PROVINSI RIAU
2
II. GAMBARAN UMUM DAS SI AK
•
masing-masing bagian DAS Siak adalah:
Bagian Hulu
Bagian hulu dari DAS Siak adalah dari dua sungai yaitu Sungai Tapung
Kanan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Rokan Hulu dan
Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar, dan Sungai Tapung Kiri yang
termasuk dalam wilayah Tandun Kabupaten Rokan Hulu dan Kecamatan
Tapung Kiri Kabupaten Kampar. Kedua sungai menyatu di daerah Palas
•
(Kabupaten Kampar) dan dekat Kota Pekanbaru pada Sungai Siak Besar.
Bagian Hilir
Bagian hilir dari DAS Siak adalah pada Sungai Siak Besar yang terletak di
desa Palas (Kabupaten Kampar) - Kota Pekanbaru – Kota Perawang
(Kabupaten Siak) – Kota Siak Sri Indrapura dan bermuara di Tanjung Belit
(Sungai Apit, Kabupaten Siak)
3
2.2. Kondisi Fisik
4
Kabupaten Bengkalis dengan populasi kurang lebih 12.500 jiwa atau kurang
lebih 2.200 kk, menempati beberapa kecamatan antara lain Kecamatan
Mandau, Minas dan Bukit Kapur. Masyarakat tersaing tersebut secara budaya
tergabung dalam suatu persekutuan (ulayat), yang hidupnya amat tergantung
pada sumber daya alam hutan yang dikenal sebagai Hutan Ulayat. Saat ini
karena adanya berbagai kepentingan maka keberadaan Hutan Ulayat tersebut
sulit untuk dapat dipertahankan keasliannya.
5
pohon yang berdiameter kecil, dan hanya tertinggal sedikit hutan-hutan yang
berfungsi lindung.
Dari data peta pemanfaatan ruang yang tertuang dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Riau tahun 2001 – 2015 menunjukkan bahwa
pemanfaatan ruang di wilayah DAS Siak bagian hulu sebagian besar
merupakan kawasan budidaya dalam bentuk peruntukan perkebunan besar
dan kawasan hutan produksi, kawasan perkebunan rakyat, kawasan
permukiman, kawasan pertanian lahan kering, dan kawasan pertanian lahan
basah hanya sebagian kecil kawasan Hutan lindung. Di bagian hilir sungai
sebagian besar berupa kawasan hutan produksi, perkebunan besar dan
sebagian lagi berupa kawasan perkotaan (Pekanbaru, Perawang dan Siak Sri
Indrapura). Pemanfaatan lainnya berupa kawasan pertanian lahan basah,
kawasan pertanian lahan kering, dan kawasan hutan resapan air. Data peta ini
cukup memberikan gambaran perlunya penataan kembali penggunaan lahan di
kawasan DAS Siak, dalam arti perlu arahan-arahan yang lebih jelas, agar
kawasan-kawasan budidaya yang ada di DAS Siak apabila memungkinkan
dapat dikonversi sebagai kawasan lindung atau arahan – arahan agar usaha
budidaya di kawasan tersebut dapat berfungsi lindung.
a) . Penggundulan Hutan
Menurut data Departemen Kehutanan, luas areal hutan di Provinsi Riau pada
tahun 2003 adalah sebesar + 4,24 juta hektar dimana 2.224 hektar
diantaranya telah dirambah untuk pemukiman liar oleh 345 KK. Harian Kompas
menyebutkan bahwa setiap tahunnya terdapat sekitar 5 juta m3 kayu hutan
yang dicuri di luar 23 juta m3/ th yang dialokasikan untuk kegiatan industri.
Terjadinya kebakaran hutan dalam upaya pembukaan lahan turut
memperparah kerusakan hutan, yang mencapai puncaknya pada tahun 2002
yaitu mencapai area seluas 2211,85 ha.
6
c. Abrasi Tebing
Abrasi pada tepian sungai diakibatkan oleh hempasan gelombang yang timbul
saat kapal berlayar melalui Sungai Siak. Saat ini lalu lintas pelayaran di Sungai
Siak sangat padat, terutama dilalui oleh kapal-kapal besar seperti tanker,
kargo, dan speedboat. Hasil penelitian FT Universitas Gadjah Mada
menunjukkan bahwa abrasi yang terjadi setiap tahunnya mencapai 7,3 m. Di
beberapa tempat, rumah warga yang 30 tahun lalu berada kira-kira 50 meter
dari pinggiran sungai, kini berada tepat di bibir tebing dan terancam ambruk
seperti yang telah terjadi pada bangunan-bangunan lain sebelumnya. Sebagai
langkah awal, pemerintah daerah telah memasang turap pada pinggiran sungai
sepanjang 4000 meter.
d. Sendimentasi
Sungai Siak memiliki kedalaman antara 20 – 29 meter dan merupakan sungai
terdalam di Indonesia. Namun saat ini terjadi penumpukan sedimen di dasar
sungai yang telah mencapai ketinggian 8 meter atau sepertiga dari kedalaman
sungai. Hal ini mengindikasikan adanya erosi yang sangat besar di bagian hulu
sungai. Adanya sedimen dapat mengganggu pelayaran terutama saat muka air
surut di musim kemarau. Di lain pihak, dalam musim hujan dapat terjadi
bahaya banjir karena berkurangnya kapasitas sungai dalam menampung aliran
air.
e. Pencemaran Air
Pencemaran sungai Siak yang semakin meningkat sejak booming industri yang
menempati sepanjang DAS Siak dan mencapai puncaknya pada 8 Juni 2004
yang lalu dimana lebih dari 1,5 ton ikan mati mengapung.
