Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan oleh Sahrul Ramadhan (2009) dengan judul : Pengaruh

Pengembangan Sumberdaya Manusia Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa : (1) Pengembangan sumberdaya manusia melalui

pendidikan dan pelatihan secara bersamaan mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap kinerja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi

Sulawesi Tenggara. Ini berarti bahwa dengan semakin bertambahnya pendidikan

formal seorang pegawai dan seringnya mengikuti pelatihan akan menyebabkan

meningkatnya kinerja pegawai yang bersangkutan. Secara parsial faktor

pendidikan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Tenggara. Demikian pula dengan

faktor pelatihan. (2) Faktor yang paling dominan mempengaruhi kinerja pegawai

pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Tenggara adalah

faktor pelatihan.

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini, keduanya membahas

tentang peningkatan sumberdaya manusia melalui diklat. Sedangkan

perbedaannya, Sahrul Ramadhan mengamati pengembangan sumberdaya manusia

melalui diklat dengan mengamati melalui frekuensi keikutsertaan pegawai dalam


diklat. Sedangkan penelitian ini mengamati peningkatan kompetensi melalui

diklat dengan menggunakan indikator pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Penelitian lain yang juga relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh

Hadriati Damau (2009) dengan judul : Pengaruh Kompetensi Pegawai Terhadap

Kualitas Pelayanan Publik Pada Kantor Kelurahan Bende Kecamatan Kadia Kota

Kendari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi pegawai yang meliputi

pengetahuan, keterampilan dan sikap pegawai secara bersamaan mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan publik pada Kantor

Kelurahan Bende Kecamatan Kadia Kota Kendari. Hal ini didasarkan pada hasil

uji statistik dengan menggunakan uji F, dimana F hitung = 82,733 > Ftabel yaitu 3,20

atau dengan nilai probabalitas = 0,000 < 0,05. Ini berarti bahwa faktor

pengetahuan, keterampilan dan sikap dapat meningkatkan kualitas pelayanan

publik pada Kantor Kelurahan Bende Kecamatan Kadia Kota Kendari. Disamping

itu secara parsial faktor pengetahuan memiliki pengaruh yang lebih dominan

terhadap kualitas pelayanan publik dengan nilai thitung tertinggi yaitu sebesar 5,265.

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah bahwa dalam

mengalisis kompetensi menggunakan indikator pengetahuan, keterampilan dan

sikap. Sedangkan perbedaannya penelitian yang dilakukan Hadriati Damau

variabel dependentnya adalah kualitas pelayanan publik sedangkan penelitian ini

variabel dependentnya adalah kinerja pegawai.

2.2 Konsep Tentang Kompetensi


Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, menjelaskan bahwa pengangkatan

PNS dalam jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai

dengan kompetensi yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat objektif lainnya

tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan.

Purwanto (2006:8) mengemukakan bahwa kompetensi adalah suatu

persyaratan kemampuan dalam melaksanakan jabatan. Biasanya kemampuan ini

dikaitkan dengan keahlian, keterampilan atau profesionalisme, kompetensi jabatan

fungsional, demikian juga dengan kompetensi jabatan negara/politik jauh berbeda

dengan jabatan struktural, perbedaan ini menunjukkan karena tugas pokok, fungsi,

wewenang dan tanggungjawabnya amat berbeda satu sama lain.

Syahroni (2006:9) mengemukakan bahwa, kompetensi adalah sekumpulan

dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) berupa

pengetahuan, keterampilan dan sikap/perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan

tugas jabatannya sehingga PNS tersebut dapat melaksanakan tugas jabatannya

secara professional, efektif dan efisien.

Kedua pendapat diatas menunjukkan bahwa untuk dapat melaksanakan tugas

pokok dan fungsinya secara maksimal maka PNS seharusnya memiliki

kompetensi sebagai kerangka dalam pelaksanaan tugas yang mengambarkan

adanya pengetahuan, keterampilan dan sikap sehingga dapat melaksanakan

kewajibannya secara efektif, efisien dan professional.

