Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

TL 3103 – LABORATORIUM LINGKUNGAN


PRAKTIKUM 07
DO, BOD, DAN COD

Nama Praktikan : Aureliansyah Alberami


NIM : 15318093
Tanggal Praktikum : Kamis, 19 November 2020
Tanggal Penyerahan : Kamis, 26 November 2020
PJ Modul : Fathiya Mufidah (15317073)
Cindy Maura Bernadine (15317011)
Asisten yang Bertugas M. Yusuf Habibbullah (15316095)
Arisa F. Pangaribuan (15316043)
Cindy Maura Bernadine (15317011)
Syams A. (15316033)
Miftahir Rizka (15317076)
Muhammad Farhan Huda (15317075)
Fathiya Mufidah (15317073)
Putri Shafa Kamila (15317054)
Kamis, 19 November 2020
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2020
Kamis, 19 November 2020
MODUL 26
OKSIGEN TERLARUT (DISSOLVED OXYGEN)

I. Tujuan Praktikum
1. Menentukan kadar oksigen terlarut dalam sampel air
2. Menentukan keunggulan metode yang digunakan dalam menentukan kadar oksigen terlarut dalam
sampel air
3. Menentukan fungsi MnSO4 dan alkali iodida dalam percobaan

II. Landasan Teori


Parameter fisika-kimia air seperti konsentrasi oksigen terlarut (DO), suhu, dan total padatan
tersuspensi (TSS), adalah beberapa parameter yang paling banyak mendapat perhatian karena
mencerminkan kualitas air dan kesehatan suatu ekosistem perairan (Nontji, 1984). Oksigen terlarut
adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara.
Pengukuran tingkat kualitas air dilihat dari oksigen terlarut (Dissolved Oxygen). Semakin tinggi
kandungan Dissolved Oxygen (DO) semakin bagus kualitas air tersebut (Simanjuntak, 2007). Batas
konsentrasi minimum serta peran DO bagi ekosistem perairan mencerminkan kemampuan badan air
dalam menyesuaikan diri dengan kehadiran beban pencemar (Gower, 1980). DO sangat berpengaruh
terhadap kehidupan ikan, terutama untuk pertumbuhan, memperbaiki jaringan dan reproduksi.
Sumber DO dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas
fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Sementara itu, oksigen terlarut dalam air dapat
berkurang akibat adanya respirasi dan pembusukan bahan organik pada dasar perairan (Department
of Primary Industries and Resources of South Australia, 2003).
Sumber utama oksigen terlarut dalam suatu perairan berasal dari fotosintesis fitoplankton,
mikro dan makroalgae yang hidup di perairan tersebut dan proses difusi dari udara bebas. Laju difusi
oksigen dari udara bebas ke dalam perairan dipengaruhi oleh suhu air, tekanan udara, salinitas,
pergerakan massa air dan udara seperti arus/gelombang serta kedalaman air. Ikan dapat hidup di
dalam air dan mengkonsumsi oksigen karena ikan mempunyai insang. DO di dalam air akan
berdifusi kedalam sel-sel insang ke jaringan sebelah dalam dari badannya (Kimbal, 1988).
Kebutuhan DO minimum untuk ikan air tawar tropis ± 5 mg/l (80% saturasi), sedangkan untuk ikan
laut tropis ± 5 mg/l (75% saturasi). Ikan-ikan yang gesit umumnya lebih banyak membutuhkan
oksigen, sementara ikan lele dan gurame termasuk jenis ikan yang mampu hidup di perairan dengan
kandungan DO sedikit, karena ikan ini mempunyai pernafasan tambahan yang memungkinkan untuk
mengambil oksigen dari udara di luar air (Suyanto, 2008). Kondisi DO yang rendah juga bisa
berakibat pada kematian dan pertumbuhan dari ikan, kisaran DO 0,3-1,0 mg/l akan menyebabkan
kematian pada ikan apabila berlangsung lama, sedangkan kisaran DO 1,0- 5,0 mg/l akan membuat
pertumbuhan ikan menjadi lambat.

III. Prinsip Praktikum


Oksigen akan mengoksidasi Mn2+ dalam suasana basa membentuk endapan MnO 2. Dengan
penambahan alkali iodida dalam suasana asam akan membebaskan iodium. Banyaknya iodium yang
dibebaskan ekivalen dengan banyaknya oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan dianalisa dengan
metode titrasi idometris dengan larutan standar Thiosulfat dan indikator larutan amilum.
Reaksi pengukuran:
Mn2+ + 2 OH- + 1/2 O2 → MnO2 + H2O
MnO2 + 2 I- + 4H+ → Mn2+ + H2O + I2
I2 + S2O32- → S4O62- + 2I-

IV. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
 Botol BOD 250 mL  Sampel air
 Pipet 1 mL  Larutan MnSO4
 Labu erlenmeyer  Larutan alkali iodida
 Buret  Larutan Thiosulfat
Kamis, 19 November 2020
 Larutan kanji
 Indikator amilum
V. Cara Kerja dan Hasil Pengamatan
Cara Kerja Hasil Pengamatan
Percobaan dilakukan
dengan menggunakan DO
meter dan didapat 2,74
mg/L.

