Anda di halaman 1dari 13

PENATAAN RUANG DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) SIAK

PROVINSI RIAU

Paparan Menteri Pekerjaan Umum


Pada acara
Seminar Penyelamatan dan Pelestarian DAS Siak
Di Pekanbaru, 6 Agustus 2005

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


I. PENDAHULUAN
Pertama-tama saya menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya
kepada Pemerintah Provinsi Riau melalui Forum DAS Siak yang mempunyai
inisiatif menyelenggarakan seminar ini dan perhatian begitu besar terhadap
pentingnya pengelolaan ekosistem Daerah Aliran Sungai untuk dijaga dan
dilestarikan sesuai fungsinya sebagai wadah terhimpunnya air dan wadah
berbagai kehidupan dan kegiatan sosial dan ekonomi diatasnya. Pada
kesempatan ini, saya ingin menyampaikan pemikiran mengenai pentingnya
pengelolaan DAS, yang tentunya akan terkait dengan berbagai aspek
kepentingan diatasnya, konflik penggunaan ruang, perbedaan kepentingan
antara satu Kabupaten dengan Kabupaten yang lain dan kepentingan
transportasi dengan pelestarian sungai. Sebagaimana kita ketahui bahwa setiap
kegiatan pada kawasan yang berada di dalam DAS akan mempengaruhi
kawasan lainnya di DAS tersebut. Penebangan hutan, usaha-usaha budidaya
pertanian, perkebunan, pertambangan, transportasi atau industri di bagian
hulu akan menyebabkan berbagai akibat di bagian hilirnya seperti banjir,
terjadi erosi, pencemaran dan pendangkalan sungai, yang tentunya
mempengaruhi ekosistim di hilir, berkurangnya populasi Ikan, pencemaran dan
berkurangnya lapangan usaha masyarakat. Terhambatnya kehidupan ekonomi
di kawasan hilir, juga selanjutnya akan mempengaruhi kegiatan transportasi di
sungai tersebut dan seterusnya akan mempengaruhi kehidupan ekonomi di
wilayah hulunya. Terhambatnya pertumbuhan ekonomi di bagian hilir, juga
mempunyai implikasi kepada kemampuan pertumbuhan ekonomi di wilayah
hulunya. Hubungan timbal balik ini perlu kita cermati lebih teliti, antar upaya
pembangunan sosial budaya, pertumbuhan ekonomi dan upaya-upaya
penyelamatan lingkungan. Oleh karena itu, pada kesempatan diskusi ini, ingin
mengajak semua stakeholder DAS Siak untuk berpikir menyeluruh dari semua
sistem yang ada dalam DAS tersebut. Pemerintah Daerah yang terletak berada
di bagian Hilir Sungai tidak seharusnya egoistis membangun untuk
kepentingan Kabupatennya, tetapi juga harus berpikir sebagai bagian integral
dari sistem DAS tersebut.
Menyadari betapa pentingnya pengelolaan Daerah Aliran Sungai,
terutama yang melibatkan juridiksi beberapa pemerintah baik antar provinsi
maupun pemerintah Kabupaten dan Kota, pemerintah melakukan pengaturan-
pengaturan kewenangan sebagaimana tertuang dalam PP No. 25 tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi mengenai Penataan
Ruang Ekosistem yang berada dalam beberapa kewenangan administrasi,
selain ditegaskan pula dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air, perlunya pengelolaan DAS yang melintasi beberapa wilayah
administrasi yang akan menjadi masukan untuk perencanaan dan perubahan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi, Kabupaten dan Kota.