Untuk itu pegawai negeri selayaknya memiliki ketiga komponen tersebut,

kompetensi pengetahuan yang menekankan pada kemampuan konsepsional yakni

kerja yang banyak menggunakan pikiran, kompetensi pengetahuan merujuk pada


kemampuan memahami keseluruhan organisasi secara utuh, bagaimana relasi

antar organisasi, bagaimana perubahan pada salah satu bagian mempengaruhi

keseluruhan proses, termasuk di dalamnya mampu memahami perubahan

lingkungan organisasi, kemampuan merumuskan kebijakan yang harus

dilaksanakan staf serta kemampuan merumuskan kembali visi, misi dan tujuan

organisasinya dengan membuat strategi planning. Kompetensi keterampilan

merupakan kemampuan memahami bagaimana mewujudkan kebijakan, keputusan

yang dibuat oleh pimpinan organisasi menjadi kenyataan atau dengan kata lain

kompetensi keterampilan merupakan kemampuan mengimplementasikan

kebijakan dengan menggunakan sumberdaya yang ada (man, machine and

financial). Kompetensi sikap/perilaku merupakan kemampuan menerjemahkan

konsep yang dirumuskan oleh pimpinan (mengintegrasikan kebijakan), serta

menghimpun informasi dari anggota organisasi dan mengolahnya menjadi

rekomendasi kebijakan yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi pimpinan di

atasnya untuk membuat kebijakan. Kompetensi perilaku juga terikat dengan

integritas dan komitmen pejabat untuk melaksanakan tanggungjawab secara

professional.

Kompetensi merupakan karakteristik mendasar individu secara kasual

berhubungan dengan efektivitas atau kinerja yang sangat baik. Beranjak dari

konsep ini maka harus dibedakan antara kompeten dan kompetensi. Kompeten

merujuk pada bidang kerja seseorang sedangkan kompetensi merujuk pada

dimensi perilaku yang mendasari kinerja yang kompeten.


Hingga kini sebagian besar para ahli menggunakan istilah kompetensi

menurut sudut pandang mereka sesuai dengan kebutuhan dan aplikasinya dengan

merujuk kepada dua pendekatan yakni :

1) Digunakan untuk merujuk pada area pekerjaan atau peranan yang mampu

dilakukan oleh seseorang dengan kompeten (training design, competency

model development, manajemen proyek, manajemen keuangan dan lainnya),

pada pendekatan ini lebih menekankan pada pemahaman umum.

2) Digunakan untuk merujuk pada dimensi-dimensi perilaku yang terletak dibalik

kinerja yang kompeten seperti orientasi efisiensi, hasil dan lainnya. Pada

pendekatan ini lebih menekankan pada perilaku, sikap dan karakteristik orang

dalam menjalankan berbagai tugas pekerjaan untuk menghasilkan output

jabatan yang efektif.

Untuk mengukur kompetensi (kemampuan) aparatur maka indikator-

indikator yang digunakan adalah : (1) Ratio jumlah pegawai dengan penduduk, (2)

Masa kerja pegawai, (3) Golongan pegawai, (4) Pendidikan formal yang dicapai

dan sebagainya yang kesemuanya berkisar tntang dan sekitar kualitas dan

kuantitas pegawai. Pentingnya kompetensi (kemampuan) dapat dilihat pada upaya

pembangunan dimana saja sering bukan karena kelemahan konsep, tetapi karena

ketidakmampuan sistem pelaksanaan dan menterjemahkan konsep tersebut

kedalam program operasional yang mantap.

Thoha (2003:154) menyatakan “kompetensi merupakan salah satu unsur

kesiapan, berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dapat diperoleh

dari pendidikan, latihan dan pengalaman”. Dengan memperhatikan pendapat


tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan aparatur sangat menentukan

keberhasilan suatu program.

Kompetensi yang dituntut seseorang pelaksana pemerintahan dan

pembangunan adalah yang mampu untuk melaksanakan tugas-tugas administrasi

internal maupun eksternal. Administrasi internal ini mencakup pengawasan

sumber-sumber tenaga kerja, sarana dan teknologi yang diperlukan untuk

melaksanakan fungsi-fungsi yang ditugaskan. Sedangkan administrasi eksternal

meliputi kegiatan-kegiatan dari proses administrasi yang diperlukan untuk

membentuk dan mengaitkan hubungan-hubungan dengan lembaga-lembaga dan

kelompok-kelompok diluar pengendalian administratif dari satu lembaga.

Hubungan ini sangat mendasar untuk mencapai tujuan lembaga tersebut. Dengan

kata lain administrasi intern ini meliputi pola-pola kerjasama antara

lembaga/instansi dan partisipasi klien-klien yang melebihi pola-pola sistem

kerjasama yang lazim dilakukan.

