkan ”ditarik” dari drawpoint (titik tarik) dan diangkut
menuju alat penghancur. Pada block cave DOZ, alat LHD (loader)
meletakkan lumpur ke dalam ore pass yang menuju saluran pelongsor.
Selanjutnya saluran tersebut memuat truk-truk angkut AD-55 pada tingkat
angkutan untuk mengangkut bijih ke alat penghancur. Dari sana, bijih
yang telah dihancurkan dikirim ke pabrik pemroses (mill) melalui ban
berjalan (conveyor). Gambar berikut memberi gambaran umum dari titik

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


124
Bab 4 Penambangan

pandang atas mengenai kegiatan metode penambangan ambrukan


bongkah (block caving).

Gambar 4.15
Gambaran umum kegiatan Metode ambrukan bongkah (block caving)
di Deep Ore Zone (DOZ). (PT. Freeport Indonesia Corp)

3. Top Slicing
Top slicing adalah suatu cara penambangan bawah tanah
dengan pelombongan ambrukan yang diterapkan secara lapis
demi lapis dimulai dari bagian atas. Sumuran (shaft) dibuat
sepanjang lapisan-lapisan yang ditambang. Fungsinya sebagai
jalan lalulintas pekerja dan jalur pelepasan bijih (ore pass).

125
BAB 5
PENGOLAHAN
BAB 5
PENGOLAHAN

Untuk memperoleh logam emas murni diperlukan beberapa


tahapan pengolahan yang secara umum terdiri atas empat kegiatan
utama yaitu : pengecilan ukuran (kominusi), konsentrasi, prapemurnian
dan pemurnian. Salah satu proses pengolahan emas dapat dilihat pada
diagram alir Gambar 5.1 . Pada umumnya proses pengecilan ukuran
dan konsentrasi hanya melibatkan proses fisika sedangkan proses
pemurnian melibatkan proses fisika dan kimia.
Bijih emas umumnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis
yaitu bijih alluvial, bijih giling bebas (free milling ore), dan bijih refraktori.
Bijih emas alluvial umumnya relatif mudah diolah sebab butiran-butiran
emas sudah bebas dari mineral pengotornya. Sedangkan pada bijih
giling bebas dan bijih refraktori, butiran-butiran emas biasanya masih
terikat dengan mineral pengotornya sehingga diperlukan proses liberasi
dengan cara kominusi agar proses selanjutnya relatif mudah dilakukan.
Bijih emas tipe giling bebas dan refraktori biasanya memerlukan
beberapa tahapan proses yang lebih kompleks dan lebih mahal
dibandingkan bijih alluvial.

Gambar 5.1.
Diagram alir pengolahan emas

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


128
Bab 5 Pengolahan

5.1. Pengecilan Ukuran (kominusi)


Pengecilan ukuran (kominusi) bertujuan membebaskan partikel-
partikel emas dari mineral-mineral pengotornya (Gambar 6.1). Ukuran
terbebasnya mineral berharga pada proses kominusi disebut derajat
liberasi. Operasi pengecilan ukuran harus dilakukan secara bertahap,
karena tidak mungkin atau sampai saat ini belum ada alat yang dapat
memperkecil ukuran batuan yang semula berukuran 50 cm menjadi
berukuran 1 cm dalam satu kali peremukan. Pengecilan ukuran tahap
pertama biasa disebut peremukan (crushing) menggunakan alat
peremuk (crusher) dan biasanya dilakukan dalam kondisi kering. Pada
tahap ini batuan bijih emas ukuran 50 cm dikecilkan hingga ukuran 2
cm. Tahap selanjutnya adalah pengerusan (grinding), yaitu memperkecil
ukuran butiran bijih sampai diperoleh derajat liberasi yang diinginkan,
umumnya dilakukan dalam kondisi basah. Proses kominusi dapat
berlangsung lebih dari dua tahap, tergantung pada ukuran umpan dan
produknya (Tabel 6.1).

Tabel 5.1.
Ukuran Umpan dan Produk pada Proses Kominusi

Tahap Ukuran Umpan (mm) Ukuran Produk (mm)


Peremukan I 3000 – 1500 100 – 300
Peremukan II 100 – 300 50 – 100
Peremukan III 50 – 100 10 – 50
Penggerusan 10 – 50 < 0,5

Gambar 5.2.
Pembebasan mineral berharga (hitam) dari pengotornya (putih)

Alat yang digunakan pada tahap peremukan antara lain jaw


crusher (Gambar 6.3) dan gyratory crusher (Gambar 6.4), untuk tahap
pengerusan digunakan ball mill dan rod mill. Gaya-gaya yang bekerja
pada peremukan didominasi oleh tekanan (impact) sedangkan pada
penggerusan diominasi oleh tekanan (impact) dan gesekan (abrasi).

129
Gambar 5.3.
Jaw Crusher (Peremuk Rahang)

Gambar 5.4.
Gyratory Crusher

Gambar 5.5
Alat Ball Mill untuk penghalus ukuran butir
1. tempat pengumpan, 2. pengeluaran hasil, 3. gerigi penggerak ball mill

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


130
Bab 5 Pengolahan

5.1.1. Pengayakan dan Klasifikasi


Kegiatan kominusi umumnya digabungkan dengan proses
pengayakan dan klasifikasi. Operasi peremukan umumnya disatukan
dengan operasi pengayakan dalam suatu siklus tertutup dengan tujuan
memisahkan partikel halus dari partikel kasar berdasarkan lolos atau
tidaknya partikel tersebut pada ayakan (screen). Material yang lolos
ayakan akan menjadi umpan bagi instalasi penggerusan sedangkan
yang tidak lolos akan dimasukkan kembali ke alat peremuk.
Operasi penggerusan biasanya disatukan dengan operasi
klasifikasi dalam suatu siklus tertutup dengan tujuan untuk memisahkan
partikel halus (uperflow) dan partikel kasar (underflow) serta mencegah
penggerusan yang terlalu halus (over grinding). Pemisahan partikel
halus dari partikel kasar didasarkan pada perbedaan kecepatan
pengendapannya di dalam air. Partikel halus menjadi umpan tahap
pengolahan berikutnya (konsentrasi) sedangkan yang masih kasar
digerus kembali dalam alat penggerus.
Produk akhir tahap kominusi adalah bijih yang berukuran relatif
halus dan sesuai dengan tahap proses selanjutnya (konsentrasi).

Umpan

(+)


Peremukan

(+)
(-)
Penggerusan


(-)
Produk

Gambar 5.6.
Diagram alir kominusi

131
5.2. Konsentrasi
Tahapan konsentrasi bertujuan meningkatkan kadar (kandungan)
emas pada material yang diolah sehingga dihasilkan konsentrat yang
akan menjadi umpan instalasi pemurnian. Metode yang umum
digunakan pada konsentrasi emas adalah konsentrasi gravitasi
(pemisahan gaya berat) dan flotasi.

5.2.1. Konsentrasi Gravitasi


Konsentrasi gravitasi merupakan pemisahan mineral berdasarkan
berat jenisnya dalam suatu medium fluida, dengan menggunakan
perbedaan kecepatan pengendapan. Pengolahan bijih emas dengan
cara konsentrasi gravitasi yang sering dilakukan adalah dengan cara
pendulangan (panning), pemalongan (sluicing), penjengkekkan (jigging),
pemejagoyangan (tabling), penguntiran (spiral) dan Heavy Media
Separation.

Pendulangan (panning)
Cara ini umumnya dilakukan untuk endapan aluvial berukuran
pasir. Konsentrasinya dilakukan dengan cara memutar-mutar dan
menggerakkan dulang, sambil menggurangi umpan yang diisikan pada
dulang (Gambar 6.7).

Gambar 5.7.
Cara pendulangan

Pemalongan (sluicing)
Cara ini menggunakan alat palong (sluice box) yang berbentuk
talang, dipasang dengan kemiringan tertentu, dan bagian dasar-dalam
diberi sekat-sekat (riffles). Umpan dimasukkan dari bagian ujung yang
tinggi bersama dengan air yang alirannya diatur agar membentuk suatu
lapisan tipis material (flowing film). Pemisahan terjadi karena adanya
aliran air, perbedaan berat jenis, dan sekat yang menjadikan aliran air
membentuk eddi’s current, sehingga terjadi stratifikasi butiran, butiran

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


132
Bab 5 Pengolahan

yang ringan di bagian atas dan yang berat di bagian bawah. Butiran
yang berada di atas terbawa oleh aliran ke ujung bagian bawah palong
sedangkan butiran yang tertahan oleh sekat menjadi konsentrat.

Gambar 5.8
Sluice box (palong)

Penjengkekan (Jigging)
Pada metode ini pemisahan partikel terjadi karena dorongan
berupa pulsion yang mendorong bed ke atas dan hisapan suction yang
menarik bed ke bawah, sehingga terbentuk stratifikasi butiran-butiran
umpan. Pada waktu suction kondisi bed mengarah tertutup, sedangkan
butiran emas dan butiran berat turun lebih cepat menerobos sela-sela
material bed. Dengan demikian butiran bahan galian yang ringan
terbawa oleh aliran fluida (air) menjadi tailing. Sedangkan butiran yang
berat terperangkap di bawah bed sebagai konsentrat.
Stratifikasi butiran bahan galian terjadi karena adanya efek
hindered settling (hindered settling classification) dan perbedaan
percepatan awal butiran bahan galian pada waktu jatuh (differential
acceleration). Pada waktu hindered settling, butiran yang sama, yang
lebih besar akan turun lebih dahulu. Jarak yang berat dengan yang
ringan akan makin jauh pada waktu terjadi suction. Tetapi pada waktu
pulsion, butiran kecil akan mudah menerobos sela-sela material bed,
mendahului yang butiran bahan galian yang besar, yang disebut
interstitial trickling.

133
Gambar 5.9.
Skema siklus proses pemisahan dengan jigging : (A) Pulsion, (B) Differential
acceleration, (C) Hindered settling, (D) Interstitial trickling

Gambar 5.10.
Skema pemisahan pada jig

Gambar 5.11.
Alat jig

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


134
Bab 5 Pengolahan

Meja goyang (shaking table)


Tabling adalah proses pemisahan butiran bahan galian
berdasarkan berat jenis, dan dipengaruhi oleh dorongan fluida yang
mengalir di atas deck (meja) yang miring serta dibantu oleh adanya
penghalang (riffle). Gerakan maju-mundur meja dan semprotan air
pencuci membuat butiran-butiran umpan bergerak sepanjang meja
melewati riffle, butiran mengalami luncuran (sliding) dan putaran (rolling)
membentuk stratifikasi butiran. Bahan galian yang dipisahkan biasanya
berkadar tinggi, terliberasi dan berukuran relatif sama. Pengumpanan
diperkirakan dengan 25-40% padatan. Alat sand table digunakan untuk
ukuran butir 3 – 0,1 mm, sedangkan slime table digunakan untuk ukuran
0,1 – 0,01 mm. Produk dari meja goyang adalah konsentrat, middling
dan tailing.

Gambar 5.12.
Skema pemisahan mejang goyang

135
Gambar 5.13.
Posisi butiran pada riffle

Gambar 5.14.
Alat meja goyang

5.2.2. Konsentrasi Spiral


Pada metode ini alat yang digunakan berupa rangkaian spiral,
pemisahan material terjadi karena efek sluicing (peluncuran) yang
dikombinasikan dengan gaya sentrifugal akibat gerakan memutar
semua komponen yang ada dalam umpan. Kelebihan metode ini yakni
memiliki kapasitas proses yang tinggi, biaya rendah dan cocok untuk
bijih kadar rendah.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


136
Bab 5 Pengolahan

Gambar 5.15.
Pemisahan material pada spiral

Gambar 5.16.
Alat spiral concentrator

137
Heavy Media Separation
Heavy Media Separation (HMS) merupakan proses konsentrasi
yang bertujuan memisahkan mineral berat dari pengotornya yang
umumnya mineral ringan dengan menggunakan media pemisahan yang
memiliki berat jenis di antara berat jenis mineral yang dipisahkan.
Produk yang dihasilkan berupa apungan (float) dan endapan (sink).

Gambar 5.17.
Pemisahan mineral pada HMS

Media yang dipakai berupa larutan organik atau larutan air


ditambah partikel tersuspensi sehingga berat jenisnya makin tinggi.
Media pemisah umumnya memiliki berat jenis 1,3 sampai 7,5, beberapa
jenis yang biasa dipakai antara lain bromoform (BJ 2,89),
carbotetrachlorid (BJ 1,58), tetrabromoethane (TBE) (BJ 2,96), suspensi
kuarsa (BJ 2,6), suspensi barit (BJ 4,5), suspensi magnetit (BJ 5,2),
suspensi ferosilikon (BJ 6,8), suspensi galena (BJ 7,8). Urutan kerja
yang dilakukan adalah preparasi umpan dengan ayakan dan
dihilangkan lumpur atau slimenya dengan classifier, proses pemisahan
butiran berat dan ringan, pemisahan media dari produk, serta reklamasi
(recycling) media.

Gambar 5.18.
Skematik pemisahan pada HMS

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


138
Bab 5 Pengolahan

Konsentrasi Flotasi
Konsentrasi flotasi merupakan pemisahan bijih emas dari
pengotornya dengan cara mengapungkan partikel bijih emas ke
permukaan melalui pengikatan oleh gelembung udara. Sifat permukaa
partikel-partikel bijih emas dibuat senang udara (aerofilik) sehingga
melekat pada gelebung udara (biuh) dan mengapung naik ke atas
sebagai konsentrat sedangkan partikel-partikel pengotor dijadikan
senang air (hidrofilik) sehingga tetap berada di dasar sel flotasi
membentuk tailing.
Proses flotasi melibatkan tiga fasa, yaitu fasa padat (mineral yang
akan dipisahkan), fasa cair dan fasa gas (udara). Proses terlepasnya
partikel-partikel bijih emas dari air dan melekat pada gelembung udara
berhubungan dengan tegangan permukaan air. Tegangan air tersebut
dirumuskan sebagai W s/a = Yw/a (1 – cosθ), yang mana Yw/a adalah
tegangan (energi) permukaan air dan udara, sedangkan θ adalah sudut
kontak antara gelembung dan butir bahan galian (partikel). Makin besar
sudut kontak, maka permukaan makin bersifat hidropobik dan semakin
mudah melekat (mengikatkan diri) pada gelembung udara.

Gambar 5.19.
Sudut kontak antara gelembung dan partikel dalam air

Proses pemisahan akan berjalan optimal bila modifikasi sifat


permukaan partikel dilakukan dengan baik memgunakan reagen kimia
tertentu. Reagen kimia yang digunakan pada proses flotasi terdiri dari :
1. Kolektor, yaitu suatu bahan kimia organik yang berfungsi merubah
sifat permukaan mineral yang tadinya senang air (hidrofilik) menjadi
benci air (hidrofobik), contohnya : solar, sabun.
2. Modifier, yaitu bahan kimia an-organik yang berfungsi
mempengaruhi kerja kolektor.

139
3. Frother (pembusa), yaitu suatu zat untuk menstabilkan
gelembung-gelembung udara dalam air, contohnya deterjen.

Gambar 5.20.
Sel flotasi

Proses kerja flotasi dimulai dengan masuknya umpan berupa


slurry (pulp) 40% padatan ke dalam sel flotasi. Pengadukan oleh
agitator di dasar sel flotasi mengeluarkan gelembung-gelembung udara,
partikel-partikel bijih emas akan menempel (mengikatkan diri) pada
gelembung dan mengapung ke permukaan lalu ditampung pada tempat
penampungan konsentrat. Sebaliknya partikel-partikel mineral pengotor
akan tetap pada pulp dan mengendap, selanjutnya dibuang sebagai
tailing.
Operasi flotasi biasanya dilakukan secara bertahap, yaitu tahap
rouger, cleaner dan scavenger. Tahap rouger bertujuan mengambil
sebanyak mungkin mineral berharga dengan perolehan setinggi
mungkin, tahap cleaner bertujuan meningkatkan kadar mineral
berharga, dan pada tahap scavenger diusahakan memperoleh kembali
mineral berharga yang terbawa bersama tailing.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


140
Bab 5 Pengolahan



  

 

 



Gambar 5.21.
Sirkuit flotasi

5.3. Persiapan Pemurnian (Prapemurnian)


Umumnya metode pengolahan emas untuk konsentrat yang
dihasilkan proses kominusi adalah pelindian sianidasi dan amalgamasi.
Dalam skala industri pelindian sianidasi merupakan proses
hidrometalurgi yang paling ekonomis dan hingga kini telah diterapkan
pada berbagai pabrik pengolahan emas di dunia.

5.3.1. Sianidasi
Sianidasi adalah metode pengolahan bijih emas berupa pelarutan
-
selektif emas menggunakan pelarut sianida (CN ), ditemukan oleh Mac
Arthur, Robert dan William Forest pada tahun 1889. Proses Sianidasi
terdiri dari dua tahap penting, yaitu proses pelarutan emas (pelindian)
dan proses pemisahan emas dari larutan kaya. Pelarut yang biasa
digunakan adalah NaCN, KCN, Ca(CN)2, atau campuran ketiganya.
Pelarut yang paling sering digunakan adalah NaCN karena mampu
melarutkan emas lebih baik dari pelarut lainnya. Secara umum reaksi
pelarutan emas (Au) dan perak (Ag) adalah sebagai berikut:

4 Au + 8 NaCN + O2 + 2 H2O = 4 NaAu(CN)2 + 4 NaOH


4 Ag + 8 NaCN + O2 + 2 H2O = 4 NaAg(CN)2 + 4 NaOH

Hasil sianidasi berupa larutan kaya (rich solution) dan padatan


yang masih mengandung mineral sulfida berat seperti galena, sfalerit
dan lainnya. Untuk memisahkan padatan dan larutan kaya tersebut

141
dilakukan pemekatan (thickening) dan selanjutnya difiltrasi. Padatan
dapat langsung dibuang ke pond atau diflotasi terlebih dahulu untuk
diambil galena dan sfaleritnya. Larutan kaya selanjutnya dipresipitasi,
dengan cara sebagai berikut.
Larutan kaya dilewatkan ke tangki klarifikasi, dideaerasi (udara
dikeluarkan dengan divakumkan sampai 15 cm Hg). Larutan diberi zinc
dust (powder) dan dialirkan melalui kantong presipitat. Maka terbentuk
presipitat emas dengan kadar sekitar 16 gram/kg.
Zn + NaAu (CN)2 + 2NaOH + H2O = NaOH + Na2Zn(CN)4 + Au
+ H2
Zn + NaAg (CN)2 + 2NaOH + H2O = NaOH + Na2Zn(CN)4 + Ag
+ H2
Penambahan serbuk seng tersebut diperkirakan 0,17 kg per ton bijih.