2
II. GAMBARAN UMUM DAS SI AK

Sungai Siak merupakan sungai terdalam di Indonesia, dengan


kedalaman sekitar 20-30 meter, sungai ini sangat padat dilayari kapal-kapal
besar, kargo, tanker maupun speedboat. Sungai sepanjang 300 kilometer itu
kondisinya kini terancam bukan hanya hilangnya habitat alami sungai berupa
bermacam ikan khas Riau akibat menurunnya kualitas air, tetapi juga
runtuhnya tebing sungai karena abrasi. Seluruh Daerah Aliran Sungai (DAS)
Siak berada di Provinsi Riau, melewati empat wilayah administrasi
kabupaten dan satu wilayah administrasi kota yaitu Kabupaten Rokan Hulu,
Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru.
DAS Siak termasuk DAS kritis, kawasan rawan bencana banjir dan longsor,
terjadi berbagai pencemaran, erosi dan pendangkalan. Kejadian banjir di
Provinsi Riau akibat meluapnya Sungai Siak dan anak-anak sungainya
merupakan indikator adanya perubahan ekosistem pada DAS tersebut.
Perubahan ekosistem tersebut disebabkan oleh wilayah dalam DAS Siak
merupakan daerah yang potensial berkembang bagi kegiatan sosial ekonomi
masyarakat. Di sepanjang Sungai Siak terutama di Pekanbaru ke arah hilirnya
mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk berkembangnya kegiatan sosial
dan ekonomi. Perkembangan penduduk dan ekonomi yang mendorong
berkembangnya kawasan budidaya dan permukiman berpengaruh secara
signifikan terhadap perubahan ekosistem sungai Siak.

2.1. Wilayah DAS Siak

Cakupan DAS Siak meliputi Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Kampar,


Kota Pekanbaru, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak, dari keseluruhan
wilayah DAS Siak terbagi menjadi dua bagian wilayah yaitu bagian hulu dan
hilir dari masing-masing sungai, adapun wilayah-wilayah yang tercakup dalam


masing-masing bagian DAS Siak adalah:
Bagian Hulu
Bagian hulu dari DAS Siak adalah dari dua sungai yaitu Sungai Tapung
Kanan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Rokan Hulu dan
Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar, dan Sungai Tapung Kiri yang
termasuk dalam wilayah Tandun Kabupaten Rokan Hulu dan Kecamatan
Tapung Kiri Kabupaten Kampar. Kedua sungai menyatu di daerah Palas


(Kabupaten Kampar) dan dekat Kota Pekanbaru pada Sungai Siak Besar.
Bagian Hilir
Bagian hilir dari DAS Siak adalah pada Sungai Siak Besar yang terletak di
desa Palas (Kabupaten Kampar) - Kota Pekanbaru – Kota Perawang
(Kabupaten Siak) – Kota Siak Sri Indrapura dan bermuara di Tanjung Belit
(Sungai Apit, Kabupaten Siak)

3
2.2. Kondisi Fisik

Topografi wilayah DAS Siak relatif datar, ketinggian permukaan rata-rata


0-2 m dpl, kemiringan berkisar 0-5 %. Variasi 2 – 40 % di bagian hulu.
Secara garis besar ketinggian bagian hulu DAS Siak dikategorikan menjadi
empat golongan yaitu: antar 1–10 m dpl, 1-25 m dpl, 25-100 m dpl, 100-
500 m dpl.
Jenis tanah di DAS Siak bagian hulu terbagi menjadi dua yaitu organosol
gley humus dan podsolik merah kuning, bertekstur halus (liat), sedang
(lempung) dan kasar (pasir), dengan kedalam topsoil antara 30-60 cm dan
> 90 cm dari atas permukaan tanah.
DAS Siak hulu merupakan hulu Sungai Tapung Kanan dan memiliki banyak
anak sungai antara lain: Sungai Tapung Kiri, Sungai Kasikan, Sungai
Kepanasan. Sungai-sungai yang terdapat di bagian hilir antara lain Sungai
Siak, Sungai Perawang, Sungai Mentawai, Sungai Tualang, Sungai Basar
dan Sungai Balam Tinggi. Sungai-sungai tersebut difungsikan sebagai
jaringan transportasi terutama untuk pengangkutan bahan baku dan hasil
produksi industri. Selain itu dimanfaatkan penduduk sebagai MCK, bahan
baku air minum dan pemenuhan untuk kebutuhan industri.