VI. Pengolahan Data

( mgL )=
V Thio × N Thio ×1000 ×8
DO
V botol −2
Dimana:
Vthio = Volume titrasi thiosulfat (ml)
Nthio = Normalitas thiosulfta yang digunakan (N)
8 = Berat Ekivalen O2
Vbotol = Volume contoh air (ml)

Nilai DO yang didapat melalui alat DO meter adalah 2,74 mg/L.

VII. Pembahasan
VII.1. Analisis Cara Kerja
Dengan metode titrasi Winkler, percobaan diawali dengan mengisi botol BOD sampai penuh
dan menutup tutup botol BOD agar tidak ada udara yang masuk kedalam botol BOD yang dapat
memengaruhi nilai oksigen yang terlarut dalam sampel air. Lalu, ditambahkan 1 mL MnSO 4 agar ion
Mn2+ dari MnSO4 dapat menangkap oksigen dalam air dan membentuk sebuah endapan MnO 2 yang
berwarna coklat. Kemudian, tambahkan 1 mL alkali iodida (pereaksi oksigen) agar ion I - bereaksi
dengan MnO2 dan membentuk I2. Pembentukan I2 berfungsi untuk pembebasan molekul iodium yang
ekivalen dengan banyaknya oksigen terlarut yang akan dijelaskan lebih lanjut nanti. Penambahan
reagen dilakukan dengan dari dasar dan diangkat perlahan sampai ke permukaan dengan alasan agar
larutan tersebar ke larutannya, karena jika dilakukan dari atas agak susah untuk membuat larutannya
homogen. Setelah itu, botol BOD ditutup dan botol diaduk agar larutan homogen. Didiamkan botol
selama 10 menit sampai terlihat ada endapan MnO 2 pada dasar botol. Jika endapan berwarna putih,
maka tidak ada O2 dalam larutan. Tuangkan sebagai isi botol BOD kedalam labu erlenmeyer agar
mempercepat prosedur percobaan, karena apabila botol BOD terlalu penuh, maka volume titran yang
digunakan pada step selanjutnya akan semakin besar sehingga dikhawatirkan adanya tumpahan dari
isi botol BOD yang akan memengaruhi pengukuran.Ditambahkan 1 mL asam sulfat pekat kedalam
botol BOD dan labu erlenmeyer agar menciptakan suasana asam sehingga reaksi antara endapan
MnO2 dan ion I- dapat berlangsung. Aduk labu erlenmeyer dan botol BOD agar homogen. Lalu,
titrasi larutan dengan larutan thiosulfat 1/80 N. Tujuan dari penambahan larutan tiosulfat adalah
untuk menciptakan kelebihan iodin yang ditandai dengan terbentuknya warna kuning pucat.
Kelebihan iodin ini berhubungan dengan penambahan larutan kanji untuk titrasi nanti, karena jika
larutan kanji dilakukan di awal, maka amilum atau larutan kanji akan membungkus Iodin sehingga
reaksi akan berjalan lambat dengan thiosulfat nantinya. Sehingga, diciptakan kelebihan iodin agar
menangkal hal yang sudah dijelaskan sebelumnya. Lalu indikator amilum ditambahkan sebagai
larutan indikator sehingga terbentuk warna biru. Larutan kembali di titrasi dengan larutan thiosulfat
Kamis, 19 November 2020
sampai warna biru hilang yang menandakan bahwa tidak ada I 2 lagi yang ekivalen dengan jumlah
oksigen terlarut.
Pada labu erlenmeyer, diusahakan tidak ada endapan agar larutan dapat langsung ditetesi
dengan indikator amilum. Sebab, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, jika masih ada endapan,
maka nanti amilum akan membungkus iodin yang memperlambat oksidasi thiosulfat. Setelah
dilakukan titrasi pada labu erlenmeyer dan botol BOD, kedua volume titrasi dijumlahkan sebagai
volume total volume titran yang dipakai.
Dengan metode DO meter, percobaan diawali dengan menyiapkan sampel dan beaker glass.
Idealnya pengambilan sampel dengan DO meter dilakukan di lapangan karena larutan baru diambil
jadi belum terkontaminasi oleh apapun. Sampel dimasukkan ke dalam beaker glasss. DO meter
dinyalakan dan dicelupkan ke dalam beaker glass yang berisi sampel. Sensor yang ada di DO meter
harus tercelup semua. Setelah itu ditunggu sampai pembacaan pada DO meter stabil. Maka didapat