Gambar 5.22.
Proses sianidasi bijih emas dalam tangki sianidasi

Larutan sisa disebut barren solution, masih mengandung emas


sekitar 0,045 gram/ton dan mempunyai kekuatan sianida sekitar 0,04%.
Larutan ini dapat diresirkulasi sehingga menghemat pemakaian sianida
sekitar 30%. Disamping itu karena barren solution tidak dibuang, maka
dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Presipitat dilebur dan
dimurnikan dengan cara electrorefining, sehingga diperoleh emas
murni. Metode perolehan emas dengan pengendapan oleh zinc dust ini
disebut Merril Crowe dengan diagram alir sebagai berikut.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


142
Bab 5 Pengolahan

Gambar 5.23.
Diagram alir pengolahan emas dengan cara sianidasi Merryl Crowe

Cara sianidasi yang lain adalah Carbon in Leach (CIL), cara ini
diterapkan untuk bijih yang mengandung banyak mineral lempung
sehingga mudah membentuk lumpur (slime). Pada metode ini proses
sianidasi dilakukan bersamaan dengan penyerapan karbon aktif, diikuti
pemisahan lumpur dan karbon. Lumpur sebagai tailing dipekatkan dan
dapat digunakan sebagai backfill ke lokasi penambangan dan sebagian
ke dam pembuangan. Sedangkan emas yang terserap pada karbon
dilepaskan dengan proses elution dan seterusnya dilakukan
electrowinning untuk dilebur menjadi bullion. Gambaran prosesnya
secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 6.24.

143
Gambar 5.24.
Diagram alir sianidasi dengan CIL

Untuk bijih emas kadar rendah dapat dilakukan metode pelindian


onggok atau tumpuk (heap leaching) dengan kriteria sebagai berikut:
• Berbentuk onggokan (tumpukan) bijih yang dialiri larutan sianida 10
3
liter/jam per m
• Bijih berkadar rendah, poros dan posisi emasnya tersingkap, tidak
berlempung.
• Bilakukan di lapangan tanpa adanya penggerusan terlebih dahulu,
biasanya <10 cm
• Pengaliran berakhir setelah kadar bijih umumnya setelah kurang
dari 0,5 ppm
Adapun tahapan proses yang dilakukan sebagaimana ditunjukkan
Gambar 6.25 sebagai berikut :

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


144
Bab 5 Pengolahan

Gambar 5.25
Skema cara sianidasi onggok (Heap Leaching)

Gambar 5.26
Proses pengolahan dengan cara pelindian onggok (Heap Leaching) di
Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

145
5.3.2. Amalgamasi
Amalgamasi merupakan proses ekstraksi emas dengan cara
mencampur bijih emas dengan merkuri (air raksa). Metode ini cocok
untuk bijih tipe emas native (80-95% Au) dan electrum (50% Au)
dengan ukuran butir emas yang relatif kasar. Partikel-partikel emas dan
perak akan berikatan dengan merkuri membentuk amalgam (AuHg2,
Au2Hg, Au3Hg). Tahapan kerja yang biasa dilakukan adalah sebagai
berikut :
1) Penghilangan partikel halus berupa lumpur (desliming).
2) Penggerusan, pada tahap ini ke dalam alat penggerus (gelundung)
dimasukkan bahan-bahan berikut : air secukupnya sehingga
diperoleh 40%-50% padatan, bahan pengatur pH, batang
penggerus. Waktu penggerusan sekitar 6 jam.
3) Pengeluaran lumpur dan batang-batang penggerus.
3) Penambahan merkuri secukupnya, lalu gelundung diputar lagi
selama 2 jam.
4) Diperoleh produk amalgam basah dan tailing. Amalgam basah
ditampung selanjutnya didulang sehingga diperoleh amalgam yang
lebih bersih.
5) Fitrasi (pemerasan) amalgam dengan kain parasut untuk
memisahkan merkuri dari amalgam menghasilkan amalgam kering
dan merkuri. Merkuri ini dapat digunakan kembali untuk proses
amalgamasi.
7) Penggarangan amalgam, untuk memperoleh bullion emas.
8) Pemurnian dengan cara parting atau khlorinasi.

Gambar 5.27. Amalgamator (gelundung)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


146
Bab 5 Pengolahan



 

 


  








 





  

 

 


Gambar 5.28.
Diagram alir proses amalgamasi

Pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi banyak


dilakukan oleh penambang rakyat karena prosesnya sederhana serta
waktu yang diperlukan relatif singkat. Kelemahan metode ini yaitu
perolehannya relatif rendah dan dampak negatif merkuri terhadap
kesehatan penambang dan lingkungan sekitarnya.

147
Gambar 5.29
Proses penumbukan bijih emas dan pengerusan (bersamaan dengan
amalgmasi) di Cineam, Tasikmalaya, Jawa Barat

Gambar 5.30.
Pemerasan amalgam dan amalgam kering

Gambar 5.31.
Penggarangan amalgam dan bullion (campuran emas dan perak)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


148
Bab 5 Pengolahan

5.4. PEMURNIAN
Pemurnian adalah proses peningkatan mutu produk logam mentah
menjadi logam mendekati murni. Tahapan yang dilakukan adalah
elektrowinning, smelting dan refining.
Electrowinning adalah ekstraksi emas dan perak yang terdapat
pada larutan kaya (Pregnant Liquid Solution) hasil pelindian sianidasi
dengan cara mengendapkan logam tersebut dengan bantuan energi
listrik. Arus listrik searah dialirkan ke sistem sehingga terjadi reaksi
reduksi pada katoda dan oksidasi pada anoda.
+ -
Anoda : 2H2O = O2 + 4H + 4e
+ -
Katoda : Au + e = Au(s)
+ -
Ag + e = Ag(s)
Pada proses ini, emas dan perak akan mengendap pada katoda
sebagai cake yang dapat langsung dilebur. Pada proses ini juga
+
dilepaskan H yang membuat pH menjadi turun sehingga berisiko
mengasilkan gas HCN yang sangat berbahaya dan bersifat korosif
terhadap anoda, untuk itu larutan harus dijaga diatas pH 12,5.
Lumpur campuran emas dan perak (cake) selanjutnya dilebur
(smelting) pada temperatur 1200° C. Pada proses ini ditambahkan
boraks (Na2B4O7 .10H2O) sebagai fluks yang berfungsi mengikat
kotoran pengganggu sehingga lelehan logam (matte) akan berada di
bawah sedangkan bagian atas disebut terak (slag) akan ditangkap oleh
silika berupa semacam kaca yang mudah untuk dipecahkan. Produk
proses ini adalah dore bullion (paduan Au-Ag).

Gambar 5.32
Penampang sel electrowinning

149
Dore bullion selanjutnya dilakukan refining untuk mendapat emas
murni (99,99%). Metode yang umum dilakukan adalah electrorefining
dimana anoda yang digunakan berupa dore bullion dari hasil smelting,
elektrolit yang digunakan adalah larutan AgNO3. Pada proses ini emas
akan terbentuk pada katoda dan perak pada anoda. Akhirnya emas dan
perak tersebut dilebur membentuk emas batangan dan perak batangan.

Gambar 5.33.
Emas batangan PT Aneka Tambang

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


150
Tambang
TAMBANG :

PABRIK PENGOLAHAN • Air Asam Tambang


• Kestabilan lereng
• Pengelolaan overburden
Aghawagon
- Pembuangan Tailing • Keanekaragaman hayati
- Limbah B3 Laboratorium
MODIFIED AJKWA DEPOSITION AREA
S. Otomona
- Emisi Udara (ModADA) – 230 Km2

- Pembuangan Tailing

Titik Penaatan

S. Ajkwa Tanggul Timur


Diversi S. Ajkwa
Tanggul Barat
DEWATERING PLANT

- Emisi Udara

- Limbah Cair
- Limbah B3
LINGKUP PENGAWASAN Estuary

BAB 6
KONSERVASI
SUMBER DAYA MINERAL
BAB 6
KONSERVASI SUMBER DAYA MINERAL

Konservasi sumber daya mineral merupakan upaya untuk


terwujudnya pengelolaan sumber daya mineral secara optimal
dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan, kemampuan
perkembangan teknologi, ekonomi, sosial budaya, politik, dan
sektor-sektor lain yang terkait.
Beberapa aspek konservasi yang harus diperhatikan antara lain
:
o Sumber daya emas berkadar rendah / marginal.
o Sumber daya mineral tertinggal / berpotensi terbuang.
o Mineral lain dan Mineral ikutan.
o Tailing.
o Nilai tambah.
o Penanganan lingkungan.
o Reklamasi

6.1. Sumber Daya Emas Berkadar Rendah / Marginal


Cebakan bijih emas kadarnya sangat bervariasi ada yang
berkadar tinggi, medium dan rendah. Dalam penambangan emas
dikenal istilah cut off grade yaitu batas kadar rata-rata emas
terendah dalam bijih yang ekonomis untuk ditambang. Oleh karena
itu, dalam penambangan emas biasanya dilakukan pencampuran
(blending) antara bijih yang berkadar tinggi dengan yang berkadar di
bawah cut off grade sehingga masih bernilai ekonomis.
Apabila kondisi di atas belum dapat dilakukan terhadap seluruh
bijih berkadar rendah/marginal, maka bijih tersebut harus dilakukan
penanganan dan ditempatkan pada lokasi tertentu agar tidak
mengurangi kualitasnya.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


152
Bab 6 Konservasi Sumber Daya Mineral

Gambar 6.1
Peta lingkungan dan lokasi pengumpulan bijih kadar rendah (warna oranye)
daerah Gosowong, Provinsi Maluku Utara
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 6.2
Bijih emas berkadar rendah yang tertambang namun belum diolah,
sementara disimpan pada stock pile dengan kadar emas 2,78 ppm pada tipe
urat di daerah Gosowong, Kabupaten Halmahera Utara,
Provinsi Maluku Utara
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

153
Gambar 6.3
“East Dump” sebagai lokasi penyimpanan bijih emas berkadar rendah yang
ikut tertambang di Batu Hijau, Provinsi Nusa Tenggara Barat
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

6.2. Sumber Daya/cadangan Mineral Tertinggal


Sumber daya /cadangan mineral tertinggal adalah sumber
daya/cadangan mineral yang kemungkinan masih mempunyai
potensi ekonomi berupa mineral utama, mineral ikutan maupun
mineral lain pada wilayah bekas penambangan dengan sistem
penambangan dan pengolahan tertentu, pertimbangan aspek teknis,
ekonomi dan atau sosial belum dimanfaatkan.
Berakhirnya kegiatan penambangan tidak selalu diakibatkan
oleh habisnya cadangan layak tambang, tetapi dapat disebabkan
oleh faktor lain, antara lain oleh kendala teknologi, ekonomi, politik
dan sosial masyarakat. Oleh karena itu, perencanaan penanganan
sumber daya /cadangan mineral tertinggal dalam kegiatan
penambangan perlu dilakukan agar terinventarisir besarnya potensi
tersebut yang kemungkinan tidak akan termanfaatkan pada saat itu.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


154
Bab 6 Konservasi Sumber Daya Mineral

Gambar 6.4
Model Penampang Final Pit Toguraci AMD 9550 N, Kabupaten Halmahera
Utara. (Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 6.5
Sumber daya tertinggal yang belum terganggu keberadaannya berupa bijih
emas (urat kuarsa) di Gosowong, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi
Maluku Utara. (Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

155
6.3. Mineral Lain
Mineral lain adalah sumber daya mineral yang berada di
wilayah izin usaha pertambangan, namun tidak termasuk mineral
utama yang diusahakan. Beberapa mineral lain yang dapat hadir di
dalam wilayah pertambangan emas antara lain pasir kuarsa, pasir
batu dan kaolin.
Pada cebakan emas aluvial umumnya pasir kuarsa dan pasir
batu berbagai ukuran merupakan mineral lain yang dapat
dimanfaatkan.

Gambar 6.6
Pasir kuarsa sebagai mineral lain pada pertambangan emas aluvial di Muara
Bungo.(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 6.7
A). Batu cincin bahan dari fragmen silika cebakan emas aluvial, (B).
Fragmen silika pada cebakan emas aluvial, Cempaka, Martapura, Kalsel.
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


156
Bab 6 Konservasi Sumber Daya Mineral

6.4. Mineral Ikutan


Mineral ikutan adalah mineral/unsur selain mineral/unsur utama
yang diusahakan menurut genesanya terjadi secara bersama-sama
dengan mineral utama.
Dalam penambangan emas primer, mineral-mineral ikutan yang
terdapat di dalam penambangan tersebut tergantung dari jenis
mineralisasinya. Beberapa mineral ikutan tersebut antara lain :
kalkopirit, pirit, arsenopirit, galena, kuarsa.
Pada penambangan emas sekunder, mineral-mineral ikutan
yang terdapat di dalam penambangan tersebut antara lain : zirkon,
magnetit, pirit, ilmenit, kuarsa.

Gambar 6.8
Pengolahan tailing endapan emas aluvial untuk memperoleh magnetit dan
ilmenit (gumang (istilah setempat)) di Monterado, Kabupaten Sanggau,
Provinsi Kalimantan Barat (Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

6.5. Tailing
Ampas (Tailing) adalah bagian dari hasil pemrosesan mineral
dengan sistem pengolahan tertentu yang tidak dikehendaki karena
dianggap sudah tidak mengandung mineral berharga lagi. Namun,
mengingat perolehan pengolahan yang tidak mencapai 100% maka
masih memungkinkan terdapat emas di dalam tailing tersebut, oleh
karena itu saat ini relatif banyak kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat untuk memperoleh kembali emas yang terbuang di
dalam tailing.

157
Pengolahan tailing yang dilakukan dapat dibedakan
berdasarkan tipe cebakan emasnya. Berikut ini pengolahan tailing
yang dilakukan pada beberapa tempat di Indonesia.

6.5.1. Tailing dari Tambang Rakyat Emas Tipe Urat.


Penambangan rakyat umumnya melakukan penambangan dan
pengolahan bijih emas primer yang berasal dari emas tipe urat
(hidrotermal) karena kandungan emas dalam bijihnya relatif tinggi.
Tailing yang dihasilkan dari hasil pengolahan dengan cara
amalgamasi selanjutnya dilakukan pengolahan lagi dengan berbagai
cara, antara lain :
o Dialirkan melalui sluice box untuk memperoleh mineral beratnya
yang selanjutnya didulang untuk memperoleh emas.
o Dilakukan proses amalgamasi dengan menggunakan gelundung
yang digerakkan oleh tenaga air dari sungai.
o Dilakukan pendulangan untuk memperoleh amalgam yang
terbuang ke dalam tailing.
o Dikumpulkan dengan menggunakan karung yang selanjutnya
dimasukkan ke dalam reaktor sianidasi sederhana dengan
kemampuan mengolah kurang lebih 1 ton tailing untuk
memperoleh emas.

Gambar 6.9
Tailing yang dimasukkan ke dalam sluice box kemudian didulang untuk
memperoleh logam berat dan amalgam di Selogiri, Kabupaten Wonogiri,
Provinsi Jawa Tengah (Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


158
Bab 6 Konservasi Sumber Daya Mineral

Gambar 6.10
Tailing yang diolah kembali dengan cara amalgamasi untuk memperoleh
emas yang terbuang pada pengolahan sebelumnya,
di Buladu, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 6.11
Masyarakat mendulang tailing untuk mendapatkan merkuri yang terbuang
pada saat pengolahan, di Buladu, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

159
Gambar 6.12
Proses sianidasi terhadap tailing amalgamasi yang dikerjakan oleh PETI di
Desa Ake Sahu, Kecamatan Malifut,
Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

6.5.2. Tailing dari Perusahaan Pertambangan berupa Emas Tipe


Porfiri
Perusahaan pertambangan emas PT. Freeport Indonesia saat
ini mengolah emas yang berasal dari emas tipe porfiri dengan sistem
pengolahan flotasi, namun masih terdapat butiran-butiran emas yang
ikut terbuang ke dalam tailing yang dibuang ke aliran Sungai Aikwa
dan Sungai Otomona. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan
banyaknya penambang rakyat yang mengolah emas dengan cara
pendulangan dan menggunakan sluice box untuk memperoleh emas
tersebut.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


160
Bab 6 Konservasi Sumber Daya Mineral

Gambar 6.13
Pengolahan tailing PT.Freeport oleh rakyat dengan menggunakan
sluice box di Sungai Otomona, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

6.5.3. Tailing dari tambang Rakyat Emas Aluvial


Pada tambang rakyat yang mengolah emas aluvial umumnya
dalam tailing yang dibuang masih mengandung emas dan mineral
ikutan berharga lainnya.
Cara yang umum dilakukan untuk memperoleh mineral
berharga pada tailing yaitu dengan cara mengalirkan tailing tersebut
melalui sluice box sederhana untuk memperoleh mineral beratnya
yang selanjutnya didulang untuk memperoleh emas dan mineral
ikutanya.
Di Kabupaten Kotawaringin, pada penambangan emas aluvial
dilakukan pengolahan tailing pertambangan tersebut dengan
menggunakan sluice box dan selanjutnya pendulangan untuk
memperoleh mineral zirkon.
Di Monterado, Kabupaten Sanggau, para penambang rakyat
melakukan pengolahan tailing untuk memperoleh mineral magnetit
dan ilmenit yang dalam istilah daerah setempat disebut gumang.