2.3. Sosial Ekonomi

Berdasarkan struktur mata pencaharian penduduk yang tinggal di


wilayah DAS Siak adalah bergerak di sektor pertanian, perdagangan, jasa,
industri, konstruksi / bangunan. Sebagian besar mata pencaharian penduduk
di bagian hulu sampai hilir DAS Siak yang tinggal di pedesaan pada umumnya
sebagai petani, baik dari usaha tani tanaman semusim maupun perkebunan.
Untuk bagian hulu ketergantungan terhadap sektor pertanian lebih besar
terutama usaha tani tanaman semusim dan perkebunan rakyat yang berupa
kelapa sawit, karet dan gambir. Ketergantungan penduduk terhadap
sumberdaya hutan juga masih sangat tinggi. Di bagian Hilir, dari arah
Pekanbaru ke hilir, kehidupan sosial – ekonomi masyarakat lebih beragam,
terutama dengan adanya kegiatan pertambangan, pengangkutan dan industri
Pulp telah memicu tumbuhnya kegiatan sekunder dan berkembangnya kegiatan
perkotaan. Kota Pekanbaru sebagai ibukota provinsi dan pusat perdagangan
regional, telah mendorong tumbuhnya pusat-pusat perdagangan di sepanjang
bagian hilir Sungai Siak, seperti kota Perawang dan Siak Inderapura.

Dari segi sosial budaya masyarakatnya sebagaimana hampir seluruh


wilayah Sumatera didominasi oleh suku bangsa Melayu, suku-suku lain yang
banyak terdapat antara lain suku Minangkabau, Batak, Jawa, Bugis, Buton,
Flores, Sumbawa serta sedikit suku Arab dan Cina. Selain suku-suku tersebut
hingga saat ini masih terdapat masyarakat terasing seperti suku Sakai di

4
Kabupaten Bengkalis dengan populasi kurang lebih 12.500 jiwa atau kurang
lebih 2.200 kk, menempati beberapa kecamatan antara lain Kecamatan
Mandau, Minas dan Bukit Kapur. Masyarakat tersaing tersebut secara budaya
tergabung dalam suatu persekutuan (ulayat), yang hidupnya amat tergantung
pada sumber daya alam hutan yang dikenal sebagai Hutan Ulayat. Saat ini
karena adanya berbagai kepentingan maka keberadaan Hutan Ulayat tersebut
sulit untuk dapat dipertahankan keasliannya.

I I I . I SSUE STRATEGI S PENGEMBANGAN DAS SI AK


3.1. DAS Siak merupakan DAS kritis

Indikator kritis DAS Siak dicirikan dengan adanya penurunan kualitas


dan kuantitas sungai Siak yang sudah berada di bawah ambang batas
ketentuan sungai yang lestari dan tingginya sendimentasi. Penyebab utama
penurunan kualitas Sungai Siak adalah limbah industri baik industri besar,
menengah maupun kecil yang berada di sepanjang alur sungai Siak, antara lain
industri minyak, industri pengolahan, sawmill, industri pulp dan pembuangan
sampah (60% berasal dari rumah tangga), selain tingginya erosi yang
disebabkan semakin intensif pengelolaan sumberdaya alam yang ada di hulu,
seperti adanya penebangan liar ( illegal logging), penebangan hutan
berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), konversi hutan menjadi kawasan
perkebunan (besar dan kecil), kegiatan pertambangan dan kegiatan budidaya
lainnya.

3.2. Tingginya Konversi Lahan

Hampir sama dengan provinsi-provinsi lainnya di Sumatera, Industri


yang berbahan baku kayu, secara intensif telah merusak hutan di Propvinsi
Riau terutama di DAS Siak. Demikian pula usaha-usaha perkebunan, telah
mengkonversi lahan cukup luas dari Hutan menjadi lahan-lahan perkebunan.
Selain itu dengan adanya pemekaran wilayah, secara tidak langsung
mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di DAS Siak. Masing-masing
Kabupaten berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD) untuk
mempertahankan eksistensi sebagai Pemerintah Daerah,namun sebagai
akibatnya sumber daya alam yang berada di wilayah masing – masing
Kabupaten dieksploitasi secepatnya sebagai upaya meniingkatkan PAD. Banyak
pemberian ijin penebangan hutan, pertambangan, maupun konversi lahan
menjadi berkebunan dalam skala yang besar. Gambaran ini ditunjukan dalam
penggunaan lahan di DAS Siak, hampir sebagai besar hutan-hutan telah
berubah menjadi lahan-lahan perkebunan, hutan-hutan hanya tersisa pohon-