nilai DO terukur.
VII.2. Analisis Kesalahan dalam Praktikum
Kesalahan yang umum terjadi pada praktikum adalah adanya kontaminasi udara ambien saat
mengisi botol BOD dengan sampel air yang digunakan jika cara yang digunakan bukan dengan cara
mencelupkan botol namun dengan cara dituangkan. Saat dilakukan penambahan reagen seperti alkali
iodida dan juga pemindahan botol BOD ke labu, akan terjadi kontaminasi kembali dari udara ambien
yang ada, begitu pula saat titrasi dilakukan. Penambahan thiosulfat berlebih yang dapat
mempengaruhi perhitungan karena titik akhir dari titrasi ini ditandai dengan tidak adanya warna biru
yang ada alias jernih. Dengan pengukuran DO meter, sampel cukup terbuka sehingga kemungkinan
banyak kandungan O2 yang masuk ke dalam sampel yang berpengaruh dalam perhitungan DO meter.
VII.3. Analisis Hasil
Berdasarkan hasil pengukuran, didapat nilai DO dalam sampel sebesar 2,74 mg/L.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum,
kadar minimum untuk nilai DO adalah sebesar 6 mg/L untuk kelas 1, 4 mg/L untuk kelas 2, 3 mg/L
untuk kelas 3, dan 0 mg/L untuk kelas 4. Kelas 1 adalah air yang diperuntukkan untuk air baku air
minum, atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas 2 adalah air yang diperuntukkan untuk prasarana/saran rekreasi air, pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau perunutkan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas 3 adalah air yang peruntukannya dapat
digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas 4
adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa sampel tidak memenuhi baku mutu untuk kelas 1, 2, dan 3, namum memenuhi baku mutu
untuk kelas 4.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017
tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan
Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum, standar baku mutu
minimum untuk media air untuk pemandian umum adalah sebesar ≥ 4 mg/L. Maka, sampel tidak
memenuhi baku mutu minimum sebagai persyaratan kualitas media air pemandian umum.
VII.4. Aplikasi di Bidang Teknik Lingkungan
Pengaplikasian di bidang Teknik Lingkungan adalah untuk proses pengolahan air limbah
yang menggunakan sistem aerobik, karena jika kadar oksigen terlalu rendah, maka air limbah tidak
terolah secara maksimal.
VII.5. Kaitan dengan Modul Sebelumnya
Modul ini berkaitan dengan pengukuran BOD dan COD pada modul selanjutnya. Kadar DO
dalam air berbanding terbalik dengan kadar BOD dan COD dalam sampel air. Pada air yang bersih,
kadar BOD dan COD tentunya rendah dan kadar DO tinggi. Jika berkaitan dengan modul
sebelumnya, DO berhubungan erat dengan transparansi dan kekeruhan air. Semakin keruh air, maka
kandungan DO dalam air rendah.
VII.6. Kelebihan dan Kekurangan DO meter dan Winkler
Kelebihan pengukuran DO menggunakan metode DO meter adalah praktis dan mudah
digunakan.
Kamis, 19 November 2020
Kekurangan dari pengukuran DO menggunakan metode DO meter adalah harganya yang
cukup mahal, setiap DO meter mempunya variannya masing – masing sehingga harus mengingat
penggunaan tiap varian yang digunakan.
Kelebihan pengukuran DO menggunakan metode titrasi winkler adalah metodenya yang
lebih analitis sehingga akan diperoleh hasil yang lebih akurat.
Kekurangan dari pengukuran DO menggunakan metode titrasi winkler adalah penambahan
indikator amilum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak
membungkus I2 karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula
dan proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I 2 mudah menguap.