Uraian diatas memberikan suatu gambaran bahwa untuk mengukur

kompetensi seseorang dapat diamati melalui pengetahuan, keterampilan dan

sikapnya. Lebih jelasnya ketiga dimensi tersebut diuraikan sebagai berikut :

1. Pengetahuan

Poedjawijatna (2000:14) mengemukakan bahwa orang yang tahu disebut

mempunyai pengetahuan. Sejalan dengan pendapat di atas Moeliono (2002:884)

mengemukakan bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui.

Selanjutnya Hadi (2001:123) mengemukakan bahwa pengetahuan adalah

keyakinan mengenai suatu obyek yang telah dibuktikan kebenarannya. Kiranya


juga jelas bahwa kita hanya mempunyai pengetahuan mengenai sesuatu yang

benar, maka keyakinan yang hanya secara kebetulan benar tidak dapat diterima

sebagai pengetahuan. Oleh kerena itu pengetahuan harus dibuktikan.

Notoadmojo (2003:130) mengemukakan bahwa pengetahuan dicakup di

dalam domain kognitif, mempunyai enam tingkatan, yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang itu tahu tentang apa

yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehensif)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan

sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan menggunakan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek

ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini

dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan

(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan

sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun,

merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu

teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atas pemikiran

terhadap suatu materi atau obyek.

Riduwan (2002:41-42) secara terperinci menguraikan pengetahuan

seseorang dapat diukur sebagai berikut :

a) Ciri-ciri pegawai yang memungkinkan, kriterianya adalah : kelincahan mental

berpikir dari segala arah, kelincahan mental berpikir ke segala arah, fleksibel

konsep,orisinalitas, menyukai kompleksitas, latar belakang yang baik,

kecakapan.
b) Gagasan-gagasan kreatif yang sudah dihasilkan, kriterinya adalah : bekerja

keras, berpikir mandiri, pantang menyerah, mampu berkomunikasi, tertarik

hal-hal yang kompleks, rasa ingin tahu tentang pengetahuan, senang humor,

terbuka dan menerima informasi atau gagasan baru, arah hidupnya mantap dan

mandiri.

2. Keterampilan

Keterampilan adalah sesuatu yang dimiliki yang berkaitan dengan

kemampuan mengerjakan pekerjaan secara tepat dan cepat. Keterampilan ini

dapat diamati melalui :

a) Menjalankan tugas, kriterianya adalah : Bekal pengetahuan, memberikan

pekerjaan lebih, membangkitkan minat pegawai, mengembangkan pemikiran

kerja, memberikan pengarahan berpikir, memberikan petunjuk teknis

b) Memberikan penguatan, kriterianya adalah : meningkatkan perhatian pegawai,

memberikan motivasi kerja

c) Mengadakan variasi, kriterianya adalah : meningkatkan gairah untuk bekerja,

memberikan prinsip kerja, memberikan kesempatan mencari ilmu,

memberikan pemahaman moral kerja, pengarahan tugas pokok dan fungsi dari

pimpinan, perencanaan kerja

3. Sikap

Mappiare (2002:58) mengemukakan bahwa sikap secara umum diartikan

sebagai kesediaan berreaksi individu terhadap suatu hal. Sikap berkaitan dengan

motif dan mendasari tingkah laku seseorang. Dapat diramalkan tingkah laku apa

saja yang terjadi dan akan diperbuat jika telah diketahui sikapnya. Sikap belum
merupakan suatu tindakan akan aktivitas, akan tetapi berupa kecenderungan

(predisposisi) tingkah laku. Jadi sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi

terhadap suatu obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap

obyek tersebut (Soenarto, 2001:170).

Winkel (2001:77) menjelaskan sikap adalah kemampuan mental yang

berperan selalu dalam pengambilan tindakan, lebih-lebih jika terbuka

kemungkinan untuk bertindak. Orang yang memiliki sikap yang jelas akan

mampu untuk memilih secara tegas di antara beberapa kemungkinan, sedang yang

tidak mempunyai sikap jelas, akan merasa ragu-ragu dan bingung mana yang

harus diprioritaskan pada saat itu.

