Anda di halaman 1dari 3

SYARAT ORANG WAJIB MEMABAYAR ZAKAT FITRAH

Hukum membayar zakat fitrah adalah wajib. Tapi, apakah zakat fitrah ini berlaku untuk
setiap muslim Tentunya tidak. Zakat fitrah hanya wajib ditunaikan oleh:

 setiap muslim, karena untuk menutupi kekurangan puasa yang diisi dengan perkara sia-
sia dan kata-kata kotor,

 yang mampu mengeluarkan zakat fitrah.

Batasan mampu di sini, menurut mayoritas ulama, adalah yang memiliki kelebihan makanan
bagi dirinya dan yang diberi nafkah pada malam dan siang hari ‘ied. Orang seperti inilah
yang dikatakan wajib untuk mengeluarkan zakat fitrah.

Hal ini juga dijelaskan Rasulullah SAW dalam hadisnya,

َّ َ ُ ِ ْ َ ْ َ َ َّ َ ُْ َ ُ َْ َ َ َ َ ْ َ َ َ ُْ َ َ ‫َ ْ ََ ُ َ َ ُ َ ه‬
‫يه ف ِإنما يستك ِث ِمن الن ِار‬
ِ ‫يه قال »من سأل و ِعنده ما يغ ِن‬ ِ ‫اَّلل وما يغ ِن‬ ِ ‫أن «فقالوا يا رسول‬
َ َ َ َ َ َُ َ ُ
‫َيكون له ِش َب ُع َي ْو ٍم َول ْيل ٍة أ ْو ل ْيل ٍة َو َي ْو ٍم‬

“Barangsiapa meminta-minta, padahal dia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka


sesungguhnya dia telah mengumpulkan bara api.” Mereka berkata, ”Wahai Rasulullah,
bagaimana ukuran mencukupi tersebut?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Seukuran makanan yang mengenyangkan untuk sehari-semalam." (HR. Abu Daud dan
Ahmad).
Menurut Imam Malik, ulama Syafi’iyah dan mayoritas ulama, seorang suami juga
bertanggung jawab atas zakat fitrah dari istrinya, karena istri menjadi tanggungan nafkah
suami.

Bentuk Zakat Fitrah

Menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’
Fatawa, zakat fitrah yang diberikan adalah yang berupa makanan pokok, seperti kurma,
gandum, beras, dan semacamnya.
Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah dengan satu sho’ kurma atau gandum karena dua
makanan ini adalah makanan pokok bagi penduduk Madinah. Dan untuk di Indonesia
sendiri, yang mayoritas makanan pokok penduduknya adalah nasi, maka zakat fitrah
haruslah berbentuk beras.

membayar zakat fitrah dengan uang


Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa tidak boleh
menyalurkan zakat fitrah dalam bentuk uang yang senilai dengan zakat. Ini karena tidak ada
satu dalil pun yang menyatakan diperbolehkannya cara ini. Sedangkan ulama Hanafiyah
berpendapat bolehnya zakat fithri diganti dengan uang.

Abu Daud mengatakan,

ُ‫يل َِل ْح َم َد َوَأ َنا َأ ْس َمع‬ ُ


َِ ‫ق‬: ‫–أ ْعط َد َراه َم‬ ْ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َُ ْ ُ َ ْ َ ُ َ َ
‫قال –يع ِ ين ِ يف صدق ِة ال ِفط ِر‬: ‫أخاف أن ل يج ِزئه‬
ِ ِ ‫ِ ي‬
‫ه‬ ََ ُ‫ه َ ه ه‬ ُ َ
ُ ‫ف ُس َّنة َر‬
‫اَّلل عل ْي ِه َو َسل َم‬ ‫اَّلل صَّل‬
ِ ‫ول‬ِ ‫س‬ ِ ‫خَل‬.
ِ

“Imam Ahmad ditanya dan aku pun menyimaknya. Beliau ditanya oleh seseorang,
“Bolehkah aku menyerahkan beberapa uang dirham untuk zakat fithri?” Jawaban Imam
Ahmad, “Aku khawatir seperti itu tidak sah. Mengeluarkan zakat fithri dengan uang berarti
menyelisihi perintah Rasulullah SAW”.
Abu Tholib berkata berkata bahwa Imam Ahmad berkata padanya,

ََُ
‫يمته‬‫ط ِق‬ ْ ‫َل ُي‬
‫ع‬
‫ِ ي‬

“Tidak boleh menyerahkan zakat fitrah dengan uang seharga zakat tersebut.”
Syaikh ‘Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz memberikan penjelasan terkait masalah ini:

“Telah kita ketahui bahwa ketika pensyari’atan dan dikeluarkannya zakat fithri ini sudah ada
mata uang dinar dan dirham di tengah kaum muslimin –khususnya penduduk Madinah
(tempat domisili Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen)-. Namun, Nabi SAW tidak
menyebutkan kedua mata uang ini dalam zakat fitrah. Seandainya mata uang dianggap sah
dalam membayar zakat fitrah, tentu Rasulullah SAW akan menjelaskan hal ini. Alasannya,
karena tidak boleh bagi Rasulullah SAW mengakhirkan penjelasan padahal sedang
dibutuhkan. Seandainya Rasulullah SAW membayar zakat fitrah dengan uang, tentu para
sahabat akan menukil berita tersebut. Kami juga tidak mengetahui ada seorang sahabat
Nabi yang membayar zakat fithri dengan uang. Padahal para sahabat adalah manusia yang
paling mengetahui sunnah (ajaran) Nabi dan orang yang paling bersemangat dalam
menjalankan sunnahnya. Seandainya ada di antara mereka yang membayar zakat fitrah
dengan uang, tentu hal ini akan dinukil sebagaimana perkataan dan perbuatan mereka yang
berkaitan dengan syari’at lainnya dinukil (sampai pada kita). (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz).

Anda mungkin juga menyukai