VIII. Kesimpulan
1. Kadar oksigen terlarut dalam sampel air yang didapat adalah 2,74 mg/L dan memenuhi baku
mutu kelas 4 yaitu sebagai air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2. Keunggulan metode yang digunakan dalam menentukan kadar oksigen terlarut dalam sampel air
adalah praktis dan mudah digunakan.
3. Fungsi MnSO4 dan alkali iodida dalam percobaan adalah agar ion Mn 2+ dari MnSO4 dapat
menangkap oksigen dalam air dan membentuk sebuah endapan MnO 2 yang berwarna coklat dan
agar ion I- bereaksi dengan MnO2 dan membentuk I2.

IX. Daftar Pustaka


Department of Primary Industries and Resources of South Australia. 2003. Water Quality in Fresh A
q u a c u l t u r e P o n d s . http://www.pir.sa.gov.au/data/assets/pdf_ file
/0008/34001/watqual.pdf. 22/08/09. p3.
Gower, A. M. 1980. Water Quality in Catchment Ecosystems. New York: John Willey & Sons.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2001 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Peraturan
Pemerintah No 82 Tahun 2001.
Kementerian Kesehatan. 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per
Aqua, dan Pemandian Umum. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2017.
Kimbal, J.W. 1988. Biologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nontji, A. 1984. Biomassa dan Produktivitas Fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta serta
Kaitannya
dengan Faktor-Faktor Lingkungan (disertasi). Bogor: Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Simanjutak, M. 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di Perairan Teluk Klabat
Pulau Bangka. Jurnal ILMU KELAUTAN, Juni 2007. Vol 12 (2): 59-66.
Suyanto, S.R. 2008. Budidaya Ikan Lele (edisi revisi). Jakarta: Penebar Swadaya. 92 hal.
Kamis, 19 Oktober 2020
MODUL 27
BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD)
I. Tujuan Praktikum
1. Menentukan kadar BOD dalam sampel air
2. Menentukan metode yang digunakan
3. Menentukan persyaratan dalam mengukur BOD

II. Landasan Teori


BOD atau disebut juga Biochemical Oxygen Demand merupakan suatu sifat atau karakteristik
yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (bakteri) untuk
mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondsi aerobik, (Umaly dan Cuvin, 1988).
Pendapat yang sama (Boyd, 1990) bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD
merupakan bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter).
Sedangkan (Rachmawati, 2017) menyatakan bahwa nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan
organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi bahan buangan tersebut. Prinsip pengukuran BOD yaitu mengukur kandungan
oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh.Untuk pengukuran DO 5
diinkubasi selama 5 hari dengan suasana gelap dan suhu konstan (20 oC). Selisih DOi-DO5 merupakan
nilai BOD dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Prinsip dalam kondisi gelap agar tidak terjadi
proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen dan suhu yang tetap selama 5 hari diharapakan hanya
terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme yang terjadi hanya penggunaan oksigen dan oksigen
tersisa dihitung sebagai DO5 (Atima, 2015). Lima hari inkubasi adalah kesepakatan umum dalam
penentuan BOD.
Pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan
yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau
penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi diperlukan agar masih cukup tersisa
oksigen pada hari kelima. Secara rinci metode pengukuran BOD diuraikan dalam APHA (1989),
Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991) atau referensi mengenai analisis air lainnya. Karena
melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka analisis BOD memang
cukup memerlukan waktu. Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari,
oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 – 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 – 70 % bahan
organik telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991).

III. Prinsip Praktikum


Salah satu metode pengukuran surfaktan jenis anionik dengan sifatnya yang mampu bereaksi
dengan senyawa metilen biru, sehingga hasul pengukuran dapat dinyatakan dengan MBAS
(Methylen Blue Active Substances), yaitu senyawa aktif yang dapat beriktaan dengan metilen blue.

IV. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
 Gelas ukur  Sampel air
 Pipet tetes  Bibit air kotor
 Botol BOD  Larutan buffer fosfat
 Larutan FeCl2
 Larutan CaCl2
 Larutan MgSO4.7H2O
Kamis, 19 Oktober 2020
V. Cara Kerja dan Hasil Pengamatan
Cara Kerja Hasil Pengamatan
Didapat hasil
pengamatan
praktikum:
Nilai angka
permanganat = 180
mg/L
Volume botol winkler
= 300 mL
f=1
DO0 pengenceran ke-1
(60x) = 7,85 mg/L
DO5 pengenceran ke-1
(60x) = 5,35 mg/L
DO0 pengenceran ke-2
(30x) = 7,76 mg/L
DO5 pengenceran ke-2
(30x) = 3,86 mg/L
DO0 pengenceran ke-3
(25x) = 7,80 mg/L
DO5 pengenceran ke-3
(25x) = 2,93 mg/L
DO0 blanko ke-1 =
7,76 mg/L
DO5 blanko ke-1 =
6,83 mg/L
DO0 blanko ke-2 =
7,80 mg/L
DO5 blanko ke-2 =
6,85 mg/L

VI. Pengolahan Data


BOD5 hari , 20° C ( mgL )=¿
Keterangan:
D1 = DO 0 hari contoh air (mg/l)
D2 = DO 5 hari contoh air (mg/l)
B1 = DO 0 hari blanko (mg/l)
B2 = DO 5 hari blanko (mg/l)
P = angka pengenceran
f = koreksi untuk seeding