161
Gambar 6.14
Tailing dari penambangan emas aluvial dimasukkan ke dalam sluice box
kemudian di dulang untuk memperoleh mineral zircon, di Kabupaten
Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

6.6. Nilai Tambah


Umumnya emas hadir berasosiasi dengan unsur/mineral
lainnya yang tergantung dari jenis mineralisasi. Oleh karena itu
dalam pengolahan untuk memperoleh emas umumnya akan
diperoleh mineral lain sebagai produk samping (by product)
sehingga hal tersebut akan memberikan nilai tambah dalam
penambangan emas tersebut.
Cara untuk memperoleh produk samping tersebut dapat
dilakukan karena proses pemisahan dengan menggunakan alat
konsentrator sehingga beberapa mineral dapat dipisahkan dengan
emas, seperti mineral zirkon, magnetit, ilmenit dll. Hal lain
disebabkan karena adanya proses penambahan larutan kimia atau
ekstraksi yang mengakibatkan terjadinya proses kimiawi sehingga
menghasilkan bahan lain sebagai produk samping seperti gypsum,
merkuri, sulfat, slag besi.

6.7. Pengelolaan Lingkungan


Kegiatan penambangan bijih emas sama seperti kegiatan
penambangan lainnya, hamper selalu mempunyai dampak terhadap
lingkungan di sekitarnya. Besar dampak yang terjadi ditentukan oleh
berbagai faktor, bergantung pada sistem penambangan dan
teknologi yang dipilih. Dampak yang terjadi pada tambang

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


162
Bab 6 Konservasi Sumber Daya Mineral

permukaan dan tambang bawah permukaan akan berbeda intensitas


dan luas penyebarannya.
Pada tambang permukaan, masalah lingkungan yang muncul
antara lain perubahan kesuburan tanah akibat penggalian dan
penimbunan tanah penutup, erosi, longsor, perubahan aliran air
permukaan dan pendangkalan sungai, penurunan kualitas udara
ambien dan air permukaan, sedangkan pengaruhnya terhadap air
tanah dapat merubah pola drainase dan membuat genangan air di
bekas penambangan.
Pada tambang bawah permukaan karena penggalian berada di
bawah permukaan tanah, masalah lingkungan yang muncul adalah
penumpukan material galian, air tambang yang membawa lumpur
dan bersifat asam akan mengalir ke sungai sehingga mencemari
kualitas perairan. Disamping itu masalah lingkungan yang mungkin
terjadi adalah terjadinya ambrukan (subsidence) jika tidak dilakukan
penyanggaan yang memadai pada rongga bekas penambangan
(slope). Walaupun demikian, komponen lingkungan yang terkena
oleh kegiatan tambang permukaan dan tambang bawah permukaan
yaitu komponen geobiofisik dan soskesmas.
Dalam pelaksanaan pengawasan lingkungan hidup pada
kegiatan pertambangan dilakukan pengawasan berupa kegiatan
yang dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh pejabat
pengawas lingkungan hidup dan pejabat pengawas lingkungan hidup
daerah untuk mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab usaha
dan atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan pengendalian pencemaran dan atau kerusakan
lingkungan hidup. Dasar hukum dalam melakukan pengawasan
lingkungan hidup yaitu pasal 22 UU No. 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan pasal 32 PP No. 27 Tahun 1999
Tentang AMDAL.
Metode Pengawasan yang dilakukan antara lain :
1. Evaluasi atas laporan hasil pelaksanaan RKL/RPL yang
disampaikan perusahaan secara berkala
2. Evaluasi atas hasil uji/analisis laboratorium independen (air
limbah dan emisi udara)
3. Evaluasi/pemantauan langsung di lapangan
4. Evaluasi atas laporan hasil studi lingkungan lainnya :
Environmental Risk Assesment (ERA), Environmental Audit
(Audit Lingkungan)
5. Evaluasi pelaksanaan ketentuan perijinan dibidang lingkungan
hidup

163
164
Emas
Di Indonesia
Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya
Gambar 6.15
Lingkup pengawasan lingkungan hidup yang dilakukan pada PT. Freeport Indonesia Corporation
(Sumber Kementerian Lingkungan Hidup)
Bab 6 Konservasi Sumber Daya Mineral

6.8. Reklamasi
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau
menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan
usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna
sesuai peruntukannya.
Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang
kompleks dan sangat rumit, sarat resiko, merupakan kegiatan usaha
jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat modal, dan aturan
regulasi yang dikeluarkan dari beberapa sektor. Selain itu, kegiatan
pertambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar,
sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak tahap
awal sampai pasca tambang. Pada saat membuka tambang, sudah
harus tahu bagaimana menutup tambang. Rehabilitasi/reklamasi
tambang bersifat progresif, sesuai rencana tata guna lahan pasca
tambang
Salah satu kegiatan pengakhiran tambang, yaitu reklamasi,
yang merupakan upaya penataan kembali daerah bekas tambang
agar bisa menjadi daerah bermanfaat dan berdayaguna. Reklamasi
tidak berarti akan mengembalikan seratus persen sama dengan
kondisi rona awal. Sebuah lahan atau gunung yang dikupas untuk
diambil isinya hingga kedalaman ratusan meter bahkan sampai
ribuan meter, walaupun sistem gali timbun (back filling) diterapkan
tetap akan meninggalkan lubang besar seperti danau (Herlina,
2004).
Teknik rehabilitasi meliputi regarding, reconturing, dan
penanaman kembali permukaan tanah yang tergradasi,
penampungan dan pengelolaan racun dan air asam tambang (AAT)
dengan menggunakan penghalang fisik maupun tumbuhan untuk
mencegah erosi atau terbentuknya AAT. Permasalahan yang perlu
dipertimbangkan dalam penetapan rencana reklamasi meliputi :
o Pengisian kembali bekas tambang, penebaran tanah pucuk dan
penataan kembali lahan bekas tambang serta penataan lahan
bagi pertambangan yang kegiatannya tidak dilakukan pengisian
kembali
o Stabilitas jangka panjang, penampungan tailing, kestabilan
lereng dan permukaan timbunan, pengendalian erosi dan
pengelolaan air.
o Keamanan tambang terbuka, longsoran, pengelolaan B3 dan
bahaya radiasi

165
o Karakteristik fisik kandungan bahan nutrient dan sifat beracun
tailing atau limbah batuan yang dapat berpengaruh terhadap
kegiatan revegetasi
o Pencegahan dan penanggulangan air asam tambang, potensi
terjadinya AAT dari bukaan tambang yang terlantar, pengelolaan
tailing dan timbunan limbah batuan (sebagai akibat oksidasi
sulfida yang terdapat dalam bijih atau limbah batuan)
o Penanganan potensi timbulnya gas metan dan emisinya dari
tambang batubara (Karliansyah, 2001).
o Sulfida logam yang masih terkandung pada tailing atau waste
merupakan pengotor yang potensial akan menjadi bahan toksik
dan penghasil air asam tambang yang akan mencemari
lingkungan, pemanfaatan sulfida logam tersebut merupakan
salah satu alternatif penanganan. Demikian juga kandungan
mineral ekonomi yang lain, diperlukan upaya pemanfaatan.
o Penanganan/penyimpanan bahan galian yang masih potensial
untuk menjadi bernilai ekonomi baik dalam kondisi in-situ,
berupa tailing atau waste.

Gambar 6.16
Pengurugan kembali bekas tambang emas di Wetar
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


166
Bab 6 Konservasi Sumber Daya Mineral

Sebelum direklamasi Sesudah direklamasi

Gambar 6.17
Situasi PIT Midas sebelum direklamasi (kiri) dan setelah direklamasi (kanan)
di Gosowong, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

167
Tabel 7.1. Lokasi Sumber Daya dan Cadangan Emas di Pulau Sumatera

TINGKAT SUMBER DAYA BIJIH ( ton ) CADANGAN BIJIH (ton)


No. LOKASI PROPINSI KETERANGAN SUMBER DATA
PENYELIDIKAN HIPOTETIK TEREKA TERTUNJUK TERUKUR TERKIRA TERBUKTI
1 Miwah Aceh Eksplorasi - - 20.000.000 - - - Kadar 0,28 - 3,36 gr/ton Au

2 Uluala Hulu Sumatera Utara Eksplorasi 490.000 770.000 Kadar 1,5 - 2,3 gr/ton Au

3 Ramba Joring Sumatera Utara Eksplorasi - 4.640.000 33.710.000 - - Kadar 1,0 gr/ton Au
G-Resources Ore Reserve
Explanatory Notes as at 28
4 Pit 1 Sumatera Utara Eksplorasi - 41.240.000 36.440.000 4.360.000 30.600.000 4.400.000 Kadar 1,3 - 3,1 gr/ton Au
October 2013

5 Barani Sumatera Utara Eksplorasi 6.600.000 10.300.000 4.500.000 Kadar 1,0 dan 1,6 gr/ton Au

6 Sihayo 1 North Sumatera Utara Eksplorasi Rinci - 1.100.000 8.500.000 - Kadar 2,3-3g/t Au Sihayo Gold, Annual Report
2010
7 Sambung Sumatera Utara Eksplorasi Rinci - 1.100.000 - Tipe urat dengan kadar 2,6 gr/ton
Au

8 Pagaran Siayu Sumatera Utara Prospeksi - 65.000 - - - - Bj.terdpt diantara btgamping & Van Bemmelen, R.W. 1949,
granit dengan kadar 9,2 gr/ton Au, The Geology of Indonesia,
3,63% Cu sebagai mineral ikutan vol.II, p.-150

9 Balimbing Sumatera Barat Eksplorasi Rinci - - - 75.000 - - Ditambang tahun 1931-1934 dan Laporan tahunan P2K Subdit
kadar 6,6 gr/t Au dan 4,5 gr/t Ag Konservasi T.A. 2005

10 Mangani Sumatera Barat Eksplorasi Rinci - - - 900.000 - - Th 1912-1913 : 550,2 kg Au, Sumatra Minjnen Syndicaat
237.139 kg Ag dengan kadar 6.5
gr/ton Au, 265 gr/ton Ag.

11 Daerah Pulau Punjung Sumatera Barat Eksplorasi Rinci - - - 18.697 - - Pernah ditambang th 1917-1918
dengan kadar 2,534 gr/ton Au
12 Kinandam Sumatera Barat Eksplorasi Rinci - - - 6.000 - - Pernah ditambang th 1917-1918 Kinandam Sumatra Mining
dan dengan mineral ikutan perak, Co
Au : Ag = 1 : 2
13 Salida Sumatera Barat Eksplorasi Rinci - - - 579.000 - - Pernah ditambang th 1914-1928 Kinandam Sumatra Mining
dan dengan mineral ikutan perak, Company
Au : Ag 1 : 36
14 Daerah Batangkapas Sumatera Barat Eksplorasi Rinci - - - 106.000 - - Ditambang tahun 1935-1940 dan
dengan mineral ikutan perak, Au :
Ag 1 : 10
15 S. Gembir, S. Jambi Prospeksi Kadar tidak diketahui, Lokasi PETI Lap. Tahunan Konservasi
Mengkuang, T.A. 2004
Tambangcucur, S. Benit
16 Ampar Tengah Jambi Eksplorasi - 3.000.000 - - - - Urat bx Hidrothermal, kadar 1 - 4,5 PT. Target Mas Perdana,
g/t Au 1999

EMAS DI INDONESIA, Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya. 133

BAB 7
KETERDAPATAN EMAS
DI INDONESIA
BAB 7
KETERDAPATAN EMAS DI INDONESIA

Potensi cebakan emas di Indonesia berdasarkan jenisnya dapat


dibagi menjadi cebakan emas primer dan endapan emas aluvial.
Sebaran cebakan dan endapan tersebut dapat dijumpai tersebar di
beberapa pulau di Indonesia.
Cebakan emas primer tersebut terdapat dalam berbagai tipe
diantaranya epitermal, porfiri dan skarn. Cebakan bijih emas tipe
epitermal urat cenderung berkadar tinggi dan berasosiasi dengan
perak, tipe porfiri dan skarn umumnya berkadar rendah dan
berasosiasi dengan tembaga. Hampir semua cebakan emas tersebut
terbentuk dalam busur magmatik Neogen dan umumnya terdapat
dalam batuan volkanik berselingan dengan batuan sedimen laut (tipe
epitermal) dan batuan terobosan (porfiri).
Sebaran kandungan – tonase untuk cebakan emas epitermal,
skarn dan tembaga porfir Indonesia yang digambarkan dalam sekala
log – log memperlihatkan bahwa cebakan emas tipe epitermal
umumnya mempunyai kandungan emas antara 1 ton hingga 100 ton,
kecuali cebakan Gunung Pongkor, Kelian dan Purnama, sedangkan
cebakan tipe skarn dan porfir umumnya mengandung emas antara
10 ton hingga 100 ton, kecuali Kucing Liar dan Buduk.

Gambar 7.1. Karakteristik ukuran dan kandungan emas (sumberdaya di


tempat) untuk cebakan emas epitermal, skarn dan tembaga emas porfiri
pilihan di Indonesia (van Leuwen, 1994).

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


170
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

Total sumber daya bijih cebakan emas primer adalah


9.438.391.459,53 ton dengan kandungan logam emas 7.374,38 ton,
sedangkan total cadangannya untuk bijih 3.248.144.000,13 ton dan
logam emas 3.542,78 ton. Berdasarkan klasifikasi status sumber
dayanya, bijih dengan status sumberdaya terukur merupakan yang
terbesar (43,68 %), sedangkan untuk cadangan, bijih emas terbesar
berada pada status cadangan terbukti (97,11%). Hal ini
mencerminkan bahwa kegiatan produksi emas akan terus
meningkat.
Gambar di bawah menunjukkan sebaran sumberdaya cebakan
emas berdasarkan tipe mineralisasinya dan busur magmatik di
Indonesia.

Gambar 7.2. Peta sebaran sumber data cebakan emas berdasarkan tipe
mineralisasinya di Indonesia
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Potensi sumber daya emas aluvial di Indonesia banyak dijumpai


di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Emas aluvial dengan
sumber daya kecil dijumpai pula di Pulau Jawa yaitu di Banyumas,
Jawa Tengah. Emas aluvial di Indonesia umumnya pernah
diusahakan, sehingga potensi pada saat ini merupakan sumber daya
tersisa dari aktivitas penambangan masa lalu.
Berikut ini lokasi-lokasi keterdapatan logam emas di berbagai
pulau di Indonesia :

7.1. Sumatera
Di Sumatera, lokasi sumber daya dan cadangan bijih emas
primer dijumpai di beberapa provinsi: Aceh, Sumatera Utara,

171
Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung,
sedangkan emas plaser dijumpai di Provinsi Riau, Provinsi Sumatera
Barat dan Provinsi Jambi.
Di Provinsi Aceh, mineralisasi emas dijumpai di Miwah,
Kabupaten Aceh Utara, Aceh Barat, Kabupaten Aceh Tengah dan
Kabupaten Aceh Tenggara berupa sistem emas epitermal sulfidasi
tinggi dengan sumber daya tertunjuk 20.000.000 ton dan kadar Au
0,28 - 3,36 gr/ton. Kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan sampai
Desember 2010 menunjukkan dua komponen mineralisasi, yaitu
zona tabular yang tebal dan luas (Miwah Main Zone) dan zona
breksi vertikal (South Miwah Bluff). Selain itu ditemukan pula
endapan plaser di Sungai Woyla dengan sumber daya terukur
18.276.720 ton bijih berkadar Au 287 mg/ml dan sumber daya tereka
15.000.000 ton bijih, kadar Au 196 mg/ml. Selain lokasi yang sudah
memiliki data sumber daya dan cadangan, beberapa lokasi indikasi
mineralisasi emas juga terdata. Di Kabupaten Aceh Besar indikasi
mineralisasi dijumpai seperti : Di Pulau Brueh Kecamatan Pulo Aceh
bersama dengan mineralisasi malakhit, kalkopirit dan azurit pada
urat kuarsa pada Diorit Raya. Hasil analisis menunjukkan kadar Au
32 ppm, Ag 110 ppb dan Cu 6800 ppm, di Pulau Nasi Kecamatan
Pulau Aceh dengan mineralisasi pirit yang terdapat pada conto
batuan meta sedimen. Hasil analisis menunjukkan kadar 34 ppb Au,
60 ppb Ag dan 0,18 ppm Cu. Di Kabupaten Aceh Barat indikasi
mineralisasi emas ditemukan di dua daerah prospek sebagai berikut
:
 Prospek Beutong di Kecamatan Beutong dengan ciri mineral
sulfida jenis pirit dengan kadar emas mencapai 0,13 ppm dan
1,14 % Cu. Mineralisasi terjadi pada batuan intrusi teralterasi kuat
dengan ubahan mineral potasik dan magnetit.
 Prospek Krueng Tadu di Kecamatan Krueng Tadu mineralisasi
sulfida jenis pirit pada batuan ofiolit dengan kadar emas
mencapai 0,15 ppm, 1,015 % Cu, 194 ppm PB dan 1,27% Zn.
 Prospek Woyla adalah endapan emas aluvial Aratutut dengan
sumber daya terindikasi mencapai 32.250.000 ton dengan kadar
3
196 mg/m .
 Prospek Calang, Kecamatan Sungai Mas adalah endapan pirit
pada urat kuarsa yang berasosiasi dengan malakhit, azurit, bornit
dan pirit dengan kadar Au 70 ppb, Ag 0,5 ppm, Cu 0,17 ppm dan
Pb 21 ppb.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