Sikap sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan sikap seseorang

terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable)

maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada suatu

objek secara lebih spesifik, sedangkan Thurstone memformulasikan sikap sebagai

derajat afek positif dan afek negatif terhadap suatu objek psikologis (Azwar,

2003:4)

Sejalan dengan Thurstone, Petty dan Cacioppo dalam Azwar (2003:6)

mendefinisikan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya

sendiri, orang lain, obyek atau isu-isu.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam

pengertian sikap terdapat 3 unsur, yakni :

1. Sikap merupakan suatu penilaian terhadap obyek (kognitif)


2. Sikap selalu disertai dengan perasaan mendukung, menolak atau netral

(afektif)

3. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk bereaksi atau bertingkah laku

(konatif)

Sikap seseorang terhadap suatu obyek sangat menentukan di dalam

mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu dan keputusan untuk menetapkan

suatu sikap tertentu. Untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sangat

dipengaruhi oleh bentuk-bentuk informasi yang ia dapatkan dan kemampuan

pribadi tiap-tiap individu.

Beberapa macam sikap yang akan muncul dari dalam diri seseorang

terhadap suatu objek, tentunya di dasarkan pada hubungan yang pernah terjadi

antara individu dengan obyek tersebut. Jika kesan yang timbul saat hubungan

terjadi tidak baik maka sikap yang muncul adalah negatif atau bentuk evaluasi

negatif, sedang jika hubungan tersebut berlangsung baik maka sikap akan terjadi

adalah sikap positif. Apabila individu tidak pernah mengetahui atau memiliki

suatu hubungan sama sekali maka sikap yang muncul adalah netral.

Berdasarkan penjelasan sikap di atas maka di dalam diri setiap individu,

terdapat tiga kemungkinan sikap yang dapat terjadi bila individu berhadapan

dengan suatu objek, atau suatu situasi, yaitu : sikap mendukung, netral dan tidak

mendukung
2.3 Pendidikan dan Latihan

Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan

merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui

proses pembelajaran dan atau cara lain yang di kenal dan di akui oleh masyarakat.

Dalam Dictionary of Education dinyatakan bahwa pendidikan adalah :

1. Proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku

lainnya didalam masyarakat tempat mereka hidup.

2. Proses sosial yang terjadi pada orang yang di harapkan pada pengaruh

lingkungan yang terpilih dan terkontrak sehingga mereka dapat memperoleh

perkembangan kemampuan sosial dan individu yang optimal.

Notoatmodjo (2003:23) mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu

proses pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang

bersangkutan. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan

adalah suatu proses pembelajaran untuk meningkatkan potensi individu dan

pengembangan diri individu dalam hal pengetahuan, kemampuan, sikap/tingkah

laku individu.

Siagian (2003:175) mengemukakan bahwa pendidikan adalah keseluruhan

proses, teknik dan metode belajar mengajar dalam rangka mengalihkan suatu

pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai standar yang telah

ditetapkan.

Sunarto (2004:159) mengemukakan bahwa pengertian pendidikan

merupakan proses belajar yang dihayati sepanjang hidupnya baik dalam jalur

pendidikan sekolah maupun di luar sekolah.


Pelatihan (training) sering di bedakan dengan pendidikan (education).

Pendidikan atau edukasi lebih luas lingkupnya, tujuannya adalah untuk

mengembangkan individu. Biasanya pendidikan di anggap sebagai pendidikan

formal di sekolah, akademi atau perguruan tinggi, sedangkan pelatihan lebih

berorientasi kejuruan (vocationally oriented) dan berlangsung di dalam suatu

lingkungan organisasi (Simamora, 2004:274).

Pendidikan menunjukkan suatu perluasan individu sehingga dia dapat

dipersiapkan untuk menilai berbagai situasi dan memilih respon yang palimg

tepat. Selain itu pula, tujuan pendidikan pegawai/pegawai adalah untuk

mempersiapkan pegawai dalam menempati posisi atau jabatan yang baru melalui

promosi dan pengembangan karir (Notoatmodjo, 2003:102).

Notoatmodjo (2003:29) lebih lanjut mengemukakan bahwa terdapat

beberapa hal membedakan antara pendidikan dan pelatihan. Adapun perbedaan

pendidikan dan pelatihan sebagaimana tampak pada Tabel berikut ini :

No Faktor Pendidikan Pelatihan


1. Pengembangan kemampuan Menyeluruh (overall) Mengkhususkan (specific)
Area kemampuan
2. (penekanan) Kognitif, efektif Psikomotor (psychomotor)
Jangka waktu pelaksanaan Pendek (short term)
3. Materi yang diberikan Panjang (long term)
Penekanan penggunaan Lebih khusus
4. metode belajar mengajar Lebih umum Inconventional
5. Penghargaan akhir proses Konventional

Sertifikat (non-degree)
6. Gelar (degree)

Pada dasarnya tujuan pendidikan adalah suatu deskripsi dari pengetahuan,

sikap, tindakan, penampilan dan sebagainya, yang diharapkan akan dimiliki

sasaran pendidikan pada periode tertentu (Notoatmodjo, 2003:41). Selanjutnya


juga dikatakan bahwa suatu lembaga pendidikan, terutama pendidikan formal,

sebenarnya membentangkan harapan tentang tingkat dan jenis perubahan tingkah

laku sasaran pendidikan, antara lain perubahan pengetahuan, sikap dan

pengetahuan mereka (pegawai). Ada tiga macam pendidikan yaitu :

1. Pendidikan informal adalah pendidikan yang di peroleh seseorang dari

pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sejak lahir sampai mati.

2. Pendidikan formal yang dikenal dengan pendidikan sekolah teratur, bertindak

dan mengikuti syarat yang jelas dan ketat.

3. Pendidikan non formal, adalah pendidikan yang diatur dengan sadar dilakukan

tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat.

Scott dalam Moekijat (2002:2) mengemukakan bahwa diklat berperan dalam

mengembangkan sikap kepemimpinan pegawai dalam upaya memperoleh

efektivitas pekerjaan perseorangan yang lebih besar dan menciptakan keserasian

hubungan baik secara horisontal maupun vertikal dalam organisasi.

Searah dengan pandangan di atas, Handoyo (2000:27) berpendapat bahwa

pada dasarnya pendidikan dan latihan yang diselenggarakan bagi pegawai adalah

untuk meningkatkan prestasi kerja baik secara konseptual maupun secara teknis

operasional, guna memperoleh produktivitas optimal dalam organisasi secara

keseluruhan.

Pandangan di atas menunjukkan bahwa penyelenggaraan diklat bagi

pegawai berkaitan erat dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia,

dimana dengan pelaksanaan diklat diharapkan pegawai memiliki kapabilitas baik


secara konseptual maupun secara teknis operasional, dalam melaksanakan tugas

yang diembannya.

2.4 Kinerja Pegawai dan Indikator Pengukurannya

Sebelum dijelaskan konsep dari kinerja pegawai, terlebih dahulu penulis

menjelaskan pengertian pegawai. Menurut UU No. 43 tahun 1999 tentang pokok-

pokok kepegawaian, pegawai adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat

yang telah dipercayakan kepadanya dan telah ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan yang belaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan

diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau diserahi tugas negara lainnya yang

ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya

dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 pasal 5 dinyatakan bahwa setiap

Pegawai Negeri Sipil mentaati segala peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan

penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab. Dalam menjalankan pasal 5

tersebut dinyatakan pula bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah pelaksana peraturan

perundang-undangan, oleh sebab itu wajib berusaha menaati segala peraturan

tersebut. Untuk dapat mewujudkan hal itu, diperlukan adanya motivasi kerja yang

tinggi. Pegawai merupakan tenaga kerja manusia, jasmaniah dan rohaniah (mental

dan pikiran) yang senantiasa dibutuhkan dan karena itu menjadi salah satu modal

pokok adalah kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.

Musanef (2003:4) mengemukakan bahwa pegawai adalah mereka yang

secara langsung digerakkan oleh pimpinan untuk bertindak sebagai pelaksana


yang akan menyelenggarakan pekerjaan sehingga menghasilkan karya-karya yang

diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Widjaya (2006:15) mengemukakan pengertian pegawai dalam kriteria

sebagai berikut :

1. Menjadi anggota suatu usaha kerja sama (organisasi) dengan maksud

memperoleh balas jasa.

2. Berada dalam suatu sistem kerja yang sifatnya lugas/pamrih.

3. Berkedudukan sebagai penerima kerja dan berhadapan dengan pemberi kerja.

4. Berkedudukan sebagai penerima kerja itu diperoleh setelah melalui proses

penerimaan dan menghadapi saat pemberhentian (pemutusan hubungan kerja)

Di dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 pasal 1 tentang pokok-

pokok kepegawaian dikemukakan pengertian pegawai negeri sebagai berikut :

Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh

pejabat yang berwenang atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan

berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Setiap pegawai diharapkan dapat memiliki kinerja yang baik dalam

melaksanakan pekerjaannya. Dalam hal ini tentunya tugas-tugas yang dibebankan

kepadanya dapat terselesaikan dengan baik dalam arti disertai kecakapan, disiplin

serta tanggung jawab yang tinggi. Apabila keadaan ini tercipta akan berhubungan

sekali terhadap hasilnya, baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Disamping itu

pimpinan juga harus selalu berusaha meningkatkan kinerja bawahannya.