volume seeding dalam sampel


f=
volume seeding dalam blangko

( mgL )=
V Thio × N Thio × 1000× 8
DO x hari
V botol−2

Pemilihan hasil BOD yang bagus syaratnya berdasarkan SNI 6989.72:2009 tentang Cara Uji
Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand) di halaman 17 adalah
1. DO5 harus lebih besar dari 1 mg/L
2. Selisih DO sampel harus di lebih besar dari 2 mg/L
Kamis, 19 Oktober 2020
Untuk pengenceran 1 = 7,85-5,35 = 2,5 mg/L
Untuk pengenceran 2 = 7,76−3,86 = 3,9 mg/L
Untuk pengenceran 3 = 7,8-2,93 = 4,87 mg/L
7,76+6,83
DO0 dan DO5 merupakan rata – rata dari blanko 1 dan 2. Maka DO 0 blanko adalah =
2
6,83+6,85
7,78 mg/L dan DO5 blanko adalah = 6,84 mg/L.
2
Berdasarkan data di atas, maka hasil BOD sudah memenuhi syarat yang berlaku.
 Pengukuran pengenceran 1
Pada pengenceran 1, angka permanganat sampel air dibagi dengan 3, didapatkan besar
pengencerananjer
180 mg/L
Pengenceran 1= =60 x
3
BOD5 hari ( mgL )=¿
 Pengkuruan pengenceran 2
Pada pengenceran 2, angka permanganat sampel air dibagi dengan 5, didapatkan besar
pengenceran
180 mg/L
Pengenceran 2= =36 x
5
BOD5 hari ( mgL )=¿
 Pengukuran pengenceran 3
Pada pengenceran 3, angka permanganat sampel air dibagi dengan 7, didapatkan besar
pengenceran
180 mg/ L
Pengenceran 3= =25,714 x
7
BOD5 hari ( mgL )=¿
Rata – rata dari ketiga pengukuran adalah 100,4057 mg/L.

VII. Pembahasan
VII.1. Analisis Cara Kerja
Percobaan diawali dengan menentukan angka permanganat dari sampel. Angka permanganat
berguna untuk menentukan pengenceran dengan cara angka permanganat dibagi dengan 3, 5, dan 7.
Lalu dari angka pengenceran tersebut didapat volume sampel air yang akan digunakan untuk
pengenceran.
Siapkan air pengencer sesuai dengan komposisi yang sudah ditetapkan. Larutan pengencer
digunakan untuk mengencerkan sampel air. Larutan pengencer sendiri harus dibuat sesaat sebelum
percobaan akan dilakukan karena bakteri yang ada dalam larutan pengencerakan segera menghabisi
nutrisi yang ada di larutan serta akan menggunakan oksigen yang terlarut pada larutan pengencer.
Siapkan 3 botol winkler yang akan diisi dengan pengenceran sampel dari angka
permanganat. Untuk botol 1 diisi dengan pengenceran angka permanganat dibagi 3, untuk botol 2
diisi dengan pengenceran angka permanganat dibagi 5, dan untuk botol 3 diisi dengan pengenceran
angka permanganat dibagi 7 yang dibulatkan menjadi 10. Sediakan juga untuk blanko sebanyak 2
buah. Isi botol winkler blanko dengan air pengencer sampai penuh. Tutup dan jangan sampai ada
gelembung udara di dalamnya. Dengan cara yang sama, dilakukan untuk botol blanko 2. Disekitar
penutup botol, beri air agar menghindari adanya udara yang masuk ke dalam botol selama inkubasi 5
hari. Untuk blanko, ukur terlebih dahulu DO nya dengan DO meter. Hasil dari pengukuran ini
digunakan sebagai pengukuran DO 0 untuk blanko. Lakukan pengenceran terhadap botol winkler
pertama sebanyak 20x dari hasil angka permanganat dibagi 5. Volume akhir dari pengenceran adalah
500 mL, jadi pengenceran dilakukan dengan 500 dibagi dengan 20x dan didapat 25 mL. Jadi, sampel
air dimasukkan ke dalam beaker glass sebanyak 25 mL dan ditambah dengan air pengencer sebanyak
475 mL agar volume akhir tetap 500 mL. Homogenkan sampel air dengan air pengencer. Dengan
Kamis, 19 Oktober 2020
cara yang sama, dilakukan juga terhadap botol 2 dan 3 yang mempunyai pengencer 12x dan 10x.
Sisa sampel yang ada di dalam beaker glass, ukur DO dengan DO meter dan didapat DO 0 untuk
sampel yang memiliki pengencer 20x. lakukan hal yang sama dengan botol DO 2 dan 3. Inkubasikan
kelima botol dalam suhu 20oC selama 5 hari dan ukur kembali nilai DO nya.
VII.2. Analisis Kesalahan dalam Praktikum
Kesalahan yang umum terjadi pada praktikum adalah adanya kontaminasi udara ambien saat
mengisi botol BOD dengan sampel air yang digunakan jika cara yang digunakan bukan dengan cara
mencelupkan botol namun dengan cara dituangkan. Saat dilakukan penambahan reagen seperti alkali
iodida dan juga pemindahan botol BOD ke labu, akan terjadi kontaminasi kembali dari udara ambien
yang ada, begitu pula saat titrasi dilakukan. Penambahan thiosulfat berlebih yang dapat
mempengaruhi perhitungan karena titik akhir dari titrasi ini ditandai dengan tidak adanya warna biru
yang ada alias jernih. Dengan pengukuran DO meter, sampel cukup terbuka sehingga kemungkinan
banyak kandungan O2 yang masuk ke dalam sampel yang berpengaruh dalam perhitungan DO meter.
VII.3. Analisis Hasil
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat nilai BOD rata-rata dalam sampel sebesar 100,4057
mg/L. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum, kadar maksimum untuk nilai BOD adalah sebesar 2 mg/L untuk kelas 1, 3 mg/L untuk kelas
2, 6 mg/L untuk kelas 3, dan 12 mg/L untuk kelas 4. Kelas 1 adalah air yang diperuntukkan untuk air
baku air minum, atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut. Kelas 2 adalah air yang diperuntukkan untuk prasarana/saran rekreasi air, pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau perunutkan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas 3 adalah air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut. Kelas 4 adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel tidak memenuhi baku mutu untuk kelas 1, 2, 3, dan 4.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri, standar baku mutu minimum
bagi kawasan industi adalah sebesar 50 mg/L mg/L. Maka, sampel tidak memenuhi baku mutu
minimum sebagai persyaratan untuk air limbah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, standar baku mutu minimum bagi wisata bahari adalah
sebesar 10 mg/L. Maka, sampel tidak memenuhi baku mutu minimum sebagai persyaratan untuk
wisata bahari.
VII.4. Aplikasi di Bidang Teknik Lingkungan
Pengaplikasian di bidang Teknik Lingkungan adalah untuk menentukan tingkat pencemaran
limbah yang masuk ke badan air, studi dan evaluasi kemampuan badan air dalam proses self
purification, dan evaluasi suatu sistem pengolahan air dalam menurunkan/mengolahan senyawa
organik dalam air limbah.
VIII.5. Kaitan dengan Modul Sebelumnya
Modul ini berkaitan dengan pengukuran COD pada modul selanjutnya dan pengukuran DO
pada modul sebelumnya. Kadar DO dalam air berbanding terbalik dengan kadar BOD dalam sampel
air. Pada air yang bersih, kadar BOD dan COD tentunya rendah dan kadar DO tinggi. Jika berkaitan
dengan modul sebelumnya, BOD berhubungan erat penentuan DO terlebih dahulu dengan metode
titrasi winkler. Namun, dalam video praktikum, digunakan DO meter untuk menentukan nilai DO.