172
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

Di Sumatera Utara, sumber daya dan cadangan emas dijumpai


di beberapa lokasi yang berada di 2 wilayah kontrak karya, yaitu
Prospek Martabe dan Prospek Sihayo Pungkut. Prospek Martabe di
Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan mineralisasi hidrotermal
emas, perak dan tembaga dengan sekuen lava, breksi volkanik dan
breksi hidrotermal. 5 lokasi prospek, Purnama, Baskara, Pelangi,
Kerjora, dan Gerhana teridentifikasi dan saat ini berubah sesuai
dengan penggunaan lokal menjadi Pit 1, Ramba Joring, Barani, Tor
Uluala and Uluala Hulu. Prospek Sihayo Pungkut merupakan
prospek emas-perak yang teridentifikasi lebih dari 20 jenis
mineralisasi diantaranya model cebakan emas pada batuan
karbonat, urat emas epitermal sulfidasi rendah – sedang, skarn
emas-tembaga, porfiri tembaga-emas dan skarn timal-seng. Prospek
ini terletak di Kabupaten Mandailing Natal dan yang telah memiliki
sumber daya dan atau cadangan di 2 lokasi yaitu Sihayo dan
Sambung.
Di Sumatera Barat terdapat di Muara Sipongi dan pernah
ditambang pada 1936 - 1939 menghasilkan 0,3 - 0,6 ton emas, di
Balimbing dan Gunung Arum dengan tipe endapan epitermal
produksinya sekitar 0,5 ton (Tahun 1931 - 1940), di Salido dengan
tipe endapan epitermal produksinya 3 ton (Tahun 1914 - 1940) serta
di Bulangsi (menghasilkan emas sekitar 4 kg). Di Mangani dan
sekitarnya (Sumatera Barat), emas berasosiasi dengan perak sulfida
rendah epitermal, sedangkan di Kinandam jumlah sumber daya bijih
terukur adalah 6.000 ton. Sumber daya bijih emas terukur di Sawah
Lunto sebesar 18.700 ton dengan kadar Au 2,5 g/ton, sedangkan di
Limapuluh Kota, Pasaman, Sungai Kersik Putih dan Sungai
Sisangan, endapan emas sedang dalam proses eksplorasi tinjau.
Di Provinsi Riau, emas umumnya terdapat sebagai endapan
plaser di Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten
Kuantan Sengingi dan Kabupaten Indragiri Hulu. Di Kabupaten
Bengkalis ditemukan berasosiasi dengan platina dengan sumber
3
daya tereka 45.000.000 ton bijih dan kadarAu 180 mg/m , antara
tahun1937- 1940 telah diproduksi sekitar 1 ton. Di Kabupaten
Kuantan Sengingi dan Kabupaten Indragiri Hulu dengan sumber
daya terukur 1.124.512 ton dan tereka 307.545 ton kadar Au 0,164
3
g/m , dan di Sungai Sengingi dengan sumber daya terindikasi
3
59.470.542,86 ton dengan kadar Au 0,28 g/m . Emas primer
terdapat di Kabupaten Kuantan Sengingi dengan sumber daya
terukur 47.581 ton bijih berkadar Au 0,12 - 0,75 g/ton. Emas primer

173
juga terdapat di Sungai Abubulu Kiri dan Sungai Kaban Surau,
Sungai Emas, Sungai Pingping dan Bangkinang.
Emas primer di Jambi terdapat di Kabupaten Merangin dan
Kabupaten Bungo. Di Kabupaten Merangin mineralisasi emas
dijumpai di 3 lokasi, yaitu Ampar Tengah Mentenang Tengah dan
Kesisih Kiri, masing-masing berupa urat breksi hidrothermal, kadar
Au 1 - 4,5 g/t, urat lebar 2 m, kadar Au 20 g/ton dan urat dan
stockwork, kadar Au 0,52 g/ton.
Di Sumatera Selatan, mineralisasi emas oksida dijumpai di
Kecamatan Karangjaya dan Kecamatan Rawas Ulu Kabupaten Musi
Rawas dengan total sumber daya hipotetik 32.448.000 ton bijih dan
kandungan emas 6 juta ton. Sedangkan zona oksida dijumpai pada
C9 Tiris (Desa Muara Tiku, Desa Pulau Kidak) dengan sumber daya
bijih tertunjuk 7.740.000 ton dan kadar 0,28 gr/ton Au. Prospek
lainnya adalah Tembang dan Belinau dengan tipe epitermal sulfidasi
intermediate dengan total sumber daya 24.040.000 ton dan kadar Au
1,81-2,38 g/t
Di Bengkulu, emas ditemukan dengan model cebakan
berasosiasi dengan perak sulfida rendah epitermal seperti di
Kabupaten Rejang Rebong (diusahakan oleh perusahaan dengan
produksi 550 kg/ton). Produksi emas di Lebong Simpang, Lebong
Sulit dan Lebong Donok masing-masing sebesar 0,06 kg/ton (Tahun
1912 - 1925), 7 ton (Tahun 1903 - 1918) dan 42 ton. Emas di
Lebong Simau berupa emas sulfida rendah epitermal dengan
sumber daya terukur sebesar 260.000 ton bijih, sedangkan di daerah
Air Nokan, Air Pasang dan daerah Tambang Sawah mempunyai
sumber daya terukur 267.000 ton bijih dan kadar Au 9.73-13.83
g/ton.
Di Provinsi Lampung, emas primer terdapat di Kabupaten
Lampung Selatan dan Kabupaten Tanggamus. Mineralisasi di
daerah Way Linggo dan Way Semung, Kabupaten Tanggamus
menunjukkan sumber daya bijih tertunjuk, sumber daya bijih terukur
dan cadangan bijih terkira masing-masing 127.000 ton, 93.000 ton
dan 334.000 dengan kadar rata-rata Au 8,44 g/t. Emas di
Blambangan Ompu berkadar Au 2,6 g/ton dengan jumlah cadangan
6.000 ton bijih. Jumlah sumber daya terukur emas plaser
Blambangan Ompu adalah 182.587 ton bijih dan sumber daya
terindikasi 350.000 ton bijih dengan kadar Au 2,6 g/ton.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


174
Tabel 7.1. Lokasi Sumber Daya dan Cadangan Emas di Pulau Sumatera

SUMBER DAYA BIJIH ( ton ) CADANGAN BIJIH (ton)


TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN SUMBER DATA
PENYELIDIKAN
HIPOTETIK TEREKA TERTUNJUK TERUKUR TERKIRA TERBUKTI

Aceh Barat,
Kadar Au 0,94 gr/ton. high
Aceh Utara, May 2011, East Asia
1 Miwah Aceh Eksplorasi 99.100.000 4.900.000 - - sulphidation epithermal
Aceh Tengah, - - Minerals Corporation
gold prospect
Aceh Tenggara

Berdasarkan studi
kelayakan th 1985 dengan Study Kelayakan PT.
2 Lebong Tandai Bengkulu Bengkulu Utara Eksplorasi Rinci - - 310.900 -
- - kadar Au 11 gr/ton, Ag 436 Billiton 1985
gr/ton.
Kadar tidak ada data, Dinas ESDM bengkulu
3 Air Nora Bengkulu Bengkulu Utara Prospeksi 400.000 - - -
- - Lokasi PETI 2002
Kadar tidak ada data, Dinas ESDM bengkulu
4 Karang Suluh Bengkulu Bengkulu Utara Prospeksi 300.000 - - -
- - Lokasi PETI 2001
Pernah ditambang th 1910-
1940, dengan mineral
5 Lebong Simau Bengkulu Rejang Lebong Eksplorasi Rinci - - 260.000 - -
- - ikutan perak, Au : Ag = 1 :
14

Pernah ditambang th 1899- Dinas Energi dan Sumber


6 Lebong Donok Bengkulu Rejang Lebong Eksplorasi Rinci - - 3.243.000 - 1941, (Au 14,3 gr/t; Ag 79 Daya Mineral Propinsi
- -
gr/t) Bengkulu, 2003

Tipe urat, dengan kadar Au


0,03-30,31 g/ton, Ag 19,88-
Tambang Survey Kanwil DPE Prop.
7 Bengkulu Rejang Lebong Eksplorasi Rinci - - 265.000 - 98,59 g/t, Pb 13,99-341,2
Sawah - - Bengkulu 1998/1999.
g/t, Cu 24,88-628,75 g/t,
Mn 98,14-8575,5 g/t.
Pernah ditambang th 1903-
Dinas Energi dan Sumber
1918, Au 3,8 g/t; Ag 81 g/t;
8 Lebong Sulit Bengkulu Rejang Lebong Eksplorasi Rinci - - 513.000 - Daya Mineral Propinsi
- - Cu 0,56 %; Pb 0,77 % dan
Bengkulu, 2003
Zn 0,16 %
Pernah ditambang th 1925-
Lebong 1928-1940, dengan mineral
9 Bengkulu Bengkulu Utara Eksplorasi Rinci - - 88.000 - -
Simpang - - ikutan perak, Au : Ag = 1 : 1
(Au 5 gr/t)
Daerah Tebo Aluvial dengan kadar
10 Jambi Bungo Tebo Prospeksi 12.562.500 - - - -
Tengah - - Au=0,327 gr/m3
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

175
176
Emas
SUMBER DAYA BIJIH ( ton ) CADANGAN BIJIH (ton)
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN SUMBER DATA
PENYELIDIKAN
HIPOTETIK TEREKA TERTUNJUK TERUKUR TERKIRA TERBUKTI

11 G. Gembir Jambi Bungo Prospeksi - - - - Au = 40 mg/m3 Subdit Konservasi 2005


- -

Di Indonesia
Aluvial dengan kadar
12 Daerah Pauh Jambi Sarolangun Eksplorasi Rinci - - 51.254 - -
- - Au=354,46 mg/m3

Kumpulan Makalah Dit.


13 S. Mangkuang Jambi Bungo Prospeksi - - - - Kadar tidak diketahui
- - SDM T.A. 2004

14 Tambangcucur Jambi Bungo Prospeksi - - - - Kadar tidak diketahui -


- -

15 S. Benit Jambi Bungo Prospeksi - - - - Kadar tidak diketahui -


- -
Data sumber daya tidak
16 Batang Asai Jambi Sarolangun Prospeksi - - - - KPP Konservasi 2006
- - ada
Ds. Teluk Data sumber daya tidak
17 Jambi Sarolangun Prospeksi - - - - KPP Konservasi 2006
Rendah - - ada
Data sumber daya tidak
18 Ds.Renggo Jambi Sarolangun Prospeksi - - - - KPP Konservasi 2006
- - ada

S. Gembir, S.
Mengkuang, Kadar tidak diketahui, Lap. Tahunan Konservasi
19 Jambi Bungo Prospeksi - - - -
Tambangcucur, - - Lokasi PETI T.A. 2004
S. benit

Urat bx Hidrothermal, kadar PT. Target Mas Perdana,


20 Ampar Tengah Jambi Merangin Eksplorasi 3.000.000 - - -
- - Au 1 - 4,5 g/t 1999

Mentenang Urat lebar 2 m, kadar Au PT. Target Mas Perdana,


21 Jambi Merangin Eksplorasi 453.643 - - -

Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


Tengah - - 20 g/t 2000

Urat dan Stock work, kadar PT. Target Mas Perdana,


22 Kesisih Kiri Jambi Merangin Eksplorasi 21.000.000 - - -
- - Au 0,52 g/t 2001

Blambangan Plaser dengan kadar


23 Lampung Lampung Utara Eksplorasi Rinci - 350.000 182.587 - -
Ompu - - Au=2,6 gr/ton

Dinas Pertambangan dan


24 Ds. Donomulyo Lampung Way Kanan Eksplorasi - - - 870.309 Kadar Au rata-rata 14,79 g/t Energi Propinsi Lampung
- -
2004

Dinas Pertambangan dan


Ds. Sendang Lampung
25 Lampung Eksplorasi - 15.858 10.288 - Kadar Au 30,4 - 39,6 g/t Energi Propinsi Lampung
baru Tengah - -
2005
SUMBER DAYA BIJIH ( ton ) CADANGAN BIJIH (ton)
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN SUMBER DATA
PENYELIDIKAN
HIPOTETIK TEREKA TERTUNJUK TERUKUR TERKIRA TERBUKTI

Way Linggo- Kingsrose Mining Limited,


Lampung
26 Way Semung Lampung Eksplorasi Rinci 13.988 162.067 326.755 334.000 Kadar Au rata-rata 8,44 g/t Annual Report 2013, JORC
Selatan - -
North Vein 30 Juni 2013

Kingsrose Mining Limited,


Lampung
27 Talang Santo Lampung Eksplorasi Rinci 797.355 863.625 - 473.091 Kadar Au rata-rata 3,6 g/t Annual Report 2013, JORC
Selatan - -
30 Juni 2014

RKAB PT. Natarang Mining


Lampung
28 Talang Santo Lampung Eksplorasi Rinci - - 138 - Kadar Au 1,1 g/t 2012, Status cadangan
Selatan - -
2011

RKAB PT. Natarang Mining


Lampung
29 Central Vein Lampung Eksplorasi Rinci 40.000 75.000 78 - Kadar Au 1,04 g/t 2012, Status cadangan
Selatan - -
2011

RKAB PT. Natarang Mining


B Vein Lampung
30 Lampung Eksplorasi Rinci - - 497.000 - Kadar Au 0,16 g/t 2012, Status cadangan
Extension Selatan - -
2011

RKAB PT. Natarang Mining


Lampung
31 Talang Kecap Lampung Eksplorasi Rinci - - 22.875 - Kadar Au 7,5 g/t 2012, Status cadangan
Selatan - -
2011

Babakan Loa, Lampung


32 Lampung Eksplorasi - - - 168.560 Kadar Au 3,9 - 8,24 g/t I d e m
Ds. Kedondong Selatan - -

Lampung
33 Napal Lampung Eksplorasi rinci - - - 86.975 Kadar Au 9,23 gr/ton -
Selatan - -

Putih Doh,
34 Lampung Tanggamus Eksplorasi 190.250 82.998 53.135 - Kadar Au rata-rata 6 g/t I d e m
Cukuh Balak - -
Kedongdong,
Lampung Dengan kadar Au 33,4
35 Desa Babakan Lampung Eksplorasi Rinci - - 49.786 - -
Selatan - - gr/ton
Los
Aluvial dengan kadar
36 S. Sengingi Riau Kampar Eksplorasi Rinci - - 59.470.542 - -
- - Au=0,28 gr/m3

Kuantan
37 Logas Riau Survey Tinjau - - - - aluvial Au= 20 mg/m3 KPP Konservasi 2008
Sengingi 31.250.000 -

38 Pulau Padang Riau Kuantan Singingi Survey Tinjau - - - - aluvial Au= 200 mg/m3 KPP Konservasi 2008
25.000.000 -
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

177
178
Emas
SUMBER DAYA BIJIH ( ton ) CADANGAN BIJIH (ton)
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN SUMBER DATA
PENYELIDIKAN
HIPOTETIK TEREKA TERTUNJUK TERUKUR TERKIRA TERBUKTI

Daerah Aluvial dengan kadar


39 Riau Indragiri Hulu Eksplorasi Rinci 307.345 - 1.124.512 - -
Sengingi - - Au=1,164g/m3

Daerah Kuantan Aluvial dengan kadar


40 Riau Indragiri Hulu Eksplorasi Rinci - 49.245.007 118.953.625 - -
Mudik - - Au=0,089-0,136 gr/m3

Di Indonesia
Kuantan Hulu- Kuantan
41 Riau Eksplorasi Rinci - - - - <Null> PT. Miracle, 2010
Singingi Sengingi - -

Sumatera Aluvial dengan kadar


42 Balimbing Pasaman Eksplorasi Rinci - - 75.000 - -
Barat - - Au=80 mg/m3

Ditambang tahun 1931- Laporan tahunan P2K


Sumatera
43 Balimbing Pasaman Eksplorasi Rinci - - 75.000 - 1934 dan kadar Au 6,6 gr/t Subdit Konservasi T.A.
Barat - -
dan Ag 4,5 gr/t 2005

Th 1912-1913 550,2 kg Au,


Sumatera 237.139 kg Ag dengan
44 Mangani Limapuluh Koto Eksplorasi Rinci - - 900.000 - Sumatra Minjnen Syndicaat
Barat - - kadar Au 6,5 gr/ton, Ag 265
gr/ton.
Pernah ditambang th 1917-
Daerah Pulau Sumatera Sawahlunto -
45 Eksplorasi Rinci - - 18.697 - 1918 dengan kadar Au -
Punjung Barat Sijunjung - -
2,534 gr/ton
Pernah ditambang th 1917-
Sumatera Kinandam Sumatra Mining
46 Kinandam Pesisir Selatan Eksplorasi Rinci - - 6.000 - 1918 dan dengan mineral
Barat - - Co
ikutan perak, Au : Ag = 1 : 2

Pernah ditambang th 1914-


Sumatera 1928 dan dengan mineral Kinandam Sumatra Mining
47 Salida Pesisir Selatan Eksplorasi Rinci - - 579.000 -
Barat - - ikutan perak, Au : Ag = 1 : Company
36
Ditambang tahun 1935-
Daerah Sumatera 1940 dan dengan mineral

Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


48 Pesisir Selatan Eksplorasi Rinci - - 106.000 - -
Batangkapas Barat - - ikutan perak, Au : Ag = 1 :
10

Bijih dalam gamping tipe Report on The Cooperative


S. Tuboh, Musi Sumatera skarn, kadar Zn 10%; Pb Mineral Exploration of
49 Musi Rawas Eksplorasi Rinci - - 1.760.000 -
Rawas Selatan - - 1,5%; Cu 0,8%; Ag 130g/t; Southern Sumatra Phase
Au 0,10g/t III, Februari 1988

Utara Soil North


Ext (Desa
Sumatera PT.Mindoro Tiris Emas,
50 Muara Tiku, Musi Rawas Eksplorasi - - - - Mineralisasi Oksida
Selatan 4.036.500 - Januari 2010
Desa Pulau
Kidak)
SUMBER DAYA BIJIH ( ton ) CADANGAN BIJIH (ton)
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN SUMBER DATA
PENYELIDIKAN
HIPOTETIK TEREKA TERTUNJUK TERUKUR TERKIRA TERBUKTI
C9 T 5 (Desa
Muara Tiku, Sumatera PT.Mindoro Tiris Emas,
51 Musi Rawas Eksplorasi - - - - Mineralisasi Oksida
Desa Pulau Selatan 5.362.500 - Januari 2010
Kidak)
Utara Soil
Anomaly Main
Zone (Desa Sumatera PT.Mindoro Tiris Emas,
52 Musi Rawas Eksplorasi - - - - Mineralisasi Oksida
Muara Tiku, Selatan 15.697.500 - Januari 2010
Desa Pulau
Kidak)
IND SW
Extension (Desa
Sumatera PT.Mindoro Tiris Emas,
53 Muara Tiku, Musi Rawas Eksplorasi - - - - Mineralisasi Oksida
Selatan 1.755.000 - Januari 2010
Desa Pulau
Kidak)
Zona Oksida C9
Tiris (Desa
Sumatera Zona Oksida kadar Au 0,29 PT.Mindoro Tiris Emas,
54 Muara Tiku, Musi Rawas Studi Kelayakan - - - 7.740.000
Selatan - - g/t Januari 2010
Desa Pulau
Kidak)
INF 1 Extension
(Desa Muara Sumatera PT.Mindoro Tiris Emas,
55 Musi Rawas Eksplorasi - - - - Mineralisasi Oksida
Tiku, Desa Selatan 4.270.500 - Januari 2010
Pulau Kidak)
IND S Extension
(Desa Muara Sumatera PT.Mindoro Tiris Emas,
56 Musi Rawas Eksplorasi - - - - Mineralisasi Oksida
Tiku, Desa Selatan 1.326.000 - Januari 2010
Pulau Kidak)
PT. Dwinad Nusa
Sumatera Internediated suffidation Sejahtera. updated
57 Tembang Vein Musi Rawas Eksplorasi 3.550.000 4.380.000 3.420.000 -
Selatan - - epitermal Au 1,81-2,38 g/t resource on the 28 March
2011
PT. Dwinad Nusa
Sumatera Internediated suffidation Sejahtera. updated
58 Tembang Halo Musi Rawas Eksplorasi 1.910.000 10.270.000 - -
Selatan - - epitermal Au 0,51-0,54 g/t resource on the 28 March
2011

www.sumatracoppergold.c
Sumatera Internediated suffidation
59 Belinau Musi Rawas Eksplorasi 67.000 139.000 132.000 - om, ASX Announcement 4
Selatan - - epitermal Au 7,3 s.d. 9,7 g/t
December 2013

Daerah Kec. Sumatera Bengkulu Kadar Au 0,1 - 4 g/t, Cu 29


60 Prospeksi 100.000 - - - -
Pino Selatan Selatan - - g/t
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

179
180
Emas
SUMBER DAYA BIJIH ( ton ) CADANGAN BIJIH (ton)
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN SUMBER DATA
PENYELIDIKAN
HIPOTETIK TEREKA TERTUNJUK TERUKUR TERKIRA TERBUKTI

www.sumatracoppergold.c
Sumatera Internediated suffidation
61 Asmar Musi Rawas Eksplorasi 1.547.000 1.606.000 - - om, ASX Announcement 4
Selatan - - epitermal Au 1,2 s.d. 1,4 g/t
December 2013

Di Indonesia
Internediated suffidation www.sumatracoppergold.c
Sumatera
62 Buluh Musi Rawas Eksplorasi 302.000 236.000 109.000 - epitermal Au 2,3 s.d. 3,98 om, ASX Announcement 4
Selatan - -
g/t December 2014

G Resources Mineral
Sumatera
63 Uluala Hulu Tapanuli Selatan Eksplorasi 500.000 800.000 - - Kadar Au 1,5 - 2,3 gr/ton Resources Explanatory
Utara - -
Notes as at 30 Juni 2013

G Resources Mineral
Sumatera
64 Tor Uluala Tapanuli Selatan Eksplorasi 31.500.000 - - - Kadar Au 0,9 g/t Resources Explanatory
Utara - -
Notes as at 30 Juni 2013

G Resources Mineral
Sumatera
65 Ramba Joring Tapanuli Selatan Eksplorasi 4.640.000 33.710.000 - 5.200.000 Kadar Au 1,0 gr/ton Resources Explanatory
Utara - -
Notes as at 30 Juni 2013

G Resources Mineral
Sumatera
66 Pit 1 Tapanuli Selatan Eksplorasi Rinci 31.400.000 67.600.000 5.000.000 37.400.000 4.400.000 Kadar Au 1,3 - 3,1 gr/ton Resources Explanatory
Utara -
Notes as at 30 Juni 2013

G Resources Mineral
Sumatera
67 Purnama Timur Tapanuli Selatan Eksplorasi - - - 800.000 Kadar Au 1,3 - 1,5 g/t Resources Explanatory
Utara - -
Notes as at 30 Juni 2013

G Resources Mineral
Sumatera Kadar Au 1,0 dan 1,6

Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


68 Barani Tapanuli Selatan Eksplorasi 400.000 15.600.000 - 3.500.000 Resources Explanatory
Utara - - gr/ton
Notes as at 30 Juni 2013

G Resources Mineral
Sumatera
69 Horas Tapanuli Selatan Eksplorasi 15.700.000 - - - Kadar Au 0,8 g/t Resources Explanatory
Utara - -
Notes as at 30 Juni 2013

Sumatera Sihayo Gold Lmited,


70 Sihayo 1 North Mandailing Natal Eksplorasi Rinci 1.400.000 13.200.000 - - Kadar 2,3- 2,8 g/t Au
Utara - - Annual Report 2011

Sumatera Tipe urat dengan kadar Au Sihayo Gold Lmited,


71 Sambung Mandailing Natal Eksplorasi Rinci 1.700.000 - - -
Utara - - 2,2 gr/ton Annual Report 2012
SUMBER DAYA BIJIH ( ton ) CADANGAN BIJIH (ton)
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN SUMBER DATA
PENYELIDIKAN
HIPOTETIK TEREKA TERTUNJUK TERUKUR TERKIRA TERBUKTI
Bj.terdpt diantara
btgamping & granit dengan Van Bemmelen, R.W.
Sumatera
72 Pagaran Siayu Tapanuli Selatan Prospeksi 65.000 - - - kadar Au 9,2 gr/ton, Cu 1949, The Geology of
Utara - -
3,63% sebagai mineral Indonesia, vol.II, p.-150
ikutan

Jumlah
88.698.000 232.946.081 203.235.554 197.603.172 56.572.935 4.400.000  

            

Jumlah Sumber Daya : ton


        722.482.807

Jumlah Cadangan : ton


        60.972.935
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

181
182
Emas
Di Indonesia
Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya
Gambar 7.3. Peta Lokasi Keterdapatan Bijih Emas di Pulau Sumatera
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

7.2. Jawa
Selain di Cikotok dengan model cebakan sediment-hosted
emas di Pulau Jawa terdapat juga ada yang berasosiasi dengan Ag-
epithermal low sulfidation. Umumnya, emas di Jawa bagian barat
mempunyai tipe cebakan yang berasosiasi dengan perak-kuarsa
adularia dan umumnya telah memiliki data sumber daya/cadangan.
Model-model tersebut terdapat di Garut, Lebak, Sukabumi,
Tasikmalaya, Cianjur, Subang-Cariu, Papandayan dan Soreang.
Sedangkan di Jawa Tengah, mineralisasi emas terdapat di Kulon
Progo, Wonogiri dan Sragen yang berasosiasi dengan kuarsa sulfida
rendah. Endapan plasernya terdapat di Sungai Serayu, Banyumas;
Sungai Tuntang sekitar Demak dan Sorogedug, Piyungan. Emas di
Jawa Timur, terdapat di Pacitan, Trenggalek, Ponorogo dan
Banyuwangi.
Cebakan bijih emas yang sudah memiliki sumber
daya/cadangan yang signifikan di Jawa Barat dijumpai diantaranya
di Pongkor, Cibaliung, dan Papandayan. Di Jawa Tengah sumber
daya mineral emas hanya dijumpai di Prospek Noyu-Ngrandon,
Sragen berasosiasi dengan perak dan logam dasar. Sumber daya
bijih emas di Jawa Timur yang signifikan dijumpai di Tumpangpitu-
Banyuwangi berupa cebakan tipe porfiri dan zona oksida dan
ditemukan bersama-sama dengan tembaga dengan kandungan 0,2
gr/t Au.

183
184
Tabel 7.2. Lokasi Sumber Daya dan Cadangan Emas di Pulau Jawa

Emas
SUMBER DAYA BIJIH ( ton ) CADANGAN BIJIH (ton)
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN SUMBER DATA
PENYELIDIKAN
HIPOTETIK TEREKA TERTUNJUK TERUKUR TERKIRA TERBUKTI

Cikoneng- Vein tipe, Ag 8,1 g/t, 9,6 g/t & Annual Report 2007
1 Banten Pandeglang Eksplorasi Rinci 263.000
Cibitung - 286.000 129.000 - - 12,0 g/t (AUSTINDO)

Di Indonesia
Antam Annual
2 Cibaliung Banten Pandeglang Eksplorasi Rinci - Vein tipe, Au 4,17 - 5,8 g/ton Report 2012 (31
- 35.000 - 390.000 1.980.000
Desember 2012)

3 Cipicung Banten Lebak Survai Tinjau - Au 8,4 gr/ton, Ag 481 gr/ton -


322.000 - - - -
Ciawitali,
4 Citorek Banten Lebak Prospeksi - Au 8,28-13 gr/ton, Ag 481gr/ton -
- 621.000 - - -
Selatan
Cikidang, Laporan PT.
5 Cikotok dan Banten Lebak Eksploitasi - ANTAM. Tbk, Maret
Kadar 11,53 - 16,97 gr/ton Au
- - - 92.300 96.800
Sekitarnya 2003
Antam Annual
G. Pongkor
6 Jawa Barat Bogor Eksploitasi 2.460.000 Au 4,71 - 6,85 gr/ton Report 2012 (31
(PT.ANTAM) - 370.000 - 2.135.000 1.685.000
Desember 2012)
Djumhani, 1978,
Laporan Teknik
Cu 0,37%, Au 1gr/ton, Pb 2,4%,
7 G. Limbung Jawa Barat Bogor Prospeksi - Proyek Suevey
- 3.500.000 - - - Zn 4,6%
Mineral Logam,
1977 - 1978
Cu 0,1%, Au<1gr/ton, Pb 0,9%,
8 G. Gede Jawa Barat Bogor Prospeksi - -
- 1.460.935 - - - Zn4,12%

Kebonkacan Au 0,1-2,45 gr/ton, Ag 1,0-373


9 Jawa Barat Sukabumi Eksplorasi Rinci - -
g, Cigaru 159.000 - 28.441 - - gr/ton

Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


10 Ciracap Jawa Barat Sukabumi Eksplorasi Rinci 784.300 Au 4,02 gr/ton, Ag 20,40 gr/ton -
- - 847.100 - -
Ds.MekarJay
11 Jawa Barat Sukabumi Eksplorasi Rinci 281.800 Au 16 gr/ton -
a - 1.594.285 148.153 - -

12 Cijiwa Jawa Barat Sukabumi Survai Tinjau - Au 5 gr/ton, Ag 20 gr/ton -


21.206 - - - -
Au 6 gr/ton, Ag 59,4 gr/ton, Cu
13 Kp. Cibutun Jawa Barat Sukabumi Prospeksi - 1,65 gr/ton, Pb 4,06 gr/ton, Zn -
- 84.000 - - -
3,25 gr/ton
Pelabuhan Au 0,12-35,4 gr/ton, Ag 0,25-
14 Jawa Barat Sukabumi Eksplorasi Rinci - -
Ratu - - 25.000 - - 22,1 gr/ton
SUMBER DAYA BIJIH ( ton ) CADANGAN BIJIH (ton)
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN SUMBER DATA
PENYELIDIKAN
HIPOTETIK TEREKA TERTUNJUK TERUKUR TERKIRA TERBUKTI

15 Cimandiri Jawa Barat Sukabumi Survai Tinjau - Au 8,4 gr/ton -


61.220 - - - -
Cikondang,
16 Cibeber Jawa Barat Cianjur Eksplorasi Rinci - Au 15 gr/ton -
- - 2.202 - -
Tenggara

17 Gn. Subang Jawa Barat Purwakarta Prospeksi - Au 8,4 gr/ton -


- 59.523 - - -
Daerah
18 Jawa Barat Purwakarta Eksplorasi Rinci 12.000.000 Au 1-2 gr/ton -
Jatiluhur - - 1.551.920 - -
Prospek
Papandayan Tipe urat dengan kadar Au 2
19 Jawa Barat Garut Eksplorasi Rinci - -
(Arinem - - - 4.457.000 - - gr/ton, Ag 17,4 g/ton
Cijaringo)
Laporan tahunan
P2K Subdit
20 Cineam Jawa Barat Tasikmalaya Eksplorasi 7.790 Tambang rakyat
- - 56.282 - - Konservasi T.A.
2002
Karang Jawa KPP Konservasi
21 Tasikmalaya Eksplorasi 9.000.000 Au 1,01 g/t, tipe urat
Alang Tengah - - - - - 2006

Prospek Zona urat kuarsa 0,9 g/t Au,


Jawa Karanganyar-
22 Noyu - Prospeksi - 204 g/t Ag, 703 g/t Cu, 12230 ANTAM 2001
Tengah Sragen - 5.025.000 - - -
Ngrandon g/t Pb, 14749 g/t Zn

KPP Konservasi
23 Porong Jawa Timur Sidoarjo Prospeksi - Lumpur lapindo, Au = 5,37 mg/t.
46.159.500 - - - - 2007
Van Bemmelen,
Berupa urat kuarsa mengisi R.W. 1949, The
24 Kasihan Jawa Timur Pacitan Eksplorasi Rinci - rongga dalam dasit dengan Geology of
- - 10.000 - -
kadar Cu 15%,Au 25ppm, Indonesia,
vol.II,p.104 - 136
Prospek
25 Jawa Timur Ponorogo Prospeksi - Zona silisifikasi 5,96 g/t Au. ANTAM 2001
Sombro - 142.500.000 - - -
Prospek
26 Jawa Timur Ponorogo Prospeksi - Zona urat kuarsa 1,83 g/t Au. -
Serayu - 1.500.000 - - -

Urat-urat kuarsa pada batuan


volkanik yang diterobos oleh Tujuh Bukit Project,
Tumpangpitu batuan intrusif berupa diorite, Report on Mineral
27 Jawa Timur Banyuwangi Eksplorasi Rinci -
(Porfiri) - 1.700.000.000 - - - andesit, granodiorit dan dasit. Resources, June
CoG 0,2 g/ton Au atau 0,2% 2011
Cu
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

185
186
Emas
SUMBER DAYA BIJIH ( ton ) CADANGAN BIJIH (ton)
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN SUMBER DATA
PENYELIDIKAN
HIPOTETIK TEREKA TERTUNJUK TERUKUR TERKIRA TERBUKTI

Di Indonesia
Tumpangpitu
28 (Zona Jawa Timur <Null> Eksplorasi Rinci - - -
- 130.000.000 - - -
Oksida)

Jumlah 24.796.890
46.722.926 1.987.035.743 7.255.098 2.617.300 3.761.800

         Jumlah
 Sumber
 Daya : 2.065.810.656 ton
        Jumlah Cadangan : ton
6.379.100
       

Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


Gambar 7.4. Peta Lokasi Keterdapatan Bijih Emas di Pulau Jawa
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

187
7.3. Nusa Tenggara
Lombok, Sumbawa, Flores, sampai Alor di Nusa Tenggara
mempunyai daerah-daerah yang mengandung emas dengan
berbagai tipe.
Di Lombok, prospek mineralisasi dijumpai di Lombok bagian
barat, salah satu lokasi yang telah memiliki data sumber daya adalah
Prospek Pelanggan yang terdiri dari Urat Simba, kayu Putih dan
Tanjung dengan kadar rata-rata 2,69 gr/ton Au.
Di Sumbawa, dijumpai 2 tipe cebakan emas yang telah memiliki
sumber daya/cadangan, yaitu emas profiri di Batu Hijau dengan
kadar 0,09 - 0,04 g/ton Au dan 23 g/ton Ag dan emas tipe epitermal
di Dodo dengan kadar 0,5 gr/ton Au.
Watu Asah dan Tebedo merupakan lokasi prospek mineralisasi
emas di Flores yang telah mempunyai data sumber daya. Tipe
cebakan di Tebedo adalah stratiform silica-barite zone, dengan
kadar 3 g/ton Au dan 2% Zn.