5
pohon yang berdiameter kecil, dan hanya tertinggal sedikit hutan-hutan yang
berfungsi lindung.
Dari data peta pemanfaatan ruang yang tertuang dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Riau tahun 2001 – 2015 menunjukkan bahwa
pemanfaatan ruang di wilayah DAS Siak bagian hulu sebagian besar
merupakan kawasan budidaya dalam bentuk peruntukan perkebunan besar
dan kawasan hutan produksi, kawasan perkebunan rakyat, kawasan
permukiman, kawasan pertanian lahan kering, dan kawasan pertanian lahan
basah hanya sebagian kecil kawasan Hutan lindung. Di bagian hilir sungai
sebagian besar berupa kawasan hutan produksi, perkebunan besar dan
sebagian lagi berupa kawasan perkotaan (Pekanbaru, Perawang dan Siak Sri
Indrapura). Pemanfaatan lainnya berupa kawasan pertanian lahan basah,
kawasan pertanian lahan kering, dan kawasan hutan resapan air. Data peta ini
cukup memberikan gambaran perlunya penataan kembali penggunaan lahan di
kawasan DAS Siak, dalam arti perlu arahan-arahan yang lebih jelas, agar
kawasan-kawasan budidaya yang ada di DAS Siak apabila memungkinkan
dapat dikonversi sebagai kawasan lindung atau arahan – arahan agar usaha
budidaya di kawasan tersebut dapat berfungsi lindung.

3.3. Kerusakan Lingkungan

a) . Penggundulan Hutan
Menurut data Departemen Kehutanan, luas areal hutan di Provinsi Riau pada
tahun 2003 adalah sebesar + 4,24 juta hektar dimana 2.224 hektar
diantaranya telah dirambah untuk pemukiman liar oleh 345 KK. Harian Kompas
menyebutkan bahwa setiap tahunnya terdapat sekitar 5 juta m3 kayu hutan
yang dicuri di luar 23 juta m3/ th yang dialokasikan untuk kegiatan industri.
Terjadinya kebakaran hutan dalam upaya pembukaan lahan turut
memperparah kerusakan hutan, yang mencapai puncaknya pada tahun 2002
yaitu mencapai area seluas 2211,85 ha.

b. Fluktuasi Debit yang Besar


Terdapat fluktuasi debit yang besar antara musim hujan dan kemarau, dimana
:
- Qmaks : 1700 m3/ det
- Qmin : 45 m3/ det
- Qmaks/ Qmin : 37,8
Angka ini mempunyai arti bahwa pada musim hujan, air sangat berlebihan
yang menyebabkan terjadinya banjir sementara pada musim kemarau air
sangat kurang dan dibawah batas lestari sungai.

6
c. Abrasi Tebing
Abrasi pada tepian sungai diakibatkan oleh hempasan gelombang yang timbul
saat kapal berlayar melalui Sungai Siak. Saat ini lalu lintas pelayaran di Sungai
Siak sangat padat, terutama dilalui oleh kapal-kapal besar seperti tanker,
kargo, dan speedboat. Hasil penelitian FT Universitas Gadjah Mada
menunjukkan bahwa abrasi yang terjadi setiap tahunnya mencapai 7,3 m. Di
beberapa tempat, rumah warga yang 30 tahun lalu berada kira-kira 50 meter
dari pinggiran sungai, kini berada tepat di bibir tebing dan terancam ambruk
seperti yang telah terjadi pada bangunan-bangunan lain sebelumnya. Sebagai
langkah awal, pemerintah daerah telah memasang turap pada pinggiran sungai
sepanjang 4000 meter.

d. Sendimentasi
Sungai Siak memiliki kedalaman antara 20 – 29 meter dan merupakan sungai
terdalam di Indonesia. Namun saat ini terjadi penumpukan sedimen di dasar
sungai yang telah mencapai ketinggian 8 meter atau sepertiga dari kedalaman
sungai. Hal ini mengindikasikan adanya erosi yang sangat besar di bagian hulu
sungai. Adanya sedimen dapat mengganggu pelayaran terutama saat muka air
surut di musim kemarau. Di lain pihak, dalam musim hujan dapat terjadi
bahaya banjir karena berkurangnya kapasitas sungai dalam menampung aliran
air.