VIII. Kesimpulan
1. Kadar BOD dalam sampel air untuk pengenceran 1 adalah 93,6 mg/L, pengenceran 2 adalah 88,8
mg/L, dan pengenceran 3 adalah 98,25 mg/L. Maka, didapat BOD rata – ratanya adalah 93,55
mg/L. Sampel tidak memenuhi baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001,
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010, dan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010
2. Metode yang digunakan adalah metode pengenceran dan oksigen terlarut.
3. Persyaratan dalam mengukur hasil BOD adalah nilai DO5 harus lebih besar dari 1 mg/L dan
selisih DO sampel harus di lebih besar dari 2 mg/L
Kamis, 19 Oktober 2020
IX. Daftar Pustaka
Atima, W. 2015. BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air Limbah.
Jurnal Biologi Science dan Education, 83-93.
Boyd, C. 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Alabama: Auburn University
Kementerian Lingkungan Hidup. 2001 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Peraturan
Pemerintah No 82 Tahun 2001.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2004.
Metcalf and Eddy. 1991. Wastewater and Engineering 3rd ed. Singapore: McGraw Hill.
International Engineering.
Rachmawati, S. C. 2017. Analisa Penurunan Kadar COD dan BOD limbah Cair Laboratorium
Biokimia UIN Makasar Menggunakan Fly Ash (Abu Terbang) Batubara. Al- Kimia, 64-75.
Umaly, R.C. & L.A. Cuvin. 1988. Limnology: Laboratory and field guide, Physico-chemical
factors, Biological factors. Manila: National Book Store, Inc. Publishers.
Kamis, 19 Oktober 2020
MODUL 28
CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)
I. Tujuan Praktikum
1. Menentukan kadar COD dalam sampel air
2. Menentukan fungsi larutan FAS
3. Menentukan kelebihan dari metode refluks terbuka