Kinerja dapat dartikan sebagai kemampuan kerja atau hasil kerja.

Poewadarminta (2006:6) mengemukakan bahwa kinerja adalah prestasi yang

diperlihatkan atau kemampuan kerja. Winardi (2006:82) mengemukakan bahwa

kinerja adalah kemampuan kerja seorang pegawai/pegawai dalam menyelesaikan

tugas yang dibebankan kepadanya secara berhasil dan berdaya guna.

Dharma (2005:1) mengemukakan bahwa kinerja atau prestasi kerja adalah

sesuatu yang dikerjakan atau produk jasa-jasa yang diberikan atau yang dihasilkan

oleh seseorang atau sekelompok orang.

Kata prestasi merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, performance.

Dalam bahasa Indonesia istilah prestasi kerja diartikan sebagai ungkapan

kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam

menghasilkan sesuatu.

Simamora (2004:423) mengemukakan bahwa prestasi kerja (performance)

merupakan suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhimya secara

langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun

kualitasnya. Pengertian di atas menyoroti prestasi kerja berdasarkan hasil yang

dicapai seseorang setelah melakukan pekerjaan.

Bernardin dan Rusel dalam Rucky (2002:15) memberikan definisi tentang

prestasi kerja (performance) sebagai berikut : Performance is defined as the

record of autcomes produced on a specified job function or activity during a

specified time period (prestasi kerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang

diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun

waktu tertentu).
Prestasi kerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau produk atau jasa yang

dihasilkan oleh seseorang atau kelompok, bagaimana kualitas kerja, ketelitian dan

kerapian kerja, penugasan dan bidang kerja, penggunaan dan pemeliharaan

peralatan, inisiatif dan kreativitas, disiplin, dan semangat kerja (kejujuran,

loyalitas, rasa kesatuan dan tanggung jawab serta hubungan antar pribadi).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa prestasi kerja merupakan sejumlah

output dari outcomes yang dihasilkan suatu kelompok atau organisasi tertentu baik

yang berbentuk materi (kuantitatif) maupun yang berbentuk nonmateri (kualitatif).

Pada organisasi atau unit kerja di mana input dapat teridentifikasi secara individu

dalam bentuk kuantitas misalnya pabrik jamu, indikator kinerja pekerjaannya

dapat diukur dengan mudah, yaitu banyaknya output yang dicapai dalam kurun

waktu tertentu. Namun untuk unit kerja kelompok atau tim, kinerja tersebut agak

sulit, dalam hubungan ini Simamora (2004:79) mengemukakan bahwa prestasi

kerja dapat dilihat dari indiktor-indikator sebagai berikut :

a. Keputusan terhadap segala aturan yang telah ditetapkan organisasi

b. Dapat melaksanakan pekerjaan atau tugasnya tanpa kesalahan (atau dengan

tingkat kesalahan yang paling rendah)

c. Ketepatan dalam menjalankan tugas.

Sesuai pengertian prestasi kerja di atas jelaslah bahwa hasil kerja dari

seseorang atau sekelompok orang mempunyai perbedaan, sehingga dibutuhkan

penilaian atas prestasi kerja tersebut. Penilaian prestasi kerja dalam rangka

pengembangan sumberdaya manusia adalah sangat penting artinya karena


kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan pimpnan dan memberikan umpan balik

kepada bawahan tentang kegiatan mereka.

Husnan dan Ranupanjdojo (2000:30) mengemukakan bahwa penilaian

prestasi kerja adalah untuk menentukan apakah suatu pekerjaan bisa dikerjakan

atau diselesaikan dengan baik, maka deskripsi jabatan akan sangat membantu

dalam penentuan sasaran pekerjaanya.

Tiffin yang dikutip Manullang (2001:118) memberi pembatasan bahwa

penilaian pegawai adalah penilaian yang sistematis dari pada seorang pegawai

oleh atasannya atau beberapa orang ahli lainnya yang faham akan pelaksanaan

pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai tersebut.

Handoko (2003:135) mengemukakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah

proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi

pegawainya. Kegiatan ini dapat mempengaruhi keputusan-keputusan personalia

dan memberikan umpan balik kepada para pegawai tentang pelaksanaan kerja

mereka. Adapun kegunaan penilaian kinerja adalah sebagai berikut :

1. Mendorong orang ataupun pegawai agar berperilaku positif atau memperbaiki

tindakan mereka yang di bawah standar.

