Anda di halaman 1dari 3

Balada karsa

Di bumi yang tua ini


Manusia bukan lagi manusia
Yang lemah semakin merebah sampai ke dasar lembah
Yang kuat terus menindas sampai naas
Yang lapar ingin besar hingga terkapar
Yang haus terlalu kembung hingga tandus

Aku merindukan cinta


Cinta yang disebarkan ke seluruh dunia
Duka dan luka disulap menjadi nirwana

Di bumi yang sudah rentan ini


Kata tak lagi bersuara
Suara tak lagi bermakna
Makna tak lagi punya telinga
Telinga tak lagi terbuka

Lalu ke mana aku akan membagikan cinta?


Ketika semua diam tunduk pada kecanggihan dunia
Aku merindukan suar aksara

Langkahku terhenti
Aku tersungkur ke dalam ruang hampa
Tak ada siapa-siapa
Sunyi yang ada hanya sepi

Ahhh dunia
Aku merindukan cinta
Aku merindukan aksara
Aku ingin nirwana

MTYP
Tangerang, 2018
Rehat sekejap
Aku ingin rehat sekejap tentang mengingatmu
Bermalas-malasan di ruang kamarku
Membaca buku-buku dan mendengarkan lagu-lagu
Sialnya kau lebih dulu berada di kasurku, di kaos dan kemejaku yang telah menyerap
aroma tubuhmu

Aku ingin membayangkan wajah-wajah lain


Wajah-wajah yang ku dapat dari buku yang ku baca
Annelies Mallema, Dwi ayu, Nidah Kirani, Ana Tidae, dan Kasuarina
Tapi kebenaran membentuk wajahmu dari segala rasa ingin

Aku ingin mendengar suara-suara merdu yang pasti bukan kamu


Suara yang penuh dengan nada-nada syahdu
Namun angin telah memenangkan perang dengan gramofon
Berisik rendah menyulam suaramu yang lugu dan aku hanya bisa merenungi wajahmu di
layar telepon

Orang-orang lebih suka dengan kebohongan dibandingkan kejujuran


Orang-orang lebih sukar untuk jatuh cinta kepada segala hal yang sulit
Dan aku mencintaimu karena aku tahu kau berbohong bahawa kau mencintaiku
Dan aku mencintaimu karena aku tahu kau tidak mencintaiku

Jika terlalu mencintaimu adalah bego,


maka terlalu mencintai diriku sendiri adalah ego

Maka biarkan aku rehat sekejap


Rebahkan diri
Membasuh nurani
Bersihkan debu
Bersahabat dengan waktu

MTYP
Tangerang, 2018
Catatan; untuk perempuanku yang lebih suka ku panggil hara dibandingkan sandra

Har,
akhir-akhir ini aku merasa gusar
berada di antara orang-orang yang pandai memutar-mutar
tenggelam di dalam lautan manusia yang penuh kebencian demi puncak yang
dicintainya.

aku ingin kita berada di dapur di pagi hari


tempat di mana kau diam membisu—sibuk memasak sarapan untuk menyongsong hari
baru
dan bagianku adalah menyeduh kopi yang penuh kebahagiaan—kopi yang tak
bercampur air mata petani
kau tersenyum padaku seperti ibu yang melihat anaknya bermain sana-sini tanpa takut
kotor akan kuman
aku berjungkat-jungkit bahagia seperti anak kecil yang merengek karena kelaparan.

lalu kita duduk di beranda taman


dengan sepasang kopi yang dipeluk cinta petani di atas meja
waktu di mana mulutmu mahir berdiplomasi tentang hidup, politik, musik, sastra, cinta,
dan mati—dan aku adalah buku kesukaanmu
jika di salah satu halaman kau menemukan kebenaran yang membuatmu jijik, ngeri, dan
benci, maka seruputlah kopimu, karena di sana selalu ada cinta yang tak pernah mati
dan bacalah dengan teliti jangan sampai ada satu kata pun yang terlewat dan pahami
baik-baik—maka kau akan tahu kisahku akan berakhir bahagia dengan bersamamu.

dan semesta bertanya padaku


“di mana setiap revolusi berawal dan berakhir?”
kemudian aku menjawab
“di setiap bibir ku dan hara saling lebur”

MTYP
Tangerang, 2018

Anda mungkin juga menyukai