II. Landasan Teori


Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi
senyawa organic secara kimawi, yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik dalam 1 liter air
dengan menggunakan oksidator kalium dikromat selama 2 jam pada suhu 150°C. Hasil analisis COD
menunjukkan bahwa kandungan senyawa organic yang terdapat dalam limbah. Pengoksidasi ion
bikromat K2Cr2O7 yang digunakan sebagi sumber oksigen (oxidizing agent) (G. Alerts dan SS
Santika, 1987). COD menjadi angka yang menjadi sumber pencemaran bagi zat-zat organis secara
alamiah dan dapat dioksidasi dengan proses mikrobiologis yang menyebabkan oksigen terlarut
berkurang didalam air. COD merupakan salah satu parameter kunci sebagai pendeteksi tingkat
pencemaran air. Semakin tinggi COD, maka semakin buruk kualitas air yang ada (Andara,
Haeruddin, & Suryanto, 2014). Pada reaksi oksigen ini sekitar 85% zat organik yang ada didalam air
teroksidasi menjadi CO2 dan H2O dalam suasana asam, sedangkan penguraian secara biologi (BOD)
tidak semua zat organik dapat diuraikan oleh bakteri.
Secara khusus COD sangat bernilai apabila BOD tidak dapat ditentukan karena terdapat bahan-
bahan beracun. Waktu pengukuran COD juga lebih singkat dibandingkan pengukuran BOD. Namun
demikian BOD dan COD tidak menentukan hal yang sama dan karena nilai-nilai secara langsung
COD tidak dapat dikaitkan dengan BOD. Hasil dari pengukuran COD tidak dapat membedakan
antara zat organik yang stabil dan yang tidak stabil. Angka COD juga merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara ilmiah dapat dioksidasikan melalui proses
mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air (Estikarini, Hadiwidodo,
& Luvita, 2016). nilai COD biasanya lebih besar daripada nilai BOD,meskipun tidak selalu demikian
(Gunamantha, 2012).
Metode standar yang digunakan adalah metode refluks terbuka. Metode ini cocok untuk
berbagai jenis contoh air limbah, tetapi membutuhkan jumlah contoh air dan pereaksi yang lebih
banyak sehingga kurang ekonomis. Metode refluks tertutup lebih ekonomis dalam penggunaan
reagen, yaitu garam mettalic, tetapi membutuhkan homogenisasi sampel yang mengandung padatan
tersuspensi untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Pada refluks terbuka
sampel dianalisis dengan menggunakan peralatan yang terbuka (dapat bekontak dengan udara).
Sementara pada refluks tertutup, proses analisa sampel dilakukan dengan peralatan yang tertutup
dengan tujuan agar reagen yang mudah menguap tidak keluar dari peralatan ketika dipanakan
sehingga hasil analisa menjadi lebih akurat.

III. Prinsip Praktikum


Senyawa organik dalam air dioksidasi oleh larutan Kalium dikromat dalam suasana asam
sulfat pada temperatur 1500C. Kelebihan Kalium dikromat dititrasi oleh larutan ferro ammonium
sulfat (FAS) dengan indikator ferroin.

IV. Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
 Labu refluks  Sampel air
 Kondensor  Serbuk HgSO4
 Buret  Larutan K2Cr2O7
 Larutan FAS
 Larutan H2SO4 pekat
 Akuades
 Indikator ferroin
Kamis, 19 Oktober 2020

V. Cara Kerja dan Hasil Pengamatan


Cara Kerja Hasil Pengamatan
Data yang didapat
setelah praktikum
adalah
Volume sampel = 20
mL
Volume titrasi
sampel = 7,6 mL
Volume titrasi blanko
= 9,9 mL
N FAS = 0,2485 N

VI. Pengolahan Data


mg K 2 Cr2 O7 × Normalitas K 2 Cr 2 O7
Normalitas FAS =
mL FAS
mg ( A−B ) ×C × 8× 1000
COD( O )=
L 2 mL contohair

Dimana :
A = ml FAS untuk blangko
B = ml FAS untuk sampel
C = Normalitas FAS
8 = Berat Ekivalen O2