Pencemaran pada Sungai Siak diakibatkan oleh adanya limbah dari industri
yang berada sepanjang aliran sungai, pelayaran, dan limbah rumah tangga di
sekitarnya. Tingkat pencemaran saat ini sudah mencapai taraf yang
membahayakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah oksigen terlarut
(DO) dalam air sungai lebih kecil dari 1 ppm, sehingga mengancam
kelangsungan hidup ikan dan biota air di dalamnya. Hal ini terbukti pada bulan
Juni 2004 dimana sejumlah 1,5 - 5 ton ikan mati lemas dalam waktu yang
bersamaan akibat kekurangan oksigen. Diperkirakan jumlah spesies ikan yang
tersisa di Sungai Siak hanya sekitar 20 jenis saja. Hal ini membawa dampak
yang buruk bagi penduduk yang berprofesi sebagai nelayan karena hasil
tangkapan tidak mencukupi lagi untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian
banyak diantaranya yang beralih profesi sebagai penebang liar yang justru
menambah parah kerusakan lingkungan dan DAS Siak itu sendiri.
7
umumnya mempunyai PAD kecil, berusaha keras untuk meningkatkan PAD
dengan menggali sumber daya alam yang berada di wilayahnya. Kabupaten-
Kabupaten yang berada dalam DAS Siak, sumber daya alam yang diandalkan
adalah lahan-lahan potensial untuk perkebunan dan Hutan. Konversi lahan dan
penebangan hutan di wilayah Kabupaten tersebut dapat dilihat secara
signifikan di kawasan DAS Siak. Banyak hulan-hutan yang gundul dan terjadi
alih fungsi lahan secara besar-besaran menjadi lahan berkebunan. Akibatnya
kawasan-kawasan pada kawasan DAS ini sebagian besar tidak dapat berfungsi
lindung lagi. Dampak yang nyata akibat eksploitasi ini adalah antara lain;
terjadinya banjir, besarnya sendimentasi tanah di badan air, tingkat erosi besar
dan terjadi pendangkalan Sungai.
Issue lainnya karena perbedaan juridiksi pemerintah ini antara lain;
Masih adanya kesenjangan perkembangan antar kawasan, sektor dan golongan
sosial penduduk serta masih belum meratanya prasarana dan sarana dasar
antar wilayah; Terjadinya konflik pemanfaatan ruang akibat adanya tumpang
tindih kepentingan atas suatu bidang lahan, antara lain dalam bentuk
pemanfaatan kawasan lindung untuk kegiatan budidaya, pembukaan lahan
oleh penduduk di dalam kawasan lindung atau lahan milik swasta, dll.
Permasalahan pada umumnya karena ada perbedaan antar Kabupaten yaitu:
- Belum terwujudnya secara penuh kesamaan pola pikir, persepsi dan cara
pandang para aparatur terhadap berbagai kegiatan penataan ruang wilayah
- Tidak cukupnya keterpaduan dalam perencanaan dan sinkronisasi program-
program pembangunan di antara badan/ dinas-dinas daerah dan instansi
vertikal.
Sejak dulu Sungai Siak merupakan urat nadi ekonomi di dataran Riau.
Berbagai alat angkutan sungai dengan berbagai ukuran dan kecepatan, hilir
mudik setiap harinya di Sungai ini. Intensitas transporatsi yang tinggi tersebut
telah menimbulkan berbagai masalah. Ukuran kapal, kecepatan kapal dan
jumlah kapal yang lewat adalah penyebab terjadinya kerusakan tebing dan
bantaran sungai. Demikian pula dengan dibangun pelabuhan-pelabuhan untuk
kebutuhan industri kayu dan perkebunan sawit, peningkatan fungsi kota
Pekanbaru semakin meningkatkan volume lalu lintas terutama dari kota
Pekanbaru ke arah hilirnya. Jembatan Siak setinggi 23 meter yang melintasi
sungai Siak dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Siak sejak 31 Desember
2002, selain dimaksudkan untuk menghubungkan ibukota Siak dengan daerah
seberangnya, juga untuk membatasi kapal yang melintasi sungai karena
pencemaran dan abrasi di sungai Siak sudah sangat parah, telah menjadi
polemik pro dan kontra. Untuk jangka panjang, keberadaan jembatan Siak
secara tidak langsung akan mengurangi tekanan terhadap lingkungan sekitar
8
akibat keberadaan industri sepanjang DAS Siak. Kapal-kapal besar tidak lagi
masuk ke hulu aliran Sungai Siak, sehingga lambat laun akan berkurang
intensitas lalu lintas air dan bergeser ke moda lalu lintas darat. Pada saat
bersamaan akan berkembang simpul-simpul kegiatan ekonomi yang makin luas
pada 5-simpul perkembangan kota di Kabupaten Siak. Arus keluar masuk
barang melalui darat semakin lancar. Dengan demikian diharapkan
pertumbuhan ekonomi meningkat dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
9
Sebagai gambaran, sejak beberapa tahun yang lalu wadah kordinasi
pengelolaan sumber daya air di tingkat Provinsi juga sudah terbentuk di 11
Provinsi (5 Provinsi di P. Jawa dan 6 Provinsi di luar P. Jawa) dengan 2 macam
nama yaitu: Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA) atau Dewan Sumber Daya Air
Provinsi. Sedangkan di tingkat wilayah sungai juga ada yang ada yang
terbentuk wadah kordinasi dengan nama Panitia Pelaksana Tata Pengaturan Air
(PPTPA) misalnya di WS Progo-Opak-Oyo di Provinsi Jawa Tengah dan D.I.