2. Sebagai bahan penilaian bagi manajemen apakah pegawai tersebut telah

bekerja dengan baik

3. Memberikan dasar yang kuat bagi pembuatan kebijakan peningkatan

organisasi.

Sesuai dengan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penilaian prestasi

kerja adalah proses suatu organisasi mengevaluasi atau menilai kerja pegawainya.
Apabila penilaian prestasi kerja dilaksanakan dengan baik, tertib, dan benar akan

dapat membantu meningkatkan motivasi kerja sekaligus dapat meningkatkan

loyalitas para anggota organisasi yang ada di dalamnya, dan apabila ini terjadi

akan menguntungkan organisasi itu sendiri. Oleh karena itu penilaian prestasi

kerja perlu dilakukan secara formal dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan

oleh organisasi secara obyektif. Simamora (2004:107) mengemukakan, penilaian

prestasi kerja merupakan alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi

kerja dari para pegawai, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi

kalangan pegawai. Dalam penilaian prestasi kerja tidak hanya semata-mata

menilai hasil fisik, tetapi pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang

menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan

kerja atau hal-hal khusus sesuai bidang tugasnya semuanya layak untuk dinilai.

Ruky (2002:203), memberikan gambaran tentang faktor-faktor penilaian

prestasi kerja yang berorientasi pada individu yaitu : 1) pengabdian, 2) kejujuran,

3) kesetiaan, 4) prakarsa, 5) kemauan bekerja, 6) kerjasama, 7) prestasi kerja, 8)

pengembangan, 9) tanggung jawab, dan 10) disiplin kerja. Unsur-unsur yang

dinilai oleh pimpinan terhadap para bawahannyanya, menurut Hasibuan

(2005:95), adalah: 1). Kesetiaan, penilai mengukur kesetiaan pegawai terhadap

pekerjaannya, jabatannya, dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh

kesediaan pegawai menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar

pekerjaan dari rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab.2). Prestasi kerja,

penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan

pegawai tersebut dari uraian pekerjaannya, 3). Kejujuran, penilai menilai


kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi

dirinya maupun terhadap orang lain seperti kepada para bawahannya, 4).

Kedisiplinan, penilai menilai disiplin pegawai dalam mematuhi peraturan-

peraturan yang ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang

diberikan kepadanya, 5) Kreativitas. penilai menilai kemampuan pegawai dalam

mengembangkan kreativitasnya untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga

bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna, 6). Kerjasama. penilai menilai

kesediaan pegawai berpartisipasi dan bekerjasama dengan pegawai lainnya secara.

vertikal atau horizontal di dalarn maupun di luar pekerjaan sehingga hasil

pekerjaan akan semakin baik, 7). Kepemimpinan. penilai menilai kemampuan

untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati,

berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja

secara efektif, 8). Kepribadian. penilai menilai pegawai dari sikap perilaku,

kesopanan, periang, disukai, memberi kesan menyenangkan, memperlihatkan

sikap yang baik, serta berpenampilan simpatik dan wajar, 9). Prakarsa. penilai

menilai kemampuan berpikir yang orisinal dan berdasarkan inisiatif sendiri sendiri

untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan, mendapatkan

kesimpulan, dan membuat keputusan penyelesaian masalah yang dibadapinya, 10)

Kecakapan. penilai menilai kecakapan pegawai dalam menyatukan dan

menyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat di dalam

penyusunan kebijaksanaan dan di dalam situasi manajemen, 11) Tanggung jawab.

penilai menilai kesedian pegawai dalam mempertanggungjawabkan


kebijaksanaannya, pekerjan, dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang

dipergunakannya, serta perilaku kerjanya.

Unsur prestasi kerja yang dinilai oleh setiap organisasi tidaklah selalu sama,

tetapi pada dasamya unsur-unsur yang dinilai itu mencakup seperti hal-hal di atas.

Sementara itu Bernardin dan Rusel dalam Ruky (2002:340), mengemukakan enam

kriteria primer yang dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja, yaitu : (1)

Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan pekerjaan

mendekati kesernpurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan, (2) Quantity,

merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, jumlah unit atau

jumlaj siklus kegiatan yang diselesaikan, (3) Timeliness, merupakan lamanya

suatu kegiatan diselesaikan pada waktu, yang dikehendaki, dengan

memperhatikan jumlah output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.