COD ( mgL O )= ( 9,9−7,6 ) × 0,2485×


2
20
8 ×1000
=228,62
mg
L
O 2

VII. Pembahasan
VII.1. Analisis Cara Kerja
Percobaan diawali dengan menyiapkan sampel, pereaksi standar seperti larutan K 2Cr2O7,
larutan FAS, indikator ferroin, serbuk HgSO 4, dan asam COD yang ada di ruang asam. Siapkan gelas
asah sebanyak dua buah. Satu buah gelas untuk blanko dan satu lagi untuk sampel. Sebanyak 20 mL
akuades dimasukkan ke gelas asah blanko dan 20 mL sampel air untuk gelas asah sampel.
Tambahkan serbuk HgSO4 untuk dapat mengikat ion Cl- membentuk HgCl2. Perlunya pengikatan ion
Cl- karena ion klorida merupakan senyawa pengganggu yang akan mengakibatkan pengoksidasian
klorida bersama kalium bikromat nantinya sehingga pengukuran COD terganggu. Homogenkan
kedua gelas asah. Setelah itu, tambahkan masing – masing gelas 10 mL larutan K 2Cr2O7. Larutan
K2Cr2O7 berguna untuk mengoksidasi senyawa organik di dalam sampel. Lalu, ditambahkan asam
COD yaitu asam sulfat pekat yang berisi perak sulfat. Lakukan di ruang asam agar menghindari
kontak langsung dengan udara. Lakukan penambahan melalui dinding karena menghindari terjadinya
bumping ledakan karena reaksi bersifat eksoterm ekstrim. Kemudian, gelas asah dihubungkan
dengan kondensor sambil dipanaskan diatas penangas selama 2 jam. Tujuannya adalah untuk
membentuk kondensasi di dalamnya agar tidak ada senyawa organik yang keluar dari sistem. Di
dalam langkah ini terjadi proses oksidasi senyawa organik oleh larutan oksidator yaitu larutan
K2Cr2O7. Setelah pemanasan selesai, biarkan gelas asah sampai suhunya mendekati atau sama
dengan suhu ruang. Kelebihan kalium dikromat yang tersisa di dalam larutan digunakan untuk
menentukan berapa oksigen yang terlah terpakai. Sampel dan blanko dilakukan titrasi. Sebelum
Kamis, 19 Oktober 2020
titrasi dilakukan, ditambahkan indikator ferroin sebagai indikator warna. Titrasi dengan larutan FAS
sampai warna berubah menjadi merah cola. Perubahan warna yang terjadi menandakan bahwa
terjadinya reduksi menjadi ion kromium (Cr3+) akibat perubahan ion besi dari Fe2+menjadi Fe3+.
VII.2. Analisis Kesalahan dalam Praktikum
Kesalahan yang umum terjadi pada praktikum adalah saat proses titrasi yang berpengaruh
terhadap perhitungan volume titrasi karena tidak ada perubahan warna lanjutan yang terjadi. Lalu
ketidakhati – hatian praktikan saat penambahan asam COD ke gelas asah yang tidak dialiri ke
dinding gelas terlebih dahulu akan menyebabkan bumping ledakan.
VII.3. Analisis Hasil
mg
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat nilai COD dalam sampel sebesar 228,62 O.
L 2
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum,
kadar maksimum untuk nilai COD adalah sebesar 10 mg/L untuk kelas 1, 25 mg/L untuk kelas 2, 50
mg/L untuk kelas 3, dan 100 mg/L untuk kelas 4. Kelas 1 adalah air yang diperuntukkan untuk air
baku air minum, atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut. Kelas 2 adalah air yang diperuntukkan untuk prasarana/saran rekreasi air, pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau perunutkan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas 3 adalah air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut. Kelas 4 adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel tidak memenuhi baku mutu untuk kelas 1, 2, 3, dan 4.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri, standar baku mutu minimum
bagi kawasan industi adalah sebesar 100 mg/L mg/L. Maka, sampel tidak memenuhi baku mutu
minimum sebagai persyaratan untuk air limbah.
VII.4. Aplikasi di Bidang Teknik Lingkungan
Pengaplikasian di bidang Teknik Lingkungan adalah untuk menentukan tingkat pencemaran
limbah yang masuk ke badan air, studi dan evaluasi kemampuan badan air dalam proses self
purification, dan evaluasi suatu sistem pengolahan air dalam menurunkan/mengolahan senyawa
organik dalam air limbah.
VII.5. Kaitan dengan Modul Sebelumnya
Modul ini berkaitan dengan pengukuran COD dan pengukuran DO pada modul sebelumnya.
Kadar DO dalam air berbanding terbalik dengan kadar BOD dan COD dalam sampel air. Pada air
yang bersih, kadar BOD dan COD tentunya rendah dan kadar DO tinggi. Modul ini juga berkaitan
dengan modul angka permanganat terkait pengendalian ion klorida agar tidak mengganggu hasil dari
zat organik yang ingin diteliti.

VIII. Kesimpulan
mg
1. Kadar COD dalam sampel air adalah 228,62 O dan sampel tidak memenuhi baku mutu.
L 2
2. Fungsi larutan FAS adalah untuk mereduksi menjadi ion kromium (Cr3+) akibat perubahan ion
besi dari Fe2+menjadi Fe3+ dan akibatnya ada perubahan warna yang terjadi.
3. Kelebihan dari metode refluks terbuka adalah cocok untuk berbagai jenis air limbah.

IX. Daftar Pustaka


Alaerts, G dan Santika, SS. 1987. Metoda Peneltian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Andara, D. R., Haeruddin, & Suryanto, A. 2014. Kandungan Total Padatan Tersuspensi,
Biochemical
Oxygen Demand dan Chemical Oxygen Demand Serta Indeks Pencemaran Sungai
Klampisan di Kawasan Industri Candi, Semarang. Diponegoro Journal of Maquares, 3(3),
177– 187.
Estikarini, Hutami Dinar, Mochtar Hadiwidodo, Veny Luvita. 2016. Penurunan kadar COD dan
TSS
pada limbah tekstil dengan metode ozonasi. Jurnal Teknik Lingkungan 5 (1) : 1-11.
Gunamantha, I.M., dan Suryaputra, I.G.N.A., 2012. Buku Ajar Analisis Air . Bali : UNDHIKSA
Kamis, 19 Oktober 2020
PRESS.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2001 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Peraturan
Pemerintah No 82 Tahun 2001.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai