Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

I Anatomi

Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya


disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering
menyebabkan kematian di Amerika Serikat. Dengan pria menduduki peringkat ke-
empat dan wanita peringkat ke-lima sebagai akibat hospitalisasi. Penyakit ini juga
diobati secara luas dibagian rawat jalan (Brunner dan Suddarth, 2002).
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan (paru-paru)
tepatnya di alveoli yang disebabkan oleh beberapa oleh beberapa mikroorganisme
seperti virus, bakteri, jamur, maupun mikroorganisme lainnya (kemenkes RI, 2019).
Pneumonia adalah suatu infeksi dari satu atau dua paru-paru yang biasanya
disebabkan oleh bakteri-bakteri, virus-virus, jamur atau parasit, dan kimia atau
bahkan cedera fisik ke paru-paru. Radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri
biasanya diakibatkan oleh bakteri streptococcus dan mycoplasma pneumoniae.
Pneumonia ditandai dengan radang paruparu yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan benda asing. Gejala yang berhubungan dengan radang paru-
paru termasuk batuk, sakit dada, demam dan kesulitan bernapas. Kantongkantong
udara dalam paru yang disebut alveoli yang secara mikroskopis merupakan kantung
berisi udara di paru-paru bertanggung jawab untuk menyerap oksigen, pada keadaan
radang akan dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap oksigen
menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja (News
Medical, 2012). Jadi Pneumonia adalah infeksi akut pada paru-paru yang disebabkan
oleh masuknya kuman atau bakteri ditandai oleh batuk, demam tinggi dan disertai
adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
Anatomi Sistem Pernafasan Saluran nafas adalah tabung atau pipa yang mengangkut
udara antara atmosfer dan kantong udara (alveolus). Saluran pernafasan terdiri dari
(Sherwood, 2014):
1. Hidung (nasal)
2. Faring
3. Laring (kotak suara)
4. Plica vocalis
5. Epiglotis
6. Bronkus
7. Bronkiolus
8. Alveolus

II Fisiologi
Fungsi utama respirasi adalah memperoleh oksigen untuk digunakan oleh sel tubuh
dan mengeluarkan karbon dioksida yang diproduksi oleh sel. Paru memiliki peran utama
dalam proses pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida antara udara dan darah. Anatomi
jalan nafas, mekanik otot pernafasan dan kerangka costae, sifat alami alveolus kapiler,
sirkulasi pulmonal, metabolisme jaringan dan kontrol neuromuskular terhadap ventilasi
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pertukaran gas. Udara memasuki paru saat
tekanan di dalam rongga thoraks lebih rendah dibandingkan tekanan atmosfer. Saat inspirasi,
tekanann negatif di dalam rongga thorax terjadi akibat kontraksi dan gerakan diafragma ke
arah bawah. Otot otot aksesori pernafasan tidak digunakan saat seseorang bernafas tennag,
namun digunakan saar olahraga atau dalam keadaan sakit untuk memperbesar rongga
toraks. Ekshalasi pada umumnya merupakan suatu proses pasif tetapi pada ekshalasi aktif,
otot-otot abdomen dan intercostal internal ikut terlibat (Carter dan Marshall, 2014).
Resistensi jalan napas dipengaruhi oleh diameter dan panjang saluran respiratori,
viskositas gas daan sifat alami aliran udara. Saat bernafas tenang, aliran udara di saluran
respiratori kecil biasanya bersifat laminar dan resistensi berbanding terbalik dengan pangkat
empat dari diameter saluran pernafasan. Pada frekuensi respiratori yang lebih tinggi aliran
turbulen terutama di saluran pernafasan besar, meningkatkan resistensi. Perubahan yang
relatif kecil pada diameter saluran respiratori dapat menyebabkan perubahan resistensi
yang besar. Volume gas yang ada di dalam paru disebut dengan residual fungsional (KRF).
Volume gas ini mempertahankan pertukaran oksigen selama ekshalasi. Daya mengembang
paru merupakan besaran yang menyatakan sejauh mana paru mudah untuk dikembangkan.
Kondisi-kondisi yang yang menurunkan daya mengembang paru dapat menyebabkan
penurunan KRF. Sebaliknya, KRF dapat meningkat pada penyakit paru obstruktif akibat
terperangkapnya gas di dalam paru. Selama pernafasan tidak normal, volume paru biaanya
berada di rentang tengah inflasi. Volume residual (VR) adalah volume gas yang tersisa dalam
paru di akhir ekshalasi maksimal, sedangkan kapasitas paru total (KPT) adalah volume gas di
dalam paru di akhir inhalasi maksimal. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimal yang
dapat dikeluarkan dari paru dan merupakan selisih antara KPT dan VR (Carter dan Marshall,
2014).
Ventilasi alveolar didefinisikan sebagai pertukaran karbon dioksida antara alveoli
dan lingkungan eksternal. Pada kondisi normal, sekitar 30% udara pernafasan mengisi jalan
nafas yang tidak berfungsi dalam pertukaran udara (ruang rugi anatomik). Mengingat ruang
rugi anatomik relatif konstan, peningkatan volume tidal dalam meningkatkan efiisiensi
ventilasi. Sebaliknya, jika volume tidal berkurang, rasio ruang rugi per volume tidal
meningkat, sehingga ventilasi alveolar akan menurun. Pertukaran gas tergantung pada
ventilasi alveolar, aliran darah kapiler paru dan difusi melalui membran alveolar kapiler.
Pertukaran karbon dioksida ditentukan oleh ventilasi alveolar, sedangkan pertukaran
oksigen terutama ditentukan oleh kesesuaian ventilasi dengan aliran darah paru (Carter dan
Marshall, 2014).
III Definisi
Pneumonia adalah suatu penyakit peradangan akut parenkim paru yang
biasanya dari suatu infeksi saluran nafas bawah akut (INSBA) dan ditandai dengan
gejala batukdisertai sesak nafas yang disebabkan oleh agen infeksius seperti virus,
bakteri, mycoplasma, dan substansi asing . berupa radang paru-paru yang disertai
eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui gambaran radiologi (Nurarif, 2015).
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan (paru-paru)
tepatnya di alveoli yang disebabkan oleh beberapa oleh beberapa mikroorganisme
seperti virus, bakteri, jamur, maupun mikroorganisme lainnya (kemenkes RI, 2019).
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang mengenai saluran
pernapasan bawah dengan tanda dan gejala seperti batuk dan sesak napas. Hal ini
diakibatkan oleh adanya agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungsi),
dan aspirasi substansi asing yang berupa eksudat ( cairan) dan konsolidasi (bercak
berawan ) pada paru-paru (Abdjul&Herlina, 2020).