Tabel 7.3
Keterdapatan Bahan Galian Emas di Kepulauan Nusa Tenggara

NO LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN

1 Pelangan Nusa Tenggara Lombok Barat Simba vein o,291543 Ton, Kayu
Barat Putih dan Tanjung , dengan kadar
2,69 gr/ton

2 Batuhijau Nusa Tenggara Sumbawa Barat Porfiri dengan kadar Au 0,124g/t


Barat dan 0,435 g/t
3 Dodo, Desa Nusa Tenggara Sumbawa Epitermal, batuan pembawa
Ledang Barat endapan Dasit, kadar 0,5 gr/ton Au

4 Ringin, Jambu Nusa Tenggara Bima Au 29,5 g/t, tipe urat


Air, Ds. Pesa Barat

5 Pangulir Nusa Tenggara Sumbawa Kadar Au 0,66 g/t


Barat

6 Teluk Santong Nusa Tenggara Sumbawa Kadar Au 0,29 ppm - 0,593 ppm
dan Olat Tanah Barat
Merah
7 Watu Asah Nusa Tenggara Manggarai Barat Kadar 2 g/t Au
Timur

8 Tebedo Nusa Tenggara Manggarai Barat Stratiform silica-barite zone, kadar


Timur 3 g/t Au, 2% Zn

9 Wae Dara Nusa Tenggara Manggarai Barat Tipe Kuroko, Au 0,9 g/t
Timur

10 Buyasuri Nusa Tenggara Lembata Kadar 3 g/t Au


Timur

11 Lakuwahi Nusa Tenggara - Kadar Aur rata-rata 0,75 g/t


(Oksida) Timur

12 Lakuwahi Nusa Tenggara - Kadar Aur rata-rata 0,31 g/t


(Sulfida) Timur

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


188
Gambar 7.5. Peta Lokasi Keterdapatan Bijih Emas di Kepulauan Nusa Tenggara
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

189
7.4. Kalimantan
Di Kalimantan setidaknya terdapat tiga jalur gunung api tua atau
dikenal sebagai volcanic corridor yang membentang dari
Singkawang, Matan dan Pegunungan Meratus ke arah Kalimantan
Timur. Ketiga koridor itu bertemu dan merentang bersama-sama
sampai ke Berau. Sangat mungkin ketiganya menyebar di bawah
batuan sedimen muda yang kaya minyak, gas bumi dan batubara.
Karena mengalami erosi, batuan vulkanik pembawa emas yang
berumur relatif tua (6-8 juta tahun yang lalu) yang tadinya terdapat
pada kedalaman ± 200 meter muncul ke permukaan, sehingga tidak
perlu menambang terlampau dalam.
Bekas-bekas gunung api tua, terutama yang berbentuk kaldera
merupakan indikasi pertama terdapatnya emas. Sampai saat ini,
cebakan emas pada Koridor Singkawang diketahui terdapat di
wilayah Distrik Cina, Daerah Melawi, daerah Putusibau, Masuparia,
Karihun-Long Nawan dan Berau. Pada Koridor Ketapang, emas
ditemukan di daerah Schwaner, Kahayan, Mahakam dan Kutai
sedangkan pada koridor Meratus ditemukan di daerah Martapura
dan Kendilo. Lokasi-lokasi yang sudah dikembangkan lebih jauh
seperti Muyup, Kelian, Indo Muro, Masuparia, Ampalit dan
sebagainya merupakan buktibukti kekayaan emas di Kalimantan.
Selain cebakan emas primer, endapan emas plaser juga mempunyai
potensi yang hampir sama jumlah sebarannya dibandingkan dengan
cebakan emas primer, terutama di Kalimantan Barat dan Kalimantan
Tengah.
Di Kalimantan Barat, emas aluvial dijumpai di beberapa
kabupaten, Bengkayang, Sambas, Sanggau, Sintang, Melawi,
Sekadau, Kapuas Hulu dan Ketapang. Daerah Sungai Alur,
Kecamatan Sepauk Kabupaten Sekadau merupakan daerah prospek
yang telah memiliki status cadangan. Daerah-daerah lainnya
umumnya dikelola oleh penambang lokal, sehingga data yang
tersedia masih berupa sumber daya. Hanya satu lokasi potensi
emas primer yang terdata di Kalimantan, yaitu di daerah Tekalong,
Sanggau yang merupakan cebakan tipe epitermal.
Di Kalimantan Tengah beberapa perusahaan melakukan
kegiatan eksplorasi emas primer dengan status perizinan kontrak
karya di Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kapuas, Kabupaten
Murung Raya, sehingga data hasil kegiatan eksplorasi dapat
dipantau secara akurat. Salah satu daerah mineralisasi yang
menarik adalah Prospek Ongkang dan Prospek Rina di daerah
Kabupaten Kapuas yang mempunyai tipe mineralisasi yang berbeda,

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


190
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

yaitu epitermal urat dengan kadar 12,5 g/t Au dan porfir dengan
kandungan 0,5 g.t Au. Selain cebakan primer, endapan emas aluvial
yang dikelola dengan status perizinan kontrak karya juga dijumpai di
Kabupaten Kotawaringin Barat, dan beberapa lokasi prospek sudah
memiliki data cadangan, seperti Sungai Riis dan Sungai Seribu.
Emas primer Kalimantan Selatan terdapat di daerah Kabupaten
Tanah Laut dan Kabupaten Kotabaru. Endapan emas plaser hanya
dijumpai di Cempaka dengan jumlah sumber daya tereka 30.000.000
3
ton dan kadar Au 80 mg/m .
Indikasi emas primer Kalimantan Timur dijumpai di Berau,
Nunukan, Long Apari, Long Pahang, Long Bangun, Tabang, Long
Iram, Ancalong, clan Muara Kolam; sedangkan emas plasernya
terdapat di Sungai Marah dan Telen dengan (sumber daya hipotetik
3
52.500.000 ton dan kadar Au 120 mg/m ), Kabupaten Kutai
(6.071.970, 83 ton, kadar Au 0,36 g/ton), Kabupaten Kutai (dengan
3
jumlah sumber daya terukur 4.200.000 ton, kadar Au 28 g/m ).

191
192
Tabel 7.4. Keterdapatan Bahan Galian Emas di Pulau Kalimantan

Emas
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN TINGKAT PENYELIDIKAN KETERANGAN

1 Bengkayang Kalimantan Barat Bengkayang Eksploitasi Endapan aluvial

2 G. Selabat, Kalimantan Barat Bengkayang Eksplorasi Rinci Aluvial kadar Au=4,36 gr/m3

Di Indonesia
Selakean
3 Pangkalan Batu Kalimantan Barat Bengkayang Prospeksi Aluvial kadar Au=124,08 mgr/m3, mineral ikutan
Besi,Zirkon
4 S.Raya, Monterado, Kalimantan Barat Bengkayang Eksplorasi Rinci Aluvial kadar Au=51 mgr/m3
Nyemen
5 Serantak Kalimantan Barat Bengkayang Eksplorasi Rinci Aluvial kadar Au=2,264 gr/m3

6 S. Seminis Kalimantan Barat Sambas Prospeksi Kadar rata-rata Au = 0,647 g/m3

7 Kelingkau Kalimantan Barat Sambas Prospeksi Kadar rata-rata Au = 0,647 g/m4

8 G. Silubat Kalimantan Barat Sambas Survei Tinjau Emas plaser Au=2,2gr/m3

9 S. Tayan Kalimantan Barat Sanggau Prospeksi Terdapat pada aliran S. Bunan, S. Selesung dan S.
Raman
10 Melenggang Kalimantan Barat Sanggau Prospeksi Data sumber daya tidak ada

11 Sungai Aur Kalimantan Barat Sekadau - Sintang F.S Vol. : 6.057.058 m3 (terbukti) kadar 432 mg/m3 Au
dan 415.500 m3 (terkira) kadar 621 mg/m3.

Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


12 S. Merakai - Arah Kalimantan Barat Sintang Prospeksi <Null>

13 S. Sejawak Kalimantan Barat Sintang Prospeksi Tailing, kadar Au = 51 mg/m3.

14 Daerah Sokan Kalimantan Barat Melawi Eksplorasi Rinci Aluvial kadar Au=800-1.000 mgr/m3

15 Melawi Kalimantan Barat Melawi Survai Tinjau Aluvial kadar Au=0,01-1,5 gr/ton

16 Daerah Bunut Hulu Kalimantan Barat Kapuas Hulu Eksplorasi Rinci Aluvial kadar Au=0,825 gr/m3
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN TINGKAT PENYELIDIKAN KETERANGAN
17 Daerah manday Kalimantan Barat Kapuas Hulu Eksplorasi Rinci Aluvial kadar Au=0,292 gr/m3

18 Ketapang Kalimantan Barat Ketapang Eksplorasi Rinci Aluvial kadar Au=0,01-1,5 gr/ton

19 Tekalong Kalimantan Barat Sanggau Eksploitasi Au 0,15 g/t, tipe urat

20 Cempaka Kalimantan Banjar Baru Lanjut Alluvial (cadangan tereka Bijih:30.000.00 ton) dan
Selatan mineral ikutan platina Pt=40 mgr/m3

21 Sungai Keruh Kalimantan Banjar, Tanahlaut Eksplorasi Rinci Kadar 1,26 s.d. 1,41 gr/ton Au
(Oksida) Selatan Tanah Bumbu.

22 Sungai Keruh Kalimantan Banjar, Tanahlaut Eksplorasi Rinci Kadar 1,95 s.d. 2,26 gr/ton Au
(Primer) Selatan Tanah Bumbu.
23 East Anjaluang Kalimantan Kotabaru Eksplorasi Rinci Kadar 1,45 gr/ton Au
Selatan
24 Menteu Kalimantan Kotabaru Eksplorasi Rinci Kadar 1,66 gr/ton Au
Selatan
25 Haraan Kalimantan Kotabaru Eksplorasi Rinci Kadar 3,31 s.d. 3,48 gr/ton Au
Selatan
26 Kembatang Kecil Kalimantan Kotabaru Eksplorasi Rinci Kadar 1,55 s.d. 2,01 gr/ton Au
Selatan
27 Siwalang Kalimantan Kotabaru Eksplorasi Rinci Kadar. 3,49 gr/ton Au
Selatan
28 Sungai Riis Kalimantan Kotawaringin Timur Eksplorasi Rinci <Null>
Tengah
29 S. Seribu I Kalimantan Kotawaringin Timur Eksplorasi Rinci <Null>
Tengah
30 S. Seribu II Kalimantan Kotawaringin Timur Eksplorasi Rinci <Null>
Tengah
31 S. Seribu III Kalimantan Kotawaringin Timur Eksplorasi Rinci <Null>
Tengah
32 Cempaka Buang Kalimantan Kotawaringin Timur Eksplorasi Aluvial dengan kadar Au=300 mgr/m3
Tengah
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

193
194
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN TINGKAT PENYELIDIKAN KETERANGAN

Emas
33 Daerah Kota Besi Kalimantan Kotawaringin Timur Eksplorasi Rinci Aluvial dengan kadar Au=0,38 gr/m3
Tengah
34 Daerah Baamang Kalimantan Kotawaringin Timur Eksplorasi Rinci Aluvial dengan kadar Au=0,36 gr/m3
Tengah
35 Daerah Mentaya Kalimantan Kotawaringin Timur Eksplorasi Rinci Aluvial dengan kadar Au=0,268 gr/m3
Hulu Tengah

Di Indonesia
36 Sebadi Kalimantan Kotawaringin Timur Prospeksi Aluvial dengan kadar Au=184 mgr/m3
Tengah
37 Ampalit Kalimantan Katingan Eksplorasi Aluvial dengan kadar Au=280 mgr/m3
Tengah
38 Daerah Marikit Kalimantan Katingan Survai Tinjau Aluvial dengan kadar Au=0,36 gr/m3
Tengah
39 Kasongan Kalimantan Katingan Eksplorasi Aluvial dengan kadar Au=0,22 gr/m3
Tengah
40 Kuala Kurun Kalimantan Gunung Mas Eksplorasi Rinci Aluvial dengan kadar Au=288 mgr/m3
Tengah
41 PT. Sampit Mas Kalimantan Gunung Mas Eksplorasi Rinci Aluvial dengan kadar Au=0,148 gr/m3
Tengah
42 Pujon Kalimantan Kapuas Prospeksi Tebal aluvial 1m, kadar Au = 177 mg/m3
Tengah
43 Tewah Kalimantan Pulang Pisau Eksplorasi Rinci Aluvial dengan kadar Au=0,243 gr/m3
Tengah
44 Pangkut Kalimantan Kotawaringin Timur Eksploitasi Kadar 4,6 g/t
Tengah
45 Udui Kalimantan Kotawaringin Timur Studi Kelayakan Kadar 2,62 g/t

Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


Tengah
46 Monton Kalimantan Seruyan Studi Kelayakan Kadar 9,54 g/t
Tengah
47 Parit Cina Kalimantan Kotawaringin Timur Studi Kelayakan Kadar 4,6 g/t
Tengah
48 Sampit dan Kalimantan Kotawaringin Timur Eksplorasi Rinci Hidrotermal,Produksi 1935, 4000 gr emas dan mineral
sekitarnya Tengah ikutan Besi,timah hitam
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN TINGKAT PENYELIDIKAN KETERANGAN
49 Sayu Kalimantan Kotawaringin Timur Studi Kelayakan Kadar 2,63 g/t
Tengah
50 Pasir Putih Kalimantan Kotawaringin Timur Ekaplorasi Rinci <Null>
Tengah
51 Bakam Kalimantan Katingan Eksplorasi Kadar Au 2,53 g/t (Sumber daya)
Tengah
52 Biru Kalimantan Katingan Eksplorasi Kadar Au 2,19 g/t (Sumber daya), 2,19 g/t (Cadangan)
Tengah
53 Lebar Kalimantan Katingan Eksplorasi Kadar Au 2,19g/t (Sumber daya), Cadangan terbaru
Tengah dalam progress
54 North Kuning Kalimantan Katingan Eksplorasi Kadar Au 1,52 g/t (Sumber daya) 1 g/t (Cadangan)
Tengah
55 South Kuning Kalimantan Katingan Eksplorasi Kadar Au 1,52 g/t (Sumber daya), 2,29 g/t (Cadangan
Tengah
56 Central Kuning Kalimantan Katingan Eksplorasi Kadar Au 1,52 g/t (Sumber daya), 1,70 g/t (Cadangan)
Tengah
57 Gundul Kalimantan Katingan Eksplorasi Kadar Au 1,86 g/t (Sumber daya), Cadangan terbaru
Tengah dalam progress
58 Gundul Extension Kalimantan Katingan Eksplorasi Kadar Au 3,50 g/t (Sumber daya), 3,22 g/t (Cadangan)
Tengah
59 Central Putih Kalimantan Katingan Eksplorasi Kadar Au 1,47 g/t (Sumber daya), Cadangan terbaru
Tengah dalam progress
60 South Putih Kalimantan Katingan Eksplorasi Kadar Au 1,47 g/t (Sumber daya), Cadangan terbaru
Tengah dalam progress
61 Kalanaman Kalimantan Katingan Eksplorasi Kadar Au 2,28 g/t (Sumber daya), 2,29 g/t (Cadangan)
Tengah
62 Cabang Kalimantan Katingan Eksplorasi <Null>
Tengah
63 Merah Kalimantan Katingan Eksplorasi <Null>
Tengah
64 Pandu Kalimantan Katingan Eksplorasi <Null>
Tengah
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

195
196
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN TINGKAT PENYELIDIKAN KETERANGAN

Emas
65 G. Mas, hulu Kalimantan Gunung Mas Eksplorasi Rinci Hidrotermal,ditambang th1908-1918,35.000dan
S.Jalungin Tengah mineral ikutan besi, timah hitam

66 Baroi Kalimantan Gunung Mas Prospeksi Kadar Au 5 gr/ton, tipe urat


Tengah
67 Focus 1 Kalimantan Gunung Mas Prospeksi Kadar Au 3 gr/ton, tipe urat
Tengah

Di Indonesia
68 Bunga Desa Kalimantan Kapuas Eksplorasi <Null>
Tengah
69 Batuputih Kalimantan Kapuas Eksplorasi Tipe urat, Au 1,2 g/t
Tengah
70 Ongkang Kalimantan Kapuas Eksplorasi Rinci Tipe urat kadar Au 12,5 g/t
Tengah

71 Rina Kalimantan Kapuas Eksplorasi Umum Cu-Au Porfir kadar Au 0,5 g/t
Tengah
72 Botol Tagepe Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci <Null>
Tengah
73 Icah Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci <Null>
Tengah
74 Sukang Curam Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci <Null>
Tengah
75 Gerantung Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci <Null>
Tengah
76 Arong Maan Timur Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci <Null>

Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


Tengah
77 Sinter Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci Kadar 2,9 gr/ton Au
Tengah
78 Soan Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci Kadar Au 1,1 g/t - 5,2 g/t
Tengah
79 Tasat Rabu Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci <Null>
Tengah
80 Dua Lagi Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci Kadar 9,5 gr/ton Au
Tengah
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN TINGKAT PENYELIDIKAN KETERANGAN
81 Jalan Bukit Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci <Null>
Tengah
82 Anak Dua Pit 2 Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci Kadar Au 2,9 g/t & 2,68g/t
Tengah
83 Seruyan Central Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci Kadar Au 2,5 g/t & 2,6 g/t
Tengah
84 Tailing Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci Kadar Au 0,1 g/t - 0,2 g/t
Tengah
85 Tewe Baru Kalimantan Murung Raya Eksploitasi Kadar 4,13 gr/ton Au
Tengah
86 Langantihan Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci Kadar Au 1,3 g/t & 1,2 g/t
Tengah
87 Insitu Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci Kadar Au 1,3 g/t
Tengah
88 Bantian Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci Kadar Au 1,4 g/t - 1,6 g/t
Tengah
89 Hulubai Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci Kadar Au 2,9 g/t & 3,0 g/t
Tengah
90 Permata Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci Kadar Au 3 g/t & 2,2 g/t
Tengah
91 Kerikil Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci Kadar Au 2,2 g/t
Tengah
92 Sinbar Kalimantan Murung Raya Eksplorasi Rinci Kadar Au 2,1 g/t
Tengah
93 Daerah Muara Kalimantan Timur Kutai Timur Eksplorasi Aluvial dengan kadar Au=0,1-0,473 gr/ton
Ancalong
94 S. Marah & S. Telen Kalimantan Timur Kutai Timur Survai Tinjau Aluvial dengan kadar Au=120 mgr/3; Pt=6,62 mgr/m3

95 Muyup Kalimantan Timur Kutai Barat Eksplorasi Rinci Au 2,3 gr/t


Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

197
198
Emas
Di Indonesia
Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya
Gambar 7.6. Peta Lokasi Keterdapatan Bijih Emas di Pulau Kalimantan
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

7.5. Sulawesi
Berdasarkan keadaan litotektoniknya, Sulawesi dibagi 3 (tiga)
mandala, yaitu: mandala barat sebagai jalur magmatik merupakan
bagian dari ujung timur Paparan Sunda. Mandala tengah berupa
batuan malihan ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari Blok
Australia. Mandala timur berupa ofiolit merupakan segmen dari kerak
samudra berimbrikasi dengan batuan sedimen berumur Trias-
Miosen. Mineralisasi emas dan tembaga di Pulau Sulawesi juga
dapat diidentifikasi dari busur magmatik yang membentuk Pulau
Sulawesi, yaitu Busur Sulawesi – Mindanao Timur (Neogen) dan
Busur Sulawesi Barat (Miosen Akhir – Pliosen). Busur Sulawesi
Utara dan Busur Sulawesi Barat baru terbentuk setelah Miosen Awal
yang terbukti dari pengukuran umur granit dengan metoda K/Ar.
Mineralisasi di Busur Sulawesi Utara meliputi mineralisasi tembaga
porfir, mineralisasi epitermal sulfidasi tinggi dan mineralisasi sulfida
rendah. Busur Sulawesi Utara yang meliputi lengan utara Sulawesi
hingga ke Pulau Sangihe ini mempunyai berbagai jenis mineralisasi
dan menghasilkan 14% dari seluruh produksi emas, 11% dari
produksi tembaga di Indonesia. Cebakan di wilayah ini termasuk di
dalamnya suatu kelompok endapan emas dan tembaga porfir di
daerah Tambulilato, mineralisasi sulfidasi tinggi di Motomboto,
cebakan emas dengan batuan induk sedimen di Mesel, dan
mineralisasi emas, perak dan logam dasar di Binebase, Sangihe
yang mirip mineralisasi di Pulau Wetar, bagian timur busur Sunda
Banda.
Mineralisasi epithermal sulfidasi rendah dalam bentuk urat kecil
dan stockwork di daerah Ratatotok, termasuk prospek di Doup,
Ratatotok dan Lanut. Cebakan kecil stockwork karbonat kuarsa
pembawa emas terjadi di Bolangitang. Mineralisasi emas tersebar di
rekahan-rekahan yang menyebar di Gunung Pani, terjadi di
kompleks dome.
Lengan Barat Sulawesi hanya mengandung mineralisasi emas
porfir di Palu, mineralisasi tembaga porfir kecil di Sassak,
mineralisasi molybdenum porfir di Malala, di sudut barat lengan
Sulawesi Utara, sejumlah mineralisasi skarn kecil dan cebakan
sulfida logam dasar volcanogenic di Sangkaropi.
Daerah Bombana, Sulawesi Tenggara yang secara regional
terletak pada dua mandala geologi yaitu: Mandala Sulawesi Timur
yang ditandai oleh batuan ultramafik, mafik, batuan malihan dan
Mandala/Anjungan Tukangbesi-Buton yang ditandai oleh batuan

199
sedimen pinggiran benua yang beralaskan batuan malihan ternyata
juga dijumpai mineralisasi emas. Terdapat dua tipe endapan emas
yaitu endapan primer pada sebagian batuan sekis yang terubah
(silisifikasi-oksidasi) dan endapan sekunder pada daerah alluvium.

Gambar 7.7. Kenampakan Batuan sekis yang mengandung emas


di daerah Sungai Rau-rau Kecamatan Rarowatu, Kabupaten Bombana,
Provinsi Sulawesi Tenggara
(Koleksi : Pusat Sumber Daya Geologi)

Gambar 7.8. Foto Lembah alur sungai sebagai tempat endapan emas
alluvial di wilayah Desa Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara,
Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara
(Koleksi Pusat Sumber Daya Geologi)

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


200
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

Di Paleleh, emas berasosiasi dengan endapan epitermal perak-


sulfida rendah dan batuan sedimen dengan produksi 8,2 ton emas
(Tahun 1896 - 1927). Model endapan emas di Sumalata berasosiasi
dengan perak- sulfida rendah epitermal, dengan produksi emas 0,2
ton (Tahun 1900 -1908). Emas Tombolilato berupa cebakan porfiri
dengan jumlah sumber daya terukur 30.000.000 ton dan kadar Au 3
ppm, sedangkan emas di Topak dan Bolang Maupalu berupa
endapan epitermal perak-sulfida rendah yang telah diusahakan yang
menghasilkan sekitar 5 ton (Tahun 1900 - 1921).
Selain cebakan emas primer, di Sulawesi Utara, juga banyak
dijumpai endapan plaser prospek, di Sungai Moduito dengan sumber
3
daya tereka 450.000.000 ton dan kadar Au 650 mg/m , Sungai
Tuluduyumu (sumber daya tereka 4.020.000 ton, kadar Au 285
3
mg/m ), Batuludung (sumber daya tereka 61.761.250 ton, kadar Au
3
102,7 mg/m ), Balayo (sumber daya tereka 988.215 ton, kadar Au
3
151,75 mg/m ), Paguyaman (sumber daya hipotetik tidak diketahui
3
sementara, kadar Au 1 sampai 45 mg/m ).
Di Sulawesi Barat, emas terdapat di Kabupaten Mamuju dengan
model endapan emas-perak epitermal sulfida rendah serta di Leboni
dengan tipe endapan aluvial.

201
202
Tabel 7.5. Keterdapatan Bahan Galian Emas di Pulau Sulawesi

Emas
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN
PENYELIDIKAN
1 Balayo Gorontalo Pahuwato Eksplorasi Rinci Aluvial dengan kadar Terukur
Au=313 mg/m3, bijih Au=151,75

Di Indonesia
mg/m3
2 Batudulango Gorontalo Pahuawato Prospeksi Aluvial dengan kadar Bijih
Au=102,7 mg/m3
3 Marisa Gorontalo Pahuwato Eksplorasi Rinci Aluvial dengan kadar Bijih
Au(tkur=idks)=0,321 gr/m3
4 Marisa Timur Gorontalo Pahuwato Eksplorasi Rinci Aluvial dengan kadar Logam
Au=250 mg/m3
5 Taluduyunu Gorontalo Pahuwato Eksplorasi Rinci Aluvial dengan kadar Au=400
mg/m3

6 Daerah Batudaa Gorontalo Boalemo Eksplorasi Rinci Aluvial dengan kadar Bijih
(terukur) Au=0,325 g/m3
7 Paguyaman Gorontalo Boalemo Eksplorasi Rinci Aluvial dengan kadar Bijih
(terukur) Au=0.53 gr/m3
8 Baganit Gorontalo Pahuawato Prospeksi Porfiri dengan kadar Bijih Au 1,0
gr/t

Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


9 G. Pani Gorontalo Pahuawato Eksplorasi Berupa urat sepanjang jalur
struktur dengan kadar Bijih Au 1,3
gr/t, bijih Ag 0,346 gr/t dan mineral
ikutan perak primer
10 Tambang tua Gorontalo Gorontalo Eksplorasi Kadar rata-rata Au 4,74 ppm, Ag
3,5 ppm, Cu 0,06 %
11 Kelapa Dua Gorontalo Gorontalo Eksplorasi Kadar rata-rata Au 3,94 ppm, Ag
3,5 ppm, Cu 0,06 %
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN
PENYELIDIKAN
12 Padengo I Gorontalo Gorontalo Eksplorasi Kadar rata-rata Au 4,08 ppm, Ag
3,5 ppm, Cu 0,06 %
13 Padengo II Gorontalo Gorontalo Eksplorasi Kadar rata-rata Au 4,17 ppm, Ag
3,5 ppm, Cu 0,06 %
14 G. Mataputi Gorontalo Boalemo Eksplorasi Kadar Au 1,2 g/t
15 Totopo Gorontalo Boalemo Eksplorasi Tipe urat, Au 3 g/t
16 Tulabolo Gorontalo Gorontalo Prospeksi Kadar Au 4 gr/ton
17 Tapadaa Gorontalo Bone Bolango Eksplorasi Tipe porfiri dengan kadar Bijih Au
0,075 gr/t dan mineral ikutan
tembaga primer

18 Motomboto Gorontalo Bone Bolango Eksplorasi Berasosiasi dengan breksi


hidrotermal dengan kadar Au bijih
tereka dan hipotetik 1,5 gr/t
19 Sungai Mak Gorontalo Bone Bolango Eksplorasi Porfiri dengan kadar Bijih Au 0,53
(Supergene Cu- gr/t
Au)
20 Sungai Mak Gorontalo <Null> Eksplorasi -
(Hypogene Cu-
Au)
21 Sungai Mak Gorontalo <Null> Eksplorasi -
(Oxide Au)
22 Kayubulan Gorontalo Bone Bolango Eksplorasi -
23 Tambulilato, Gorontalo Bone Bolango Eksplorasi Porfiri dengan kadar Bijih Au 0,53
Cabang Kiri gr/t dan mineral ikutan tembaga
24 Urat Kiri Gorontalo Bone Bolango Eksplorasi Epiternal LS Au 5,491 ppm
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

203
204
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN

Emas
PENYELIDIKAN
25 Urat Umum Gorontalo Bone Bolango Eksplorasi Epiternal LS Au 8,149 ppm
26 Urat Tengkorak Gorontalo Bone Bolango Eksplorasi Epiternal LS Au 25,04 ppm
27 Urat Beringin Gorontalo Bone Bolango Eksplorasi Epiternal LS Au 31,588 ppm

Di Indonesia
28 Urat Mundur Gorontalo Bone Bolango Eksplorasi Epiternal LS Au 77,243 ppm
29 Sattoko Sulawesi Barat Polewali Mandar Prospeksi Mineralisasi tipe epithermal dalam
bentuk urat-urat kuarsa (Au <
6,328 ppm
30 Bengin Sulawesi Selatan Tana Toraja Prospeksi Alluvial, kadar rata-rata 0,48 g/m3

31 S. Barakka Sulawesi Selatan Enrekang Prospeksi Alluvial purba, Au 0,167 g/m3

32 Leboni Sulawesi Selatan Luwu Utara Survai Tinjau Aluvial dengan kadar Au=0,31
gr/m3
33 Awak Mas Sulawesi Selatan Luwu Eksplorasi Rinci Kadar 0,5 g/t Au (terukur +
terunjuk)
34 Salo Bulo Sulawesi Selatan Luwu Prospeksi Kadar 2,04 g/t Au

35 Tarra Sulawesi Selatan Luwu Prospeksi Kadar 1,92 g/t Au

Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


36 Sassak Sulawesi Selatan Tana Toraja Eksplorasi Tipe urat, Au 4 g/t
37 Sangkaropi Sulawesi Selatan Tana Toraja Eksplorasi umum Tipe Kuroko, Au 1,44 g/t
38 Poboya Sulawesi Tengah Kota Palu Eksplorasi rinci Mineralisasi system epithermal
ôlow sulphidationö, kadar rata-rata
7,5 g/t Au.
39 Bulagidun B Zone Sulawesi Tengah Buol Prospeksi -
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN
PENYELIDIKAN
40 Matinan Sulawesi Tengah Buol Eksplorasi Tipe tersebar, Au 1 g/t

41 Raurau - Sulawesi Bombana Prospeksi Alluvial, kadar rata-rata 1,4 g/m3


Wububangka Tenggara
42 Wumbubangka Sulawesi Bombana Eksploitasi Kadar Au 525 - 2115 mg/m3
Tenggara
43 S. Moduto Sulawesi Utara Mongondow Prospeksi Aluvial dengan kadar Bijih Au=650
mg/m3
44 Panang Sulawesi Utara Minahasa Selatan Survey tinjau Kolovial dan aluvial (tambang
rakyat) Au = 2 gr/m3
45 Bolangitan Sulawesi Utara Buol Eksplorasi Tipe urat, Au 2,7g/t

46 Nibiong Sulawesi Utara Mongondow Eksplorasi Rinci Kadar Au 1 g/t


47 Durian Sulawesi Utara Bolaang Eksploitasi Kadar Au 2,1 g/t
Mongondow
48 Osela Sulawesi Utara Bolaang Eksploitasi -
Mongondow
49 Effendi Prospek Sulawesi Utara Bolaang Eksploitasi Kadar Au 0,8 - 1,68 g/t (Net
Mongondow Atributable)
50 Ayam Putih Sulawesi Utara Bolaang Eksploitasi -
Mongondow
51 Talugon Sulawesi Utara Bolaang Eksploitasi Kadar Au 2,59 g/t (Net Atributable)
Mongondow
52 Riska Sulawesi Utara Bolaang Eksploitasi Kadar Au 10,96-2,73 g/t (Net
Mongondow Atributable)
53 Riska Beringin Sulawesi Utara Bolaang Eksploitasi -
Mongondow
54 Stockpile Sulawesi Utara Minahasa Selatan Eksploitasi -
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

205
206
Emas
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN
PENYELIDIKAN
55 Benteng Sulawesi Utara Minahasa Selatan Eksploitasi -
56 Panang Sulawesi Utara Minahasa Selatan Eksploitasi -

Di Indonesia
57 DU 289/Sulut,PT Sulawesi Utara Minahasa Selatan Prospeksi Bijih berupa urat dan stockworks
Antam Mintu dengan kadar Bijih Au 1,25 gr/t
Mining,Doup
58 Limpoga Sulawesi Utara Minahasa Selatan Eksploitasi Kadar Au 4,75 gr/ton, Stock pile
4,2 g/t Au
59 Nona Hoa Sulawesi Utara Minahasa Selatan Eksploitasi Kadar Au 5,3 gr/ton,
60 Buku Sulawesi Utara Minahasa Selatan Prospeksi Tipe urat, kadar rata-rata Au 10-
6754 ppb
61 Lobongan Sulawesi Utara Minahasa Selatan Prospeksi Tipe urat, Kadar rata-rata Au 2 gr/t
62 Alason Sulawesi Utara Minahasa Selatan Prospeksi Tipe kontak metasomatis, kadar
Au 19-103455 ppb
63 Ratatotok Sulawesi Utara Minahasa Selatan Prospeksi Berupa urat dan pengisian
dengan kadar Bijih Au 5,21 gr/t
64 Bima Sulawesi Utara Minahasa Utara Eksplorasi Rinci Kadar Au 5,3 - 8,8gr/ton

Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


65 Toka Tindung Sulawesi Utara Minahasa Utara Eksplorasi Rinci Kadar Au 1,8 - 3,6 gr/ton

66 Mill Feed Sulawesi Utara Minahasa Utara Eksplorasi Rinci Kadar Au 2,55 gr/ton
67 Araren 3 Sulawesi Utara Minahasa Utara Eksplorasi Rinci Kadar Au 2,6 - 3,0gr/ton
68 Mill Feed Sulawesi Utara Minahasa Utara Eksplorasi Rinci Kadar Au 3,44,0gr/ton
69 Pajajaran Sulawesi Utara Minahasa Utara Eksplorasi Rinci Kadar Au 3,9 - 4,5 gr/ton
70 Mill Feed Sulawesi Utara Minahasa Utara Eksplorasi Rinci Kadar tidak ada data.
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN
PENYELIDIKAN
71 Aaren 1 Sulawesi Utara Minahasa Utara Eksplorasi Rinci -
72 Mill Feed Sulawesi Utara Minahasa Utara Eksplorasi Rinci Kadar tidak ada data.
73 Kopra Sulawesi Utara Minahasa Utara Eksplorasi Rinci Kadar Au 1,8 - 3,0gr/ton
74 Mill Feed Sulawesi Utara Minahasa Utara Eksplorasi Rinci Kadar tidak ada data.
75 Blambangan Sulawesi Utara Minahasa Utara Eksplorasi Rinci Kadar Au 2,9 - 3,7gr/ton
76 Mill Feed Sulawesi Utara Minahasa Utara Eksplorasi Rinci Kadar tidak ada data.
77 Bukit Dareng Sulawesi Utara Kepulauan Sangihe Prospeksi Tipe urat dengan kadar Au 10
Bangka gr/t
78 Dareng Bangka- Sulawesi Utara Kepulauan Sangihe Prospeksi Tipe tersebar dalam batuan
Bangele terubah Au 3,5 gr/t
79 Binebase Sulawesi Utara Kepulauan Sangihe Eksplorasi Au 0,76 gram/ton

80 Bawone Sulawesi Utara Kepulauan Sangihe Eksplorasi Au 1.32 gram/ton gold

81 Seruyung Sulawesi Utara Nunukan Eksplorasi Kadar Au 1,46 g/t


82 Bakan Sulawesi Utara Bolaang Eksplorasi Kadar Au 0,54 g/t (Tereka), 0,80
Mongondow (Tertunjuk) dan 1,1 g/t (Terkira)
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

207
Gambar 7.9. Peta Lokasi Keterdapatan Bijih Emas di Pulau Sulawesi

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


208
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

7.6. Kepulauan Maluku


Kepulauan Maluku terbagi atas 2 busur magmatik, yaitu busur
Sunda Banda di bagian selatan dan Busur Halmahera di bagian
utara. Ujung busur Sunda Banda juga mempunyai prospek
mineralisasi emas, yaitu di Pulau Wetar dan Haruku. Mineralisasi
emas-perak di Pulau Wetar terjadi dalam satuan pasir barit berlapis
diatas gundukan seperti zona sulfida masif. Beberapa lokasi di
sekitar Pulau Wetar juga menunjukkan indikasi mineralisasi perak
dan logam dasar seperti di, Batu Jagung, Batu Hitam dan Batu Mas
Pulau Romang. Mineralisasi logam mulia dan logam dasar di Pulau
Haruku berupa cebakan polimetalik. Berdasarkan pengeboran inti 15
lubang menghasilkan sumber daya tertunjuk sebesar 610.000 ton
bijih dengan kadar 1,52% Cu, 4,47% Pb, 0,103 gram/ton Au, 100,7
gram/ton Ag, dan 4,62% Zn.
Mineralisasi logam pada Busur Halmahera terdapat pada busur
andesitik yang terdiri dari batuan terobosan dan gunungapi Neogen.
Beberapa lokasi prospek yang signifikan potensinya adalah
Kaputusan di Pulau Bacan, Anggai di Pulau Bacan dan Gosowong-
Toguraci-Kencana di Halmahera Utara. Mineralisasi di Kaputusan
merupakan cebakan emas tembaga porfir, sedangkan mineralisasi
emas di Anggai dan Gosowong-Toguraci-Kencana merupakan
cebakan tipe epitermal.