e. Pencemaran Air
Pencemaran sungai Siak yang semakin meningkat sejak booming industri yang
menempati sepanjang DAS Siak dan mencapai puncaknya pada 8 Juni 2004
yang lalu dimana lebih dari 1,5 ton ikan mati mengapung.
Pencemaran pada Sungai Siak diakibatkan oleh adanya limbah dari industri
yang berada sepanjang aliran sungai, pelayaran, dan limbah rumah tangga di
sekitarnya. Tingkat pencemaran saat ini sudah mencapai taraf yang
membahayakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah oksigen terlarut
(DO) dalam air sungai lebih kecil dari 1 ppm, sehingga mengancam
kelangsungan hidup ikan dan biota air di dalamnya. Hal ini terbukti pada bulan
Juni 2004 dimana sejumlah 1,5 - 5 ton ikan mati lemas dalam waktu yang
bersamaan akibat kekurangan oksigen. Diperkirakan jumlah spesies ikan yang
tersisa di Sungai Siak hanya sekitar 20 jenis saja. Hal ini membawa dampak
yang buruk bagi penduduk yang berprofesi sebagai nelayan karena hasil
tangkapan tidak mencukupi lagi untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian
banyak diantaranya yang beralih profesi sebagai penebang liar yang justru
menambah parah kerusakan lingkungan dan DAS Siak itu sendiri.

3.4. Lintas Wilayah dan Pemekaran Wilayah Administrasi

Upaya upaya pemekaran wilayah tidak selalu berdampak positif namun


juga ada indikasi berdampak negatif. Kabupaten pemekaran baru, yang pada

7
umumnya mempunyai PAD kecil, berusaha keras untuk meningkatkan PAD
dengan menggali sumber daya alam yang berada di wilayahnya. Kabupaten-
Kabupaten yang berada dalam DAS Siak, sumber daya alam yang diandalkan
adalah lahan-lahan potensial untuk perkebunan dan Hutan. Konversi lahan dan
penebangan hutan di wilayah Kabupaten tersebut dapat dilihat secara
signifikan di kawasan DAS Siak. Banyak hulan-hutan yang gundul dan terjadi
alih fungsi lahan secara besar-besaran menjadi lahan berkebunan. Akibatnya
kawasan-kawasan pada kawasan DAS ini sebagian besar tidak dapat berfungsi
lindung lagi. Dampak yang nyata akibat eksploitasi ini adalah antara lain;
terjadinya banjir, besarnya sendimentasi tanah di badan air, tingkat erosi besar
dan terjadi pendangkalan Sungai.
Issue lainnya karena perbedaan juridiksi pemerintah ini antara lain;
Masih adanya kesenjangan perkembangan antar kawasan, sektor dan golongan
sosial penduduk serta masih belum meratanya prasarana dan sarana dasar
antar wilayah; Terjadinya konflik pemanfaatan ruang akibat adanya tumpang
tindih kepentingan atas suatu bidang lahan, antara lain dalam bentuk
pemanfaatan kawasan lindung untuk kegiatan budidaya, pembukaan lahan
oleh penduduk di dalam kawasan lindung atau lahan milik swasta, dll.
Permasalahan pada umumnya karena ada perbedaan antar Kabupaten yaitu:
- Belum terwujudnya secara penuh kesamaan pola pikir, persepsi dan cara
pandang para aparatur terhadap berbagai kegiatan penataan ruang wilayah
- Tidak cukupnya keterpaduan dalam perencanaan dan sinkronisasi program-
program pembangunan di antara badan/ dinas-dinas daerah dan instansi
vertikal.

3.5. Masalah Transportasi dan Pembangunan Jembatan


Siak

Sejak dulu Sungai Siak merupakan urat nadi ekonomi di dataran Riau.
Berbagai alat angkutan sungai dengan berbagai ukuran dan kecepatan, hilir
mudik setiap harinya di Sungai ini. Intensitas transporatsi yang tinggi tersebut
telah menimbulkan berbagai masalah. Ukuran kapal, kecepatan kapal dan
jumlah kapal yang lewat adalah penyebab terjadinya kerusakan tebing dan
bantaran sungai. Demikian pula dengan dibangun pelabuhan-pelabuhan untuk
kebutuhan industri kayu dan perkebunan sawit, peningkatan fungsi kota
Pekanbaru semakin meningkatkan volume lalu lintas terutama dari kota
Pekanbaru ke arah hilirnya. Jembatan Siak setinggi 23 meter yang melintasi
sungai Siak dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Siak sejak 31 Desember
2002, selain dimaksudkan untuk menghubungkan ibukota Siak dengan daerah
seberangnya, juga untuk membatasi kapal yang melintasi sungai karena
pencemaran dan abrasi di sungai Siak sudah sangat parah, telah menjadi
polemik pro dan kontra. Untuk jangka panjang, keberadaan jembatan Siak
secara tidak langsung akan mengurangi tekanan terhadap lingkungan sekitar