IV Etiologi
Pada umumnya Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat disebabkan oleh
bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa
(Jeremy, 2007).
1. Bakteri
Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ini bisa menyerang siapa saja.
Bakteri penyebab pneumonia paling umum adalah Streptococcus pneumoniae
sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Dimana bila pertahanan tubuh
menurun, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan.
Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas
terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat
2. Virus
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial
Virus (RSV). Pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan
sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan
virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian.
3. Jamur
Jamur penyebab infeksi seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung,
tanah serta kompos. Beberapa jenis jamur yang biasa menginfeksi yaitu
Candidiasis, Blastomycosis, Cryptococcosis, Histoplasmosis,
Coccidioidomycosis
4. Aspirasi
Makanan, cairan, muntah.
5. Inhalasi
Racun atau bahan kimia (Polivinilpirolidin, Gumma Arabikum, Berillium,
Uap air raksa), rokok, debu dan gas
6. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit
pada manusia dan tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri,
meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia,
paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat
rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati
7. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan
jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari
paru.
8. faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia daya tahan tubuh yang
menurun misalnya akibat malnutrisi energy protein (MEP), penyakit menahun,
trauma pada paru, anestesi, aspirasi dan pengobatan dengan antibiotic yang
tidak sempurna (Ngastiyah,2015).
V Patofisilogi
Bakteri penyebab pneumonia ini dapat masuk melalui infeksi pada daerah
mulut dan tenggorokkan, menembus jaringan mukosa lalu masuk ke pembuluh darah
mengikuti aliran darah sampai ke paru-paru bahkan hingga selaput otak. Akibatnya
timbul timbul peradangan pada paru dan daerah selaput otak. Lokasi invasi dapat
mengenai satu atau kedua paru. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan
sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila
penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah
kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis. Kolaps alveoli akan mengakibatkan
penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan
penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang
berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau
pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis
mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada
klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya
gagal napas.
VI Pathway
Virus, bakteri, jamur, aspirasi

Terhirup
Stimulis chemoreseptor
Bronchiolus hipotalamus

Set poin
Alveolus
bertambah

Proses peradangan
Respon meninggal

Konsentrasi
Infeksi Eksudat dan proses masuk Reaksi peningkatan
protein cairan
dalam alveoli suhu tubuh
alveoli
Kerja sel boblet
SDM & leukosit PMN
Tekanan Hipertermia
mengisi alveoli
Produksi sputum hidrostatik dan
meningkat tekanan osmotic Evaporasi
Knsolidasi di alveoli

Akumulasi Cairan tubuh


Rangsang batuk sputum di jalan Compliance paru menurun
Difusi berkurang
nafas
Nyeri plurik Frekuensi nadi Defisit volume
Akumulasi cairan di
Gangguan cairan
Gangguan ventilasi Ketidakefektifan pola
Gangguan pertukuran gas
rasa nafas
nyaman Ketidakefektifa
nyeri n bersihan jalan Kurang pengetahuan O2 jaringan
Susah tidur
nafas meningkat menurun

Gangguan pola
tidur Kelemahan

Intoleransi
aktivitas
VIIKlasifikasi
Klasifikasi Pneumonia Neonatal dapat dibagi menjadi :
1 Intrapartum pneumonia
a. Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir
b. Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi
hematogenous, atau aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau
terkontaminasi cairan atau dari mekanik, atau gangguan iskemik dari
permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah dengan ibu invasif
organisme yang sesuai potensi dan virulensinya
c. Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat
mewujudkan tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah
lahir
d. Proses infeksi sering memiliki periode beberapa jam sebelum invasi
yang memadai, replikasi, dan respon inflamasi telah terjadi
menyebabkan tanda-tanda klinis.

2 Pneumonia pascalahir
a. Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan berasal
setelah bayi lahir.
b. Pasca kelahiran radang paru-paru dapat diakibatkan dari beberapa
proses yang sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi infeksi terjadi
setelah proses kelahiran.
c. Yang sering menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi
dalam banyak pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan
intensif (NICU) sering mengakibatkan kecenderungan dari bayi untuk
kolonisasi oleh organisme resisten pathogenicity yang tidak biasa.
Terapi invasif yang diperlukan dalam oleh bayi sering menyebabkan
mikroba masuk ke dalam struktur yang biasanya tidak mudah diakses.
d. Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi peradangan
signifikan potensial. Selang makanan mungkin lebih lanjut dapat
mempengaruhi gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi.
3 Klasifikasi pneumonia berdasarkan umur
a. Kelompok umur < 2 bulan
1) Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti
menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa
kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang
tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang
rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih
per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada
lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.
2) Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per
menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
b. Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
1) Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis
sentral, tidak dapat minum, adanya Penarikan dinding dada, anak
kejang dan sulit dibangunkan.
2) Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi
tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
3) Pneumonia Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat
tanpa penarikan dinding dada.
4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) Batuk atau kesulitan
bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.
5) Pneumonia persisten Balita dengan diagnosis pneumonia tetap
sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis
antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat
penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan
demam ringan (WHO, 2003).
VIII Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pneumonia tergantung pada berat ringannya penyakit,
gejalanya secara umum adalah sebagai berikut:
1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadang-
kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk (nonproduktif / produktif), sesak
napas, retraksi dada, napas cepat/takipnea, napas cuping hidung, air hunger,
merintih/grunting, dan sianosis. WHO telah menggunakan penghitungan
frekuensi napas per menit berdasarkan golongan umur sebagai salah satu
pedoman untuk memudahkan diagnosa Pneumonia. Napas cepat/ takipnea, bila
frekuensi napas:
a. umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
b. umur 2-11 bulan : ≥ 50 kali/menit
c. umur 1-5 tahun : ≥ 40 kali/menit
d. umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit

IX Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Diagnosis etiologik pneumonia sangat sulit untuk dilakukan sehingga
pemberian antibiotik dilakukan secara empirik sesuai dengan pola
kuman tersering yaitu Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus
influenzae. Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur. Untuk
bayi di bawah 3 bulan diberikan golongan penisillin dan
aminoglikosida. Untuk umur >3 bulan, ampisilin dipadu dengan
kloramfenikol merupakan obat pilihan pertama. Bila keadaan pasien
berat atau terdapat empiema, antibiotik pilihan adalah golongan
sefalosporin.
b. Bila anak disertai demam (≥ 39º C) yang tampaknya menyebabkan
distress, berikan parasetamol
c. Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronchodilator kerja cepat,
dengan salah satu cara berikut: Salbutamol nebulisasi, Salbutamol
dengan MDI (metered dose inhaler) dengan spacer, Jika kedua cara
tidak tersedia, beri suntikan epinefrin (adrenalin)secara subkutan.
2. Suportif
a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 %
berdasarkan pemeriksaan AGD
b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental
c. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya dengan clapping
dan vibrasi
d. Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif
terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral.
e. Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis.
f. Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator
dilakukan bila terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai
peningkatan respiratoy distress dan respiratory arrest.
g. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan rumatan yang
diberikan mengandung gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan
sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. Pasien yang
mengala sesak yang berat dapat dipuasakan, tetapi bila sesak sudah
berkurang asupan oran segera diberikan. Pemberian asupan oral
diberikan bertahap melalui NGT (selang nasogastric) drip susu atau
makanan cair. Dapat dibernarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari
kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak
akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone).
h. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal untuk memperbaiki transport mukosiliar.
i. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolic yang terjadi midalnya
hipoglikemia, asidosis metabolic
j. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang demam, diare dan lainnya
serta komplikasi bila ada
3. Standart penatalaksanaan Pneumonia Dari DEPKES RI :
a. Beri antibiotic oral sesuai indikasi Untuk semua klasifikasi yang
membutuhkan antibiotic yang sesuai.
b. Antibiotic pilihan pertama: kotrimoksazol
(trimetoprim+sulfametoksazol)
c. Antibiotic pilihan kedua: amoksilin
d. Umur atau berat badan kotrimoksazol. Beri 2 kali sehari selama 5 hari
e. Amoksisilin, beri 3 kali sehari selamam 5
hari Tablet dewasa
1. 480 mg Tablet anak
2. 120 mg Sirup/ 5 ml
3. 240 mg Sirup 125 mg per 5 ml
4. 2 – 4 bulan
5. (4 – < 6 kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml
6. 4 – 12 bulan
7. (6 – < 10 kg) ½ 2 5 ml 5 ml
8. 12 bulan – 5 tahun
9. (10 – < 19 kg) ¾ atau 1 3 7,5 ml 10 ml 6)

Beri antibiotic intramuscular Untuk anak yang harus segera dirujuk


tetapi tidak dapat menelan obat oral, beri dosis (IM) kloramfenikol dan atau
ampisilin dan rujuk segera. Jika rujukan tidak memungkinkan ulangi suntikan
kloramfenikol setiap 12 jam selama 5 hari dan atau ampisilin setiap 6 ham
selama 5 hari. Kemudian ganti dengan antibiotic yang sesuai, untuk
melengkapi 10 hari pengobatan.

X Pemeriksaan penunjang
1. Sinar X: mengidentifikasi distributor struktural (misal: lobar, bronchail); dapat
juga menyatakan abses)
2. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus
4. Pemeriksaan gram/kultur, sputum darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
orgaisme yang ada
5. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-pru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
6. Spimetrik static untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronchoskopi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
XIKomplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis prulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri, curiga ke arah ini apabila terdapat demam persisten meskipun sedang diberi
antibiotik, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung yaitu
adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada. Pada pneumonia komplikasi miokarditis
(tekanan sistolik kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung)
yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena
miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi
dengan teknik noninvasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.
Otitis media akut (OMA) terjadi bila pneumonia tidak diobati, maka sputum
yang berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian
gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN PNEUMONIA