Tabel 7.6. Keterdapatan Bahan Galian Emas di Kepulauan Maluku

TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN
PENYELIDIKAN
1 Miop Maluku Halmahera Prospeksi Kolovial, Au = 100 mg/m3
Utara Tengah
2 Toguraci UG Maluku Halmahera Utara Eksploitasi Kadar Au 11,2 g/t, 24,3 g/t
Utara dan 12,9 g/t (cadangan)
3 Gosowong Maluku Halmahera Utara Eksploitasi Kadar 16 gr/ton Au dan 14
Cutback ROM Utara g/ton Au
4 Gosowong Maluku Halmahera Utara Eksploitasi Kadar 16 gr/ton Au dan 14
Cutback LG Utara g/ton Au (cadangan)
5 Stockpile Maluku Halmahera Utara Eksploitasi Kadar 17,4 gr/ton Au
Utara
6 K2 & Kencana Maluku Halmahera Utara Eksploitasi Kadar 28.6 gr/ton Au dan 17,1
Link Utara g/ton Au (cadangan)
7 K1 Maluku Halmahera Utara Eksploitasi Kadar 16,5 gr/ton Au dan 13,5
Utara gr/ton Au (cadangan)
8 Tailings Maluku Halmahera Utara Eksploitasi Kadar Au 2,9 g/t, dan 2,9 g/t
Utara (cadangan)
9 Tobobo Maluku Halmahera Utara Eksplorasi Kadar Au 32,5 g/t
Utara
10 Kaputusan Maluku Halmahera Eksplorasi Kadar 0,26 -0,34 % Cu, 0,17 -
Utara Selatan 0,19 g/t Au
11 Ambon - Maluku Halmahera Prospeksi Tipe urat breksi, kadar Au
Anggai ( P. Utara Selatan 2,35 g/t
Obi )

209
Gambar 7.10. Peta Lokasi Keterdapatan Bijih Emas di Kepulauan Maluku

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


210
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

7.7. Papua
Selain cebakan porfiri dan skarn, Papua juga mempunyai emas
berupa cebakan high sulfidation (Fakfak) dan epithermal system
(Manokwari) meskipun masih dalam status indikasi. Cebakan emas
yang paling besar di Papua terdapat di jalur Pegunungan Carsten.
Sumber daya dan cadangannya merupakan yang terbesar di
Indonesia atau lebih dari 50% dari sumber daya dan cadangan bijih
emas Indonesia yang tersebar di beberapa daerah prospek
Grasberg, Ertzberg, Deep Ore Zone (DOZ), Kucing Liar dan Big
Gossan. Emas epitermal juga dijumpai di daerah perbatasan di Sua,
Bermol dan Mafi, Kabupaten Keerom.
Di beberapa daerah terdapat aktivitas penambangan emas
aluvial antara lain: Kabupaten Nabire, Kabupaten Jayapura,
Kabupaten Manokwari, Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Mimika.

Tabel 7.7.
Keterdapatan Bahan Galian Emas di Pulau Papua

TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN
PENYELIDIKAN
1 Timika Papua Mimika Eksplorasi Tailing PT. Freport, 31
km2, kadar Au = 2,5
g/t.
2 Komopa Papua Paniai Eksplorasi rinci Porfiri kadar bijih Au =
0,17g/t
3 Wabu Papua Paniai Eksplorasi rinci Kadar bijih Au = 2,16
g/t
4 Grasberg Papua Puncak Eksploitasi Kadar 0,77 g/t & 0,98
open pit g/t Au

5 Grasberg Papua Puncak Eksploitasi Kadar 0,25 g/t Au


open pit
lower grade
6 Grasberg Papua Puncak Eksploitasi Kadar 0,49 g/t & 0,77
block cave g/t Au
2800
7 Grasberg Papua Puncak Eksploitasi Kadar 0,44 g/t Au
Block Cave
Deep
8 Kucing Liar Papua Mimika Eksploitasi Kadar 0,63 g/t & 1,1
g/t Au
9 Ertsberg Papua Mimika Eksploitasi Kadar 0,66 g/t Au
Stockwork
Zone
10 DOZ Block Papua Mimika Eksplorasi Kadar Au 0,71 g/t
Cave
11 Mill Level Papua Mimika Eksploitasi Kadar 0,46 g/t Au &
Zone Deep 0,70 g/t Au
Block Cave

211
TINGKAT
No LOKASI PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN
PENYELIDIKAN
12 Big Gossan Papua Mimika Eksploitasi Kadar 0,74 g/t & 0,97
g/t Au
13 DOM Block Papua Mimika Eksploitasi Kadar 0,36 g/t Au
Cave
Overdraw
14 DOM Block Papua Mimika Eksplorasi Kadar Au 0,36g/t
Cave
15 DOM Open Papua Mimika Eksploitasi Kadar 0,43 g/t Au
Pit
16 DOM Open Papua Mimika <Null> Kadar 0,16 g/t Au
Pit Lower
Grade
17 Sua Papua Keerom Eksplorasi -

18 Bermol Papua Keerom Eksplorasi -

19 Mafi Papua Keerom Eksplorasi -

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


212
Gambar 7.11. Peta Lokasi Keterdapatan Bijih Emas Emas di Pulau Papua
Bab 7 Keterdapatan Emas di Indonesia

213
DAFTAR PUSTAKA

Annels, A.E., 1991. Mineral Deposit Evaluation, Chapman and


Hall, Madras
Aspinal Clive, IIED, 2001, Small Scale Mining in Indonesia,
Jakarta.
Aziz,S, 1999, Aplikasi Geologi Kuarter untuk Explorasi Sumber
Daya Mineral, Geologi Teknik dan Tata Lingkungan,
Universitas Padjadjaran, Bandung.
Blackie, 1991, Gold Metallogenic and Exploration, Leicester
Place, London.
Bateman, A.M & Jensen.W.L, 1981, Economic Mineral Deposits,
Third Edition, John Willey & Sons.
Berkman, D.A., 1982, Field Geologists’ Manual, The Australian
Institute of Mining and Metallurgy, Victoria
Boyle, R.W, 1987. Gold History and Genesis of Deposits, Society
of Economic Geologist and Society of Economic Geologist
Foudation, van Nostrand Reinhold Company, New York, 676
pages.
Carlile, J.C., Davey, G.R., Kadir, I., Langmead, R.P., & Rafferty,
W.J, 1998. Discovery and Exploration of the Gosowong
epithermal gold deposit, Halmahera, Indonesia, Elsevier,
Ontario
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2000,
Penanggulangan Masalah Pertambangan Tanpa Izin
(PETI), Jakarta.
Dinas Pertambangan DT.I Prop Irian Jaya dan Lembaga Penelitian
ITB, 1998, Pemetaan Wilayah dan Pembinaan
Pengembangan Rakyat di Kabupaten DATI II Manokwari
dan Nabire, Bandung.
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, 2005. Konsep
Pedoman Teknis Metoda Preparasi dan Analisis Mineral
Butir, Bandung.
Dit Pembinaan Pengusahaan Pertambangan dan LPM-ITB, 1997,
Proyek Pengembangan Pertambangan Sekala Kecil,
Rencana Induk Pengembangan Pertambangan Skala
Kecil.
Freeport McMoran COPPER & Gold Inc, 2006, Underlying Value,
Annual Report.
Freeport McMoran COPPER & Gold Inc, 2006, Grasberg, Buku
Panduan Tur, Annual Report.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


214
Daftar Pustaka

Gunradi, R., Aswan, I., Tain, Z, Said, A., dan Sukandar, M., 2002.
Pemantauan dan Evaluasi Konservasi Bahan Galian di
G. Pani, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo,
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung
Gurniwa, A., dan Sabtanto, J.S, 1993. Penyelidikan Emas Letakan
di Daerah S. Benit dan Sekitarnya, Muarabungo, Jambi,
Tidak dipublikasikan, PT. Allindo Mitrasarana
Gurniwa, A., dan Sabtanto, J.S, 1994. Penyelidikan Emas Letakan
di Daerah S. Benit dan Sekitarnya, Muarabungo, Jambi,
Tidak dipublikasikan, PT. Allindo Mitrasarana
Gurniwa, A., dan Sabtanto, J.S, 1995. Penyelidikan Emas Letakan
di Daerah Tambang Cucur dan Sekitarnya, Muarabungo,
Jambi, Tidak dipublikasikan, PT. Allindo Mitrasarana
Hartati, R. D., 2001, Penentuan Emas dalam Contoh Geologi/
Geokimia dengan Metode Fire Assay, Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung
Hartman, H.L., 1987. Introductory Mining Engineering, John Wiley
& Sons, Inc., Singapore
Herman, D.Z., dan Sukandar, M., 2005. Pendataan Sebaran Unsur
Merkuri pada Wilayah Pertambangan Ciberang,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung
Juliawan, N., Suprapto, S.J., dan Kamal, S., 2006. Kajian Potensi
Tambang Dalam Pada Kawasan Hutan Lindung di
Tapadaa, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo,
Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung
Juliawan, N., Sukaesih dan Putra, C., 2006. Pendataan
Penyebaran Merkuri pada Wilayah Pertambangan di
Daerah Pongkor, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral,
Bandung
Juliawan, N, Rohmana, 2007. Inventarisasi Potensi Bahan Galian
pada Wilayah PETI di Kab.Jayapura, Prov.Papua, Pusat
Sumber Daya Geologi, Bandung
Junaedi, E.K, Sukaesih, 2007, Inventarisasi Potensi Bahan Galian
pada Wilayah PETI di Kab.Lebak, Prov.Banten, Pusat
Sumber Daya Geologi, Bandung.
Macdonald Eoin H, 1983, Alluvial Mining, The Geology,
technology and economics of placers, Chapman and
Hall, London.

215
Muchjidin, 1977. Prosedur Analisa Geokimia Proyek Sumatera
Utara, Seksi Geokimia, Subdit Eksplorasi.
Pohan,M.P dan Widhiyatna,D, 2005, Inventarisasi Bahan Galian
Pada Wilayah Bekas Tambang di Kab.Pasaman,
Sumatera Barat, Bandung.
Pusat Sumber Daya Geologi, 2006, Ensiklopedi Bahan Galian
Indonesia, Seri Batugamping, Bandung.
Pusat Sumber Daya Geologi, 2013. Atlas Peta Potensi Sumber
Daya Geologi, Bandung.
Puslitbang Tekmira, 2003, Kamus Pertambangan dan Istilah
Terkait, Bandung.
Puslitbang Tekmira, 2004, Penambangan dan Pengolahan Emas
di Indonesia, Bandung.
Pusat Sumber Daya Geologi, 2004, Konsep Pedoman Teknis
Penentuan Bahan Galian Lain dan Mineral Ikutan Pada
Pertambangan Emas Aluvial, Bandung.
Pusat Sumber Daya Geologi, 2005, Konsep Pedoman Teknis
Inventarisasi Bahan Galian Tertinggal Pada Wilayah
Bekas Tambang Emas Aluvial, Bandung.
Pustaka Pengetahuan Modern, 1979, Batuan dan Mineral, Grolier
International Inc, London.
P.N. Tambang Mas Tjikotok, 1968, Tjikotok Gold Mine.
Rancangan Standar Nasional Indonesia, 2007, Deskripsi Analisis
petrografi dan Mineragrafi, Badan Standarisasi Nasional.
Rinawan, R dan Oesman,Z, 1998, Metode Mikroskopik Identifikasi
Emas dan Logam Dasar, Bandung.
Rinawan, R, 1981. Hubungan “Finenes” Emas dan Tipe
Mineralisasinya, Direktorat Sumber Daya Mineral,
Bandung.
Suhandi, Suprapto, S.J., dan Putra, C., 2005. Pendataan Sebaran
Unsur Merkuri pada Wilayah Pertambangan Gunung
Pani dan Sekitarnya, Kabupaten Pohuwato, Provinsi
Gorontalo, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral,
Bandung.
Suhartini, E., 2000, Petunjuk Teknis Penentuan Kadar Emas
dalam Contoh Geologis dengan Metoda MIBK
Extraction. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral,
Bandung
Suprapto, J.S, 2007, Pengambilan Contoh Untuk Estimasi
Cadangan Bahan Galian, Pusat Sumber Daya Geologi,
Bandung.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


216
Daftar Pustaka

Suprapto, J.S, 2007, Tinjauan Tentang Cebakan Emas Aluvial di


Indonesia dan Potensi Pengembangan, Pusat Sumber
Daya Geologi, Bandung.
Suprapto, J.S, 2007, Sumber Daya Emas Primer Sekala Kecil
Untuk Pengembangan Wilayah Pertambangan Rakyat
dengan Konsep Custom Mill, Pusat Sumber Daya
Geologi, Bandung.
Suprapto, J.S, 2007, Pemanfaatan dan Permasalahan Endapan
Mineral Sulfita Pada Kegiatan Pertambangan, Pusat
Sumber Daya Geologi, Bandung.
Tain, Z., Sutrisno, dan Rohmana, 2002. Pengawasan, Pemantauan
dan Evaluasi Konservasi Sumber Daya Mineral di
Daerah Cikidang, Kab. Lebak, Prov. Banten, Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung
Tain, Z., Sutrisno, dan Suprapto, S.J., 2005. Pemantauan dan
Evaluasi Konservasi Sumber Daya Mineral di Kabupaten
Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara, Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Tim Penyusun, 2004, Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang
Konservasi Bahan Galian, Pusat Sumber Daya Geologi,
Bandung.
Tim Penyusun, 2006, Konsep Pedoman Teknis Inventarisasi
Bahan Galian Tertinggal Pada Wilayah Bekas Tambang
Emas Aluvial, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Tim Penyusun, 2006, Konsep Pedoman Teknis Penentuan Bahan
Galian Lain dan Mineral Ikutan Pada Pertambangan
Emas Aluvial, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Tim Penyusun, 2006, Konsep Pedoman Teknis Penentuan Bahan
Galian Tertinggal dan Bahan Galian Berpotensi
Terbuang Pada Wilayah Pertambangan, Pusat Sumber
Daya Geologi, Bandung.
Theo M van Leuwen, J.W.Hedenquist, L.P.James, J.A.S.Dowl, 1993,
Journal of Geochemical Exploration, vol.50 No.1-3
Elsevier, Amsterdam.
Wahyudi, T., 2004, Pengujian Bahan Baku Bijih Emas, Puslitbang
Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung
Webb, Hawke, 1962 , Geochemistry in Mineral Exploration,
Harper & Row Publisher, New York.
Widhiyatna, D., dan Sukandar, M., 2004. Pendataan Penyebaran
Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas di Daerah

217
Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, Direktorat Inventarisasi
Sumber Daya Mineral, Bandung.
Widhiyatna, D, dan Jaenuddin,J, 2005. Inventarisasi Bahan Galian
di Wilayah PETI, Kabupaten Gorontalo, Provinsi
Gorontalo, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral,
Bandung.
Widhiyatna, D., dan Hutamadi, R., 2006. Pendataan Penyebaran
Unsur Merkuri pada Wilayah Pertambangan Selogiri,
Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah, Pusat
Sumber Daya Geologi, Bandung
Widhiyatna, D., dan Suprapto, S.J., 2006. Pendataan Potensi
Bahan Galian di Wilayah PETI, Kabupaten Nabire,
Provinsi Papua, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung
Widhiyatna, D., dan Suprapto, S.J., 2007. Penyelidikan Potensi
Bahan Galian pada Tailing PT.Freeport, Kabupaten
Mimika, Provinsi Papua, Pusat Sumber Daya Geologi,
Bandung
Yusuf, Rahmat, 1992, Teknologi Emas Secara Tradisional, Berita
Pusat Pengembangan Teknologi Mineral, no.42 Tahun 16.

Emas Di Indonesia Geologi, Eksplorasi dan Pemanfaatannya


218
Pusat Sumber Daya Geologi
Jalan Soekarno Hatta No. 444
Bandung 40254
Telp (022) 5202698, 5226270
Website : http://psdg.bgl.esdm.go.id/

Anda mungkin juga menyukai