8
akibat keberadaan industri sepanjang DAS Siak. Kapal-kapal besar tidak lagi
masuk ke hulu aliran Sungai Siak, sehingga lambat laun akan berkurang
intensitas lalu lintas air dan bergeser ke moda lalu lintas darat. Pada saat
bersamaan akan berkembang simpul-simpul kegiatan ekonomi yang makin luas
pada 5-simpul perkembangan kota di Kabupaten Siak. Arus keluar masuk
barang melalui darat semakin lancar. Dengan demikian diharapkan
pertumbuhan ekonomi meningkat dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

Namun, keinginan Pemerintah Kabupaten Siak tersebut mendapat tentangan


dari Perusahaan Pelayaran dan Pemerintah Kota Pekanbaru yang menginginkan
ketinggian jembatan ditambah menjadi 30 meter dengan alasan agar lalu
lintas kapal yang membawa bahan bakar minyak dan sembako dapat melintas
hingga ke Pekanbaru. Selain itu pembangunan jembatan setinggi 23 meter
dinilai dapat menutup alur lalu lintas internasional di Sungai Siak dan
mengganggu kawasan industri yang dirancang Pemerintah Kota Pekanbaru.

Polemik tersebut tidak berkesudahan meskipun pembangunan jembatan telah


mencapai 70,5 % dan memakan dana ratusan miliar rupiah karena tidak dapat
diselesaikan di daerah. Masalah tersebut dibawa ke pemerintah pusat dengan
pertimbangan presiden yang akan memberikan keputusan dilanjut tidaknya
pembangunan jembatan.

I V. KEBI JAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN


DAS SI AK
4.1. Kelembagaan

Dalam Penataan Ruang Daerah Aliran Sungai agar selalu memperhatikan


peraturan dan Perundangan yang terkait dengan penataan wilayah sungai yaitu
Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang
No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah No. 25
tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Propinsi serta petunjukan
pelaksanaannya. Melihat kenyataan bahwa DAS - DAS di Riau semakin kritis,
maka sudah sepatutnya pengelolaan wilayah sungai mendapat perhatian yang
memadai dengan membentuk wadah kordinasi tersendiri. Berdasarkan UU No.
7 tahun 2004 maka pemerintah Provinsi Riau mempunyai kewenangan
membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat provinsi.
Dewan sumber daya air ini bertugas untuk mensinkronkan program penataan
ruang, reboisasi dan penghijauan, pencegahan pembalakan, pengendalian
pencemaran serta pendayagunaan air S. Siak. Dengan di bentuknya Forum
Daerah Aliran Sungai Siak, selanjutnya dapat dijadikan embryo sebagai Dewan
Sumber Daya Air sebagaiman dimaksud dalam Undang-Undang.

9
Sebagai gambaran, sejak beberapa tahun yang lalu wadah kordinasi
pengelolaan sumber daya air di tingkat Provinsi juga sudah terbentuk di 11
Provinsi (5 Provinsi di P. Jawa dan 6 Provinsi di luar P. Jawa) dengan 2 macam
nama yaitu: Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA) atau Dewan Sumber Daya Air
Provinsi. Sedangkan di tingkat wilayah sungai juga ada yang ada yang
terbentuk wadah kordinasi dengan nama Panitia Pelaksana Tata Pengaturan Air
(PPTPA) misalnya di WS Progo-Opak-Oyo di Provinsi Jawa Tengah dan D.I.
Yogyakarta, WS Seputih – Sekampung dan WS Mesuji – Tulangbawang di
Provinsi Lampung dan Sumatera Selatan. Saat ini tengah dilakukan persiapan
pembentukan wadah kordinasi sumber daya air di WS Batanghari dan WS
Kampar di Sumatera. Kebijakan pendekatan “One river, one plan and one
management” perlu dicanangkan kembali sebagai pendekatan pengelolaan
DAS.