A. Pengkajian
Menurut Rohmah&walid (2019) pengkajian adalah proses melakukan pemeriksaan
atau penyelidikan oleh seorang perawat untyk memepelajari kondisi pasien sebagai
langkah awl yang akan dijadikan pengambilan keputusan klinik keperawatan. Oleh
karena itu pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh
kebutuhan keperawatan dapat teridentifikasi.
Pada pasien pneumonia pengkajian meliputi :
1. Identifikasi pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, suku atau
bangsa, status pernikahan
2. Identifitas penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, suku atau
bangsa, status pernikahan, hubungan dengan pasien
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien bronkopneumonia adalah sesak napas
b. Riwayat keluhan utama
Keluhan utama disertai keluhan lain yang dirasakan klien seperti lemah,
sianosis, sesak napas, adanya suara tambahan seperti ronchi dan
wheezing, batuk, demam, sianosis daerah mulut dan hidung, muntah,
diare.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Dikaji apakah klien pernah menderita penyakit seperti ISPA, TBC Paru,
trauma. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
faktor predisposisi
d. Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinalir sebagai penyebab pneumonia seperti CA Paru, Asma,
TBC baru dan sebaginya.
4. Pola fungsi kesehatan
a. Pola presepsi dan eeliharaan kesehatan
Hal yang perlu dikaji yaitu kebersihan lingkungan, riwayat perokok
b. Pola nutrisi
Biasanya muncul anoreksia, mual dan muntah karena peningkatan
rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan toksik mikroorganisme.
c. Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan evaporasi karena demam.
d. Pola istirahat/tidur
Penderita sering mengalami gangguan istirahat dan tidur karena adanya
sesak nafas.
e. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan klien akan menurun karena adanya sesak napas.
5. Pemeriksaan fisik
a. Headto toe
b. Data focus.
B. Diagnose Kepewaratan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik langsung
actual maupun potensia. Diagnose keperawatan yangsering muncul pada kasus
pneumonia menurut PPNI (2017) sebagai berikut :
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
2. Pola Napas Tidak Efektif
3. Hipertermia
4. Gangguan Pertukaran Gas
5. Defisit Nutrisi
6. Intoleransi Aktivitas
C. Intervensi Aktivitas
No Diagnose keperawatan ( SDKI) SLKI-SIKI
SLKI SIKI
1 Bersihan jalan nafas b.d sekresi Setelah dilakukan Manajemen Jalan
yang tertahan, dibuktikan intervensi Nafas
dengan : keperawatan
- Sputum berlebih diharapkan Observasi :
- Batuk tidak efektif bersihan jalan 1. Monitor pola nafas
- Tidak mampu batuk nafas meningkat 2. Monitor bunyi
- Mengi, Wheezing, atau ronki dengan kriteria nafas
kering hasil : 3. Identifikasi
- Dispnea - Produksi kemampuan batuk
- Pola nafas berubah sputum 4. Monitor sputum
- Frekuensi nafas berubah menurun (jumlah,warna,aro
- Mengi ma).
menurun 5. Monitor
- Wheezing tanda&gejala
menurun infeksi saluran
- Frekuensi nafas.
nafas dalam
rentang Teraupetik :
normal 1. Posisikan semi
- Batuk efektif fowler
meningkat 2. Berikan
- Pola nafas minum air
meningkat hangat
3. Lakukan
suction selama
15 detik
4. Berikan
oksigen, jika
perlu
Edukasi :
1. Anjurkan
asuan cairan
2000ml/hari
2. Ajarkan tehnik
batuk efektif

Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
broncodilator.
2 Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan Maajemen Jalan
deformitas dinding dada intervensi Nafas
- Penggunaan otor bantu keperawatan
pernafasan diharapkan pola Observasi :
- Fase ekspirasi memanjang nafas membaik 1 Monitor pola nafas
- Dispnea dengan kriteria (frekuensi,
- Pola nafas abnormal hasil : kedalaman, usaha
(takinea,bradipnea,hipoventi - Kapasitas nafas)
lasi) vital 2 Monitor bunyi nafas
- Pernafasan cuping hidung membaik tambahan
- Tekanan ekspirasi menurun - Tekanan ( gurgling, mengi,
- Tekanan inspirasi menurun ekspirasi wheezing, ronki)
meningkat 3 Auskultasi bunyi
- Tekanan nafas
inspirasi 4 Monitor saturasi
meningkat oksigen
- Dyspnea
menurun Teraupetik :
- Penggunaan 1 Posisikan semi
otot bantu fowler
nafas 2 Lakukan fisioterapi
menurun dada
- Frekuensi 3 Berikan oksigen jika
nafas perlu
membaik
Kolaborasi :
1 Kolaborasi
pemberian
bronkodilator
3 Hipertermia b.d proses penyakit Setelah dilakukan Manajemen
(infeksi mycobacterium intervensi Hipertermia
tuberculosis). Dibuktikan keperawatan
dengan : diharapkan Observasi :
- Suhu tubuh di atas nilai termogulasi 1.identifikasi
normal membaik dengan penyebab
- Kejang kriteria : hipertermia
- Takikardi - Menggigil 2. monitor suhu tubuh
- Takipnea membaik 3. monitor warna dan
- Kulit terasa hangat - Kejang suhu kulit
menurun
- Takikardi Teraupetik :
membaik 1. longgarkan atau
- Takipnea lepaskan pakaian
membaik 2. berikan cairan oral
- Suhu tubuh 3.lakukan kompres
membaik dingin
- Suhu kulit 4.sesuaikan suhu
membaik tubuh kingkungan
- Tekanan
darah Edukasi :
membaik 1. anjurkan tirah baring
- Ventilasi
membaik Kolaborasi :
1. kolaborasi
pemberian cairan
elektrolit
2.kolaborasi
pemeberian
antipiretik
4 Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan Pemantauan
ketidakseimbangan ventilasi- intervensi Respirasi
perfusi, dibuktikan dengan : keperawatan
- Dispnea diharapkan Observasi :
- Takikardi pertukaran gas 1. Monitor frekuensi,
- Bunyi nafas tambahan meningkat dengan iraman, kedalaman
- PCO2 meningkat/menurun kriteria hasil : dan upaya nafas
- P02 menurun - Dispnea 2. monitor adanya
- Pusing menurun sumbatan jalan
- Penglihatan kabur - Bunyi nafas nafas
- Sianosis tambahan 3. auskultasi bunyi
- Gelisah menurun nafas
- Nafas cuping hidung - Pusing 4. monitor saturasi
- Pola nafas abnormal menurun oksigen
- Kesadaran menurun - Penglihatan 5. monitor kecepatan
kabur aliran oksigen
menurun 6.monitor
- Gelisah kemampuan
menurun melepas oksigen
- Nafas cuping saat makan
hidung
menurun Teraupetik :
- PCO2 1. pertahankan
membaik kepatenan jalan
- PO2 membaik nafas
- Takikardia 2. berikan tambahan
membaik oksigen jika perlu
- Soanosis
membaik
- Pola nafas
membaik Kolabrasi :
- Warna kulit 1. kolaborasi
membaik penentuan dosis
oksigen
2. kolaborasi
penggunaan oksigen
saat aktivitas dan
tidur
5 Defisit nutrisi b.d peningkatan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
kebutuhan metabolism. intervensi
Dibuktkan dengan : keperawatan Observasi :
- Nafsu makan menurun diharapkan status 1. identifikasi status
- Berat badan menurun nutrisi membaik nutrisi
- Bising usus hiperaktif dengan kriteria 2.identifikasi makanan
- Membrane mukosa pucat hasil : yang disukai
- Sariawan - Berat badan 3.identifikasi
membaik kebutuhan kalori
- Indeks masa dan jenis makanan
tubuh membaik 4.monitor asupan
(IMT) makanan
- Frekuensi 5.monitor
makan mual&muntah
membaik 6. monitor berat badan
- Nafsu makan
membaik Teraupetik :
- Membrane 1. lakukan oral
mukosa hygiene sebelum
membaik makan
2. berikan makanan
yang tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
3. berikan makanan
yang tinggi protein
dan tinggi kalori
4. berikan sulemen
makanan

Edukasi :
1. anjurkan posisi
duduk
2. ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolabrasi :
1.kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
6 Intoleransi Aktivitas b.d tirah Setelah dilakukan Manajemen Energy
baring, kelemahan, intervensi
ketidakseimbangan antara suplai keperawatan Observasi :
dan kebutuhan oksigen. diharapkan 1 Monitor
Dibutuhkan dengan : toleransi aktivitas kelelahan fisik
- Mengeluh lelah meningkat dengan 2 Identifiksi
- Frekuensi jantung meningkat kriteria hasil : kemampuan
- Dyspnea - Kemudahan berpartisipasi
- Sianosis dalam dalam aktivitas
melakukan tertentu
aktivitas
sehari-hari Teraupetik :
meningkat 1. latihan gerak pasif
- Kekuatan dan aktif
tubuh bagian 2. libatkan keluarga
atas dan dalam aktivitas
bawah
meningkat
- Keluhan lelah Kolaborasi :
membaik 1. anjurkan melakukan
- Dispneu saat aktivitas
aktivitas
menurun
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran


Pernafasan Akut. Jakarta : Depkes RI
Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018 (Indonesia Health Profile
2018). http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Data-
dan-informasi_Profil-kesehatan-indonesia-2018.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2017). Standar diagnose Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.(2018). Standar diagnose Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.(2019). Standar diagnose Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan

Anda mungkin juga menyukai