(4) Cost effectiveness, besarnya penggunaan sumberdaya organisasi guna

mencapai hasil yang maksimal atau pengurangan kerugian pada setiap unit

penggunaan sumberdaya, (5) Need for supervision, kemampuan pegawai untuk

dapat melaksanakan fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang

supervisor untuk mencegah tindakan yang tidak diinginkan, (6) Interpersonal

impact, kemampuan seorang pegawai untuk memelihara harga diri, nama baik dan

kemampuan bekerjasama diantara rekan kerja dan bawahan.

Riduwan (2002: 66-67) mengemukakan bahwa prestasi kerja seorang

pegawai dapat diamati dari dimensi : kualitas kerja, kuantitas kerja, konsistensi,

serta sikap pegawai. Kualitas kerja mencakup indikator penguasan iptek,

memahami lingkup pekerjaan, memahami tanggung jawab dan wewenang yang


diemban, ketapatan, ketelitian, keterampilan dalam bekerja serta kebersihan kerja.

Kuantitas kerja mencakup indikator keluaran hasil kerja serta kecepatan dalam

menyelesaikan pekerjaan. Selanjutnya, konsistensi pegawai mencakup indikator

keinginan mengembangkan kemampuan dan aktualisasi diri, memiliki kesehatan

dan daya tahan, mengikuti instruksi, memiliki inisiatif, hati-hati dalam bekerja

serta rajin menyelesaiakan pekerjaan. Kemudian yang terakhir adalah sikap

pegawai mencakup : sikap terhadap instansi atau lembaga lain serta sikap atau

kepribadian yang tangguh.

Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan prestasi kerja

antara satu pegawai dengan pegawai lainnya yang berada di bawah

pengawasannya. Walaupun pegawai-pegawai bekerja pada tempat yang sama

namun prestasi kerja mereka tidaklah sama. Menurut Gibson, (dalam Srimulyo,

1999:39), ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi prestasi kerja, yaitu: 1)

Variabel individual, terdiri dari: a. kemampuan dan keterampilan: mental dan fisik

b. Latar belakang : keluarga, tingkat sosial, penggajian, c. demografis: umur, asal-

usul, jenis kelamin. (2) Variabel organisasional, terdiri dari: a. sumberdaya, b.

kepemimpinan, c. imbalan, d. struktur, e. desain pekerjaan. (3) Variabel

psikologis, terdiri dari : a. persepsi, b. sikap, c. kepribadian, d. belajar dan e.

motivasi.

Tiffin dan Cormick (dalam Srimulyo, 2004:40) mengemukakan bahwa ada

dua variabel yang dapat mempengaruhi prestasi kerja, yaitu: (1) Variabel

individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan motivasi,

pengalaman, umur, jenis kelamin, pcndidikan, serta faktor individual lainnya. (2)
Variabel situasional: a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari; metode kerja,

kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik

(penyinaran, temperatur, dan fentilasi), b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi:

peraturan-peraturan organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan,

sistem upah dan lingkungan sosial.

2.5 Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian teoritis maka kerangka pikir yang mendasari penelitian

ini adalah bahwa Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai

salah satu instansi pemerintah tentunya harus memiliki pegawai yang kinerjanya

baik. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya peningkatan kompetensi pegawai

melalui pendidikan dan pelatihan. Sehubungan dengan hal tersebut maka

penelitian ini ingin mengkaji pengaruh kompetensi yang meliputi pengetahuan,

keterampilan dan sikap terhadap kinerja pegawai dengan menerapkan analisis

regresi linear berganda. Dari hasil analisis selanjutnya akan diperoleh kesimpulan

dan menjadi bahan rekomendasi pada Dinas Pendidikan Nasional Provinsi

Sulawesi Tenggara. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir di atas ditampilkan

melalui skema berikut :


Skema 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sulawesi


Tenggara

Kompetensi Pegawai : Kinerja Pegawai (Y):


Pengetahuan (X1) Kualitas kerja
Keterampilan (X2) Kuantitas kerja
Sikap (X3) Ketepatan waktu menyelesaikan
(Syahroni, 2006:9) pekerjaan
(Riduwan, 2002:66-67)

Analisis Data :

Regresi Linear Sederhana

Kesimpulan dan
Rekomendasi

2.6 Hipotesis

Bertitik tolak dari permasalahan maka hipotesis yang diajukan adalah :

Kompetensi yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Dinas Pendidikan Nasional

Provinsi Sulawesi Tenggara.

Anda mungkin juga menyukai