Yogyakarta, WS Seputih – Sekampung dan WS Mesuji – Tulangbawang di
Provinsi Lampung dan Sumatera Selatan. Saat ini tengah dilakukan persiapan
pembentukan wadah kordinasi sumber daya air di WS Batanghari dan WS
Kampar di Sumatera. Kebijakan pendekatan “One river, one plan and one
management” perlu dicanangkan kembali sebagai pendekatan pengelolaan
DAS.
Maksud dari kegiatan tersebut antara lain menyusun suatu kajian secara
mendalam mengenai kondisi, potensi dan permasalahan DAS Siak dalam upaya
pemanfatan ruang yang efisien dan efektif untuk menjaga keseimbangan
ekosistem DAS dan untuk mengatasi permasalahan yang ada (banjir,
pencemaran sungai, pembuangan limbah dll).
Dari data pemanfaatan ruang yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Riau tahun 2001 – 2015 menunjukkan bahwa pemanfaatan
ruang di wilayah DAS Siak bagian hulu sebagian besar merupakan perkebunan
besar dan kawasan hutan produksi, selain itu terdapat Hutan lindung, kawasan
perkebunan rakyat, kawasan permukiman, kawasan pertanian lahan kering,
dan kawasan pertanian lahan basah. Di wilayah DAS Siak bagian hilir sebagian
besar berupa kawasan hutan produksi, perkebunan besar dan sebagian lagi
berupa kawasan perkotaan (Pekanbaru, Perawang dan Siak Sri Indrapura).
Pemanfaatan lainnya berupa kawasan pertanian lahan basah, kawasan
pertanian lahan kering, dan kawasan hutan resapan air.
10
Dalam upaya pelestarian serta mengatasi permasalahan yang ada di wilayah
11
Pencemaran air S. Siak telah sampai pada tingkat yang membahayakan
kehidupan ikan maupun S. Siak sebagai sumber air. Oleh karena itu
limbah-limbah industri dan rumah tangga harus diolah sampai
memenuhi persyaratan kualitas sehingga memenuhi syarat sebelum
dibuang ke perairan umum.
Keselamatan pelayaran perlu diperhatikan agar tidak terjadi kecelakaan
yang dapat menyebabkan tumpahan minyak atau bahan-bahan lain
yang mencemari S. Siak.
Sebagaimana diketahui pada DAS Siak telah terjadi abrasi yang cukup
besar. Rumah yang semula terletak dengan jarak 50 meter, kini terletak
di pinggir sungai. Intensitas angkutan sungai yang sangat padat baik
dari ukuran kapal dan kecepatan, secara signifikan telah merusak
pinggiran sungai. Upaya-upaya pengamanan perlu dilakukan baik
dengan cara memperkuat tebing sungai dari abrasi, namun juga
diperlukan sempada yang berfungsi untuk pengamanan kerusakan tetapi
juga untuk pengamanan abrasi dengan cara penghijauan. Ketentuan-
ketentuan sempadan sungai yang melintasi kawasan perkotaan dan
non perkotaan tercantum dalam PerMen PU No. 63/ PRT/ 1993.
V. PENUTUP
12
Pelaksanaan dari penataan ruang dan pengelolaan sumber daya air
tersebut harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, didukung oleh sistem
pengaturan yang jelas serta kelembagaan yang kuat dan bertanggung jawab,
dimana semua pihak yang berkepentingan perlu dilibatkan dalam seluruh
proses pengambilan keputusan baik mengenai tata ruang maupun sumber
daya air mulai dari perencanaan sampai dengan pemanfaatannya.
Dalam UU Sumber Daya Air No. 7/ 2004 selain perlu dibentuk Dewan
Sumber Daya Air Provinsi namun yang lebih penting adalah perlu disusun
penataan pada seluruh DAS yang menyeluruh yang menyangkut berbagai
kepentingan pelestarian dan penataan seluruh kegiatan diatasnya yang
selanjutnya menjadi acuan dalam penyusunan maupun perbaikan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW). Prinsip “One River, one Plan and One
Management” perlu dicanangkan kembali untuk penanganan Daerah Aliran
Sungai (DAS).
13