4.2. Arahan Pemanfaatan Ruang Di DAS Siak

Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai telah mempunyai acuan


yang jelas yaitu di dasarkan kepada PP 25 tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah Propinsi, salah satunya penyebutkan penataan ruang ekosistem
wilayah Sungai adalah merupakan kewenangan pusat. Pada saat ini (dalam
tahun anggaran 2005) Ditjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum
sedang melakukan kegiatan Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang di DAS
Siak yang diharapkan dapat selesai pada akhir tahun 2005 dan dapat
dimanfaatkan sebagai acuan baik bagi pusat maupun daerah (provinsi,
kabupaten dan kota).

Maksud dari kegiatan tersebut antara lain menyusun suatu kajian secara
mendalam mengenai kondisi, potensi dan permasalahan DAS Siak dalam upaya
pemanfatan ruang yang efisien dan efektif untuk menjaga keseimbangan
ekosistem DAS dan untuk mengatasi permasalahan yang ada (banjir,
pencemaran sungai, pembuangan limbah dll).

Dari data pemanfaatan ruang yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Riau tahun 2001 – 2015 menunjukkan bahwa pemanfaatan
ruang di wilayah DAS Siak bagian hulu sebagian besar merupakan perkebunan
besar dan kawasan hutan produksi, selain itu terdapat Hutan lindung, kawasan
perkebunan rakyat, kawasan permukiman, kawasan pertanian lahan kering,
dan kawasan pertanian lahan basah. Di wilayah DAS Siak bagian hilir sebagian
besar berupa kawasan hutan produksi, perkebunan besar dan sebagian lagi
berupa kawasan perkotaan (Pekanbaru, Perawang dan Siak Sri Indrapura).
Pemanfaatan lainnya berupa kawasan pertanian lahan basah, kawasan
pertanian lahan kering, dan kawasan hutan resapan air.

10
Dalam upaya pelestarian serta mengatasi permasalahan yang ada di wilayah

• Memepertahankan kawasan lindung (tidak boleh dikonversi)


DAS Siak diperlukan strategi penanganan antara lain :

terutama di wilayah DAS Siak bagian hulu yang menurut data


dari RTRW propinsi hanya terdapat dalam jumlah yang relatif

• Kawasan perkebunan besar serta kawasan hutan produksi


kecil.

tetap sangat mendominasi di wilayah DAS Siak, sehingga perlu


ditingkatkan pengelolaannya (penertiban illegal loging.

• Wilayah DAS Siak sangat rawan terhadap banjir, maka


Reboisasi, dll)

diperlukan suatu kajian tentang master plan pengendalian

• Dalam rangka mengantisipasi pembuangan sampah ke dalam


banjir untuk wilayah tersebut.

sungai, perlu disiapkan lokasi untuk TPA yang dapat


menampung sampah baik dari rumahtangga maupun non

• Untuk mencegah pencemaran sungai-sungai yang ada di DAS


rumahtangga;

Siak, perlu disiapkan lokasi serta sistem untuk pengolahan


limbah dari pabrik-pabrik yang banyak terdapat di wilayah

• Memberi penyuluhan pada masyarakat untuk ikut berperan


tersebut.

serta dalam menjaga pelestarian lingkungan.

4.3. Penanganan Lingkungan

1. Reboisasi dan Penghijauan.


Laju peresapan air ke dalam tanah amat dipengaruhi oleh tingkat
kelebatan vegetasi pada tanah tersebut. Oleh sebab itu vegetasi pada
kawasan hutan harus dijaga dengan cara reboisasi pada kawasan hutan
yang gundul serta pencegahan pembalakan pada hutan yang telah
lebat. Pada kawasan perkebunan serta lahan-lahan kosong lainnya
dilakukan penghijauan sehingga peresapan air ke dalam tanah dapat
berlangsung optimal.

2. Pengaturan Transportasi Air.


Kecepatan serta kepadatan lalu lintas air menimbulkan abrasi yang
tinggi pada tebing Sungai Siak yang dapat membahayakan bangunan-
bangunan sepanjang tebing S. Siak. Oleh karena itu diperlukan
pengaturan kembali manajemen transportasi S. Siak ini agar gelombang-
gelombang air yang ditimbulkan tidak mengikis tebing sungai.

3. Pengendalian Pencemaran Air.

11
Pencemaran air S. Siak telah sampai pada tingkat yang membahayakan
kehidupan ikan maupun S. Siak sebagai sumber air. Oleh karena itu
limbah-limbah industri dan rumah tangga harus diolah sampai
memenuhi persyaratan kualitas sehingga memenuhi syarat sebelum
dibuang ke perairan umum.
Keselamatan pelayaran perlu diperhatikan agar tidak terjadi kecelakaan
yang dapat menyebabkan tumpahan minyak atau bahan-bahan lain
yang mencemari S. Siak.

4. Penataan Sempadan Sungai

Sebagaimana diketahui pada DAS Siak telah terjadi abrasi yang cukup
besar. Rumah yang semula terletak dengan jarak 50 meter, kini terletak
di pinggir sungai. Intensitas angkutan sungai yang sangat padat baik
dari ukuran kapal dan kecepatan, secara signifikan telah merusak
pinggiran sungai. Upaya-upaya pengamanan perlu dilakukan baik
dengan cara memperkuat tebing sungai dari abrasi, namun juga
diperlukan sempada yang berfungsi untuk pengamanan kerusakan tetapi
juga untuk pengamanan abrasi dengan cara penghijauan. Ketentuan-
ketentuan sempadan sungai yang melintasi kawasan perkotaan dan
non perkotaan tercantum dalam PerMen PU No. 63/ PRT/ 1993.

V. PENUTUP

Sebagai upaya penyelamatan dan pelestarian DAS Siak, maka penyusunan,


peninjauan kembali, dan/ atau penyempurnaan rencana tata ruang wilayah di
tingkat provinsi, kabupaten/ kota, rencana pengelolaan DAS Siak harus menjadi
salah satu unsur yang harus dipertimbangkan. Strategi dalam upaya
penyelamatan DAS Siak yang perlu dilakukan adalah :
1. Menetapkan kawasan Sub DAS Siak Hulu dan bagian hulu dari Sub DAS
Siak Hilir sebagai kawasan lindung sumber air.
2. Pengaturan yang lebih ketat mengenai pemanfaatan terutama pada
kawasan-kawasan yang berfungsi lindung dan sempadan sungai.
3. Membentuk Dewan Sumber Daya Air Provinsi.
4. Penegakan hukum bagi pelaku perusakan lingkungan baik
penggundulan hutan dan pencemar air.

Pembatasan pengembangan permukiman di Sub DAS Siak Hulu dan


penetapan Sub DAS Siak Hulu sebagai kawasan lindung sumber air patut
menjadi prioritas utama, hal ini disebabkan Kota Pekanbaru tepat berada di
batas hilir Sub DAS Siak Hulu. Pada bagian hulu Sub DAS Siak Hilir perlu
dijadikan kawasan konservasi juga mengingat luas Sub DAS ini cukup
signifikan terhadap DAS Siak.

12
Pelaksanaan dari penataan ruang dan pengelolaan sumber daya air
tersebut harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, didukung oleh sistem
pengaturan yang jelas serta kelembagaan yang kuat dan bertanggung jawab,
dimana semua pihak yang berkepentingan perlu dilibatkan dalam seluruh
proses pengambilan keputusan baik mengenai tata ruang maupun sumber
daya air mulai dari perencanaan sampai dengan pemanfaatannya.
Dalam UU Sumber Daya Air No. 7/ 2004 selain perlu dibentuk Dewan
Sumber Daya Air Provinsi namun yang lebih penting adalah perlu disusun
penataan pada seluruh DAS yang menyeluruh yang menyangkut berbagai
kepentingan pelestarian dan penataan seluruh kegiatan diatasnya yang
selanjutnya menjadi acuan dalam penyusunan maupun perbaikan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW). Prinsip “One River, one Plan and One
Management” perlu dicanangkan kembali untuk penanganan Daerah Aliran
Sungai (DAS).

13

Anda mungkin juga menyukai